BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam tiga pertemuan. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai terlebih dahulu dilakukan tes awal, sedangkan tes akhir dilakukan setelah pembelajaran. Pembelajaran ini dimulai dari mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis kemudian membimbing siswa untuk membuat rancangan kegiatan praktikum. Pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkahlangkah pada pembelajaran berbasis praktikum sebagai berikut: Pada pertemuan pertama dilakukan Fase Orientasi Masalah dan fase perumusan masalah. Pada fase orientasi masalah, siswa diberikan suatu permasalahan mengenai faktor yang mempengaruhi fotosintesis, misalnya Air. Siswa dibimbing oleh guru untuk membuat rumusan masalah, hipotesis, menentukan variabel penelitian dan langkah-langkah dalam kegiatan praktikum. Pada fase perumusan masalah, guru membagi kelas menjadi 5 kelompok, masingmasing kelompok terdiri atas 5-6 orang siswa. Setiap kelompok membuat satu rancangan percobaan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis seperti pengaruh klorofil, cahaya dan karbondioksida dan membuktikannya dengan percobaan Sach kemudian menuliskannya pada lembar kerja siswa yang sudah disediakan guru. Rancangan percobaan yang mereka susun terdiri dari judul 44

2 45 percobaan, tujuan percobaan, rumusan masalah, hipotesis, variabel percobaan, alat dan bahan, serta langkah kerja. Siswa diberikan waktu selama satu minggu untuk mendiskusikan rancangan percobaan yang akan mereka lakukan. Pada pertemuan kedua, dilakukan fase melakukan penyelidikan dan fase mengatasi kesulitan. Pada fase penyelidikan, siswa mulai melakukan kegiatan penyelidikan atau praktikum sesuai dengan rancangan percobaan yang telah mereka buat yaitu mengenai pengaruh klorofil, cahaya dan karbondioksida terhadap hasil akhir fotosintesis berupa amilum melalui percobaan Sach. Siswa menyiapkan alat dan bahan yang akan mereka gunakan sesuai dengan petunjuk praktikum yang telah mereka susun. Alat yang harus mereka siapkan terdiri atas pembakar spirtus, tabung reaksi, pinset, gelas kimia, tripod, korek api, cawan Petri, dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan terdiri atas daun tanaman, larutan iodin, air dan alkohol 70%. Para siswa juga melakukan pengamatan selama kegiatan praktikum berlangsung, mengelompokkan data hasil pengamatan ke dalam bentuk tabel. Selain itu, para siswa diminta untuk mengemukakan kesulitan yang mereka alami selama kegiatan praktikum. Pada fase mengatasi kesulitan guru menugaskan siswa untuk memikirkan berbagai cara dalam mengatasi kesulitan dalam proses penyelidikan, misalnya ketika salah satu daun ada yang sulit untuk menjadi layu dan sulitnya mendidihkan air dan alkohol kemudian siswa merancang ulang cara kerja yang mereka gunakan selama kegiatan praktikum. Ketika siswa kesulitan dalam

3 46 menginterpretasikan data, siswa bersama teman kelompok melakukan diskusi kecil kemudian mengkonsultasikan hasil diskusi tersebut kepada guru. Pada pertemuan ketiga, dilakukan fase refleksi hasil penyelidikan. Guru meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan hasil pengamatannya dan dilakukan diskusi perbandingan mengenai hasil pengamatan pada masing-masing kelompok di depan kelas. Guru mengarahkan siswa untuk mengaitkan hasil pengamatan dengan teori atau konsep yang telah mereka pelajari mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi fotosintesis. Di akhir pembelajaran siswa diminta untuk menyimpulkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, menyimpulkan peran hasil fotosintesis (amilum) bagi makhluk hidup lainnya. Data hasil penelitian didapatkan melalui tes berupa uraian, tes pilihan ganda, dan lembar observasi, kemudian diolah dan dianalisis. Soal uraian diberikan untuk mengetahui pengusaan keterampilan proses sains siswa pada subkonsep faktor-faktor yang memepengaruhi fotosintesis yang terdiri atas faktor cahaya, karbondioksida, dan klorofil diperoleh dari hasil pengolahan nilai tes awal dan tes akhir yang dapat dilihat pada lampiran D1 sampai D12. Selain itu, terdapat pula hasil pengolahan lembar observasi untuk mengetahui keterampilan proses siswa dalam melaksanakan praktikum. Soal pilihan ganda diberikan kepada siswa untuk mengetahui penguasaan konsep siswa. 1. Keterampilan Proses Sains a. Hasil tes awal dan tes akhir soal uraian keterampilan proses sains Tes awal dilakukan untuk mengetahui keterampilan proses sains awal siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Setelah

4 47 pembelajaran, siswa diberikan tes akhir untuk mengukur keterampilan proses sains setelah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum. Kedua data tersebut masih merupakan data mentah, sehingga kemudian dikonversikan ke dalam skala nilai Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasi dari seluruh jenis keterampilan proses sains. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.1 dan D.2, dan terangkum dalam Tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Hasil Analisis Nilai Tes Awal dan Tes Akhir Keterampilan Proses Sains Hasil Tes Awal Tes Akhir Rata-rata 35 72,08 SD 8,0 1,16 Min Maks Nilai ideal n N-Gain 0,57 (Sedang) Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan penguasaan keterampilan proses sains. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari perolehan selisih nilai rata-rata tes awal dan nilai rata-rata tes akhir serta hasil perhitungan nilai N-Gain yang diperoleh sebesar 0,57 termasuk kriteria sedang. Setelah dilakukan analisis terhadap nilai rata-rata tes awal dan tes akhir dari seluruh jenis keterampilan proses sains, kemudian dilakukan perhitungan nilai rata-rata tes awal dan tes akhir dari setiap jenis keterampilan proses sains serta menghitung indeks gain (gain ternormalisasi) dari skor hasil pretes dan postes yang telah dilaksanakan oleh siswa. Nilai rata-rata tersebut kemudian

5 48 dikonversikan ke dalam nilai N-Gain untuk mengetahui kriteria peningkatan keterampilan proses sains yang telah dicapai oleh siswa. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.3 sampai lampiran D.12, dan terangkum dalam Tabel 4.2 di bawah ini: No. Tabel 4.2 Hasil Analisis Nilai Rata-rata Setiap Jenis Keterampilan Proses Sains Jenis KPS Rata- Rata Tes Awal Rata- Rata Tes Akhir Rata- Rata N-Gain Kriteria 1. Merencanakan Percobaan 34,62 63,71 0,41 Sedang 2. Mengajukan Pertanyaan 15,4 73,1 0,69 Sedang 3. Berhipotesis 17,3 75 0,63 Sedang 4. Mengklasifikasikan 76,92 96,15 0,40 Sedang 5. Mengamati 52,6 79,5 0,51 Sedang 6. Menerapkan Konsep 32,97 78,57 0,68 Sedang 7. Prediksi 44,23 94,23 0,76 Tinggi 8. Komunikasi 12,8 82,1 0,76 Tinggi 9. Interpretasi 44,23 77,8 0,49 Sedang 10. Menggunakan Alat Dan Bahan 21,15 57,69 0,57 Sedang Rata-rata 0,57 Sedang Melalui Tabel 4.2 terlihat nilai rata-rata dan kriteria peningkatan pada setiap jenis keterampilan proses sains. Jenis keterampilan proses yang memiliki kriteria peningkatan tinggi dengan perolehan nilai N-Gain sebesar 0,76 yaitu keterampilan memprediksi dan keterampilan komunikasi, sedangkan jenis keterampilan proses lainnya termasuk kriteria sedang dengan perolehan nilai N- Gain yang bervariasi.

6 49 b. Hasil Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mengetahui kemunculan keterampilan proses sains pada pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri. Keterampilan proses sains yang diharapkan muncul pada lembar observasi terdiri atas keterampilan merencanakan percobaan, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, mengamati, berkomunikasi, menerapkan konsep, prediksi, interpretasi, menggunakan alat dan bahan serta melaksanakan percobaan. Lembar observasi digunakan pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan perhitungan menurut Purwanto (2004:102), untuk mengetahui persentase rata-rata kemunculan setiap jenis keterampilan proses sains siswa. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.13, dan terangkum dalam Tabel 4.3 di bawah ini: Tabel 4.3 Persentase Kemunculan Keterampilan Proses Sains No. Jenis KPS Rata-Rata (%) 1. Merencanakan Percobaan 73,47 2. Mengajukan Pertanyaan Berhipotesis Mengklasifikasikan Mengamati Menerapkan Konsep Prediksi Komunikasi Interpretasi Menggunakan Alat Dan Bahan 66, Melaksanakan percobaan 70,66 Rata-rata 76,45

7 50 Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa persentase rata-rata kemunculan setiap jenis keterampilan proses sains dalam kegiatan praktikum dengan pendekatan inkuiri secara keseluruhan adalah sebesar 76,45%. Jenis keterampilan yang memiliki persentase rata-rata kemunculan paling tinggi adalah keterampilan berhipotesis dengan rata-rata kemunculan sebesar 88% sedangkan persentase kemunculan keterampilan proses sains yang paling rendah adalah keterampilan komunikasi dengan rata-rata kemunculan sebesar 64%. 2. Penguasaan konsep a. Hasil tes awal dan tes akhir penguasaan konsep Tes awal dilakukan untuk mengetahui penguasaan konsep awal siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Setelah pembelajaran, siswa diberikan tes akhir berupa soal pilihan ganda untuk mengukur penguasaan konsep setelah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri melalui pembelajaran berbasis praktikum. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasinya. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.14, dan terangkum dalam Tabel 4.4 di bawah ini: Tabel 4.4 Hasil Analisis Nilai Tes Awal dan Tes Akhir Penguasaan konsep Hasil Tes Awal Tes Akhir Rata-rata 49,23 68,07 SD 1,05 1,95 Min Maks Nilai ideal n N-Gain 0,37 (Sedang)

8 51 Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan hasil tes penguasaan konsep setelah pembelajaran berbasis praktikum pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Peningkatan penguasaan konsep terlihat dari perolehan nilai tes awal dan tes akhir siswa yang cukup besar. Selain itu, peningkatan pengusaan konsep juga dapat diketahui dari hasil perhitungan rata-rata nilai N-Gain yaitu sebesar 0,38 termasuk kriteria sedang. 3. Analisis Regresi dan Korelasi Keterampilan Proses Sains dengan Penguasaan konsep Perhitungan regresi dan korelasi antara keterampilan proses sains dengan penguasaan konsep dilakukan dengan menggunakan bantuan prgram SPSS Nilai rata-rata tes akhir keterampilan proses sains dikorelasikan dengan nilai rata-rata tes akhir penguasaan konsep. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.17 dan terangkum dalam Tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Rekap Hasil Perhitungan Analisis Regresi dan Korelasi Rumus Regresi Korelasi Kesimpulan = 8,595+1,064 0,632 Tinggi Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa persamaan regresi yang ditemukan antara keterampilan proses sains dengan penguasaan konsep memenuhi persamaan : = 8,595+1,064

9 52 Penguasaan konsep adalah variabel terikat (Y), sedangkan keterampilan proses sains adalah variabel bebas (X). Diketahui pula bahwa koefisien korelasi (dilihat dari persentase perbedaan dari variabel bebas dan variabel terikat) sebesar 0,632 yang dikategorikan tinggi (Arikunto, 2007). B. Pembahasan 1. Keterampilan proses sains Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 secara keseluruhan terjadi peningkatan keterampilan proses sains setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum. Melalui Tabel 4.1 diketahui bahwa sebelum dilakukan pembelajaran berbasis praktikum nilai rata-rata keterampilan proses sains sebesar 35. Rendahnya skor yang didapat oleh siswa sebelum pembelajaran dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor internal misalnya ketika tes awal dilakukan, ada beberapa siswa yang tidak memiliki persiapan untuk menjawab soal karena tidak terbiasa belajar sehari atau pada malam hari sebelum pembelajaran dimulai. Rendahnya pengetahuan siswa mengenai metode ilmiah (indikator keterampilan proses sains) menyebabkan hasil tes awal yang dicapai menjadi rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman belajar siswa yang kurang bermakna, karena guru cenderung mengajar dengan metode ceramah dan kurang melatihkan keterampilan proses sains yang merupakan keterampilan yang dapat diamati pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Fakta tersebut didukung juga dengan pernyataan yang dilaporkan oleh Subiantoro (2009)

10 53 bahwa kecenderungan guru membelajarkan siswanya dengan metode yang kurang representatif dan mendukung pemenuhan kebutuhan keilmuan IPA termasuk Biologi. Dengan kenyataan tersebut maka siswa kurang diberi kesempatan untuk melatihkan keterampilan proses sains mereka. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum maka keterampilan proses sains siswa meningkat menjadi 72,08. Salah satu hal yang mendukung pencapaian ini adalah karena pembelajaran yang telah dilakukan dapat memotivasi siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah mereka melalui kegiatan praktikum. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Subiantoro (2009) bahwa di dalam kegiatan praktikum sangat dimungkinkan adanya penerapan beragam keterampilan proses sains sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses perolehan pengetahuan (produk keilmuan) dalam diri siswa. Peningkatan keterampilan proses sains ini didukung pula oleh temuan-temuan sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa penulis (Sudargo, 2009 dan Trisnawati, 2009). Sudargo (2009) melaporkan bahwa capaian keterampilan proses sains siswa setelah pembelajaran berbasis praktikum menjadi meningkat dan memiliki kategori baik dan sangat baik. Peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat pula dilihat dari perbedaan nilai Standar Deviasi (SD) antara tes awal dan tes akhir. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, meskipun angka peningkatan tersebut tidak terlalu besar. Kriteria peningkatan keterampilan proses sains diperoleh dari hasil perhitungan indeks gain (N-Gain)

11 54 menunjukkan bahwa kriteria peningkatan keterampilan proses sains siswa termasuk kriteria sedang dengan perolehan angka N-Gain sebesar 0,57. Peningkatan keterampilan proses sains tersebut sesuai dengan pernyataan Rustaman, et al., (2003:129) bahwa dengan kegiatan praktikum berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol, dan penggunaan alat-alat praktikum. Subiantoro (2009) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah. Secara umum, pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses ini dapat dilakukan melalui pembelajaran model inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka melalui pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri dapat melatihkan siswa untuk menemukan sendiri mengenai suatu konsep dan siswa juga terlatihkan untuk mempelajari sains melalui proses sains dengan menggunakan metode ilmiah. Adapun kegiatan yang dipraktikumkan oleh siswa yaitu beberapa percobaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis melalui pembuktian percobaan Sach. Dalam pembelajaran ini, siswa dilatihkan seluruh jenis keterampilan proses sains, mulai dari merencanakan percobaan, membuat pertanyaan, membuat hipotesis, mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, berkomunikasi, interpretasi, menggunakan alat dan bahan sampai melakukan kegiatan eksperimen. Untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai peningkatan

12 55 keterampilan proeses sains siswa, berikut ini penjelasan setiap jenis keterampilan proses sains. 1) Keterampilan merencanakan percobaan Rustaman et.al. (2003) menyatakan bahwa ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam merencanakan percobaan meliputi menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, menentukan apa yang akan di ukur, diamati, dicatat serta menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja. Keterampilan merencanakan percobaan yang terdiri atas indikator menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, dan menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja memperoleh nilai rata-rata tes awal sebesar 34,62 dan tes akhir sebesar 63,7 dengan nilai N-Gain sebesar 0,41 termasuk kriteria sedang. Adanya peningkatan ini juga didukung oleh data hasil observasi yang menunjukan rata-rata 73,47% memunculkan keterampilan merencanakan percobaan. Peningkatan keterampilan merencanakan percobaan terjadi karena pengaruh pembelajaran berbasis praktikum yang telah dilakukan. Seperti telah diketahui bahwa dalam pembelajaran berbasis praktikum memalui pendekatan inikuiri bebas, siswa terlebih dahulu harus membuat rancangan kegiatan praktikum secara berkelompok kemudian rancangan tersebut dikonsultasikan kepada guru sebelum dilakukan percobaan. Siswa diberi waktu selama satu minggu untuk membuat suatu rancangan kegiatan praktikum. Lamanya waktu yang diberikan guru kepada siswa dalam membuat rancangan suatu kegiatan praktikum menyebabkan pemahaman siswa dalam merancang suatu praktikum

13 56 menjadi lebih bertambah. Dengan demikian, keterampilan siswa dalam merencanakan percobaan menjadi meningkat. 2) Keterampilan mengajukan pertanyaan Keterampilan mengajukan pertanyaan dapat berupa meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. (Rustaman et al., 2003:102). Dalam penelitian ini pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis yaitu membuat rumusan masalah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari tes uraian yang dipaparkan pada Tabel 4.2, keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh nilai N-Gain sebesar 0,69 termasuk kriteria sedang. Selain itu, data yang diperoleh dari lembar observasi menunjukkan sebesar 84% siswa mampu memunculkan keterampilan dalam mengajukan pertanyaan. Di awal pembelajaran, secara keseluruhan siswa masih tidak mengerti dalam membuat rumusan masalah bahkan ada beberapa siswa yang tidak tahu apa yang dimaksud dengan rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, sehingga pada tes awal yang telah dilakukan nilai rata-rata yang diperoleh hanya 15,4. Hal ini dapat disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya menuntut siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru tanpa melatihkan siswa untuk mempelajari biologi melalui kegiatan praktikum khususnya dengan pendekatan inkuiri. Berdasarkan hasil temuan peneliti selama di lapangan, diketahui bahwa di sekolah tersebut jarang sekali dilakukan

14 57 kegiatan praktikum walaupun alat dan bahan yang tersedia di laboratorium sebenarnya sudah sangat mendukung terlaksananya kegiatan praktikum. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum nilai rata-rata tes akhir siswa mengalami peningkatan. Peningkatan keterampilan siswa dalam mengajukan pertanyaan dapat disebabkan oleh siswa sudah terlatih dalam membuat rumusan masalah selama kegitan merancang percobaan. Lamanya waktu yang diberikan kepada siswa dalam melatihkan keterampilan mengajukan pertanyaan sama dengan waktu siswa dalam merencanakan percobaan, sehingga capaian peningkatan siswa dalam mengajukan pertanyaan termasuk kriteria sedang dengan persentase kemunculan yang baik. Data mengenai peningkatan keterampilan siswa dalam mengajukan pertanyaan sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kholil (2009) bahwa keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan - keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa setelah siswa mengikuti kegiatan praktikum dengan pembelajaran berbasis praktikum, kemampuan siswa dalam membuat pertanyaan dapat dilatihkan dengan baik. 3) Keterampilan berhipotesis Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi (Rustaman, et.al. 2003:95). Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang

15 58 bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi (Kholil, 2008). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam membuat hipotesis yaitu mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dalam suatu kejadian. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2, melalui tes uraian terlihat bahwa keterampilan berhipotesis siswa memiliki rata-rata hasil tes awal sebesar 17,3. Seperti halnya keterampilan merumuskan masalah, dalam membuat hipotesis pun siswa cenderung mengalami kesulitan bahkan ada beberapa siswa yang tidak mengisi jawaban tes sama sekali. Rendahnya rata-rata tes awal dapat disebabkan oleh ketidaktahuan siswa mengenai cara membuat hipotesis, karena pada pembelajaran biasanya siswa tidak dilatihkan untuk membuat hipotesis yang merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam mempelajari biologi sebagai proses sains. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, terdapat peningkatan rata-rata tes akhir siswa menjadi 75 dan persentase kemunculan berhipotesis siswa sebesar 88% dengan kriteria peningkatan yang sedang. Fakta tersebut didukung oleh suatu pernyataan yang dikemukakan oleh Trihastuti, et al. (2009) bahwa eksperimen melibatkan pertanyaan-pertanyaan, pengamatan-pengamatan dan pengukuran. Eksperimen (praktikum) merupakan landasan sains yang dirancang untuk menguji pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide. Dengan demikian, melalui kegiatan pembelajaran berbasis praktikum siswa tidak hanya dituntut untuk melakukan kegiatan praktikum akan tetapi mereka juga dilatihkan untuk membuat suatu

16 59 pertanyaan dan kemudian membuat dugaan sementara (hipotesis) yang pada kegiatan selanjutnya menguji pertanyaan tersebut melalui kegiatan praktikum. 4) Keterampilan mengklasifikasi Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud (Trihastuti, et.al. 2009). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa membandingkan hasil kegiatan praktikum mereka. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dipaparkan pada Tabel 4.2, keterampilan mengklasifikasikan memperoleh nilai rata-rata hasil tes awal sebesar 76,92. Pada tes awal secara keseluruhan siswa mampu membedakan data hasil penelitian yang dijabarkan dalam bentuk tabel, sehingga nilai rata-rata tes awal siswa cukup baik. Artinya pada pembelajaran biasanya siswa sudah terbiasa dengan kegiatan mengklasifikasikan (membedakan) data hasil pengamatan. Setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum, nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan menjadi 96,15. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran berbasis praktikum keterampilan siswa dalam mengklasifikasikan data lebih terlatihkan. Kriteria peningkatan yang diperoleh dari hasil perhitungan N-Gain termasuk kriteria sedang. Data tersebut juga

17 60 didukung dengan hasil persentase kemunculan keterampilan mengklasifikasikan sebesar 80%. Artinya bahwa secara keseluruhan siswa sudah menguasai keterampilan mengklasifikasikan data. Klasifikasi merupakan keterampilan yang didasarkan pada keterampilan observasi (Rustaman, et al., 2003:98). Jadi keterampilan klasifikasi merupakan keterampilan yang muncul setelah siswa melalukan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan observasi siswa juga memiliki kriteria yang sedang. 5) Keterampilan mengamati Pengamatan adalah penggunaan beberapa indera. Mengamati dengan penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan (Kholil, 2008). Keterampilan mengamati terdiri atas beberapa indikator diantaranya menggunakan sebanyak mungkin indera dan mengumpulkan/ menggunakan fakta yang relevan (Rustaman et.al.2003: 102). Idikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan fakta yang relevan (menggunakan fakta hasil pengamatan). Melalui Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa keterampilan mengamati mengalami peningkatan penguasaan dilihat dari nilai rata-rata tes awal dan tes akhir, serta hasil perhitungan indeks gain (N-Gain) yang termasuk kriteria sedang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa melalui penerapan pembelajaran berbasis praktikum, terjadi peningkatan penguasaan keterampilan siswa dalam mengamati (menggunakan fakta hasil penelitian). Peningkatan keterampilan siswa dalam mengamati dapat disebabkan oleh keterlibatan siswa secara langsung dalam melakukan pengamatan secara menyeluruh untuk

18 61 mengamati proses yang berlangsung selama kegiatan praktikum, sehingga setelah kegiatan praktikum selesai siswa mampu menggunakan fakta-fakta yang mereka temukan (melalui proses pengamatan) secara lebih baik. Selama kegiatan praktikum berlangsung, siswa sangat termotivasi untuk mengamati setiap kegiatan yang mereka lakukan. Siswa sangat tertarik untuk melakukan pengamatan terhadap objek praktikum. Hal ini juga didukung hasil perhitungan yang diperoleh melalui lembar observasi yang menunjukkan bahwa 70% siswa mampu memunculkan keterampilan mengamati. Fakta ini juga sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Rustaman, et al., (2005) bahwa praktikum merupakan sarana terbaik untuk pengembangan KPS, karena dalam praktikum siswa dilatih untuk mengembangkan segenap inderanya. 6) Keterampilan menerapkan konsep Peningkatan keterampilan siswa dalam menerapkan konsep terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,68 termasuk kriteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum secara keseluruhan siswa mampu menerapkan konsep yang sudah mereka miliki pada situasi yang baru. Konsep fotosintesis telah mereka dapatkan semasa sekolah dasar dahulu sehingga ketika siswa mempelajari kembali konsep fotosintesis, siswa tersebut sebenarnya sudah memiliki suatu pemahaman mengenai konsep-konsep yang dipelajari pada materi fotosintesis. Sehingga pada saat mereka melakukan kegiatan praktikum mengenai konsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis, mereka mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka miliki pada situasi yang baru yaitu pada saat mereka melakukan kegiatan

19 62 praktikum. Fakta ini sejalan dengan penyataan yang dikemukakan oleh Rustaman, et al., (2003:96) yang menyatakan bahwa apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki, berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajarinya pada situasi baru. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Funk dalam Trihastuti, et al (2009) bahwa keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan. 7) Keterampilan prediksi Prediksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (dalam Trihastuti, et al. 2009) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pola-pola hasil pengamatan. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan siswa dalam melakukan prediksi. Kriteria peningkatan keterampilan siswa dalam memprediksi dapat terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,76 termasuk kriteria tinggi. Tingginya kriteria keterampilan siswa dalam memprediksi dapat

20 63 disebabkan oleh keterampilan siswa dalam melakukan interpretasi suatu data. Menurut Rustaman, et al., (2003:100) melalui interpretasi, siswa akan menemukan suatu pola. Setelah siswa mengenali pola tertentu, mereka diajak untuk memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola tersebut. Melalui cara ini prediksi akan lebih nyata bagi siswa dan jelas perbedaannya dengan meramal biasa atau berhipotesis. Tingginya kriteria peningkatan keterampilan siswa dalam memprediksi juaga didukung oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi mengenai persentase kemunculan keterampilan prediksi sebesar 84%. Hal ini disebabkan oleh pada pembelajaran sebelumnya siswa belum terbiasa untuk membuat prediksi mengenai suatu kejadian yang akan mereka amati pada kegiatan praktikum. Akan tetapi setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, siswa sudah mulai terlatihkan untuk memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola hasil pengamatan yang diperoleh dari kegiatan praktikum. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa keterampilan memprediksi dapat dilatihkan melalui pembelajaran berbasis praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat Subiantoro (2009) bahwa Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah salah satunya keterampilan siswa dalam memprediksi. 8) Keterampilan komunikasi Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Menurut Dimyati dan Mudjiono

21 64 (dalam Trihastuti, et al 2009) mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual. Contoh membaca peta, Tabel, grafik, bagan, lambang-lambang, diagram, dan demontrasi visual. Peningkatan keterampilan komunikasi terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,76 termasuk kriteria tinggi. Artinya siswa dapat dikatakan sudah mampu mengkomunikasikan hasil pengamatannya baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan diukur melalui tes keterampilan proses dan kegiatan siswa dalam membuat laporan praktikum sementara, sedangkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan diukur pada saat kegiatan diskusi berlangsung. Luasnya kesempatan bagi siswa dalam melatihkan keterampilan komunikasi dapat menyebabkan keterampilan komunikasi siswa menjadi meningkat dengan sangat baik. Kenyataan ini didukung pula oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa, menunjukkan 64% siswa mampu memunculkan keterampilan komunikasi. Selama kegiatan praktikum berlangsung, siswa sangat antusias dalam mengkomunikasikan hasil pengamatannya baik secara lisan maupun tulisan. Fakta tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Susanto (2002:65) bahwa dalam kegiatan eksperimen banyak keterampilan proses yang dapat digunakan. 9) Keterampilan interpretasi Keterampilan interpretasi merupakan keterampilan siswa dalam mencatat setiap hasil pengamatan secara terpisah, menghubung-hubungkan hasil

22 65 pengamatan, dan menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan tentang suatu pengamatan. (Rustaman, et.al. 2003: 94). Dalam penelitian ini indikator yang dilatihkan adalah menarik kesimpulan. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4.2, keterampilan interpretasi (menarik kesimpulan) setelah pembelajaran berbasis praktikum termasuk kategori sedang dengan perolehan nilai N-Gain sebesar 0,49. Fakta tersebut didukung pula oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa menunjukkan persentase kemunculan sebesar 84%. Menurut Rustaman, et al., (2003:99), dalam mengembangkan keterampilan interpretasi dapat dilakukan dengan meminta kepada siswa untuk menemukan pola dari sejumlah data yang sudah dikumpulkan, kemudian mengajak siswa untuk mengartikan maksud atau makna dari suatu data dengan menarik kesimpulan. Peningkatan keterampilan interpretasi berpengaruh pula terhadap keterampilan siswa dalam memprediksi. Hal ini menunjukkan bahwa ketika siswa sudah sangat baik dalam melakukan prediksi berdasarkan pola hasil pengamatan, maka keterampilan siswa dalam menginterpretasikan data juga mengalami peningkatan. Pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, dapat melatihkan keterampilan siswa dalam menginterpretasikan suatu data dengan baik. Hal ini didukung dengan pernyataan yang dipaparkan oleh Funk (dalam Trihastuti, et.al. 2009) bahwa pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan.

23 66 Melalui kegiatan praktikum siswa dituntut untuk dapat menginterpretasikan hasil penelitiannya yang kemudian akan dikomunikasikan kepada banyak orang. 10) Keterampilan menggunakan alat dan bahan Kegiatan praktikum tidak terlepas dari keterampilan siswa dalam menggunakan alat dan bahan, terdiri atas beberapa indikator memakai alat/ bahan, mengetahui alasan mengapa menggunakan alat dan bahan, dan mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan. (Rustaman, et.al. 2003:103). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah menentukan alat dan bahan atau sumber yang akan digunakan dan mengetahui alasan mengapa mengggunakan alat atau bahan. Peningkatan keterampilan menggunakan alat dan bahan terlihat dari besarnya nilai N-Gain yang diperoleh yaitu sebesar 0,57 termasuk kriteria sedang. Pada awal pembelajaran, ada beberapa siswa yang masih belum mengenal alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum dan mereka juga kurang mengerti alasan mengapa mereka menggunakan alat dan bahan dalam kegiatan praktikum. Hal ini disebabkan karena pada saat kegiatan praktikum, siswa hanya melakukan pengamatan pada objek yang akan mereka amati tanpa mengetahui alat dan bahan apa saja yang harus mereka gunakan, karena pada umunya guru sudah mempersiapkan sebelum kegiatan praktikum berlangsung tanpa melibatkan siswa untuk menentukan alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, siswa dituntut untuk menentukan alat dan bahan, mengetahui alasan mengapa menggunakan alat dan bahan serta mengetahui bagaimana cara

24 67 menggunakan alat/ bahan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Rustaman, et al. (2003) yang menyatakan bahwa kegiatan praktikum dapat dikategorikan sebagai belajar penemuan atau Hands on. Kegiatan praktikum merupakan kegiatan belajar mengajar yang memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa. Rustaman, et al. (2003:93) menyatakan bahwa keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. 11) Keterampilan melaksanakan kegiatan praktikum Data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa menunjukan bahwa keterampilan melaksanakan percobaan memiliki persentase kemunculan sebesar 70,66%. Keterampilan siswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum secara keseluruhan termasuk kategori sedang. Artinya melalui pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas siswa sudah mampu melakukan kegiatan praktikum yang sudah mereka rancang sendiri dengan sedang baik. Hal ini didukung dengan pernyataan yang dikemukan oleh Dimyati (dalam Trihastuti, et.al. 2009) memuat ulasan mengenai keterampilan proses yang

25 68 diambil dari pendapat Funk sebagai berikut: (1) Keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati dalam Trihastuti, et al. 2009). Dari uraian di atas dapat diutarakan bahwa penerapan pembelajaran berbasis praktikum menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. 2. Penguasaan Konsep Menurut Oemar Hamalik (2006:30), berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Ranah Kognitif berkenaan dengan penguasaan konsep intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan peskoran. Mengacu pada teori yang

26 69 dikemukakan oleh Bloom, maka pada penelitian ini tes penguasaan konsep siswa berupa tes pilihan ganda disusun mulai dari jenjang kognitif C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi) dan C6 (sintesis). Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, dapat terlihat bahwa perolehan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas memperoleh peningkatan nilai ratarata tes awal dan tes akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rustaman, et.al (2003:129) bahwa dengan melakukan kegiatan praktikum penguasaan konsep siswa akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Sehingga pada saat dilakukan tes akhir mengenai penguasaan konsep yang dilakukan setelah pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas terdapat peningkatan yang cukup baik, hal ini disebabkan karena konsep yang mereka dapatkan pada saat kegiatan praktikum berlangsung tertanam lebih lama dalam ingatan siswa. Kriteria peningkatan penguasaan konsep siswa setelah penerapan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil rata-rata tes awal sebesar 49,23 sedangkan setelah pembelajaran berbasis praktikum rata-rata tes akhir siswa menjadi meningkat sebesar 68,07 dengan N-Gain sebesar 0,384 (rendah). Peningkatan penguasaan konsep yang rendah setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Baharudin (2008:19), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

27 70 Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas penguasaan konsep. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi rendahnya peningkatan penguasaan konsep siswa adalah kondisi saat praktikum berlangsung. Kegiatan praktikum lebih menuntut kepada melatihkan keterampilan proses sains siswa dan proses sains tersebut tidak boleh dibebani dengan konsep, menyebabkan ada beberapa konsep yang tidak bisa mereka dapatkan dalam kegiatan praktikum dan mereka mendapatkan melalui metode pembelajaran lainnya. Dengan demikian perolehan penguasaan konsep siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis menjadi lebih utuh. Meskipun nilai N-Gain penguasaan konsep termasuk kategori rendah, namun tetap saja dapat dikatakan terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas pada sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. 3. Korelasi penguasaan konsep dengan keterampilan proses sains Berdasarkan analisis regresi dan perhitungan koefisien korelasi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa korelasi antara keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa sebesar +0,632 yang dikategorikan tinggi menurut Arikunto (2007). Sedangkan untuk nilai r 2 yang ditemukan sebesar 0,399 (39,9%) atau dapat dikatakan bahwa keterampilan proses sains mempengaruhi sebesar 39,9% penguasaan konsep siswa. Besarnya korelasi yang ditemukan di atas dimungkinkan karena penerapan pembelajaran berbasis praktikum yang telah dilakukan. Dalam pembelajaran ini

28 71 siswa dituntut untuk merumuskan masalah, berhipotesis, merancang kegiatan percobaan secara berkelompok, mengklasifikasikan, menginterpretasikan suatu data, mengkomunikasikan data, memprediksi, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan, dan melaksanakan kegiatan praktikum secara berkelompok, sehingga dari kegiatan tersebut pengetahuan siswa menjadi bertambah, dikonstruk dalam otak dan dikaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Gagne (Dahar, 1989:34) mengemukakan bahwa informasi diperoleh dalam memori jangka panjang melalui pengintegrasian. Informasi dalam proses pembelajaran merupakan konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa. Kualitas pembelajaran yang baik akan memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar yang bermakna dapat dilakukan antara lain dengan model pembelajaran berbasis praktikum. Subiantoro (2009) menyatakan bahwa pendekatan inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah. Rustaman, et al (2003:129) menyatakan bahwa melalui eksperimen siswa menjadi lebih yakin atas suatu hal dari pada menerima langsung dari buku atau guru, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan penguasaan konsep akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika diharapkan memberikan pengalaman sains langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara utuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Praktikum Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman merupakan mata praktikum wajib bagi mahasiswa jurusan pendidikan biologi FKIP UMS, berbobot 1 sks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam standar isi dinyatakan pendidikan IPA khususnya fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia masih dianggap sulit oleh beberapa siswa (Sirhan, 2007). Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan dalam memahami ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu kimia merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang termasuk ke dalam rumpun bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Seiring dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum, tetapi banyak juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( )

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( ) Keterampilan Proses Sains Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA oleh Litasari Aldila Aribowo (0402517032) PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Solving Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan kunci determinasi dalam mengungkap kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang dan malam? bagaimana matahari terbit dan tenggelam? bagaimana proses terbentuknya pelangi? Pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan hanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep Penilaian penguasaan konsep siswa dilakukan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk tes pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan tinjauan kurikulum 2006 proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu SMP negeri di kabupaten garut tahun pelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan disalah satu SMA yang ada di kota Bandung yaitu SMA Pasundan 2 Bandung, lokasi sekolah ini berada di jalan Cihampelas Bandung.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran, pengalaman belajar yang didapat oleh siswa merupakan hal yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Agar proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri atau dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Inkuiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA adalah sebagai

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan khususnya sains (IPA) dan teknologi, di satu sisi memang memberikan banyak manfaat bagi penyediaan beragam kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fisika merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui eksperimen, pengajuan kesimpulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Belajar merupakan sebuah proses kehidupan yang akan dialami oleh setiap manusia di sepanjang perjalanan hidupnya. Disadari atau tidak, manusia akan selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Keterampilan Proses Sains Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu: (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memberikan kemungkinan pada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan, dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwaperistiwa yang terjadi di alam. Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum instrumen soal digunakan dalam penelitian, maka instrumen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum instrumen soal digunakan dalam penelitian, maka instrumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Hasil Uji Instrumen Sebelum instrumen soal digunakan dalam penelitian, maka instrumen yang telah dibuat oleh peneliti diujicobakan terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara

BAB III METODE PENELITIAN. siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Penelitian ini menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu jurnal kegiatan siswa, kesulitan belajar, dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Secara terperinci,

Lebih terperinci

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah JIPFRI, Vol. 1 No. 2 Halaman: 83-87 November 2017 JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terhadap data penelitian yang dijabarkan berdasarkan rumusan masalah penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terhadap data penelitian yang dijabarkan berdasarkan rumusan masalah penelitian 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang diperoleh serta pembahasan terhadap data penelitian yang dijabarkan berdasarkan rumusan masalah penelitian yang dijabarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 A III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang sintaknya terdiri atas lima fase, yaitu (1) fase orientasi masalah, pada fase ini guru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS XI IPA 1 DI SMA MUHAMMADIYAH 1 MALANG Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan 35 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh penggunaan metode discovery terhadap kemampuan generik sains siswa pada materi pokok

Lebih terperinci

Pendekatan Keterampilan Proses Sains

Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pendekatan Keterampilan Proses Sains Seperti SAPA (Science A Process Approach) pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatgn pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Namun dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan untuk menemukan suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ilmu ini mempelajari berbagai fenomena alam yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING Yosi Ermalinda, Ratu Betta Rudibyani, Emmawaty Sofya, Ila Rosilawati. Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mind map dalam penelitian ini merupakan teknik mencatat yang dikembangkan

BAB III METODE PENELITIAN. Mind map dalam penelitian ini merupakan teknik mencatat yang dikembangkan BAB III METODE PENELITIAN Definisi Operasional Mind Map Mind map dalam penelitian ini merupakan teknik mencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan yang merupakan pendekatan keseluruhan otak yang mampu membuat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengetahui peranan kegiatan praktikum dengan guided inquiry pada pembelajaran sistem saraf. Instrumen

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah mutu menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM, KETERAMPILAN PROSES SAINS, SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM REGULASI...

BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM, KETERAMPILAN PROSES SAINS, SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM REGULASI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional. Efektivitas dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berkomunikasi siswa dilihat dari

Lebih terperinci

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 **

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 ** Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Suhu dan Kalor Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 ** Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci