MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT TESIS CHEVY CAHYANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM ILMU KELAUTAN 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT TESIS Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Magister Ilmu Kelautan CHEVY CAHYANA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM ILMU KELAUTAN 2011

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh Subhanahu wa Ta ala atas limpahan rahmat dan petunjuk-nya sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Penulisan tesis dengan judul Model Sebaran Panas Air Kanal Pendingin Instalasi Pembangkit Listrik ke Badan Air Laut dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan kelulusan di Program Studi Ilmu Kelautan. Penulisan ini tak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. rer. nat. Eko Kusratmoko, M. Sc. sebagai Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian dan menyusun tesis ini; 2. Bapak Dr. A. Harsono Soepardjo, M. Eng. selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan dan sebagai Pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat; 3. Ibu Dra. Tuty Handayani, M. S. selaku pembimbing akademis; 4. Bapak Drs. R. Heru Umbara, Bapak Dr. Heny Suseno, M. Si. dan rekan-rekan seperjuangan di Bidang Radioekologi Kelautan PTLR BATAN; 5. Bapak Dwijo dan Kelompok Oseanology PPEN BATAN, yang telah membantu dalam pengukuran lapangan; 6. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut berkontribusi dalam penyusunan tesis ini. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar dapat menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis 2011 v

6 vi

7 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Chevy Cahyana : Ilmu Kelautan : Model Sebaran Panas Air Kanal Pendingin Instalasi Pembangkit Listrik ke Badan Air Laut Pengoperasian suatu instalasi pembangkit listrik tenaga termal, baik yang berbahan bakar batubara, minyak bumi maupun energi nuklir, umumnya menggunakan air laut sebagai pendingin. Air pendingin yang masuk kembali ke laut memiliki temperatur di atas temperatur ambien air laut. Masuknya limbah air panas dari kanal pendingin ke laut (thermal pollution) dalam jumlah besar dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan biota laut di sekitarnya. Pengkajian tentang pola sebaran polutan panas dari kanal pendingin pembangkit listrik perlu dilakukan untuk dapat mengetahui luas daerah yang terkena dampak dan berapa besar perubahan temperatur yang terjadi. Simulasi sebaran panas di laut dilakukan dengan mengasumsikan pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas 7000 MWe beroperasi di Semenanjung Muria Jepara sebagai calon tapak PLTN di Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan temperatur sebesar C menyebar sejauh 115 m, sementara temperatur sebesar C menyebar sejauh 1048 m dari outlet kanal pendingin. Kata kunci: kanal pendingin, sebaran panas vii

8 ABSTRACT Name Study Program Title : Chevy Cahyana : Ilmu Kelautan : The Model of Heat Water Dispersion from Power Plant Installation Cooling Canal to Ocean Water Bodies. The operation of a thermal power plant, including coal-fired, oil and nuclear energy, use sea water as coolant. Cooling water back into the sea has a temperature above the ambient temperature of sea water. The entry of warm water waste from the cooling canal to the sea (thermal pollution) in large quantities may cause negative impact on marine biota around the canal outlet. Assessment of heat pollutant dispersion pattern from power plant cooling canal needs to be done in order to know the area affected and how much the temperature changes that occur. It is assumed that 7000 MWe nuclear power plant is operated to simulate heat dispersion to ocean water body at Muria peninsula, Jepara as a candidate site of nuclear power plant at Indonesia. The simulation results show that temperature of C disperse along 115 meters, meanwhile temperature of C disperse along 1048 meters from cooling canal outlet Key words: cooling canal, heat dispersion viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.iii HALAMAN PENGESAHAN..iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.. vi ABSTRAK... vii ABSTRACT.. viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Metode Penelitian Tujuan Penelitian.4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pembangkit Listrik Tenaga Termal Sistem Air Pendingin Pembangkit Listrik Tenaga Termal Karakteristik Fisik Laut Temperatur Arus Laut Kekasaran Dasar Laut dan Viskositas Olakan Pasang Surut Konsep Hidrodinamika Laut Model Numerik Hidrodinamika Laut Model Hidrodinamika untuk Perairan Dangkal Penelitian Terdahulu..27 BAB 3 METODE PENELITIAN Daerah Studi Perangkat Lunak Surface Water Modeling System (SMS) Cara Kerja Data Input Penentuan Kondisi Batas dan Kondisi Awal Sifat Bahan Analisis Sensitivitas Validasi Model ix

10 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Domain Pemodelan dan Diskritisasi Domain Data Kedalaman Laut Pengaturan Model Kondisi Batas Kondisi Awal Sifat Material Kontrol Model Kalibrasi dan Validasi Analisis Sensitivitas Perangkat Lunak SMS Variasi Kekasaran Maning Perubahan Viskositas Olakan Validasi Model Pola Arus dari Kanal Pendingin Pola Sebaran Panas dari Kanal Pendingin Simulasi Kanal Pendingin PLTN 7000 MWe Penghitungan Debit Air Kanal Pendingin Pola Arus dan Sebaran Panas BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 68 DAFTAR PUSTAKA.69 LAMPIRAN 80 x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Skema pembangkit listrik tenaga termal dengan bahan bakar batubara... 5 Gambar 2.2. Skema pembangkit listrik tenaga nuklir jenis PWR... 7 Gambar 2.3. Skema pembangkit listrik tenaga nuklir jenis BWR 7 Gambar 2.4. Skema cara kerja kondensor 8 Gambar 2.5. Grafik hubungan antara kapasitas daya dan debit air pendingin. 9 Gambar 2.6. Komponen fluks panas Gambar 2.7. Temperatur permukaan laut rata-rata dihitung dengan teknik interpolasi optimal.. 13 Gambar 2.8. Arus Ekman yang disebabkan oleh angin dengan kecepatan Gambar m/s dengan arah 35 0 ke utara.. 15 Perbedaan model 2D dan model 3D pada arus yang dipengaruhi angin Gambar 3.1. Lokasi penelitian.. 29 Gambar 3.2. Diagram alir proses pemodelan RMA2 dan RMA Gambar 3.3. Peta batimetri Semenanjung Muria Jepara.. 33 Gambar 4.1. Domain pemodelan.. 37 Gambar 4.2. Diskritisasi domain pemodelan 38 Gambar 4.3. Kontur kedalaman laut Semenanjung Muria, Jepara Gambar 4.4. Model kanal untuk analisis sensitivitas Gambar 4.5. Pengaruh kekasaran Manning (n) terhadap elevasi muka air.. 44 Gambar 4.6. Pengaruh viskositas olakan terhadap elevasi muka air 45 Gambar 4.7. Pengukuran arah dan kecepatan arus Gambar 4.8. Perbandingan besarnya kecepatan arus hasil pemodelan dan pengukuran.. 47 Gambar 4.9. Perbandingan arah arus hasil pemodelan dan pengukuran.. 47 Gambar a. Pola arus pada saat musim barat.. 48 Gambar b. Pola arus pada saat musim timur Gambar Pengaruh debit kanal terhadap pola arus. 50 Gambar Grafik pengaruh debit kanal terhadap pola arus.. 51 Gambar a. Model sebaran panas untuk musim barat Gambar b. Model sebaran panas untuk musim timur Gambar a. Pola sebaran air panas di laut dengan debit 180 m 3 /s. 55 Gambar b. Pola sebaran air panas di laut dengan debit 60 m 3 /s xi

12 Gambar Sebaran panas pada arah tegak lurus sumbu simetri kanal pendingin Gambar Sebaran panas sepanjang sumbu simetri kanal pendingin Gambar a. Hasil simulasi model dengan panjang kanal 500 m Gambar b. Hasil simulasi model dengan panjang kanal 1000 m Gambar c. Hasil simulasi model dengan panjang kanal 2000 m Gambar Sebaran panas pada arah tegak lurus sumbu simetri kanal pendingin. 59 Gambar Pola sebaran arus yang dipengaruhi debit kanal pendingin. 62 Gambar Sebaran panas dari PLTN dengan kapasitas 7000 MWe. 62 Gambar Sebaran temperatur ke arah barat laut. 63 Gambar Sebaran temperatur ke arah utara 64 Gambar Sebaran temperatur ke arah timur laut. 64 Gambar Perubahan temporal sebaran temperatur terhadap jarak. 66 Gambar Perubahan temperatur secara temporal pada beberapa titik tinjau 66 xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Besarnya viskositas olakan berdasarkan jenis aliran Tabel 2.2. Kaitan hukum kekekalan dengan persamaan gerak fluida.. 21 Tabel 4.1. Rentang nilai faktor difusi xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Batimetri Semenanjung Muria, Jepara berdasarkan peta Dishidros TNI AL Lampiran B Data pengukuran lapangan kedalaman laut Semenanjung Muria, Lampiran C Jepara... Peta batimetri perairan Jepara Lampiran D Hasil pengukuran arus di Semenanjung Muria, Jepara xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengoperasian suatu instalasi pembangkit listrik, baik yang berbahan bakar batubara, minyak bumi maupun energi nuklir, umumnya menggunakan air laut sebagai pendingin. Air laut yang telah digunakan sebagai pendingin ini dibuang kembali ke laut. Untuk menurunkan temperatur, sebelum dibuang kembali ke laut air pendingin dialirkan melalui suatu kanal pendingin (cooling channel). Namun, air pendingin yang masuk kembali ke laut tetap memiliki temperatur di atas temperatur ambien air laut. Masuknya limbah air panas dari kanal pendingin ke laut (thermal pollution) dalam jumlah besar dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan biota laut di sekitarnya. Hanya ikan, krustasea dan moluska yang dapat bertahan terhadap temperatur yang tinggi dan dapat hidup dalam lingkungan yang panas. Temperatur tertinggi yang dapat ditoleransi oleh ikan adalah 38,1 0 C, krustasea 37,9 0 C dan moluska 36,7 0 C (Mihardja dkk., 1999). Pengaruh secara kimia adalah terhadap kecepatan reaksi dimana reaksi pada kondisi yang setimbang akan berubah sejalan dengan perubahan temperatur. Kecepatan reaksi akan naik sekitar duakalinya untuk setiap kenaikan 10 0 C. Banyak reaksi yang mempengaruhi kualitas air yaitu reaksi biokimia dan sekitar pusat aktivitas mikroba. Rasa dan bau terjadi pada air yang hangat karena terjadinya penurunan kelarutan terutama gas H 2 S, SO 2, CH 4, SO x (Huboyo dan Zaman, 2007). Penyebaran temperatur di badan air akan dipandang sebagai penyebaran material yang konservatif yang tidak mengalami peluruhan oleh proses kimia dan biologi di dalam air, jadi perubahahan temperaturnya hanya disebabkan oleh proses fisis saja (Ismanto dkk., 2008). Proses fisis tersebut berupa adveksi, difusi, konduksi dan konveksi. Proses adveksi dan difusi terjadi pada badan air laut, sedangkan proses 1

16 2 konduksi dan konveksi terjadi pada batas air dan udara. Adveksi adalah proses perpindahan panas sebagai akibat dari adanya aliran. Difusi adalah proses perpindahan panas berupa rambatan dari air dengan temperatur tinggi ke air dengan temperatur yang lebih rendah. Biasanya permukaan laut lebih panas dari udara di atasnya sehingga terdapat sejumlah panas yang hilang dari laut melalui proses konduksi. Kehilangan tersebut relatif kecil dibanding total panas lautan sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, kecuali untuk pencampuran konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat dari permukaan laut (Supangat dan Susanna, 2008). Dengan kata lain luas sebaran polutan panas dari kanal pendingin tergantung pada beberapa faktor yaitu volume air limbah, temperatur air limbah, temperatur ambien air laut dan sirkulasi air laut di lokasi masuknya air limbah ke laut. 1.2 Perumusan Masalah Pengkajian tentang sebaran polutan panas dari kanal pendingin pembangkit listrik perlu dilakukan untuk dapat mengetahui dampaknya terhadap lingkungan. Pengkajian sebaran panas di laut dapat dilakukan dengan pemodelan komputer menggunakan konsep analisis numerik hidrodinamika laut. Pada pemodelan sebaran polutan panas dari kanal pendingin ke badan air laut, timbul beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana sensitivitas perangkat lunak yang digunakan terhadap parameter potensial berupa kekasaran Manning dan viskositas olakan? 2. Bagaimana perbandingan arus hasil pemodelan dengan arus hasil pengukuran? 3. Bagaimana pola sebaran temperatur pada badan air laut secara spasial dan temporal?

17 3 Dalam melakukan pemodelan pola sebaran polutan panas di laut, prosesproses fisika yang terjadi dimodelkan secara numerik. Dalam melakukan pemodelan numerik perlu dilakukan pendekatan-pendekatan agar solusi dari model numerik tersebut dapat diperoleh. Selain itu perlu dilakukan juga batasan-batasan agar pembahasan yang dilakukan tidak terlalu mengembang dan keluar dari tujuan pembuatan tesis ini. Pendekatan dan batasan-batasan dalam tesis ini adalah: a. Pemodelan dilakukan pada daerah pesisir yang dangkal, sehingga badan air laut dianggap tidak mengalami perlapisan (non stratification). b. Distribusi kecepatan terhadap kedalaman dianggap seragam, sehingga kecepatan dalam arah vertikal dapat diabaikan. Oleh karena itu pemodelan dapat dilakukan secara dua dimensi (2D) dengan hanya memperhatikan kecepatan dalam arah horisontal. c. Arus laut hanya dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh gelombang laut, gesekan angin dan rotasi bumi diabaikan. d. Model numerik yang digunakan dalam tesis ini diambil dari Surface Water Modeling System (SMS) berupa modul RMA2 untuk simulasi arus dan RMA4 untuk simulasi sebaran polutan. e. Validasi hasil model dengan cara membandingkan hasil pemodelan dan hasil pengukuran hanya dilakukan terhadap hasil pemodelan arus. 1.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah membandingkan beberapa hasil simulasi sebaran panas untuk keadaan musim yang berbeda baik untuk kasus tunak (steady state) maupun untuk kasus tak tunak (transient). Data lapangan yang digunakan dalam simulasi ini berupa data batimetri dan data pasang surut.

18 4 Dalam penelitian ini data hasil simulasi yang divalidasi dengan cara membandingkan dengan data pengamatan atau data pengukuran adalah hasil pemodelan pola arus. Kalibrasi dan validasi terhadap model yang digunakan dilakukan dengan cara uji sensitivitas terhadap parameter-parameter potensial berupa kekasaran (roughness) dasar laut dan viskositas olakan (eddy viscosity). Uji sensitivitas biasa dilakukan dalam penelitian-penelitian yang berbentuk pemodelan numerik. Tahapan simulasi pada penelitian ini meliputi penentuan lokasi berupa peta digital lengkap dengan koordinat lintang dan bujur, penentuan parameter-parameter yang digunakan, pendekatan-pendekatan yang dilakukan, validasi hasil pemodelan, serta uji sensitivitas dari model. Tahapan terakhir dari penelitian ini adalah melakukan simulasi untuk model sebaran panas dari pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas 7000 MWe. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pola sebaran polutan panas di laut agar dapat digunakan dalam pengkajian dampak lingkungan dalam pembangunan instalasi pembangkit listrik yang menggunakan air laut sebagai pendingin. Hasil simulasi ini juga dapat digunakan untuk uji validasi selanjutnya terutama dalam perancangan pembuatan kanal pendingin agar diperoleh geometri, debit aliran dan lokasi yang tepat yang dapat memberikan hasil pendinginan yang optimal dengan dampak terhadap lingkungan yang minimal.

19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Termal Instalasi pembangkit listrik tenaga termal (thermal power plant) pada umumnya menggunakan tekanan uap dari air yang dipanaskan pada tungku (boiler) untuk menggerakkan turbin generator. Uap air yang telah digunakan masuk ke dalam kondensor untuk dikondensasi menjadi air yang kemudian dipompa kembali ke dalam tungku. Pendinginan pada proses kondensasi berasal dari air pendingin yang dialirkan melalui pipa-pipa pada kondensor. Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan air bermacam-macam, antara lain bahan bakar minyak, gas dan batubara. Skema pembangkit listrik tenaga termal dengan bahan bakar batubara ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Skema pembangkit listrik tenaga termal dengan bahan bakar batubara (Wikipedia - 5

20 6 Pembangkit listrik tenaga termal juga dapat menggunakan energi panas dari hasil reaksi fisi nuklir. Pembangkit listrik yang menggunakan energi nuklir sebagai bahan bakar disebut Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Ada beberapa jenis PLTN yang ada di dunia, dua di antaranya adalah PLTN reaktor air tekan (Pressurized Water Reaktor, PWR) dan reaktor air didih (Boiling Water Reactor, BWR). PLTN jenis PWR mempunyai dua siklus pendingin, yaitu pendingin primer dan pendingin sekunder. Siklus pendingin primer seluruhnya berada dalam fase cair. Sedangkan siklus pendingin sekunder terdiri fase cair dan fase uap. Pendingin primer masuk ke dasar teras reaktor pada suhu sekitar 275 C dan dipanaskan hingga suhunya mencapai sekitar 315 C. Pada suhu tersebur air masih dalam fase cair karena adanya tekanan yang besar sekitar 155 bar (15.5 MPa, 153 atm atau 2,250 psig). Pendingin primer selanjutnya masuk ke dalam kolom pembangkit uap (steam generator) dan digunakan untuk proses penguapan pendingin sekunder. Uap dari pendingin sekunder digunakan untuk memutar turbin. Keluar dari turbin, uap pendingin sekunder didinginkan kembali oleh kondensor sehingga kembali ke fase cair. Uap yang sudah berubah menjadi air dipompa kembali ke dalam kolom pembangkit uap. Skema PLTN jenis PWR ditunjukkan pada Gambar 2.2. PLTN jenis BWR hanya mempunyai satu siklus pendingin yang terdiri dari fase cair dan fase uap. Pendingin masuk ke dasar teras reaktor dan dipanaskan hingga mendidih dan menguap. Tekanan sistem dijaga pada sekitar 75 atm (7,6 MPa, psi) sehingga air mendidih pada suhu 285 C. Uap dari teras langsung digunakan untuk memutar turbin. Keluar dari turbin, uap didinginkan pada kondensor sehingga menjadi cair kembali dan dipompa kembali ke dalam teras reaktor. Skema PLTN jenis BWR ditunjukkan pada Gambar 2.3.

21 7 Gambar 2.2. Skema pembangkit listrik tenaga nuklir jenis PWR (Paschoa, 2004) Gambar 2.3. Skema pembangkit listrik tenaga nuklir jenis BWR (Paschoa, 2004)

22 8 2.2 Sistem Air Pendingin Pembangkit Listrik Tenaga Termal Instalasi pembangkit listrik tenaga termal pada umumnya menggunakan tekanan uap dari air yang dipanaskan pada tungku (boiler) untuk menggerakkan turbin generator. Uap air yang telah digunakan masuk ke dalam kondensor untuk dikondensasi menjadi air yang kemudian dipompa kembali ke dalam tungku. Pendinginan pada proses kondensasi berasal dari air pendingin yang dialirkan melalui pipa-pipa pada kondensor. Air pendingin yang digunakan untuk mendinginkan kondensor umumnya diambil dari laut melalui pipa inlet dan kemudian dibuang kembali ke laut melalui pipa outlet. Desain kondensor secara normal menghasilkan peningkatan temperatur air pendingin antara C. (Majewski, W., Miller, D. C., 1979). Untuk memperoleh peningkatan temperatur air pendingin yang rendah diperlukan air pendingin dengan jumlah yang besar. Cara kerja kondensor ditunjukkan oleh skema pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Skema cara kerja kondensor (Wikipedia)

23 9 Pada saat proses kondensasi uap panas, terjadi perpindahan panas dari uap yang dikondensasi ke air pendingin dengan laju sebagai berikut, H = Q x p x C p x T (2.1) Dimana: H laju perpindahan panas ke air pendingin, J/s atau kkal/s Q debit aliran air pendingin, m 3 /s p kerapatan air, kg/m 3 C p kapasitas panas, J kg -1 K -1 atau kkal kg -1 K -1 T kenaikan temperatur air pendingin, C Berdasarkan pada persamaan 2.1. banyaknya air pendingin yang diperlukan suatu instalasi pembangkit listrik tenaga termal sebanding dengan besarnya kapasitas daya dari pembangkit listrik tersebut. Hubungan antara kapasitas daya dengan debit air pendingin yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 2.5. Gambar 2.5. Grafik hubungan antara kapasitas daya dan debit air pendingin (Majewski, W., Miller, D. C., 1979)

24 10 Dari grafik pada Gambar 2.5 tampak bahwa untuk kapasitas daya yang sama, pembangkit listrik tenaga nuklir membutuhkan air pendingin yang lebih banyak daripada pembangkit listrik tenaga termal yang berbahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara). Untuk menghasilkan listrik sebesar 1000 MWe, pembangkit listrik tenaga nuklir membutuhkan air pendingin sebanyak sekitar m 3 /s untuk mendapatkan kenaikan temperatur air pendingin sebesar 10 0 C. Sementara itu untuk memperoleh hasil yang sama pembangkit listrik tenaga termal yang berbahan bakar fosil hanya membutuhkan air pendingin sebanyak sekitar 26,91 m 3 /s. Hal ini terjadi karena efisiensi pembangkit listrik tenaga nuklir lebih kecil dibanding pembangkit listrik berbahan bakar fosil, sehingga pada pembangkit listrik tenaga nuklir lebih banyak energi panas yang terbuang ke lingkungan. Besarnya efisiensi pembangkit listrik tenaga termal dihitung dengan persamaan berikut (Roth,2005), energilistrik yangdihasilkan efisiensi, η = (2.2) energiinput Untuk menghasilkan listrik sebesar 1000 MWe, pembangkit listrik tenaga nuklir dengan efisiensi 33% melepaskan energi panas ke lingkungan sebesar 67%. Dari energi panas yang terlepas ke lingkungan 5% terjadi di dalam instalasi sehingga energi panas yang terbuang ke air pendingin sebesar 62%, atau setara dengan energi sebesar 62 E = x1000= 1878, 78MWatt 33 Dengan menggunakan persamaan 2.1 diperoleh jumlah air pendingin yang dibutuhkan untuk memperoleh kenaikan temperatur air pendingin sebesar 10 0 C adalah 44,95 m 3 /s.

25 11 Sementara itu pada pembangkit listrik tenaga termal dengan bahan bakar fosil dengan efisiensi 40%, untuk mendapatkan listrik sebesar 1000 MWe jumlah energi panas yang terbuang ke lingkungan adalah sebesar 1500 MW. Energi panas yang terbuang ini sebanyak 15% terjadi di dalam instalasi dan pada cerobong, sehingga jumlah energi panas yang terbuang melalui air pendingin adalah sebesar 1125 MW. Untuk memperoleh kenaikan temperatur air pendingin sebesar 10 0 C dibutuhkan air pendingin sebanyak 26,91 m 3 /s. Pada sistem pendingin pembangkit listrik tenaga termal, air pendingin kondensor yang diambil dari air laut, setelah melewati kondensor dibuang kembali ke laut. Sebagai contoh, PLTU Suralaya Unit 1-7, setiap hari dapat menghasilkan limbah air pendingin kondensor dengan suhu berkisar antara o C dengan jumlah aliran m 3 /jam atau setara 145 m 3 /det dibuang ke laut (Budi, S., 2008). Sementara itu PLTN Brunswick yang terletak di negara bagian North Carolina, Amerika Serikat mengambil air dari sungai Cape Fear, sementara itu limbah air panas kondensor dibuang melalui kanal pendingin menuju laut. Air yang sudah digunakan sebagai pendingin kondensor tentu memiliki suhu yang lebih tinggi dari suhu normalnya. Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur pembuangan air limbah panas dari kondensor ini melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa temperatur maksimum air bahang (panas) dari sumber pendingin yang diijinkan untuk dibuang ke sungai atau ke laut adalah 40 0 C. Besarnya temperatur limbah air panas dari kondensor dapat dikontrol dengan cara mengatur debit air pendingin yang dipompakan ke kondensor. Semakin besar kapasitas daya pembangkit listrik tenaga termal, semakin besar debit air pendingin yang dibutuhkan, yang berarti semakin besar pula debit limbah air panas yang dibuang melalui kanal pendingin.

26 Karakteristik Fisik Laut Temperatur Temperatur dan salinitas adalah karakteristik fisik air laut yang sangat penting, karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi badan air laut secara umum. Temperatur, salinitas dan tekanan dapat menentukan kerapatan air laut. Sebaran temperatur pada permukaan laut dipengaruhi oleh fluks panas, penguapan, curah hujan, air sungai yang mengalir ke laut serta pembekuan dan pencairan es di laut (Purba, 2004). Fluks panas terdiri dari beberapa komponen, yaitu insolation (incoming solar radiation) Q SW, radiasi infra merah Q LW, fluks panas sensible Q S dan fluks panas laten Q L. Besarnya komponen-komponen fluks panas ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Komponen fluks panas (Stewart, 2006)

27 13 Gambar 2.7. Temperatur permukaan laut rata-rata dihitung dengan teknik interpolasi optimal (Stewart, 2006)

28 14 Sebaran temperatur pada permukaan laut cenderung bersifat zonal, yaitu tidak bergantung pada posisi garis bujur (Gambar 2.7). Perbedaan temperatur terutama disebabkan oleh kenaikan panas di lapisan permukaan di daerah equator dan pengurangan panas di daerah kutub. Air paling hangat berada di sekitar equator dan air paling dingin berada di sekitar kutub. Pada daerah antara equator sampai dengan garis lintang 40 0, air yang lebih dingin cenderung berada di bagian timur. Pada daerah yang terletak di bagian utara dari garis lintang 40 0, air yang lebih dingin cenderung berada di bagian barat. Temperatur permukaan laut memiliki anomali, deviasi temperatur dalam jangka panjang sangat kecil, kurang dari C kecuali di samudera Pasifik di sekitar ekuator deviasi bisa mencapai 3 0 C (Stewart, 2006). Profil temperatur terhadap kedalaman menunjukkan tiga zona yang berbeda di bawah permukaan air (0-5 m), yaitu zona atas (upper zone), termoklin (thermocline) dan zona dalam (deep zone) (Kennish, 2001). Zona atas pada kedalaman 5 sampai 200 meter merupakan lapisan dimana terjadi pencampuran yang baik, yang dicirikan dengan kondisi yang hampir isothermal dan dapat dipengaruhi oleh angin permukaan. Perubahan temperatur musiman tidak berpengaruh pada lapisan ini. Pada kedalaman antara 200 dan 1000 meter, temperatur air naik dengan cepat. Lapisan ini disebut termoklin. Pada bagian bumi dengan posisi garis lintang rendah sampai pertengahan, termoklin merupakan perilaku hidrografi yang permanen, sedangkan pada posisi garis lintang tinggi kondisi termoklin terbentuk secara musiman. Termoklin musiman sering terjadi pada kedalaman 50 sampai 100 meter pada air laut di posisi garis lintang pertengahan. Temperatur dengan stabilitas rendah (rata-rata 4 0 C) ditemukan di bawah termoklin permanen. Profil temperatur pada posisi lintang yang rendah menunjukkan penurunan yang tajam, dari 20 0 C pada lapisan permukaan, menjadi 2 sampai 5 0 C pada zona dalam. Pada garis lintang pertengahan temperatur turun dari 10 sampai 15 0 C di permukaan menjadi 5 0 C pada lapisan air yang lebih dalam. Pada posisi garis lintang tinggi (daerah kutub), temperatur selalu rendah (4 0 C) pada seluruh kolom air.

29 Arus Laut Sebaran air panas kanal pendingin pada air laut sangat dipengaruhi oleh pola kecepatan aliran atau arus laut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sirkulasi air di pesisir. Secara umum yang terpenting adalah kekuatan arus pasang surut, aliran air dari sungai, kondisi meteorologi, konfigurasi garis pantai dan kedalaman, serta topografi paparan benua (Kennish, 2001). Angin merupakan salah satu gaya yang disebabkan oleh kondisi meteorologi. Pada saat bertiup di atas permukaan laut, angin mentransfer sebagian energinya untuk membentuk gelombang yang menyebabkan terjadinya arus. Semakin besar kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja pada permukaan laut dan semakin besar arus permukaan. Gaya gesekan yang diakibatkan oleh tiupan angin disebut tegangan angin (wind stress). Gambar 2.8. Arus Ekman yang disebabkan oleh angin dengan kecepatan 10m/s dengan arah 35 0 ke utara (Stewart, 2006)

30 16 Pengaruh tegangan angin pada permukaan laut adalah terjadinya gerakan turbulen, dimana terjadi transfer momentum di antara bagian-bagian air yang mengakibatkan terjadinya gesekan internal yang disebut viskositas olakan (eddy viscosity). Teori tentang arus yang diakibatkan oleh tegangan angin dikembangkan oleh Vagn Walfrid Ekman. Menurut Ekman, jika tiupan angin yang steady terjadi pada laut dengan kedalaman dan lebar takterbatas dan tidak ada variasi densitas, gesekan oleh angin pada lapisan paling atas akan memberikan gesekan berupa viskositas olakan pada lapisan di bawahnya, dan seterusnya pada lapisan berikutnya. Dengan adanya gaya coriolis, yaitu gaya yang disebabkan oleh rotasi bumi, dan dengan anggapan bahwa terjadi kesetimbangan antara gaya gesekan dan gaya coriolis, Ekman menyimpulkan bahwa kecepatan arus akan berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman, dan arah arus menyimpang 45 0 dari arah angin dan sudut penyimpangan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Vektor arus membentuk spiral yang disebut dengan Spiral Ekman Kekasaran Dasar Laut dan Viskositas Olakan Kekasaran (roughness) dasar laut dan viskositas olakan (eddy viscosity) dapat mempengaruhi profil air permukaan, kecepatan aliran dan distribusi kecepatan pada badan air laut. Kekasaran Manning (n) merupakan koefisien yang digunakan untuk menggambarkan resistensi terhadap aliran akibat kekasaran permukaan dasar laut. (Khayyun, 2008). Di permukaan laut, gerakan air tidak pernah laminar, tetapi turbulen sehingga kelompok-kelompok air ditukar antara satu bagian fluida ke bagian fluida yang lain. Gesekan internal yang dihasilkan lebih besar daripada yang disebabkan oleh pertukaran molekul individu dan disebut viskositas olakan (Supangat dan Susanna, 2008).

31 17 Dalam mempelajari turbulensi dalam fluida, umumnya vortisitas dalam skala kecil diabaikan dalam perhitungan. Viskositas olakan dengan skala yang lebih besar lebih banyak digunakan dalam perhitungan. Nilai viskositas olakan yang digunakan dalam pemodelan sirkulasi laut berkisar antara 5x10 4 sampai 10 6 Pa.s, tergantung pada resolusi grid numerik yang digunakan (Glamore, 2007). Dalam pembentukkan persamaan gerak, viskositas olakan sesungguhnya merepresentasikan viskositas molekular dan efek turbulensi dari tegangan Reynold. Akan tetapi dalam aliran dimana tegangan Reynold lebih dominan, umumnya besar viskositas olakan lebih besar daripada viskositas molekular, sehingga viskositas molekular dapat diabaikan. Walaupun sulit untuk menetapkan nilai dari viskositas olakan, analogi terhadap kondisi fisik menunjukkan bahwa viskositas olakan bergantung pada momentum fluida, gradient kecepatan dan fenomena aliran. Nilai viskositas olakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran elemen dan kecepatan aliran (Khayyun, 2008). Besarnya viskositas olakan berdasarkan jenis aliran disajikan dalam table 2.1. Tabel 2.1. Besarnya viskositas olakan berdasarkan jenis aliran (Khayyun, 2008). Jenis Aliran Viskositas Olakan, pascal detik Aliran horisontal homogen sekitar pulau Aliran horisontal homogen pada pertemuan dua sungai Aliran tunak termal ke sungai dengan arus lambat Aliran pesisir dalam muara yang berawa-rawa Aliran lambat pada kolam dangkal 10-50

32 18 Gesekan dengan dasar laut dan viskositas olakan merupakan parameter yang dapat digunakan untuk kalibrasi dan untuk mendapatkan hasil yang stabil dalam pemodelan numerik (Dill, 2007). Perubahan pada gesekan dasar laut dapat memberi kontrol arah dan besar kecepatan fluida. Tegangan dasar laut didefinisikan sebagai, Τ = ρgrs (2.3) Dimana ρ adalah kerapatan air, g adalah percepatan gravitasi, R adalah jari-jari hidrolik rata-rata, dan S adalah kemiringan dasar laut (King, 1996). Gesekan dasar laut dihitung dengan persamaan Manning jika besarnya input kekasaran lebih kecil dari 3.0. Untuk input kekasaran yang lebih besar atau sama dengan 3.0 digunakan persamaan Chezy. Persamaan Manning untuk arus yang seragam adalah, R S V = 1.49 (2.4) n dimana V adalah kecepatan. Dengan menyelesaikan persamaan Manning untuk S dan mensubstitusi hasilnya ke dalam persamaan 2.3, diperoleh 2 2 n V T = ρ g (2.5) R Karena untuk kanal yang lebar jari-jari hidrolik rata-rata, R, hampir sama dengan kedalaman, persamaan 2.5 dapat dituliskan sebagai berikut, 2 2 n u u + T x g v = ρ (2.6.a) 1.49 h 2 2 n v u + T y g v = ρ (2.6.b) 1.49 h dimana h adalah kedalaman kanal.

33 Pasang Surut Pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya permukaan air laut secara periodik. Pasang surut menyebabkan terbentuknya gelombang yang paling panjang di laut dan juga arus yang disebut arus pasang surut. Pasang surut menghasilkan arus yang kuat pada bagian-bagian laut. Arus pasang surut dapat memiliki kecepatan mencapai 5 m/s pada laut pesisir (Stewart, 2006). Pasang surut erat kaitannya dengan gaya gravitasi oleh bulan dan matahari. Pasang tertinggi terjadi pada saat bulan purnama, karena gravitasi bulan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada gravitasi matahari. Walaupun massa bulan jauh lebih kecil daripada massa matahari, namun jarak bulan ke bumi jauh lebih kecil daripada jarak matahari ke bumi, hal ini sesuai dengan hukum Newton tentang gravitasi yang dituangkan dalam persamaan berikut, M1M 2 F g = G (2.7) 2 R Dimana M 1 dan M 2 adalah massa masing-masing benda (kilogram), R adalah jarak antara kedua benda (meter) dan G adalah konstanta universal (6.6 x Nm 2 kg -2 ). Ketinggian pasang surut dapat diprediksi dengan metode harmonik. Metode tersebut memanfaatkan pengetahuan bahwa pasang surut yang diamati merupakan jumlah dari beberapa komponen atau pasang surut parsial, masing-masing dengan periode yang berhubungan dengan periode salah satu gerakan astronomi antara bumi, matahari dan bulan (Supangat dan Susanna, 2008). 2.4 Konsep Hidrodinamika Laut Definisi hidrodinamika adalah studi ilmiah tentang gerak fluida, khususnya zat cair incompressible yang dipengaruhi oleh gaya internal dan eksternal. Dalam hidrodinamika laut gaya-gaya yang terpenting adalah gaya gravitasi, gaya gesekan dan gaya coriolis (Stewart, 2006). Gaya gravitasi merupakan gaya yang dominan dalam hidrodinamika. Gaya berat dari air laut yang merupakan akibat dari adanya gravitasi, menghasilkan tekanan

34 20 hidrostatis. Perubahan gravitasi yang diakibatkan oleh gerakan matahari dan bulan relatif terhadap bumi, menyebabkan terjadinya pasang surut, arus dan pencampuran. Gravitasi juga menyebabkan terjadinya buoyancy, yaitu gaya naik atau gaya turun pada paket-paket air yang memiliki densitas lebih besar atau lebih kecil dari pada air di sekitarnya pada level yang sama. Gaya gesekan adalah gaya yang bekerja pada dua buah permukaan yang saling bersentuhan dan terjadi gerak relatif antara keduanya. Permukaan di sini dapat berupa paket air atau udara. Tekanan angin adalah gesekan yang disebabkan oleh bertiupnya angin di atas permukaan laut. Tiupan angin mentransfer momentum horisontal kepada laut sehingga menghasilkan arus. Jika angin bertiup pada gelombang laut, maka akan terjadi gelombang laut yang lebih besar. Gaya Coriolis adalah gaya semu yang dominan yang mempengaruhi gerak dalam sistem koordinat yang disesuaikan terhadap bumi. Gaya semu adalah gaya yang nyata yang muncul dari gerak dalam curvilinear atau koordinat yang berputar. Efek Coriolis adalah pantulan dari angin yang bergerak sepanjang permukaan bumi ke kanan arah gerak pada bagian utara bumi, dan ke kiri arah gerak pada bagian selatan bumi. Efek Coriolis disebabkan oleh rotasi bumi dan menentukan arah rotasi dari massa air, akibatnya arus berputar searah jarum jam di bumi bagian selatan, dan berlawanan arah jarum jam di bumi bagian utara. Hidrodinamika adalah cabang dari mekanika fluida. Dalam oseanografi, mekanika fluida digunakan berdasarkan mekanika Newton yang dimodifikasi dengan memperhitungkan turbulensi. Persamaan umum dalam konsep hidrodinamika dibentuk dari hukum kekekalan massa, hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi (Tabel 2.2).

35 21 Tabel 2.2. Kaitan hukum kekekalan dengan persamaan gerak fluida (Stewart, 2006) Hukum kekekalan Persamaan gerak fluida Hukum kekekalan massa Persamaan kontinuitas Hukum kekekalan energi Persamaan gelombang Hukum kekekalan momentum Persamaan momentum (Navier-Stokes) Hukum kekekalan momentum sudut Kekekalan vortisitas 2.5 Model Numerik Hidrodinamika Laut Model numerik hidrodinamika laut terdiri dari beberapa komponen yaitu data yang diperlukan, model konseptual dan metode untuk menyelesaikan persamaan. Kunci dalam pembuatan model hidrodinamika adalah ketersediaan data dan informasi yang cukup untuk karakterisasi tipe arus yang diharapkan dalam sistem. Data harus tersedia untuk sejumlah daerah. Data yang diperlukan dalam pemodelan adalah data geografi, arus, kandungan zat, kondisi awal, dan data untuk kalibrasi model. Data geografik menggambarkan keadaan sistem. Data arus mendefinisikan batas arus melintang dari sistem. Kandungan zat mendefinisikan kualitas air. Pemodelan arus sangat kompleks, sehingga harus dilakukan penyederhanaan sistem sebanyak mungkin, dengan tetap memperhatikan bahwa komponen utama sistem tetap terepresentasikan secara penuh. Persamaan yang dikembangkan secara umum bersifat transient (merupakan fungsi dari waktu), non-linear, dan sangat kompleks jika arus mengalami turbulensi. Persamaan menjadi lebih kompleks karena densitas air dapat berubah. Maka untuk kasus yang sangat umum, simulasi juga harus secara simultan mencakup solusi untuk parameter-parameter yang mempengaruhi densitas, seperti salinitas dan temperatur. Jika arus dipengaruhi oleh perubahan densitas, maka arus digambarkan secara bertingkat. Jika arus tidak dipengaruhi oleh perubahan densitas, maka arus digambarkan secara homogen.

36 22 Dengan data yang tersedia dan berdasarkan proses-proses yang terkait, model konseptual harus dikembangkan. Model konseptual harus menggambarkan keseluruhan proses yang terkait dan bagaimana proses-proses tersebut direpresentasikan dengan model numerik. Terdapat lima tipe utama pendekatan yang dapat diterapkan untuk tipe arus yang berbeda (Glamore, 2007); - Arus tiga dimensi secara penuh - Sistem arus tiga dimensi dimana asumsi hidrostatik diterapkan - Arus dua dimensi dengan rata-rata kedalaman - Arus dua dimensi dengan rata-rata samping - Arus satu dimensi dengan rata-rata tampang lintang Model satu dimensi dapat diterapkan untuk arus permukaan sungai, dimana pengaruh dari perubahan pada bagian melintang sungai dapat diabaikan. Model dua dimensi dapat diaplikasikan untuk daerah yang dangkal. Model tiga dimensi dapat diaplikasikan dimana proses berubah terhadap kedalaman seperti pada teluk, laut, danau yang dalam, dan lain-lain. Model dengan rata-rata kedalaman tidak dapat digunakan untuk badan air yang sangat dipengaruhi oleh angin, karena pada kenyataannya air berbalik pada lapisan bawah (Glamore, 2007). Kondisi ini digambarkan pada Gambar 2.9. Gambar 2.9. Perbedaan model 2D dan model 3D pada arus yang dipengaruhi angin

37 23 Model sebaran temperatur pada badan air laut terdiri dari persamaan hidrodinamika dan persamaan adveksi-difusi yang telah dikembangkan oleh Mellor (2004) menggunakan persamaan kontinuitas dan momentum. Persamaan kontinuitas, = y VD x UD t η (2.8) Persamaan momentum, > < + > < = ) ( (0) ~ 2 wu wu x gd V D f F y UV D x D U t U D x η (2.9.a) > < + > < = ) ( (0) ~ 2 wv wv x gd U D f F y D V x UV D t V D y η (2.9.b) dimana η + = H D, V U, adalah kecepatan rata-rata arus pada sumbu x (timurbarat) dan y (utara-selatan), = dσ U D U and = dσ V D V, t adalah waktu, H adalah kedalaman, η adalah elevasi permukaan, g adalah percepatan gravitasi, dan f adalah parameter Coriolis. Difusivitas dalam sumbu x dan y adalah, + + = x V y U A H y x U A H x F M M x 2 ~ (2.10) + + = x V y U A H x y V A H y F M M y 2 ~ (2.11) Dimana A M adalah koefisien difusivitas horizontal. Tekanan angin pada permukaan tidak diperhitungkan. Gesekan dasar untuk kedua sumbu adalah sebagai berikut, D V U U z C wu ) ( + >= < (2.12)

38 C V U + V < wv ( 1 ) >= z (2.13) D Dimana C z adalah koefisien gesekan dasar. Persamaan adveksi-difusi dua dimensi untuk sebaran temperatur pada permukaan laut adalah sebagai berikut, ( T ) t u( T ) v( T ) = + x y A D ( T ) ( T ) + A + x D y J ρc H p (2.14) Dimana u dan v adalah rata-rata kecepatan arus vertikal yang ditentukan dari model hidrodinamika. 2.6 Model Hidrodinamika untuk Perairan Dangkal Aliran pada muara, perairan pantai dan laut tidak dapat dianggap satu dimensi. Dalam tesisnya Yulianto (2005) mengatakan bahwa pemodelan perilaku aliran pada muara dan perairan pantai harus menggunakan model tiga dimensi, khususnya pada muara dan daerah perairan pantai dengan batimetri yang sangat kompleks dan cukup dalam serta terjadi perlapisan (stratification). Untuk kasus dimana kedalaman perairan cukup dangkal dibandingkan dengan lebar perairan dan tidak terjadi perlapisan (non stratification) atau terjadi perlapisan yang sangat kecil (weakly stratified), maka variasi kecepatan dalam arah vertikal biasanya kecil dan jarang ditinjau. Menurut Yulianto, untuk kasus seperti ini hanya distribusi horisontal dari kecepatan rata-rata terhadap kedalaman yang diperlukan, sehingga persamaan hidrodinamiknya cukup didekati dengan persamaan dua dimensi (two dimensional depth average equation). Gerak sirkulasi arus di pantai yang dangkal dapat diasumsikan sebagai aliran massa yang bercampur sempurna (homogen) mulai dari permukaan laut sampai ke dasar perairan, dan pengaruh angin di permukaan diasumsikan mencapai dasar laut

39 25 (Ismanto, 2008). Oleh karena itu pemodelan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan yang diintegrasikan terhadap kedalaman. RMA2 (Resource Management Associates) merupakan model hidrodinamik numerik dua dimensi untuk rata-rata kedalaman dengan metode elemen hingga. RMA2 menghitung solusi elemen hingga untuk bentuk Reynold dari persamaan Navier-Stokes untuk aliran turbulensi. Gaya gesekan dihitung dengan formula Manning/Chezy, sedangkan koefisien viskositas olakan digunakan untuk mendefinisikan karakteristik turbulensi (Petrescu dan Sumbasacu, 2010). Sistem persamaan yang digunakan dalam RMA2 terdiri dari dua persamaan gerak (persamaan 2.15 dan 2.16) dalam koordinat Cartesian, serta satu persamaan kontinuitas (persamaan 2.17) untuk fluida incompressible sebagai berikut, x h x z gh y u E x u E h y u hv x u hu t u h xy xx ρ ( ) 0 sin 2 sin = φ ω ψ ζ v h V v u h gun a (2.15) y h y z gh y v E x v E h y v hv x v hu t v h yy yx ρ ( ) 0 sin 2 sin = φ ω ψ ζ v h V v u h gvn a (2.16) = y h v x h u y v x u h t h (2.17) Dimana: h : kedalaman air u, v : kecepatan lokal dalam koordinat Cartesian x, y t : waktu

40 26 ρ E g z n ξ V a ψ ω φ : densitas fluida : koefisien viskositas olakan : percepatan gravitasi : elevasi dasar laut : koefisien kekasaran Manning : koefisien gesekan angin empiris : kecepatan angin : arah angin : laju rotasi angular bumi : garis lintang lokal Persamaan 2.15, 2.16 dan 2.17 diselesaikan dengan metode elemen hingga menggunakan metode residu berpemberat Galerkin. Elemen yang digunakan dapat berupa garis satu dimensi, segi empat dua dimensi atau segi tiga, serta dapat juga memiliki sisi yang melengkung (parabolic). Fungsi dari bentuk elemen adalah kuadratik untuk kecepatan dan linear untuk kedalaman. Integrasi dalam ruang dilakukan dengan integral Gaussian. Turunan terhadap waktu diganti dengan pendekatan beda hingga non linear. Pengembangan model matematika untuk gerak air (kecepatan lokal u dan v, serta kedalaman h), untuk menentukan dispersi polutan digunakan RMA4. RMA4 adalah model numerik elemen hingga untuk transpot kualitas air, dimana distribusi konsentrasi terhadap kedalaman diasumsikan seragam (King, 2003). RMA4 menyelesaikan persamaan adveksi-difusi sebagai berikut, c c c c c R( c) h + u + v Dx Dy σ + kc + = 0 (2.18) t x y x x y y h

41 27 Dimana: h : kedalaman air u, v : kecepatan lokal dalam koordinat Cartesian x, y t : waktu c : konsentrasi polutan D x, D y : koefisien difusi dalam arah x dan y k : koefisien atenuasi σ : sumber lokal R(c) : presipitasi atau penguapan Persamaan 2.18 diselesaikan dengan metode elemen hingga menggunakan metode residu berpemberat Galerkin. 2.7 Penelitian Terdahulu Berbagai perangkat lunak komputer telah dikembangkan dengan menggunakan model hidrodinamika untuk mensimulasikan berbagai sifat fisik laut. Nakano dan Povinec (2003) menggunakan Oceanic General Circulation Model (OGCM) untuk mengkaji sebaran 137 Cs di perairan laut dunia. Versi modifikasi OGCM ini melingkupi perairan laut dunia dengan topografinya dan dibagi secara horisontal ke dalam grid 2 0 x 2 0 dan secara vertikal dibagi ke dalam 15 level. Pemodelan ini meliputi daerah dari 79 0 Lintang Selatan sampai 75 0 Lintang Utara, kecuali samudera Arketik. Model OGCM terdiri dari persamaan gerak, kontinuitas, adveksi dan difusi. Berdasarkan data hidrografik rata-rata tahunan dan data tekanan angin, kecepatan rata-rata tahunan ditentukan secara diagnostik. Purba (2004) menggunakan persamaan hidrodinamika untuk simulasi gerak air, serta persamaan adveksi-difusi panas untuk memprediksi sebaran temperatur. Kedua persamaan ini diselesaikan secara numerik dengan metode beda hingga (finite difference methods) menggunakan perangkat lunak Princeton Ocean Model (POM) yang dikembangkan oleh Blumberg dan Mellor.

42 28 Dill (2007) melakukan pengkajian diversi pada sungai Mississipi dengan menggunakan dua perangkat lunak yang menggunakan metode elemen hingga (finite element method), yaitu RMA2 dan ADCIRC. RMA (Resources Management Association) dikembangkan pada tahun 1973 oleh Norton, King dan Orlob dari Water Resources Engineers. ADCIRC (The Advanced Circulation Model) merupakan model numerik sirkulasi hidrodinamik yang dapat mensimulasikan level air dan arus. ADCIRC dapat digunakan untuk pemodelan sirkulasi air di pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut dan sirkulasi air yang dipengaruhi oleh angin dan gelombang, baik untuk model dua dimensi maupun tiga dimensi.

43 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Daerah Studi Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung Muria. ( Gambar 3.1 Lokasi penelitian (Sumber: Google Maps) 29

44 30 Semenanjung Muria yang terletak di Jepara, Jawa Tengah, yang merupakan calon tapak pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang pertama di Indonesia dipilih sebagai derah studi dalam penelitian ini, dengan harapan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sarana penunjang dalam pengkajian keselamatan lingkungan maupun dalam perancangan kanal pendingin pada pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir kelak. Semenanjung Muria, Jepara terletak pada posisi BT dan LS. Peta semenanjung Muria, Jepara ditunjukkan pada gambar Perangkat Lunak Surface Water Modeling System (SMS) Dalam penelitian ini, pemodelan sebaran temperatur dari kanal pendingin dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Surface Water Modeling System (SMS) yang dikembangkan oleh Environmental Modeling Research Laboratory (EMRL), Brigham Young University bekerjasama dengan US Army Corps of Engineers Research and Development Center (ERDC) dan US Federal Highway Administration (FHWA). SMS dapat digunakan untuk mengolah, mengedit dan memvisualisasikan data geometris dan hidrolika, baik untuk satu, dua maupun tiga dimensi. SMS memiliki berbagai modul berupa model-model numerik untuk berbagai keperluan. Modul-modul tersebut diantaranya adalah RMA2, RMA4, SED2D-WES, dan CGWAVE yang dikembangkan oleh Engineers Research and Development Center, HEC RAS yang dikembangkan oleh Hydrologic Engineering Center, serta FESWMS-Flo2DH yang dikembangkan oleh US Federal Highway Administration.

45 31 Pemodelan sebaran temperatur dari kanal pendingin menggunakan modul RMA2 dan RMA4. Diagram alir proses pemodelan dengan RMA2 dan RMA4 ditunjukkan pada Gambar 3.2. RMA2 berfungsi untuk mengeksekusi penghitungan hidrodinamik arus dengan asumsi kecepatan rata-rata terhadap kedalaman menggunakan metoda elemen hingga (finite element methods). Metoda elemen hingga melakukan penghalusan jaring-jaring (mesh) untuk merepresentasikan bentuk saluran sungai maupun muara. Gambar 3.2. Diagram alir proses pemodelan RMA2 dan RMA4 (King, 2003)

46 32 Data arah dan kecepatan arus hasil penghitungan RMA2 digunakan untuk memodelkan pola sebaran temperatur air hangat kanal pendingin dengan menggunakan modul RMA4. RMA4 adalah model numerik elemen hingga untuk transpot kualitas air, dimana distribusi konsentrasi terhadap kedalaman diasumsikan seragam. RMA4 tidak memperhitungkan satuan konsentrasi, karena konsentrasi yang dihitung adalah konsentrasi relatif terhadap konsentrasi awal yang telah ditentukan. 3.3 Cara Kerja Data Input Data yang digunakan pada pemodelan ini berupa data batimetri, data pasang surut dan data arus. Data batimetri diperoleh dari peta batimetri yang diterbitkan oleh Dinas Hidro Oseanografi (Dishidros) TNI AL. Peta tersebut dibuat berdasarkan data dari kapal pemeta Melvill van Carnbee dan Hydrograaf tahun , survey pelabuhan Semarang tahun 1986, survey PT Semen Gresik tahun 1999 dan pengecekan lapangan Cell ENC pelabuhan Semarang tahun 2003 (Dishidros, 2007). Peta batimetri semenanjung Muria, Jepara ditunjukkan pada Gambar 3.3. Peta batimetri Semenanjung Muria digunakan sebagai gambar latar belakang untuk pemodelan. Peta tersebut dikalibrasi dengan menggunakan tiga titik acuan untuk mendapatkan koordinat garis lintang dan garis bujur yang tepat. Data kedalaman laut dari peta batimetri disimpan dalam bentuk data digital dalam format XYZ dimana data koordinat bujur, lintang dan kedalaman lautan dituliskan dalam tiga kolom secara berurutan. Kolom pertama adalah koordinat bujur timur (longitude), kolom ke dua adalah koordinat lintang selatan (latitude) dan kolom ke tiga adalah kedalaman laut dalam meter. Tanda negatif pada kolom koordinat lintang selatan menunjukkan bahwa posisi daerah studi berada di sebelah selatan garis khatulistiwa. Data koordinat lintang dan bujur diubah ke dalam satuan meter, dimana 1 derajat setara dengan 110 km. Selanjutnya data koordinat lintang dan bujur serta data batimetri disajikan dalam tiga kolom secara berurutan. Data batimetri dalam format XYZ disimpan dalam file dengan ekstensi txt.

MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT

MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT ABSTRAK Chevy Cahyana Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT

Lebih terperinci

MODELSEBARAN RADIONUKLIDA ANTROPOGENIK DI LAUT

MODELSEBARAN RADIONUKLIDA ANTROPOGENIK DI LAUT Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 Volume 15 Nomor 1, Juli 01 (Volume 15, Number 1, July, 01) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste

Lebih terperinci

Penyebaran Limbah Air Panas PLTU Di Kolam Pelabuhan Semarang

Penyebaran Limbah Air Panas PLTU Di Kolam Pelabuhan Semarang ISSN 0853-7291 Penyebaran Limbah Air Panas PLTU Di Kolam Pelabuhan Semarang Petrus Subardjo dan Raden Ario* Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi penyusunan basis data, pemodelan dan simulasi pola sebaran suhu air buangan

Lebih terperinci

Pola Persebaran Limbah Air Panas PLTU Di Kolam Pelabuhan Tambak Lorok Semarang

Pola Persebaran Limbah Air Panas PLTU Di Kolam Pelabuhan Tambak Lorok Semarang ISSN 0853-7291 Pola Persebaran Limbah Air Panas PLTU Di Kolam Pelabuhan Tambak Lorok Semarang Petrus Subardjo, Raden Ario, Gentur Handoyo Departement Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN PANAS DI PERAIRAN TELUK MENGGRIS, LOKASI TAPAK PLTN BANGKA BARAT

SIMULASI SEBARAN PANAS DI PERAIRAN TELUK MENGGRIS, LOKASI TAPAK PLTN BANGKA BARAT Simulasi Sebaran Panas di Perairan Teluk Menggris Lokasi Tapak PLTN Bangka Barat (Heni Susiati, June Mellawati) SIMULASI SEBARAN PANAS DI PERAIRAN TELUK MENGGRIS, LOKASI TAPAK PLTN BANGKA BARAT Heni Susiati,

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi studi ini adalah pcrairan di sckilar pcrairan muara Sungai Dumai scpcrti dilunjukan pada Gambar 3-1. Gambar 3-1. Lokasi Studi Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

Suhu rata rata permukaan laut

Suhu rata rata permukaan laut Oseanografi Fisis 2 Sifat Fisis & Kimiawi Air Laut Suhu Laut Suhu rata rata permukaan laut Distribusi vertikal Suhu Mixed layer Deep layer Distribusi vertikal Suhu Mixed Layer di Equator lebih tipis dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi perangkat keras yang semakin maju, saat ini sudah mampu mensimulasikan fenomena alam dan membuat prediksinya. Beberapa tahun terakhir sudah

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT...

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) 1. 1. SISTEM TENAGA LISTRIK 1.1. Elemen Sistem Tenaga Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah dan aman untuk mengirimkan energi adalah melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Limbah Panas di Wilayah Pesisir (Studi Kasus Outfall PLTU Paiton)

Pemodelan Penyebaran Limbah Panas di Wilayah Pesisir (Studi Kasus Outfall PLTU Paiton) 1 Pemodelan Penyebaran Limbah Panas di Wilayah Pesisir (Studi Kasus Outfall PLTU Paiton) Pratiwi Fudlailah, Mukhtasor, dan Muhammad Zikra Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 2, Nov 2005, 93 101 Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga Lukman Hanafi, Danang Indrajaya Jurusan Matematika FMIPA ITS Kampus

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95. Tabel 4.4 Debit Bulanan Sungai Jenggalu Year/Month Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1995 3.57 3.92 58.51 25.35 11.83 18.51 35.48 1.78 13.1 6.5 25.4 18.75 1996 19.19 25.16 13.42 13.21 7.13

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *) SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI Dian Savitri *) Abstrak Gerakan air di daerah pesisir pantai merupakan kombinasi dari gelombang

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran dua fasa berlawanan arah, banyak dijumpai pada aplikasi reaktor nuklir, jaringan pipa, minyak dan gas. Aliran dua fasa ini juga memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PERMODELAN MATEMATIS ALIRAN DI MUARA SUNGAI KALI LAMONG

PERMODELAN MATEMATIS ALIRAN DI MUARA SUNGAI KALI LAMONG PERMODELAN MATEMATIS ALIRAN DI MUARA SUNGAI KALI LAMONG Butyliastri Sulistyaningsih 1 dan Umboro Lasminto 1 Mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Hidroinformatika Bidang MRSA Jurusan Teknik Sipil, Institut

Lebih terperinci

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura, b Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA I

BAB 2 ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA I BAB 2 ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA I Bab ini hanya akan membahas Sistem Tertutup (Massa Atur). Energi Energi: konsep dasar Termodinamika. Energi: - dapat disimpan, di dalam sistem - dapat diubah bentuknya

Lebih terperinci

WORKING PAPER PKSPL-IPB

WORKING PAPER PKSPL-IPB ISSN: 2086-907X WORKING PAPER PKSPL-IPB PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Center for Coastal and Marine Resources Studies Bogor Agricultural University STUDI MODEL HIDRODINAMIKA

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG Disusun oleh : SIGIT NURHADY 04/176561/TK/29421 JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Tingkat Waktu : SMP/SEDERAJAT : 100 menit 1. Jika cepat rambat gelombang longitudinal dalam zat padat adalah = y/ dengan y modulus

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 2 Tanggal Berlaku : September Indikator Pokok Bahasan/Materi Strategi Pembelajaran

SILABUS MATAKULIAH. Revisi : 2 Tanggal Berlaku : September Indikator Pokok Bahasan/Materi Strategi Pembelajaran SILABUS MATAKULIAH Revisi : 2 Tanggal Berlaku : September 2014 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : A11.54102/ Fisika I 2. Program Studi : Teknik Informatika-S1 3. Fakultas : Ilmu Komputer 4. Bobot sks :

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

BAB II. 2.1 Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro. lebih kecil. Menggunakan turbin, generator yang kecil yang sama seperti halnya PLTA.

BAB II. 2.1 Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro. lebih kecil. Menggunakan turbin, generator yang kecil yang sama seperti halnya PLTA. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro atau biasa disebut PLTMH adalah pembangkit listrik tenaga air sama halnya dengan PLTA, hanya

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD Agus Waluyo 1, Nathanel P. Tandian 2 dan Efrizon Umar 3 1 Magister Rekayasa

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL SEBARAN TEMPERATUR DI SEMENANJUNG MURIA. Chevy Cahyana Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN

IMPLEMENTASI MODEL SEBARAN TEMPERATUR DI SEMENANJUNG MURIA. Chevy Cahyana Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN Basil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 IMPLEMENTASI MODEL SEBARAN TEMPERATUR DI SEMENANJUNG MURIA ABSTRAK Chevy Cahyana Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN IMPLEMENTASI MODEL SEBARAN TEMPERATUR

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran multifase merupakan salah satu fenomena penting yang banyak ditemukan dalam kegiatan industri. Kita bisa menemukannya di dalam berbagai bidang industri seperti

Lebih terperinci

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM 1. Daerah dan Skenario Model Batimetri perairan Jepara bervariasi antara 1 meter sampai dengan 20 meter ke arah utara (lepas pantai). Secara garis besar,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN EVAPORATOR DAN KONDENSOR PADA PROTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS AIR LAUT (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION/ OTEC)

RANCANGAN EVAPORATOR DAN KONDENSOR PADA PROTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS AIR LAUT (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION/ OTEC) RANCANGAN EVAPORATOR DAN KONDENSOR PADA PROTIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS AIR LAUT (OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION/ OTEC) Aep Saepul Uyun 1, Dhimas Satria, Ashari Darius 2 1 Sekolah Pasca Sarjana

Lebih terperinci

Dinamika Atmosfer Bawah (Tekanan, Konsentrasi, dan Temperatur)

Dinamika Atmosfer Bawah (Tekanan, Konsentrasi, dan Temperatur) Dinamika Atmosfer Bawah (Tekanan, Konsentrasi, dan Temperatur) Abdu Fadli Assomadi Laboratorium Pengelolaan Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim Dinamika Atmosfer Bawah Atmosfer bawah adalah atmosfer yang

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 )

Gambar 2.1.(a) Geometri elektroda commit to Gambar user 2.1.(b) Model Elemen Hingga ( Sumber : Yeung dan Thornton, 1999 ) digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Resistance Spot Welding (RSW) atau Las Titik Tahanan Listrik adalah suatu cara pengelasan dimana permukaan plat yang disambung ditekankan satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Angin Angin adalah gerakan udara yang terjadi di atas permukaan bumi. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara, ketinggian dan temperatur. Semakin besar

Lebih terperinci

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL

METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL METODE BEDA HINGGA DALAM PENENTUAN DISTRIBUSI TEKANAN, ENTALPI DAN TEMPERATUR RESERVOIR PANAS BUMI FASA TUNGGAL TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan tahap sarjana pada

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

3. besarnya gaya yang bekerja pada benda untuk tiap satuan luas, disebut... A. Elastis D. Gaya tekan B. Tegangan E. Gaya C.

3. besarnya gaya yang bekerja pada benda untuk tiap satuan luas, disebut... A. Elastis D. Gaya tekan B. Tegangan E. Gaya C. LATIHAN SOAL PERSIAPAN UJIAN KENAIKAN KELAS BAB 1 ELASTISITAS A. Soal Konsep 1. Sifat benda yan dapat kembali ke bentuk semula setelah gaya yang bekerja pada benda dihilangkan merupakan penjelasan dari...

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K Sri Sudadiyo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI PANJANG PIPA PEMASUKAN DAN VARIASI TINGGI TABUNG UDARA MENGGUNAKAN CFD SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS Pemodelan dilakukan dengan menggunakan kontur eksperimen yang sudah ada, artificial dan studi kasus Aceh. Skenario dan persamaan pengatur yang digunakan adalah: Eksperimental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut

Lebih terperinci

Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat

Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat Pola Sirkulasi Arus Dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat Muh.Ishak Jumarang 1), Muliadi 1), Nining Sari Ningsih ), Safwan Hadi ), Dian Martha ) 1) Program Studi Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat Untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR Bayu Kusuma Wardhana ), Vivien Suphandani Djanali 2) Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

STUDI MODEL PERSEBARAN PANAS PADA PERAIRAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PLTU KARANGGENENG ROBAN, BATANG

STUDI MODEL PERSEBARAN PANAS PADA PERAIRAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PLTU KARANGGENENG ROBAN, BATANG JOURNAL OF OCEANOGRAPHY. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 102-110 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/joce STUDI MODEL PERSEBARAN PANAS PADA PERAIRAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN PLTU

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci