GANGGUAN TIDUR. Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GANGGUAN TIDUR. Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 GANGGUAN TIDUR Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang. II. TIDUR FISIOLOGIS Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state. Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1. Tipe Rapid Eye Movement (REM) 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) 2002 digitized by USU digital library 1

2 Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur jam/hari, anak-anak jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa. Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: 1. Tidur stadium Satu. Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K 2. Tidur stadium dua Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K 3. Tidur stadium tiga Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang slee[ spindle. 4. Tidur stadium empat Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut: - NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13% - REM; 25 % digitized by USU digital library 2

3 III. PERANAN NEUROTRANSMITER Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik. Sistem serotonergik Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM. Sistem Adrenergik Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga. Sistem Kholinergik Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM. Sistem histaminergik Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur Sistem hormon Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun digitized by USU digital library 3

4 IV. INSIDENSI Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%) V. KLASIFIKASI Internasional Classification of Sleep Disorders 1. Dissomnia Gangguan tidur intrisik Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik. Gangguan tidur ekstrisik Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant Gangguan tidur irama sirkadian Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam. 2. Parasomnia Gangguan aurosal Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional Gangguan antara bangun-tidur Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama Berhubungan dengan fase REM Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest Parasomnia lain-lainnya Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia parosismal 3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri Gangguan mental Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol Berhubungan dengan kondisi kesehatan 2002 digitized by USU digital library 4

5 Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la tourette sindroma. Berhubungan dengan kondisi kesehatan Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK) 4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi 1. DISSOMNIA Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi daintaranya. A. Gangguan tidur spesifik Narkolepsi Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM. Berbagai bentuk narkolepsi: - Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop - Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal. - Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya. Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1: Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi seperti terputusnya fase REM Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodik limb movement disorders)/mioklonus nortuknal Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu detik atau mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus. Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat, anemia digitized by USU digital library 5

6 Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/ekboms syndrome Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu mendorongdorong kakinya. Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otakhipotalamus Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea) Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan. Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia. Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usahas otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation. Paska trauma kepala Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan 2002 digitized by USU digital library 6

7 dengan proses program rehabilitasi seperti sleep hygine. Litium carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat trauma kepala B. Gangguan tidur irama sirkadian Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian: 1. Sementara (acut work shift, Jet lag) 2. Menetap (shift worker) Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut: 1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orangorang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder). 2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputus-putus. 3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang tg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM. 4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai. 5. Tipe bangun-tidur beraturan 6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam. C. Lesi susunan saraf pusat (neurologis) Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi atau trauma daerah 2002 digitized by USU digital library 7

8 ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½) jarang terjadi pada fase REM. D. Gangguan kesehatan, toksik Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal. E. Obat-obatan Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase tidur REM. 2. PARASOMNIA Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%). Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu: a. Peminum alkohol b. Kurang tidur (sleep deprivation) c. Stress psikososial Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4. Gangguan tidur berjalan (slepp walkin)/somnabulisme Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah digitized by USU digital library 8

9 Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama theta dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha. Gangguan teror tidur (slee teror) Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas. Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG. IV. DIAGNOSA ETIOLOGI Sebelum mencari diagnosa penyebab suatu gangguan tidur, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu jenis danlamanya gangguan tidur (duration of sleep disorder), dengan mengetahui jenis dan lamanya gangguan tidur, selain untuk membantu mengidentifikasi penyebabnya, juga dapat memberikan pengobatan yang adekuat. A. Pada tahun 1984, The International Institute of Health membuat suatu konsensus pengelompokan gangguan tidur berdasarkan lamanya gangguan yang terdiri dari: 1. Transient yaitu jika gangguan tidurnya kurang dari 7 hari 2. Short term yaitu jika gangguan tidurnya menetap lebih dari 7 hari dan kurang dari 3 minggu. Kedua gangguan tersebut biasanya berhubungan dengan stress yang akut seperti perubahan kehidupan sosial, peningkatan emosional, faktor lingkungan, faktor sistemik, kelainan gangguan kesehatan, desinkronisaso irama sirkadian 3. Long term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari 3 minggu. Biasanya berhubungan dengan gangguan tidur primer, gangguan psikiatri, gangguan kesehatan, gangguan psikologi. B. Pada tahun 1990, American Sleep Disorders Association membuat reklasifikasi untuk mencari kemungkinan penyebab gangguan tidur menjadi 4 kelompok yaitu: 1. Dissomnia, misalnya: ganguan intrisik, gangguan ekstrisik, gangguan irama sirkadian 2. Parasomnia, misalnya: Gangguan aurosal, gangguan bangun-tidur, berhubungan fase REM 2002 digitized by USU digital library 9

10 3. Gangguan kesehatan/psikiatri, misalnya: gangguan mental, gangguan neurologi, gangguan kesehatan 4. Gangguan yang tidak terklasifikasi VI. PENATALAKSANA UMUM 1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya: Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek 2. Konseling dan Psikotherapi Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik. 3. Sleep hygiene terdiri dari: a. Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan b. Hindari tidur pada siang hari/sambilan c. Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari d. Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan e. Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur f. Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong g. Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit) h. Hindari rasa cemas atau frustasi i. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak 4. Pendekatan farmakologi Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dsarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating system (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan 2002 digitized by USU digital library 10

11 terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya danharus berhati-hati pada pemakain obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dgnmembatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal. Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara berlahan-lahan untuk menghindarkan withdraw terapi. DAFTAR PUSTAKA Adam RD. principle of neurology. 4 th ed. New York : McGraw Hill, 1989: Asbury McKhan. Diseases of the nervous system clinical neurobiology. Hospital Medicine Journal. October 1990: Goodman and Gilmans. The Pharmacological basis of therapeutics. 9 th ed. Vol. 1, 1996: Hughes JR. EEG in clinical practice. 2 nd ed, 1994: John A.G. The Diagnosis and management of insomnia. The NEJM, 322(4) January 25, 1990: Mohr, JPS MD. Guide to clinical neurology. 1 st ed. New York: Churchill, 1995: Niedermeyre E.MD. Da silva f L. Electroencephalograpy. Basic principle clinicalapplications ralated field. 3 rd ed.. Maryland, 1993: Philip MB. Insomnia use of a desion tree to assess and treat. Post Medicine Journal. 93(1) January 1993, R. Joseph. Neuropsychyatri, neuropsychology and clinical neuroscience. 2 nd ed. Philadelpia ; William & Wilkins, 1996: Robert A. W. Human sleep and its disorders. Univbersity of Pennysilavania Robert ER. Insomnia : concerns of family physician. Journal of family practice. 36(5), 1993: Rowland LP. Different diagnosis and tumor, in Merrit s text book of neurology. 9 th ed. New York : Rose Tree, 1995: Soedomo Hadimoto. Gangguan neurologi pada usia lanjut. Edisi 1. Semarang : Diponegoro, 1993: digitized by USU digital library 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sleep Disorders 1. Definisi Sleep disorders adalah gangguan tidur yakni gangguan klinis dari pola tidur pada seseorang. Beberapa gangguan tidur dapat berdampak serius terhadap

Lebih terperinci

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ

Gangguan tidur LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA DR. SUZY YUSNA D, SPKJ Gangguan tidur P E N Y A J I LAMIA ADILIA DITA MINTARDI FEBRYN PRISILIA PALIYAMA P E M B I M B I N G DR. SUZY YUSNA D, SPKJ pendahuluan Tidur adalah suatu aktivitas khusus dari otak, yang di kelola oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek.

BAB I PENDAHULUAN Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. BAB I PENDAHULUAN Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori belajar dan prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian tidur dan fisiologi tidur serta

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

C 8 H 10 N 4 O 2 Gambar 2.1. Struktur kimia kafein

C 8 H 10 N 4 O 2 Gambar 2.1. Struktur kimia kafein BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kafein 2.1.1. Pengertian dan struktur kimia kafein Kafein merupakan stimulansia system saraf pusat dan metabolik. Ia menghambat phosphodiesterase dan mempunyai efek antagonis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur didefenisikan sebagai perubahan status kesadaran dimana persepsi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur Istirahat merupakan keadaan yang tenang, relaks tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (Wahit dan Nurul, 2007). Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir seluruh hidup manusia dikaruniai nikmatnya tidur dan berbagai cara terus dilakukan untuk menciptakan kualitas tidur yang baik dimalam hari. Bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tidur 1. Pengertian Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan ketidaksadaran yang bersifat sementara dan dapat dibangunkan dengan memberikan rangsangan sensori atau rangsangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kafein 2.1.1 Struktur Kimia Kafein Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C 8 H 10 N 4 O 2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxanthine. Kafein mempunyai kemiripan

Lebih terperinci

Tidur dan Ritme Sirkadian

Tidur dan Ritme Sirkadian Modul ke: Tidur dan Ritme Sirkadian Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Pengertian Tidur : Tidur berasal dari bahasa latin somnus yang berarti alami

Lebih terperinci

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan

Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan ISTIRAHAT & TIDUR By: Ns. Febi Ratnasari, S.Kep Pengertian Istirahat adalah suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan gelisah Tidur adalah status perubahan kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Terdapat berbagai definisi tidur. Menurut beberapa pakar, menurut Potter & Perry (2005), tidur adalah perubahan keadaan kesadaran yang terjadi secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, oleh sebab itu peran perawat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, oleh sebab itu peran perawat 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat Perawat merupakan salah satu tenaga medis di rumah sakit yang memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, oleh sebab itu peran perawat di rumah sakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN Ambar Winarti STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN ABSTRAK Tidur merupakan kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migren Nyeri kepala merupakan masalah yang sering terjadi pada anak-anak dan remaja. 11 Nyeri kepala merupakan penyebab tersering anak-anak dirujuk ke ahli neurologi anak.

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 1 PENGARUH PEMBERIAN LACTIUM TERHADAP GANGGUAN TIDUR PADA MAHASISWA FK UNDIP ANGKATAN 2008 YANG MENGHADAPI UJIAN PRE SEMESTER Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya

Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya Definisi : Tidur = keadaan bawah sadar dimana orang tsb dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya Koma = keadaan bawah sadar dimana orang tsb tidak dapat dibangunkan

Lebih terperinci

GANGGUAN TIDUR. Dr. Moetrarsih SKF, DTM&H, Sp.KJ

GANGGUAN TIDUR. Dr. Moetrarsih SKF, DTM&H, Sp.KJ GANGGUAN TIDUR Dr. Moetrarsih SKF, DTM&H, Sp.KJ Sub Topik Bahasan 1. Sleep-wake cycle disturbance 2. Nightmare 3. Sleep Walking Indikator Pencapaian 1. Menjelaskan Etiologi Gangguan Tidur 2. Membedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. NIKEN ANDALASARI KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks,

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari

KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR. Niken Andalasari KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR Niken Andalasari 1 Kebutuhan Istirahat dan tidur Istirahat sangat luas jika diartikan meliputi kondisi santai, tenang, rileks, tidak stress, menganggur,.. Namun tidak berarti

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR GANGGUAN TIDUR BERBASIS WEB STUDI KASUS PUSKESMAS NGEMPLAK 2 SLEMAN HALAMAN JUDUL NASKAH PUBLIKASI

SISTEM PAKAR GANGGUAN TIDUR BERBASIS WEB STUDI KASUS PUSKESMAS NGEMPLAK 2 SLEMAN HALAMAN JUDUL NASKAH PUBLIKASI SISTEM PAKAR GANGGUAN TIDUR BERBASIS WEB STUDI KASUS PUSKESMAS NGEMPLAK 2 SLEMAN HALAMAN JUDUL NASKAH PUBLIKASI diajukan oleh Refina Bella Aldilasa 09.01.2541 kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan rangsang lainnya (Guyton & Hall, 1997). Tidur adalah suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan rangsang lainnya (Guyton & Hall, 1997). Tidur adalah suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur 1.1. Defenisi Tidur Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Media Sosial a. Pengertian Media Sosial Media sosial adalah sebuah sarana yang dibuat untuk memudahkan interaksi sosial dan komunikasi dua arah. Dengan semua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan dua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan dua BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Tidur 1.1 Defenisi Tidur Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulangulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan dua keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN

HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN Esri Rusminingsih, Ikmal Qoyyimah ABSTRAK Perubahan fisiologi usia lanjut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istirahat bagi tubuh dan jiwa, atas kemauan dan kesadaran secara utuh atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pola Tidur Tidur diartikan sebagai suatu keadaan berubahnya kesadaran, dimana dengan adanya berbagai derajad stimulus dapat menimbulkan suatu keadaan yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dibangunkan dengan rangsang sensorik atau dengan rangsang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dibangunkan dengan rangsang sensorik atau dengan rangsang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tidur 1. Pengertian tidur Tidur adalah suatu keadaan dibawah sadar yang orang tersebut dapat dibangunkan dengan rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton, 1991).

Lebih terperinci

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental Terkait Trauma Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental setelah Trauma Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan Reaksi stres akut Berkabung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup. 17. hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup. 17. hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar 2.1.1 Definisi Belajar Belajar merupakan sebuah proses yang tidak asing dalam kehidupan kita sehari hari. Menurut pendapat Notoatmodjo belajar merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan

Lebih terperinci

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4 DEFINISI Withdrawal syndrome, atau dikenal juga dengan discontinuation syndrome, merupakan kumpulan gejala yang dapat terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tetapi juga meliputi psikologis dan sosial. Perubahan yang terjadi pada lansia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tetapi juga meliputi psikologis dan sosial. Perubahan yang terjadi pada lansia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Lansia 2.1.1 Pengertian Lanjut usia (Lansia) merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Fisiologi Tidur Tidur merupakan salah satu kegiatan yang memiliki peran penting dalam hidup manusia. Selain itu tidur juga merupakan salah satu kegiatan signifikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan yang bersifat reversibel dan berlangsung cepat. 6 Literatur lain mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Hurlock, 1999). Proses

Lebih terperinci

commit to user BAB V PEMBAHASAN

commit to user BAB V PEMBAHASAN 48 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai perbedaan kualitas tidur antara pasien asma dengan pasien PPOK dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

KONSEP ISTIRAHAT TIDUR

KONSEP ISTIRAHAT TIDUR KONSEP ISTIRAHAT TIDUR PENDAHULUAN Istirahat dan tidur sangat penting bagi kesehatan. Orang sakit seringkali membutuhkan istirahat dan tidur yang lebih banyak dari biasanya. Terganggu Peran perawat ISTIRAHAT

Lebih terperinci

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV Tahapan Tidur Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement(REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. hingga berada dalam kondisi yang optimal (Guyton & Hall, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal.istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang membutuhkan tidur, makan, air dan oksigen untuk bertahan hidup. Untuk manusia sendiri, tidur adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik, psikologis, sekaligus rohani, dan aspek-aspek ini saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000):3 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome

1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, 2000):3 2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome Berikut adalah kriteria diagnostik beberapa jenis withdrawal syndrome : 1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric Association, A. Penghentian atau pengurangan penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perkumpulan lansia Kartasura pada bulan November 2016 didapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres Stres merupakan keadaan ketika seseorang merasa ketidaknyamanan mental dan batin yang disebabkan oleh perasaan tertekan. Definisi stres menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah periode kritis antara masa anak anak dan masa dewasa (WHO). Masa remaja selalu disertai dengan perubahan aspek biologis, kognitif, emosional, dan sosial

Lebih terperinci

Fisiologi Tidur. Beny Atmadja W. Bag;lSMF. Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Unpad/RS. Hasan Sadikin Bandung

Fisiologi Tidur. Beny Atmadja W. Bag;lSMF. Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Unpad/RS. Hasan Sadikin Bandung Fisiologi Tidur Beny Atmadja W. Bag;lSMF. Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Unpad/RS. Hasan Sadikin Bandung Pendahuluan Kebanyakan orang menghabiskan sepertiga dari waktu hidupnya untuk tidur. Tapi mengapa?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau implementasi (Prawirohardjo,2008 dalam Kumalasari, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

MASYARAKAT KINI. Penuh dengan individu yg merasa letih Senantiasa berjuang utk perlombaan hidup

MASYARAKAT KINI. Penuh dengan individu yg merasa letih Senantiasa berjuang utk perlombaan hidup (Istirahat) MASYARAKAT KINI Penuh dengan individu yg merasa letih Senantiasa berjuang utk perlombaan hidup DI AMERIKA SERIKAT Perasaan letih termasuk 10 alasan utama mengapa penderita mengunjungi dokter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya

Lebih terperinci

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m DELIRIUM Oleh : dr. H. Syamsir Bs, Sp. KJ Departemen Psikiatri FK-USU 1 Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian Kecemasan Setiap orang mengalami kecemasan. Kecemasan pada umumnya ditandai dengan rasa takut pada sesuatu yang akan terjadi yang samarsamar, tidak

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. emosional dan sosial. Menurut Santrock (2003) perubahan. remaja terbagi menjadi 3, yaitu: hormonal pada pubertas.

BAB II KAJIAN TEORI. emosional dan sosial. Menurut Santrock (2003) perubahan. remaja terbagi menjadi 3, yaitu: hormonal pada pubertas. BAB II KAJIAN TEORI A. Remaja 1. Definisi Menurut Santrock (2003), remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

Klasifikasi dan Penatalaksanaan Gangguan Tidur. Bagaimanakan klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur?

Klasifikasi dan Penatalaksanaan Gangguan Tidur. Bagaimanakan klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur? Klasifikasi dan Penatalaksanaan Gangguan Tidur Kasus Seorang wanita berusia 26 tahun merasa sulit tidur dan pusing kurang lebih satu minggu ini. Pasien merasa sulit untuk memulai tidur, terkadang sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Harsono (1996), tidur merupakan kegiatan susunan saraf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Harsono (1996), tidur merupakan kegiatan susunan saraf BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Tidur Menurut Harsono (1996), tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa susunan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA REMAJA USIA 15-17 TAHUN DI SMA NEGERI 1 TANJUNG MORAWA Oleh: DESHINTA NS ANGKAT 060100083 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Lebih terperinci

Created by: Rahayu Ginintasasi

Created by: Rahayu Ginintasasi Created by: Rahayu Ginintasasi Freud berkebangsaan Austria, lahir 6 Mei 1856 di Pribor, (ketika itu) Austria, lalu bersama keluarganya pindah ke Wina dan terus tinggal di kota itu. Ia berasal dari keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

APA ITU INSOMNIA WHAT IS INSOMNIA

APA ITU INSOMNIA WHAT IS INSOMNIA APA ITU INSOMNIA Nurzakiah binti Zaini Bagian/SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRAK Insomnia adalah suatu gangguan tidur berupa kesulitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang relatif idak bergerak dan kurang responsif (ambang respon. tubuh meningkat) dibandingkan waktu terjaga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang relatif idak bergerak dan kurang responsif (ambang respon. tubuh meningkat) dibandingkan waktu terjaga. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori Terkait 1. Gangguan Pola Tidur a. Definisi Tidur Tidur adalah suatu keadaan organisme yang teratur, berulang dan mudah dibalikkan (dibangunkan) yang ditandai

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI Overview of Sleep Quality and Sleep Disorders In Elderly at Social Home Tresna Werdha Budi Luhur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Tidur a. Definisi Tidur merupakan suatu proses yang aktif yang memiliki variasi siklus normal dalam kesadaran mengenai keadaan sekitar. Berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

Perkembangan Normal Tidur pada Anak dan Kelainannya

Perkembangan Normal Tidur pada Anak dan Kelainannya Sari Tinjauan Pediatri, Vol. Pustaka 2, No. 3, Desember 2000 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000: 139-145 Perkembangan Normal Tidur pada Anak dan Kelainannya Dwi Putro Widodo, Taslim S Soetomenggolo

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN PENANGANAN INSOMNIA KRONIK

DIAGNOSIS DAN PENANGANAN INSOMNIA KRONIK DIAGNOSIS DAN PENANGANAN INSOMNIA KRONIK G.A Dian Puspitha Candra Bagian/ SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRAK Insomnia merupakan kesulitan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di kawasan Asia Tenggara penduduk yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur adalah keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau ketidaksadaran parsial dimana seorang individu dapat dibangunkan (Tortora dan Derrickson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

TUJUAN WAWANCARA MEDIS

TUJUAN WAWANCARA MEDIS WAWANCARA MEDIS Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pasien mengenai keadaan penyakitnya (awal dan riwayat) Bagian terpenting dalam proses diagnosa dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang

Lebih terperinci

BAB 1 PSIKIATRI KLINIK

BAB 1 PSIKIATRI KLINIK Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 BAB 1 PSIKIATRI KLINIK A. Pertanyaan untuk persiapan dokter muda 1. Seorang pasien sering mengeluh tidak bisa tidur, sehingga pada pagi hari mengantuk tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Stres A. Definisi Stres Stres merupakan reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan (WHO, 2003). Sedangkan pendapat lain menyebutkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Jadwal Penelitian. Desember Februari Januari Persiapan. Pelaksanaan. Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan

LAMPIRAN. 1. Jadwal Penelitian. Desember Februari Januari Persiapan. Pelaksanaan. Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan LAMPIRAN 1. Jadwal Penelitian Kegiatan/ Waktu Persiapan November 2009 Desember 2009 Januari 2010 Februari 2010 Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan 2. Personil penelitian 1. Ketua Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

SINDROMA GUILLAINBARRE

SINDROMA GUILLAINBARRE SINDROMA GUILLAINBARRE Dosen pembimbing: dr. Fuad Hanif, Sp. S, M.Kes Vina Nurhasanah 2010730110 Definisi Sindroma Guillian Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat akut yang sering terjadi 1-3 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam daur kehidupan yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa, terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tersebut

Lebih terperinci