ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger"

Transkripsi

1 ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN ESTY SETIA LESTARI Absorpsi Mineral dan Kadar Lemak Darah pada Tikus yang Diberi Serat Ampas Teh Hasil Modifikasi Melalui Fermentasi dengan Aspergillus niger. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Iman Hernaman, M Si. Ampas teh merupakan limbah industri teh botol yang mempunyai potensi besar sebagai sumber serat. Penggunaan serat ampas teh dalam ransum dapat menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses, sehingga peranan serat ini dapat mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh kelainan metabolisme lemak. Selain itu, serat mempunyai daya ikat kation, sehingga dapat mengganggu keseimbangan mineral di dalam tubuh. Penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh modifikasi serat ampas teh melalui fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap daya ikat lemak dan mineral. Penelitian dilakukan di kandang uji fisiologis, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai dengan bulan Nopember Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) lepas sapih strain Sprague Dawley berumur 21 hari sebanyak 15 ekor dengan bobot awal 41,17 ± 4,05 g. Ransum perlakuan terdiri dari 5 macam, yaitu: ransum basal (T 0 ), ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi (T 5 ), ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi (T 10 ), ransum 5% ampas teh difermentasi (Tf 5 ), dan ransum 10% ampas teh difermentasi (Tf 10 ). Peubah yang diamati terdiri dari konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, absorpsi mineral Ca, P, dan Mg, serta kadar kolesterol dan trigliserida darah. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Data dianalisa dengan analisa Sidik Ragam (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemberian serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak mempengaruhi performans, absorpsi mineral P, dan kolesterol serta trigliserida darah. Akan tetapi, penambahan ampas teh menurunkan (P<0,01) absorpsi Ca dan Mg. Fermentasi serat ampas teh dengan Aspergillus niger mampu mengubah karakteristik kimia serat, khususnya daya ikat kation. Kata-kata kunci: ampas teh, fermentasi, mineral, kolesterol, trigliserida

3 ABSTRACT Mineral Absorption and Blood Fat Content of Rats Offered Rations Containing Tea Pulp Fiber Modified by Fermentation Using Aspergillus niger Lestari, E.S., T. Toharmat and I. Hernaman Tea pulp is a by-product of tea beverage industry, which could be utilized as a fiber source. Inclusion of the tea pulp in a diet may reduce blood lipid by binding micel and bile acid, and increasing their excretion. Present experiment was conducted to study the feed intake, growth rate, absorption of Ca, P, and Mg, blood cholesterol and triglyceride of rats offered diet containing unfermented or fermented tea pulp. Fifteen of 21 days old rats with initial weight of ± 4.05 g were used in the experiment. The experimental rats were offered diets containing different levels of unfermented or fermented tea pulp as follows: basal diet (T 0 ), 5% (T 5 ) and 10% (T 10 ) unfermented tea pulp, 5% (Tf 5 ) and 10% (Tf 10 ) fermented tea pulp. Tea pulp was fermented using Aspergillus niger. Treatments were allocated in a Completely Randomized Design (CRD). The variabels observed were feed intake, growth rate, the absorption of Ca, P and Mg, blood cholesterol and blood triglyceride. Inclusion of neither fermented nor unfermented tea pulp had no effect on feed intake, growth rate, blood cholesterol and triglyceride and also absorption of P. Inclusion of unfermented tea pulp reduced (P<0.01) absorption of Ca and Mg and inclusion of fermented tea pulp worsen the reduction of Ca and Mg absorption. Fermentation of tea pulp increased binding capacity of the particle on Ca and Mg, and therefore reduced their availability for intestinal absorption. Keywords: tea pulp, fermentation, mineral, cholesterol, triglyceride

4 ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger ESTY SETIA LESTARI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger Oleh : ESTY SETIA LESTARI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 2 Mei 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Ir. Iman Hernaman, M Si. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Nopember 1983 di Cianjur Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Rosyidin dan Ibu Ade Nurjanah (Alm). Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Lembur Tengah IV Cianjur. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 4 Cianjur, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 2 Cianjur. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Forum Studi dan Tela ah Ilmu Agama Islam (FORSITA) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Dalam rangka meningkatkan pemahaman keilmuannya, Penulis menjadi asisten praktikum Biokimia Nutrisi dan Mikrobiologi Nutrisi, serta pernah menjadi tutor mata kuliah Kimia Dasar di Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak pada tahun Selain itu, Penulis pernah magang di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor pada tahun 2003.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah hirobbil a lamin puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat dan karunianya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Absorpsi Mineral dan Kadar Lemak Darah pada Tikus yang Diberi Serat Ampas Teh Hasil Modifikasi Melalui Fermentasi dengan Aspergillus niger ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis mulai Juli sampai dengan Nopember 2005 di kandang uji fisiologis, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ampas teh merupakan limbah industri teh botol yang mempunyai potensi besar sebagai sumber serat. Penggunaan serat ampas teh dalam ransum dapat menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses. Akan tetapi, serat mempunyai daya ikat kation sehingga dapat mengganggu keseimbangan mineral di dalam tubuh. Oleh karena itu penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh modifikasi serat ampas teh melalui fermentasi terhadap daya ikat lemak dan mineral. Proses penyusunan skripsi berlangsung melalui berbagai tahapan yang diuraikan dalam bagian isi. Penelitian dilakukan selama 4 bulan dan penyusunan skripsi berlangsung selama 5 bulan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat, dan Penulis menyampaikan banyak terimakasih atas kritik dan saran yang membangun oleh berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Bogor, April 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Perumusan Masalah... Tujuan... Manfaat... TINJAUAN PUSTAKA... Potensi Ampas Teh Sebagai Sumber Serat Fungsional... Serat Makanan (Dietary Fiber)... Definisi Serat... Sifat Serat... Fungsi Serat... Pengaruh Serat terhadap Zat Makanan... Pengolahan Pakan Berserat... Hidrolisis Serat Secara Fisik dan Kimia... Fermentasi Serat... METODE... Waktu dan Tempat... Materi... Hewan Percobaan... Ransum... Rancangan... Perlakuan... Peubah... Prosedur... Fermentasi Serat Ampas Teh... Pembuatan Ransum Pelet... HASIL DAN PEMBAHASAN... Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi Ransum... Absorpsi Ca, P, dan Mg... Kadar Lemak Darah... Halaman ii iii vi vii x xi

9 KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ix

10 Nomor DAFTAR TABEL Kandungan Nutrisi Ampas Teh... Komposisi Pakan Ransum Percobaan... Kandungan Zat Makanan Ransum Percobaan... Zat Makanan Ampas Teh Tanpa dan dengan DiFermentasi... Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Tikus Percobaan... Rataan Absorpsi Mineral Ca, P, dan Mg Tikus Percobaan... Rataan Kadar Kolesterol dan Trigliserida Serum Darah Tikus Percobaan... Halaman

11 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Konsumsi Bahan Kering Ransum Tikus Percobaan (g/e/hari)... Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Tikus Percobaan... Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan (g/e/hari)... Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan... Konversi Ransum Tikus Percobaan... Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan... Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan... Sidik Ragam Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan... Uji Kontras Orthogonal Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan... Absorpsi Mineral P Tikus Percobaan... Sidik Ragam Absorpsi Mineral P Tikus Percobaan... Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan... Sidik Ragam Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan... Uji Kontras Orthogonal Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan... Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan (mg/dl)... Sidik Ragam Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan... Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan (mg/dl)... Sidik Ragam Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan... Halaman

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan limbah industri dari perkebunan dalam jumlah yang cukup besar. Salah satunya adalah ampas teh yang merupakan hasil sampingan terbesar dalam industri pengolahan teh botol. Dewasa ini di Indonesia industri minuman teh botol dan teh kotak berkembang pesat. Industri teh botol di Indonesia telah dirintis sejak tahun Ampas teh merupakan hasil ikutan industri teh botol yang mempunyai potensi besar sebagai pakan ternak dan sumber serat fungsional, dengan produksi yang cukup tinggi sekitar ton per tahun (Istirahayu, 1993; BPS, 2004). Bahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan. Oleh karena itu ampas teh yang dihasilkan dari industri pengolahan perlu dikaji manfaatnya. Ampas teh mengandung serat kasar yang tinggi yaitu sebesar 20,39% dan lignin sebesar 29,01% bahan kering (Istirahayu, 1993). Kandungan lignin yang tinggi dalam ransum menghambat kecernaan dan penyerapan zat makanan (Doyle, 1986). Serat terutama fraksi lignin dapat mengikat beberapa mineral akibat adanya gugus karboksil, hidroksil dan methoxyl pada molekul lignin, sehingga mengganggu penyerapan dan keseimbangan mineral tubuh (James dan Gropper, 1990). Namun, serat mampu menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses, sehingga serat berperan dalam mencegah arterosklerosis, jantung koroner, dan obesitas (James dan Gropper, 1990). Umumnya fraksi serat baik yang larut maupun yang tidak larut dalam air mampu menurunkan kadar lemak darah. Akan tetapi sifat serat tersebut akan optimal apabila dilakukan modifikasi baik secara fisik, kimia maupun biologi, karena masing masing fraksi serat mempunyai daya ikat yang berbeda terhadap nutrien termasuk lemak dan mineral (James dan Gropper, 1990). Modifikasi serat secara biologi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan secara fisik dan kimia, karena mikroorganisme yang digunakan mampu meningkatkan protein kasar pada substrat dan mampu menyumbangkan enzim yang dapat memecah ikatan antar fraksi serat, misalnya enzim lignoselulase (Winarno, 1995).

13 Perumusan Masalah Penggunaan serat ampas teh dapat menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses. Peranan serat dapat mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh kelainan metabolisme lemak, dan mempunyai daya ikat kation sehingga dapat mengganggu penyerapan dan keseimbangan mineral di dalam tubuh. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh modifikasi serat ampas teh melalui fermentasi terhadap daya ikat lemak dan absorpsi mineral. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh modifikasi serat melalui fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap absorpsi mineral dan kadar lemak darah. Manfaat Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menggunakan serat ampas teh hasil modifikasi melalui fermentasi dengan Aspergillus niger sebagai sumber serat dalam ransum tikus, guna menurunkan kadar lemak darah tanpa mengganggu keseimbangan mineral. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Potensi Ampas Teh Sebagai Sumber Serat Fungsional Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan teh yang cukup luas dan menghasilkan daun teh yang cukup banyak setiap tahunnya. Data terakhir menunjukkan bahwa Indonesia memiliki perkebunan teh seluas hektar dan produksi daun teh yang menunjukkan kenaikan setiap tahunnya dengan produksi tertinggi pada tahun 1998 sebesar ton (BPS, 2004; Spillane, 1992). Produksi daun teh yang cukup tinggi memacu berbagai perusahaan minuman yang bergerak dalam pengolahan teh tersebut untuk menghasilkan minuman botol dan kotak. Pengolahan teh menghasilkan limbah berupa ampas teh yang cukup besar. Perusahaan PT. Sinar Sosro yang merupakan pabrik minuman teh terbesar di Indonesia menghasilkan ampas teh sebesar 470 ton/tahun (PTPN, 2004). Ginting (1993) melaporkan bahwa penggunaan ampas teh dalam ransum ayam broiler sampai dengan taraf 5% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performans. Penggunaan ampas teh sampai dengan taraf 30% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performan kelinci persilangan lepas sapih (Fiberty, 2002). Kandungan nutrisi ampas teh disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadungan Nutrisi Ampas Teh Kadungan Nutrisi Jumlah Bahan kering (%) 43,87 Abu (% BK) 4,76 Protein kasar (% BK) 27,42 Serat kasar (% BK) 20,39 Lemak kasar (% BK) 3,26 Beta-N (% BK) 44,20 Total Digestible Nutrient (% BK) 66,71 Gross Energy (kkal/kg) 4.994,00 Kalsium (% BK) 1,14 Phospor (% BK) 0,25 Magnesium (% BK) 0,22 Sumber : Istirahayu (1993); Eden (1958) 3

15 Ampas teh merupakan sisa dari teh yang telah mengalami proses pelarutan dengan air, sehingga serat yang tertinggal lebih dominan berupa serat tidak larut. Serat tidak larut dalam makanan berupa polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) yang terikat oleh lignin membentuk kompleks stabil lignin-polisakarida (Galleher et al., 1993). Serat Makanan (Dietary Fiber) Definisi Serat Serat adalah komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis enzim dalam lambung dan usus kecil dan tidak larut dalam larutan detergen netral yang dinyatakan secara kuantitatif sebagai Neutral Detergent Fiber/NDF. Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat larut (soluble dietary fiber) dan serat tidak larut dalam air (insoluble dietary fiber). Serat yang tidak larut dalam air adalah lignin, selulosa dan sebagian hemiselulosa. Serat tidak larut merupakan bahan pengisi (bulking agent) yang dapat berperan dalam pencegahan kanker usus besar, diverkulosis, konstipasi dan haemoroid. Serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, musilage, agar, karagenan, dan alginat. Serat yang bersifat larut tersebut mempunyai peranan fisiologis penting dalam menurunkan kadar kolesterol darah, serta mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh kelainan metabolisme lemak. Akan tetapi lignin dan selulosa (insoluble dietary fiber) mempunyai sifat adsorpsi terhadap nutrien pada saluran pencernaan termasuk lemak, sehingga keduanya mampu menurunkan kadar lemak darah (James dan Gropper, 1990). Sifat Serat Sifat serat yang penting dilihat dari segi gizi adalah keambaan, daya ikat air, sifat pengikatan dan bentuk matriks serta mudah tidaknya difermentasi oleh bakteri. Serat dengan komposisi dan sifat fisika kimia berbeda akan menghasilkan efek biologis yang berbeda pula pada saluran pencernaan. Serat bergerak sepanjang usus dalam bentuk menyerupai spons terhidrasi yang memiliki sifat daya serap kation dan sifat adsorptif lain (Olson et al., 1987). Oleh sebab itu, serat mampu menurunkan kadar lemak darah, akan tetapi karena adanya daya serap kation maka serat pun dapat 4

16 mengganggu keseimbangan mineral tubuh, terutama komponen serat kasar berupa lignin, gums, pektin dan beberapa hemiselulosa. Lignin mempunyai gugus methoxyl yang dapat mengikat kuat mineral dan nutrien lain, serta sifatnya yang tidak larut dalam air mampu meningkatkan laju digesta untuk segera dikeluarkan melalui feses, sehingga sebagian nutrien termasuk vitamin dan mineral tidak dapat diserap. Sifatnya yang adsorptif, serat akan mengikat misel lemak, sehingga mengurangi absorpsi lemak, mengurangi lemak darah dan mengurangi kadar trigliserida yang dideposit dalam jaringan adiposa (James dan Gropper, 1990). Serat yang larut dalam air seperti gum, pektin, musilage, dan alga polisakarida mampu meningkatkan waktu transit nutrisi dalam saluran pencernaan, sehingga pengosongan saluran pencernaan lebih lambat. Selain itu, struktur fisiko kimianya koloidal dan viskositasnya tinggi dalam saluran pencernaan, menyebabkan serat membentuk ikatan kompleks dengan nutrient, sehingga sulit untuk dipenetrasi oleh enzim pencernaan. Akibatnya daya absorpsi misel lemak, mineral dan beberapa nutrien berkurang (James dan Gropper, 1990). Fungsi Serat Serat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol dan lemak. Konsumsi serat yang tinggi dapat mengeluarkan lebih banyak asam empedu, sehingga lebih banyak sterol dan lemak yang dikeluarkan bersama feses (Winarno, 1997). Serat dapat menurunkan kolesterol darah, hal ini terkait dengan sintesis asam empedu. Asam empedu terdiri dari asam kholat dan khenodeoksikholat yang disintesis di dalam hati dari kolesterol (Muchtadi et al., 1993). Selain itu, serat dapat mencegah dan mengurangi konstipasi karena menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses (Winarno, 1997). Pengaruh Serat terhadap Zat Makanan Serat yang tinggi dalam ransum akan meningkatkan ekskresi lemak melalui feses, termasuk juga kolesterol dan trigliserida. Hal ini terjadi karena serat akan merusak misel dalam usus. Selain itu, komponen serat pangan mampu mengikat asam empedu sehingga akan mencegah penyerapan kembali dari usus, dan meningkatkan ekskresinya melalui feses. Akibatnya, konversi kolesterol dari serum darah menjadi asam empedu di dalam hati meningkat dan mengakibatkan terhambatnya peredaran enterohepatik asam empedu (James dan Gropper, 1990). 5

17 Disamping pengaruh positif, serat makanan diketahui sebagai penyebab ketidaktersediaan beberapa nutrien. Serat mempengaruhi ketersediaan biologis vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Hal ini diduga karena adanya pengaruh serat terhadap asam empedu, sementara asam empedu penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, termasuk vitamin vitamin larut lemak (Marinetti, 1990). Tidak semua serat pangan mempunyai keefektifan yang sama dalam menurunkan kadar kolesterol. Secara fisiologis, serat makanan larut dalam air lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Selain itu, ternyata serat larut dalam air juga bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus yaitu berhubungan dengan peranan serat tersebut dalam mereduksi absorpsi glukosa di dalam usus. Manfaat lain dari serat larut dalam air adalah membuat perut merasa cepat kenyang, sehingga bermanfaat untuk mempertahankan berat badan normal (James dan Gropper, 1990). Budaarsa (1997), menjelaskan bahwa kerja serat kasar dalam menghalangi penyerapan lemak semakin jelas pada jenis serat yang larut dalam air, karena serat tersebut mempunyai sifat yang kental (koloidal) seperti agar yang dihasilkan oleh rumput laut. Akan tetapi, lignin, selulosa dan sebagian hemiselulosa yang termasuk kedalam serat tidak larutpun mempunyai sifat adsorpsi terhadap nutrien termasuk lemak, sehingga mampu menurunkan kadar lemak darah (James dan Gropper, 1990). Akan tetapi, serat tidak larut air tersebut tidak terlalu signifikan sebagai agen hipoklesterolemik, tetapi peranannya sangat penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (sulit buang air besar), haemoroid (ambeien), kanker usus besar, infeksi saluran usus buntu, divertikulosis dan kelainan metabolisme lemak lainnya (Dalimarta, 2003). Telah dibuktikan melalui percobaan in vitro bahwa serat pangan mempengaruhi aktivitas enzim protease (Muchtadi et al, 1993). Komponen serat pangan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas enzim. Demikian pula tidak semua enzim protease yang diproduksi oleh pankreas dapat dipengaruhi oleh serat pangan. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga disebabkan karena adanya pengikatan oleh serat. Akan tetapi mekanismenya tidak sama seperti halnya inhibitor protease yang dapat menginaktifkan enzim protease. 6

18 Diduga serat hanya berinteraksi dengan enzim protease, sedangkan enzim tersebut tetap aktif, namun aktivitasnya turun (Wresdiyati dan Astawan, 2005). Sumber serat memberikan pengaruh terhadap penggunaan mineral pada ternak. Serat mempunyai kapasitas tukar kation, sehingga berpotensi untuk mengurangi ketersediaan mineral pakan. Serat dapat mengikat mineral dalam usus halus atau usus besar sehingga memacu peningkatan ekskresi mineral pada feses (Comar dan Bronner, 1964). Serat terdiri dari matriks yang mirip spons yang memiliki daya ikat air, kapasitas pertukaran kation dan kapasitas penyerapan (Olson et al., 1987; James dan Gropper, 1990). Comar dan Bronner (1964) berpendapat bahwa serat mampu membatasi ketersediaan mineral melalui pengikatan dan penyerapan mineral dengan partikelnya atau dengan pemendekan waktu pencernaan zat makanan pada saluran pencernaan, karena serat dapat mempengaruhi laju digesta sehingga penyerapan mineral terganggu. Pakan serat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, gum, musilage dan lignin mempunyai kemampuan yang berbeda dalam membatasi ketersediaan mineral. Selulosa mempunyai kemampuan mengikat mineral lebih rendah dibandingkan dengan lignin dan pektin (James dan Gropper, 1990). Hove dan King (1979) menyatakan bahwa selulosa pada taraf 2 20% tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus apabila protein cukup (20%), dan pertambahan bobot badan akan lebih tinggi jika serat dibatasi hanya 7,6%. Pengolahan Pakan Berserat Pengolahan kelompok pakan yang tinggi fraksi seratnya bertujuan untuk meningkatkan fermentabilitasnya. Pengolahan tersebut dapat memutuskan ikatan lignoselulosa. Peningkatan fermentabilitas pakan serat dapat dilakukan dengan praperlakuan, diantaranya secara fisik yaitu dengan cara pemotongan, penggilingan, perendaman, perebusan, pelleting, dan penyinaran dengan gamma; secara kimia menggunakan alkali, asam, garam, senyawa klorida, senyawa sulfat dan senyawa peroksida lainnya; dan secara biologi dengan cara penambahan enzim, menumbuhkan jamur atau bakteri (Doyle, 1986). 7

19 Hidrolisis Serat Secara Fisik dan Kimia Pengolahan secara fisik dapat mengubah struktur fisik, tetapi tidak mengubah komposisi kimianya. Pengolahan bertujuan untuk mengurangi ukuran partikel sehingga mudah untuk dicerna oleh mikroba saluran pencernaan (Doyle, 1986). Pelleting termasuk kedalam pengolahan secara fisik karena dalam proses pembuatannya meliputi tiga tahap, yaitu : 1). Pengolahan pendahuluan yang meliputi pencacahan, pengeringan, dan penggilingan, 2). Pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan pengeringan, dan 3). Perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan, dan penggudangan (Thomas et al., 1998). Proses pembuatan pelet melibatkan pemanasan yang akan memecah ikatan lignin-polisakarida, dan mengurangi mikroorganisme patogen, misalnya Salmonella (Thomas et al., 1998; Mc. Donald et al., 1995). Perlakuan secara kimia bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dan konsumsi bahan berserat kasar yang dilakukan dengan cara melarutkan beberapa komponen dinding sel. Perlakuan kimia dapat melarutkan lignin, menciptakan ph ekstrim hingga dibawah ph 4 atau alkali dengan ph diatas 8, dan meningkatkan kelarutan hemiselulosa. Kelompok asam yang biasa dipakai adalah asam sulfat dan klorida. Sedangkan kelompok alkali yang biasa digunakan seperti ammonium hidroksida, urea, kalsium hidroksida, kalium hidroksida, dan natrium hidroksida (Doyle, 1986). Perlakuan NaOH 5% dengan waktu pemeraman 72 jam pada ampas sagu menyebabkan terjadinya perombakan struktur dinding sel akibat adanya penetrasi yang kuat dari NaOH ke dinding sel. Akan tetapi, kelemahan modifikasi serat secara kimia ini peluang terjadinya keracunan tinggi, terutama apabila dosis penggunaan bahan kimianya melebihi batas toleransi, misalnya penggunaan urea lebih dari 6% dapat menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia. Pengolahan pakan secara fisik dan kimia bersifat acak dalam memecah ikatan lignin-polisakarida. Hal inilah yang membedakan produk hasil pengolahan secara fisik dan kimia dengan fermentasi terhadap fraksi serat, karena fermentasi mampu menghasilkan enzim yang bersifat spesifik dalam memecah ikatan lignin-polisakarida (Wanapat et al., 1985). 8

20 Fermentasi Serat Perlakuan secara biologi bertujuan untuk mengubah struktur fisik melalui delignifikasi oleh mikroorganisme dan meningkatkan protein bahan makanan dengan protein mikroba (Doyle, 1986). Salah satu contoh modifikasi serat kasar secara biologi yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme untuk memperoleh energi yang dibutuhkan dalam metabolisme dan pertumbuhannya, melalui pemecahan atau katabolisme terhadap senyawa senyawa organik substrat secara anaerob dan aerob. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (jasad renik) akan menstimulasi reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Winarno, 1995). Makanan produk fermentasi biasanya memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan bahan makanan asalnya. Hal ini disebabkan karena mikroba telah memecah komponen yang kompleks menjadi zat zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Selain itu, mikroba fermentasi dapat mensintesis vitamin dari produk fermentasi. Selama proses fermentasi, akan terjadi perubahan perubahan terhadap komposisi kimia antara lain kandungan lemak, karbohidrat, asam amino, mineral dan vitamin, sebagai akibat dari aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme (Winarno, 1997). 9

21 METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Nopember 2005 di kandang uji fisiologis, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Hewan Percobaan Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) lepas sapih strain Sprague Dawley berumur 21 hari dengan rataan bobot badan 41,17 g ± 4,05 gram per ekor. Tikus tersebut dipelihara selama 5 minggu dalam kandang bak plastik berukuran 30 x 20 x 10 cm 3, beralaskan sekam dan beratapkan kawat, serta dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Ransum Ransum percobaan yang digunakan selama penelitian berbentuk pelet. Komposisi pakan ransum percobaan disajikan pada Tabel 2, dan kandungan zat makanan ransum percobaan disajikan pada Tabel 3. Kandungan nutrisi ampas teh dengan dan tanpa difermentasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 2. Komposisi Pakan Ransum Percobaan Komposisi Pakan Ransum Perlakuan ( % ) T 0 T 5 T 10 Tf 5 Tf 10 Jagung Kuning 64,00 59,69 56,76 60,83 59,05 Bungkil Kacang Kedele 20,00 19,38 17,41 18,28 15,20 Tepung Ikan 10,50 10,50 10,50 10,50 10,50 Minyak Kelapa Sawit 5,00 4,92 4,83 4,89 4,75 Premix 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 Ampas Teh - 5,00 10, Ampas Teh Fermentasi ,00 10,00 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Keterangan: T 0 = Ransum basal; T 5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T 10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf 5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf 10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi. 10

22 Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Ransum Percobaan Kandungan Ransum Perlakuan Zat Makanan T 0 T 5 T 10 Tf 5 Tf 10 Bahan Kering (%) 88,94 91,21 91,79 91,65 92,76 Abu (% BK) 5,46 5,39 5,67 5,72 5,46 Protein Kasar (% BK) 21,77 22,25 22,24 22,26 22,26 Serat Kasar (% BK) 2,91 3,87 4,79 3,73 4,51 Lemak Kasar (% BK) 9,18 9,36 8,85 8,48 9,72 BETN (% BK) 60,68 59,13 58,45 59,81 58,05 Ca (% BK) 0,62 0,59 0,67 0,66 0,67 P (% BK) 0,56 0,60 0,62 0,57 0,56 Mg (% BK) 0,30 0,26 0,25 0,22 0,23 Keterangan: T 0 = Ransum basal; T 5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T 10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf 5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf 10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi. Hasil tersebut berdasarkan hasil Analisa di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005). Tabel 4. Zat Makanan Ampas Teh Tanpa dan dengan Difermentasi Zat Makanan Ampas Teh Tanpa Ampas Teh (%) Difermentasi Difermentasi Bahan Kering 93,63 94,78 Abu 5,34 6,12 Protein Kasar 24,84 32,75 Lemak Kasar 5,51 5,85 Serat Kasar 40,04 35,15 BETN * 24,27 20,13 Lignin * 41,50 44,90 Keterangan : Tanda * adalah hasil analisis dengan metode Van Soest (1985). Hasil tersebut berdasarkan hasil Analisa di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005). 11

23 Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan dengan model matematikanya sebagai berikut: Y ij : µ + τ i + ε ij Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai rataan umum τ i = Efek perlakuan ke-i ε ij = Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisa dengan Sidik Ragam (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan Pemeliharaan tikus dilakukan selama 5 minggu dengan periode preliminary selama 1 minggu dan selama 4 minggu berikutnya dilakukan penerapan perlakuan serta collecting feses. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini berjumlah 5 ransum yang terdiri dari: ransum basal (T 0 ), ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi (T 5 ), ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi (T 10 ), ransum 5% ampas teh difermentasi (Tf 5 ), dan ransum 10% ampas teh difermentasi (Tf 10 ). Pakan diberikan ad libitum setiap dua hari sekali dengan berpatokan pada sisa pakan. Air minum diberikan ad libitum, dan setiap minggu dilakukan pergantian. Konsumsi pakan dihitung setiap satu minggu sekali. Ransum perlakuan ditimbang sebanyak 175 g dan dimasukkan ke dalam kantong untuk persediaan satu minggu. Ransum dalam kantong dan dalam wadah serta yang tercecer dihitung sebagai sisa ransum. Sampel ransum yang diberikan dan sisa ransum dikeringkan di dalam oven dengan suhu C selama 24 jam, untuk digunakan dalam perhitungan konsumsi bahan kering ransum. Pada awal percobaan tikus ditimbang, dan selanjutnya penimbangan dilakukan seminggu sekali. Setiap tikus diukur bobot badannya dengan menggunakan timbangan, dan wadah plastik bertutup sebagai alat bantu dalam penimbangan tikus. 12

24 Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Performans a. Konsumsi Bahan Kering Ransum (gram/ekor/hari) Konsumsi bahan kering ransum harian dihitung dari selisih antara bahan kering ransum yang diberikan dengan bahan kering ransum sisa dibagi dengan 7 hari. b. Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/hari) Pertambahan bobot badan harian diperoleh dari selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi dengan lama waktu penelitian. c. Konversi Ransum Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum harian dengan pertambahan bobot badan harian. 2. Absorpsi Mineral Ca, P dan Mg Absorpsi mineral diperoleh dengan cara mengurangi jumlah mineral yang dikonsumsi dengan jumlah mineral dalam feses dibagi dengan jumlah mineral yang dikonsumsi. Preparasi sampel untuk pengukuran mineral dalam ransum dan feses dilakukan dengan cara pengabuan basah (wet ashing) menurut Reitz et al. (1960). Pengabuan basah dilakukan sebagai berikut: sampel dengan berat ± 1 gram dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer. Sampel ditambah dengan asam nitrat pekat (HNO 3 ) sebanyak 5 ml dan ditutup dengan gelas arloji, didiamkan selama ± 1 jam (sampai bening tidak ada buih). Larutan sampel tersebut kemudian dipanaskan diatas hotplate pada suhu 115 o C selama sekitar 4 jam sampai warna larutan berubah menjadi putih. Lalu tutup dibuka supaya dingin. Kemudian ditambahkan 0,4 ml H 2 SO 4 pekat dan dipanaskan kembali hingga volume berkurang. Ketika terjadi perubahan warna, diteteskan larutan campuran HClO 4 + HNO 3 dengan perbandingan 2 : 1. Warna akan berubah dari coklat menjadi kuning, kemudian menjadi bening. Pemanasan dilanjutkan selama 15 menit, lalu ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 HCl pekat. Larutan dipanaskan kembali sampai larut dan didinginkan, lalu dilarutkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Pengukuran kadar Ca, P, dan Mg dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. 13

25 3. Kolesterol dan Trigliserida Darah Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada saat tikus berumur 5 minggu pemeliharaan. Darah diambil dengan menggunakan alat shyringe yang tidak mengandung antikoagulan. Darah ditampung dalam tabung dan dibiarkan selama satu jam di dalam inkubator bersuhu 37 0 C. Kemudian dibiarkan satu malam dalam refrigrator suhu 4 0 C. Darah disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan berupa serum diambil dengan pipet steril, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel, dan sampel tersebut siap untuk dianalisa. Analisa kolesterol dilakukan dengan metode cholesterol oxidase phenol amino phenazone CHOD-PAP dan analisa trigliserida dilakukan dengan metode enzymatic colorimetric test GPO-PAP. Sebanyak 20 μl serum dicampurkan dengan 2000 μl reagent sampai homogen dengan cara divorteks. Campuran diinkubasi selama 10 menit pada suhu C. Absorbansi larutan dibaca dengan menggunakan Spektrofotometer dalam waktu satu jam pada panjang gelombang 546 nm. Kadar kolesterol dan trigliserida (mg/dl) dihitung sebagai berikut : Konsentrasi standar x Absorbansi sampel Absorbansi standar Prosedur Fermentasi Serat Ampas Teh, meliputi tahapan sebagai berikut : a. Pembuatan Media Kapang. Toge sebanyak 250 gram direbus dengan 1 liter air selama 1 jam. Kemudian air rebusan disaring dan diambil sebanyak 100 ml, lalu ditambah agar powder sebanyak 2 gram dan gula pasir sebanyak 6 gram. Kemudian direbus dengan menggunakan erlenmeyer sampai warna larutan tersebut agak bening, sehingga didapatkan media agar ekstrak toge (Extract Toge Agar / ETA). Media ETA dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing sebanyak 3 ml. Kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil, lalu diautoclave, dan didinginkan sambil dimiringkan. b. Pembuatan Kultur Kapang. Setelah media miring ETA didinginkan, maka tahap selanjutnya adalah mengautoclave aquades. Kemudian aquades tersebut sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi kultur stock, lalu 14

26 diaduk dengan pengaduk kaca sampai hancur supaya spora dan miseliumnya lepas yang ditunjukkan dengan warna larutan menjadi keruh. Kemudian media ETA diinokulasi dengan kultur stock Aspergillus niger yang telah dilarutkan dengan aquades tersebut. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose. Ose dicelupkan, lalu ditempelkan ke dalam agar dengan cara zigzag yang selanjutnya diinkubasikan selama 3 hari. c. Cara Memfermentasi. Kultur yang telah diinkubasi diencerkan dengan aquades steril sebanyak 6 ml, lalu diaduk sampai dengan warna larutan keruh. Sementara itu, ampas teh dicampur dengan aquades dengan perbandingan 1 : 1, diaduk sampai homogen, lalu diautoclave. Setelah didinginkan, ampas teh tersebut diletakkan dalam baki plastik, diratakan dengan sendok steril, lalu diinokulasi dengan larutan kultur kapang sebanyak 3 ml untuk setiap 50 gram ampas teh, dan sebanyak 60 ml untuk setiap 1000 gr ampas teh. Kemudian ditutup dengan kertas plastik, dan setelah 24 jam, tutup plastik dibolongi dengan jarum steril agar cukup oksigen (aerob). Campuran difermentasi selama 6 hari, sehingga diperoleh produk serat ampas teh fermentasi yang siap dicampurkan ke dalam ransum basal. Pembuatan Ransum Pelet Ampas teh tanpa fermentasi maupun ampas teh hasil fermentasi dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven 60 o C. Setelah kering, kedua ampas teh tersebut dihaluskan dengan cara digiling sampai menjadi tepung. Kemudian dicampur dengan bahan makanan lain menggunakan mixer hingga homogen, lalu dimasukkan kedalam mesin pelet. Pelet yang baru keluar dari mesin pelet diangin anginkan terlebih dahulu, lalu disimpan dalam kantong plastik yang telah diberi tanda sesuai dengan perlakuan, dan ransum pelet tersebut siap untuk diberikan kepada tikus sebagai hewan percobaan. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 15

27 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Pengaruh penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi pada taraf 5 dan 10 % terhadap konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum disajikan pada Tabel 5. Konsumsi Ransum Penggunaan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi dengan taraf 5% dan 10% tidak mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering. Hal tersebut dapat terkait dengan kandungan zat makanan terutama protein dan BETN yang masih berada dalam kisaran kebutuhan tikus pada masa pertumbuhan. Rataan protein kasar dan BETN ransum percobaan (Tabel 3), masing masing sebesar 22,2% dan 59,2%. Kebutuhan tikus akan protein adalah 20 25%, dan pati (BETN) sebesar 45 50% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; NRC, 1978). Tabel 5. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Tikus Percobaan Peubah Konsumsi ransum (g/ekor/hari) Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) Ransum Perlakuan T 0 T 5 T 10 Tf 5 Tf 10 6,95 ± 1,75 1,48 ± 0,86 Konversi ransum 4,03 ± 2,42 8,55 ± 0,37 1,98 ± 0,07 4,32 ± 0,19 8,38 ± 0,35 1,87 ± 0,25 4,52 ± 0,41 8,90 ± 0,34 2,26 ± 0,38 4,00 ± 0,63 8,27 ± 0,84 1,89 ± 0,56 4,54 ± 0,88 Rataan ± SD 8,21 ± 1,03 1,90 ± 0,50 4,30 ± 0,58 Keterangan : T 0 = Ransum basal; T 5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T 10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf 5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf 10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi. Rataan konsumsi bahan kering ransum penelitian sebesar 8,21 g/ekor/hari, lebih rendah dibandingkan dengan yang dinyatakan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa tikus putih pada masa pertumbuhan tingkat konsumsi hariannya sebanyak g/bk per ekor per hari. Hal ini diduga karena kandungan gizi, terutama protein dan energi, yang tersedia dalam ransum telah mencukupi kebutuhan tikus untuk hidup normal dan pertumbuhan, sehingga tikus tidak perlu mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang banyak. Mc.Donald et al. (1995) dan 16

28 Tillman et al., (1991) menegaskan, bahwa ternak akan berhenti makan jika kebutuhan gizi dan energinya sudah terpenuhi. Pertambahan Bobot Badan Pengaruh perlakuan terhadap rataan pertambahan bobot badan selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Perlakuan ransum tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak memperlihatkan pengaruh negatif terhadap performan tikus. Nilai rataan pertambahan bobot badan mengikuti pola konsumsi ransum. Fiberty (2002) menyatakan bahwa tinggi rendahnya pertambahan bobot badan pada tikus sesuai dengan tinggi rendahnya konsumsi ransum. Konversi Ransum Rataan konversi ransum perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Penggunaan serat ampas teh dalam ransum perlakuan tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Hal ini berarti bahwa penggunaan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi dalam ransum mempunyai tingkat efisiensi makanan yang sama dengan ransum basal. Absorpsi Ca, P dan Mg Absorpsi Ca, P, dan Mg pada tikus percobaan yang mendapat ransum dengan kadar ampas teh yang berbeda disajikan pada Tabel 6. Penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi menurunkan (P<0,01) absorpsi Ca dan Mg. Serat ampas teh diduga mengikat kuat mineral Ca dan Mg. Hal ini disebabkan serat bersifat absorptif dan mempunyai daya ikat kation, sehingga peluang terjadinya penyerapan nutrien termasuk mineral oleh usus halus menjadi berkurang dan ikatan kompleks nutrien-serat kasar akan diekskresikan lewat feses. Akibatnya kadar mineral di dalam feses tinggi, yang berarti kadar mineral yang diabsorpsi rendah. 17

29 Tabel 6. Rataan Absorpsi Mineral Ca, P dan Mg Tikus Percobaan Mineral (%) Ca Ransum Perlakuan T 0 T 5 T 10 Tf 5 Tf 10 68,22 C ± 0,44 P 49,89 ± 5,02 Mg 57,49 D ± 3,83 51,42 A ± 4,63 52,72 ± 6,48 44,85 C ± 4,67 56,37 B ± 3,57 50,13 ± 4,83 41,17 B ± 5,48 44,45 A ± 7,18 54,60 ± 2,57 32,76 A ± 3,85 49,44 A ± 9,78 57,19 ± 3,05 40,77 B ± 6,29 Rataan ± SD 53,98 ± 9,79 52,91 ± 4,84 43,41 ± 9,33 Keterangan : T 0 = Ransum basal; T 5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T 10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf 5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf 10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi. Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Absorpsi Ca dan Mg pada ransum ampas teh yang difermentasi lebih rendah dibandingkan dengan ransum ampas teh tanpa difermentasi. Hal ini terjadi karena fermentasi mengubah komponen serat kasar. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan lignin pada ampas teh fermentasi lebih tinggi (44,9%) dibandingkan dengan ampas teh tanpa difermentasi (41,50%). Hal ini disebabkan oleh kemampuan Aspergillus niger dalam mensekresikan enzim lignoselulase, sehingga hemiselulosa dan selulosa dapat terpecah dari ikatan lignin. Akan tetapi, sebelum memanfaatkan lignin, terlebih dahulu kapang tersebut memanfaatkan hemiselulosa dan selulosa sebagai sumber makanannya. Akibatnya, rasio lignin terhadap komponen serat yang lain meningkat. Perlakuan T 5 mempunyai nilai absorpsi Ca yang lebih rendah dibandingkan dengan T 10, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan Tf 5 dan Tf 10. Padahal menurut James dan Gropper (1990), serat yang tinggi dalam ransum akan meningkatkan ekskresi nutrien termasuk lemak dan mineral melalui feses. Hal ini diduga karena adanya perbedaan rasio antara konsumsi dengan ekskresi Ca lewat feses pada kedua perlakuan tersebut. T 10 mempunyai rasio konsumsi : ekskresi Ca lewat feses yang lebih tinggi dibandingkan dengan T 5, yaitu masing-masing sebesar 0,05 : 0,025 dan 0,056 : 0,025. Akibatnya nilai absorpsi Ca pada T 10 lebih tinggi. Hasil percobaan Auliana (2003), menunjukkan bahwa perbedaan tingkat absorpsi mineral antar perlakuan disebabkan oleh perbedaan tingkat konsumsi mineral tersebut. 18

30 Berbeda halnya dengan absopsi Mg, ransum T 5 mempunyai nilai absorpsi yang paling tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa atau dengan ampas teh difermentasi. Hal ini disebabkan tingkat pemberian serat ampas teh 5% yang lebih rendah daripada ransum yang ditambah serat ampas teh 10%, sehingga serat kasar T 5 lebih rendah dibandingkan dengan T 10. Selain itu, kandungan lignin T 5 lebih rendah dibandingkan dengan ransum Tf 5 dan Tf 10. Penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak berpengaruh terhadap absorpsi P. Hal ini diduga karena muatan komponen serat adalah anion (negatif), dan phosphor berada dalam bentuk senyawa phosphat (PO - 4 ) yang juga bermuatan anion. Kesamaan muatan tersebut diduga tidak banyak menyebabkan perubahan terhadap ketersediaan P akibat pemberian ampas teh tersebut. Kadar Lemak Darah Pengaruh penambahan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi pada taraf 5 dan 10 % terhadap kadar kolesterol dan trigliserida serum darah disajikan pada Tabel 7. Kolesterol Darah Penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol serum darah tikus. Hal ini disebabkan serat yang tertinggal pada ampas teh lebih dominan berupa serat tidak larut dalam air, seperti selulosa dan hemiselulosa yang terikat oleh lignin (Eden, 1958). Ketiga fraksi serat kasar tersebut merupakan bahan pengisi (bulking agent) yang lebih berperan dalam mencegah penyakit kanker usus besar, divertikulosis, konstipasi dan haemoroid. Sementara, komponen serat yang paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, glukosa serum serta mencegah penyakit jantung dan hipertensi adalah serat yang larut dalam air, seperti pektin, gum, musilage, guar, dan alga polisakarida (James dan Gropper, 1990). Serat tersebut banyak terdapat pada air seduhan teh, dan sangat sedikit dalam ampas teh. 19

31 Tabel 7. Rataan Kadar Kolesterol dan Trigliserida Serum Darah Tikus Percobaan * Peubah Kolesterol (mg/dl) 97,18 ± 8,45 Ransum Perlakuan T 0 T 5 Tf 5 Tf 10 91,86 ± 15,18 86,25 ± 7,48 87,40 ± 1,15 Rataan ± SD 90,08 ± 9,07 Trigliserida (mg/dl) 72,44 ± 27,72 73,76 ± 20,35 47,06 ± 13,97 46,40 ± 12,22 58,78 ± 20,50 Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Diagnostik Klinik, Yayasan Gizi Bogor. T 10 tidak dicantumkan karena darahnya mengalami lisis sehingga tidak bisa dianalisis. Trowell et al. (1985) membandingkan efek fraksi serat terhadap penurunan lemak darah antara selulosa, lignin dan guar gum. Hasilnya menunjukkan bahwa lignin tidak efektif dalam menurunkan lemak darah. Akan tetapi yang paling efektif dalam menurunkan lemak darah dan meningkatkan konsentrasi HDL (high density lipoprotein) adalah guar gum. Selain itu, penambahan 5% pektin mampu mengurangi taraf kolesterol serum dari 131 menjadi 106 mg/dl. Berdasarkan hasil observasinya, bahwa pektin, tepung oat atau gandum, guar gum dan legum efektif dalam menurunkan kadar lemak darah manusia. Sedangkan kulit padi dan bagase yang kaya akan lignin tidak efektif dalam menurunkan kadar lemak darah. Trigliserida Darah Kadar trigliserida serum darah tikus disajikan pada Tabel 7. Penggunaan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kadar trigliserida darah. Kadar trigliserida serum pada tikus yang mendapat ransum mengandung ampas teh baik yang difermentasi maupun tanpa difermentasi dalam ransumnya mengikuti pola penurunan kolesterol. Hal ini terjadi karena penyerapan kolesterol dan trigliserida beserta lipoproteinnya berada dalam satu kesatuan yaitu dalam bentuk misel dan khilomikron (Marinetti, 1990). Perlakuan T 10 (10% ampas teh) tidak bisa dibandingkan dengan perlakuan lainnya, karena sampel darah pada T 10 ini mengalami lisis sehingga tidak bisa dianalisis. Hal ini diduga karena fraksi serat terutama lignin megikat kuat mineral besi (Fe). Mineral Fe berfungsi sebagai pengikat heme (4-Ferroprotoporphyrin) dengan globin hingga membentuk ikatan kompleks hemoglobin (Hb). Hemoglobin merupakan penyusun sel darah merah (eritrosit), dan eritrosit merupakan salah satu 20

32 penyusun padatan darah (Mertz, 1987; Harris, 1990). Jadi, apabila Fe terikat kuat oleh lignin, maka aktivitas Fe akan berkurang, sehingga padatan darah lebih mudah lisis, akibatnya serum darah tidak dapat dianalisis. 21

33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, absorpsi mineral P dan kadar kolesterol serta trigliserida darah. Akan tetapi, penambahan ampas teh tersebut menurunkan absorpsi Ca dan Mg. Fermentasi serat ampas teh dengan Aspergillus niger mampu mengubah karakteristik kimia serat, khususnya daya ikat kation. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya ikat serat ampas teh terhadap mineral mineral toksik seperti timbal, boron, mercury, dan sejenisnya. Selain itu, perlu diamati pengaruh fermentasi serat ampas teh terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum. 22

34 UCAPAN TERIMAKASIH Alhahamdulillah hirobbil a lamin, puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT. Rabb yang telah memberikan Rohman dan RohimNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan skripsinya. Tanpa hidayah dan pertolongan Rabb, niscaya Penulis tidak berdaya dan tidak berupaya. Rasa hormat dan ucapan terimakasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu dan kakak (Teteh Rina dan Aa Sugandi) yang telah membesarkan, mendidik, memberikan do a, kasih sayang dan dukungan moril serta materinya dengan tulus, serta kepada seluruh keluarga atas segala do a dan kasih sayangnya. Penulis ucapkan terimakasih banyak kepada Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc sebagai dosen pembimbing utama dan Ir. Iman Hernaman, M Si. sebagai pembimbing anggota atas bantuan, bimbingan, arahan dan dorongannya selama penelitian hingga penulisan skripsi. Serta kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti,M S dan Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M S, selaku dosen penguji sidang, dan Ir. Lilis Khotidjah, M S, selaku dosen penguji seminar. Selain itu penulis ucapkan banyak terimakasih kepada seluruh dosen yang telah banyak mensuplaikan ilmunya, terutama kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc atas bimbingan dan arahannya. Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Penelitian Dasar Dikti tahun 2005 atas nama Ir. Iman Hernaman, M Si., yang telah membiayai penelitian ini. Terimakasih Penulis ucapkan kepada Bapak Subagio beserta keluarganya, Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M S,M.Sc., Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, M S., kepada BMU (Beasiswa Masuk Universitas), beasiswa SPP plus, beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan Bank Indonesia atas bantuan materinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan di IPB. Tidak lupa pula saya ucapkan banyak terimakasih kepada rekan-rekan senasib sepenanggungan terutama Ajeng, Kadarwati, Ria, Ratih, Erisya, dan INMT 39 atas bantuan, ilmu dan motivasinya serta persahabatannya. Kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB, terutama FORSITA atas ukhuwah islamiyahnya, dan kepada rekan rekan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Mei 2006 Penulis 23

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010, bertempat di kandang A, kandang sapi perah Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh Media Peternakan, April 2004, hlm. 25-29 ISSN 0126-0472 Vol. 27 N0. 1 Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh L. Khotijah, R. G. Pratas, &

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam Pellet Terhadap Serat Kasar dan Kualitas Fisik Pellet dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Pengumpulan daun apu-apu

Pengumpulan daun apu-apu 58 Lampiran 1. Pembuatan Tepung Daun Apu-apu Pengumpulan daun apu-apu Pencucian daun apu-apu menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun Penyortiran, daun dipisahkan dari

Lebih terperinci

TERHADAP PERBAIKAN KADAR LIPID SERUM DARAH MENCIT

TERHADAP PERBAIKAN KADAR LIPID SERUM DARAH MENCIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan adanya perubahan zaman di kota-kota besar yang berpengaruh pada pola hidup dan pola makan masyarakat yang kurang sehat yaitu makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI

PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan tepung buah pare dan rumput laut dalam ransum terhadap profil kolesterol darah ayam broiler dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Energi dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktiftasnya. Energi didapatkan dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Sebagai sumber energi, lemak memberikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian terapan dengan metode eksperimen. Penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Hal ini karena pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April Pelaksanaan penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April Pelaksanaan penelitian 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April 2015. Pelaksanaan penelitian pembuatan pelet calf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto AZI MINGGUSTI LUNAR 1, HERY SUPRATMAN 2, dan ABUN 3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, karena terdapat manipulasi pada objek penelitian dan terdapat kelompok kontrol (Nazir, 2003).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April s/d Mei Bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April s/d Mei Bertempat di 50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April s/d Mei 2011. Bertempat di peternakan unggas Desa Pajaran Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Analisis kolesterol

Lebih terperinci

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2012 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2012 di 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2012 di Kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016 Agustus 2016 di Mateseh,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016 Agustus 2016 di Mateseh, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016 Agustus 2016 di Mateseh, Semarang. Analisis hematologi darah dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan, Semarang, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Produksi Ternak Ruminansia Kecil Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae Dalam Ransum Terhadap Populasi Mikroba, Panjang serta Bobot Relatif Seka Ayam Kampung dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN SUPARJO jatayu66@yahoo.com Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN P enyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL

DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL PENGGUNAAN KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) DAN SABUN KALSIUM (Ca-Pufa) DI DALAM RANSUM SEBAGAI UPAYA MEREDAM TOKSISITAS TIMBAL (Pb) MELALUI PENGUJIAN IN VITRO SKRIPSI RAHMIYATI SIREGAR PROGRAM STUDI NUTRISI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. RESPON KONSUMSI DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM PADA MENCIT (Mus musculus) TERHADAP PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIDETOKSIFIKASI SKRIPSI HADRIYANAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci