BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Pengertian Tawuran Tawuran merupakan berita rutin yang sering menghiasi lembaran koran ataupun televisi. Pelaku dominan dari tindakan tawuran ini adalah para pelajar Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) seperti: (1) Sekolah Menengah Atas (SMA), (2) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), (3) Sekolah Teknik Mesin (STM) dan sebagainya. Tidak jarang terdengar pelaku tawuran adalah remaja Sekolah Lanjut Tingkat Menengah (SLTP), mahasiswa, maupun pemuda-pemuda kampung. Secara keseluruhan definisi tawuran diperuntukkan bagi remaja pada umumnya dan remaja pada masa pertengahan (15-18 tahun) pada khususnya. Tawuran merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik (Mariah, 2007). Menurut Ridwan (2006) tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran antar pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang didalamnya terdapat beberapa jenis sekolah dan (3) tawuran antar pelajar yang sifatnya insidental yang dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu. Sementara menurut Solikhah (1999) tawuran didefinisikan sebagai perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain.

2 6 Perkelahian massal seperti tawuran pelajar dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau melukai siswa dari sekolah lain yang menjadi targetnya. Hal ini jelas sesuai dengan definisi agresi yang telah dikemukakan oleh Widiastuti (2002) bahwa perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain. Selain perilaku, agresi juga mencakup maksud dan tindakan seseorang untuk merusak atau melukai orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal. Berdasarkan uraian yang ada, disimpulkan bahwa tawuran adalah tindakan agresi pelajar yang dilakukan secara berkelompok atau massal yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung. 2.2 Karakteristik Remaja yang Terlibat Tawuran Bawaan dan lingkungan, kontinuitas dan diskontiunitas, dan pengalaman dini serta kemudian menjadi ciri perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Dalam tingkah laku remaja, faktor bawaan terus mempengaruhi perbedaan antara remaja, begitu pula dengan peran penting lingkungan dan gender (Santrock, 2003). Bila dikaitkan dengan tindakan agresi yang dilakukan remaja, dapat dikategorikan beberapa karakteristik remaja yang terlibat tawuran, yaitu: Kondisi Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal dan lingkungannya adalah faktor eksternal yang menjadi rangsangan terhadap respon yang muncul pada individu tertentu. Bagaimana individu menyikapi kualitas tempat tinggalnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku yang timbul pada masing masing individu. Baik buruknya kondisi lingkungan fisik tempat tinggal merupakan salah satu unsur dalam membangun interaksi antara remaja sebagai subyek dan lingkungan sebagai obyek (Saad, 2003). Secara fisiologis kenakalan diakibatkan oleh kekacauan tingkah laku terutama dari gangguan emosional yang dihasilkan oleh suatu disorganisasi dalam sosial-lingkungan (Miller, 1999). Berdasarkan definisi kondisi tempat tinggal yang ada, karakteristik remaja dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak berkualitas, tidak nyaman, kurang memenuhi prasyarat kesehatan, serta tingkat kriminalitas tinggi atau dapat

3 7 dikatakan buruk akan menyebabkan kecenderungan remaja untuk mengikuti atau mencontoh perlakuan yang ada dalam lingkungan mereka semakin besar. Kedekatan dengan Orang Tua Kedekatan dengan orang tua juga sangat menentukan sikap dan perilaku remaja yang cenderung memiliki kepekaan emosional tinggi. Penerimaan dan pengakuan orang lain terhadap keberadaan remaja sangat penting, karena merupakan kebutuhan psikologis utama sebelum memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Saad, 2003). Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan terhadap remaja (Mariah, 2007). Ketidakharmonisan dalam keluarga akan mengakibatkan remaja mencari sosok panutan lain untuk dijadikan teladan lain, yang biasanya akan mereka temukan pada teman sepermaian ataupun senior mereka. Seringkali tokoh teladan ini menjadi penyebar perilaku tawuran. Berdasarkan definisi yang ada, karakteristik remaja dengan perceraian orang tua, seringnya intensitas pertengkaran rumah tangga, dan kurang mendapat perhatian atau bimbingan orang tua akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam tawuran. Hubungan dengan Peer group Peer group atau dapat disebut juga dengan kelompok panutan adalah suatu kelompok yang terdiri oleh orang-orang dengan kisaran umur yang sama, status sosial yang relatif sama, dan hobi yang sama. 5 Bila dibanding pada masa kanakkanak, masa remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Tindakan agresi yang didasari oleh perubahan dalam diri remaja, akan membawa remaja ingin melampiaskannya kepada pihak lain yaitu dalam lingkup sosialnya. Tindakan tawuran yang merupakan ajang unjuk diri untuk diterima dalam kelompoknya, dipilih oleh kebanyakan siswa sebagai pelampiasan agresinya dengan melibatkan teman kelompoknya. Ridwan (2006) menyatakan, alasan terlibatnya para pelajar dalam tawuran adalah keinginan untuk diakui oleh teman sekelompoknya. Mereka mengharapkan pengakuan akan keberadaannya terhadap orang lain, terutama di 5 Dikutip dari yang diakses pada tanggal 19 April 2009.

4 8 lingkungan pertemanan dan sekolah. Karena dengan melakukan tawuran, mereka akan mendapat perhatian lebih dan menjadi lebih oleh kalangan teman-temannya, yang hal ini dinilai sebagai tindakan positif oleh para pelaku tawuran pelajar. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa remaja dengan peer group yang mengarah pada perilaku negatif, akan mengarahkan remaja menjadi menyerupai mereka, sehingga lebih mudah melakukan tindakan negatif seperti tawuran. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Meningkatnya proporsi adegan kekerasan dalam media massa khususnya media visual, menyebabkan timbulnya pengaruh negatif bagi orang yang melihatnya. Penayangan kekerasan yang begitu bebas akan mendorong munculnya perilaku agresi. Terlebih lagi perantingan tayangan yang buruk oleh berbagai media visual seperti televisi, komik, dan internet mengakibatkan remaja mengkonsumsi tayangan yang seharusnya belum boleh mereka nikmati. Adeganadegan kekerasan yang terlihat akan terekam oleh otak dan sesekali timbul keinginan untuk mempraktekkannya pada dunia nyata. Widiastuti (2002) menyatakan bahwa remaja yang memiliki intensitas menonton adegan kekerasan yang rendah mempunyai sikap negatif terhadap kekerasan; remaja yang tinggal di lingkungan yang mendukung terjadinya kekerasan cenderung berperilaku agresif; intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor personal, dan faktor situasional berpengaruh pada perilaku agresif remaja. Game merupakan salah satu media visual yang identik dengan remaja pada saat ini. Berbeda dengan bermain secara kelompok, bermain game tidak membutuhkan banyak teman, karena dapat dilakukan sendirian ataupun dengan teman di dunia maya (on-line). Dampak yang ditimbulkan dari bermain game antara lain timbulnya keinginan untuk terlibat dalam tindakan kekerasan, hubungan dengan lingkungan yang tidak harmonis, bahkan menurunnya kinerja atau prestasi dalam dunia pendidikan. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa karakteristik remaja dengan intensitas menonton televisi ataupun memainkan game dengan adegan kekerasan tinggi, sering membaca bacaan yang memiliki banyak adegan

5 9 kekerasan, akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang diperlihatkan dalam tawuran. 2.3 Perilaku Tawuran Di Kalangan Remaja Perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungannya sekitarnya. Menurut Sarwono (1989), perilaku agresi dikategorikan menjadi empat bentuk, yaitu: 1. Perilaku agresi yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain lain. 2. Perilaku agresi yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain lain. 3. Perilaku agresi yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas. 4. Perilaku agresi yang melawan status, seperti: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah. Sementara menurut Hurlock dalam Mariah (2007), perilaku agresi yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu: 1. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain. 2. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti: merampas, mencuri, dan mencopet. 3. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti: membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah. 4. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti: mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam. Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja adalah perilaku yang dapat membahayakan, menyakiti diri sendiri dan orang lain, dan bahkan menimbulkan korban fisik maupun materi yang tidak terkendali. Contoh perilaku agresi yang ditampilkan dalam peristiwa tawuran menurut Saad (2003) adalah:

6 10 1. Mengeluarkan kata-kata yang dapat mempermalukan/merugikan orang lain. 2. Menyebarkan berita buruk tentang orang lain yang bersifat merugikan. 3. Merusak barang barang milik orang lain. 4. Meminta bantuan teman untuk melukai orang lain. 5. Memukul atau melukai secara fisik orang yang mempermalukan mereka. 6. Meminta bantuan teman untuk merusak barang barang milik orang lain. Perilaku agresi yang ditampilkan dalam tawuran menurut Hartati (2005) dan Anggereini (2005) adalah: 1. Berkelahi/memukul/melukai secara fisik 2. Berkata-kata kasar 3. Merusak barang barang milik orang lain Berdasarkan definisi tawuran yang dilakukan secara massal, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang sering ditampilkan dalam tawuran pelajar adalah tindakan yang dilakukan secara berkelompok dengan tujuan membahayakan atau merusak dari segi fisik dan material, seperti: 1. Menggunakan bahasa untuk memprovokasi lawan (verbal) 2. Berkelahi (tindakan fisik) 3. Berkelahi dengan bantuan senjata (menggunakan alat bantu) 2.4 Kerangka Pemikiran Tawuran merupakan tidakan agresi yang dikategorikan sebagai bagian dari kenakalan remaja. Dengan demikian tawuran didefinisikan sebagai tindakan remaja yang dilakukan secara berkelompok atau massal dalam melanggar peraturan, dan diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung. Masyarakat cenderung mengartikan tawuran sebagai tindakan saling melempar batu atau benda lainnya, tetapi pada saat ini pengertian tawuran sudah meluas tidak hanya pada tindakan melempar batu tetapi tindakan-tindakan agresi lain yang dilakukan secara berkelompok yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik.

7 11 Karakteristik remaja yang terlibat tawuran diduga dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat tinggal, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan peer group dan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual. Karakteristik ini merupakan faktor berbeda yang dimiliki oleh setiap pelajar yang dapat menimbulkan kecenderungan untuk melakukan tindakan agresi. Sedangkan tradisi sekolah dan dendam akibat tawuran sebelumnya lebih merupakan faktor perilaku yang mempengaruhi kelompok remaja dalam melakukan tawuran. Kedua faktor pemicu tawuran antar pelajar ini baik karakteristik yang maupun perilaku tawuran yang ditampilkan, akan mengakibatkan pelajar memperlihatkan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam berbagai bentuk tindakan langsung yang diperlihatkan secara berkelompok (tawuran), seperti tindakan verbal, fisik maupun dengan bantuan alat. Pada akhirnya diharapkan kedua faktor ini dapat mengklasifikasikan pelajar yang terlibat tawuran ke dalam beberapa tipologi pelajar tawuran. Karakteristik Remaja: - Kondisi tempat tinggal - Kedekatan dengan orang tua - Hubungan dengan peer group - Tingkat keterdedaan kekerasan pada media visual Tipologi Pelajar Tawuran Bentuk Perilaku Tawuran: - Perilaku tawuran (penyebab, peran, tempat dan waktu tawuran) - Intensitas perilaku agresi (jenis dan frekuensi tindakan agresi) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja

8 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kondisi tempat tinggal yang buruk. 2. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan orang tua yang rendah. 3. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan peer group yang tinggi. 4. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki tingkat keterdedahan tinggi pada media visual yang bertema kekerasan. 5. Diduga remaja yang terlibat tawuran dapat dibedakan dalam beberapa tipologi berdasarkan perilaku tawuran yang ditampilkan. 2.6 Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja adalah: 1. Karakteristik pelajar tawuran adalah keadaan pelajar (laki-laki) yang terlibat aktif dalam peristiwa tawuran yang dilihat dari konteks sosial-ekonomi secara umum, seperti umur dan uang saku. a. Umur adalah tingkat usia responden yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran tahun (skor 1) tahun (skor 2) tahun (skor 3) tahun (skor 4) b. Uang saku adalah jumlah uang yang diterima responden setiap minggu untuk keperluan sehari-hari seperti makan dan transportasi. 1. Rp < (skor 1) 2. Rp s/d (skor 2)

9 13 3. Rp s/d (skor 3) 4. Rp (skor 4) 2. Lingkungan tempat tinggal adalah kondisi fisik dari tempat tinggal responden yang dilihat dari beberapa kategori seperti: kepemilikan ruang pribadi, fasilitas hiburan, dan keadaan cuaca. - Kepemilikan ruang pribadi adalah keadaan untuk melihat seberapa besar ruang gerak pribadi yang dimiliki responden berdasarkan status kamar tidur dan status tempat tinggal. a. Status kamar tidur sendiri (pribadi) adalah bentuk kepemilikan kamar tidur responden. 1. Tidak ada (skor 1) 2. Berbagi dengan saudara (skor 2 3. Kamar sendiri (skor 3) b. Status kondisi tempat tinggal adalah bentuk kepemilikan rumah yang ditempati oleh responden. 1. Menumpang tinggal pada saudara (skor 1) 2. Rumah sewa/kontrak (skor 2) 3. Rumah dinas (skor 3) 4. Rumah sendiri/pribadi (skor 4) - Fasilitas hiburan adalah sarana dan prasarana yang bersifat menghibur atau menghilangkan stress yang dimiliki responden seperti: televisi, radio, komputer/laptop, video game, alat musik, peralatan olah raga, dan CD/DVD player. c. Jumlah fasilitas hiburan adalah banyaknya sarana dan prasarana hiburan yang dimiliki oleh responden jenis (skor 1) 2. 4 s/d 5jenis (skor 2) 3. 6 jenis (skor 3)

10 14 - Kondisi rumah adalah penilaian mengenai kondisi cuaca di sekitar rumah responden mengenai tingkat: kebisingan, polusi udara, panas, kelembapan, dan intensitas cahaya. d. Pernyataan atau opini mengenai tingkat atau kondisi cuaca di sekitar lingkungan rumah responden dibagi dalam tiga kategori. 1. Tinggi (skor 1) 2. Sedang (skor 2) 3. Rendah (skor 3) 3. Kondisi hubungan dengan orang tua adalah keadaan hubungan yang dapat dilihat secara jelas antara responden dengan orang tuanya dilihat dari beberapa kategori seperti: keadaan umum keluarga, kedekatan dengan orang tua, dan pola interaksi. - Keadaan umum keluarga adalah kondisi mengenai keluarga responden meliputi status pernikahan, bentuk komunikasi, dan intensitas pertemuan. a. Status pernikahan adalah status resmi (hukum) mengenai hubungan pernikahan orang tua responden. 1. Bercerai (skor 1) 2. Pisah rumah (skor 2) 3. Janda/duda karena meninggal (skor 3) 4. Lengkap, satu kelompok (skor 4) b. Bentuk komunikasi adalah cara yang digunakan dalam interaksi rutin harian yang umumnya digunakan responden dengan orang tua mereka seperti SMS/ , surat menyurat, telepon, dan langsung. Nantinya pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam bentuk komunikasi yang dilakukan akan menambah skor dari masing-masing responden. c. Intensitas pertemuan adalan tingkat rutinitas pertemuan responden dengan orang tua mereka yang dihitung dalam skala waktu.

11 15 1. Tidak tentu (skor 1) 2. Beberapa kali dalam sebulan (skor 2) 3. Beberapa kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari (skor 4) - Kedekatan dengan orang tua adalah anggapan yang dirasakan responden mengenai seberapa dekat hubungan mereka dengan orang tua, meliputi: kedekatan hubungan dengan ayah dan ibu, serta orang terdekat dalam keluarga. d. Kedekatan hubungan adalah seberapa dekat hubungan responden dengan masing-masing ayah dan ibu mereka. 1. Tidak saling peduli (skor 1) 2. Musuh (skor 2) 3. Teman (skor 3) 4. Sahabat (skor 4) e. Orang terdekat dalam keluarga adalah individu yang dianggap responden sebagai orang yang sangan dekat dengan mereka dalam keluarga. 1. Ibu (skor 1) 2. Bapak (skor 2) 3. Saudara (skor 3) 4. Pembantu/supir (skor 4) - Pola interaksi adalah hal-hal rutin yang umumnya terjadi setiap hari antara responden dengan orang tua mereka mengenai apa saja topik pembicaraan dan intensitas yang mereka lakukan. dalam hal: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan orang tua seperti : pelajaran, pergaulan di sekolah, uang saku, masalah keluarga, masalah pribadi, dan berita umum di televisi. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor responden.

12 16 g. Intensitas yang di lakukan responden dengan orang tua seperti: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. Jawaban atas opini ini akan dibagi kedalam tiga kategori. 1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3) 4. Hubungan dengan Peer group adalah sifat hubungan antara responden dengan peer group (kelompok yang menjadi acuan dalam membangun karakter individu di luar orang tua responden) dilihat dari beberapa kategori seperti: kedekatan dengan peer group, pola hubungan, kepercayaan antara responden dengan peer group. - Kedekatan dengan Peer group adalah hubungan yang terjadi antara responden meliputi: keberadaan peer group, alasan kedekatan, dan arti peer group. a. Keberadaan peer group adalah ada atau tidaknya sosok panutan kelompok atau peer group. 1. Tidak ada (skor 1) 2. Ada, satu kelompok (skor 2) 3. Ada, lebih dari satu kelompok (skor 3) b. Alasan kedekatan adalah perihal yang menyebabkan kedekatan antara responden dengan peer group mereka seperti: seangkatan, kesamaan kelas, kesamaan daerah rumah, kesamaan hobi, dan sepaham dalam pikiran. c. Arti dari peer group seberapa dekat hubungan responden dengan peer group mereka. 1. Teman jalan (skor 1) 2. Teman nongkrong (skor 2) 3. Teman belajar (skor 3) 4. Teman curhat (skor 4)

13 17 - Pola hubungan adalah bentuk hubungan yang terjadi antara responden dengan peer group dilihat dari: intensitas pertemuan mingguan, intensitas pertemuan harian, dan topik pembicaraan yang dibicarakan. d. Intensitas pertemuan mingguan adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap minggu. 1. Tidak tentu (skor 1) kali dalam seminggu (skor 2) kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari dalam seminggu (skor 4) e. Intensitas pertemuan harian adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap hari. 1. < 2 jam (skor 1) 2. 2 s/d 4 jam (skor 2) 3. > 4 jam (skor 3) f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan peer group seperti : pelajaran, keluarga, berita umum ditelevisi, gossip seputar teman, hobi/minat, masalah pribadi dan sebagainya. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor dari masing-masing responden. - Kepercayaan antara responden dengan peer group adalah penilaian mengenai kedekatan yang dilihat dari jawaban mereka dari pernyataan mengenai: keberpihakan peer group saat responden dalam masalah, kepercayaan mengenai argument yang diberikan antara peer group dengan responden, peer group sebagai acuan pemecahan masalah responden, kesamaan pemahaman peer group dengan rersponden, bantuan yang diberikan antara peer group dengan responden saat terlibat dalam masalah.

14 18 g. Respon responden terhadap pernyataan yang diberikan terbagi dalam tiga kateori. 1. Selalu (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3) 5. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual adalah frekuensi melihat adegan kekerasan baik verbal maupun non verbal melalui media visual seperti surat kabar, televisi, komik, video game, film, dan internet. Kategori frekuensi melihan adegan kekerasan dibagi dalam tiga kategori. 1. Selalu (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3) 6. Penyebab terjadinya tawuran adalah utama yang menyebabkan responden terlibat dalam tawuran. Secara garis besar terbagi ke dalam dua alasan yaitu tradisi (kebiasaan tingkah laku yang terjadi dari generasi ke generasi dalam satu sekolah) dan dendam (rasa permusuhan yang tertanam akibat tawurantawuran yang sudah terjadi sebelumnya). 1. Rutinitas (skor 1) 2. Solidaritas kelompok/sekolah (skor 2) 3. Permasalah pribadi dengan sekolah lain (skor 3) 4. Kalah pada pertandingan olah raga (skor 4) 5. Permasalahan tawuran sebelumnya (skor 5) 7. Peran saat tawuran adalah tugas yang biasanya dimainkan atau dilakukan responden saat terjadi tawuran. 1. Tidak tentu (skor 1) 2. Medis (orang yang menjauhkan pelaku tawuran yang terluka dari lokasi tawuran) (skor 2)

15 19 3. Pendukung (hanya ikut berpartisipasi dalam tawuran, dengan aktivitas tindakan yang terbatas) (skor 3) 4. Provokator (orang yang mengeluarkan kata-kata kasar dan memancing tawuran tanpa melakukan tindakan fisik) (skor 4) 5. Tumbal (orang yang bertindak memancing lawan dengan tindakan agar menyerang dalam tawuran) (skor 5) 6. Pentolan (orang yang selalu berada pada baris depan saat tawuran/paling diakui) (skor 6) 8. Tempat dan waktu tawuran adalah lokasi tempat dimana tawuran biasanya terjadi tawuran, serta kapan waktu yang biasanya dipilih responden untuk melakukan tawuran. Tempat tawuran berupa lingkungan sekolah, lapangan, jalan, dan tidak tentu. Sementara waktu tawuran biasanya terjadi pada saat sebelum jam sekolah, setelah jam sekolah, dan hari libur. 9. Perilaku agresif adalah jenis-jenis aktifitas agresi yang ditampilkan oleh responden saat terlibat dalam tawuran, yang dibedakan sebagai berikut: memprovokasi lawan, berkata kotor, berteriak-teriak, memukul, melempar batu, melukai lawan, merusak benda yang ada, menggunakan senjata tajam, menggunakan botol minum, memberikan perintah, menculik lawan/sandera, mengeroyok lawan, dan membantu teman yang terluka/dikeroyok. Masingmasin aktifitas dinilai berdasarkan tingkat keseringan responden melakukannya. 1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3) 10. Intensitas perilaku agresi adalah tingkat keseringan responden melakukan tindakan atau perilaku agresi yang diperoleh dari selisih nilai tertinggi dan terendah dari seluruh responden (poin 9 perilaku agresi) akan dibagi tiga

16 20 sehingga dapat diketahui selang kelas yang dihasilkan, kemudian responden akan dibedakan kedalam tiga kategori tingkatan agresi. 1. Tingkat agresi rendah, 16 s/d 21(skor 1) 2. Tingkat agresi sedang, 22 s/d 27 (skor 2) 3. Tingkat agresi tinggi, 28 s/d 33 (skor 3) 11. Tipologi pelajar tawuran diperoleh dari skor peran saat tawuran (poin 7 pada halaman 18) dengan skor dari intensitas perilaku agresi (poin 10 pada halaman 19). Hasil penjumlahan skor dari masing-masing responden akan dikelompokkan kedalam tiga tipologi. 1. Tipologi rendah (pengikut) pada skor 2 s/d 4 2. Tipologi sedang (pasukan) pada skor 5 s/d 7 3. Tipologi tinggi (pemimpin) pada skor 8 s/d 9

BAB VI PERILAKU TAWURAN

BAB VI PERILAKU TAWURAN BAB VI PERILAKU TAWURAN. Penyebab Terjadinya Tawuran Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa alasan utama pelajar terlibat dalam tawuran merupakan solidaritas kelompok (, persen) diikuti rutinitas (, persen).

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN

BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN 31 BAB V KARAKTERISTIK REMAJA YANG TERLIBAT TAWURAN 5.1 Gambaran Umum Responden Responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pelajar laki-laki pada SMA 6 dan SMA 70 (Gambar 5) yang pernah terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi masyarakat, terutama yang dilakukan oleh remaja dengan persentase kasus kenakalan remaja meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Di antara berbagai media

BAB I PENDAHULUAN. sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Di antara berbagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media komunikasi massa di waktu ini, dengan dukungan berbagai peralatan yang semakin canggih, berkembang dengan pesat untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto

Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk Nama Fakultas Jurusan Universitas Dosen Pembimbing : Andri Sudjiyanto : Psikologi : Psikologi : Universitas Gunadarma : Dr Eko Djuniarto,MPsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI

RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Disusun oleh : NETRALIYANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali & Asrori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan kekerasan atau agresivitas menjadi isu yang terus berkembang di masyarakat sehingga hampir setiap hari pemberitaan mengenai berbagai tindakan kekerasan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai harapan bangsa, negara dan agama senantiasa menarik perhatian banyak pihak, baik oleh orang tua, pendidik, pemerintah maupun anggota masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketika menjalani rutinitas tersebut, manusia memiliki titik jenuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia

Lebih terperinci

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU MEMBUNUH (Study Kasus pada Seorang Pelaku Pembunuhan)

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU MEMBUNUH (Study Kasus pada Seorang Pelaku Pembunuhan) 0 DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU MEMBUNUH (Study Kasus pada Seorang Pelaku Pembunuhan) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Guna Memenuhi Persyaratan Sebagian Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Mach (2004) mengungkapkan bahwa kasus gangguan perilaku eksternal lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu bahwa prosedur pengumpulan data yang di tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diberitakan di media cetak atau elektronik tentang perilaku agresivitas yang dilakukan oleh remaja. Masa remaja merupakan masa di mana seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang 1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup dengan baik tanpa berhubungan dengan orang lain, karena hampir setiap hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswanto (2007) menjelaskan bahwa agresi merupakan salah satu koping tindakan langsung. Koping dalam tindakan langsung merupakan usaha tingkah laku yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga media-media lainnya, yaitu video game, internet, dan film bioskop. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. juga media-media lainnya, yaitu video game, internet, dan film bioskop. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam lingkungan sosial masyarakat modern saat ini adalan media massa (Milla, 2006). Salah satu jenis media massa yang diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini hampir terjadi dimana-mana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini hampir terjadi dimana-mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini hampir terjadi dimana-mana adalah aksi kekerasan sebagai bentuk dari agresivitas yang dilakukan individual maupun massal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia mengalami masa remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa peralihan

Lebih terperinci

FAJAR DWI ATMOKO F

FAJAR DWI ATMOKO F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUENSI PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah menghasilkan generasi bangsa yang baik. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan suatu pendidikan yang baik (Haryanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Religiusitas merupakan salah satu faktor utama dalam hidup dan kehidupan. Religiusitas yang tinggi ditandai dengan adanya keyakinan akan adanya Tuhan yang dimanivestasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan, dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku, dan peran yang diharapkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain.

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi menuju kedewasaan, yang ditandai oleh perubahan besar di antaranya perubahan fisik, psikologis, serta pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan salah satu olah raga yang banyak digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai orangtua. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencarian jati diri untuk melakukan hal hal yang baru. dapat memberikan hal hal baru untuk memecahkan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. pencarian jati diri untuk melakukan hal hal yang baru. dapat memberikan hal hal baru untuk memecahkan masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa kanak kanak dan masa dewasa awal, dimana terjadinya perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian SMP Mardi Rahayu Ungaran terletak di jalan Diponegoro No. 741, Ungaran, Kabupaten Semarang. Subjek dalam penelitian ada 134 siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena memprihatinkan yang terjadi pada bangsa ini adalah meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Komnas Perlindungan Anak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usia contoh berkisar antara 14 sampai 18 tahun dan dikategorikan ke dalam kelompok remaja awal (14 sampai 16 tahun) dan remaja akhir (17 sampai 18 tahun). Dari jenis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa Jadi masa remaja disebut masa bertumbuh dan berkembang, baik bidang

Lebih terperinci

ANGKET PENELITIAN. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Kelas : 3. Jenis Kelamin : 4. Alamat :

ANGKET PENELITIAN. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Kelas : 3. Jenis Kelamin : 4. Alamat : 1 ANGKET PENELITIAN Nama : Deri Ciciria NPM : 0913032006 Judul : Faktor-faktor Pencegahan Tindakan Tawuran Antar Pelajar di SMK 2 Mei Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 I. Identitas Responden 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA

2015 PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa. Mereka relatif belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waktu Menonton Televisi Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus yang kelak menjadi seorang pemimpin bangsa sehingga diharapkan dapat membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Sedangkan untuk membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku agresif seringkali diperbincangkan oleh masyarakat karena hal tersebut memicu kekhawatiran masyarakat sekitar, terutama di kalangan pelajar SMK. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara anak-anak menuju orang dewasa sehingga banyak terjadi perubahan yang mencirikan sebagai anak remaja, diantaranya: Mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin manuasia mencapai kematangan. Pada masa remaja, perubahan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. kelamin manuasia mencapai kematangan. Pada masa remaja, perubahan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat-alat kelamin manuasia mencapai kematangan. Pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis,

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu Kenakalan Remaja 1 Definisi Kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres No. 6/1977

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku

BAB I PENDAHULUAN. budaya di negara kita sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Menurut Kartini Kartono (2010: 21) pada umumnya bentuk perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman dari tahun ke tahun tidak membuat kuantitas dan kualitas masalah kenakalan remaja menurun. Hal ini sepertinya sudah menjadi budaya di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja

Lebih terperinci

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK Oleh : Lukman Aryo Wibowo, S.Pd.I. 1 Siapa yang tidak kenal dengan televisi atau TV? Hampir semua orang kenal dengan televisi, bahkan mungkin bisa dibilang akrab

Lebih terperinci

Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel

Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel PERKEMBANGAN AGRESI Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak melakukan agresi baik secara verbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci