BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH
|
|
- Liani Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 23 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH 4. SMA Negeri 7 Jakarta SMA 7 adalah sekolah menengah negeri yang terletak di Jalan Bulungan Blok C Nomor, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah dengan status unggulan yang bertaraf internasional. Sekolah yang memenuhi kriteria 7K (ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan, kekeluargaan, kerindangan, dan kesehatan), di mana lulusan dari sekolah ini ( persen) berhasil masuk ke perguruan tinggi dengan nilai rata-rata kelulusan sebesar 8,. SMA 7 mampu menampung.32 siswa atau 4 siswa per kelas dengan kelas pada setiap tingkat. Penjurusan kelas dilakukan pada tahun ajaran kedua dengan program jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Pada SMA 7, rata-rata para siswa melanjutkan minat belajar pada program IPA sebanyak 8 kelas, dan IPS sebanyak 3 kelas. Gambar 2. SMA Negeri 7 Sejarah dan Perkembangan Sekolah SMA Negeri 7 Jakarta adalah gabungan dua SMA Negeri yaitu SMA Negeri 9 dan SMA Negeri yang masing-masing berdiri tahun 959 dan 96. Karena sering terjadi tawuran antara kedua sekolah, maka Walikota Jakarta Selatan memutuskan untuk menggabungkan kedua sekolah menjadi satu sekolah, yaitu SMA 7. Sejak bergabung tahun 98, prestasi SMA Negeri 7 terus meningkat, yaitu:
2 24. Tahun 994, SMA Negeri 7 menjadi sekolah unggulan tingkat kotamadya Jakarta Selatan 2. Tahun ajaran 2-22, SMA Negeri 7 membuka Layanan Program Percepatan Belajar (Akselerasi) 3. Tahun ajaran 23-24, SMA Negeri 7 membuka Layanan Program Sertifikasi Internasional A/AS Level yang mengacu pada University of Cambridge International Examination 4. Tahun ajaran 26-27, SMA Negeri 7 ditetapkan sebagai salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) 5. Bulan Januari 27, SMA Negeri 7 ditetapkan menjadi Cambridge International Centre dengan ID 74 yang dapat menyelenggarakan ujian sertifikasi IGCSE dan A/AS Level Sarana dan Prasarana Tujuan untuk meningkatkan kenyamanan dalam pembelajaran baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler, menyebabkan SMA 7 menyediakan fasilitas fisik berupa: ruang kelas ber-ac, ruang perpustakaan dengan pengembangan e-library, laboratorium fisika, laboratorium virtual science, laboratorium kimia, laboratorium biologi, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, laboratorium ips, ruang multimedia, ruang relaksasi, wi-fi dengan 7 hotspot, lapangan bola basket, lapangan sepak bola, lapangan bola voli, lapangan badminton, ruang tinju (mini gym), ruang pingpong, tempat parkir studio band, dark room khusus fotografi, papan panjat tebing, musholla, taman, ruang UKS, ruang PMR, kantin, dan koperasi sekolah. Semua sarana dan prasarana ini hanya dapat dimanfaatkan pada jam pelajaran sekolah (termasuk jadwal ekstrakurikuler), sehingga pada saat sepulang sekolah (di luar jam pelajaran sekolah) para pelajar tidak dapat menggunakan sarana dan prasarana ini untuk mengisi waktu luang mereka. Dengan demikian para pelajar cenderung menggunakan waktu di luar jam pelajaran dengan tindakan yang tidak berstruktur seperti nongkrong. Kegiatan Ekstrakurikuler Setiap siswa-siswi SMA 7 diwajibkan untuk mengikuti minimal satu kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan
3 25 kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Pada bidang seni dan budaya terdapat ekstrakurikuler: band (musik band); bulungan art club (seni lukis); espresso de ritmo (seni musik paduan suara); persada karya cipta (seni tari modern); pustaka dokumentasi (fotografi); teater (seni teater); trads (tari tradisional); dan vocal group (musik vocal group). Pada bidang olah raga terdapat ekstrakurikuler: basket (bola basket); bulungan boxing camp (tinju); bulungan football club (sepak bola); bulungan volleyball (bola voli); ju-jitsu (beladiri jujitsu); karatedo (beladiri karate); sisgahana (pencinta alam); softball-baseball (softball dan baseball); taekwondo (beladiri taekwondo); dan tapak suci (beladiri pencak silat ). Selain bidang seni budaya dan olah raga, di SMA 7 juga terdapat ekstrakurikuler pada keagamaan seperti: rohis (kerohanian agama islam); dan rohkris (kerohanian agama kristen). Dan beberapa ekstrakurikuler pada bidang lain seperti: lentera (majalah dinding); seksi karya ilmiah remaja (ilmu pengetahuan); palang merah remaja (kesehatan); dan tata laksana upacara (pelaksanaan paskibra). Ekstrakurikuler ini diharapkan dapat memajukan motivasi siswa untuk lebih berprestasi pada bidang non-akademik. Namun pada pelaksanaannya kegiatan ekstrakurikuler ini tidak diawasi/dikelola dengan benar, seperti kriteria pemberian nilai dan absensi yang tidak jelas dan tidak transparan. Dengan demikian pada pelaksanaannya banyak siswa dan siswi SMA 7 yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler walaupun mereka terdaftar di kegiatan tersebut. Acara Rutin Tahunan SMA 7 memiliki acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh siswasiswi SMA, yang bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kreativitas serta kemampuan berorganisasi. Acara utama pada setiap tahun adalah pekan olah raga yaitu Bulungan Cup (Bulcup) yang diadakan sejak tahun 999. Bulungan Cup adalah Sport-Art Event terbesar yang diadakan oleh siswa Sekolah Menengah Atas se-indonesia. Prospek yang dicapai sangat baik, sekolah-sekolah yang diundang tidak hanya berasal dari daerah Jabodetabek saja, tetapi juga seluruh Jawa, bahkan sudah merambah Lampung.
4 26 Gambar 3. Kegiatan Acara Tahunan Bulungan Cup Selain pekan olah raga yang sudah bertaraf nasional, SMA 7 juga mempunyai acara rutin lainnya seperti Gelar Kreativitas (GK) yang sudah diadakan sejak 7 tahun yang lalu. Gelar Kreativitas diadakan oleh panitia kelas XI, dipersembahkan untuk kelas XII sebagai tanda hormat terhadap senior. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam bidang seni. Lebih dari itu, GK yang merupakan acara intern yang diadakan di dalam lingkungan SMA Negeri 7 Jakarta sendiri juga dijadikan sebagai sarana temu kangen para alumni terdahulu sambil menikmati penampilan dari berbagai band dan bentuk-bentuk kreativitas lainnya. 4.2 SMA Negeri 6 Jakarta SMA 6 adalah sekolah menengah negeri yang terletak Jalan Mahakam I No.2 Blok. C Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sedikit berbeda dengan SMA 7, walaupun SMA 6 merupakan sekolah unggulan, namun tarafnya baru menuju internasional, sehingga seringkali dikatakan bahwa SMA 6 adalah pendamping unggulan. Dimana sudah memenuhi 7K, namun belum persen lulusannya masuk perguruan tinggi dengan rata-rata kelulusan 8,. SMA 6 mampu menampung 2 siswa (4 siswa per kelas), dimana terdapat 9 kelas pada tingkat X dan XI dan kelas pada tingkat XII. Penjurusan kelas juga dilakukan pada tahun ajaran kedua dengan program jurusan IPA dan IPS. Mayoritas siswa tingkat XI melanjutkan pada program IPS sebanyak 6 kelas, dan IPA sebanyak 4 kelas. Sejarah dan Perkembangan Sekolah Tahun 952 di Kebayoran Baru berdirilah suatu Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) swasta. Pada tanggal Agustus 952, sekolah ini mendapat
5 27 status "negeri" yang kemudian disebut dengan SMA Negeri II ABC. Pada tahun pelajaran 954/ 955, SMA ini berganti nama dengan SMA Negeri VI ABC. Kemudian sejalan dengan berubahnya sistem pendidikan, yaitu dengan munculnya SMA Gaya Baru, maka pada tahun pelajaran 964/ 965 SMA Negeri VI ABC berganti nama dengan SMU Negeri 6. Kemudian dengan adanya sistem pendidikan yang baru, maka SMU ini berganti nama dengan SMA Negeri 6 Jakarta. Pada saat cikal bakal SMA Negeri 6 didirikan, sekolah ini berlokasi di Jalan Bulungan. Kemudian dari Januari 969 sampai sekarang, SMA Negeri 6 menempati gedung baru yang berlokasi di Jalan Mahakam I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sarana dan Prasarana Peningkatkan kenyamanan dalam pembelajaran baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler, menyebabkan SMA 6 menyediakan fasilitas fisik berupa: ruang kelas, masjid, perpustakaan, ruang audio visual, laboratorium bahasa, laboratorium biologi, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium komputer, aula pertemuan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang kesehatan (uks), koperasi, kantin, lapangan basket, lapangan voli, dan 9 unit cctv yang letaknyanya tidak diketahui oleh siswa. Sejalan dengan peraturan sekolah yang berlaku pada SMA 7, pada SMA 6 juga terdapat larangan untuk menggunakan sarana dan prasarana sekolah diluar jam pelajaran. Dengan demikian para pelajar cenderung menggunakan waktu diluar jam pelajaran dengan tindakan yang juga dilakukan pelajar lain yaitu nongkrong. Kegiatan Ekstrakurikuler Setiap siswa-siswi SMA 6 seperti juga SMA 7 diwajibkan untuk mengikuti minimal kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Pada bidang seni dan budaya terdapat ekstrakurikuler: cheers (tari cheerleaders); lensa (fotografi); mahakam live sounds (musik/ band); pesona cipta mahakam (modern dance); paduan suara; samanhakam (tari tradisional saman); skema (seni lukis); teater enhakam (seni teater). sementar pada bidang olah raga terdapat ekstrakurikuler seperti: baseball; mahakam bc (basket); mahakam fc (sepak bola); voli; dan ju-
6 28 jitsu (seni bela diri). Pada bidang keagamaan dapat disalurkan pada: rohis (keagamaan islam); rohkat (keagamaan katolik); dan rohkris (keagamaan kristen). Dan terdapat beberapa ekstrakurikuler pada bidang lainnya seperti: kegiatan ilmiah remaja (ilmu alam); majalah dinding (seni pembuatan majalah dinding); dan paskibra mahakam (baris-berbaris dan pengibar bendera). Sejalan dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SMA 7, pada SMA 6 juga tidak terdapat control yang jelas dan transparan terhadap penilaian ekstrakurikuler. Dengan demikian pada pelaksanaannya banyak siswa dan siswi SMA 6 yang juga tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler walaupun terdaftar di kegiatan tersebut. Acara Rutin Tahunan Setiap tahunnya para siswa-siswi SMA 6 menyelenggarakan sebuah acara rutin untuk melatih dan menambah pengalaman berorganisasi mereka. salah satu acara tahunan yang diadakan adalah Gelar Lomba Paskibra Enam Untuk Satu (Glopreus). Glopreus merupakan ajang lomba Paskibra yang tak asing lagi bagi paskibra di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Sebuah Event kebanggaan Paskibra Mahakam SMA Negeri 6 Jakarta. Merupakan lomba Paskibra yang selalu menampilkan sensasi tersendiri dalam pelaksanaannya baik bagi peserta maupun suporter dan penonton yang menghadiri kegiatan ini, sehingga event ini telah menjadi kegiatan Favorit khususnya bagi aktivis paskibra sekolah. Kegiatan tahunan lain yang juga cukup menarik perhatian adalah Mahakam Cup (Mahcup). Kegiatan kompetisi olah raga yang mengundang berbagai sekolah dari tingkat SMA dan SMK untuk mengikuti lomba dalam berbagai bidang untuk menjunjung tinggi sportivitas dan kekompakan tiap tim sekolah yang diundang untuk memperebutkan hadiah dan piala bergilir dari SMA Negeri 6 Jakarta. 4.3 Lokasi Sekolah Masing-masing SMA 7 dan SMA 6 melarang para siswanya untuk melakukan tindakan tawuran. Namun kebanyakan dari para siswa tidak mengindahkan peraturan yang ditetapkan sekolah masing-masing, walaupun akan berakhir dengan skorsing dan pemanggilan orang tua bagi siswa yang kedapatan
7 29 terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tawuran. Lokasi kedua sekolah yang berdekatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya intensitas pertemuan para siswanya yang berakhir dengan tawuran. Gambar 4. Peta Lokasi skala :. Gambar 4. Peta Lokasi skala :. SMA 6 dan SMA 7 merupakan dua sekolah dengan tingkat intensitas tawuran antar pelajar yang tinggi, yang berada di kawasan yang cukup strategis di Jakarta Selatan. Kedua sekolah berada pada lingkungan padat penduduk yang dikelilingi oleh prasarana umum yang berdampak positif dan juga negatif bagi fenomena tawuran yang terjadi. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa jarak yang kurang dari meter terhadap Blok M Plaza yaitu salah satu mall besar di Jakarta Selatan, memudahkan para siswa untuk sekedar jalan-jalan atau cuci mata, dan bahkan menjadi tempat tujuan pertama bagi siswa yang membolos sekolah. Dengan jarak kurang dari 2 meter terhadap terminal bus Blok M seharusnya dapat memudahkan siswa untuk segera pulang ke rumah, namun ada hal lain yang menjadikan keberadaan terminal ini menjadi faktor negatif. Karena merupakan tempat pergantian bus baik dalam maupun antar kota, terminal Blok M tidak jarang menjadi pusat bertemunya siswa dari sekolah yang berbeda. Hal ini dapat memancing terjadinya pertikaian yang berakhir dengan tawuran siswa dari sekolah yang bersangkutan.
8 3 Keberadaan kedua sekolah yang dapat dikatakan dekat (sekitar 5 meter) dari Mabes Polri seharusnya dapat meminimalisir terjadinya tawuran karena penertiban dapat dilakukan dengan cepat. Namun kedekatan kedua sekolah dengan mabes polri dan bahkan lembaga tinggi pemerintah lainnya seperti Kejaksaan Agung dan Balai Walikota tidak membuat mereka was-was untuk melakukan tindakan tawuran. Hal ini dapat dilihat dari intensitas yang masing cukup tinggi pada fenomena tawuran di kedua sekolah. Diduga kurangnya perhatian dari lembaga diluar pihak sekolah seperti mabes polri dalam mencegah dan menaggulangi keamanan lingkungan di sekitar sekolah menjadi salah satu sebab tingginya tingkat tawuran antar pelajar.
9 3 BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN 5. Gambaran Umum Responden Responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pelajar laki-laki pada SMA 6 dan SMA 7 (Gambar 5) yang pernah terlibat dalam tawuran pelajar. Berdasarkan jawaban responden, peneliti mendeskripsikan dua Gambaran umum berdasarkan umur dan tingkat ekonomi. Gambar 5. Siswa SMA 6 dan SMA 7 Pelaku Tawuran Karakteristik Umur Selang umur responden berkisar antara 6-9 tahun yang dapat diklasifikasikan sebagai remaja madya, yaitu masa remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya. Berdasarkan Tabel, pelajar pelaku tawuran didominasi oleh responden berumur 6 tahun yang mayoritas berada pada kelas X dengan persentase sebesar 37,5 persen dan hanya 5 persen yang berumur diatas 9 tahun. Adanya sistem senioritas pada masing-masing SMA menjadikan angkatan yang lebih tinggi seperti memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar. Alasan ini yang menyebabkan pelajar baru lebih banyak yang terlibat tawuran karena tidak memiliki kekuasaan untuk menolak perintah senior mereka.
10 32 Tabel. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Umur Umur Jumlah % 6 tahun 5 37,5 7 tahun tahun 9 22,5 9 tahun 2 5 Total 4 Karakteristik Uang Saku per-minggu Uang saku mingguan pelajar pelaku tawuran berkisar antara Rp5. sampai dengan Rp2.. Pada Tabel 2, tampak uang saku perminggu pelajar pelaku tawuran kebanyakan berada pada kisaran uang saku Rp. sampai dengan kurang dari Rp5. (4 persen), artinya dalam sebulan mereka mendapat uang saku antara Rp4. sampai dengan Rp6.. Terlihat bahwa sebagian besar responden dapat dikatakan berada pada kisaran uang saku yang relatif besar (45 persen), karena didominasi oleh kisaran uang saku Rp5. ke atas. Hanya 5 persen pelajar pelaku tawuran yang mendapat uang saku kurang dari Rp. atau Rp4. setiap bulannya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pelajar pelaku tawuran cenderung berasal dari keluarga menengah ke atas. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Uang Saku per-minggu Uang Saku/Minggu Jumlah % Rp <. 6 5 Rp. < Rp 5. < Rp Total Kondisi Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal pelajar yang terlibat tawuran dapat dijabarkan dari beberapa variabel yaitu: ) kepemilikan ruang pribadi dilihat dari status kamar tidur dan status kondisi tempat tinggal; 2) fasilitas hiburan; dan 3) kondisi rumah dilihat dari polusi udara, polusi suara, intensitas cahaya, tingkat kelembapan dan panasnya udara di sekitar rumah. Kepemilikan Ruang Pribadi Berdasarkan Tabel 3, mayoritas (9 persen) pelajar yang terlibat tawuran bertempat tinggal di rumah milik pribadi. Sebagian kecil pelajar lainnya memiliki tempat tinggal berstatus menumpang, sewa dan kontrak.
11 33 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Tempat Tinggal Status Tempat Tinggal Jumlah % Menumpang 2 5 Rumah sewa/kontrak 2,5 Rumah dinas 2,5 Rumah sendiri 26 9 Total 4 Terkait dengan ruang gerak pribadi di rumah yaitu kamar tidur, dapat dikatakan bahwa seluruh pelajar yang terlibat tawuran dapat dikatakan memiliki kamar tidur (Tabel 4). Sebagian besar (72,5 persen) pelajar memiliki kamar tidur sendiri dan sisanya berbagi kamar tidur mereka dengan saudara. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Kamar Tidur Status Kamar Tidur Jumlah % Tidak punya Berbagi 27,5 Sendiri 29 72,5 Total 4 Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mayoritas pelajar yang terlibat tawuran mendapat akses yang cukup tinggi dalam kepemilikan ruang pribadi mereka. Dapat dikatakan bahwa pelajar berada pada golongan ekonomi menengah, karena selain mayoritas tempat tinggal merupakan rumah pribadi, para pelajar juga memiliki kamar tidur sendiri. Fasilitas Hiburan Para pelajar pelaku tawuran memiliki beberapa fasilitas alat hiburan yang dimiliki di rumah mereka. Menggunakan rumus sebaran frekuensi dihasilkan selang kelas seperti pada Tabel 5 dan perinciannya pada Tabel 6, jumlah alat hiburan yang dimiliki pelajar didominasi pada selang 6 jenis fasilitas alat hiburan (52,5 persen). Hal ini menandakan bahwa para responden memiliki prasaranan yang baik pada rumah mereka, yang seharusnya mampu mengalihkan perhatian mereka dari kegiatan tawuran dengan mengoptimalkan fungsi dari alat hiburan tersebut. Dengan alat hiburan terbanyak berupa televisi (97,5 persen) dan komputer (92,5 persen). Sementara alat hiburan yang jarang dimiliki pelajar berupa peralatan olah raga (55 persen).
12 34 Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Fasilitas Hiburan Fasilitas Hiburan Jumlah % 3 jenis jenis 3 32,5 6 jenis 2 52,5 Total 4 Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Fasilitas Alat Hiburan Fasilitas Alat Hiburan Jumlah % Radio Televisi 39 97,5 CD/DVD player 3 77,5 Alat music 3 77,5 Komputer 37 92,5 Video game 29 72,5 Peralatan olah raga Lainnya 2,5 Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mayoritas pelajar yang terlibat tawuran berada pada tingkat kenyamanan fisik pada tempat tinggal yang relatif baik, mereka memiliki beragam fasilitas hiburan yang seharusnya dapat menekan intensitas mereka berada di luar rumah. Kondisi Rumah Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar pelajar pelaku tawuran berada pada lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi (52,5 persen). Yang disebabkan dekatnya tempat tinggal dengan jalan raya. Dengan lingkungan tempat tinggal pada tingkat polusi udara rendah (6 persen). Serta tingkat suhu udara panas cukup tinggi (65 persen). Hal ini juga dipengaruhi karena domisili pelajar yang berada di Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, dan kisaran suhu yang panas. Kebanyakan pelajar pelaku tawuran berada pada lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kelembapan rendah (57,5 persen). Hal ini disebabkan prasarana penyejuk yang terdapat di kebanyakan rumah yaitu AC, yang menghantarkan udara dingin yang kering, sehingga menekan kelembapan udara di sekitar lingkungan tempat tinggal. Mereka mendapat intensitas cahaya yang cukup tinggi (85 persen). Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan dari pelajar pelaku tawuran, disebabkan cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah dapat membunuh kuman penyakit, yang akan berpengaruh pada perilaku pelajar di sekolah nantinya.
13 35 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penilaiannya akan kondisi tempat tinggalnya Aspek Penilaian Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%) Kebisingan 7,5 52,5 4 Polusi udara 2,5 37,5 6 Panas 2, ,5 Kelembapan 42,5 57,5 Intesitas Cahaya 85 2,5 2,5 Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mayoritas pelajar yang terlibat tawuran berada pada lingkungan tempat tinggal dengan keadaan cuaca yang dapat dikatakan baik. Bisa dikatakan bahwa tempat tinggal para pelajar pelaku tawuran cukup strategis dan elit. Karena mayoritas berada pada daerah yang nyaman dimana tempat tinggal mereka mendapat cahaya matahari yang cukup, tingkat kelembapan dan polusi udara yang rendah, serta tingkat polusi suara dan intensitas panas yang sedang. Ikhtisar Kondisi Tempat Tinggal Mayoritas pelajar pelaku tawuran berada pada kondisi lingkungan tempat tinggal dengan fasilitas hiburan yang relatif baik, dan cukup memiliki ruang pribadi, serta tingkat kenyamanan fisik yang relatif tinggi. Namun dapat dikatakan kondisi tempat tinggal responden berada pada kondisi baik. Dalam hasil dari penelitian pada variabel bahwa kondisi lingkungan tempat tinggal ini diduga cenderung menolak hipotesis bahwa remaja yang terlibat tawuran memiliki kondisi tempat tinggal yang buruk. Disimpulkan bahwa kondisi tempat tinggal yang buruk tidak berhubungan dengan perilaku tawuran pada pelajar. 5.3 Kondisi Hubungan dengan Orang Tua Kondisi hubungan atara pelajar yang terlibat tawuran dengan orang tua mereka dapat dijabarkan dari beberapa variabel yaitu: ) keadaan umum keluarga dilihat dari status pernikahan, bentuk komunikasi dan intensitas pertemuan; 2) kedekatan dengan orang tua dilihat dari kedekatan hubungan dan orang terdekat; 3) pola interaksi dilihat dari topik pembicaraan, intensitas dimintai pendapat, intensitas menentukan pilihan, intensitas berkonflik, intensitas dimarahi, dan intensitas dicurigai/tidak dipercaya.
14 36 Keadaan Umum Keluarga Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa status pernikahan orang tua moyoritas pelajar yang terlibat tawuran adalah lengkap (85,5 persen). Sisanya walaupun masih memiliki kedua orang tua, tetapi berada pada status bercerai dan pisah rumah. Dapat dikatakan hampir semua pelajar masih memiliki kedua orang tua yang tinggal bersama di dalam satu rumah. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Status Pernikahan Orang Tua Status Pernikahan Jumlah % Bercerai 2 5 Pisah rumah 3 7,5 Janda/duda 2 5 Lengkap 33 85,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa bentuk komunikasi yang dilakukan masih didominasi metode tatap muka/langsung (82,8 persen). Sisanya yaitu komunikasi melalui dan telfon merupakan pelengkap dari metode komunikasi utama yang dilakukan pelajar dengan orang tua mereka. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bentuk Komunikasi dengan Orang Tua Bentuk Komunikasi Jumlah % /SMS 5 37,5 Telfon 9 47,5 Langsung/tatap muka Berdasarkan Tabel, terlihat bahwa intensitas pertemuan orang tua dengan anak mereka dapat dikatakan sangat baik, dimana hamper semua responden setiap hari bertemu dengan orang tuanya. Tabel. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Intensitas Pertemuan dengan Orang Tua Intensitas Pertemuan Jumlah % Tidak tentu 2,5 Beberapa kali dalam sebulan 2,5 Beberapa kali dalam seminggu 2,5 Setiap hari 37 92,5 Total 4 Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kebanyakan pelajar yang terlibat tawuran memiliki keadaan umum keluarga yang baik. Hal ini disebabkan mayoritas responden memiliki orang tua lengkap dengan intensitas pertemuan harian dalam bentuk langsung/tatap muka.
15 37 Kedekatan dengan Orang Tua Berdasarkan Tabel, terlihat bahwa perbandingan kedekatan hubungan antar orang tua dengan pelajar yang terlibat tawuran mendukung pernyataan pada Tabel 5 mengenai perbandingan topik pembicaraan kepada bapak dan ibu. Dimana para pelajar merasa bahwa lebih nyaman untuk menceritakan permasalahan pribadi mereka kepada ibu sehingga hubungan yang terjalin lebih kuat, dengan demikian persentase pelajar yang menganggap ibu sebagai sahabat sendiri lebih besar dari pada persentase bapak. Tabel. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kedekatan Hubungan dengan Orang Tua Kedekatan Hubungan Ibu Bapak Jumlah % Jumlah % Tidak saling peduli Musuh Teman 5 37,5 2 5,3 Sahabat 25 62,5 9 48,7 Total 4 39 Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa orang terdekat dalam keluarga adalah ibu (57,5 persen) diikuti oleh saudara dan terakhir bapak. Pernyataan ini semakin mendukung pembahasan sebelumnya pada Tabel 3, dimana ibu merupakan teman terdekat pelajar saat berada di rumah. Namun terdapat kejanggalan karena posisi bapak berada di bawah posisi saudara, hal ini menunjukan bahwa pada sebagian besar responden, fungsi bapak sebagai kepala keluarga tidak terlalu berpengaruh terhadap kedekatannya pada anak. Padahal seharusnya terdapat kedekatan yang disebabkan oleh kesamaan jenis kelamin antar pelajar tawuran dengan pihak bapak. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Orang Terdekat dalam Keluarga Orang Terdekat dalam Keluarga Jumlah % Ibu 23 57,5 Bapak 6 5 Saudara 27,5 Pembantu/supir Total 4 Berdasarkan uraian diatas, terlihat jelas bahwa mayoritas jawaban menyatakan betuk hubungan yang terjalin antar pelajar pelaku tawuran dengan
16 38 orang tua (terutama ibu), menjadikan ibu sebagai sosok terpenting dalam keluarga bagi mereka. Pola Interaksi Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa topik pembicaraan yang dilakukan kepada bapak dan ibu oleh pelajar yang terlibat tawuran memiliki perbedaan. Responden lebih banyak berkomunikasi dengan ibu daripada bapak, terutama permasalahan yang sifatnya pribadi seperti pergaulan di sekolah, masalah pribadi dan keluarga. Dengan ayah para responden (yang semuanya laki-laki) cenderung berkomunikasi dengan fokus masalah yang bersifat non pribadi seperti uang jajan dan berita di televisi. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Pembicaraan dengan Orang Tua Topik Pembicaraan Ibu Bapak Jumlah % Jumlah % Pelajaran 9 47,5 6 4 Pergaulan di sekolah 9 47,5 7 42,5 Uang saku/jajan Masalah keluarga 3 32,5 25 Masalah pribadi Berita di televisi 5 37,5 7 42,5 Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa intensitas pelajar terlibat tawuran dimintai pendapat oleh orang tua mereka berada pada tingkatan cukup (kadangkadang) yaitu sebesar 62,5 persen. Bahkan terdapat beberapa pelajar yang tidak pernah dimintai pendapat oleh orang tua mereka, dimana hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan pelajar yang masih berada pada usia remaja yang labil. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dimintai Pendapat Oleh Orang Tua Intensitas Dimintai Pendapat Jumlah % ,5 3 7,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa intensitas pelajar yang dapat menentukan pilihannya sendiri sangat banyak, walau belum seluruh responden dimintai pendapat secara rutin oleh orang tua, namun mereka sudah dipercaya untuk memberikan masukan pada orang tua.. Tetapi terdapat pencilan (2,5 persen)
17 39 dari pelajar tersebut yang tidak pernah menentukan pilihannya sendiri dan masih tergantung dengan keputusan orang tua untuk segala sesuatunya. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Menentukan Pilihan Sendiri Intensitas Menentukan Pilihan Sendiri Jumlah % 9 47, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa intensitas berkonflik antar pelajar dengan orang tua masih didominasi jawaban kadang-kadang (92,5 persen). Hal ini dapat dikatakan baik karena konflik merupakan hal rutin yang dilandasi perbedaan pendapat, sehingga masih dalam taraf wajar bila kadang hal ini terjadi. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Berkonflik dengan Orang Tua Intensitas Berkonflik Jumlah % ,5 2,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa tidak ada pelajar yang tidak pernah dimarahi orang tuanya. Untuk jawaban mayoritas, terdapat kesamaan antara intensitas pelajar berkonflik dengan orang tua, tidak jauh berbeda dengan intensitas mereka dimarahi, karena keduanya didominasi jawaban kadang-kadang. Terdapat kesinambungan pada proses interaksi ini, dimana biasanya proses dimarahi dilakukan setelah terjadi konflik antar orang tua dan responden. Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dimarahi oelh Orang Tua Intensitas Dimarahi Jumlah % 7 7, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa minoritas pelajar yang terlibat tawuran ( persen) selalu merasa dicurigai/tidak dipercaya oleh orang tua mereka. Sedangkan cukup banyak pelajar yang tidak pernah merasa dicurigai oleh orang
18 4 tua mereka dan sisanya atau mayoritas mengalami perasaan dicurigai sekalisekali/ kadang-kadang. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Dicurigai/Tidak Dipercaya oleh Orang Tua Intensitas Dicurigai/Tidak Dipercaya Jumlah % ,5 7 42,5 Total 4 Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan pola interaksi yang terjadi masih dapat dikategorikan cukup positif, hal ini disebabkan walaupun responden sering dimintai pendapat dan menentukan pilihan sendiri, namun orang tua masih belum dapat percaya sepenuhnya kepada anak mereka sehingga masih terjadi kejadian-kejadian seperti konflik, memarahi, dan rasa curiga terhadap anaknya. Ikhtisar Kualitas Hubungan dengan Orang Tua Mayoritas pelajar pelaku tawuran berada pada kualitas hubungan dengan orang tua yang cukup baik berdasarkan keadaan keluarga yang lengkap, pola interaksi tatap muka rutin harian, dan betuk hubungan yang cukup baik dengan orang tua terutama pada pihak ibu yang orang terdekat bagi rerponden. Mengenai pola interaksi nampaknya cukup positif disebabkan responden memiliki keleluasaan untuk menentukan pilihan sendiri dan sering dimintai pendapat, walaupun responden kadang-kadang masih dicurigai, dimarahi dan berkonflik dengan orang tua. Namun bentuk hubungan dengan orang tua ini nampaknya kurang mendalam, karena responden cenderung kurang membahas masalah pribadi terutama pada pihak bapak. Walaupun demikian, secara garis besar hubungan pelajar pelaku tawuran dengan orang tuas masih dapat dikatakan baik, sehingga bertolak belakang dengan hipotesis peneliti yaitu diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan orang tua yang rendah. 5.4 Hubungan dengan Peer group Hubungan antara pelajar yang terlibat tawuran dengan peer group mereka dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu: ) kedekatan dengan peer group dilihat dari keberadaan peer group, alasan kedekatan, dan arti peer group; 2) pola
19 4 hubungan dilihat dari intensitas pertemuan mingguan, intensitas pertemuan harian, dan topik pembicaraan; 3) kepercayaan antara responden dengan peer group dilihat dari pernyataan mengenai keberpihakan peer group saat responden dalam masalah, kepercayaan mengenai argument yang diberikan antara peer group dengan responden, peer group sebagai acuan pemecahan masalah responden, kesamaan pemahaman peer group dengan rersponden, bantuan yang diberikan antara peer group dengan responden saat terlibat dalam masalah.; dan 4) orang terdekat disekolah. Kedekatan dengan peer group Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa mayorits pelajar pelaku tawuran (85 persen) memiliki peer group, baik berjumlah satu ataupun lebih. Hanya 5 persen pelajar yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki peer group di lingkungan sekolah. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Peer group Keberadaan Peer group Jumlah % Tidak ada 6 5 Ada, satu kelompok 3 32,5 Ada, lebih dari satu kelompok 2 52,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa alasan kedekatan para pelajar pelaku tawuran dengan peer group disebabkan mereka berada dalam satu angkatan (62,5 persen) atau berada pada umur yang sebaya. Alasan lain yang cukup tinggi mengenai kedekatan pelajar tawuran adalah kesamaan pola pikir yang dianut (27,5 persen). Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Alasan Kedekatan dengan Peer Group Alasan Kedekatan Jumlah % Satu angkatan 25 62,5 Kesamaan kelas 2 5 Kesamaan basis/daerah rumah 2 5 Kesamaan hobi Sepaham dalam pikiran 27,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 2, pelajar menyatakan bahwa arti peer group bagi mereka adalah teman nongkrong (45 persen), yaitu teman dalam menghabiskan waktu bersama walaupun tanpa melakukan kegiatan apapun. Diikuti sebagai
20 42 sahabat (3 persen). Walaupun ada pencilan pelajar (2,5 persen) yang menyatakan bahwa peer group bagi mereka merupakan kelompok belajar. Menurut pelajar pelaku tawuran arti peer group sudah sedemikian intimnya sehingga bisa disamakan dengan arti orang tua bagi mereka. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Arti Peer group Arti Peer group Jumlah % Teman jalan 5 2,5 Teman nongkrong 8 45 Teman belajar 2,5 Teman curhat 4 Sahabat 2 3 Total 4 Berdasarkan uraian diatas, terlihat jelas bahwa mayoritas pelajar pelaku tawuran memiliki peer group, dan kedekatan hubungan mereka yang merupakan teman nongkrong dan sahabat lebih disebabkan kesamaan usia. Pola Hubungan Berdasarkan Tabel 22 dan 23, terlihat bahwa intensitas pertemuan mingguan para pelajar pelaku tawuran dengan peer group sangat tinggi, yaitu pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap hari dalam satu minggu (5 persen). Dimana setiap harinya para pelajar ini menghabiskan waktu lebih dari empat jam (62,5 persen) untuk berinteraksi dengan peer groupnya. Sebaliknya minoritas dari pelajar mengalami pertemuan yang tidak tentu berapa kali dalam seminggu (2,5 persen) dengan intensitas waktu yang sedkit dalam setiap berinteraksi. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Pertemuan Mingguan dengan Peer Group Intensitas Pertemuan Minggu Jumlah % Tidak tentu 5 2,5-2 kali dalam seminggu 2,5 3-5 kali dalam seminggu 4 35 Setiap hari dalam seminggu 2 5 Total 4 Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Pertemuan Harian dengan Peer Group Intensitas Pertemuan Harian Jumlah % < 2 jam 3 7,5 2-4 jam 2 3 > 4 jam 25 62,5 Total 4
21 43 Berdasarkan Tabel 24, terlihat bahwa topik pembicaraan yang biasa dibicarakan para pelajar pelaku tawuran dengan peer groupnya adalah permasalahan internal (seputar hobi, permasalah pribadi, dan masalah keluarga). Hal ini dapat dipahami bila melihat hubungan responden dengan orang tua dimana sangan sedikit menyinggung ranah pribadi, dengan demikian peer group menjadi sosok utama untuk menceritakan permasalahan tersebut. Bila dibandingkan dengan Tabel 3 mengenai topik pembicaraan dengan orang tua, dapat dilihat bahwa pembicaraan mengenai ranah pribadi dengan peer group (masalah pribadi dan hobi) lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembicaraan mengenai hal serupa dengan ibu maupun ayah. Dengan demikian keterbukaan lebih tinggi dilakukan pelajar tawuran terhadap peer group dibandingkan terhadap orang tua. Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Pembicaraan dengan Peer Group Topik Pembicaraan Jumlah % Pelajaran 2 52,5 Keluarga 27,5 Berita di televisi 24 6 Gossip seputar teman 28 7 Hobi/minat 27 67,5 Masalah pribadi 2 5 Lainnya 2,5 Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kebanyakan pelajar pelaku tawuran memiliki pola hubungan yang tinggi atau rutin baik bila dilihat dari skala pertemuan harian mupun pertemuan selama satu minggu. Dimana dalam rutinitas tersebut mereka mendiskusiakan mengenai permasalahan pribadi dan permasalah di seputar mereka. Kepercayaan antara Responden dengan Peer group Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa peer group tidak pernah selalu berada berseberangan pihak dengan pelajar pelaku tawuran. Walaupun mayoritas (57,5 persen) menyatakan mereka tidak selalu berada di pihak kita, namun tidak sedikit (42,5 presen) yang merasa bahwa peer group selalu berada di pihak mereka.
22 44 Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Keberpihakan Peer Group saat Responden Dalam Masalah Keberpihakan Peer Group saat Responden Dalam Masalah Jumlah % 7 42, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa peer group seringkali (47,5 persen) percaya terhadap pernyataan para pelajar pelaku tawuran saat para pelajar tersebut terlibat masalah. Dan kebanyakan dari peer group (52,5 persen) selalu mempercayai pernyataan mereka. Sedikit berbeda pada keadaan sebaliknya, para pelajar yang terlibat tawuran memiliki tingkat kepercayaan kepada peer group yang lebih tinggi pada skala seringkali dan lebih rendah pada skala selalu. Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kepercayaan antara Peer Group dengan responden Kepercayaan Peer Group Terhadap Responden Terhadap Peer Group Responden Jumlah % Jumlah % 2 52,5 27,5 9 47, ,5 Total 4 4 Berdasarkan Tabel 27, terlihat bahwa seringkali (75 persen) peer group acuan pemecahan masalah bagi para pelajar pelaku tawuran. Walaupun terdapat pencilan (2,5 persen) pelajar yang menyatakan bahwa dia tidak pernah menjadikan peer groupnya sebagai acuan dalam penyelesaian masalah. Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Peer Group sebagai Acuan Pemecahan Masalah Responden Peer Group sebagai Acuan Pemecahan Masalah Responden Jumlah % 9 22, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 28, terlihat bahwa seringkali (97,5 persen) peer group memiliki pemahaman mengenai permasalahan yang sejalan dengan pemahaman pelajar yang terlibat tawuran.
23 45 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kesamaan Pemahaman Peer Group dengan Rersponden Kesamaan Pemahaman Peer Group dengan Rersponden Jumlah % 2, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 29, terlihat bahwa mayoritas (7 persen) peer group selalu membantu pelajar yang terlibat tawuran saat mereka terkena masalah. Begitu juga sebaliknya, para pelajar juga melakukan hal yang sama untuk selalu membantu Begitu juga sebaliknya, para pelajar juga melakukan hal yang sama untuk selalu membantu peer groupnya bila mereka berada dalam masalah (65 persen). Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bantuan yang diberikan saat Terlibat dalam Masalah Bantuan dalam Peer Group Terhadap Responden Terhadap Peer Group Masalah Responden Jumlah % Jumlah % Total 4 4 Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa tingkat kepercayaan antar pelajar pelaku tawuran dengan peer group dapat dikatakan cukup tinggi, hal ini berdasarkan kesamaan pemahaman peer group dengan pelajar yang terlibat tawuran, tingginya kepercayaan antara peer group dengan responden, dan keberpihakan dalam menghadapi masalah yang cukup tinggi, serta tingginya tingkat bantuan yang diberikan saat salah satu dari mereka terlibat dalam masalah. Ikhtisar Kualitas Hubungan dengan Peer group Mayoritas pelajar pelaku tawuran berada memilik kedekatan dengan peer group yang tinggi, pola hubungan yang rutin dan berkala, serta tingkat kepercayaan yang tinggi yang ditunjukan kedua belah pihak saat berada dalam permasalahan. Dengan demikian hasil dari penelitian pada variabel kualitas hubungan dengan peer group ini sejalan dengan hipotesis peneliti yaitu diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan peer group yang tinggi
24 Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Kondisi keterdedahan kekerasan pada media visual pada pelajar yang terlibat tawuran dapat dilihat dari beberapa media yang dekat dengan dunia pelajar yaitu: surat kabar/koran, televisi, komik, video game, film, dan internet. Surat Kabar Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada surat kabar relatif tinggi, dengan persentase jawaban didominasi oleh kadang-kadang (57,5 persen). Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Melihat Adegan Kekerasan di Televisi Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % 7 42, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa judul surat kabar yang paling diminati oleh pelajar pelaku tawuran adalah kompas (75 persen) yang berisikan berita ekonomi, politik, dan olah raga. Namun masih terdapat beberapa pelajar yang menyukai surat kabar lampu merah (2,5 persen) yang konteks dan isinya penuh dengan berita berbau seksual dan kekerasan. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Surat Kabar yang di Baca Judul Surat Kabar Jumlah % Kompas 3 75 Sindo 25 Poskota 9 22,5 Lampu merah 5 2,5 Lainnya (didominasi surat kabar bertema olah raga seperti bola, top score, dll) 25 Berdasarkan Tabel 32, terlihat bahwa menurut pelajar yang terlibat tawuran sumber kekerasan tertinggi berada pada topik olah raga (85 persen) sejelan dengan jawaban lainnya (25 persen) pada Tabel 3. Diduga hal ini disebabkan olah raga lebih dekat dengan rutinitas keseharian pelajar dibandingkan topik lainnya. Jawaban yang mengandung unsur kekerasan terlihat cukup besar (kriminal dan politik sebesar 65 persen) walaupun tidak mendominasi secara keseluruhan.
25 47 Tabel 32. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Surat Kabar yang di Minati Topik Surat Kabar Jumlah % Kriminal 27,5 Ekonomi 9 22,5 Politik 5 37,5 Olah raga Lainnya 2 5 Televisi Berdasarkan Tabel 33, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada televisi cukup tinggi (45 persen), walaupun mayoritas jawaban adalah kadang-kadang (55 persen). Tidak adanya responden yang menjawab tidak menandakan bahwa televisi termasuk salah satu media visual dengan tingkat penayangan kekerasan yang cukup besar. Tabel 33. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % Total 4 Berdasarkan Tabel 34, terlihat bahwa stasiun televisi yang diminati pelajar pelaku tawuran adalah RCTI (6 persen) dan Global tv (47,5 persen). Hal ini disebabkan kedua stasiun televisi tersebut merupakan stasiun televisi yang banyak menayangkan program favorit mereka yaitu hiburan dan musik. Tabel 34. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Stasiun Televisi yang di Tonton Stasiun Televisi Jumlah % RCTI 24 6 O Channel 6 5 Global tv 9 47,5 Metro tv 5 37,5 Tran tv 5 37,5 Lainnya 9 22,5 Berdasarkan Tabel 35, terlihat bahwa film yang disiarkan pada televisi (RCTI) mengandung unsur kekerasan yang cukup tinggi (8 persen). Diikuti berita (55 persen) dan reality show (25 persen) dengan kekerasan verbal seperti tak ada yang abadi dan mata-mata.
26 48 Tabel 35. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Topik Siaran Televisi yang di Minati Topik Siaran Televisi Jumlah % Sinetron 2 5 Reality show 25 Berita Gosip 2 5 Film 32 8 Olah raga 5 2,5 Lainnya 2 5 Komik Berdasarkan Tabel 36, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada buku komik berada pada taraf sedang (kadang-kadang) dengan persentase 57,5 persen. Bahkan minoritas responden (2,5) menjawab mereka tidak pernah menemukan bentuk kekerasan pada komik yang mereka baca. Tabel 36. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % ,5 5 2,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 37 dan 38, terlihat bahwa komik-komik yang diminati oleh pelajar yang terlibat tawuran seperti naruto, one piece, dan dragon ball merupakan komik berjenis petualangan yang banyak memperlihatkan adegan perkelahian. Hal ini sesuai dimana judul dan jenis komik tersebut menempati pilihan terbanyak dalam penayangan adagan kekerasan. Tabel 37. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Komik yang Dibaca Judul Komik (Jenis) Jumlah % Naruto (petualangan + laga) 3 32,5 One piece (petualangan + laga) 27,5 Dragon ball (petualangan + laga) 6 5 Doraemon (fantasi) 4 Eyeshield 2 (olah raga) 4 Conan (misteri) 2 5 Lainnya 8 2
27 49 Tabel 38. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Komik yang Diminati Jenis Komik Jumlah % Petualangan 24 6 Perang 27,5 Olah raga 6 4 Laga/action 23 57,5 Fantasi 3 32,5 Lainnya 2,5 Video game Berdasarkan Tabel 39, terlihat intensitas pelajar (57,5 persen) melihat adegan kekerasan pada video game dapat dikatakan tinggi, terutama bila dibandingkan dengan media visual lain. Sisanya hanya sebesar 5 persen yang menyatakan tidak pernah memainkan game yang mengandung kekerasan didalamnya. Tabel 39. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % 23 57,5 5 37,5 2 5 Total 4 Berdasarkan Tabel 4 dan 4, terlihat keserasian antara jawaban pelajar mengenai judul dan jenis video game yang menampilkan kekerasan. Mayoritas menjawab winning eleven (35 persen) dan grand thief outo (2 persen) untuk judul game, dengan olah raga (65 persen) dan petualangan (55 persen) untuk jenis game. Dimana game winning eleven merupakan game sepak bola yang paling digemari saat ini, namun bila dilihat secara total, game selain winning eleven memiliki unsure kekerasan didalamnya (perkelahian, menembak, dan petualangan), sehingga mayoritas game yang dimainkan pelajar tawuran merupakan game yang mengandung unsur kekerasan. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Video Game yang di Mainkan Judul Video Game Jumlah % Winning Eleven (olah raga) 4 35 Grand Thief Outo (petualangan) 8 2 Counter Strike (menembak) 4 Tekken (berkelahi) 3 7,5 Lainnya (umumnya merupakan game berjenis peperangan, petualangan dan menembak) 26 65
28 5 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Video Game yang di Minati Jenis Video Game Jumlah % Petualangan Olah raga Berkelahi 4 35 Simulasi/RPG 8 45 Perang 2 5 Film Berdasarkan Tabel 42, terlihat bahwa intensitas pelajar (62,5 persen) melihat adegan kekerasan pada film (bioskop) dapat dikatakan sedang. Karena flim yang beredar begitu banyak dengan berbagai macam jenis yang walaupun menampilkan bentuk kekerasan, namun kuantitasnya sedikit. Tabel 42. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % 5 37, ,5 Total 4 Berdasarkan Tabel 43 dan 44, terlihat bahwa film 3 merupakan pilihan mayoritas pelajar (27,5 persen) sebagai film yang menampilkan adegan kekerasan. Karena film tersebut memang merupakan film berjenis peperangan (72,5 persen) yang penuh dengan adegan laga dan perkelahian (75 persen), baik dengan menggunakan tangan kosong atau dengan senjata tajam. Bila dilihat secara keseluruhan, seluruh film mengandung unsure kekerasan walau berada pada tingkatan yang berbeda, sehingga dapat dipastikan pelajar yang terlibat tawuran menyukai film yang mengandung unsur kekerasan (laga, perang, horror) dibandingkan topik lainnya (komedi dan romantis). Tabel 43. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Film yang di Tonton Judul Film Jumlah % 3 27,5 Transformer 6 5 Harry potter 5 2,5 Lord of the ring 4 Saw 3 7,5 Lainnya (umumnya merupakan film berjenis perang dan laga) 2 5
29 5 Tabel 44. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Film yang di Minati Jenis Film Jumlah % Romantis 2 3 Komedi 25 62,5 Laga 3 75 Perang 29 72,5 Horror 3 32,5 Internet Berdasarkan Tabel 45, terlihat bahwa intensitas pelajar melihat adegan kekerasan pada internet mayoritas (72,5 peren) berada pada tingkatan sedang. Karena internet merupakan media visual yang menampilkan banyak sekali hal-hal baik positif maupun negatif, sehingga dapat dikatakan tidak semua situs menampilkan adegan yang berbau kekerasan. Tabel 45. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Intensias Melihat Adegan Kekerasan Jumlah % 9 22, ,5 2 5 Total 4 Berdasarkan Tabel 46 dan 47, terlihat bahwa para pelajar pelaku tawuran menyukai facebook (32,5 persen) yang merupakan situs pertemanan (82,5 persen). Situs ini lebih menvisualkan tulisan dan gamba-gambar tidak bergerak, sehingga kecil kemungkinan terdapat adegan kekerasan, dan bilapun ada mungkin berupa kekerasan verbal. Tabel 46. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Situs Internet yang Dilihat Situs Internet Jumlah % Facebook 3 32,5 Kaskus 27,5 Youtube 25 Lainnya (umumnya merupakan situs berjenis pornografi dan berita) 4 35 Tabel 47. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Situs Internet yang Diminati Jenis Situs Internet Jumlah % Pertemanan 33 82,5 Video online 29 72,5 Baca online 4 35 Berita 7 7,5 Lainnya 7 7,5
30 52 Ikhtisar Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Menurut pelajar pelaku tawuran, televisi menayangkan tindakan kekerasan dengan porsi lebih besar dibandingkan media visual lainnya. Dan bila dilihat lebih dalam media audio visual seperti televisi, film, internet, dan video game menampilkan tindakan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan pada media visual non audio seperti koran dan komik. Tabel 48. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Media Visual dengan Tingkat Kekerasan Tertinggi Media Visual dengan Tingkat Kekerasan Tertinggi Jumlah % Koran 4 35 Televisi 3 77,5 Komik 8 2 Film 6 4 Internet 27,5 Video game 9 47,5 Mayoritas pelajar pelaku tawuran memiliki tingkat keterdedahan yang tinggi terhadap media visual yang menampilkan kekerasan seperti televisi, video game, internet, film, koran dan komik. Hasil ini mendukung hipotesis peneliti yaitu diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki tingkat keterdedahan tinggi pada media visual yang bertema kekerasan.
31 53 BAB VI PERILAKU TAWURAN 6. Penyebab Terjadinya Tawuran Berdasarkan Tabel 49, terlihat bahwa alasan utama pelajar terlibat dalam tawuran merupakan solidaritas kelompok (62,5 persen) diikuti rutinitas (2,5 persen). Kedua alasan dominan ini sesuai dengan yang dikemukakan Ridwan, 26 mengenai tawuran sebagai rutinitas, yaitu alasan dimana pelaku tawuran cenderung tidak melibatkan proses agresi, dan lebih cenderung tidak memberikan sikap atau penilaian negatif berupa rasa kecurigaan, sakit hati dan benci kepada musuh mereka. Sehingga secara tidak langsung kegiatan tawuran ini menjadi rutin dilakukan. Tabel 49. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penyebab Tawuran Penyebab Tawuran Jumlah % Rutinitas 5 2,5 Solidaritas kelompok 25 62,5 Permasalahan pribadi dengan sekolah lain 2,5 Kalah pada pertandingan olah raga 2,5 Permasalahan tawuran sebelumnya 3 7,5 Iseng 5 2,5 Total Peran yang Dilakukan Saat Tawuran Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa pada saat tawuran peran yang paling sering dilakukan adalah pendukung (52,5 persen). Peran ini merupakan peran dimana pelajar pelaku tawuran ikut berpartisipasi disebabkan solidaritas kelompok, tanpa terlalu banyak melakukah tindakan atau hanya meramaikan tawuran dengan aktivitas tindakan yang terbatas. Berdasarkan karakteristik lingkungan tempat tinggal, pendukung berada pada lingkungan yang diklasifikasikan baik karena 66,6 persen responden memiliki total nilai yang tinggi untuk karakteristik, dan sisanya 33,3 persen berada pada lingkungan kategori sedang. Sementara menurut karakteristik peer group, hasil yang didapat peran pendukung berkebalikan dengan karakteristik tempat tinggal, dimana 33,3
BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN
31 BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN 5.1 Gambaran Umum Responden Responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pelajar laki-laki pada SMA 6 dan SMA 70 (Gambar 5) yang pernah terlibat
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH
23 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH 4.1 SMA Negeri 70 Jakarta SMA 70 adalah sekolah menengah negeri yang terletak di Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekolah ini merupakan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI LOKASI. A. Sejarah dan Perkembangan SMA Negeri 70 Jakarta. satu sekolah dengan status unggulan yang bertaraf internasional.
BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Sejarah dan Perkembangan SMA Negeri 70 Jakarta SMA 70 adalah sekolah menengah negeri yang terletak di Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekolah
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Pengertian Tawuran Tawuran merupakan berita rutin yang sering menghiasi lembaran koran ataupun televisi. Pelaku dominan dari tindakan tawuran ini adalah para pelajar Sekolah
Lebih terperinciBAB VI PERILAKU TAWURAN
BAB VI PERILAKU TAWURAN. Penyebab Terjadinya Tawuran Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa alasan utama pelajar terlibat dalam tawuran merupakan solidaritas kelompok (, persen) diikuti rutinitas (, persen).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media massa karena sifatnya yang lebih efisien dan cepat. Media massa kini tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang pada dasarnya tidak dapat hidup hanya bergantung kepada dirinya sendiri, melainkan membutuhkan kehadiran orang lain. Umumnya manusia
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. pembangunan negara yang Baldarun Toibatun Warrobbun Ghofur suatu
IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Berdirinya SMA Al-Kautsar Berdasarkan tuntutan umat islam untuk berperan serta mendidik generasi muda islam yang siap untuk berkiprah dalam pembangunan dunia menuju pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini.
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat manusia. Oleh karena itu, ilmu komunikasi saat ini sedang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi
BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh seluruh mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON. Kurt Lewin dalam Azwar (1998) merumuskan suatu model perilaku yang
BAB V ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU MENONTON Motivasi menonton menurut McQuail ada empat jenis, yaitu motivasi informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan motivasi hiburan.
Lebih terperinciKULIAH PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SMA Negeri 2 Wates
BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Sebelum tim KKN-PPL UNY 2014 diterjunkan ke lapangan dalam hal ini SMA N 2 Wates, Tim PPL terlebih dahulu melakukan observasi ke sekolah, hal ini dimaksudkan untuk
Lebih terperinciPENDIDIKAN FORMAL PROGRAM INTRAKURIKULER PROGRAM KOKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER
Hedi Ardiyanto Hermawan PENDIDIKAN FORMAL PROGRAM INTRAKURIKULER PROGRAM KOKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER Kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini berpengaruh terhadap berbagai aspek. Salah satunya terhadap kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pendidikan, seni dan teknologi yang sangat pesat, hal ini berpengaruh terhadap berbagai aspek. Salah satunya terhadap kegiatan intrakulikuler
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN. Pengaruh Media Televisi Terhadap Perilaku Menyimpang Remaja
KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Media Televisi Terhadap Perilaku Menyimpang Remaja ( Studi Kasus di SMP Negeri 1 Bandar Kelurahan Perdagangan I Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun ) Petunjuk pengisian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap individu berusaha untuk mengenal dan mencari jati dirinya, mengetahui tentang orang lain, dan mengenal dunia luar atau selalu mencari tahu mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya media massa masyarakat pun bisa dapat terpuaskan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam komunikasi, tentu kita mengenal tentang komunikasi massa. Dalam hal ini faktor keserempakan merupakan ciri utama dalam komunikasi massa. Adapun hal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Budaya kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya kekerasan dan kemerosotan akhlak yang menimpa anak-anak usia sekolah belakangan ini menjadi sorotan masyarakat, seperti yang baru beberapa bulan ini terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan belajar tatap muka
Lebih terperinciKarakteristik Laki-Laki Perempuan Rata-rata SD Rata-rata SD. Pendidikan Ayah (tahun) 3,94 1,43 3,82 1,30. Pendidikan Ibu (tahun) 3,64 1,70 3,40 1,56
LAMPIRAN 80 Lampiran 1 Nilai rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga, karakteristik remaja, karakteristik peer-group, pengorganisasian waktu, stimulasi musikal, aktivitas ekstrakurikuler,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu individu yang dinamis namun sudah. cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan suatu individu yang dinamis namun sudah cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara perkembangan intelektual dan emosional para remaja saat
Lebih terperinciBAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Hakikat Ekstrakurikuler
BAHAN AJAR Mata Kuliah : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309 Materi : Hakikat Ekstrakurikuler A. Pengertian. 1. Depdikbud (1994): kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Tentang Perusahaan 2.1.1 Sejarah SMA Negeri 1 Pandaan SMA Negeri 1 Pandaan berdiri pada tahun 1974 dengan nama SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam bahasa komunikasi, pernyataan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi adalah proses pernyataan antara manusia, yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat
Lebih terperinciFENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA
FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan hiburan menjadi begitu penting bagi kita. Hampir setiap orang selalu menyediakan waktunya
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS
BAB II GAMBARAN UMUM RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FTV BERTEMAKAN CINTA DAN INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA & ANAK DENGAN PERILAKU PACARAN REMAJA Pada masa perkembangan teknologi seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga permainan bola basket merupakan salah satu jenis olahraga yang termasuk ke dalam kelompok olahraga permainan yang menggunakan bola besar. Olahraga ini
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. SMA
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah SMA Muhammadiyah 1 Taman Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 1 Taman adalah Sekolah Menengah Atas Swasta yang bertempat di Jalan Raya Ketegan No 35 Sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan sumber informasi yang disajikan oleh media. Masyarakat menjadikan media sebagai subjek pembicaraan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang aktivitasnya sejak kecil hingga dewasa, mulai dari pagi hari hingga larut malam. Dalam hidupnya,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman teletak di desa Ngrukeman, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang pesat, indonesia tidak terlepas dari arus informasi global yang diperlukan untuk mengetahui fenomenafenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun media elektronik mengalami kemajuan yang sangan pesat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia semakin cepat berubah dalam dua dasarwasa terakhir perkembangan teknologi sudah sangat pesatnya memberikan dampak yang menyentuh dalam kehidupan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI
BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan dasar terpenting dalam system nasional yang menentukan kemajuan bangsa. Dalam hal ini Pendidikan nasional sangat berperan penting untuk mengembangkan kemampuan dan
Lebih terperinci14 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS PEMUDA, OLAHRAGA, KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
14 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS PEMUDA, OLAHRAGA, KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pemuda, olah raga, kebudayaan dan pariwisata berdasarkan asas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir dan selama proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan komunikasi. Tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dan masyarakat tak dapat di pisahkan, maka itu ada istilah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi dan masyarakat tak dapat di pisahkan, maka itu ada istilah komunikasi massa. Komunikasi massa dapat di artikan dengan interaksi sosial melalui pesan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. station. Anak-anak, remaja, bahkan sampai dewasa sangat menyenangi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mainan elektronik saat ini bertebaran seperti jamur pada musim hujan, karena di setiap daerah selalu ada tempat penyewaan atau yang disebut rental play station.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. televisi tetap mendominasi komunikasi secara audio dan visual. mendapatkan apa-apa dari tayangan yang telah tersaji.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak media yang bermunculan baik media elektronik maupun cetak. Seperti radio, televisi, internet, surat kabar, dan lain-lain. Mayoritas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari semua media massa, televisi menjadi media yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Hal itu karena karakter televisi yang audio visual sehingga membuat orang
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 SMP NEGERI 1 PRAMBANAN KLATEN
BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Analisis situasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa PPL untuk memperoleh data mengenai kondisi baik fisik maupun non fisik yang ada di SMP Negeri 1 Prambanan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. keadaan dari obyek yang erat kaitannya dengan penelitian. 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 26 Surabaya
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Yang dimaksud dengan gambaran umum obyek penelitian adalah gambaran yang menerangkan tentang keberadaan situasi dan kondisi atau keadaan dari obyek
Lebih terperinciPENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1
PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1 Villia Octariana Putri Binus University, Jakarta, Indonesia Abstrak TUJUAN PENELITIAN Alasan
Lebih terperinciFORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH*)
Universitas Negeri Yogyakarta FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH*) NPma.2 untuk mahasiswa NAMA MAHASISWA : Nur Aktafiyani Gusriyana PUKUL : 09.00 s/d selesai NO. MAHASISWA : 13207241014 TEMPAT OBSERVASI
Lebih terperinciANGKET PENELITIAN. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Kelas : 3. Jenis Kelamin : 4. Alamat :
1 ANGKET PENELITIAN Nama : Deri Ciciria NPM : 0913032006 Judul : Faktor-faktor Pencegahan Tindakan Tawuran Antar Pelajar di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 I. Identitas Responden 1.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan jaman saat ini, teknologi sekarang ini semakin berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan bidang informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kemajuan bidang informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban baru yang mempermudah manusia untuk saling berhubungan serta meningkatkan mobilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu usaha meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pengembangan potensi yang mereka miliki. Pendidikan bukanlah kegiatan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dalam kehidupan bermasyarakat adalah interaksi atau komunikasi. Komunikasi memiliki peran yang sangat pnting pada era sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang masalah Proses komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Secara umum,
Lebih terperinciPELUANG BISNIS BIMBINGAN EKSTRA KURIKULER
PELUANG BISNIS BIMBINGAN EKSTRA KURIKULER Disusun Oleh : N A M A : MUHAMMAD GEA ALRASYID N I M : 11. 02. 8027 PROGRAM STUDI JURUSAN : LINGKUNGAN BISNIS : D3 MI ABSTRAK Peluang Bisnis Bimbingan Ekstrakurikuler
Lebih terperinciPENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab
Lebih terperinciBAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
62 BAB V TERPAAN TAYANGAN JIKA AKU MENJADI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Terpaan Tayangan Jika Aku Menjadi Berdasarkan hasil full enumeration survey, diketahui sebanyak 113 (49,6 persen)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Media massa memiliki tiga fungsi dasar, yaitu fungsi informatif, fungsi edukatif, dan fungsi hiburan. Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan tingkatan ekonomi serta umur sudah dapat menggunakannya. Internet adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penggunaan internet sebagai salah satu media komunikasi dan informasi tidaklah asing lagi, setiap orang dari berbagai belahan dunia, suku, ras, budaya dan tingkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia tidak akan pernah terlepas dari komunikasi. Dimanapun kita, apapun yang kita lakukan, dan bagaimana bentuknya, kita pasti melakukan proses komunikasi dengan
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI UMUM PROGRAM DAN SMA NEGERI 1 DRAMAGA
52 BAB IV DESKRIPSI UMUM PROGRAM DAN SMA NEGERI 1 DRAMAGA 4.1 Profil Tayangan Jika Aku Menjadi Jika Aku Menjadi adalah salah satu program Trans TV yang menayangkan informasi tentang lika-liku kehidupan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Tabel 1. Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Jenis kelamin - Tempat tinggal -
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Siswa SMA Negeri 5 Bogor Karakteristik siswa adalah ciri-ciri yang melekat pada diri siswa, yang terdiri dari jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan orang tua, pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi maupun hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang kita kenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman menuju masyarakat informasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman menuju masyarakat informasi yang modern, maka kebutuhan akan teknologi dan informasipun semakin meningkat. Informasi telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin besar. Dan informasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan komunikasi saat ini mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin besar. Dan informasi tersebut dapat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI
BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan PPL merupakan salah satu upaya dari Universitas Negeri Yogyakarta dalam mempersiapkan tenaga profesional kependidikan yang memiliki nilai serta pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa saat ini tidak bisa lepas oleh kehidupan manusia dan telah menjadi konsumsi sehari-hari. Televisi bagian dari media massa elektronik telah mengambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN ANALISIS SITUASI
BAB I PENDAHULUAN Universitas Negeri Yogyakarta sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang dikhususkan bagi mereka pemuda indonesia yang ingin mengabdikan dirinya sebagai guru dan bagi mereka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory Bateson, 1972)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari sebuah proses yang dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dengan menggunakan pemancar maka teleivisi dapat menerima input gambar bergerak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa sudah mengalami perubahan yang sangat pesat, baik televisi maupun radio. Televisi adalah media yang mengandalkan audio dan visual yang saat ini memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menunjukkan keberadaan seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula melibatkan sekian banyak
Lebih terperinciA. Analisis Situasi 1. Profil SMP Negeri 1 Jetis
BAB I PENDAHULUAN Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga yaitu pengabdian kepada masyarakat, maka tanggung jawab mahasiswa dalam pendidikan adalah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan. Dalam hidup, apa saja yang kita
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan inti dari kehidupan. Dalam hidup, apa saja yang kita lakukan perlu melibatkan aktivitas yang disebut komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, tantangan dan persaingan di era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu, tantangan dan persaingan di era globalisasi pada berbagai aspek kehidupan kian merebak. Persaingan tersebut terjadi dalam aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi
BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) memiliki bobot 3 SKS dan merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa UNY yang mengambil jurusan kependidikan. Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini kita sering mendengar tentang social networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster. Hampir semua orang
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN
BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN 3.1 Profil Responden 3.1.1 Sejarah Singkat SMP Negeri 127 Jakarta terletak di Jl. Raya Kebon Jeruk No. 126 A, Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta.
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Metode Deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Televisi merupakan satu media penyiaran suara dan gambar yang paling banyak digunakan di seluruh pelosok dunia. Priyowidodo (2008) menyebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjawab pertanyaan berikut: Who Say What In Which Channel To Whom With
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harold D. Lasswell menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan berikut: Who Say What In Which Channel To Whom With What Effect? (siapa mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis SMA Negeri (SMAN) 9 Pekanbaru merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan Simeru kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. olahraga sepakbola ini adalah olahraga yang penuh teka-teki, misalnya dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan sepakbola dalam bentuknya sekarang ini telah melewati proses perkembangan yang sangat pesat, baik dari segi peraturan pengorganisasian maupun sistem
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usia contoh berkisar antara 14 sampai 18 tahun dan dikategorikan ke dalam kelompok remaja awal (14 sampai 16 tahun) dan remaja akhir (17 sampai 18 tahun). Dari jenis
Lebih terperinciPengaruh Tayangan Sinetron Ftv Bagi Perkembangan Psikis Remaja Indonesia Saat Ini
Pengaruh Tayangan Sinetron Ftv Bagi Perkembangan Psikis Remaja Indonesia Saat Ini Oleh : Ni Kadek Wina Ferninaindis Mahasiswa Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Masa remaja
Lebih terperinciBAB II OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN. Peneliti akan mencoba memaparkan obyek dan wilayah penelitian dari penelitian
BAB II OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN Peneliti akan mencoba memaparkan obyek dan wilayah penelitian dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Obyek penelitian ini terdiri dari 15 program berita sore
Lebih terperinciORGANISASI KEMAHASISWAAN
ORGANISASI KEMAHASISWAAN A. Pengertian 1. Mahasiswa Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar pada salah satu jurusan di lingkungan STBA LIA Jakarta. 2. Kegiatan Kemahasiswaan Kegiatan kemahasiswaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya media komunikasi saat ini membuat orang dari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya media komunikasi saat ini membuat orang dari berbagai belahan dunia dapat berkomunikasi dengan mudah dan cepat. Media yang digunakan pun bermacam-macam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung mempunyai potensi yang tinggi di bidang hiburan. Ada beragam tempat yang mempunyai daya tarik bagi masyarakat lokal maupun internasional, misalnya ada
Lebih terperinciMenjadi Sekolah Berprestasi, Berkarakter, Religius, dan Berwawasan Lingkungan. Humas78
Berdiri sejak tahun 1975, semula adalah SMPP-35 menjadi SMA Negeri 78 sejak tahun 1984. Pada tahun 2002 SMA negeri 78 membuka layanan Akselerasi Pada Tahun 2005 ditetapkan sebagai Sekolah Nasional Plus/Internasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara luas. Tidak dapat dipungkiri lagi, televisi saat ini telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Televisi sebagai bagian dari kebudayaan audio visual merupakan medium paling berpengaruh dalam membentuk sikap dan kepribadian masyarakat secara luas. Tidak dapat dipungkiri
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia hiburan (entertainment) terjadi secara pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Perkembangan tersebut membuat media massa dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas
12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas sehingga dapat diproduksi, didistribusikan, dan direproduksi dalam jumlah besar
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 10 Bandar Lampung
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 0 Bandar Lampung SMA Negeri 0 Bandar Lampung terletak pada tempat yang strategis dengan luas hanya 790 meter persegi dan ditambah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting, bukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting, bukan hanya dalam kehidupan organisasi, namun dalam kehidupan manusia secara umum. Tiada hari tanpa komunikasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma, nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satunya melalui media massa, seperti televisi, radio, internet dan surat kabar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini informasi menjadi hal utama yang sangat dibutuhkan oleh semua masyarakat. Semakin berkembangnya media komunikasi, masyarakat dapat semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber inspirasi dan keuntungan bagi para penggunanya, hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi telekomunikasi saat ini sangat dirasakan semakin cepat dan menjadi bagian terpenting dari suatu masyarakat, Komunikasi pun dapat menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan media massa yang paling luas jangkauannya dalam hal meraih penggunanya. Televisi mampu menyajikan informasi secara serentak dan secara langsung dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Analisis Situasi
BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Salah satu sekolah yang menjadi tempat PPL UNY Yogyakarta adalah SMA PIRI 1 Yogyakarta yang terletak di Jalan Kemuning 14 Yogyakarta. Secara garis besar SMA PIRI 1
Lebih terperinci