BAB IV JUGUN IANFU, EKSPLOITASI PEREMPUAN PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV JUGUN IANFU, EKSPLOITASI PEREMPUAN PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA ( )"

Transkripsi

1 BAB IV JUGUN IANFU, EKSPLOITASI PEREMPUAN PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA ( ) Pada bab ini akan dikaji mengenai jugun ianfu pada masa pendudukan Jepang di Indonesia ( ). Pada bagian pertama menjelaskan mengenai kondisi sosial-ekonomi penduduk Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Kemudian pada bagian kedua mengenai jugun ianfu di Indonesia. Pada bagian ketiga mengenai nasib jugun ianfu setelah berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia. Pada bagian terakhir tentang pandangan gender terhadap jugun ianfu. A. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang Pada tanggal 1 Maret 1942, bala tentara Jepang mendarat di pulau Jawa dibawah pimpinan Vince Admiral Takahasi berhasil mendarat di tiga tempat secara bersamaan, yaitu di Teluk Banten, di Eretan (Jawa Barat), dan di Kragen (Jawa Tengah). Jepang dapat dengan mudah menduduki wilayah tersebut di atas tanpa adanya perlawanan yang berarti dari Belanda. Melalui perundingan antara Belanda dan Jepang di Kalijati, Subang pada tanggal 8 Maret Isi dari perundingan tersebut Jepang mengajukan agar Belanda menyerah tanpa syarat atau akan lebih banyak lagi korban berjatuhan. Karena pada saat itu penduduk Belanda banyak yang melarikan diri ke Bandung. Ancaman akan membumi 45

2 hanguskan kota Bandung, maka Belanda menuruti keinginan Jepang untuk menyerah tanpa syarat. Bagi masyarakat Indonesia, menyerahnya Belanda kepada Jepang merupakan suatu kegembiraan. Masyarakat Indonesia merasa sudah terbebas dari penjajahan bangsa Belanda yang sudah dialami sejak lama. Dengan demikian masyarakat menganggap Jepang sebagai pembebas mereka (Adams, 1966: 210). Kedatangan Jepang ini dianggap sebagai pahlawan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat menyambut dengan baik kedatangan Jepang di Indonesia. Masyarakat menaruh harapan bahwa Jepang akan membawa perubahan untuk kehidupan yang lebih baik. Jepang sendiri datang dengan anggapan bahwa mereka adalah saudara tua, yang datang untuk menyelamatkan masyarakat pribumi dari penindasan yang dilakukan oleh Belanda. Pada awal kedatangannya, Jepang dengan cepat melakukan perubahan-perubahan di Indonesia. Di antaranya mengizinkan bendera merah putih dibiarkan berkibar, diperbolehkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional serta perlakuan yang sama antara kaum priyayi dan pribumi dalam pendidikan dan lain-lainnya. Hal tersebut berbeda dengan apa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda. Tentang pendidikan dijelaskan Hartono dan Juliantoro (1997: 35) dalam bukunya : Di masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan secara mendasar mengalami perubahan, terutama pada dua hal. Di satu segi terjadi perubahan orientasi dari elitis ke massal. Di bawah penjajahan Belanda, pendidikan dipisahkan antara jalur bagi kalangan elit (anak-anak Belanda dan anak dari elit pribumi) dan jalur masyarakat luas. 46

3 Sistem pendidikan secara mendasar mengalami perubahan. Pendidikan yang pada awalnya dinikmati oleh kalangan tertentu, beralih pada masa pendudukan Jepang. Semua lapisan masyarakat pun bisa menikmati pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan tersebut membuat bangsa Indonesia sangat berterimakasih kepada Jepang. Sikap Jepang ini memberikan dampak yang positif bagi masyarakat Indonesia. Walaupun apa yang dilakukan Jepang sebenarnya adalah untuk mendapatkan dukungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat Indonesia. Pada tujuan akhirnya masyarakat akan dipaksa untuk bekerja keras membantu Jepang meneruskan ambisinya mendirikan Asia Timur Raya. Untuk memudahkan dalam memperoleh dukungan dari masyarakat Indonesia, pada saat itu Jepang memerlukan tokoh-tokoh sentral di Indonesia. Salah satunya adalah Soekarno, beliau merupakan tokoh nasionalis yang dikenal oleh masyarakat luas. Setelah Jepang sampai di Sumatra, Belanda memutuskan untuk memindahkan Soekarno dari Bengkulu ke Padang, Sumatra Barat agar Soekarno tidak dapat bertemu dengan Jepang. Dikhawatirkan Jepang akan menggunakan Soekarno sebagai alat untuk melawan Belanda. Walaupun pada akhirnya Jepang bertemu dengan Soekarno. Panglima Tentara ke-25 Angkatan Darat Jepang yang diwakili oleh Kolonel Fujiyama memanggil Soekarno untuk melakukan perundingan. Secara garis besar Jepang meminta kepada Soekarno untuk menjadi penghubung dengan masyarakat Indonesia. Tujuannya adalah memobilisasi masyarakat untuk bekerja mengolah lahan pertanian, perkebunan 47

4 dan pertambangan yang sesuai dengan keinginan Jepang dan seluruh kegiatan yang bermanfaat bagi Jepang, Pendekatan yang dilakukan oleh Jepang adalah dengan memberi janji bahwa kedatangan Jepang adalah untuk membantu mencapai Indonesia merdeka (Irsan, 2005: 140). Hal ini membuat Soekarno berusaha untuk percaya dan mulai menggalakkan masyarakat membantu Jepang. Secara tidak langsung sebenarnya masyarakat Indonesia sudah dikorbankan. Dengan dalih upaya mencapai kemerdekaan Indonesia. Ada dua cara yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam menanggapi sikap Jepang. Pertama, adalah dengan jalan kooperatif (bekerja sama) seperti yang dilakukan oleh Soekarno dan Hatta. Kedua, non-kooperatif (tidak bekerja sama, biasanya dengan melakukan gerakan bawah tanah untuk menentang Jepang) yang dilakukan oleh Amir Syarifudin dan Sutan Syahrir. Meski berbeda cara yang dilakukan oleh dua gerakan tersebut, pada dasarnya tujuan mereka sama yaitu untuk mencapai Indonesia merdeka. Kedua pihak berbeda pendapat tentang bagaimana prosesnya. Dengan jalan bekerja sama atau tidak bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Gerakan non-kooperatif hanya tidak setuju untuk bekerja sama dengan Jepang karena kemerdekaan itu harus didapatkan sendiri bukan dengan jalan meminta kepada negara lain. Hal tersebut dipahami bahwa mereka kurang percaya terhadap pihak Jepang yang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Terhadap golongan kooperatif Jepang memberikan sikap yang baik dan memberi kemudahan dalam berbagai hal. Sedangkan terhadap golongan yang 48

5 non-kooperatif Jepang memberikan sikap dengan kekerasan dan intimidasi. Perbedaan sikap ini disebabkan karena golongan non-kooperatif berusaha mengaganggu stabilitas di wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu pemerintah Jepang lebih bertindak keras terhadap gerakan bawah tanah ini. Awalnya, Jepang memberlakukan beberapa program untuk mengajak masyarakat agar mau bekerja sama. Dibentuklah perhimpunan dengan nama Gerakan Tiga A dan Poetera. Gerakan Tiga A ini adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin Asia. Gerakan Tiga A ini bertujuan sebagai media propaganda bagi masyarakat agar dapat membantu Jepang. Sedangkan Poetera merupakan salah satu bentuk lain yang memiliki kesamaan visi dengan Gerakan Tiga A. Tujuan dari Poetera ini menurut Soekarno adalah untuk membangun dan menghidupkan segala apa yang dirobohkan oleh imperialisme Belanda (Pusponegoro dan Notosusanto, 1993: 19). Bagi Jepang tujuannya adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya di Asia-Pasifik. Jepang juga membentuk beberapa organisasi semi militer seperti Seinendan (barisan pemuda) dan Fujinkai (himpunan wanita). Seinendan dibentuk pada tanggal 9 Maret 1943 dan Fujinkai dibentuk pada agustus Tujuan dari Seinendan adalah untuk mendidik dan melatih para anggotanya yang rata-rata berusia tahun untuk dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Begitu pula dengan Fujinkai yang memiliki tujuan sama. Perbedaannya, organisasi ini bagi perempuan yang berusia 15 tahun ke atas. Meskipun demikian 49

6 pada akhirnya setiap organisasi-organisasi ini dilakukan untuk membantu Jepang selama Perang berlangsung. Sedangkan yang bersifat militer adalah Barisan Pelopor, Heiho dan Peta. Barisan Pelopor dibentuk Agustus 1944, Heiho dibentuk pada 2 September 1942 dan Peta dibentuk pada 3 Oktober Organisasi tersebut mempunyai peran yang hampir sama yaitu sebagai pelindung negaranya terhadap gangguan asing serta sebagai tentara bantuan bagi militer Jepang. Hal ini juga dimanfaatkan para pemimpin Indonesia untuk menjadikan organisasi-organisasi buatan Jepang tersebut sebagai tentara Indonesia, dalam upayanya mencapai kemerdekaan. Ketika upaya awalnya tercapai, Jepang mulai menggerakkan masyarakat untuk bekerja keras bagi pemenuhan logistik Jepang selama berada di Indonesia. Jepang sangat membutuhkan logistik sebagai usaha pemenuhan kebutuhan sendiri selama perang berlangsung. Isnaeni dan Apid (2008: 33) menjelaskan bahwa Jepang juga menerapkan sistem autarki; daerah harus memenuhi kebutuhannya sendiri dan kebutuhan perang. Oleh karena itu, Jepang melakukan pengerahan massa untuk mengolah sumber daya yang ada di Indonesia. Seperti di pertanian, perkebunan, pertambangan hingga kepada kegiatan industri. Jepang bukan hanya memanfaatkan sumber daya alamnya saja, tetapi sumber daya manusianya pun dipergunakan untuk kepentingan perangnya. Indonesia dijadikan sebagai masyarakat pekerja selama pendudukan Jepang berlangsung. Masyarakat Indonesia pada awalnya bekerja secara sukarela, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk balas budi kepada Jepang. Namun tak berlangsung lama para pekerja ini pada akhirnya dieksploitasi tenaganya demi 50

7 kepentingan Jepang. Sedangkan pengertian Eksploitasi sendiri adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial (Aristaamora, 2008: Para pekerja kasar tersebut biasanya disebut dengan istilah Romusha. Romusha adalah sebuah kata Jepang yang bermakna semacam serdadu kerja (Jong, 1987: 60) sedangkan menurut Kurasawa (1993: 123) Romusha secara harfiah diartikan sebagai seorang pekerja yang melakukan pekerjaan sebagai buruh kasar. Sehingga pengertian Romusha adalah buruh atau pekerja kasar yang dipekerjakan secara paksa pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Setiap laki-laki yang berusia kurang dari 30 tahun diberangkatkan untuk dikirim ke berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Mobilisasi para buruh pekerja ini dalam jumlah yang cukup besar, hingga mencapai ke berbagai wilayah. Pada awalnya tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan lokasinya tidak begitu jauh dari tempat tinggal. Tetapi pada akhirnya berubah menjadi paksaan. Romusha diperlakukan secara kasar dan tidak dijamin baik sandang pangannya serta kesehatannya. Sehingga ini menyebabkan banyak terjadinya busung lapar yang berujung pada kematian. 51

8 Menjelang tahun 1943, pengambilan dan penempatan Romusha oleh Angkatan Perang dilakukan dengan serius. Ada tiga alasan mengapa itu dilakukan, pertama kondisi perang yang semakin buruk bagi Jepang. Kedua, adanya tuntutan memenuhi kebutuhan sendiri (autarki) bagi setiap angkatan perang di daerah pendudukan. Ketiga, adanya motivasi ekonomi yang disertakan oleh penguasa Angkatan Perang dalam setiap pengerahan Romusha ke luar Pulau Jawa. Hal ini menjadi ketakutan tersendiri bagi masyarakat, mereka enggan untuk menjadi Romusha dan memilih untuk bersembunyi dan meninggalkan desanya. Keadaan ini berdampak pada menurunnya produksi pertanian yang sedang digalakkan oleh Jepang. Dampak lainnya adalah kelaparan yang melanda wilayahwilayah di Indonesia, terutama di wilayah pedesaannya. Ketika Jepang menduduki Jawa, salah satu tujuannya untuk mendapatkan sumber-sumber pangan yang sangat penting bagi kehidupan mereka selama perang berlangsung. Sebelumnya, sebagian besar tanah Jawa digunakan Belanda untuk menanam kebutuhan bagi perdagangan mereka di Eropa. Seperti gula, tembakau, kopi, teh dan karet. Pada masa pendudukan Jepang, yang semula perkebunan diganti menjadi ke pertanian. Perkebunan seperti kopi, teh, dan tembakau masih tetap dibutuhkan, karena berfungsi sebagai barang kenikmatan. Pada akhirnya perkebunan-perkebunan tersebut diganti dengan tanaman bahan pangan dan tanaman jarak untuk pelumas (Pusponegoro dan Notosusanto, 1993: 42). Sehingga masyarakat dipekerjakan oleh pemerintah Jepang untuk mengolah lahan pertanian. Sebagai contoh seperti yang di daerah Indramayu. Pemerintah mendorong masyarakat untuk bercocok tanam tanaman padi. Karena Jepang 52

9 sangat membutuhkan beras sebagai logistiknya selama perang berlangsung. Walau demikian, hasil dari perkebunan lain pun masih sangat dibutuhkan untuk keperluan industri. Seperti pakaian, obat-obatan dan amunisi menjadi sangat penting selama perang berlangsung.. Langkah awal yang dilakukan Jepang adalah dengan memperbolehkan pemasaran bebas dengan memberlakukan pengawasan harga seperti pada masa penjajahan Belanda. Para petani masih dapat menyalurkan hasil mereka, dan orang Jepang membeli beras yang dibutuhkan melalui Rijst Verkoop Centraal (Pusat Pembelian Beras). Secara perlahan Jepang mulai memberlakukan beberapa kebijakan politik berasnya. Pada buku yang ditulis oleh Nagazumi (1988: 87) terdapat dasar-dasar politik beras Jepang yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Padi berada di bawah pengawasan negara, dan hanya pemerintah yang diizinkan melakukan seluruh proses pungutan dan penyaluran padi. 2. Para petani harus menjual hasil produksi mereka kepada pemerintah sebanyak kuota yang ditentukan dengan harga yang ditetapkan. 3. Harga gabah dan beras ditetapkan oleh pemerintah. Dari kebijakan di atas, penerapan harga dan pengawasan yang dilakukan pemerintah Jepang terhadap padi dilakukan untuk memaksimalkan hasil panen di Indramayu. Tujuannya adalah untuk mengatur persediaan dan peredaran beras ke seluruh wilayah yang diduduki oleh Jepang. Suganda (2009: 49) menjelaskan untuk lebih memudahkan pemerintah dalam mengatur kegiatan penyaluran beras maka dibentuklah Shokuryo Kanri Zimusyo (SKZ, Kantor Pengelolaan Pangan). Tugasnya adalah mengontrol dan menguasai seluruh proses pembelian dan 53

10 penyaluran padi di bawah monopoli negara, serta menentukan jumlah padi yang akan dibeli pemerintah. Hasil panen di Jawa ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di Jawa saja, tetapi untuk dikirim ke berbagai wilayah di luar Jawa hingga ke Asia Tenggara dan Pasifik. Oleh karena itu, Jawa merupakan wilayah penting bagi Jepang untuk memenuhi kebutuhan logistiknya selama perang. Dari kebijakan tersebut masyarakat semakin terbebani oleh pajak yang tinggi. Para petani diperintahkan untuk menyerahkan kuota per hektar yang luar biasa tingginya (Jong, 1987: 90). Belum lagi tindakan dari pejabat daerah yang sebelumnya sudah meningkatkan kuota tersebut. Tujuan ditingkatkannya kuota tersebut adalah untuk menghindari kekurangan dari target yang diterapkan oleh pemerintah Jepang. Sehingga pemerintah setempat selalu dapat untuk memenuhi kuota yang diterapkan oleh Jepang. Selain itu pula pemerintah setempat ingin mendapatkan keuntungan dari hasil panen petani tersebut. Maka semakin berat saja beban yang diderita oleh petani selama pendudukan Jepang. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Jepang tersebut telah menekan kehidupan ekonomi petani. Sehingga terjadi kelaparan dimana-mana akibat dari beban pajak tersebut. Dampak dari kelaparan lebih terasa bagi mereka yang berada di pedesaan. Terjadi busung lapar karena pasokan beras nyaris tidak ada. Beras hasil panen banyak didistribusikan ke kota. Mereka tidak memiliki apa pun untuk dikonsumsi, harga semakin naik, nilai mata uang pun semakin tak berarti akibat inflasi yang tinggi. Sehingga tingkat kematian semakin meningkat dari waktu ke waktu tanpa ada tindakan yang signifikan dari pemerintah Jepang. Sebagai akibatnya terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh petani terhadap pemerintah Jepang. 54

11 Selama pendudukan Jepang berlangsung, kebutuhan akan bahan pangan sangat berpengaruh baik itu bagi masyarakat Indonesia atau pun bagi Jepang. Pentingnya beras ini akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat, karena beras merupakan konsumsi utama tak hanya bagi Jepang tetapi juga bagi petani. Bagi masyarakat pribumi, apabila belum makan nasi sama halnya dengan belum makan. Hal ini menyebabkan masyarakat pribumi bergantung kepada hasil panen. Mereka bekerja sangat keras untuk memenuhi keinginan Jepang, hingga harus mengorbankan semua yang dimiliki. Jepang kemudian secara paksa mengambil dan menguras tanpa menyisakan sedikit pun bagi mereka. Korban pun berjatuhan, banyak diantara mereka yang mati akibat kelaparan. Gambaran di atas menunjukan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Masyarakat menjadi korban keberingasan oleh sistem buatan Jepang. Masyarakat diperas tenaganya hingga dibiarkan mati karena kelaparan dan kelelahan. Sikap Jepang seolah tak peduli, mereka hanya memikirkan bagaimana memanfaatkan semua yang ada di Indonesia untuk kepentingan perang. Potensi sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia dikuras habis oleh Jepang. Tidak hanya sumber daya alamnya tetapi sumber daya manusianya pun di eksploitasi. Hartono dan Juliantoro (1981: 31) menjelaskan bahwa : Dalam hal ini, Jepang tidak sekedar menjadikan tanah Nusantara ini sebagai salah satu basis sumber daya, baik makanan maupun bahan baku untuk keperluan perang Pasifik, tetapi juga menjadikannya sebagai salah satu sumber daya manusia. Suasana perang di bawah pemerintahan militer, telah menjadikan wilayah jajahan Jepang laksana kamp-kamp konsentrasi, di mana sebagian besar rakyat dikerahkan dan diperas tenaganya untuk mendukung kekuatan tentara Jepang. 55

12 Keadaan tersebut menjelaskan bahwa Jepang bukan sekedar memberikan teror dan ketakutan bagi masyarakat Indonesia. Tetapi Jepang juga mengeksploitasi masyarakat Indonesia demi kepentingannya selama perang. Sehingga banyak masyarakat Indonesia menjadi korbannya akibat kekejaman Jepang. Kebutuhan Jepang terhadap beras berdampak dengan ditingkatkannya mobilisasi masyarakat ke sektor pertanian. Penyerahan padi dari masyarakat secara paksa, belum lagi pajak dari pejabat setempat yang ingin mengambil keuntungan sendiri. Sehingga memberatkan masyarakat yang sudah kepayahan akibat sistem yang mereka bentuk. Dampak yang terasa dalam masyarakat adalah kemiskinan, kelaparan hingga pada kematian. Eksploitasi ini juga tidak hanya menimpa kepada kaum laki-laki, tetapi berdampak juga kepada para perempuan pribumi di Indonesia. banyak yang di antara mereka yang dijadikan perempuan penghibur oleh Jepang. Kehidupan mereka sama menderitanya dengan Romusha, karena mereka dilecehkan secara fisik dan psikis. Untuk lebih detailnya mengenai eksploitasi perempuan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, akan dibahas pada bagian berikutnya. B. Jugun Ianfu di Indonesia Sebelum membahas mengenai jugun ianfu terdapat penjelasan mengenai sosial-budaya masyarakat Jepang. Pada masa Shogun, masyarakat Jepang beranggapan bahwa perempuan itu hanya sebagai pelengkap dalam hidup kaum laki-laki. Perempuan hanya dianggap sebagai benda, karena dalam kesehariannya 56

13 mereka hanya berada di dalam rumah menunggu kehadiran suaminya. Selama hidupnya hanya didedikasikan untuk melayani suami beserta keluarganya. Sehingga kehidupan perempuan di Jepang merasa dikekang oleh laki-laki. Hal inilah yang memicu laki-laki di Jepang kurang bisa menghormati perempuan. Laki-laki bisa dengan seenaknya mencari perempuan lain untuk dijadikan simpanan, tanpa ada penolakan dari istrinya. Sebagai contoh, laki-laki bisa dengan bebas bersama seorang Geisha atau pun dengan Karayuki-san untuk dijadikan perempuan simpanannya. Pengertian dari Geisha adalah seniwati profesional yang bertugas menghibur tamu yang berkunjung ke tempat dimana ia bekerja. Menghibur bukan berarti memberikan hiburan tapi menunjukkan berbagai kesenian tradisional Jepang dan bercengkerama dengan tamu tersebut (Deltapapa, 2008: Walaupun demikian, Geisha dipandang negatif selama Perang Dunia ke-ii, karena masyarakat umum sering menganggap bahwa Geisha sama pelacur. Sedangkan pengertian dari Karayuki-san adalah sebutan bagi perempuan Jepang yang menjadi pelacur di luar negeri, termasuk di Indonesia, sejak zaman Meiji ( ) sampai menjelang Perang Dunia ke II (Pangastoeti, 2007: ). Sehingga berbeda pengertian antara Geisha dengan Karayuki, tetapi dalam tugas mereka melakukan hal yang sama yaitu memberikan hiburan kepada lakilaki. Dari penjelasan di atas, kedudukan perempuan di Jepang sebelum zaman modern begitu direndahkan, disisihkan dan berfungsi sebagai second sex. Berbeda 57

14 dengan masa sekarang dimana perempuan Jepang lebih dihargai dan memperoleh posisi yang sama dengan laki-laki. Sebenarnya kehidupan perempuan Jepang juga tidak adanya bedanya dengan perempuan yang ada di Jawa. Mereka selalu dalam bayangan laki-laki. Selain karena sudah menjadi turun-temurun oleh adanya konsep kekuasaan dan sistem patriarkhat. Hersri (Hartono dan Juliantoro, 1997: 64) menjelaskan dalam bukunya : Maka, di bawah sistem patriarkhat yang terpadu dengan sistem kekuasaan feodal, dimantapkanlah kedudukan kaum perempuan dari sudut politikekonomi-sosial sebagai objek (benda) milik kaum laki-laki, yang dipertegas dengan lembaga hukum dan (atau) adat bangsa. Hal ini disebabkan sifat perempuan yang lemah lembut dan selalu penuh dengan kasih sayang. Sedangkan laki-laki selalu berurusan dengan kekuasaan dan kekerasan. Dampaknya perempuan selalu mendapat perlakuan yang tidak adil, berbeda dengan laki-laki yang selalu mendapatkan tempat pertama dalam berbagai hal. Dalam pandangan gender, perlakuan tidak adil terhadap perempuan disebut dengan ketidakadilan gender. Karena kaum perempuan tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan kaum laki-laki. Contohnya di Indonesia, adat istiadat Jawa melarang perempuan dilarang untuk keluar rumah dan kehidupannya diatur oleh keluarga. Berbeda dengan laki-laki yang bisa bebas bermain atau pun melakukan kegiatan di luar rumah. Oleh karena itu, perbedaan gender ini bisa menyebabkan terjadinya ketidakadilan gender bagi perempuan. Memasuki masa perang posisi perempuan banyak dipergunakan sebagai alat hiburan semata. Sehingga Karayuki-san didatangkan untuk memenuhi kebutuhan seksual para tentara Jepang di medan pertempuran. Selama perang 58

15 berlangsung, pasukan Jepang dianggap sebagai salah satu tentara yang menakutkan dan terkenal sadis. Mereka dibentuk sejak dini dengan sistem militer. Dimulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Bahwa watak kekerasan yang ditampilkan Jepang di daerah-daerah pendudukannya berkaitan dengan ciri khas suatu pemerintahan militer (Hartono dan Juliantoro, 1997: 26). Ketika mereka menguasai Cina contohnya, tentara Jepang banyak melakukan kekerasan baik secara fisik maupun psikis terhadap penduduk pribumi Cina. Perlakuan tidak wajar yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap perempuan-perempuan Cina di Nanking tanpa pandang bulu dalam buku Chang (2009: 108) dijelaskan: Tentara Jepang melakukan pelecehan seksual terhadap wanita-wanita Nanking dari pelbagai kelas: istri-istri peternak, kaum pelajar, para guru, wanita-wanita karier, para buruh bahkan biarawati Budha pun di antaranya dilecehkan tubuhnya secara berkelompok hingga tewas. Tidak perduli tua atau muda, anak-anak kecil sampai dewasa mengalami kekerasan seksual. Tentara Jepang mencari perempuan-perempuan tersebut dari rumah ke rumah. Kemudian dilakukan secara berkelompok dan bergiliran. Dari kutipan di atas, tentara Jepang melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan Nanking di Cina. Tentara Jepang melakukan hal tersebut dengan alasan bahwa mereka sedang melakukan penguasaan terhadap Nanking. Selama perang berlangsung tindakan kekerasan seksual, menganiaya hingga membunuh penduduk pribumi itu dinilai sebagai sebuah teror. Keadaan tersebut sebenarnya untuk menunjukkan bahwa mereka sedang melakukan penguasaan terhadap suatu wilayah tertentu. Victory Deasease menjadi penyakit yang menyerang tentara Jepang selama pendudukannya di Korea dan Cina. Victory Deasease adalah penyakit mental yang didapatkan oleh pemenang perang, yang beranggapan bahwa bangsa lain lebih rendah. Sehingga mereka bisa memperlakukan mereka 59

16 lebih buruk daripada binatang. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Jepang senang membunuh dan menganiaya perempuan di daerah yang berhasil didudukinya. Selain itu tentara Jepang beranggapan bahwa terdapat hubungan antara perang dengan seks. George Hicks (1994: 32-33) menjelaskan bahwa : They included the belief that sex before going into battle worked as a charm against injury. Amulets could be made with the pubic hair of comfort women, or from something belonging to them. Sexual deprivation was believed to make one accident-prone. Sex also acted to relieve combat stress and, particularly in the Japanese case, the savage discipline endured by the troops. Terjemahan Mereka (tentara Jepang) meyakini bahwa seks sebelum masuk ke pertemuran bekerja layaknya sebuah obat terhadap luka. Jimat bisa dibuat dari bagian tubuh jugun ianfu atau sesuatu lainnya dari bagian tubuh mereka. Perampasan seksual diyakini dapat membuat terhindar dari kecelakaan. Seks juga bertindak untuk meringankan stres dan dalam kasus Jepang, tindakan indisipliner yang alami oleh tentara Jepang. Sehingga tentara Jepang memandang bahwa seks dengan perang menjadi suatu yang penting untuk disandingkan. Tentara Jepang sering menjadikan salah satu bagian tubuh korban perempuannya sebagai jimat yang akan memberikan pengaruh bagi mereka selama pertempuran berlangsung. Dengan demikian bisa memberikan dampak positif bagi psikologis para tentaranya. Lebih lanjut Hicks (1994: 33) menjelaskan bahwa : Some source indicate that practice of visiting comfort women was ritualised by the Japanese, especially before a unit was to leave for the front. The common rationale was that men without previous sexual experience should have intercouse at least once before death. Terjemahan Salah satu sumber menunjukkan bahwa praktek mengunjungi jugun ianfu sebagai bentuk ritual oleh Jepang, terutama sebelum berangkat ke depan (medan pertempuran). Alasan umumnya adalah laki-laki sebelumnya harus memiliki pengalaman seksual setidaknya melakukan hubungan seksual satu kali sebelum mati. 60

17 Maka jelaslah mengapa tentara Jepang sangat membutuhkan perempuan untuk dijadikan sebagai pelampiasannya, terutama bagi tentara yang berada di garis depan. Ini juga memberikan pengaruh terhadap psikologis mereka dalam memberikan keberanian serta teror dalam perang. Selain didukung oleh kekuatan militer Jepang yang dikenal tangguh, faktor psikologis pun memiliki peran dalam perang. Karena dengan mental yang kuat serta didukung oleh semangat bertempur yang tinggi kemenangan dapat dengan mudah diraih. 1. Latar Belakang Jugun Ianfu Jugun ianfu merupakan bentuk eksploitasi terhadap perempuan yang dilakukan Jepang pada masa pendudukannya. Tidak hanya di Indonesia tetapi di negara-negara yang diduduki Jepang pun terdapat jugun ianfu. Tujuannya adalah agar tentara Jepang tidak melakukan hubungan seksual dengan pelacur atau melakukan kekerasan terhadap perempuan pribumi. Hal inilah memicu banyak tentara Jepang yang terkena penyakit kelamin. Kejadian tersebut menyulitkan pemerintah Jepang dalam melakukan ekspansinya ke daerah lainnya, karena dapat mengganggu mental para tentaranya. Sehingga pemerintah harus mensterilkan tempat-tempat pelacuran, yaitu dengan membuat tempat khusus bagi para tentaranya. Kemudian mengurangi tindak perkosaan terhadap penduduk. Kebutuhan tentara Jepang terhadap perempuan menyebabkan pemerintah Jepang harus mendirikan kamp-kamp khusus perempuan berdampingan dengan barak tentara di garis depan. 61

18 Secara perlahan kamp-kamp khusus ini menjadi sebuah sistem tersendiri, yaitu dengan membuat jaringan yang akan mengatur perekrutan hingga kepada pengiriman perempuan-perempuan ke berbagai tempat di daerah yang di duduki oleh Jepang. Sistem ini bahkan melibatkan pejabat setempat untuk perekrutan perempuan-perempuan pribumi. Sehingga menjadi suatu sistem yang terstruktur selama pendudukan Jepang berlangsung. Tujuan Jepang adalah untuk mendirikan persemakmuran Asia Timur Raya. Jepang sudah masuk ke dalam masa Imperialisme Modern layaknya bangsa Barat. Maka yang dibutuhkan oleh Jepang adalah persediaan bahan mentah yang melimpah dan menjadikan wilayah yang sudah diduduki sebagai tempat pemasarannya. Ketika Jepang mulai melakukan invasi ke negara-negara disekitarnya, seperti Korea dan Cina. Dengan cepat Jepang mulai menginvasi negara-negara lainnya untuk sampai ke Indonesia. Selama invasi berlangsung Jepang juga mulai memanfaatkan potensi yang ada di negara tersebut. Ketika Korea dan Cina sudah diduduki Jepang, para tentaranya banyak yang pergi ke tempat pelacuran. Selain itu, tindak perkosaan terhadap perempuan pribumi pun semakin meningkat. Tentara Jepang tidak segan untuk melakukan pelecehan seksual kepada perempuan, selain itu mereka melakukannya secara bersama-sama dan bergiliran. Dampaknya banyak tentara yang terkena penyakit kelamin. Dr. Aso Tetsuo yang merupakan salah satu dokter dari Jepang didatangkan untuk meneliti penyebab menyebarnya penyakit kelamin. Kemudian Dr. Aso Tetsuo berpendapat bahwa sebagian besar para tentara yang terkena penyakit kelamin tersebut didapatkan karena melakukan hubungan seksual dengan 62

19 banyak perempuan, seperti di tempat pelacuran. Oleh karena itu, Dr. Aso Tetsuo menyarankan agar pemerintah pusat di Jepang untuk menyediakan tempat khusus pelacuran bagi para tentara tersebut. Langkah awalnya Dr. Aso Tetsuo menyarankan dengan mendatangkan Karayuki dari Jepang. Kedatangan Karayuki tersebut setidaknya dapat mengurangi jumlah tentara yang terjangkit penyakit kelamin. Ketika jumlah tentara semakin banyak, maka kebutuhan tentara Jepang terhadap perempuan penghibur pun semakin meningkat. Pemerintah menyarankan untuk mencari sendiri perempuan pribumi di daerah yang didudukinya. Maka dibuatlah sistem jugun ianfu untuk mengatasi masalah kekurangan jumlah perempuan penghibur. Inilah alasan mengapa Jepang sangat memerlukan sistem yang disebut dengan jugun ianfu pada awal pendudukannya di Korea dan Cina. Kemudian sistem jugun ianfu ini dijalankan diseluruh barak tentara Jepang berada. Tetapi, dilokasi-lokasi tertentu seperti di dalam kota pun terdapat jugun ianfu. 2 Sistem Jugun Ianfu a. Perekrutan Selama perang, Jepang membutuhkan perempuan sebagai pelampiasan perangnya. Oleh karena itu, banyak perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Jepang. Walaupun kebutuhan seksual tentara Jepang terpenuhi dengan cara kasar dan tidak manusiawi. Hal tersebut memiliki dampak bagi para tentaranya, yaitu penyebaran penyakit kelamin. Menghindari penyebaran penyakit 63

20 tersebut maka pemerintah Jepang mengambil inisiatif untuk merekrut para perempuan pribumi. Tujuannya adalah untuk menghibur tentara Jepang serta memenuhi kebutuhan biologis mereka. Melalui sistem yang bernama jugun ianfu, Jepang mulai melakukan perekrutan terhadap perempuan pribumi untuk dijadikan jugun ianfu. Tetapi sebelumnya perlu dijelaskan bagaimana sistem jugun ianfu tersebut perlu ada. Pertama, yaitu untuk mengurangi tingkat kekerasan terhadap penduduk yang dilakukan oleh tentara Jepang selama perang dengan Cina. Kedua, pemimpin militer Jepang percaya bahwa itu menjadi sangat penting untuk psikologi tentaranya selama perang. Ketiga, untuk mengontrol menyebarnya penyakit terutama penyakit kelamin. Keempat, pihak militer percaya bahwa tempat pelacuran tersebut berfungsi sebagai kontrol untuk alasan keamanan. Alasan tersebut menjelaskan bahwa Jepang sangat membutuhkan perempuan bukan hanya untuk kesenangan semata. Tetapi sebagai kebutuhan selama perang berlangsung. Kemudian sistem jugun ianfu ini menjadi legal karena pemerintah pusat memberikan perintah untuk menyediakan tempat-tempat pelacuran. Dalam hal ini, disediakannya jugun ianfu di sekitar barak-barak tentara Jepang berada. Seperti yang ditulis oleh Juningsih (Herlina,1997) menjelaskan bahwa: Kebijakan pemerintah Jepang dalam merekrut wanita secara paksa dan mendirikan rumah-rumah bordil terbukti dengan ditemukannya sebuah dokumen resmi komando militer tahun 1938 oleh profesor ahli sejarah dari Universitas Chuo yakni Yoshiaki Yoshumi pada tanggal 13 Januari Dokumen itu berisi bahwa setiap batalyon perlu memiliki rumah-.rumah pelcuran. Dokumen itu ditandatangani oleh Kepala Staf Komando Tentara Cina Utara. 64

21 Pernyataan tersebut menjelaskan adanya campur tangan pemerintah yang melegalkan pendirian rumah-rumah pelacuran. Hal ini ditujukan untuk mengurangi tindak pelecehan terhadap perempuan serta penyebaran penyakit kelamin yang diderita oleh para tentaranya selama perang berlangsung, serta menutupi bentuk kekerasan terhadap negara jajahannya. Bahwa Kaisar secara langsung memberikan perintah kepada para bawahannya yang berada diluar Jepang. Pada saat itu ditujukan kepada pemerintah yang sedang menduduki wilayah seperti Korea, Cina, dan Singapura. Perintahnya adalah untuk melakukan perekrutan terhadap perempuan pribumi dan didirikannya tempat pelacuran. Maka langkah selanjutnya adalah perlunya suatu sistem untuk perekrutan bagi para perempuan tersebut. Hindra dan Kimura (2007: 240) menjelaskan terdapat tiga cara perekrutan yang dilakukan pemerintah militer Jepang terhadap perempuan yang akan dijadikan jugun ianfu, antara lain : 1) Pemaksaan melalui kekerasan fisik, 2) Pemaksaan dengan jalan menyebarkan perasaan takut dan ancaman disertai teror yang merupakan kekerasan psikologi, 3) Pemaksaan dengan cara tipu daya dengan iming-imingi akan diberikan pekerjaan dan janji akan disekolahkan. Dari ketiga cara tersebut, pada awal Jepang masuk ke Indonesia masih dengan cara halus dan terselubung. Perempuan-perempuan pribumi banyak yang ditipu oleh para calo dan pejabat setempat. Sasaran dari pemerintah Jepang dalam perekrutannya adalah perempuan dari kalangan bawah yang keluarganya sedang 65

22 mengalami kesulitan ekonomi. Keluarga dapat dengan mudah untuk memberikan anak gadis mereka untuk dibawa oleh Jepang dengan alasan akan dipekerjakan. Selain itu ada pula perempuan yang menawarkan diri untuk menutupi kebutuhan keluarganya (Hartono dan Juliantoro, 1997: 89). Metode lain yang digunakan oleh Jepang adalah dengan memberikan isu-isu di masyarakat. Isu tersebut biasanya berkaitan dengan pekerjaan dan sekolah. Seperti yang terjadi pada Mardiyem yang pada waktu itu tertarik untuk ikut rombongan grup sandiwara dari Banjarmasin. Keinginan Mardiyem terwujud untuk menjadi seorang seniman, dengan adanya grup sandiwara tersebut. Walaupun pada akhirnya Mardiyem ditipu oleh Miss Lentji yang merupakan calo dalam perekrutan perempuan untuk dijadikan jugun ianfu. Ketika dibawa ke Borneo, Mardiyem ditempatkan di sebuah asrama (Ianjo) yang kemudian dipaksa untuk melayani kebutuhan seksual tentara dan sipil Jepang. Isu akan disekolahkan oleh Jepang menimbulkan dampak yang positif bagi masyarakat pribumi pada saat itu. Isu tersebut dapat meyakinkan para perempuan bahwa mereka akan disekolahkan. Alasan mengapa perempuan pribumi dapat dengan mudah untuk dikelabui, Toer (2007: 8) menjelaskan dalam bukunya. Pertama, gadis-gadis yang hatinya penuh berisikan cita-cita mulia untuk maju dan berbakti pada masyarakat dan bangsanya. Kedua, keadaan hidup yang mencekik. Ketiga, peran orang tua yang bekerja mengabdi pada Jepang. Selama ini, alasan di atas menjadi penyebab mengapa perempuan serta orang tua yang dapat dengan mudah menerima bujukan dan rayuan Jepang, dengan janji akan 66

23 disekolahkan. Faktor ekonomi dan keadaan masyarakat yang sulit memaksa orang tua menyetujui anaknya untuk dibawa oleh Jepang. Perekrutan terhadap para perempuan yang akan dijadikan jugun ianfu tidak akan mudah tanpa adanya peran dari pejabat setempat. Dalam istilah Jepang dikenal dengan sistem tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem pemerintahan Jepang. Bila diurutkan dari atas ke bawah : Gambar 4.1 Struktur Pemerintahan pada masa Pendudukan Jepang Sumber : nesia/sej204_05.htm Peran tonarigumi selama perekrutan jugun ianfu di Indonesia menjadi penting. karena para rukun tetangga ini yang mencari dan menyeleksi perempuan yang akan dijadikan jugun ianfu. Aparat desa tersebut sebenarnya enggan untuk 67

24 melakukan perekrutan terhadap perempuan bagi Jepang. Tetapi mereka tidak kuasa untuk menolak perintah Jepang dan terpaksa mengorbankan masyarakat desa, khususnya perempuan (Hartono dan Juliantoro, 1997: 69). Perekrutan terhadap perempuan juga dilakukan secara langsung oleh para pejabat Jepang. Mereka memilih sendiri perempuan yang akan dijadikan jugun ianfu. b. Kesehatan Setelah perempuan direkrut sebelumnya, mereka dibawa ke tempat khusus di tengah kota. Kemudian para perempuan tersebut mendapat perawatan medis berupa tes kesehatan oleh para dokter Jepang sebelum di bawa ke Ian-jo (tempat jugun ianfu). Penjelasan tersebut diperkuat oleh Juningsih (1999: 25) bahwa : Para wanita yang direkrut menjadi jugun ianfu sebelum dipekerjakan di rumah bordil diperiksa kesehatannya terlebih dahulu, dengan tujuan menjamin kesehatan tentara dan sipil Jepang supaya tidak terjangkit penyakit kelamin yang dapat memperlemah kekuatannya. Pemeriksaan itu tidak berhenti saat perekrutan, tetapi terus berlanjut sampai Jepang kalah perang. Pentingnya pemeriksaan kesehatan para perempuan tersebut merupakan alasan mengapa Jepang mendirikan jugun ianfu, yaitu untuk mendapatkan perempuan yang bersih dan bisa memenuhi kebutuhan seks Jepang tanpa perlu khawatir akan terjangkit penyakit kelamin. Apabila ada perempuan yang terkena penyakit, pemerintah Jepang segera memisahkan perempuan tersebut agar tidak menularkan penyakitnya ke perempuan lainnya. Perempuan yang memiliki penyakit biasanya dialihkan untuk bekerja sebagai pembantu di rumah pejabat Jepang atau dipekerjakan ditempat lainnya. 68

25 c. Bentuk Ian-jo Setelah selesai melakukan pemeriksaan tes kesehatan, calon jugun ianfu ini mulai disebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Misalnya jugun ianfu dari daerah Yogyakarta, mereka disebar ke Bantul, Magelang Klaten, Kalimantan. Bahkan ada yang sampai ke luar negeri. Ian-jo merupakan salah satu tempat bagi para jugun ianfu. Hindra dan Kimura (2007: 240) menjelaskan bahwa terdapat enam tipe, antara lain : 1) Ian-jo yang didirikan di luar pulau Jawa yang diisi dengan perempuanperempuan dari Jawa (ada banyak penduduk yang dibawa ke pulau-pulau yang lain). 2) Ian-jo yang diisi dengan perempuan yang diculik oleh militer Jepang yang barak militernya tidak jauh dari rumah-rumah penduduk. 3) Kediaman para perwira Jepang yang berfungsi sebagai Ian-jo, dimana perempuan tersebut dipaksa untuk melayani kebutuhan biologis bagi para perwira Jepang. 4) Ian-jo yang diisi dengan perempuan-perempuan dari Korea dan Taiwan yang pada saat itu menjadi koloni Jepang. 5) Ian-jo yang berisi perempuan-perempuan Belanda, yang dipaksa meninggalkan kamp-kamp konsentrasinya. 6) Ian-jo di Singapura, Birma, Filipina, dimana perempuan-perempuan Indonesia dibawa pergi dengan paksa. Jenis Ian-jo di atas menjelaskan bahwa tiap jugun ianfu memiliki latar belakang yang berbeda sebelum dimasukan ke dalam Ian-jo. Walaupun pada 69

26 umumnya Jepang menggunakan sistem yang sama dalam perekrutannya. Tetapi dalam kenyataannya tetap saja Jepang ini melakukan perekrutan dengan cara paksa terhadap perempuan pribumi. Perekrutan secara paksa ini banyak terjadi menjelang berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia. Berdasarkan penjelasan Ian-jo di atas menunjukan bahwa Jepang melakukan perekrutan dengan cara paksa terhadap perempuan pribumi. Terdapat pula Ian-jo yang berisi jugun ianfu dari daerah lain. Sejak pertama kali Jepang mendarat di Indonesia. jugun ianfu asal Korea sudah ditempatkan di salah satu Ian-jo di Sumatra. d. Denah Ian-jo bawah ini. Bentuk bangunan yang umum bagi para jugun ianfu ini seperti gambar di Keterangan : A : Ruang Periksa kesehatan B : Loket karcis C : Ruang tunggu D : Kamar mandi E : Dapur F : Pintu G : Pintu gerbang H : Pagar I : Rawa J : Jalan Raya Gambar 4.2 Denah Bentuk Bangunan Asrama Jugun Ianfu Sumber Mardiyem (Hindra dan Kimura, 2007: 93) 70

27 Dari denah di atas terdapat beberapa kamar yang mengelilingi bangunan utama yang digunakan sebagai tempat untuk membeli karcis dan sebagai tempat untuk menunggu. Kemudian dikelilingi oleh pagar yang dalam hal ini adalah tembok yang tinggi dan di bagian luarnya dipenuhi oleh rawa sehingga kemungkinan bagi para jugun ianfu yang berada di dalam Ian-jo tidak bisa untuk melarikan diri. Sedangkan keterangan dari angka tersebut adalah menunjukkan kamar dari masing-masing jugun ianfu dimulai dari angka Dimana sebelumnya para tentara dan sipil Jepang sudah memilih nomor dari setiap jugun ianfu di loket karcis yang terdapat di bagian depan gedung. Dibagian belakang terdapat kamar mandi dan dapur sebagai tempat untuk memasak bagi para jugun ianfu dan para petugas di Ian-jo. Denah di atas hanya sebuah contoh Ian-jo yang ada di Telawang, Banjarmasin. Bagi Ian-jo di daerah lain, kemungkinan memiliki perbedaan bentuk bangunan. Walaupun demikian Ian-jo dibentuk untuk diisolasi dari lingkungan sekitarnya, sehingga bagi masyarakat kurang begitu mengetahui apa yang terjadi di dalam Ian-jo tersebut. Seperti yang ada di Cimahi, Bandung. Bentuk bangunan Ian-jo seperti rumah pada umumnya (lihat pada lampiran). Walaupun demikian sistem dari Ian-jo di Cimahi ini memiliki kesamaan dengan yang ada di Telawang, Banjarmasin. Pertama, adanya ruangan bagi para jugun ianfu yang disediakan secara khusus. Kedua, dokter jaga senantiasa berada dekat dengan Ian-jo tersebut. Hal tersebut dimungkinkan karena selama ini Jepang membuat jugun ianfu adalah untuk menghindari menyebarnya penyakit kelamin. Selama terdapat dokter yang selalu mengontrol kesehatan jugun ianfu setiap minggunya. 71

28 Denah berikutnya adalah bentuk dari setiap kamar yang ada di dalam Ianjo. Keterangan : A : Meja dan kursi kayu B : Tempat tidur, lengkap C : Tempat cuci, yang dilengkapi botol obat Gambar 4.3 Denah Bentuk Ruangan bagi Jugun Ianfu Sumber (Hartono dan Juliantoro, 1997: 69) Ukuran dari setiap kamar kira-kira 3 m x 2.5 m. Kamar-kamar tersebut berbentuk melingkar seperti huruf U (lihat gambar). Setiap ruangan tersebut hanya dibatasi sekat berupa kain. Hal ini dimungkinkan karena setiap ruangan cukup kecil. Bangunan Ian-jo di atas, berdasarkan pengakuan Mardiyem yang pernah menjadi jugun ianfu di Telawang, Banjarmasin. Bentuk bangunan Ian-jo ini kemungkinan sama dengan yang ada di daerah lain. Karena sudah merupakan suatu sistem yang dibentuk oleh Jepang secara sistematis. Untuk hal lainnya adalah demi keamanan dan kesehatan bagi tentara dan sipil Jepang bila dibandingkan ke tempat pelacuran misalnya. Di dalam Ian-jo juga terdapat Heiho yang bekerja sebagai pembantu. Tugasnya adalah untuk membersihkan dan melayani setiap pelanggan dalam hal 72

29 ini tentara atau pun sipil Jepang yang ingin membeli karcis. Selain itu terdapat pengelola asrama dibantu oleh Kampei-tai yang bertugas mengawasi setiap gerakgerik para jugun ianfu selama berada di dalam asrama. Seperti yang dijelaskan oleh Hindra dan Kimura (2007: 105) bahwa: Setiap hari, tiap siang hari dan tengah malam, asrama selalu dikontrol dan diawasi oleh Kampei-tai biasanya dua atau tiga orang datang mengelilingi asrama Telawang. Selain menjaga supaya perempuan-perempuan penghuni asrama tidak melarikan diri, Kempei-tai juga melakukan penertiban tamu-tamu di setiap kamar. Jika ada tamu yang membuat keributan karena mabuk pasti akan ditempeleng dan dipukuli Kampei-tai, lalu dilempar ke luar dari asrama. Sehingga orang yang keluar-masuk bisa dipantau dengan ketat, terutama masyarakat sekitar. Karena asrama jugun ianfu ini ditujukan khusus bagi orang Jepang. masyarakat sekitar juga tidak terlalu perduli apa yang terjadi di dalam Ian-jo. Karena masyarakat enggan untuk berurusan dengan tentara Jepang yang senang melakukan penyiksaan tanpa alasan. e. Penempatan Jugun Ianfu di Dalam Ian-jo Ketika pertama kali dibawa ke tempat khusus yang disebut dengan Ian-jo ini, para jugun ianfu langsung dimasukan ke tiap-tiap kamar. Di depan kamar terpampang nama jugun ianfu yang menggunakan nama Jepang. Sedangkan nama asli para perempuan yang menjadi jugun ianfu tidak lagi dipakai sampai masa pendudukan Jepang berakhir. Penggunaan nama Jepang ini bertujuan agar para Tentara atau Sipil Jepang merasa sedang berada di kampung halamannya sendiri dan layaknya sedang berhubungan dengan perempuan Jepang. Seperti tabel di bawah ini yang menunjukkan nama asli perempuan yang menjadi jugun ianfu beserta nama Jepangnya. 73

30 Tabel 4.1 Daftar Nama Jugun Ianfu Nama Asli Nama Jepang Nomor Kamar Sastro - 1 Haniyah - 2 Waginem Sakura 3 Giyah - 4 Soerip Ayami 5 Jarum Hakiko 6 Karsinah - 7 Harti Masako 8 Mur Noburu 9 Tarbini Ineke 10 Mardiyem Momoye 11 Jainem Haruye 12 Arjo - 13 Suprih - 14 Wajilah - 15 Sukarlin Itoko 16 Ribut Akiko 17 Pawiro - 18 Sastro - 19 Sarmini - 20 Sumber Mardiyem (Hartono dan Juliantoro, 1997: 69) Dari tabel di atas terdapat beberapa nama asli jugun ianfu diganti ke dalam nama Jepang. Meskipun tidak lengkap semua karena ingatan dari Mardiyem yang sudah cukup tua, sehingga hanya sedikit nama yang dapat dicantumkan. Daftar tabel tersebut terpampang juga di tempat karcis. Untuk mempermudah dan mengingat bagi para tentara dan Sipil Jepang dalam memilih jugun ianfu. 74

31 Sebelumnya para tentara Jepang ini pun diperiksa terlebih dahulu kesehatannya. Kekhawatiran Jepang terhadap penyebaran penyakit kelamin di kalangan tentaranya ini, menyebabkan mereka bertindak hati-hati dalam segala halnya terutama dalam masalah kesehatan. Tentunya akan mengganggu mental bertempur para tentara di medan perang. 3. Kehidupan Jugun Ianfu dalam Ian-jo Selama berada di dalam Ian-jo, kehidupan jugun ianfu sepenuhnya menjadi milik Jepang. Mereka diatur sedemikian rupa. Eksploitasi merupakan kata yang tepat dalam menggambarkan keadaan mereka di dalam Ian-jo. Mereka dipaksa secara fisik dan psikologis. Bagaimana tidak, sebagai seorang perempuan yang mempunyai sifat lemah lembut harus berhadapan dengan laki-laki yang lebih bersifat kasar. Dalam hal ini sebagai tentara Jepang yang dikenal kejam dan bengis selama perang. Ditambah dengan keterpaksaan untuk melayaninya. Tentunya ini sangat berdampak terhadap psikologis perempuan yang menjadi jugun ianfu. Tubuh perempuan jugun ianfu menjadi objek bagi tentara Jepang, diperlakukan layaknya mainan. Tentara Jepang tidak memikirkan bagaimana kondisi fisik dan psikologis mereka. Hal ini menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan yang seharusnya diperlakukan secara lebih lembut dan manusiawi. Seharusnya perempuan yang menjadi jugun ianfu ini memiliki kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki. Sehingga kaum perempuan tidak perlu mengalami ketidakadilan gender. 75

32 Selain itu, jugun ianfu dalam masyarakat dipandang sebagai pelacur. Karena menjadi ransum Jepang pada masa pendudukannya di Indonesia. Walaupun pada kenyataanya para perempuan yang menjadi jugun ianfu ini dipaksa untuk melayani kebutuhan seksual tentara dan sipil Jepang. Oleh karena itu, harus dibedakan antara konsep pelacuran dengan jugun ianfu. Menurut Encyclopaedia Britannica ( ), pelacuran dapat didefinisikan sebagai : praktek hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja (promiskuitas), untuk imbalan berupa upah. Dengan demikian terdapat tiga unsur yang penting dalam pelacuran, yaitu promiskuitas, pembayaran dan ketidakacuhan emosional. Pelacuran dipegang oleh seorang mucikari yang bertindak sebagai pemilik perempuan yang menjadi pelacur. Ketika para laki-laki ingin menggunakan jasa pelayanan seksual dari perempuan, pembayarannya harus melalui mucikari. Maka terdapat tawar menawar harga atau pun sudah disesuaikan tarifnya. Sedangkan jugun ianfu kalau diartikan secara harfiah menjadi ju = ikut, gun berarti = militer/balatentara, sedangkan ian = penghibur, dan fu = perempuan, dengan demikian arti keseluruhannya perempuan penghibur yang ikut militer. Dapat dikatakan bahwa istilah jugun ianfu merupakan istilah halus untuk perempuan-perempuan yang dipaksa bekerja sebagai budak seks yang ditempatkan di barak-barak militer atau bangunan yang dibangun di sekitar markas militer Jepang selama perang Asia Pasifik. Sistem jugun ianfu dalam prosesnya memiliki persamaan dengan pelacuran, yaitu adanya promiskuitas, pembayaran dan ketidakacuhan emosional. 76

33 Tetapi yang ingin digaris bawahi adalah persamaan secara umum, hubungan antara sistem jugun ianfu dengan pelacuran. Jadi yang ingin dijelaskan disini bukan perempuan sebagai subjeknya tetapi sebagai objek. Pertama, promiskuitas; dari konsep ini terdapat pengertian bahwa tidak adanya suatu ikatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan (jugun ianfu). Jugun ianfu dan pelacur tidak memiliki ikatan yang resmi, sehingga yang dicari hanya kepuasan semata. Kedua, pembayaran; dalam hal ini terdapat peran dari mucikari sebagai penyedia tempat, dalam denah di atas terdapat penjelasan mengenai disediakannya loket karcis untuk memilih perempuan bagi para tentara dan sipil Jepang. Pelacuran juga memiliki kesamaan, yaitu perempuan dipilih oleh laki-laki kemudian melakukan transaksi dengan mucikarinya. Ketiga, ketidakacuhan emosional; antara pelacuran dan jugun ianfu tidak mengenal adanya perasaan. Tujuan yang ingin dicapai adalah kepuasan semata, dalam hal ini laki-laki. Perempuan hanya dijadikan sebagai objek oleh laki-laki. Perbedaan antara jugun ianfu dengan pelacuran adalah tujuannya. Karena jugun ianfu dibuat untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit kelamin para tentara Jepang dan mengurangi perkosaan terhadap perempuan pribumi. Berbeda dengan pelacuran, mereka melakukannya hanya sebatas mencari uang dengan menjual tubuh kepada laki-laki. Hal ini yang menyebabkan adanya pandangan yang salah dari masyarakat mengenai jugun ianfu disamakan pelacuran. Masyarakat pada saat itu hanya melihat bahwa jugun ianfu sedang mencari perlindungan dari Jepang. Namun dimasa sekarang masyarakat sudah 77

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dipaparkan beberapa sumber literatur utama dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dipaparkan beberapa sumber literatur utama dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dipaparkan beberapa sumber literatur utama dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulisan skripsi tentunya tidak lepas dari kajian pustaka yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, kedudukan perempuan berada

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, kedudukan perempuan berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, kedudukan perempuan berada di bawah pengaruh laki-laki. Kadang perempuan dijadikan alat politik untuk memperoleh kekuasaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat berlaku terhadap Negara Jepang (Suryohadiprojo, 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat berlaku terhadap Negara Jepang (Suryohadiprojo, 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karakteristik geografis suatu Negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. tetapi sumber daya manusianya pun dipergunakan untuk kepentingan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. tetapi sumber daya manusianya pun dipergunakan untuk kepentingan BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil yang analisis data yang diperoleh dari penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Jepang bukan hanya memanfaatkan sumber daya alam Indonesia saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendudukan Jepang di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian politik imperealismenya di Asia Tenggara. Kedatangannya di Indonesia merupakan bagian dalam usahanya

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG DATANGNYA JEPANG

LATAR BELAKANG DATANGNYA JEPANG LATAR BELAKANG DATANGNYA JEPANG Jepang datang ke Indonesia karena: Ingin menguasai wilayah Asia-Pasifik pada Perang Dunia II Menyerahnya Belanda ke tangan Jepang pada 8 Maret 1942, di Kalijati Mencari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

BAB 7: SEJARAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA. PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

BAB 7: SEJARAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA.  PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Berikut ini adalah daerah pertama di yang diduduki oleh tentara Jepang... a. Aceh, Lampung, Bali b. Morotai, Biak, Ambon c. Tarakan, Pontianak, Samarinda d. Bandung, Sukabumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Perang Dunia Kedua adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia termasuk semua kekuatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pendudukan Jepang di Indonesia Dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah meletuskan suatu perang di Pasifik. Pada tanggal 8 Desember 1941

Lebih terperinci

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang.

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Uraian Materi Indikator Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang Dampak Kebijakan Imperialisme Jepang di Indonesia Uji Kompetensi 2. Kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kolonialisme, Jepang merupakan negara pertama di Asia yang memiliki pandangan dan aksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kolonialisme, Jepang merupakan negara pertama di Asia yang memiliki pandangan dan aksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kolonialisme, Jepang merupakan negara pertama di Asia yang memiliki pandangan dan aksi kolonialisme. Kolonialisme Jepang memang pada akhirnya menjadi kolonialisme

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

M A S U K N Y A J E P A N G K E I N D O N E S I A. Pendudukan jepang di Indonesia ( )

M A S U K N Y A J E P A N G K E I N D O N E S I A. Pendudukan jepang di Indonesia ( ) M A S U K N Y A J E P A N G K E I N D O N E S I A Pendudukan jepang di Indonesia (1942-1945) PERANG PASIFIK DAN KEDATANGAN JEPANG KE INDONESIA Perang Asia Timur Raya Serangan Jepang terhadap pangkalan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( )

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( ) 58 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa Proses Perjuangan Lettu CPM Suratno dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Panggungrejo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) merupakan bagian periode yang penting menyangkut bangsa Indonesia. Pada masa tersebut telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sibolga merupakan satu kota yang dikenal sebagai Kota Bahari, Sibolga memilki sumber daya kelautan yang sangat besar. Selain pemandangan alamnya yang begitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jepang dan Italia melawan Sekutu membawa pengaruh terhadap perubahan situasi negara-negara

PENDAHULUAN. Jepang dan Italia melawan Sekutu membawa pengaruh terhadap perubahan situasi negara-negara PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Keberhasilan Jepang menghancurkan pangkalan laut Amerika di Pearl Harbour merupakan awal keterlibatan Jepang di Perang Dunia Kedua. Pecahnya Perang Dunia Kedua yaitu

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat kompleks, baik dari segi sebab-sebabnya, prosesnya maupun implikasi sosial yang

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERANG DI INDONESIA. Pada tahun 1942, Jepang menjajah Indonesia. Betapa kejamnya Jepang terhadap Indonesia, sampai

PERANG DI INDONESIA. Pada tahun 1942, Jepang menjajah Indonesia. Betapa kejamnya Jepang terhadap Indonesia, sampai Karim 1 Mahir Karim Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 9 September 2011 PERANG DI INDONESIA Pada tahun 1942, Jepang menjajah Indonesia. Betapa kejamnya Jepang terhadap Indonesia, sampai ada orang Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Indonesia dan modern nya senjata yang di miliki pasukan Belanda.

BAB V KESIMPULAN. untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Indonesia dan modern nya senjata yang di miliki pasukan Belanda. BAB V KESIMPULAN Kalau sudah membaca tulisan di atas maka kita dapat menarik kesimpulan dengan jelas bahwa perjuangan Rakyat Karo bersama dengan Tentara Indonesia Tidak bisa di pandang sebelah mata. Karena

Lebih terperinci

MODUL POLA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL HINGGA KEMERDEKAAN MATERI : PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

MODUL POLA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL HINGGA KEMERDEKAAN MATERI : PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA MODUL POLA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL HINGGA KEMERDEKAAN MATERI : PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA Fredy Hermanto, S. Pd., M.Pd. PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( ) PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 KELOMPOK 1 A ZIZATUL MAR ATI (14144600200) DEVIANA SETYANINGSIH ( 1 4144600212) NURUL FITRIA ( 1 4144600175) A JI SARASWANTO ( 14144600 ) Kembalinya Belanda

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Terbentuknya PGRS bermula dari upaya negara Malaysia membentuk

BAB V KESIMPULAN. Terbentuknya PGRS bermula dari upaya negara Malaysia membentuk BAB V KESIMPULAN Terbentuknya PGRS bermula dari upaya negara Malaysia membentuk negara federasi Malaysia timur (Sarawak) yang didukung oleh Inggris. Hal itu yang membuat Indonesia dan negara-negara Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups) Hotel Horison Semarang, 15-17 Januari 2014 MAKALAH PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Film Ip Man III Dikisahkan kehidupan seorang guru besar bela diri aliran Wing Chun yang sangat dihormati oleh masyarakat di wilayah itu bernama

Lebih terperinci

FEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak

FEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak FEBRUARI 2016 Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak Setiap hari sekitar 41.000 anak perempuan di seluruh dunia yang berusia di bawah 18 tahun menikah - itu berarti setahun ada 15 juta anak perempuan

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendudukan Jepang di tahun Proses pembentukan tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendudukan Jepang di tahun Proses pembentukan tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses terbentuknya Organisasi Militer di Indonesia, ditandai dengan masa pendudukan Jepang di tahun 1942-1945. Proses pembentukan tersebut terjadi ketika bangsa Jepang

Lebih terperinci

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) Tentang: MOBILISASI DAN DEMOBILISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang perjalanan sejarah RI pernah meletus suatu perlawanan rakyat terhadap pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N : WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang a. bahwa pelacuran dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bahwa berdasarkan analisis yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar pembelaan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati PERLINDUNGAN ANAK Anak UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Seseorang yang belum berusia

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme Pasal 212 (1) Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya. Keberanian Pagi itu di pedesan Kaliurang udara tampak sejuk dan embun pagi mulai pupus. Pada hari pahlawan 10 November tahun dimana kita mengingat perjuangan para pahlawan Indonesia. Ibu Malino sedang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA ( )

KEBIJAKAN PEMERINTAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA ( ) KEBIJAKAN PEMERINTAH PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA (1942-1945) Krnologis Pendudukan Jepang di Indonesia 8 Desember 1941 pasukan Jepang Pearl Harbour pusat pertahanan Amerikan diapsifik. Januari 1942 terjadi

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa

BAB I PENDAHULUAN. mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan satu dari sekian bangsa yang pernah mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa yang dijajah bangsa lain.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sejarah lahan tanah jaluran di Sumatera Timur bermula dari kedatangan onderneming swasta yang dimulai oleh J. Nienhuys yang mampu menghasilkan 50 bal tembakau dan

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Penyimpangan dari norma norma

BAB I PENDAHULUAN. dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Penyimpangan dari norma norma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemenuhan kebutuhan seks di luar lembaga perkawinan dianggap sebagai sebuah tindakan yang menyimpang dari nilai, aturan, dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Lebih terperinci

MAKALAH PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN

MAKALAH PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN MAKALAH PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN OLEH : (XI-IIS.1) FIKRI NUR WAFA (16) FIRJATULLAH AL F. (17) HANIFATUL WAHDA (18) ISYFA MAULANA A. (19) JIHAN FADIYAH M. (20) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. BAB 5 RINGKASAN Bakufu Tokugawa yang berhasil menguasai negeri selama 267 tahun akhirnya jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri untuk mempertahankan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kabupaten Karo merupakan suatu wilayah yang terletak Suatu Dataran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kabupaten Karo merupakan suatu wilayah yang terletak Suatu Dataran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu wilayah yang terletak Suatu Dataran Tinggi di Bukit Barisan, Sumatera Utara yang di kelilingi oleh pegunungan. Kabupaten Karo beribu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang BAB V KESIMPULAN Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang bersifat feodalisme Hal itu dapat dilihat dengan adanya pembagian status sosial menurut mata pencahariannya yakni golongan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. kekuasaan dan mempertahankan penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di

BAB V KESIMPULAN. kekuasaan dan mempertahankan penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di BAB V KESIMPULAN Pada masa pemerintahan Jepang berkuasa di Yogyakarta dari tahun 1942-1945. Jepang membuat peraturan mengenai pemerintahan Jepang yang ditujukan kepada kepentingan dan usaha perang, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK

KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK Modul 1: Membangun kepedulian Waktu: 120 menit Pengantar: KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK Unit aktivitas belajar ini sangat tepat untuk orang tua atau keluarga yang dinilai kurang sadar akan

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi hari bersejarah dalam kehidupan bangsa Indonesia. Peristiwa yang terjadi

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB II PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

BAB II PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA BAB II PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA Jepang sebagaimana yang disebutkan pada bab pendahuluan, melakukan pendudukan di Indonesia bersamaan dengan keterlibatannya dalam Perang Dunia II. Karena keterlibatannya

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

Trainers Club Indonesia Surabaya Learning Forum episode 28. Rabu 29 Juli 2009 WILLEM ISKANDAR

Trainers Club Indonesia Surabaya Learning Forum episode 28. Rabu 29 Juli 2009 WILLEM ISKANDAR WILLEM ISKANDAR Willem Iskandar adalah penulis terkenal dari Sumatra Utara, Indonesia. Ia menulis puisi dan buku-buku sekolah. Ia tertarik untuk mengajar dan belajar. Ia adalah seorang Sumatra pertama

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

Daya Mas Media Komunikasi dan Informasi Hasil Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Volume 1 Nomor 2 September 2016; ISSN :

Daya Mas Media Komunikasi dan Informasi Hasil Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Volume 1 Nomor 2 September 2016; ISSN : SOSIALISASI PENCEGAHAN PENELANTARAN DAN EKSPLOITASI TERHADAP ANAK Zulin Nurchayati 1 1 Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Merdeka Madiun Abstract Law No. 23 of 2002 on child protection.

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Pribumi sangat tergantung pada politik yang dijalankan oleh pemerintah kolonial. Sebagai negara jajahan yang berfungsi sebagai daerah eksploitasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa Bandung pada periode revolusi fisik tahun 1945-1948 merupakan waktu

Lebih terperinci

KISAH PILU KAUM PEREMPUAN INDONESIA SEPANJANG MASA Jumat, 23 Desember :17 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 23 Desember :20

KISAH PILU KAUM PEREMPUAN INDONESIA SEPANJANG MASA Jumat, 23 Desember :17 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 23 Desember :20 KISAH PILU KAUM PEREMPUAN INDONESIA SEPANJANG MASA Pada saat ini kondisi kaum perempuan di negeri ini memang telah mengalami perbaikan di bandingkan dengan masa-masa dahulu. Kita dapat melihat bagaimana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

Novel momoye mereka memanggilku karya Eka Hindra dan Koichi Kimura : tinjauan sosiologi sastra BAB I PENDAHULUAN

Novel momoye mereka memanggilku karya Eka Hindra dan Koichi Kimura : tinjauan sosiologi sastra BAB I PENDAHULUAN Novel momoye mereka memanggilku karya Eka Hindra dan Koichi Kimura : tinjauan sosiologi sastra Disusun Oleh : Stephanie Kurnia Trihapsari C0204061 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan

Lebih terperinci

Korea Selatan: Pembangunan dan Kesiapan Mental

Korea Selatan: Pembangunan dan Kesiapan Mental Korea Selatan: Pembangunan dan Kesiapan Mental Arief Budiman * KALAU kita melihat pengalaman beberapa negara di Asia Timur, khususnya Korea Selatan dan Taiwan di satu pihak (yang mengambil jalan kapitalisme)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa bersejarah 10 November 1945 yang dikenal dengan Hari Pahlawan. Pertempuran tiga pekan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Dimana dalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau konsep-konsep

Lebih terperinci