II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dan hasil belajar. Hubungan timbal balik antara tiga unsur tersebut. Tujuan Pembelajaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dan hasil belajar. Hubungan timbal balik antara tiga unsur tersebut. Tujuan Pembelajaran"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Prinsip dan Tujuan Penilaian Proses belajar mengajar mengandung tiga unsur, yaitu tujuan pembelajaran, proses pembelajaran dan hasil belajar. Hubungan timbal balik antara tiga unsur tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini: Tujuan Pembelajaran a c Proses Pembelajaran b Hasil Belajar Gambar 1. Hubungan antara tujuan, proses, dan hasil belajar (Munaf, 2001) Munaf (2001) menyatakan bahwa kegiatan penilaian dinyatakan oleh garis c yang merupakan kegiatan untuk melihat sejauhmana tujuan pengajaran telah dapat dikuasai para siswa dalam bentuk hasil belajar. Kemudian ia mengungkapkan bahwa penilaian adalah suatu proses yang sistematis dalam memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti dari sesuatu. Iryanti (2004) mengemukakan bahwa penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil

2 belajar. Sedangkan pengertian penilaian menurut Depdiknas (2004) adalah sebagai berikut: Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauhmana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau hasil belajar seorang siswa. Jadi, penilaian adalah suatu kegiatan pengukuran, kuatifikasi, dan penetapan mutu pengetahuan siswa secara menyeluruh. Dalam pengertian ini, diisyaratkan bahwa penilaian harus terintregasi dalam pembelajaran dan memiliki beragam bentuk. 9 Ciri penilaian menurut Sudjana (2005) adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara kenyataan berdasarkan kriteria. Perbandingan tersebut dapat bersifat mutlak artinya hasil perbandingan tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif, artinya hasil perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu objek lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Selanjutnya Sudjana (2005) menyebutkan bahwa tujuan dari penilaian adalah: 1. Mendeskripsikan kecakapan belajar pada siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. 2. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. 3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal progam pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. 4. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

3 Oleh karena itu, penggunaan jenis penilaian yang tepat akan menentukan keberhasilan dalam memperoleh informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran. 10 Senada dengan pernyataan Sudjana, Iryanti (2004) mengemukakan bahwa penilaian yang dilakukan terhadap siswa mempunyai tujuan antara lain: 1. Mengetahui tingkat pencapaian siswa. 2. Mengukur pertumbuhan dan perkembangan kemajuan siswa. 3. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa. 4. Mengetahui hasil pembelajaran. 5. Mengetahui pencapaian kurikulum. 6. Mendorong siswa untuk belajar. 7. Umpan balik untuk guru supaya dapat mengajar lebih baik lagi. Untuk dapat melakukan penilaian secara efektif diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses belajar mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan sebagai suatu sistem. Oleh karena itu, sebelumnya kita harus mengetahui prinsip penilaian sebagai dasar dalam pelaksanaan penilaian. Purwanto (2006) mengemukakan bahwa prinsip penilaian adalah sebagai berikut: 1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif 2. Harus dibedakan antara penskoran dan penilaian. 3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam patokan, yaitu pemberian yang norm-referenced dan criterion referenced. 4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. 5. Penilaian harus bersifat komparabel, yang artinya setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memiliki nilai yang sama pula.

4 11 B. Self assessment 1. Pengertian, tujuan dan manfaat self assessment Perubahan paradigma pendidikan dari teacher centered ke arah student centered tidak hanya membawa dampak terhadap metode dan aktivitas belajar, akan tetapi juga terhadap cara penilaian hasil belajar. Self assessment merupakan cara penilaian hasil belajar yang berpusat pada siswa. Boud (Zulrahman, 2007) mengungkapkan bahwa self assessment adalah keterlibatan siswa dalam mengidentifikasi kriteria atau standar untuk diterapkan dalam pembelajaran dan membuat keputusan mengenai pencapaian kriteria dan standar tersebut. Burgess (2009) mengungkapkan bahwa self assessment merupakan penilaian yang melibatkan siswa untuk memonitor dan menilai tentang belajarnya. Mowl (Wulandari, 2009) mengungkapkan bahwa self assessment merupakan bentuk penilaian inovatif yang mendukung pembelajaran siswa. Race (2001) mengungkapkan bahwa proses keterlibatan siswa dalam penilaian merupakan hal yang penting dikarenakan secara alami siswa sudah dapat melakukan self assessment. Penilaian guru tidak cukup valid, reliabel, dan transparan untuk memperdalam pengalaman dalam belajar siswa, membiasakan siswa menilai, melatih siswa menjadi pembelajar mandiri, melatih siswa menjadi lifelong learner, dan membantu siswa memperoleh feedback dari hasil pembelajaran yang lebih banyak. Menurut Johnson dan Johnson (Wulandari, 2009) tujuan dari assessment yaitu bisa digunakan untuk mendiagnosa tingkat kemampuan dan keterampilan siswa pada saat ini, sekaligus memonitor pencapaian tujuan pembelajaran, serta self assessment bisa digunakan untuk menilai 4 area utama, yaitu pengetahuan, kete-

5 12 rampilan, nilai dan sikap. Namun, biasanya self assessment jarang dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan nilai akhir dari hasil belajar siswa melainkan lebih sebagai analisa progress. Gordon (Aprilianti, 2009) mengungkapkan bahwa ketika self assessment menjadi bagian dari pembelajaran di kelas, guru dan siswa menjadi rekan kerja dalam proses pembelajaran. Kerjasama antara guru dan siswa adalah kunci keberhasilan teknik self assessment di dalam kelas, sehingga kadang-kadang tertuju sebagai bentuk penilaian kolaboratif. Brady dan Kennedy (Tadjuddin, 2005) mengungkapkan bahwa self assessment dapat membawa manfaat lain untuk murid dan guru, antara lain: a. Memungkinkan murid untuk membangun pengertian yang lebih menyeluruh tentang kelebihan dan kekurangan mereka sendiri. b. Menerima tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri, baik di dalam ataupun di luar sekolah. c. Melihat diri mereka sebagai bagian aktif dari proses pembelajaran. d. Membantu murid membangun pengertian diri yang lebih dalam merefleksikan apa yang mereka ketahui. e. Memotivasi murid dalam menyelesaikan pekerjaan yang mereka anggap memiliki arti. 2. Pelaksanaan self assessment Pada pelaksanaan self assessment memiliki beberapa tahapan. Menurut Falchikov (Aprilianti, 2009) prosedur pelaksanaan self assessment meliputi empat tahap yaitu persiapan, implementasi, follow-up dan replikasi. Tahapan-tahapan tersebut disajikan pada Gambar 1.

6 13 Persiapan Implementasis i Follow up dan evaluasi Replikasi Mempelajari rancangan dengan seksama Rasionalisasi penyampaian ilmu kepada siswa Check list digunakan siswa untuk menilai kinerja mereka Pemberian feedback Feedback dikumpulkan menggunakan instrumen yang telah distandarisasi Feedback dianalisa Latihan kelompok di ulang Instruksi yang berhubungan dengan keseluruhan tahap, termasuk mekanisme ketidakcocokkan Keputusan penilaian dibenarkan oleh siswa Identifikasi masalah Identifikasi kriteria oleh siswa Mempelajari rancangan dengan seksama Modifikasi dibuat jika diperlukan Check list disediakan dengan daftar kriteria Ketidakcocokan dipecahkan menggunakan mekanisme kesepakatan Gambar 2. Tahapan pelaksanaan dan evaluasi self assessment Falchikov (Aprilianti, 2009) a. Persiapan Tahap ini diawali dengan pembuatan desain pembelajaran, kemudian desain tersebut disampaikan kepada siswa agar siswa memahami hal-hal yang harus dilakukan pada pembelajaran. Pemotivasian siswa dilakukan agar siswa dapat menge-

7 14 tahui tujuan dan manfaat pelaksanaan self assessment (Lie dan Angelique, 2003). Kriteria penilaian ini harus didiskusikan terlebih dahulu dengan siswa. Dengan adanya diskusi kriteria, siswa merasa menjadi bagian dalam suatu penilaian dan akan lebih memahami maksud kriteria penilaian jika kriteria tersebut dikembangkan oleh siswa sendiri (Bostock, 2000). Sebagian besar siswa tidak cukup berpengalaman dalam penilaian. b. Implementasi Falchikov (Aprilianti, 2009) mengungkapkan pada tahap implementasi, kriteria penilaian yang telah disepakati digunakan untuk menilai diri sendiri. Komunikasi hasil penilaian juga penting dilaksanakan sebagai perbaikan pada pembelajaran selanjutnya. c. Follow-up dan Evaluasi Feedback diperoleh dari hasil penilaian self assessment. Feedback tersebut dianalisis untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pelaksanaan self assessment. d. Replikasi Falchikov (Aprilianti, 2009) menyatakan bahwa siswa akan terbiasa dalam melakukan self assessment jika proses ini dilakukan secara berkelanjutan. Menurut Spiller (Lestari, 2009) proses pelaksanaan self assessment harus mencakup: 1) Penjelasan tujuan dan prosedur self assessment. 2) Memberikan penghargaan terhadap hasil self assessment tanpa ada rasa takut pada siswa akan terungkapnya hasil penilaian tersebut yang dapat digunakan untuk melawan mereka.

8 15 3) Siswa harus dilibatkan dalam penentuan kriteria penilaian. 4) Self assessment dapat digabungkan dengan peer assessment dan penilaian guru. 5) Self assessment dapat diintregasikan dalam pembelajaran atau merefleksikan kemajuan hasil belajar. 6) Siswa dapat diminta untuk memonitor kemajuan dalam mencapai suatu keterampilan berdasarkan kinerja penilaian. 7) Siswa memerlukan latihan dan bimbingan dalam mengembangkan kemampuan self assessment. Lebih lanjut Zulrahman (2007) mengemukakan bahwa terdapat empat langkah dalam perencanaan dan penerapan self assessment agar efektif, yaitu: 1) Kriteria penilaian harus dikembangkan dan disampaikan pada partisipan. 2) Pelatihan perlu dilakukan untuk semua siswa 3) Hasil penilaian perlu dimonitor, apakah hasil penilaian dari self assessment observer telah memiliki kesamaan. 4) Mengidentifikasi hal-hal yang dapat menyebabkan perbedaan hasil penilaian oleh self assessment dan observer, sehingga nantinya dapat diperbaiki atau dihindari. 3. Pengaturan self assessment Agar pelaksanaan self assessment efektif, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Validitas dan reliabilitas self assessment Self assessment merupakan penilaian kinerja yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Menurut Winahyu (Hartini, 2008), salah satu ciri dari penilaian kinerja adalah adanya ketergantungan terhadap pertimbangan manusia atau guru dalam menentukan skor terhadap penampilan siswa. Mengingat persepsi atau interpretasi seseo-

9 16 rang dalam mengamati kinerja seseorang dapat berbeda walaupun dilakukan pada tempat dan waktu yang sama, maka faktor subjektivitas dalam penilaian tidak dapat dihindari. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan validitas dan reliabilitas dari penilaian tersebut menjadi tidak valid dan reliabel. Furchan (Hartini 2008) menyatakan bahwa validitas berhubungan dengan sejauhmana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang seharusnya diukur oleh alat tersebut. Di samping itu, kita harus mengetahui pula bahwa tingkat validitas suatu alat atau teknik evaluasi sangat bergantung pada tujuan yang akan diukur atau dinilai. Self assessment dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik observasi, validitasnya sangat bergantung pada kecakapan, pengertian, pengetahuan dan sifat-sifat pengamat itu sendiri (Purwanto, 2006). Dengan demikian, faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan validitas penilaian adalah dengan teknik pembuatan skala, pemilihan penilai, pelatihan penilai dan penggunaan lebih dari satu orang penilai. Reliabilitas dalam assessment didefinisikan oleh Fry, et al. (Aprilianti, 2009) sebagai proses penilaian yang menimbulkan hasil yang sama, jika diulang kelompok yang sama dalam kesempatan yang sama dan dalam kesempatan lain atau jika diulang pada kelompok lain dengan siswa yang memiliki karakteristik yang sama. Menurut Winahyu (Aprilianti, 2009), untuk mencapai kinerja yang konsisten dan reliabel, diperlukan upaya untuk meminimalisasi adanya perbedaan. Self assessment berkaitan dengan reliabilitas penilai (rater), bukan reliabilitas yang dinilai atau koefesien reliabilitas tes. Reliabilitas antar penilai memberi petunjuk tentang kesepakatan dua orang penilai atau lebih dalam memberikan nilai

10 17 terhadap hasil pekerjaan yang sama Sapriati (Hartini, 2008). Reliabilitas penilai adalah konsistensi skor yang diberikan seorang penilai untuk waktu yang berbeda dan konsistensi skor yang diberikan oleh dua orang penilai atau lebih yang independen. Reliabilitas antar penilai menunjukkan bahwa skor siswa berbeda dari seorang penilai ke penilai lain. Menurut Herman (Hartini, 2008), ada beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk memperoleh konsistensi skor dalam pengukuran hasil belajar siswa, yaitu sebagai berikut: 1) Adanya penetapan kriteria yang jelas sehingga para penilai mempunyai acuan dalam menentukan standar prestasi siswa. 2) Proses pengukuran hasil belajar tidak hanya dilakukan oleh satu orang. 3) Perlu adanya pemahaman yang seragam dari para penilai terhadap kriteria penilaian. 4) Perlu adanya konsensus terhadap makna yang terkandung dalam kriteria penilaian. Reliabilitas penilai biasanya meningkat jika ada beberapa penilai yang memberikan penilaian secara terpisah terhadap seorang individu. Penilaian-penilaian yang terpisah ini kemudian dikumpulkan atau dirata-ratakan guna memperoleh skor terakhir. Lie dan Agelique (2003) mengemukakan ada beberapa masalah yang berkaitan dengan validitas dan reliabilitas self assessment, yaitu: 1) Self over marking, terjadi ketika seseorang cenderung memberikan penilaian yang lebih tinggi dibandingkan guru. 2) Jangkauan penilaian self assessment yang terlalu luas, sehingga guru harus menentukan nilai tengah untuk seluruh siswa. 3) Jangkauan penilaian yang terlalu pendek, ketika ini terjadi, maka guru akan mengalami kesulitan untuk membedakan mana unjuk kerja yang baik, rata-rata atau lemah.

11 18 Permasalahan yang tertera tersebut timbul karena siswa merasa kurang percaya diri ketika memberikan penilaian dan kurang berpengalaman untuk melakukan penelitian (Isaacs, 1999). Apabila teknik penilaian self assessment yang digunakan salah, maka hal itu akan mempengaruhi validitas dan reliabilitasnya. Pelatihan dan pemberian penjelasan secara bertahap tentang prosedur penilaian dapat meningkatkan validitas dan reliabilitas self assessment. Sebelum melaksanakan penilaian kinerja dengan menggunakan teknik self assessment ini, guru harus menentukan kegiatan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, kompetensi atau aspek kemampuan apa saja yang akan dinilai, menentukan prosedur penilaian yang akan dilaksanakan secara matang. Setelah itu, guru menjelaskan kepada siswa tentang maksud dan tujuan self assessment, bahwa penilaian ini sebagai umpan balik untuk meningkatkan keterampilan siswa. Setelah siswa memahami tujuan self assessment, lalu guru menjelaskan aturan mainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberitahukan aturan-aturan penilaian dan bentuk format penilaiannya. Selanjutnya, guru bersama siswa mengidentifikasi kriteria penilaian yang akan digunakan untuk didiskusikan/ disetujui. Salah satu cara untuk yakin bahwa siswa mengerti tentang apa yang harus mereka lakukan adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk latihan praktik dengan self assessment. Arikunto (2002) menyatakan bahwa tujuan dari pelatihan ini adalah: 1) Mengetahui tingkat kepahaman instrumen. 2) Memperoleh pengalaman melaksanakan pengumpulan data. 3) Mengidentifikasi masalah yang mungkin dijumpai. 4) Mengetahui perkiraaan waktu pelaksanaan. 5) Merevisi dan memperjelas bahasa yang digunakan berdassarkan umpan balik yang diinginkan.

12 19 Setelah semua persiapan dirasakan cukup efektif, maka guru mempersiapkan daftar cek beserta kriteria penilaiannya, yang selanjutnya akan dilakukan penilaian kinerja dengan menggunakan self assessment. b. Penggunaan kriteria penilaian Berkenaan dengan permasalahan validitas dan reliabilitas, ketidaksesuaian atau penyalahgunaan kriteria juga dapat mengakibatkan ketidakvalidan penilaian. Siswa harus mengerti secara jelas dari apa yang akan mereka nilai dari pekerjaan mereka sendiri. Salah satu cara untuk yakin bahwa siswa mengerti tentang apa yang harus mereka lakukan adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk latihan praktik self assessment dengan menggunakan kriteria penilaian. Kriteria penilaian ini akan membantu siswa dalam proses penilaian. Pada awalnya, kriteria ini dibuat oleh guru, namun apabila siswa telah berpengalaman dalam proses penilaian ini, mereka dapat membuatnya sendiri. Race dalam Aprilianti (2009) mengemukakan bahwa: 1) Kriteria penilaian tersebut dibuat untuk menyeragamkan persepsi siswa 2) Kriteria dibuat secara sederhana dan memiliki daya objektivitas tinggi. 3) Guru harus mendiskusikan dan menjelaskan kriteria penilaian terlebih dahulu, hal ini untuk mencegah adanya kesalahpahaman di dalam interpretasi dari kriteria. 4) Menggunakan prosedur keluhan dan review sehingga adanya diskusi dan perdebatan siswa tentang penilaian yang mereka lakukan dengan penilaian observer. 5) Memberikan feedback kepada siswa untuk mengkonfirmasi nilai mereka apakah valid dan sama dengan nilai observer atau tidak.

13 20 c. Formalitas penilaian Tingkat formalitas mengacu pada keadaan yang harus dipertanggungjawabkan dari hasil self assessment, bagaimana perluasannya dan bagaimana kedudukan self assessment dalam penentuan nilai hasil belajar siswa. 1) Digunakan dalam penilaian formatif, bukan penilaian sumatif Penilaian formatif bertujuan untuk memperoleh umpan balik dan difokuskan untuk peningkatan kemajuan belajar siswa. Penilaian ini lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan penilaian sumatif yang semata-mata digunakan untuk penghitungan nilai akhir. Self assessment lebih sering ditujukan untuk penilaian formatif. Andrade dan Du (Aprilianti, 2009) menyatakan pengertian self assessment yang lebih menekankan pada penilaian formatif. Dalam penilaian ini siswa merefleksikan dan mengevaluasi hasil dan kualitas belajar, menilai ketercapaian tujuan atau kriteria yang ditetapkan, mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran, kemudian merevisinya. Sedangkan menurut Zulrahman (2007), self assessment dapat digunakan baik sebagai penilaian formatif maupun sumatif. Penerapan self assessment sebagai penilaian sumatif masih banyak menimbulkan perdebatan mengenai validitas dan realibilitasnya. Oleh karena itu, self assessment masih banyak digunakan sebagai penilaian formatif. Menurut Falchikov (Lie dan Angelique, 2003), penilaian ini mendapatkan dukungan dari siswa karena mereka mendapatkan manfaat langsung dari teknik penilaian ini. Manfaatnya adalah selain siswa mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kualitas pekerjaan mereka sebelum penentuan nilai akhir, guru juga men-

14 dapatkan manfaat dari menerima pekerjaan siswa dengan kualitas yang bagus dan menghilangkan rasa bosan dari sistem penilaian yang dilakukan sebelumnya. 21 2) Mendiskusikan hasil penilaian Guru tidak boleh mengesampingkan hasil self assessment, akan tetapi harus mengupayakan untuk menggunakan nilai ini sebagai suatu kesempatan untuk mendiskusikan tentang perbedaan penilaian dari siswa. Hal tersebut akan menyelesaikan masalah akibat dari over significant outliers yang merupakan suatu keadaan dimana siswa memberikan penilaian sesuai dengan keinginannya sendiri yang mengakibatkan perbedaan signifikan dari rata-rata penilaian yang mereka berikan atau penilaian dari observer (Lie dan Angelique, 2003). Agar over significant outliers tidak terjadi, siswa harus mendiskusikan dengan guru dan observer mengapa mereka memilih untuk memberikan suatu penilaian tertentu. Diskusi seperti ini merupakan suatu kesempatan bagi guru untuk memberikan umpan balik kepada siswa dan memperdalam proses berfikir siswa. Keterlibatan guru sebagai pihak penengah menanamkan rasa tanggung jawab ke dalam diri siswa ketika melaksanakan proses penilaian ini, karena guru hadir untuk memastikan kewajaran dari penilaian yang diberikan siswa dan observer. Lebih penting lagi, dengan adanya pembahasan tentang penghitungan pemberian nilai, siswa dilibatkan dalam berpikir kritis dan belajar untuk mempertanggung jawabkan hasil penilaian mereka. 3) Mementingkan proses bukan hasil Menurut Sher dalam Lie dan Angelique (2003), pada bagian ini memberi tahu bahwa proses pemberian nilai merupakan salah satu hal yang sensitif, maka hal

15 22 yang terbaik dilakukan dengan tetap melibatkan guru dalam proses penentuan penilaian, walaupun siswa telah mempertanggungjawabkan penilaian tersebut. Satu hal yang lebih penting lagi, baik guru maupun siswa harus berusaha agar tetap berfokus pada proses penilaian, bukan pada hasil penilaian yang didapatkan. 4. Kelebihan dan kelemahan self assessment Beberapa kelebihan self assessment berdasarkan beberapa ahli (Isaac, 1999; Burgess, 2001; Aprilianti, 2009) dapat dirangkum sebagai berikut: a. Membantu siswa menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab dan merasa dilibatkan. b. Mendorong siswa untuk lebih kritis dalam menganalisa pekerjaan dan melihatnya lebih dari sekedar nilai. c. Membantu mengklarifikasi kriteria penilaian. d. Memberikan rentang yang lebih luas untuk feedback e. Mengurangi beban guru dalam menilai. f. Mendorong deep learning daripada surface learning. g. Menjadikan assessment sebagai bagian dari proses pembelajaran, sehingga kesalahan adalah suatu kesepakatan bukan kegagalan. Sementara itu, kekurangan self assessment menurut Ellington (1997) adalah: a. Kurangnya kemampuan siswa dalam mengevaluasi dan menilai diri sendiri. b. Siswa mungkin miskonsepsi apabila tanpa adanya intervensi dari guru. c. Siswa cenderung akan memberi penilaian yang lebih terhadap dirinya sendiri. d. Siswa belum berpengalaman dalam menilai dirinya sendiri. e. Siswa akan merasa khawatir, jika hasil self assessment diketahui oleh siswa lain. f. Kejujuran merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan self assessment. g. Karena objektifitas tinggi, maka sulit untuk diproses. Oleh karena itu, self assessment dapat digunakan untuk penilaian formatif, bukan sumatif. 5. Perbandingan self assessment dengan penilaian yang lain Orsmond (Wulandari, 2009) mengungkapkan perbandingan antara self assessment dengan bentuk assessment lain seperti tertera pada tabel berikut:

16 23 Tabel 1. Perbandingan self assessment dengan assessment yang lain No Self assessment Assessment yang lain 1 Berpusat pada siswa Biasanya tidak berpusat pada siswa assessment mengacu pada assessment yang telah ditentukan atau jika digunakan 2 Kriterianya jelas atau Kriteria, diberikan pada siswa tanpa transparan 3 Siswa memiliki kekuatan atau wewenang didiskusikan terlebih dahulu Siswa terisolasi dari assessment sehingga terisolasi dari proses pembelajaran 4 Dapat mendorong deep approach Pengembangan belajar hanya pada surface approach 5 Memperkenankan siswa untuk membangun pembelajaran Tidak menyediakan dorongan untuk membangun belajar mandiri mereka secara aktif 6 Mendorong adanya diskusi antara siswa dan guru Sedikit diskusi, bahkan kadangkadang tidak ada 7 Adanya formatif feedback Adanya feedback yang keliru karena ada selang waktu atau kehilangan komunikasi yang terus-menerus antara siswa dan guru 8 Adanya kesempatan untuk mengulas atau mereview kelemahan dalam pembelajaran 9 Menyiapkan siswa untuk perjalanan lifelong learning yang terus menerus 10 Memberikan kesempatan yang baik untuk formatif assessment 11 Dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa 12 Meningkatkan kinerja atau kualitas belajar dari hasil belajar Hasil akhir, hanya sedikit kesempatan untuk merevisi Biasanya tujuan akhirnya hanya belajar Sedikit formatif assessment Memiliki efek negatif terhadap kepercayaan diri - Orsmond (Wulandari, 2009)

17 24 C. Metode Praktikum Mempelajari IPA akan lebih baik jika didukung dengan adanya suatu kegiatan praktikum yang dilakukan di laboratorium. Fungsi dari metode praktikum merupakan penunjang kegiatan proses belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan. Fungsi dari laboratorium tidak diartikan sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar yang sekedar untuk mengecek atau mencocokkan kebenaran teori yang telah dijelaskan di kelas, tetapi juga harus dapat menyebabkan proses inkuiri berkembang. Deboer (1991) menyatakan bahwa telah lama para pendidik berpandangan bahwa kegiatan praktikum merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran sains, yang memberi kesempatan seseorang memperoleh pengetahuan melalui kegiatan berbuat dan berpikir, bekerja dalam kelompok serta mengkomunikasikan hasil percobaan sebagai salah satu sarana untuk mengaktualisasikan dirinya. Arifin (2003) menyatakan bahwa kegiatan praktikum berfungsi sebagai penunjang kegiatan proses belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang dikembangkan. Kegiatan praktikum merupakan suatu bentuk pembelajaran yang melibatkan peserta didik bekerja dengan benda-benda, bahanbahan dan peralatan laboratorium, baik secara perorangan maupun kelompok. Hodson (Lestari, 2008) menyatakan bahwa dalam kaitannya dalam belajar kegiatan praktikum diperlukan agar siswa memperoleh pengalaman belajar konkrit dan sebagai salah satu sarana mengkonfrontasikan miskonsepsi yang dimiliki siswa, dalam usahanya mengkonstruksi pengetahuan baru. Melalui percobaan dalam suatu praktikum memberikan kesempatan siswa untuk memperoleh pengetahuan

18 25 peristiwa, proposisi, imaginasi, keterampilan berpikir dan keterampilan motorik. Dengan pengalaman sendiri, seseorang akan memperoleh memory of event, suatu gambaran pengalaman yang memiliki efek jangka panjang. Pabelon dan Mendoza dalam Hartini (2008) menyatakan bahwa praktikum atau kerja laboratorium memiliki tujuan kognitif, psikomotor dan afektif. Tujuan kognitif meliputi: mempromosikan pengembangan intelektual, meningkatkan belajar konsep-konsep ilmiah, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mengembangkan berpikir kreatif, meningkatkan pemahaman sains dan metode ilmiah. Tujuan psikomotor/ praktik atau prosedural meliputi: mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam penilaian investigasi ilmiah, menganalisis temuan data, mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam berkomunikasi, dan keterampilan dalam bekerja dengan yang lain. Tujuan afektif meliputi: meningkatkan sikap ilmiah, mempromosikan persepsi-persepsi positif untuk memahami dan mempengaruhi lingkungan. Keuntungan penggunaan metode praktikum menurut Arifin (Aprilianti, 2009) antara lain: 1. Dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa. 2. Siswa dapat mengamati proses. 3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri. 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah. 5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien.

19 26 D. Penilaian Kinerja Menurut Arends dan Stiggins (Hartini, 2008), penilaian kinerja adalah tes yang menghendaki siswa mendemonstrasikan kinerjanya pada tugas tertentu serta melibatkan siswa dan atau menciptakan produk yang spesifik, sehingga penilaian kinerja dapat diartikan sebagai penilaian terhadap kinerja yang dapat berupa keterampilan tugas-tugas tertentu dan hasil karya yang diciptakan. Rustaman (2003) langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun penilaian kinerja adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jenis keterampilan siswa yang akan dinilai. 2. Mengidentifikasi indikator-indikator yang menunjukkan bahwa seorang siswa telah menguasai keterampilan yang akan dinilai. 3. Menentukan jenis kegiatan laboratorium yang memungkinkan siswa memperlihatkan keterampilannya. 4. Membuat alat ukur, berupa daftar cek (checklist) atau skala penilaian (rating scale) yang diperlukan pada waktu penilaian. 5. Melaksanakan penilaian. 6. Menentukan skor keterampilan siswa. Lebih lanjut Rustaman (2003) mengatakan bahwa instrumen merupakan hal yang penting dalam penilaian kinerja. Apabila instrumen yang digunakan jelas dan sesuai kriteria kinerja, maka akan memudahkan melakukan penilaian kinerja sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Penentuan kinerja dan pelaku kinerja dapat dilakukan pada awal kegiatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan kinerja adalah: a. Penspesifikasian dalam menuliskan semua elemen kunci dari kinerja b. Mendefinisikan kinerja yang berurutan untuk masing-masing elemen; misalnya dimulai dengan menuliskan kualitas kinerja yang paling jelek, paling bagus, dan diantaranya.

20 27 Stiggins (Diawati, 2009) mengemukakan bahwa elemen-elemen kunci atau dimensi kinerja ini disebut dengan kriteria kinerja. Kejelasan dan kesesuaian kinerja adalah penting untuk penilaian kinerja yang baik. Jika kriterianya jelas, maka hasil metodologi ini akan mudah diaplikasikan, kriteria kinerja tidak hanya difokuskan pada dampak yang diharapkan, tetapi juga pada kejelasan pengungkapan kriteria kinerja. Asesor kinerja mempunyai kebebasan untuk memilih dari beberapa cara pencatatan hasil-hasil. Mereka dapat memilih pencatat melalui: daftar cek, skala penilaian, catatan lapangan (anecdotal records) dan catatan mental yang masing-masing akan dijabarkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Pilihan untuk mencatat penilaian kinerja Asesor kinerja Definisi Kekuatan Kelemahan Daftar cek Skala peringkat Catatan lapangkan Catatan mental Daftar atribut kunci dari kinerja yang baik di cek ada atau tidak Kinerja secara kontinu dipetakan pada beberapa skala numerik dari rendah sampai tinggi Kinerja siswa dituliskan secara detail Asesor menyimpan penilaian atau deskripsi kinerja dalam ingatan Cepat, bermanfaat dengan sejumlah besar kriteria Dapat mencatat penilaian dan alasannya dalam suatu peringkat Dapat menyediakan potret kemampuan yang kaya Cepat dan mudah Hasilnya kurang mendalam Dapat mencatat secara luas, pengembangan dan pelatihannya mahal Waktu yang banyak diperlukan untuk membaca, menulis dan menginterpretasi Sulit untuk mempertahankan ingatan yang akurat, terutama dengan berlalunya waktu

21 28 E. Materi Pembelajaran 1. Larutan elektrolit dan nonelektrolit Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dapat menghantar listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas. Ion-ion itulah yang menghantar arus listrik melalui larutan. Adapun zat nonelektrolit dalam larutan tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul. Baterai sebagai sumber arus searah memberi muatan yang berbeda pada kedua elektrode. Katode (elektrode yang dihubungkan dengan kutub negatif) sedangkan anode (elektrode yang dihubungkan dengan kutub positif) bermuatan positif. Berikut merupakan rangkaian alat uji larutan elektrolit dan nonelektrolit. Gambar 3. Alat penguji daya hantar listrik 2. Elektrolit senyawa ion dan senyawa kovalen polar Senyawa ion terdiri atas ion-ion, misalnya NaCl dan NaOH. NaCl terdiri atas ionion Na + dan ion Cl -, sedangkan NaOH terdiri atas ion Na + dan ion OH -. Senyawa kovalen polar, seperti HCl dan CH 3 COOH terdiri atas molekul-molekul. Banyak sedikitnya elektrolit yang mengion dinyatakan dengan derajat ionisasi atau derajat

22 disosiasi (α), yaitu perbandingan antara jumlah zat yang mengion dengan jumlah zat yang dilarutkan. ( ) = Jumlah zat mengion Jumlah zat mula-mula Jika semua zat yang dilarutkan mengion, maka α = 1; jika ada yang mengion, maka 0 < α < 1 ; jika tidak ada yang mengion, maka α = 0. Elektrolit berupa senyawa ion tidak hanya dapat menghantarkan listrik dalam bentuk larutannya, tetapi juga dalam bentuk lelehannya. Hal ini dikarenakan dalam lelehan, ion-ion dapat bergerak bebas. Bandingkan dengan elektrolit berupa senyawa kovalen polar yang dapat menghantarkan listrik hanya dalam bentuk larutannya, tetapi tidak dalam bentuk lelehannya. Lelehannya senyawa kovalen polar masih tersusun dari partikel-partikel berupa molekul. 29 Tabel 3. Perbandingan daya hantar listrik Jenis senyawa Padatan Lelehan Larutan (dalam pelarut air) Senyawa ion Senyawa kovalen Tidak dapat menghantar listrik karena dalam padatan ionionnya tidak dapat bergerak bebas. Tidak dapat menghantar listrik karena padatannya terdiri dari molekul-molekul netral meski bersifat polar. Dapat menghantar listrik karena dalam lelehan ion-ionnya dapat bergerak lebih bebas dibandingkan ion-ion dalam zat padat. Tidak dapat menghantar listrik karena lelehannya terdiri dari molekulmolekul meski dapat bergerak lebih bebas. Dapat menghantar listrik karena dalam larutan ion-ionnya dapat bergerak bebas. Dapat menghantar listrik karena dalam molekul-molekul dapat terhidrolisis menjadi ion-ion yang dapat bergerak bebas. (Purba, 2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peer Assessment Menurut Boud (Zulharman, 2007) peer assessment merupakan proses seorang siswa menilai hasil belajar teman atau siswa lainnya yang setingkat. Maksud dari setingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA

I. PENDAHULUAN. Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA sebagai produk yang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip IPA, serta IPA sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cabang ilmu tersebut adalah ilmu kimia. Pada hakikatnya ilmu kimia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cabang ilmu tersebut adalah ilmu kimia. Pada hakikatnya ilmu kimia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempunyai beberapa cabang ilmu. Salah satu cabang ilmu tersebut adalah ilmu kimia. Pada hakikatnya ilmu kimia mencakup

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN LARUTAN ELEKTROLIT Nama Sekolah : SMA Mata Pelajaran : KIMIA Kelas/ Semester : X/2 Alokasi Waktu : 3x40 menit

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN LARUTAN ELEKTROLIT Nama Sekolah : SMA Mata Pelajaran : KIMIA Kelas/ Semester : X/2 Alokasi Waktu : 3x40 menit RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN LARUTAN ELEKTROLIT Nama Sekolah : SMA Mata Pelajaran : KIMIA Kelas/ Semester : X/2 Alokasi Waktu : 3x40 menit I. STANDAR KOMPETENSI : 3. Memahami sifat-sifat larutan non

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengalaman. Definisi lain mengenai belajar adalah proses aktif siswa untuk

Lebih terperinci

BAB VI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

BAB VI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT BAB VI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT STANDAR KOMPETENSI 3 : Mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode pengukuran dan terapannya. KOMPETENSI DASAR 3.1 : Menyelidiki daya hantar listrik berbagai

Lebih terperinci

Gambar Rangkaian Alat pengujian larutan

Gambar Rangkaian Alat pengujian larutan LARUTAN ELEKTROLIT DAN BUKAN ELEKTROLIT Selain dari ikatannya, terdapat cara lain untuk mengelompokan senyawa yakni didasarkan pada daya hantar listrik. Jika suatu senyawa dilarutkan dalam air dapat menghantarkan

Lebih terperinci

UNIT KEGIATAN BELAJAR (UKB KIM ) 3.8 Menganalisis sifat larutan berdasarkan daya hantar listriknya

UNIT KEGIATAN BELAJAR (UKB KIM ) 3.8 Menganalisis sifat larutan berdasarkan daya hantar listriknya UNIT KEGIATAN BELAJAR (UKB KIM 22.2.3.8) 1. Identitas a. Nama Mata Pelajaran : Kimia b. Semester : Genap c. Kompetensi Dasar : 3.8 Menganalisis sifat larutan berdasarkan daya hantar listriknya 4.8 Membedakan

Lebih terperinci

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT BAB 6 LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT Standar Kompetensi Memahami sifat-sifat larutan non elektrolit dan elektrolit, serta reaksi oksidasi-reduksi Kompetensi Dasar Mengidentifikasi sifat larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Kedungwinangun. Lokasi sekolah dasar tersebut terletak di Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Mata pelajaran kimia termasuk ke dalam Pelajaran IPA yang merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa karena banyaknya konsep kimia yang abstrak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Instrumen adalah alat yang digunkan untuk mengumpulkan data dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Instrumen adalah alat yang digunkan untuk mengumpulkan data dalam 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Instrumen Penilaian Instrumen adalah alat yang digunkan untuk mengumpulkan data dalam penilaian. Sehingga instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI)

KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI) KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI) Dra. Titik Harsiati, M.Pd 1. Pengertian dan Karakteristik Penilaian dalam Paradigma Konstruktivisme Seiring dengan perkembangan belajar yang berorientasi pada pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses adanya perubahan yang bersifat permanen pada diri seorang siswa yang meliputi aspek kompetensi, keterampilan dan perilaku yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, rancangan penelitian, instrumen penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelaksanaan peer dan self assessment, peer dan self assessment dalam mengungkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelaksanaan peer dan self assessment, peer dan self assessment dalam mengungkap 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian akan dijelaskan dalam beberapa bagian yaitu mengenai pelaksanaan peer dan self assessment, peer dan self assessment dalam mengungkap kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif. Menurut 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif. Menurut Ruseffendi (1988) penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENGEMBANGAN. 4.1 Deskripsi Pengembangan LKS berbasis Inkuiri Terbimbing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENGEMBANGAN. 4.1 Deskripsi Pengembangan LKS berbasis Inkuiri Terbimbing BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENGEMBANGAN 4.1 Deskripsi Pengembangan LKS berbasis Inkuiri Terbimbing Hasil dari penelitian ini berupa (1) sebuah lembar kegiatan siswa (LKS) berbasis inkuiri terbimbing,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Linn dan Gronlund (Uno dan Satria, 2012), asesmen (penilaian) merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Linn dan Gronlund (Uno dan Satria, 2012), asesmen (penilaian) merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penilaian (Assessment) 1. Pengertian penilaian (assessment) Menurut Linn dan Gronlund (Uno dan Satria, 2012), asesmen (penilaian) merupakan suatu istilah umum yang meliputi tentang

Lebih terperinci

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10 SMA IPA Kelas 10 Perbedaan Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Larutan adalah campuran homogen dari dua zat atau lebih, larutan tersusun dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Berdasarkan keelektrolitannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penilaian menggunakan penilaian diri (self assessment) dan penilaian teman sejawat (peer assessment) telah banyak diterapkan oleh sekolah yang menerapkan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data kualitas keterampilan memberikan penjelasan sederhana peserta didik. Sebagaimana dijabarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asesmen 1. Definisi asesmen Menurut Phelps dkk (1997), asesmen merupakan masalah penting bagi pendidik kimia. Dalam rangka untuk membuat perubahan nyata di ruang kelas kimia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia, dengan kata lain, kebutuhan manusia

Lebih terperinci

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan pelajaran penting, karena memberikan lebih banyak pengalaman untuk menjelaskan fenomena yang dekat dengan kehidupan sekaligus mencari solusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Sumber: Dokumentasi Penerbit Air laut merupakan elektrolit karena di dalamnya terdapat ion-ion seperti Na, K, Ca 2, Cl, 2, dan CO 3 2. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran kimia dapat dicapai oleh siswa melalui berbagai pendekatan, salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan untuk mengungkapkan suatu fenomena dalam pembelajaran dengan ukuran-ukuran statistik, seperti frekuensi, persentase,

Lebih terperinci

PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

PRINSIP DAN ALAT EVALUASI PRINSIP DAN ALAT EVALUASI 1. Prinsip Evaluasi Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, antara lain: (a) Tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON- ELEKTROLIT

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON- ELEKTROLIT 5 LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON- ELEKTROLIT A. LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT B. ELEKTROLIT DAPAT BERUPA SENYAWA ION ATAU SENYAWA KOVALEN Ketika Anda terluka, luka tersebut dapat dibersihkan disterilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pre-eksperimental, yaitu paradigma penelitian dimana terdapat suatu kelompok yang diberi perlakuan yang diasumsikan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data hasil penelitian diperoleh dari hasil tes uraian berupa pretest yang dilakukan sebelum pembelajaran dan posttest yang dilakukan setelah proses

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI

PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN ASESMEN PORTOFOLIO PADA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK PEMBELAJARAN TEKNOLOGI JANULIS P PURBA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA LATAR BELAKANG MASALAH KELEMAHAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga komponen utama, yaitu:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT) SISWA SMA PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM

2015 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT) SISWA SMA PADA PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hakikat ilmu kimia mencakup dua hal yang saling berhubungan satu sama lain yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep dan prinsip

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Didalam proses belajar mengajar diperlukan metode, pendekatan, tekhnik atau model pembelajaran yang tepat. Hal tersebut dimaksudkan agar tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia.

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia. Ilmu ini mempelajari alam sekitar beserta isinya, mulai dari benda-benda yang berada di alam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada strategi pembelajaran yang digunakan sehingga siswa dituntut bekerjasama dalam kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan instrumen penilaian otentik yang valid dan reliabel dalam menilai pengetahuan dan keterampilan praktikum siswa SMK. Setelah itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memberikan kemungkinan pada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan, dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah menetapkan tiga arah pengembangan pendidikan dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pemerintah menetapkan tiga arah pengembangan pendidikan dalam rangka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah menetapkan tiga arah pengembangan pendidikan dalam rangka untuk memajukan pendidikan di tingkat SMA, yaitu perluasan dan pemerataan pendidikan, peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian menurut Furchan dalam Hatimah, I (2007:81) adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA LAMPIRAN Lampiran 1 SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA Satuan Pendidikan Kelas/ Semester : SMA Negeri 4 Metro : X / 2 (dua) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada kegiatan praktikum titrasi argentometri untuk menilai kinerja siswa SMK KIMIA kelas XI. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian berupa hasil pretest, posttest,dan dokumentasi. Data hasil pretest (sebelum diberi perlakuan) dan pottest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktikum juga dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan kerjasama dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN. praktikum juga dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan kerjasama dalam kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses penemuan fakta, konsep, dan prinsip. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 9 Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak (Warsita, 2008) adalah: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Performance assesment merupakan cara penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa saat melakukan sesuatu (Uno, 2012). Performance assesment merupakan penilaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Pelaksanaan penelitian berlokasi di salah satu SMA swasta di kota Bandung, yaitu SMA Pasundan 2 Bandung. Pertimbangan pemilihan SMA swasta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering digunakan oleh para guru. Khususnya pembelajaran biologi, ini disebabkan karena kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran kimia diarahkan pada pendekatan saintifik dimana ketrampilan proses sains dilakukan melalui percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran sehingga

Lebih terperinci

Laporan Hasil Pengamatan Praktikum Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit

Laporan Hasil Pengamatan Praktikum Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit Laporan Hasil Pengamatan Praktikum Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit Standard BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Laporan Hasil Uji daya hantar listrik pada larutan elektrolit dan non elektrolit 1.2 Latar

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBASIS EKSPERIMEN PADA KONSEP LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Chaerani Azizah, Dedi Irwandi, Tonih Feronika Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu

Lebih terperinci

Pengembangan Silabus dan R P P. oleh : Susiwi S

Pengembangan Silabus dan R P P. oleh : Susiwi S Pengembangan Silabus dan R P P oleh : Susiwi S Bagian Pertama 2 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit waktu Pengembang Silabus Komponen Silabus

Lebih terperinci

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes Oleh : Tomoliyus FIK UNY Abstrak Diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penjasorkes di sekolah hendaknya dipahami tidak hanya sekedar penyesuaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1. Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri Kedungwaru yang beralamat di Desa Kedungwaru, Kecamatan Karangsambung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT (Diskusi Informasi) INFORMASI Larutan adalah campuran yang homogen antara zat terlarut dan zat pelarut.

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT (Diskusi Informasi) INFORMASI Larutan adalah campuran yang homogen antara zat terlarut dan zat pelarut. LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT (Diskusi Informasi) INFORMASI Larutan adalah campuran yang homogen antara zat terlarut dan zat pelarut. Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat digolongkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO ABSTRAK

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO ABSTRAK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO 1 Barokah Widuroyekti 2 Pramonoadi Penanggung Jawab Wilayah PW Bojonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Wonoharjo, Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Wonoharjo, Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen. Sekolah ini terdiri dari enam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut adanya upaya peningkatan mutu pendidikan, upaya tersebut harus dilakukan secara menyeluruh mencakup berbagai perkembangan aspek/dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika dalam standar isi adalah agar peserta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika dalam standar isi adalah agar peserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika dalam standar isi adalah agar peserta didik dapat (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan variabel, gejala, atau keadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diuji kelayakannya dahulu sebelum diberikan kepada peserta didik.

BAB III METODE PENELITIAN. diuji kelayakannya dahulu sebelum diberikan kepada peserta didik. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang berorientasi pada produk. Produk yang dikembangan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan berpikir seseorang dapat mengolah berbagai informasi yang diterimanya dan mengembangkannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Biologi merupakan salah satu cabang dari ilmu sains. Sains banyak dipandang orang sebagai kumpulan pengetahuan. Sains mengandung proses dan produk. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang difokuskan pada situasi kelas yang dikenal dengan classroom action

BAB III METODE PENELITIAN. yang difokuskan pada situasi kelas yang dikenal dengan classroom action 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang dikenal dengan classroom action research (CAR).

Lebih terperinci

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Makna Belajar Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA IPA KELAS V SD. Nurlianah SD Negeri Lengkongwetan I

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA IPA KELAS V SD. Nurlianah SD Negeri Lengkongwetan I PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA IPA KELAS V SD Nurlianah SD Negeri Lengkongwetan I ABSTRAK Rendahnya hasil belajar siswa kelas V di SD Negeri Lengkongwetan I disebabkan kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu. menjadi tahu, yang sebelumnya tidak paham menjadi paham, yang

BAB I PENDAHULUAN. laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu. menjadi tahu, yang sebelumnya tidak paham menjadi paham, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan pembelajaran dilaksanakan supaya terjadi perubahan tingkah laku (kemampuan) pada diri siswa, seperti yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Pencapaian Penilaian

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Pencapaian Penilaian Silabus, RPP, LKS SMA Kelas X ( PK dan Putri) SILABUS Nama Sekolah : SMA SEDC Mata Pelajaran : KIMIA Kelas/Semester : X/2 Standar Kompetensi : 3. Memahami sifat-sifat larutan non-elektrolit dan elektrolit,

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VIII PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil 46 2. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson ( 2014, h. 164) kerjasama adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk hidup yang kita kenal. Kerja sama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran kimia di sekolah, umumnya masih berorientasi kepada materi yang tercantum pada kurikulum. Bagi para siswa, belajar kimia hanya untuk keperluan menghadapi ulangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Belajar Siswa Menurut pengertian bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu pengertian istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT Satuan Pendidikan: SMAN. Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XMIA/GENAP Alokasi Waktu : 6 JPx 45 menit (2 minggu) A. KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian akan dilakukan di SD Kristen 03 Salatiga. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II tahun 2013/2014. Subjek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian di salah satu SMAN di kota Bandung pada siswa kelas XII. Subjek penelitian pada tahap uji coba I berjumlah 12 orang. Subjek

Lebih terperinci