KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Pembangunan pertanian telah menunjukan kinerja yang semakin meningkat dan mampu berperan sebagai andalan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Disisi lain kontribusi sub-sektor hortikultura terhadap pembangunan pertanian juga semakin meningkat. Keberhasilan sub-sektor hortikultura akan terus ditingkatkan melalui Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura yang merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian. Program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura membutuhkan dukungan inovasi teknologi, kelembagaan dan kebijakan. Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi berperan penting terhadap keberhasilan program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Dalam kaitan ini diperlukan koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi dari seluruh stakeholder terkait. Pedoman Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura ini, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan stakeholder dalam melaksanakan program tersebut. Penghargaan dan ucapan terimakasih disampaikan kepada nara sumber yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Pedoman Umum ini. Saran dan kritik bagi penyempurnaan Pedum ini sangat kami hargai. Jakarta, Januari 2010 Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Gatot Irianto 2

3 KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Pedoman Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PDPKAH) ini merupakan penjelasan umum yang disusun sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura di lingkup Badan Litbang Pertanian dan instansi pendukung terkait lainnya. Materi Pedoman Umum ini meliputi Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura, Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura dan Implementasi Program Dukungan. Pedoman Umum ini berfungsi sebagai garis besar pedoman yang akan dijabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai kebutuhan. Puslitbang Hortikultura melakukan koordinasi dan sinkronisasi secara proaktif dengan Ditjen Hortikultura dan unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian yang terkait memberikan dukungan inovasi terhadap pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Pedoman Umum ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan dukungan inovasi dilingkup Badan Litbang Pertanian dalam program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Semoga Pedoman umum ini dapat bermanfaat dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Jakarta, Januari 2010 Kepala Puslitbang Hortikultura Dr. Yusdar Hilman 3

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii I. PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Keluaran Manfaat Indikator Kinerja Ruang Lingkup Dasar Hukum Pengertian dan Definisi 3 II. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA 2.1. Pengertian Dasar Perkembangan Kawasan Hortikultura. 7 III. PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA 3.1 Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Pengembangan Inovasi Melalui Kemitraan Pemilahan Inovasi dalam Kemitraan Implementasi Program Dukungan Teknologi Cakupan Komoditas dalam Program Dukungan Inovasi teknologi Deliniasi Tugas dan Koordinasi Antar Lembaga Pemerintah. 15 IV. IMPLEMENTASI PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA.. 16 V. PENUTUP.. 20 VI. LAMPIRAN 21 4

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Alur Desiminasi Teknologi Di Dalam Kawasan Hortikultura Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan Kawasan Hortikultura Gambar 3. Alur Proses Implementasi Kegiatan Dukungan PKAH

6 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Sebaran Lokasi Pengembangan Komoditas Unggulan Nasional dan Unggulan Daerah 21 Lampiran 2. Daftar Komoditas dan Lokasi Program Pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura 24 Lampiran 3. Road Map Tujuan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura di Kawasan PAH 25 6

7 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub-sektor hortikultura menempati posisi strategis dalam pembangunan pertanian. Kontribusi hortikultura terhadap pembangunan pertanian terus meningkat seperti tercermin pada beberapa indikator pertumbuhan, diantaranya Produk Domestik Bruto (PDB), volume ekspor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, Nilai Tukar Petani, gizi dan estetika. Peran strategis sub-sektor hortikultura tersebut masih dapat ditingkatkan karena keragaman SDG hortikultura yang tinggi, lahan yang luas, SDM yang melimpah, agroklimat yang kondusif. SDG hortikultura yang beragam, lahan yang luas dan SDM yang melimpah merupakan keunggulan komparatif yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan peran strategis hortikultura. Keunggulan komparatif tersebut perlu ditransformasikan menjadi keunggulan kompetitif melalui penerapan teknologi inovatif. Badan Litbang Pertanian melalui UPT-UPT di bawah koordinasi Puslitbang Hortikultura (buah, sayuran, dan tanaman hias), dan Puslitbang Perkebunan (biofarmaka) telah memanfaatkan keragaman SDG dalam penelitian untuk menghasilkan varietas-varietas unggul. Selain itu, Badan Litbang Pertanian juga melakukan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan teknologi budidaya dan pasca panen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, varietas-varietas unggul hortikultura, teknologi budidaya dan pasca panen tersebut belum diadopsi secara optimal dalam skala luas. Oleh karena itu, Badan Litbang Pertanian memandang perlu membuat suatu program untuk mendukung pengembangan teknologi skala luas dalam bentuk Kawasan Agribisnis Hortikultura (KAH). Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) merupakan salah satu implementasi dari program pengembangan komoditas unggulan hortikultura Kementrian Pertanian. Dukungan Badan Litbang Pertanian untuk pengembangan kawasan hortikultura tersebut perlu dijabarkan dalam suatu pedoman umum. 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan Pedoman Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura ialah memberikan acuan umum pelaksanaan dukungan teknologi inovatif hortikultura dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 1.3 Keluaran Keluaran yang diharapkan dari pedoman umum ini ialah tersedianya acuan pelaksanaan dukungan teknologi inovatif dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 7

8 1.4 Manfaat Manfaat Pedoman Umum PDPKAH adalah : a) Terbangunnya keselarasan persepsi terhadap program dukungan kawasan hortikultura b) Terbangunnya komitmen untuk bersinergi dalam melaksanakan program dukungan kawasan hortikultura. c) Terlaksananya kegiatan program dukungan kawasan hortikultura sesuai dengan tujuan. 1.5 Indikator Kinerja a) Dipahaminya prinsip dasar dan mekanisme kerja program dukungan teknologi dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura oleh para pihak yang terlibat. b) Terbangunnya komitmen kerja antar lembaga secara sinergis dalam pelaksanaan program dukungan teknologi c) Terlaksananya kegiatan dukungan teknologi sesuai tujuan 1.6 Ruang Lingkup a) Dukungan langsung penyediaan teknologi, pengembangan kelembagaan, dan rekomendasi kebijakan dalam kawasan hortikultura b) Dukungan mobilisasi instansi terkait di sektor hulu dan hilir c) Koordinasi program dukungan teknologi dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura 1.7 Dasar Hukum Dasar hukum Pedoman Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura adalah : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478). 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84 Penjelasan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002). 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839). 4. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. 5. Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 6. Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 7. Undang-Undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 8

9 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616). 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586). 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4079). 11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No : 17 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737). 14. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418). 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 53/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Kerjasama Penelitian dan Pengembangan. 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 48 Permentan/ OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayuran yang Baik. 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Kawasan Peruntukan Pertanian. 19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 1.8 Pengertian dan Definisi Beberapa istilah/pengertian dan definisi yang digunakan dalam Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura adalah : 1) Aglomerasi adalah pengelompokan jenis usaha tertentu sehingga membentuk suatu kawasan khusus. 2) Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman. 9

10 3) Champion Hortikultura adalah para pelopor usaha dalam bidang hortikultura yang memiliki keterkaitan fungsi dengan segmen rantai pasok. 4) Conectivity adalah hubungan antar wilayah yang saling melengkapi membentuk satu kesatuan kawasan. 5) Enam pilar pengembangan hortikultura adalah enam program pengembangan hortikultura yang merupakan fokus kegiatan prioritas dalam mengembangkan hortikultura yang dilaksanakan secara simultan dan terintegrasi antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten. 6) Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH) adalah fasilitasi investasi dari berbagai pihak (pemerintah dan swasta) untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura. 7) Good Agricultural Practises (GAP) adalah norma budidaya tanaman hortikultura sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar dan tepat. 8) Intensifikasi kebun adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan input dan teknologi produksi secara intensif. 9) Interdependency adalah ketergantungan antar segmen usaha di dalam dan antar wilayah sehingga membentuk suatu kesatuan unit usaha bersama yang saling menguntungkan. 10) Kebun/lahan usaha adalah tempat membudidayakan tanaman hortikultura dengan sistem pengelolaan tertentu. 11) Kemitraan adalah kerjasama antar pihak terkait yang saling mendukung dan saling melengkapi melalui kesepakatan tertentu. 12) Kawasan Agribisnis Hortikultura adalah suatu ruang geografis yang didelineasi oleh ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikutura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pascapanen, pemasaran, serta berbagai kegiatan pendukungnya. 13) Sekolah Lapang Pengembangan Agribisnis Hortikultura (SL-PAH) adalah bentuk sekolah dengan kurikulum khusus yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilakukan di lapangan. Kegiatan dalam SL-PAH mencakup demplot, pelatihan implementasi inovasi teknologi dan kelembagaan dengan cakupan dari hulu sampai hilir. Kelompok targetnya adalah Gapoktan komoditas hortikultura. 14) Laboratorium Lapang (LL) adalah suatu hamparan area yang merupakan subset dari area SL yang berisi kegiatan demplot super impose teknologi. 15) Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. 16) Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi, atau badan usaha yang bergerak di bidang budidaya hortikultura. 17) Peremajaan Kebun adalah penggantian tanaman yang tidak produktif dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap. 10

11 18) Perlindungan tanaman adalah upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh OPT. 19) Pewilayahan komoditas adalah penentuan wilayah yang diperuntukkan bagi pengembangan suatu komoditas berdasarkan kesesuaian tanah dan agroklimat, sosio ekonomi dan pemasaran serta persediaan prasarana, sarana dan teknologinya. 20) Prosedur Operasional Standar (POS) adalah uraian langkah-langkah operasional standar dari kegiatan tertentu. 21) Registrasi kebun/lahan usaha adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi persyaratan penerapan GAP. 22) Spillover teknologi adalah pemanfaatan teknologi di luar suatu kawasan target/lokasi utama. 23) Supply Chain Management (SCM) adalah pengelolaan siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. 24) Tanaman buah adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman buah pohon, tanaman buah merambat dan semusim, tanaman buah terna, dan tanaman buah perdu. 25) Tanaman hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk terna, merambat, semak, perdu, ataupun pohon, yang sengaja ditanam orang sebagai komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara, komponen riasan/busana, atau sebagai komponen karangan bunga. 26) Tanaman sayuran adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman sayuran buah, tanaman sayuran daun, tanaman sayuran umbi, dan jamur. 27) Unit Kerja (UK) adalah satuan organisasi di lingkungan Badan Litbang Pertanian yang meliputi Pusat, Puslit, dan Puslitbang. 28) Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah satuan organisasi penelitian dan pengembangan pertanian yang melaksanakan tugas teknis dan atau tugas teknis operasional penunjang, meliputi balai besar, balai dan loka penelitian dan/atau pengembangan dan/atau pengkajian. 11

12 II. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA 2.1. Pengertian Dasar Kawasan Agribisnis Hortikultura adalah suatu ruang geografis yang mempunyai keserupaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura termasuk penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pascapanen, pemasaran, serta berbagai kegiatan pendukungnya. Konsep Kawasan merupakan salah satu pendekatan dalam pembangunan ekonomi di daerah. Saat ini pembangunan kawasan semakin luas diterapkan di berbagai negara yang sedang berkembang, terutama bila dikaitkan dengan upaya peningkatan daya saing pada era globalisasi. Pembangunan kawasan mampu meningkatkan kinerja ekonomi daerah dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Kebijakan pengembangan ekonomi kawasan menggunakan konsep ekonomi pertumbuhan yang digagas oleh Perroux (1955) dengan mengimplementasikan hubungan komunal, kegiatan ekonomi dan lingkungan secara harmonis. Alasan yang mendasari pembentukan kawasan ialah: (a) penghimpunan pasar tenaga kerja yang trampil dan terspesialisasi secara sektoral dan geografis, (b) pemusatan dukungan input dan jasa-jasa, dan (c) difusi teknologi dan gagasan secara cepat. Sementara itu kawasan memiliki ciri : (a) komunalitas, keserupaan, kebersamaan, kesatuan yaitu bahwa bisnis-bisnis beroperasi dalam bidang-bidang serupa atau terkait satu dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama, (b) konsentrasi yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis-bisnis yang dapat dan benar-benar melakukan interaksi, dan (c) konektivitas yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait (interconnected/linked/interdependent organizations) dengan beragam jenis hubungan yang berbeda. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura yang memiliki karakteristik komunalitas, konsentrasi dan konektivitas memerlukan pendekatan kerangka kerja yang bersifat holistik. Salah satu pendekatan holistik yang relevan untuk digunakan sebagai kerangka kerja pengembangan kawasan, terutama berkaitan dengan sasaran pencapaian keunggulan kompetitif, adalah pendekatan rantai nilai (value chain). Justifikasi utama penggunaan kerangka kerja inisiatif rantai nilai regional/kawasan adalah probabilitas pencapaian efisiensi dan skala ekonomis yang lebih tinggi jika bekerja dengan kelompok-kelompok usaha. Beberapa alasan yang melatar-belakangi relevansi dan urgensi inisiatif rantai nilai regional/kawasan dalam merespon globalisasi adalah: (a) semakin bertumbuhnya pembagian/spesialisasi tenaga kerja (division of labor) dan dispersi global komponen-komponen produksi, kebersaingan sistemik (sistemic competitiveness) menjadi semakin penting untuk diperhatikan, (b) efisiensi produksi hanya merupakan suatu kondisi keharusan (a necessary condition) untuk menentukan keberhasilan penetrasi pasar global, dan (c) entry ke dalam pasar global yang memungkinkan dicapainya pertumbuhan pendapatan berkelanjutan membutuhkan pemahaman komprehensif tentang dinamika faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja rantai nilai secara keseluruhan. 12

13 Rantai nilai regional/kawasan memiliki potensi untuk memperluas pasar dengan memberikan insentif bagi investor swasta untuk melakukan investasi jangka panjang di bidang agro-prosesing dan agribisnis. Pendekatan ini juga memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk secara simultan memecah-kan kendala-kendala kelembagaan dan lainnya yang menghambat per-kembangan investasi serta perdagangan regional/kawasan. Keunggulan kompetitif serta potensi perdagangan antar kawasan dapat diwujudkan melalui penanganan optimal skala ekonomis (pada semua mata rantai komoditas), koordinasi vertikal (antar fase-fase rantai komoditas yang berbeda), dan diversifikasi komplementer maupun spesialisasi (antar kawasan dan antar sub-kawasan) Perkembangan Kawasan Hortikultura Mulai tahun 2007, Ditjen Hortikultura memperkenalkan dan melaksanakan pembangunan hortikultura melalui pendekatan Kawasan Agribisnis Hortikultura (KAH), yang dirancang berdasarkan kesesuaian potensi daerah dan bersifat multi komoditas, memperhatikan kesesuaian dan kelayakan agro-ekosistem, keterkaitan antar wilayah pengembangan, kesamaan infrastruktur ekonomi, serta berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan KAH merupakan suatu terobosan dan perubahan paradigma dalam pembangunan hortikultura dengan memperhatikan kepentingan pelaku usaha dan petani, serta dukungan dari berbagai institusi, sehingga hasilnya bisa lebih optimal, menguntungkan dan berkelanjutan. Sebenarnya konsep pengembangan kawasan telah diinisiasi para pemangku kebijakan periode sebelumnya, tetapi pada saat itu konsep kawasan dipahami sebagai upaya membangun jaringan kerja sama antar pelaku dalam gabungan wilayah yang memiliki kondisi agroklimat yang sama, misalnya KAHS dan JABALSUKANUSA. Penanganan komoditas hortikultura di dalam kawasan umumnya belum optimal. Padahal, potensi bisnis di dalam kawasan tersebut cukup besar. Indikasi itu dapat dilihat dari jumlah komoditias yang telah mencapai 323 varietas, terdiri dari 80 varietas sayuran, 60 varietas buah, 117 tanaman hias, dan 66 varietas tanaman biofarmaka. Volume ekspor komoditas hortikultura banyak berasal dari tanaman buah, seperti nanas, manggis, dan pisang. Jenis sayuran, seperti cabai, kacang panjang, buncis, kangkung sangat potensial untuk keperluan ekspor. Demikian pula berbagai spesies tanaman hias telah diekspor dengan tren peningkatan yang cukup menggembirakan. Pencanangan kawasan berdampak terhadap pengembangan komoditas hortikultura di tanah air. Pada tahun 2008, komoditas unggulan daerah yang telah didukung pengembangannya melalui pendanaan APBN mencakup 29 komoditas yang tersebar di 90 kabupaten dalam bentuk PMUK, terdiri atas duku (3 kabupaten), semangka (2 kabupaten), nenas (1 kabupaten), salak (3 kabupaten), melon (4 kabupaten), sirsak (2 kabupaten), apel (1 kabupaten), anggur (3 kabupaten), rambutan (5 kabupaten), markisa (3 kabupaten), jambu (1 kabupaten), bawang putih (2 kabupaten), kubis (2 kabupaten), jamur (2 kabupaten), paperika (3 kabupaten), tomat (1 kabupaten), sayuran organik (7 kabupaten), sayuran dataran rendah (5 kabupaten), tanaman hias meliputi: krisan, cordyline, dracaena, melati, sansiviera, polycias, raphis, sedap malam (36 kabupaten), lidah buaya (1 kabupaten), dan biofarmaka (3 kabupaten). Tabel Sebaran Lokasi Pengembangan Komoditas Unggulan 13

14 Nasional dan Unggulan Daerah dapat dilihat pada Lampiran 1. Saat ini telah teridentifikasi 66 KAH potensial pada berbagai daerah, dan dari jumlah tersebut sebanyak 36 kawasan akan dijadikan sebagai prioritas dalam perencanaan pembangunan hortikultura pada jangka menengah dan jangka panjang. Sosialisasi dan penerapan GAP telah dilakukan berkaitan dengan pengembangan kawasan hortikultura. Kegiatan tersebut terdiri dari GAP sayuran sebanyak 15 kali dilaksanakan di 15 propinsi yang mencakup 210 kelompok, GAP/SOP tanaman hias dilaksanakan di 74 lokasi di 21 propinsi serta GAP/SOP tanaman buah dilaksanakan 10 kali di 9 kabupaten. Dukungan pengembangan kawasan hortikultura juga diberikan dalam bentuk penataan area produksi. Registrasi kebun buah, dilaksanakan di 699 kebun buah untuk 22 komoditas yang tersebar di 25 kabupaten/kota. Program tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Pertanian No 61/Permentan/OT.160/11/2006 tanggal 26 Nopember 2006 tentang GAP Buah. Seiring dengan pengembangan kawasan, intensitas kegiatan usaha hortikultura meningkat dari waktu ke waktu yang diinisiasi melalui pola kemitraan. Kemitraan usaha, yang terdiri atas 42 kemitraan tanaman sayuran dengan 131 kelompok tani, kemitraan tanaman hias terdiri atas 24 kelompok tani dengan 5 perusahaan serta kemitraan tanaman buah sebanyak 172 kelompok tani dengan 24 perusahaan. Salah satu kegiatan usaha di dalam kawasan ialah penataan rantai pasokan. Penataan rantai pasokan hortikultura telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pembinaan champion (pelopor usaha hortikultura) dibutuhkan untuk menggerakkan kelembagaan tani dan meningkatkan posisi tawar petani. Pada tahun 2008 para champion yang telah terinventarisir terdiri atas pelaku usaha tanaman sayuran dan biofarmaka sebanyak 214 orang dan tanaman buah sebanyak 36 orang serta tanaman hias sebanyak 13 orang. Jenis komoditas yang dikembangkan pada kawasan hortikultura meliputi : Tanaman buah : mangga, manggis, jeruk dan pisang, Tanaman sayuran : cabe, kentang, paprika, jamur, bawang merah, Tanaman hias: anggrek, bunga potong, krisan, leather leaf 14

15 III. PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Penerapan teknologi inovatif secara massal dan berkelanjutan dalam pembangunan kawasan hortikultura diperlukan untuk menjamin peningkatan produksi, kualitas hasil, kontinuitas pasokan, nilai tambah, dan daya saing komoditas hortikultura. Strategi diseminasi yang efisien dan efektif merupakan komponen penting untuk menjamin akselerasi adopsi teknologi inovatif di dalam kawasan Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Inovasi teknologi yang dihasilkan litbang hortikultura harus memiliki nilai tambah komersial dan ilmiah sesuai kebutuhan para pelaku agribisnis di dalam negeri. Di samping itu, pembentukan daya inovasi dan akselerasi adopsi teknologi diperlukan untuk menghasilkan produk-produk berdaya saing tinggi. Keduanya harus didukung oleh harmonisasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dari awal pengadaan teknologi sampai dengan adopsi teknologi. Hasil penelitian perlu dikaji secara objektif sebelum dikembangkan secara luas kepada pengguna teknologi di daerah. Pengkajian teknologi dimaksudkan untuk memperoleh inovasi dengan menerapkan komponen teknologi pada kondisi agroekosistem spesifik. Modifikasi teknologi sesuai dengan kondisi sosial ekonomi setempat perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan daya guna teknologi yang akan dikembangkan. Teknologi yang lolos dari proses pengkajian selanjutnya dikembangkan dengan melibatkan Direktorat Jenderal Hortikultura dan Dinas Pertanian di daerah. Oleh karena proses pengembangan teknologi tersebut melibatkan sejumlah instansi yang terkait, maka diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi untuk mendukung optimasi kinerja secara keseluruhan. Alur diseminasi teknologi hortikultura dapat dilihat dalam Gambar 1. Dukungan penyediaan teknologi bagi pengembangan hortikultura sangat penting dalam rangka peningkatan daya saing produk hortikultura. Di dalam memberikan dukungan teknologi perlu memperhatikan beberapa aspek, di antaranya jenis teknologi yang akan dikembangkan, kondisi biofisik, sosial budaya, komunitas pengguna, sinergisme instansi yang terlibat, dan metode penyampaian (delivery system). Informasi semua aspek tersebut perlu diketahui dan dirumuskan secara mendalam guna penyusunan strategi dan rencana diseminasi teknologi di lapangan. Dengan perencanaan yang sistematis, maka proses diseminasi dapat dilakukan secara efektif dan adopsi teknologi dapat berjalan dengan cepat. Informasi kondisi biofisik diperlukan untuk mengetahui kespesifikan lahan dan agroklimat di lokasi yang menjadi target pengembangan teknologi. Demikian pula informasi tentang sosial budaya sangat dibutuhkan untuk menentukan strategi penyampaian teknologi yang tepat sesuai kebiasaan dan norma yang berlaku di dalam komunitas target. Sementara informasi tentang aspek sinergisme kelembagaan diperlukan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses penyampaian teknologi sesuai tupoksi masing-masing melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. 15

16 DITJEN HORTI BADAN LITBANG PERTANIAN PUSLITBANGHORTI ES II LINGKUP BADAN LITBANG & INSTANSI PENDUKUNG TERKAIT LAINNYA NASIONAL BALIT Model Inovasi Teknologi BPTP PROVINSI Pendampingan Teknologi/ Bantuan Teknis KABUPATEN/ KOTA KECAMATAN DINAS PERTANIAN Program Inti Litkaji dan diseminasi teknologi Informasi & teknologi Analisis AEZ, Analisis Tanah & tan., Pusat Konsultasi, Benih, Pascapanen, Rekomendasi Teknis DINAS PERTANIAN/LEMBAGA PENYULUH Pendampingan Teknologi/ Bantuan Teknis LAPANGAN PENGGUNA USAHA KECIL & MENENGAH KELOMPOK TANI STAKEHOLDER LAINNYA Gambar 1. Alur diseminasi teknologi di dalam kawasan hortikultura Sejauh ini pengguna teknologi dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu Pemerintah Daerah (cq. Dinas Pertanian atau dinas teknis terkait lainnya), perusahaan swasta dan kelompok tani. Untuk mengefektifkan proses alih teknologi diperlukan pola kerjasama yang mengikat. Salah satu pola kerjasama yang dapat dikembangkan ialah melalui pembentukan kemitraan alih teknologi. Dari berbagai kajian di lapangan diketahui bahwa penerapan pola kemitraan ternyata memberikan hasil yang sangat memuaskan dalam proses alih teknologi Pengembangan Teknologi Inovatif Melalui Kemitraan Pola pengembangan teknologi inovatif hortikultura pada umumnya dilakukan melalui introduksi langsung kepada pengguna. Salah satu kelemahannya adalah tidak adanya kewajiban yang mengikat dari para pihak untuk menjaga kesinambungan adopsi teknologi. Oleh karena itu, pengembangan teknologi inovatif hortikultura pada masa 16

17 mendatang perlu dibangun melalui kemitraan. Penerapan pola kemitraan memiliki beberapa keuntungan, yaitu adanya deliniasi peran masing-masing pihak yang terlibat, pemanfaatan sumberdaya secara terpadu, dan keterikatan komitmen secara adil dan berimbang. Kemitraan dapat dilakukan dengan komunitas target yang mencakup pemerintah daerah, perusahaan swasta dan gapoktan/poktan. Kemitraan tersebut dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Hortikultura sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di dalam program kemitraan tersebut, Puslitbang Hortikultura memobilisasi dan mengkoordinasikan unit kerja lainnya pada lingkup Badan Litbang Pertanian untuk penyediaan informasi dan teknologi yang terkait dengan pengembangan hortikultura, seperti tanah dan agroklimat, pasca panen, produk bioteknologi, mesin dan alat pertanian. Di samping itu sinkronisasi dan koordinasi juga dilakukan dengan Ditjen Hortikultura, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian dan Ditjen P2HP, dan Badan SDM Pertanian, mengingat introduksi teknologi merupakan bagian dari keseluruhan sistem pengembangan agribisnis dari hulu ke hilir yang menjadi wilayah kerja instansi tersebut. Hubungan kelembagaan di dalam kawasan hortikultura dapat dilihat dalam Gambar 2. PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, ASSOSIASI INDUSTRI Perbenihan KEMENTERIAN PERTANIAN, PU, PERDAGANGAN, KOPERASI & UMKM, LEMBAGA KEUANGAN, PARIWISATA, TENAGA KERJA, PEMDA LEMBAGA NON PEMERINTAH Pasca Panen Infrastruktur ASSOSIASI PETANI, INDUSTRI DAN PERDAGANGAN Grading & Sortasi Pestisida, pupuk, Media Sarana/Prasaran Database & Sistem Infromasi KAWASAN HORTIKULTURA KEGIATAN ON FARM KEGIATAN OFF FARM Pengemasan & Pelabelan Transportasi Penerbangan Karantina Kluster Industri Hortikultura PENELITIAN, PENDIDIKAN DAN LEMBAGA SERTIFIKASI BADAN LITBANG PERTANIAN, LIPI, BPPT PERGURUAN TINGGI Bea Cukai Perijinan LEMBAGA SERTIFIKASI (GLOBAL GAP) Gambar 2. Hubungan Kelembagaan di Dalam Pengembangan Kawasan Hortikultura 17

18 Potensi pola kemitraan yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi pengembangan model kelembagaan kemitraan pengembangan agribisnis hortikultura adalah sebagai berikut : a. Kemitraan berbasis kultural dan sosial Kemitraan yang berbasis kultural dan sosial memanfaatkan potensi budaya masyarakat karena adanya hukum-hukum adat yang melekat dan dianut secara turun temurun. Kelembagaan yang tumbuh dan mengakar di masyarakat, seperti Subak di Bali, Mapalus di Sulawesi Utara, paguyuban di Jawa Barat, merupakan contoh motivasi kultural yang dapat dimanfaatkan dalam membangun pola kemitraan tersebut. Kelembagaan yang mengakar di tengah masyarakat mencakup yang didasari oleh nilai-nilai budaya dan adat istiadat (Basic institution endowment), dan sosio kultural yang berbasis agama yang dimotori oleh tokoh adat (Basic institution arrangement). b. Kemitraan berbasis potensi regional Setiap daerah memiliki kekayaan sumberdaya yang potensial untuk pengembangan agribisnis. Dengan demikian, setiap daerah memiliki potensi kemitraan yang dilandasi berbagai kepentingan, antara lain adanya (1) permintaan terhadap barang dan jasa, (2) kebutuhan pembangunan daerah, dan (3) kebutuhan peningkatan kapasitas dan percepatan peningkatan kesejahteraan. c. Kemitraan berbasis potensi struktural Pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah berimplikasi terhadap penerbitan kebijakan yang bersifat struktural di daerah. Undang-Undang tersebut mengamanatkan pembentukan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang bertujuan memberikan pembinaan kepada seluruh sektor ekonomi di daerah. Kemitraan dapat dibangun oleh SKPD dengan banyak pihak guna mengembangkan potensi sektor ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penerapan pola kemitraan merupakan suatu keharusan untuk meraih tujuan tertentu melalui kerjasama dengan para pihak yang kompeten. Beberapa pertimbangan dalam membangun kemitraan pengembangan agribisnis hortikultura adalah adanya kepentingan bersama untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, dan komitmen berbagi sumberdaya, beban dan risiko, serta keuntungan (benefit) bagi pihak-pihak yang terkait Pemilihan inovasi dalam Kemitraan Penerapan pola kemitraan dalam program dukungan teknologi inovatif pengembangan kawasan agribisnis hortikultura perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: 18

19 a. Kriteria Inovasi Inovasi dapat berupa ide atau gagasan, metode atau praktek dan produk atau jasa. Inovasi tersebut harus bersifat baru tetapi tidak selalu berasal dari penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang belum pernah mengenal sebelumnya. Dengan demikian, sifat baru pada inovasi perlu dilihat dari sudut pandang petani atau penggunanya. Pada tataran pemahaman yang lebih operasional, inovasi yang dihasilkan lembaga penelitian dapat berwujud teknologi, kelembagaan dan kebijakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adopsi adalah sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang diintroduksikan ke dalam program pengembangan inovasi, harus yang tepat guna, yaitu sesuai dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi dan budaya di komunitas target. Dalam strategi pemilihan inovasi hortikultura, kriteria yang harus dipertimbangkan adalah : 1. dirasakan sebagai kebutuhan petani; 2. memberikan keuntungan secara kongkrit bagi petani; 3. mempunyai keselarasan dengan pola pengembangan yang telah ada dan sedang berlaku, nilai sosial budaya, kepercayaan, gagasan yang dikenal sebelumnya dan keperluan yang dirasakan petani; 4. dapat mengatasi faktor-faktor pembatas dengan mengacu pada kondisi sumberdaya lokal; 5. dapat dijangkau oleh konsisi ekonomi petani; 6. mudah dicoba, sederhana dan tidak rumit; 7. mudah diamati. b. Teknologi spesifik lokasi Program litbang hortikultura memiliki keterkaitan erat dengan program pengkajian teknologi di BPTP khususnya pada kelompok komoditas yang pengembangannya bersifat spesifik lokasi. Pelaksanaan pengkajian ditetapkan berdasarkan ketersediaan teknologi pada komoditas tertentu melalui proses sinkronisasi, konsultasi dan asistensi dengan Balai Penelitian lingkup Puslitbang Hortikultura. Program litbang hortikultura berbasis wilayah mencakup : (1) karakterisasi dan analisis zona agroekologi, (2) penelitian adaptif dan komoditas spesifik lokasi, (3) rekayasa usaha agribisnis berbasis komoditas, (4) pengkajian sistem agribisnis berbasis komunitas, (5) sosial ekonomi budaya masyarakat pedesaan dan (6) diseminasi inovasi hortikultura. c. Sistem Penyampaian Teknologi (Delivery system of Technology) Kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi, sifat adopter dan perilaku pengantar perubahan (peneliti dan penyuluh). Penyuluhan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan adopsi inovasi. Oleh karena itu, pemilihan metode penyuluhan yang tepat dan efektif merupakan salah satu faktor penentu 19

20 dalam adopsi teknologi. Berdasarkan kelompok target, penyuluhan diklasifikasikan atas : (a) metode penyuluhan kelompok, (b) metode penyuluhan individu, dan (c) metode penyuluhan media masa Implementasi Dukungan Inovasi Inovasi teknologi hortikultura diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu wilayah dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu (i) agroekosistem, (ii) agribisnis, (iii) wilayah, (iv) kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat. Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti implementasi inovasi dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian kondisi bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis diartikan bahwa implementasi inovasi teknologi hortikultura perlu memperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah diartikan bahwa penggunaan lahan untuk kegiatan usaha hortikultura mengacu pada satu kawasan. Pemilihan inovasi yang akan diterapkan dalam satu kawasan perlu mempertimbangkan risiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan model pengembangan inovasi tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma, dan aturan yang berlaku di lokasi. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pedesaan. Analisis potensi ekonomi, sosial dan budaya dilakukan terlebih dahulu sebelum menerapkan program dukungan inovasi yang kemudian diikuti dengan penyusunan rencana kegiatan pengembangan inovasi yang diinginkan. Rencana kegiatan tersebut dirumuskan berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA), yang berarti bahwa pengembangan inovasi direncanakan dari dan oleh masyarakat tani bersama pemangku kepentingan pembangunan hortikultura. Petani dan pemangku kepentingan diberikan motivasi untuk membangun kawasan hortikultura dengan memasukkan unsur inovasi sebagai elemen utama di dalamnya. Kegiatan dukungan inovasi di dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terdiri atas beberapa tahapan, yaitu : a) Perencanaan (penganggaran, penentuan lokasi, dan pelatihan bagi pelaksana) b) Pengorganisasian c) Sosialisasi (dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten) d) Pelaksanaan: e) - Pemetaan kesesuaian sumber daya lahan f) - Pelaksanaan PRA g) - Analisis rantai nilai h) i) - Penyusunan rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura - Implementasi inovasi teknologi dengan prinsip partisipatif, pemberdayaan, dan sinergi antar pemangku kepentingan. 20

21 j) Monitoring dan evaluasi k) Koordinasi dan pembinaan Lokasi dukungan inovasi dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura berdasarkan kriteria sebagai berikut : a) Memiliki peluang keberhasilan, ditinjau dari segi sumber daya alam dan SDM. b) Respon positif masyarakat desa/tani. c) Respon positif pemerintah kabupaten dan provinsi. d) Kesesuaian dengan kebijakan dan program pemerintah daerah. e) Potensi komoditas unggulan yang akan dikembangkan sesuai dengan unggulan nasional atau daerah f) Aksesibilitas memadai. g) Sinkronisasi lokasi kawasan agribisinis hortikultura yang telah ditetapkan Daftar lokasi intensif pengembangan kawasan agribisnis hortikultura tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran Cakupan Komoditas dalam Program Dukungan Inovasi Hortikultura Penetapan komoditas prioritas atau unggulan di dalam program pengembangan kawasan agribisnis hortikultura mengacu pada kriteria pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekosistem. Secara nasional, komoditas unggulan hortikultura yang diprioritaskan adalah: pisang, mangga, manggis, jeruk, durian, kentang, cabai merah, bawang merah, anggrek dan rimpang. Namun, keleluasaan juga diberikan untuk memilih komoditas spesifik di masing-masing kawasan pengembangan agribisnis hortikultura dengan tetap mengacu pada Kepmentan No 511 tahun 2006 yang mengakomodasi 323 jenis komoditas hortikultura, terdiri dari 80 jenis buah, 60 jenis sayuran, 66 jenis tanaman biofarmaka dan 117 jenis tanaman hias. Di dalam program dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, penetapan komoditas spesifik akan ditempuh melalui PRA dan analisis rantai nilai Deliniasi Tugas dan Koordinasi Antar Lembaga Pemerintah Pelaksanaan kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura memerlukan koordinasi antar para pihak yang terlibat, termasuk instansi eselon II lingkup Badan Litbang Pertanian, Balai Penelitian Komoditas, BPTP, Ditjen Hortikultura, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Ditjen P2HP, pemerintah daerah dan kelembagaan kelompok/gabungan kelompok tani. Masing-masing instansi tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas di dalam ruang lingkup kerja yang saling mendukung. Puslitbang Hortikultura berperan sebagai penyusun Pedum PDPKAH, koordinator dan penyedia teknologi inovatif hortikultura. Eselon II terkait lainnya di lingkup Badan Litbang Pertanian berperan memberi dukungan informasi dan teknologi inovatif yang diperlukan sesuai kondisi biogeofisik di lokasi target. Direktorat Jenderal Hortikultura, Ditjen Sarana dan 21

22 Prasarana Pertanian dan Ditjen P2HP memberi dukungan teknis sesuai dengan kebijakan dan program masing-masing. Pemda berperan memfasilitasi terselenggaranya kegiatan pengembangan dan adopsi teknologi di tingkat daerah melalui dukungan kebijakan yang kondusif. Dinas Pertanian, sebagai salah satu komponen dari pemerintah daerah, berperan melakukan pembinaan dan penyediaan sumberdaya yang diperlukan mendukung percepatan adopsi teknologi inovatif. Perusahaan swasta berperan sebagai pengguna teknologi dan obyek pembinaan yang berkewajiban menyediakan fasilitas pendukung dan sumberdaya yang diperlukan untuk proses transfer teknologi. Gapoktan merupakan target pembinaan yang berperan mengikuti proses diseminasi inovasi teknologi secara tertib dan partisipatif. Di tingkat provinsi dan kabupaten, BPTP berperan secara aktif sebagai pengambil inisiatif pertemuan dan mengkonsultasikannya kepada para pihak terkait di daerah. Implementasi program dukungan inovasi teknologi hortikultura memerlukan dukungan semua pihak dalam rangka percepatan diseminasi dan adopsi inovasi yang dipandang mampu memberikan manfaat kepada pembangunan pertanian secara signifikan, antara lain : a) Meningkatnya muatan inovasi dalam sistem agribisnis hortikultura, b) Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia, sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat, c) Meningkatnya efisiensi dan sinkronisasi sumber daya pertanian dan dana pemerintah, terutama yang diamanahkan kepada Kementerian Pertanian. Keberhasilan program tersebut ditentukan oleh niat baik dan semangat tinggi para pelaksana, serta kemampuan berkoordinasi para pihak yang terkait secara sinergis dalam setiap tahap kegiatan. Kegiatan dukungan inovasi teknologi dibiayai dari dana APBN yang dialokasikan oleh Puslitbang Hortikultura, Ditjen Hortikultura, Dana Dekon dan Dana Pembantuan, APBD provinsi dan kabupaten, serta sumber dana lainnya yang tidak mengikat. Dana-dana pemerintah tersebut tetap dikelola oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) masing-masing sesuai dengan DIPA yang bersangkutan, yang penggunaannya diarahkan ke lokasi target. 22

23 IV. IMPLEMENTASI PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Program dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut Persiapan Melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi program dukungan kawasan agribisnis hortikultura antara Badan Litbang Pertanian dengan Ditjen Hortikultura, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Ditjen P2HP, serta Badan SDM Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Substansi materi koordinasi meliputi rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, spesifikasi komoditas prioritas, dukungan teknologi inovatif, lokus penerapan rencana kegiatan dukungan, keterlibatan instansi dan kelembagaan terkait, deliniasi tugas dan fungsi antar instansi, serta pemanfaatan sumberdaya secara terarah dan terpadu. Melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi program dukungan kawasan agribisnis hortikultura antara Puslitbang Hortikultura dengan UK dan UPT lingkup Badan Litbang tentang perumusan rencana dukungan kegiatan, roadmap, identifikasi teknologi inovatif dan pemanfaatan sumberdaya instansi secara sinergis. Dukungan teknologi inovatif diarahkan untuk menjawab permasalahan agribisnis hortikultura dari hulu sampai ke hilir. Menyiapkan langkah-langkah operasional sebagai penjabaran program yang telah disepakati bersama. Penyusunan langkah aksi memperhatikan kebutuhan teknologi spesifik lokasi, metode diseminasi teknologi inovatif, pembentukan dan pelibatan kelembagaan terkait, deliniasi peran antar instansi, dan pelibatan komunitas target binaan. Membuat rencana kegiatan dukungan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura di lokasi terpilih melalui pola kemitraan dengan pemda dan swasta, serta pola SL-PAH dengan gapoktan/poktan melibatkan BPTP setempat. Menyusun dokumen pendukung, terdiri atas perjanjian kerjasama pelaksanaan dukungan, kerangka acuan dan rencana anggaran belanja (RAB) kegiatan, jadwal palang kegiatan, dan perangkat monev. Jadwal palang kegiatan yang akan diimplementasikan mencakup lokasi kawasan, komoditas unggulan, teknologi yang dibutuhkan, dan pola hubungan kerja institusional dalam upaya pencapaian target yg telah ditetapkan. Mengumpulkan data dan informasi pendukung yang meliputi kegiatan PRA dan analisis rantai nilai. Melaksanakan seminar/lokakarya rencana pelaksanaan dengan melibatkan seluruh instansi terkait dan kelompok sasaran. Pelaksanaan seminar dimaksudkan sebagai sarana komunikasi para pihak sebelum mengimplementasikan kegiatan di lapangan. 23

24 4.2. Pelaksanaan Kegiatan dukungan diimplementasikan di lapangan sesuai dengan kerangka acuan yang disepakati oleh para pihak yang terlibat. Program dukungan PKAH dilaksanakan mulai tahun 2010, difokuskan di lokasi kawasan prioritas berdasarkan program pengembangan kawasan hortikultura Ditjen Hortikultura. Implementasi kegiatan dukungan PKAH disesuaikan dengan kebutuhan mitra (gapoktan/poktan di lokasi calon SL-PAH, pemda setempat atau swasta yang akan terlibat). Dukungan kegiatan PKAH yang melibatkan kemitraan dengan pemda diarahkan pada topik spesifik sesuai kebutuhan. Kemitraan dengan perusahaan swasta difokuskan pada pengembangan dan komersialisasi teknologi inovatif sesuai dengan kesepakatan. Kemitraan dengan gapoktan/poktan diarahkan pada pengembangan kegiatan PKAH melalui SL-PAH dengan melibatkan BBP2TP, BPTP serta Dinas Pertanian setempat Monitoring Monitoring dan evaluasi (monev) dilaksanakan oleh Tim Puslitbang Hortikultura dengan melibatkan instansi terkait lingkup Badan Litbang Pertanian. Monev dilaksanakan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, perkembangan dan permasalahan yang dihadapi dengan mengacu pada Road Map Pelaksanaan Dukungan PKAH. Monev dilakukan untuk perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Dukungan PKAH. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan seoptimal mungkin berdasarkan kriteria yang dapat dinilai secara kuantitatif, sehingga langkah perbaikan dapat ditentukan secara lebih terukur. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimum dua kali dalam satu tahun. Kegiatan Monev terdiri atas evaluasi laporan kemajuan kegiatan dan pemantauan lapangan ke lokasi penerapan kegiatan PKAH, 1 2 kali setahun sesuai keperluan Pelaporan Pelaporan pelaksanaan Program Dukungan PKAH disusun oleh masing-masing UK/UPT terkait dengan format baku. Laporan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban dalam pemanfaatan sumberdaya. Puslitbang Hortikultura membentuk tim yang akan mengintegrasikan laporan-laporan tersebut dalam bentuk laporan akhir. Laporan memuat data dan informasi tentang semua kegiatan yang dilaksanakan, hasil yang dicapai, permasalahan yang dihadapi dan jalan keluar yang telah dilakukan. Laporan akhir akan dipresentasikan dalam lokakarya yang dihadiri oleh para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan penerapan dukungan PKAH. 24

25 Tahapan pelaksanaan kegiatan tersebut diatas disajikan pada Gambar 3. DITJEN P2HP DITJEN PLA DITJEN HORTIKULTURA dukungan BADAN KARANTINA PERTANIAN BADAN SDM BADAN LITBANG PERTANIAN koordinasi KEBIJAKAN Teknologi PelatihanToMT PenyediaanBS, FS, Biopestisida, pupuk Identifikasikawasan, pengel. Air Alsinpra&pascapanen Pedumkelembagaan, asosiasipemasaran PUSLITBANG HORTIKULTURA Kebijakan Koordinasi monev Balitlingkup Puslitbanghortdan Balitterkait komersialisasi koordinasi sinergisme koordinasi Kebijakan Koordinasi PUSLIT/PUSLITBANG/ BB TERKAIT Supervisidan koordinasi koordinasi koordinasi koordinasi KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Kebijakan Koordinasi monev BB P2TP BPTP pengkajian SL PAH : SWASTA PEMDA/DINAS GAPOKTAN Demplot Materi penyuluhan Pendamapingan teknologidan kelembagaan Pelatihan Gambar 3. Alur proses implementasi kegiatan dukungan PKAH 25

26 IV. PENUTUP Program Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura merupakan salah satu program strategis Kementerian Pertanian yang diharapkan mampu meningkatkan produksi hortikultura secara nasional, lapangan kerja, efektivitas dan efisiensi pelayanan, kesempatan berusaha, kesejahteraan, dan ikatan komunitas masyarakat di sekitar kawasan. Program tersebut akan berhasil apabila didukung oleh semua pihak terkait baik di hulu, on-farm maupun di hilir. Puslitbang Hortikultura melakukan koordinasi dan sinkronisasi secara proaktif dengan Ditjen Hortikultura dan Direktorat Jenderal teknis lainnya serta setiap unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian dalam mendukung pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Pedoman Umum ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Dalam pelaksanaannya Pedoman tersebut akan dijabarkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai kebutuhan. d/endro/kawasn/pedum/aguila 13 feb-final 26

27 L A M P I R A N 27

28 Lampiran 1. Tabel Sebaran Lokasi Pengembangan Komoditas Unggulan Nasional dan Unggulan Daerah No Komoditas Lokasi Sentra (Kab/Kota) 1 Durian 9 Propinsi, 11 Sentra 2 Pisang 8 Propinsi, 15 Sentra 3 Jeruk 14 Propinsi, 23 Sentra 4 Manggis 12 Propinsi, 28 Sentra 5 Mangga 8 Propinsi, 15 Sentra 6 Duku 2 Propinsi, 3 Sentra 7 Semangka 2 Propinsi, 2 Sentra 8 Nenas 1 Propinsi, 1 Sentra 9 Salak 3 Propinsi, 3 Sentra 10 Melon 2 Propinsi, 4 Sentra 11 Sirsak 1 Propinsi, 2 Sentra 12 Apel 1 Propinsi, 2 Sentra 13 Pepaya 2 Propinsi, 3 Sentra 14 Anggur 3 Propinsi, 3 Sentra 15 Rambutan 5 Propinsi, 5 Sentra (NAD) Aceh Barat, (LAMPUNG) Lampung Timur, (JATENG) Jepara, (JATIM) Ngawi, (BANTEN) Lebak, (KALTENG) Barito Selatan, (KALTIM) Nunukan, Kutai Kertanegara, (SULSEL) Luwu Utara, (PAPUA BARAT) Sorong Selatan, Raja Empat (NAD) Aceh Besar, (LAMPUNG) Lampung Selatan, (JABAR) Cianjur, (JATIM) Lumajang, (BALI) Karangasem, (KALTENG) Kapuas, Palangakaraya, Pulang Pisau (KALSEL) Banjar, Banjarbaru, Tapin, Kota Baru (KALTIM) Kota Balikpapan, Kutai Timur, Pasir (NAD) Aceh Tengah, Bireun, (SUMUT) Karo (SUMBAR) Solok Selatan, Agam, Tanah Datar, (JABAR) Garut, Sumedang (JATIM) Magetan, Ponorogo, Jember, (BALI) Bangli (NTT) TTS (KALBAR) Sambas (KALSEL) Banjar, Kota Banjarbaru, Barito Kuala (SULSEL) Pangkep, Luwu Utara (MALUKU) Seram Bagian Timur (MALUT) Kota Tidore (PAPUA BARAT) Manokwari (SULBAR) Mamuju Utara (SUMBAR) Pasaman Barat, Sawahlunto SJ, Pesisir Selatan, Lima Puluh Kota, Darmasraya (RIAU) Kampar, (JAMBI) Kerinci, Merangin, Sarolangun, (BENGKULU) Lebong (SUMSEL) Lahat, (BABEL) Belitung (JABAR) Sukabumi, Subang, Purwakarta, Tasikmalaya, Bogor (JATENG) Purworejo, (JATIM) Trenggalek, Blitar, Banyuwangi, (BALI) Tabanan, (NTB) Lombok Tengah, Dompu, Lombok Barat, (SULBAR) Mamuju, Polewali Mandar, Mamasa (JABAR) Cirebon, Indramayu, Majalengka (JATENG) Banjarnegara, Blora, (JATIM) Pasuruan, Probolinggo, Situbondo (BALI) Buleleng, (NTB) Sumbawa, Sumbawa Barat, Lombok Barat (GORONTALO) Bone Bolango, (MALUKU) Seram Bagian Barat (MALUKU UTARA) Kota Ternate (JAMBI) Muaro Jambi, Batanghari (SUMSEL) OKU Timur (LAMPUNG) Lampung Timur, (DIY) Kulon Progo (JABAR) Subang (JATENG) Magelang (DIY) Sleman (BALI) Karangasem (JATENG) Karanganyar, Sragen, Pekalongan (BANTEN) Kota Cilegon (JATIM) Pacitan, Sumenep (JATIM) Kota Batu, Malang (JATIM) Banyuwangi (KALBAR) Pontianak, Kota Pontianak (JATIM) Kota Probolinggo (BALI) Buleleng (SULTENG) Kota Palu (BANTEN) Tangerang (SULSEL) Soppeng (MALUT) Halmahera Barat (PAPUA BARAT) Manokwari (JABAR) Kota Banjar 28

PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH)

PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH) PANDUAN UMUM PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA (PDPKAH) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA PROGRAM DUKUNGAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA I. Latar Belakang Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (PKAH) merupakan salah satu implementasi dari program pengembangan komoditas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka,

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Sebaran Lokasi Pengembangan Komoditas Unggulan Nasional dan Unggulan Daerah

Lampiran 1 : Sebaran Lokasi Pengembangan Komoditas Unggulan Nasional dan Unggulan Daerah 124 Lampiran 1 : Sebaran Lokasi Pengembangan Komoditas Unggulan Nasional dan Unggulan Daerah No Komoditi Lokasi (Kab/Kota) 1 Durian9 Propinsi, 11 (NAD) Aceh Barat, (LAMPUNG) Lampung Timur, (JATENG) Jepara,

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan KEBIJAKSANAAN UMUM 1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan 5. Pengembangan Perlindungan Hortikultura 6. Pengembangan

Lebih terperinci

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR Universitas Brawijaya, 5 November 2014 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 212 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian Kegiatan Penelitian Dalam memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 yaitu tahun 2010 2014 setelah periode RPJMN tahap ke-1 tahun 2005 2009 berakhir, pembangunan pertanian

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang

PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang Direktorat Buah dan Florikultura BAB I PENDAHULUAN PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang KEGIATAN PENINGKATAN PRODUKSI BUAH Produk buah merupakan salah satu komoditas hortikultura DAN FLORIKULTURA TAHUN 2017

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 1 Latar Belakang Saat ini, pembangunan pertanian terutama tanaman pangan dan hortikultura memasuki pada tahap-3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 KAWASAN PERKEBUNAN di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 FOKUS KOMODITI 1. Tebu 2. Karet 3. Kakao 4. Kopi (Arabika dan Robusta) 5. Lada 6. Pala 7. Sagu KAWASAN TEBU

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BAHAN TANAM TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

Rumusan FGD Cabai dan Bawang

Rumusan FGD Cabai dan Bawang RUMUSAN PLENO 1. Menghadapi pasar global, hortikultura memang masih menghadapi banyak kendala dan tantangan, namun penuh juga dengan berbagai peluang. Berbagai permasalahan dan strategi bahkan program

Lebih terperinci

Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014

Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014 Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL HOLTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan ketersediaan buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BAHAN TANAM TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015 RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015 Disampaikan oleh Dr. Ir. YulH. Bahar Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Pada Acara Pramusrenbang Pertanian Bogor, 7 9 Mei2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BERBASIS TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS REVITALISASI PERKEBUNAN (KELAPA SAWIT, KAKAO, KARET) TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

DAFTAR SATUAN KERJA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DAFTAR SATUAN KERJA TUGAS PEMBANTUAN DAN DEKONSENTRASI TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DAFTAR SATUAN KERJA DAN TAHUN 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM NO. KAB/KOTA 1 PENATAAN RUANG - - 32 32 2 SUMBER DAYA AIR 28 132-160 3 BINA MARGA 31 - - 31 59 132 32 223 E:\WEB_PRODUK\Agung\Pengumuman\NAMA

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU NASIONAL 1 I. PENDAHULUAN 1. Tembakau merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia yang berkembang sudah sejak ratusan tahun yang silam. Kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009 Tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan

Lebih terperinci

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 Sarana dan Kegiatan Prasarana Penelitian KKegiatan Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh sumber daya manusia dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 jumlah relatif

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci

Keynote Speech. Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

Keynote Speech. Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Keynote Speech Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PADA SEMINAR NASIONAL AGRIBISNIS DALAM RANGKA DIES NATALIS KE 19 UNIVERSITAS GALUH, CIAMIS,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN 2013/11/02 08:31 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN Mendiskusikan sistem penyuluhan perikanan yang membumi

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 STATISTIK PRODUKSI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Jl. AUP NO. 3 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Direktur, Dr. Sarwo Edhy, SP, MM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Direktur, Dr. Sarwo Edhy, SP, MM KATA PENGANTAR Laporan Kinerja (LAKIN) Direktorat Buah dan Florikultura Tahun Anggaran Tahun 2016 merupakan wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan Anggaran Negara TA. 2016 sebagaimana

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-.04-0/2013 DS 0052-6200-1000-7068 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PEKEBUN TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS REVITALISASI PERKEBUNAN (KELAPA SAWIT, KAKAO, KARET) TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS REVITALISASI PERKEBUNAN (KELAPA SAWIT, KAKAO, KARET) TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS REVITALISASI PERKEBUNAN (KELAPA SAWIT, KAKAO, KARET) TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur. No.402, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48 Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BUAH DAN

Lebih terperinci

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1 Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1 Oleh: Mochamad Wekas Hudoyo, APi, MPS Anggota Komisi Penyuluhan

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENILAIAN KABUPATEN/KOTA PEDULI HAK ASASI MANUSIA

PERKEMBANGAN PENILAIAN KABUPATEN/KOTA PEDULI HAK ASASI MANUSIA PERKEMBANGAN PENILAIAN KABUPATEN/KOTA PEDULI HAK ASASI MANUSIA ARRY ARDANTA SIGIT Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PERATURAN

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 13 ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN 2.1. Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Gambar 2.1. Bawang Merah

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN 94 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA TIMUR Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA A. Sasaran Umum Selama 5 (lima) tahun ke depan (2015 2019) Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) sasaran utama, yaitu: 1. Peningkatan ketahanan pangan, 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK.

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK. Working Paper 1 1 Jan-08 Mar-08 May-08 Jul-08 Sep-08 Nov-08 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR Kakao Cengkeh Kopi PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN BENIH TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi Identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi pelayanan SKPD Badan Pelaksana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan benih varietas unggul bersertifikat padi dan kedelai guna memenuhi kebutuhan benih untuk pelaksanaan budidaya tanaman pangan secara nasional, Pemerintah telah memprogramkan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48 Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48 Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48 Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BUAH DAN SAYUR YANG BAIK (GOOD AGRICULTURE PRACTICES FOR FRUIT AND VEGETABLES)

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci