BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Melai secara geografis berada pada 5 26" - 5²26" Lintang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Melai secara geografis berada pada 5 26" - 5²26" Lintang"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum Kelurahan Melai Kelurahan Melai secara geografis berada pada 5 26" - 5²26" Lintang Selatan dan " ", Lokasi berjarak 3 Km dari pusat Kota Baubau, untuk menuju ke kawasan ini dapat ditempuh melalui transportasi darat baik menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Kelurahan Melai terdiri dari 3 RW dan 9 RT dengan luas wilayah ± 0,37 Km 2. Merupakan kelurahan dengan jumlah jiwa 1.904, yang wilayahnya keseluruhan dikelilingi oleh benteng terluas di dunia, sesuai catatan MURI 22,8 Ha (panjang keliling m). Gambar.4.1 Kelurahan Melai yang di kelilingi oleh benteng Sumber: Google Earth 52

2 53 Penduduk Kelurahan Melai merupakan masyarakat asli suku Buton (Miana Wolio) karena mereka keturunan Kaomu dan Walaka dalam stratifikasi masyarakat Buton semasa Kesultanan Buton. Jumlah penduduk dalam wilayah Kelurahan Melai sampai tahun 2010 sejumlah 1818 jiwa dengan 421 KK. Penggunaan lahan di kawasan benteng keraton Buton didominasi oleh permukiman (73%). Permukiman di kawasan benteng keraton Buton memiliki pola grid. Selain permukiman, jenis penggunaan lahan lainnya di kawasan benteng keraton antara lain, perkantoran, perdagangan dan jasa, ruang terbuka hijau (RTH) dan makam serta fasilitas umum lainnya. Perkantoran yang terdapat di kawasan benteng keraton Buton yaitu kantor Kelurahan Melai dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Baubau, sedangkan untuk jenis guna lahan RTH berupa taman, lapangan, kebun, dan tanah kosong. Sarana pendidikan yang terdapat di kawasan studi antara lain Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak serta sarana kesehatan berupa posyandu. Tabel.4.1 Penggunaan Lahan di Kelurahan Melai No. Jenis penggunaan lahan Luas (Ha) 1. Permukiman Perkantoran Perdagangan dan jasa RTH dan makam Fasilitas umum lainnya 0.8 Total Sumber: Monografi Kelurahan Melai tahun 2012

3 54 Gambar 4.2 Persentase tiap jenis penggunaan lahan di Kelurahan Melai Sumber: Monografi Kelurahan Melai tahun 2012 Kelurahan Melai dibagi dalam 3 lingkungan yakni Lingkungan Baaluwu, Lingkungan Dete, dan Lingkungan Peropa. Dalam 3 lingkungan tersebut, wilayah ini dibagi ke dalam 9 Rukun Tetangga (RT) yang masingmasing lingkungan terdapat 3 RT. Pemukiman penduduk mengikuti arah jalan yang melingkar benteng dan beberapa jalan yang menghubungkan antara lingkungan. Rumah-rumah penduduk saling berhadapan mengikuti jalan raya, dengan lorong-lorong dan jalan setapak di tiap-tiap lingkungan. Rumah penduduk sebagian besar rumah panggung dengan tipe tradisional rumah adat Buton (bentuk Kamali, banua Tada, rumah biasa). Namun ada beberapa rumah penduduk yang menambahkan bangunan rumahnya berupa rumah batu di kolong dan bagian dapur.

4 Ruang Publik Yaroana Masigi Ruang publik Yaroana Masigi berada di dalam kawasan permukiman tradisional Buton yang keberadaanya dikeliling oleh benteng, dan merupakan area paling terdepan dari permukiman. Ketika memasuki gerbang masuk permukiman, area ruang publik Yaroana Masigi ini bisa langsung terlihat. Ruang publik Yaroana Masigi Gambar.4.3 Kedudukan Ruang Publik Yaroana Masigi terhadap kawasan Sumber: Google Earth digambar ulang penulis Terdiri dari ruang terbuka halaman ditengah-tengah, Batu Popaua (batu pelantikan sultan) yang berada di Utara, Baruga (Balai pertemuan) disisi Timur berhadapan langsung dengan ruang terbuka dan masjid, Masjid Agung Keraton yang berada disisi Barat ruang terbuka, Kasulana Tombi (Tiang bendera kesultanan) yang berdiri disamping masjid, jangkar yang berada disisi Utara, Makam Sultan Murhum beserta Batu Wolio yang berada disisi timur. Berikut merupakan penjelasan mengenai obyek maupun bangunan di kawasan Yaroana Masigi :

5 56 A. Batu Popaua (Batu Pelantikan Sultan) Batu Popaua disebut juga batu ponu karena bentuknya yang menyerupai punggung penyu, letaknya di depan Masjid Agung Keraton. Setiap raja/sultan Buton dilantik di tempat ini oleh patalimbona/siolimbona (dewan legislatif pada masa itu). Kondisi saat ini cukup terawat dimana sudah diberi pembatas disekelilingnya, disekitaran batu pelantikan ini juga sudah menjadi keramik yang sebelumnya hanya berupa semen biasa, Batu Popaua juga sudah diberi pelindung berupa atap. Gambar 4.4 Kondisi Batu Popaua saat ini Sumber: Penulis B. Yaroana(Halaman) Halaman ini terletak ditengah-tengah di antara Masjid, Baruga dan Batu Popaua, dengan luasan ± 1000m 2. Halaman ini telah ada sejak era pemerintahan Ratu Wakaaka di abad ke 13 berupa tanah kosong. Pada zaman kesultanan halaman ini dipergunakan sebagai ruang untuk mengumpulkan warga, mengabarkan sesuatu, ritual adat, menyambut tamu kesultanan, tempat prosesi pelantikan, mengumpulkan warga untuk melihat

6 57 prosesi pelantikan. Sampai saat ini fungsi tersebut masih berlangsung. Secara fisik menurut penuturan budayawan setempat yang juga warga dikelurahan Melai, bahwa di zaman dahulu halaman Yaroanamerupakan halaman berumput, dan saat ini halaman tersebut telah diberi perkerasan berupa paving. Gambar 4.5 Kondisi Yaroana saat ini Sumber: Penulis C. Baruga Baruga dibangun dimasa pemerintahan Sultan Dayanu Ikhsanudin atau Laelangi, yaitu pada tahun Baruga pada masa pemerintahan Laelangi berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat untuk bermusyawarah juga para sultan untuk melakukan upacara ataupun membahas masalah-masalah ekonomi, politik dan lain-lain yang di hadapi oleh masyarakat Buton. Di samping itu Baruga juga digunakan sebagai tempat prosesi pelantikan sultan-sultan. Merupakan bangunan panjang tanpa dinding yang berada tepat berhadapan dengan masjid, merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat dimana permasalahan-permasalahan di masa kesultanan diuraikan dan diselesaikan secara bersama. Fungsi tersebut masih berlaku hingga saat ini, seminar-seminar kebudayaan juga kerap

7 58 dilangsungkan di Baruga. Kondisi Baruga saat ini selain sudah lebih modern dengan lantai keramik dan tiang beton juga diketahui telah mengalami beberapa perubahan bentuk material maupun arsitektural. Dari wawancara dengan budayawan setempat yaitu Imran Kudus mengatakan bahwa bentuk Baruga yang dibangun oleh pemerintah sekarang tidak sesuai dengan arsitektur Baruga yang seharusnya, terutama pada bentuk atap serta desain lantai. Gambar 4.6 Bentuk Baruga pada tahun 2007 sebelum dipugar Sumber: Penulis Bentuk Baruga di zaman kesultanan yang pernah disinggung dalam riwayat lisan orang-orang tua terdahulu disebutkan tidak beratap lapis seperti sekarang, karena atap lapis merupakan simbol dari kepemilikan sultan seperti yang terlihat pada bentuk rumah-rumah sultan yang semuanya beratap lapis, sedangkan atap Baruga cuma satu saja sebagai perwujudan kepemilikan bersama sesuai fungsinya sebagai tempat musyawarah dan berkumpulnya masyarakat. Selain bentuk atap, juga bentuk lantai yang saat ini menggunakan keramik dan menyatu dengan tanah, padahal menurut riwayat lisan bahwa bentuk lantai Baruga adalah berbentuk panggung.

8 59 Perubahan besar yang terjadi pada Baruga ini sempat menjadi alasan masyarakat di kelurahan Melai merubah beberapa bagian rumah tradisionalnya menjadi modern. Gambar 4.7 Kondisi Baruga saat ini Sumber: Penulis D. Masjid Agung Keraton Masigi atau Masjid Agung Keraton Buton adalah salah satu benda cagar budaya Indonesia yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: KM.8/PW.007/MKP.03 Tanggal 4 Maret Masjid ini dibangun pada 1712 oleh Sultan Buton ke-19, Sultan Zaqiyuddin Darul Alam.

9 60 Masjid berada di tengah-tengah kawasan, menjadi zona inti dan landmark kawasan Benteng Keraton, dengan halaman yang luas, dengan tiang bendera kesultanan masih berdiri utuh di sampingnnya. Secara fisik kondisi masjid masih terawat, fungsinya juga belum berubah sejak masa kesultanan hingga saat ini.. Gambar 4.8 Masjid Agung Keraton Sumber: Penulis Fisik dinding masjid terbuat dari tembok batu yang disusun rapi dengan pewarna putih masih menggunakan batu kapur, dan atap terbuat dari material seng berbentuk limas dua tingkat. Masjid dengan ukuran 20 x 20 Meter ini sampai sekarang tetap digunakan sebagai tempat beribadah dan juga sebagi pendidikan Islam bagi masyarakat sekitar. Sejak didirikan, Masjid Agung Keraton Buton telah mengalami perubahan sebanyak 5 kali. Perubahan pertama pada 1878, yaitu mengganti bagian atapnya dengan seng yang semula hanya menggunakan atap daun nipah. perubahan kedua pada 1930, yaitu mengganti sebagian rangka kayu yang sudah mulai lapuk dan mengganti lantainya dengan semen. Perubahan ketiga dan keempat pada 1978 dan 1986, yakni mengganti atap seng yang sudah mulai usang.

10 61 perubahan kelima pada 2002, yaitu mengganti lantai masjid dengan marmer. Kelima renovasi yang dilakukan tersebut tidak mengubah bentuk asli Masjid Agung Keraton Buton. Gambar 4.9 Penampakan Masjid Agung Keraton pada tahun 1950 (atas) 1960 (kiri) dan pada tahun 2012 (kanan) Sumber: Pusat Kebudayan Wolio Terdapat 12 pintu masuk ke dalam masjid yang salah satu di antaranya berfungsi sebagai pintu utama. Pada bagian depan masjid di sebelah timur masjid, terdapat serambi terbuka kayu yang digunakan untuk membangun masjid berjumlah 313 potong sesuai dengan jumlah tulang pada manusia. Jumlah anak tangga masuk masjid 17 buah, sama dengan jumlah rakaat salat dalam sehari. Bedug masjid yang berukuran panjang 99 cm dianalogikan dengan asmaul husna dan diameter 50 cm dimaknai sama

11 62 dengan jumlah rakaat salat yang pertama kali diterima Rasulullah. Pasak yang digunakan untuk mengencangkan bedug tersebut terdiri dari 33 potong kayu yang dianalogikan dengan jumlah bacaan tasbih sebanyak 33 kali. Di depan pintu utama di antara dua selasar terdapat sebuah guci bergaris tengah 50 sentimeter dengan tinggi 60 sentimeter. Guci itu terhujam ke lantai semen berlapis marmer. Guci tersebut telah ditempatkan di situ sejak adanya masjid ini sebagai penampungan air untuk berwudu. Gambar 4.10 Penampakan dalam Masjid Agung Keraton Sumber: Penulis Adapun untuk ruang bagian dalamnya mampu menampung jamaah dengan panjang saf 13, dan 40 orang persafnya. Masjid tidak memilik plafon sehingga penghawaan udara langsung alami berasal dari sela-sela antara dinding dan atap. Di dalam masjid terdapat sebuah mihrab dan mimbar yang terletak secara berdampingan. Keduanya terbuat dari batu bata yang di bagian atasnya terdapat hiasan dari kayu berukir corak tumbuhtumbuhan yang mirip dengan ukiran Arab.

12 63 E. Kasulana Tombi (Tiang Bendera Kesultanan) Pada sisi sebelah utara bangunan masjid Keraton berdiri sebuah tiang bendera yang ujungnya lebih tinggi dibanding puncak masjid. Tiang bendera itu didirikan tidak lama setelah masjid dibangun. Kayu yang digunakan untuk tiang bendera tersebut dibawa oleh pedagang beras dari Pattani, Siam. Gambar 4.11 Kasulana Tombi Sumber: Penulis Dahulu setiap Jumat dipasang bendera kerajaan yang berwarna kuning, merah, putih, dan hitam di tiang tersebut. Masjid Keraton tidak memiliki menara layaknya masjid-masjid pada umumnya, yang ada adalah tiang bendera yang berdiri disamping masjid. Kasulana Tombi merupakan salah satu simbol identitas dari kesultanan Buton yang menjadi tempat dikibarkannya bendera kesultanan. Tiang ini berdiri tepat di sebelah Masjid Keraton. Keberadaannya masih utuh dan bertahan, meski terlihat mulai sedikit miring. Didirikan pada abad ke-17 untuk mengibarkan Tombi

13 64 (bendera) kerajaan Buton. Bahan dasarnya terbuat dari kayu jati dengan tinggi 21 M dari permukaan tanah yang berdiameter antara 25 cm hingga 70 cm. Fungsi utama tiang bendera ini adalah sebuah syarat utama sebuah kerajaan. Saat ini permukaan tempat pijakan tiang telah diberi perkerasan beton dan sekelilingnya dibiarkan bebas tanpa dipagari. F. Makam Sultan Murhum dan Batu Wolio Gambar 4.12 Makam Sultan Murhum Sumber: Penulis Makam Sultan Murhum terletak di puncak bukit lele mangura. Sultan Murhum merupakan raja ke VI dan Sultan Buton yang pertama. Berdasarkan beberapa sumber, Murhum dilantik menjadi Sultan Buton I pada tahun 948 Hijriah dan wafat pada tahun 1584 Masehi. Lokasi makam Berada di sebelah timur masjid. Berada di dataran yang lebih tinggi. Jirat makam diperbaiki pada tahun 1989, dibuatkan sarana jalan yang menuju situs. Untuk mencapainya dapat menggunakan anak tangga yang disediakan. Ada anak tangga juga yang disediakan di samping makam untuk melihat sekeliling makam, namun tangga yang berada di samping makam kurang terawatt, sehingga jarang digunakan.

14 65 Gambar 4.13 Tangga di depan makam dan di samping makam Sumber: Penulis Batu Wolio berada di samping makam Sultan Murhum, batu setinggi ± 1m ini dapat mengeluarkan air pada waktu-waktu tertentu kecuali pada musim kemarau, yang dipergunakan untuk tempat membasuh/ memandikan para raja dan sultan yang akan di lantik. Batu Wolio diperkirakan telah ada bersamaan dengan periode keberadaan Batu Popaua. Akses terhadap Batu Wolio sudah terkelola dengan baik sehingga kondisinya fisiknya cukup baik dengan disediakannya pagar batu yang mengelilingi obyek. Gambar 4.14 Batu Wolio Sumber: Penulis

15 Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi Ruang publik Yaroana Masigi merupakan kawasan inti dari permukiman di kelurahan Melai, yang kedudukannya terhadap permukiman dianggap paling penting. Karakteristik fisik Yaroana Masigi selain terdiri dari obyek-obyek penting yang menjadi satu kesatuan dengan ruang, karakter ini juga tercermin dari bentuk tata letak, hirarki, orientasi, besaran dan batasan ruangnya Tata Letak (Setting), Hirarki, Orientasi, besaran ruang dan batasan ruang. Tata letak adalah posisi keberadaan seluruh komponen pembentuk ruang (Ronald. 2005). Tata letak pada Yaroana Masigi terdiri atas tata letak makro dan mikro. Tata letak secara makro yaitu keberadaan atau posisi Yaroana Masigi terhadap lingkungan sekitarnya. Letak Yaroana Masigi sendiri terletak di tengah-tengah permukiman yang dikelilingi oleh benteng sepanjang 22,8 Ha. Posisi ini di pengaruhi oleh konsep kosmologis orang Buton yang meyakini bahwa Masjid Agung Keraton merupakan inti kosmos dan area Yaroana Masigi adalah bagian dari inti tersebut. Yaroana Masigi digambarkan sebagai alam batin manusia, yang dimana alam batin harus senantiasa menjadi pusat dan inti dari kehidupan. Sehingga berada di pusat/ tengah-tengah, dengan benteng keraton sebagai cangkang (pelindungnya) serupa filosofi telur, yang kemudian menjelaskan tradisi lisan tentang benteng keraton yang terbuat dari butih telur. Adapun di luar dari cangkang

16 67 tersebut digambarkan adalah alam dunia serta alam semesta, yang jika disederhanakan dalam gambar 4.15 berikut. Yaroana Masigi (Alam Batin) Alam Dunia Benteng Keraton (Pelindung) Alam Semesta Gambar.4.15 Konsep Kosmologis pada Tata Letak Yaroana Masigi Sumber: Wawancara dengan Mudjirudin (2014) Konsep ini juga ikut menjelaskan status hirarki Yaroana Masigi sebagai ruang dengan hirarki sakral. Sehingga kegiatan yang dianggap sakral atau penting kerap di gelar di area ini. Sedangkan untuk orientasinya tidak berorientasi pada arah manapun kecuali arah kiblat Masjid Agung Keraton untuk ibadah shalat yang tetap mengarah ke kiblat yaitu barat. Tata letak mikro menjelaskan letak komponen obyek-obyek dalam lingkup Yaroana Masigi. Posisi obyek-obyek tersebut dipengaruhi oleh urutan sejarah keberadaanya. Secara hirarki, ruang Yaroana Masigi itu sendiri adalah area paling sakral dalam kawasan Benteng Keraton Buton, namun jika dibuatkan hirarki lagi maka Masjid Agung Keraton berada dihirarki teratas karena maknanya tidak hanya sebagai representasi ketuhanan sesuatu yang bersifat ruhani dan batiniah.

17 68 U Kasulana Tombi Batu Popaua Masigi Baruga Halaman Makam Sultan Murhum Batu Wolio Gambar.4.16 Tata letak eksisting ruang publik Yaroana Masigi Sumber: Penulis Batasan Yaroana Masigi dari Utara ke selatan dibatasi oleh jalan setapak, sedangkan timur ke barat adalah Makam Sultan Murhum dan Masjid Agung Keraton dengan luasan keseluruhan area ±3600m 2. Aspek besaran ruang (size) berhubungan langsung dengan konsep keterbukaan ruang. Keterbukaan tercermin pada kualitas jarak pandang antar bangunan, ruang publik Yaroana Masigi secara umum bersifat terbuka sehingga jarak

18 69 pandang antar bangunan tidak terganggu. Batas-batas antar bangunan pada ruang publik Yaroana Masigi berupa jalan-jalan setapak serta ruang-ruang terbuka antar obyek/bangunan. 4.4 Nilai Sejarah dan Signifikansi Budaya pada Ruang Publik Yaroana Masigi Tinjauan Sejarah Kawasan Benteng Keraton Buton Ruang publik Yaroana Masigi berada dalam kawasan Benteng Keraton Buton, kawasan yang di dalamnya merupakan permukiman tradisional dan bersejarah. Keberadaan Ruang Publik Yaroana Masigi tidak lepas dari sejarah kerajaan Buton dan Benteng keratonnya. Berikut merupakan periode sejarah kawasan Benteng Keraton Buton yang mencakup keberadaan Yaroana Masigi Akhir Abad ke-13 Masehi Menurut sumber sejarah tertulis, terbentuknya kerajaan Buton tidak terlepas dari peran Mia Patamiana (empat orang), yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo dan Sijawangkati. Empat orang ini berasal dari Semenanjung Melayu yang datang ke Pulau Buton pada akhir abad ke-13 M. Empat orang (Mia Patamiana) tersebut terbagi dalam dua kelompok, yakni Sipanjonga dan Sijawangkati dalam kelompok pertama, sedangkan lainnya Simalui dan Sitamanajo. Sipanjonga dan para pengikutnya meninggalkan tanah asal di Semenanjung Melayu menuju kawasan timur dengan menggunakan sebuah perahu pada bulan Sya ban 634 Hijriyah

19 70 (1236 M). Dalam perjalanan itu, mereka singgah pertama kalinya di Pulau Malalang, terus ke Kalaotoa dan akhirnya sampai di Pulau Buton, mendarat di daerah Kalampa. Sementara itu Simalui dan para pengikutnya mendarat di Teluk Bumbu, kemudian masuk dalam daerah Wakarumba. Kelompok pertama beserta para pengikutnya menguasai daerah Gundu-Gundu, sementara kelompok kedua dengan para pengikutnya menguasai daerah Barangkatopa. Pola hidup mereka berpindah-pindah hingga akhirnya kelompok Simalui berjumpa dengan kelompok Sipanjonga. Sipanjonga kemudian menikah dengan Sibaana, saudara Simalui dan memiliki seorang putera yang bernama Betoambari. Setelah dewasa, Betoambari menikah dengan Waguntu, putri Raja Kamaru. Dari perkawinan ini, kemudian lahir seorang anak bernama Sangariarana. Seiring perjalanan waktu, Betoambari kemudian menjadi penguasa daerah Peropa, dan Sangariarana menguasai daerah Baluwu. Dengan terbentuknya perkampungan Peropa dan Baluwu, berarti telah ada empat perkampungan yang memiliki ikatan kekerabatan, yaitu: Gundu-Gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu. Keempat wilayah perkampungan ini kemudian disebut patalimbona/empat Limbo, dan para pimpinannya disebut Bonto. Selain empat limbo di atas, pada masa itu di Pulau Buton juga telah berdiri beberapa kerajaan kecil yaitu: Tobe-Tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Dalam perjalanannya, kerajaan-kerajaan kecil dan empat Limbo di atas kemudian bergabung dan membentuk sebuah kerajaan baru, dengan nama kerajaan Buton. Pada saat itu setelah melalui proses musyawarah

20 71 kemudian memilih seorang wanita yang yang berasal dari kerajaan-kerajaan kecil tersebut bernama Wa Kaa Kaa sebagai raja pertama kerajaan Buton. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1332 M. Setelah Wa Kaa kaa mangkat, kemudian digantikan oleh Bulawambona sebagai raja Buton yang ke-2. Kondisi ruang publik saat pemerintahan Ratu Wakaka diketahui telah difungsikan sebagai ruang untuk prosesi pelantikan raja, hal ini diperkuat oleh keberadaan batu Popa ua yang keberadaannya telah ada di zaman itu sebagai batu pijak pelantikan para raja/ratu Buton, dan mulai difungsikan saat pelantikan raja Buton pertama ratu Wakaaka. Batu ini dipercaya merupakan batu tumbuh yang kemunculannya berasal dari dalam tanah, tidak di ketahui tahun pasti keberadaan batu tersebut, namun diperkirakan telah ada sejak abad ke 13. Sedangkan batu petirtaan atau Batu Wolio Batu Wolio merupakan tugu batu setinggi 1 m, berfungsi sebagai tempat pengambilan air suci (Tirta) untuk dimandikan kepada Calon Raja/sultan sebelum beliau dilantik. Batu Wolio di perkirakan muncul setelah Batu Popaua yaitu berasal sekitar abad 14 dan air batu tersebut berasal dari mata air Tobe-Tobe Abad ke 15 Masehi Seiring dengan perkembangan kerajaan Buton terutama dalam bidang perdagangan dan pelayaran, Islam kemudian masuk ke Buton pada akhir abad ke-15 M dibawa oleh seorang pedagang yang berasal dari Gujarat. Selama masa pra Islam, di Buton telah berkuasa enam orang raja, dua diantaranya adalah wanita (Wa Kaa kaa dan Bulawambona).

21 72 Pada awal abad ke-16 M seorang ulama yaitu Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Fathani mulai menyebarkan agama Islam di Buton. Beliau merupakan salah seorang yang paling berjasa dalam perkembangan penyebaran Islam di Buton. Menurut beberapa riwayat bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-fathani berasal dari Gujarat, sebelum sampai di Buton beliau pernah tinggal di Johor, selanjutnya bersama isterinya pindah ke Adonara (Nusa Tenggara Timur), kemudian beliau sekeluarga berhijrah ke Pulau Batu atas yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Buton. Di Pulau tersebut, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-fathani bertemu Imam Pasai yang sedang dalam perjalanan kembali dari Maluku menuju Pasai (Aceh). Imam Pasai menganjurkan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-fathani pergi ke Pulau Buton untuk menghadap Raja Buton. Syeikh Abdul Wahid setuju dengan anjuran tersebut, lalu baliau datang menemui Raja Buton yang sedang memerintah saat itu yaitu Raja Mulae (Raja Buton ke-5) dan mendapat sambutan baik dari Raja dan masyarakat Buton. Beliau lalu mulai menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh masyarakat Buton yang pada saat itu mayoritas masih animisme. Namun disebutkan bahwa Raja Mulae wafat sebelum memeluk agama Islam. Beliau kemudian digantikan oleh Raja Halu Oleo atau dikenal pula dengan sebutan Raja Murhum. Pada saat Raja Murhum mulai memerintah Kerajaan Buton sebagai raja Buton ke 6 atau Sultan Buton yang pertama. Kerajaan Buton resmi menjadi sebuah Kesultanan pada saat dilantiknya Raja Murhum menjadi Sultan Buton yang pertama pada tahun

22 M, pengangkatannya sebagai sultan mendapat persetujuan langsung dari Kekhalifahan Ustmaniah. Setelah dilantik beliau memiliki gelar Sultan Kaimuddin Khalifatul Kamis. Pada tahun 1584 Sultan Murhum wafat setelah dan di makamkan di puncak bukit lele mangura Abad ke 16 Masehi Kawasan bersejarah benteng keraton Buton yang merupakan kawasan pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Buton dahulunya hanya berupa kawasan yang dibatasi oleh tanaman berduri sebagai pembatas kawasan dengan kawasan sekitarnya, kondisi tersebut berlangsung sejak masa pemerintahan raja I (Wa Kaa-kaa) hingga Sultan Buton ke II. Pada permulaan abad ke-16 peran Buton menjadi semakin penting karena letaknya yang berada di jalur perdagangan dan pelayaran menuju kepulauan Maluku yang merupakan penghasil rempah-rempah. Pulau Buton menjadi tempat transit bagi para pedagang baik pedagang dari nusantara (pedagang Aceh, Kalimantan, dan lainnya) maupun pedagang asing yang berasal dari Arab, Portugis, Spanyol dan Belanda, dimana kemudian timbul persaingan yang terjadi diantara sesama pedagang pribumi, sesama pedagang asing dan antara pedagang pribumi dengan pedagang asing. Persaingan tersebut memicu timbulnya bentrokan berupa perampokan di lautan yang sangat mengganggu keamanan di wilayah sepanjang jalur perdagangan termasuk wilayah Buton sendiri. Melihat situasi tersebut Sultan Buton yang memerintah pada masa itu yaitu Sultan Kaimuddin (Sultan Buton ke III M) merasa perlu membangun benteng

23 74 pertahanan untuk melindungi wilayah Kesultanan Buton dari segala ancaman khususnya segala ancaman yang datang dari luar. Pada masa pemerintahan Sultan Kaimuddin mulai membangun boka-boka / bastion sudut namun, pada saat bastion-bastion tersebut hampir seluruhnya selesai dibangun terjadi musim paceklik di Buton sehingga penyelesaian pembangunannya terpaksa ditunda. Pembangunan bastion tersebut kemudian dilanjutkan oleh Sultan Buton ke IV yaitu Sultan Dayanu Ikhsanuddin. Didirikan Bastion-bastion yang dibangun tersebut membentuk formasi dengan mengelilingi lokasi permukiman termasuk di dalamnya rumah tempat tinggal Sultan dan para petinggi Kesultanan Buton. Setiap bastion dilengkapi dengan meriam-meriam buatan Eropa yang dibeli dari kapal pedagang asing yang singgah di Buton. Di periode yang sama tepatnya pada tahun 1610 bangunan yang bernama Baruga di bangun dalam rangka menjadi wadah fisik untuk mengumpulkan aspirasi masyarakat dan tempat bermusyawarah. Pembangunan benteng keseluruhannya selesai pada masa pemerintahan Sultan Buton ke VI yaitu Sultan Gafur Wadudu. Untuk mempercepat penyelesaian benteng Sultan Gafur wadudu mewajibkan seluruh rakyat Buton untuk ikut berpartisipasi membantu penyelesaian pembangunan tembok benteng yang menghubungkan semua bastionnya. Pada masa itu (dalam rentang waktu 10 tahun) angka kelahiran di Buton sangat rendah karena semua laki-laki dewasa dan sehat harus bekerja siang dan malam untuk menyelesaikan pembangunan benteng. Selain itu, rakyat juga tidak memiliki banyak waktu untuk menggarap sawah dan

24 75 kebun. Saat itu Sultan Gafur Wadudu mendapat teguran dari Siolimbona (dewan legislatif di Kesultanan Buton) untuk menghentikan saja pembangunan benteng karena melihat sangat rendahnya angka kelahiran (selama kurun waktu 10 tahun hampir tidak ada kelahiran) namun, teguran dan peringatan tersebut tidak mengurungkan niat Sultan Gafur wadudu untuk menyelesaikan pembangunan benteng. Oleh karenanya setelah melakukan musyawarah, Siolimbona kemudian memutuskan akan memberhentikan beliau dari jabatannya sebagai Sultan Buton. Mengetahui adanya peringatan keras tersebut Sultan Gafur Wadudu kemudian meminta kepada Siolimbona agar rencana pemberhentian beliau sebagai Sultan ditunda dulu sampai pembangunan benteng keraton Buton selesai. Sultan Gafur Wadudu berjanji begitu pembangunan benteng selesai beliau akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sultan Buton. Permintaan tersebut diterima oleh Siolimbona sehingga pembangunan benteng tetap dilanjutkan hingga selesai. Setelah pembangunan benteng selesai, rakyat Buton segera bisa merasakan manfaat dari adanya benteng, rakyat dan para petinggi kesultanan merasakan suasana yang lebih aman dan tenteram setelah dibangunnya benteng, setelah merasakan langsung manfaat setelah adanya benteng, Siolimbona kemudian membatalkan rencana pengangkatan sultan yang baru dan meminta agar Sultan Gafur Wadudu terus melanjutkan tugasnya sebagai Sultan Buton namun, Sultan Gafur Wadudu tidak ingin mengingkari janjinya, beliau mengundurkan diri secara sukarela, beliau kemudian digantikan oleh Sultan Saparagau.

25 76 Pembangunan tembok benteng ketika itu memerlukan banyak batuan, sehingga bebatuan di sekitar kawasan tersebut termasuk batuan di sepanjang sungai hampir habis digunakan untuk pembangunan benteng. Pada saat itu salah satu kendala teknis dalam pembangunan benteng keraton Buton yaitu pada pembangunan tembok benteng pada sisi utara dan sebagian sisi timur karena pada sisi tersebut pondasi benteng berada diatas tebing yang curam. Selain baluara (bastion), benteng juga dilengkapi 12 (duabelas) Lawa (pintu gerbang) yang menghubungkan kawasan benteng keraton sebagai pusat pemerintahan dengan perkampungan penduduk diluar kawasan benteng. Benteng keraton Buton disebut juga Benteng Wolio berada di wilayah kelurahan Melai Kecamatan Murhum, yang berjarak 3 Km dari pusat kota. Benteng ini dibangun diatas sebuah bukit yang disebut bukit Tursina. Banteng ini mulai dibangun sejak pemerintahan Sultan Buton III, yaitu Sultan Kaimuddin ( ). Pembangunannya kemudian diteruskan oleh Sultan Dayanu Ikhsanudin (Sultan Buton IV) dan dirampungkan oleh Sultan Gafur Wadudu (Sultan Buton VI). Benteng ini merupakan salah satu diantara sejumlah benteng yang ditemukan di Kota Baubau dan merupakan benteng terluas di Kota Baubau juga di seluruh nusantara. Keliling benteng yaitu sebesar 2740 m. Bangunan benteng terbuat dari batu-batu gunung yang agak porus yang direkatkan dengan kapur. Tinggi dan tebal dinding benteng tidak sama, tergantung pada kondisi tanah atau lereng bukit dimana dinding tersebut berada. Pada bagian bukit yang terjal tinggi dinding benteng mencapai 4

26 77 (empat) meter dan tebal dinding mencapai 2 (dua) meter. Pada dinding benteng bagian dalam sisi timur dan selatan terdapat turap-turap yang yang berfungsi ganda, yaitu sebagai penahan/penguat berdirinya dinding benteng dan tempat berdirinya laskar Buton yang mengintai dan mengawasi musuh diluar benteng melalui lubang-lubang pengintai. Benteng keraton Buton terdiri atas: 1. Boka-boka atau bastion sudut 2. Baluara atau bastion 3. Lawa atas pintu gerbang 4. Batu tondo atau tembok keliling 5. Parit 6. Alat persenjataan 1. Boka-boka Boka-boka adalah bastion yang terdapat pada keempat sudut benteng dimana ditempatkan meriam-meriam besi pada jendelajendelanya. Keempat boka-boka ini memiliki nama masing-masing yang diambil dari nama petugas atau nama jabatan petugas yang mengawasi pembangunan boka-boka tersebut. Boka-boka sebelah utara disebut Boka-boka matana eo atau Boka-boka gundu-gundu. Boka-boka gundu-gundu ini sedikit berbeda dari boka-boka lainnya karena bangunannya terdiri atas 3 (tiga) tingkat sehingga boka-boka ini lebih tinggi disbanding yang lainnya. Hal ini mungkin berkaitan dengan letaknya yang strategis karena berhadapan dengan teluk

27 78 Baubau. Boka-boka yang lainnya terletak di sebelah selatan yang lebih dikenal dengan sebutan godo yang diartikan gudang perlengkapan. Godo sebelah timur disebut godona oba yang berarti gudang mesiu, godo sebelah barat disebut godona batu yang berarti gudang peluru, karena disinilah disimpan peluru-peluru meriam yang terbuat dari besi. Gambar 4.17 Boka-Boka Sumber: Penulis 2. Baluara Baluara adalah bastion-bastion yang terletak pada keempat sisi benteng, apabila dilihat dari atas bangunannya berbentuk bulat, namun adapula yang berbentuk persegi. Baluara berjumlah 12 (duabelas) buah, yaitu: a. Baluara Siompu b. Baluara Rakia

28 79 c. Baluara Gama d. Baluara Gandailolo/Waulima e. Baluara Barangkatopa/Silea f. Baluara Baluwu g. Baluara Dete h. Baluara Kalau i. Baluara Baria j. Baluara Tanailandu k. Baluara Melai l. Baluara Sambali Seperti halnya pada boka-boka maka pada setiap baluara ini terdapat jendela-jendela tempat meriam yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, sebagian meriam-meriam tersebut masih ada di beberapa baluara. Gambar Baluara Kalau Sumber: Penulis

29 80 3. Lawa Benteng keraton Buton memiliki 12 (duabelas) buah lawa atau pintu gerbang. Sesuai dengan fungsinya sebagai benteng pertahanan, maka pintu gerbang (lawana) ini dibangun sedemikian rupa dengan lorong dan gawang pintu dan pada beberapa lawana (pintu gerbang) terdapat semacam ceruk atau nis di kanan dan kiri lorong. Melihat pada bentuk dan ukurannya, kemungkinan ceruk atau nis tersebut adalah tempat berdirinya prajurit yang bertugas jaga. Kecuali pada pintu masuk dan keluar benteng, pada zaman kejayaan kesultanan Buton fungsi lawana ini berkaitan pula dengan hukum perang. Musuh-musuh kerajaan baik dari luar maupun dari dalam (para pemberontak) yang sudah dihukum mati dipertontonkan di kawasan Keraton agar diketahui oleh umum (masyarakat). Pertunjukkan ini biasanya dilaksanakan diiringi dengan tarian perang yang disebut maniu. Dilihat dari bentuk dan arsitekturnya, lawana-lawana ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Lawana yang berbentuk paduraksa, dimana bagian atasnya langsung berfungsi sebagai atap. Diatas ambang pintu terdapat hiasan yang mengingatkan kita pada bentuk kalamakara pada candi di Jawa dan pura di Bali. Diantara kedua lapis pintu ada ruangan atau lorong sedangkan pada dinding ruangan (lorong) yang sebenarnya adalah pilar-pilar gapura terdapat ceruk atau nis sedalam 50 cm. Pintu gerbang

30 81 atau lawana yang termasuk dalam tipe ini, yaitu Lawana Rakia, Lawana Labunta, Lawana Kampebuni, Lawana Waborobo, Lawana Kalau, Lawana Wajo (Baria), dan Lawana Lantongau (Sambali). Gambar 4.19 Lawana Waborobo Sumber: Penulis b. Lawana yang pada bagian atasnya ditumpangi bangunan kayu seperti balkon yang berfungsi sebagai tempat jaga dan sekaligus sebagai atap gapura. Balkon-balkon tersebut seluruhnya terbuat dari kayu jati dan beratap sirap. Pada kedua ujung bubungan atapnya terdapat hiasan buah nenas, sedangkan pada ujung-ujung lisplank terdapat ragam hias floralistis. Atap balkon ditopang oleh 6 (enam) buah tiang yang diletakkan berjajar dua, lantainya dari papan dan pada kedua sisinya (sisi luar dan dalam) dilenagkapi dengan langkan (pagar). Pintu gerbang atau lawan ayang termasuk

31 82 dalam tipe ini dilengkapi dengan meriam-meriam karena di kanan dan kirinya terdapat bastion dimana meriam itu ditempatkan. Pada lawana jenis ini tidak ditemukan adanya ceruk atau nis pada pilar-pilarnya. Lawana taua pintu gerbang yang termasuk dalam jenis ini, yaitu Lawana Gundu-gundu, Lawana Lanto, Lawana Dete, Lawana Tanailandu (Burukene), dan Lawana Melai. Gambar 4.20 Lawana Lanto Sumber: Penulis 4. Batu Tondo Batu tondo merupakan sebutan untuk tembok keliling, batu tondo dalam bahasa Indonesia berarti batu yang menghubungkan Boka-boka (bastion sudut), Baluara (bastion) dan Lawa (pintu gerbang) sehingga merupakan suatu tempat/bangunan yang terpagar sekelilingnya. Seperti dikatakan diatas tinggi tembok keliling ni tidak sama tergantung pada permukaan tanah atau lereng bukit dimana tembok tersebut ditempatkan. Pada bagian sebelah utara

32 83 misalnya tinggi tembok benteng berkisar antara 1,5 m sampai 2 m, pada sisi sebelah selatan dan barat berkisar antara 3 m sampai 5 m. 5. Parit Gambar 4.21 Batu Tondo Sumber: Penulis Sesuai dengan fungsinya sebagai tempat pertahanan, benteng keraton Buton dilengkapi dengan parit pada sisi selatan dan barat, sekitar 20 sampai 30 m dari tembok benteng. Lebar parit sekitar 4 m dan kedalamannya mencapai 2 m. Penempatan parit pada sisi Selatan dan Barat berdasarkan pertimbangan bahwa pada sisi ini permukaan tanah diluar benteng cenderung datar sehingga mudah diterobos musuh, sedangkan pada bagian lain (sisi Timur dan Utara) permukaan tanah diluar tembok benteng amat curam dan terjal sehingga cukup sulit untuk diterobos musuh.

33 84 Gambar 4.22 Kondisi parit saat ini yang telah di tumbuhi semak dan pepohonan Sumber: Penulis 6. Alat persenjataan Pembangunan benteng keraton Buton telah berada pada zaman dimana senjata api telah digunakan sebagai persenjataan perang dan pertahanan, sehingga konstruksi benteng keraton telah disesuaikan dengan sistem persenjataan tersebut. Instalasi-instalasi senjata berat telah dibuatkan pada boka-boka, baluara dan lawana. Hingga saat ini pada beberapa boka-boka, baluara dan lawana masih dapat ditemukan meriam-meriam kuno buatan Eropa yang pada zaman Kesultanan Buton digunakan sebagai persenjataan benteng. Untuk mengetahui berapa jumlah meriam yang dipergunakan atau ditempatkan pada benteng keraton Buton dapat diketahui dari jumlah jendela yang terdapat pada boka-boka, baluara dan lawana, meskipun juga ada penempatan meriam-meriam tersebut di tempat lain di dalam kawasan benteng.

34 85 Gambar 4.23 Meriam Sumber: Penulis Saat ini meriam-meriam tersebut sebagian telah berpindah atau bergeser dari posisi aslinya, bahkan meriam-meriam tersebut sudah banyak yang hilang atau dipindahkan untuk kepentingan tertentu dan adapula yang sengaja diambil oleh para pandai besi. Pada tahun 1980 pernah dilakukan kegiatan pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala di kawasan benteng keraton Buton, Hingga kini Benteng keraton Buton telah tiga kali mengalami perubahan/pergeseran beberapa letak lawa (pintu gerbang), karena dianggap letaknya kurang sesuai dengan kondisi saat itu.

35 86 Dengan demikian pembangunan benteng keraton Buton berlangsung selama beberapa tahap atau periode, yaitu: 1) Tahap pembangunan boka-boka (bastion sudut) pada masa pemerintahan Sultan Buton ke III (Sultan Kaimuddin memerintah M) 2) Tahap pembangunan bastion tambahan pada masa pemerintahan Sultan Buton ke IV (Sultan Dayanu Ikhsanuddin memerintah M) 3) Tahap penyelesaian pembangunan benteng (meliputi pembangunan tembok benteng dan 12 lawa/pintu gerbang) pada masa pemerintahan Sultan Buton ke VI (Sultan Gafur Wadudu memerintah M). Di masa pemerintahan Sultan Buton Dayanu Ikhsanudin pembangunan tidak hanya melanjutkan pembangunan Benteng atau Bastion tambahan saja tapi juga membangun Baruga. Pada tahun1610 Sultan Dayanu Ikhsanudin yang juga disebut Laelangi membangun Baruga sebagai tempat mengumpulkan warga, berkumpul, dan bermusyawarah, juga para sultan untuk melakukan upacara ataupun membahas masalah-masalah ekonomi, politik dan lain-lain yang di hadapi oleh masyarakat Buton.

36 87 Gambar 4.24 Bentuk Baruga di era kesultanan Sumber: Wawancara Imran Kudus (2014), digambar ulang penulis Selain itu Baruga juga digunakan untuk bagian dari prosesi pelantikan sultan-sultan. Baruga saat dibangun pertama kali merupakan bangunan memanjang sederhana dari kayu dan berbentuk sedikit panggung, tanpa dinding yang tidak memiliki ornamen hiasan apapun pada bangunannya, atapnya terbuat dari daun nipah dan tidak berlapis layaknya Malige (rumah sultan) sebagai perwujudan kepemilikan bersama sesuai fungsinya sebagai tempat musyawarah dan berkumpulnya masyarakat. Pembangunan bangunan benteng keraton Buton selesai pada tahun 1645 M. Selama masa Kesultanan Buton kawasan benteng keraton Buton memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat dakwah Islam, dan kegiatan sosial budaya. Kawasan benteng keraton Buton berfungsi sebagai pusat pemerintahan selain karena di dalam kawasan tersebut terdapat rumah tempat tinggal Sultan dan

37 88 keluarganya serta kediaman para petinggi kerajaan melainkan pula karena seluruh kegiatan politik dan pemerintahan berpusat di kawasan tersebut, seluruh proses pencalonan dan pemilihan sultan Buton hingga pelantikannya berlangsung di dalam kawasan benteng keraton Buton. Di dalam kawasan tersebut Sultan Buton dibantu para petinggi kerajaan menjalankan roda pemerintahan Kesultanan Buton. Fungsi kawasan sebagai pusat pemerintahan hanya berlangsung selama zaman Kesultanan Buton. Setelah Kesultanan Buton berakhir kawasan benteng keraton Buton tetap menjadi pusat dakwah Islam di Pulau Buton, di dalam kawasan benteng keraton Buton terdapat masjid agung keraton yang merupakan masjid pertama di Pulau Buton. Selain itu, kawasan benteng keraton Buton masih memiliki fungsi sosial-budaya yaitu sebagai tempat pusat penyelenggaraan berbagai tradisi atau upacara adat Buton. Hal ini masih berlangsung hingga sekarang Abad ke-17 Masehi Seperti halnya kerajaan lainnya di nusantara, pemerintahan Kesultanan Buton juga mengalami masa penjajahan Belanda. Gubernur jendral Belanda Pieter Both pertama kali mengunjungi Pulau Buton pada pertengahan abad ke 17. Pada saat itu Pieter Both selaku wakil pemerintah kolonial Belanda membuat perjanjian kerjasama dengan Kesultanan Buton, itu merupakan perjanjian pertama antara Kesultanan Buton dengan pemerintah kolonial Belanda, dan selanjutnya terdapat beberapa pejanjian lainnya antara Kesultanan Buton dan Belanda. Pemerintah kolonial Belanda

38 89 saat itu mendirikan permukiman di dekat pelabuhan Murhum dan berjarak sekitar 4 Km dari kawasan benteng keraton Buton, area bekas permukiman Belanda tersebut kini disebut loji. Berbeda halnya dengan kawasan keraton lainnya di nusantara dimana pada umumnya di kawasan keraton tersebut oleh kolonial Belanda sengaja dibangun benteng yang mengelilingi kawasan keraton dan menempatkan pasukannya di benteng tersebut dengan tujuan untuk mengawasi segala aktivitas raja atau penguasa pribumi. Pada kawasan benteng keraton Buton, bangunan benteng tidak dibangun dan digunakan oleh kolonial Belanda tetapi dibangun sendiri oleh rakyat Buton atas perintah rajanya dengan tujuan untuk kepentingan pertahanan dan sebagai pembatas fisik lingkungan ibukota kerajaan terhadap kawasan sekitarnya. Pembangunan benteng keraton Buton telah dimulai sebelum kolonial Belanda masuk ke Buton. Pada masa kolonial Belanda di Buton, benteng keraton Buton tetap dikuasai oleh pasukan Kesultanan Buton. Kurun waktu abad ke adalah kurun waktu dimana kesultanan Buton sedang aktifnya membangun infrastruktur negerinya. Pembangunan bangunan benteng keraton Buton selesai pada tahun 1645 M. Kemudia pada tahun 1712 Masjid Keraton Buton pun di bangun oleh Sultan Buton ke-19, Sultan Zaqiyuddin Darul Alam. Para ahli meyakini Masjid ini adalah masjid tertua di Sulawesi Tenggara. Sejatinya ada masjid lain yang lebih tua dibangun pada masa Sultan pertama Buton Sultan Murhum ( ), hanya saja masjid itu terbakar. Lokasi bekas masjid tersebut berada disekitar tempat dimakamkannya Sultan Murhum. Kemudian oleh Sultan

39 90 Zakiyuddin Darul Alam dibangun masjid dilokasi berbeda yaitu dilokasi yang ada sekarang. Dari segi fisik, perkembangan kawasan meliputi perubahan jumlah dan batas perkampungan penduduk yang terdapat di dalam kawasan benteng, perubahan pola permukiman, dan jaringan jalan. Pada awal Kesultanan Buton di dalam kawasan benteng keraton Buton hanya terbagi atas 9 (sembilan) kampung yaitu kampung Barangkatopa, Gundu-gundu, Peropa, Baluwu, Rakia, Silea, Dete, Kalau dan Melai, pada saat itu kondisi jaringan jalan di dalam kawasan benteng keraton masih berupa jalan tanah dan pola permukimannya memusat. Perkerasan jalan (pembangunan jalan aspal) di dalam kawasan benteng keraton mulai dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Buton ke 36 (tahun ). Setelah Kesultanan Buton berakhir (tahun 1945) di dalam kawasan benteng terbagi menjadi 12 (duabelas) kampung. Seluruhnya berada dalam wilayah desa Melai Kecamatan Betoambari Kabupaten Buton Periode Kepemimpinan Periode pra Islam Kerajaan Buton berlangsung dari tahun 1332 M hingga 1511 M. Selama rentang waktu ini, Buton diperintah oleh enam orang raja, sedangkan periode Islam (Kesultanan Buton) berlangsung dari tahun 1511 M hingga 1945 M. Selama rentang waktu tersebut, telah berkuasa 38 orang Sultan. Sultan terakhir yang berkuasa di Buton adalah Sultan Muhammad Falihi Kaimuddin. Kekuasaannya berakhir pada tahun 1945 M. Wilayah kekuasaan Kerajaan/Kesultanan Buton meliputi seluruh

40 91 Pulau Buton dan beberapa pulau di sekitarnya (Pulau Muna, Kabaena, Wowini dan Kepulauan Wakatobi), wilayah tersebut terbagi menjadi 72 distrik (dalam bahasa Buton wilayah wilayah tersebut disebut kadie. Meski berbentuk kerajaan, Kesultanan Buton sudah menganut sistem demokrasi dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, yang diwakili oleh dewan legislatif yang disebut Patalimbona/Siolimbona, dewan legislatif ini memiliki kewenangan untuk mimilih/mengangkat dan melantik Sultan Buton dan menurunkan seseorang dari jabatannya sebagai sultan apabila diketahui melakukan pelanggaran terhadap sumpah jabatan dan konstitusi.berikut ini daftar raja dan sultan yang pernah berkuasa di Buton. Gelar raja menunjukkan periode pra Islam, sementara gelar sultan menunjukkan periode setelah masuknya agama Islam. Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Buton yaitu : 1) Ratu Wa Kaa Kaa, 2) Ratu Bulawambona, 3) Raja Bataraguru, 4) Raja Tuarade, 5) Raja Mulae, 6) Raja Murhum/Halu Oleo.

41 92 Tabel 4.2 Daftar Sultan dalam Pemerintahan Kesultanan Buton No. Sultan Masa 1. Sultan Murhum (Haluoleo) M 2. Sultan La Tumparasi M 3. Sultan Kaimuddin (Lasangaji) M 4. Sultan Dayanu Ikhsanuddin (Laelangi) M 5. Sultan Abdul Wahab (La Balawo) M 6. Sultan Gafur Wadudu (La Buke) M 7. Sultan La Saparagau M 8. Sultan Mardan ali (La Cila) M 9. Sultan Malik Sirullah (La Awu) M 10. Sultan Adilil Rakhiya (La simbata) M 11. Sultan La Tangkaraja M 12. Sultan Zainuddin (La tumparasi) M 13. Sultan Liyauddin Ismail (La umati) M 14. Sultan Syaifuddin (La Dini) M 15. Sultan Larabaenga 1702 M 16. Sultan Syamsuddin (La Sadaha) M 17. Sultan Nasruddin (La Ibi) M 18. Sultan Langkariyriy M 19. Sultan Sakiyuddin Darul alam M 20. Sultan Lakarambau M 21. Sultan Sakiyuddin M 22. Sultan Rafiuddin M 23. Sultan Himayatuddin ibnu sultani liyauddin M 24. Sultan Lajampi M 25. Sultan Alimuddin M 26. Sultan Muhyuddin Abdul Gafur M 27. Sultan Dayanu asraruddin M 28. Sultan Muh. Anharuddin M 29. Sultan Muh. Idrus M 30. Sultan Muh Isa M 31. Sultan Muh. Salihi M 32. Sultan Muh. Umar M 33. Sultan Muh. Asikin M 34. Sultan Muh. Husain 1914 M 35. Sultan Muh. Ali M 36. Sultan Muh. Saifu M 37. Sultan Muh. Hamidi M 38. Sultan Muh. Falihi M Sumber: Konstitusi Sejarah yang dan berlaku adat Fiy di Darul Kesultanan Butuni Buton (1977) adalah Undang-

42 93 Undang Undang Martabat Tujuh merupakan konstitusi wajib yang dipatuhi oleh seluruh rakyat Buton termasuk raja/sultan. Apabila parlemen menemukan adanya pelanggaran maka siapapun yang bersalah, dari rakyat jelata hingga sultan akan menerima hukuman. Sebagai bukti, dari 38 orang sultan yang pernah berkuasa di Buton, 12 di antaranya mendapat hukuman karena melakukan pelanggaran. Satu di antaranya, yaitu Sultan Mardan Ali (Sultan Buton ke-8) dihukum mati karena melanggar sumpah jabatan. Sistem demokrasi tercermin dengan jelas dalam tata cara pengangkatan Sultan Buton, hal ini pula yang membedakan Kesultanan Buton dengan kesultanan/kerajaan lainnya yang pernah ada di Nusantara. Seseorang diangkat menjadi Sultan Buton berdasarkan pada hasil musyawarah mufakat yang dilakukan oleh Patalimbona/Siolimbona. Oleh karena itu, dalam Kesultanan Buton tidak pernah mengenal istilah putra mahkota karena seseorang yang merupakan anak/keturunan raja/sultan bukanlah calon pewaris tahta kerajaan/kesultanan Buton. Siolimbona adalah dewan legislatif Kesultanan Buton yang terdiri atas 9 (sembilan) orang yang merupakan pemuka adat dan juga menguasai sembilan kampung, kesembilan kampung tersebut merupakan perkampungan penduduk yang didirikan oleh mia patamiana dan para pengikutnya. Mia patamiana dan para pengikutnya merupakan orang-orang yang pertama kali mendiami Pulau Buton.

43 94 Di jaman kerajaaan Buton bahwa kawasan Yaroana Masigi merupakan bagian dari obyek yang dijaga oleh Sapati (para patih) sebagai bagian dari Sara (aturan). Disebutkan dalam undang-undang kesultanan Buton bahwa jenis-jenis Sara yang di jaga Sapati itu ada delapan yaitu : (1) Kamali (rumah sultan) dan masjid, (2) Baruga dan pasar, (3) Baluara (Bastion) dan bedilnya, (4) batu pelantikan, (5) Pintu benteng dan kuncinya, (6) parit, (7) kapal dan bengkel pembutannya, (8) tiang bendera dan pos jaganya. Dari delapan jenis Sara yang di jaga oleh Sapati tersebut merupakan tiga diantaranya berada diarea Yaroana Masigi. Ketiga obyek tersebut adalah Masigi (masjid), Baruga, dan Kasulana Tombi (tiang bendera kesultanan). Tiga obyek ini dianggap sebagai simbol bahwa kesultanan menjunjung tinggi agama, musyawarah, dan wibawa negara/ kesultanan yang masing-masing disimbolkan dalam obyek fisik bangunan tersebut. Dari uraian mengenai sejarah pada bahasan sebelumnya, berikut dirangkum nilai sejarah yang pada ruang publik Yaroana Masigi pada tabel 4.3.

44 95 Tabel 4.3. Nilai Sejarah Ruang Publik Yaroana Masigi Obyek/ unit ruang Tahun Nilai Sejarah Batu Popaua Halaman Yaroana Batu Wolio Abad ke-13 M Abad ke- 13M Abad ke-14 M 1584 M Pertama kali digunakan oleh raja pertama yang bergelar Ratu Wakaaka. Kemudian difungsikan sebagai batu pelantikan para Raja dan Sultan Buton. Halaman tempat orang berkumpul untuk kegiatan ritual adat, budaya, dan prosesi pelantikan sultan Batu tempat mengambil air untuk mandi para sultan yang dilantik. Merupakan Batu petirtaan raja-raja Buton. Makam Raja Buton ke VI dan merupakan Sultan Buton pertama Makam Sultan Murhum Baruga Masjid Agung Keraton Kasulana Tombi (Tiang bendera) Sumber: Analisis Penulis 1610 M 1712 M 1712 M Ruang musyawarah. Di bangun pada masa kepemimpinan Sultan Dayanu Ikhsanudin. Merupakan salah satu Sara yangdisebutkan dalam Undangundang Martabat tujuh untuk dijaga para Sapati Dibangun oleh Sultan Buton ke-19, Sultan Zaqiyuddin Darul Alam. Masjid pertama di tanah Buton, bagian dari identitas kesultanan. Merupakan salah satu Sara yangdisebutkan dalam Undangundang Martabat tujuh untuk dijaga para Sapati. Masjid keraton tidak memiliki menara masjid seperti masjid umumnya, sebaliknya berdiri tiang bendera kesultanan. Merupakan salah satu Sara yang disebutkan dalam Undang-undang Martabat tujuh untuk dijaga para Sapati

45 96 Berdasarkan urutan sejarah keberadaannya, obyek pertama yang ada dalam Yaroana Masigi adalah Batu Popoaua dari penelusuran dan wawancara singkat dengan masyarakat setempat dan pakar budaya setempat yaitu H. La Ode Razinu (2014), menyebutkan bahwa batu tersebut merupakan batu tumbuh yang keberadaanya telah ada sebelum permukiman melai terbentuk, dan tidak diketahui tahun pastinya, namun pertama kali digunakan saat pelantikan Raja pertama yaitu Ratu Wakaaka. Sama halnya dengan keberadaan Batu Wolio yang juga tidak diketahui kapan kemunculannya, yang orang ketahui tentang Batu Wolio bahwa batu tersebut merupakan sumber mata air pada zamannya, dari dinas pariwisata bidang kepurbakalaan setempat mengatakan bahwa obyek Batu Wolio diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14 M. Lalu obyek berikutnya adalah halaman Yaroana yang saat ini di kenal sebagai Yaroana Masigi. Halaman luas ini dipergunakan sebagai tempat menghimpun masyarakat untuk melihat prosesi pelantikan raja/sultan serta ritual kerajaan lainnya. Kemudian obyek berikutnya adalah Baruga, Masigi, Kasulana Tombi, dan terakhir adalah Makam Sultan Murhum. Berdasarkan urutan waktu tersebut dapat dilihat melalui gambar berikut:

46 Gambar 4.25 Periodesas Obyek pada Yaroana Masigi 97

47 98 Gambar Urutan Keberadaan Obyek pada Yaroana Masigi

48 Signifikansi Budaya Area ruang publik Yaroana Masigi memiliki arti penting sebagai ruang baik secara pemanfaatan maupun makna, sejak zaman kesultanan, Area ini difungsikan untuk berbagai kegiatan adat dan budaya yang bersifat penting. Berikut merupakan aktifitas sosial budaya yang berlangsung secara tradisi pada Yaroana Masigi Prosesi Pelantikan Sultan/ Pemimpin Prosesi pelantikan Sultan Buton merupakan prosesi adat yang tujuannya untuk melantik/ meresmikan sultan sebagai pemimpin tanah Buton. Prosesi ini sudah lama tidak dilangsungkan secara utuh hanya sebagian saja yaitu pada proses pelantikan pemimpin di Buton (Bupati/ Walikota) secara seremonial yang dilangsungkan di Baruga, namun sebelum itu didoakan terlebih dahulu di Masjid Keraton Buton oleh para perangkat masjid (Sara Kidina) Gambar Walikota dan Wakil Walikota Baubau sedang didoakan Sara Kidina di Masjid Agung Keraton. Sumber: Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Baubau (2013)

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah pada studi ini, maka didapatkan kesimpulan, sebagai berikut: 1. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian

ABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian ABSTRAK Ruang publik Yaroana Masigi merupakan bagian paling inti dari kawasan Benteng Keraton Buton. Kegiatan Budaya dan adat yang berlangsung di Yaroana Masigi masih terpelihara sampai saat ini. Kajian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KOTA BAU-BAU DAN PERUBAHAN PENULISAN BAU-BAU

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KOTA BAU-BAU DAN PERUBAHAN PENULISAN BAU-BAU PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KOTA BAU-BAU DAN PERUBAHAN PENULISAN BAU-BAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU BAU, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

Tesis ini telah di uji pada Tanggal 30 Desember Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor. Universitas Udayana, No 4544/ UN.14.

Tesis ini telah di uji pada Tanggal 30 Desember Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor. Universitas Udayana, No 4544/ UN.14. Tesis ini telah di uji pada Tanggal 30 Desember 2014 Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No 4544/ UN.14.4/ HK/ 2014 Ketua : DR. Eng I Wayan Kastawan, ST., MA Anggota : Dr.

Lebih terperinci

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten Alya Nadya alya.nadya@gmail.com Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 148 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN MASJID BESAR AL-MUBAROK DI KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu bentuk arsitektur yang umum dikenal bagi masyarakat Islam adalah bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari segala

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada garis besarnya pada masyarakat hukum adat terdapat 2 (dua) jenis hak atas tanah yaitu hak perseorangan dan hak persekutuan hukum atas tanah. Para anggota

Lebih terperinci

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad Prinsip keseimbangan yang dicapai dari penataan secara simetris, umumnya justru berkembang pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad renesans. Maka fakta tersebut dapat dikaji

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD by NURI DZIHN P_3204100019 Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD Kurangnya minat warga untuk belajar dan mengetahui tentang budaya asli mereka khususnya generasi muda. Jawa Timur memiliki budaya

Lebih terperinci

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk Gambar 16. Sketsa Perspektif Masjid Paljagrahan di Cireong, Cirebon Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk dengah persegi dengan pembagian ruang sama dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Bulungan Kalimantan Utara

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Bulungan Kalimantan Utara Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Bulungan Kalimantan Utara Pusat Data dan Statistik Daftar Isi A. Pendahuluan B. Hasil Verifikasi dan Validasi Data Master Referensi Cagar Budaya Kabupaten

Lebih terperinci

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Kota waringin Barat Kalimantan Tengah

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Kota waringin Barat Kalimantan Tengah Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Kota waringin Barat Kalimantan Tengah Pusat Data dan Statistik Daftar Isi A. Pendahuluan B. Hasil Verifikasi dan Validasi Data Master Referensi Cagar Budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DESA TANJUNG BERULAK KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DESA TANJUNG BERULAK KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DESA TANJUNG BERULAK KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR A. Sejarah Singkat Desa Tanjung Berulak Desa Tanjung berulak adalah desa yang tertua didaerah Kecamatan Kampar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah tertentu. Masing-masing daerah (wilayah) tersebut yang memiliki keragaman dan kekayaan budaya.

Lebih terperinci

PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON

PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON Novesty Noor Azizu, Antariksa, Dian Kusuma Wardhani Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia email: nov_27@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN PENOMORAN BANGUNAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

PERUBAHAN DAN ANCAMAN BENTENG KERATON BUTON DI KOTA BAU-BAU SULAWESI TENGGARA

PERUBAHAN DAN ANCAMAN BENTENG KERATON BUTON DI KOTA BAU-BAU SULAWESI TENGGARA Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume XI, Nomor 2, Desember 2017 Hal 46-63 PERUBAHAN DAN ANCAMAN BENTENG KERATON BUTON DI KOTA BAU-BAU SULAWESI TENGGARA Dewi Susanti Balai Pelestarian Cagar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT 1. Nama : Rumah Adat Citalang : Desa Citalang, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta : Pemukiman di Desa Citalang menunjukkan pola menyebar dan mengelompok. Jarak antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

BAB III KOTA PALEMBANG

BAB III KOTA PALEMBANG BAB III KOTA PALEMBANG 3.1. Secara Fisik 3.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Palembang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan sekaligus sebagai kota terbesar serta pusat kegiatan sosial ekonomi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG TEMU ILMIAH IPLBI 2013 IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG Wienty Triyuly (1), Sri Desfita Yona (2), Ade Tria Juliandini (3) (1) Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias daerah atau suku suku yang telah membudaya berabad abad. Berbagai ragam hias yang ada di

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna

1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna 1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan Melayu. Pembangunan istana

Lebih terperinci

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Andhika Bayu Chandra 15600022 4A Arsitektur Teknik Universitas PGRI Semarang Andhikabayuchandra123@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam BAB VI KESIMPULAN 6.1. Karakteristik Bangunan Asli (Periode 1) Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam permukiman warga Cina (Chinese Kamp) di depan Benteng Marlborough mempunyai dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan arsitektur di dunia maupun di Indonesia sendiri. Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG LOGO / LAMBANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade 4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI 1 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI ABSTRAK Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Singaraja, Bali, adalah sebuah desa muslim di Bali. Desa dengan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Gambar 3.1 Gerbang Masuk Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah perkampungan budaya yang dibangun untuk

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB III.1. TAMANSARI GAMBAR III.1. Umbul Winangun Tamansari dibangun pada tahun 1749, oleh sultan Hamengkubuwomo I (Pangeran Mangkubumi) kompiek ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh terletak di ujung bagian utara pulau Sumatera, bagian paling barat dan paling utara dari kepulauan Indonesia. Secara astronomis dapat ditentukan bahwa daerah ini

Lebih terperinci

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan Muhammad Fadhil Fathuddin muhammadfadhilf@student.itb.ac.id Program Studi Arsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah Km, dan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah Km, dan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis Parit Hidayat memilikii kondisi geografis dengan tipologi daerah datar dan didominasi oleh tanah gambut dan tanah liat. dengan luas wilayah 517.25 Km,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah memiliki nilai sejarah. Pembentukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2001 T E N T A N G BENTUK DAN TATA CARA PENGGUNAAN LAMBANG DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ordinat 5º- 6º Lintang Selatan dan 131º- 133,5º Bujur Timur dan secara geografis,

BAB I PENDAHULUAN. ordinat 5º- 6º Lintang Selatan dan 131º- 133,5º Bujur Timur dan secara geografis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Langgur merupakan Ibukota Kabupaten Maluku Tenggara yang terletak di Provinsi Maluku. Secara astronomi Kabupaten Maluku Tenggara terbentang pada ordinat 5º- 6º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari. KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Provinsi Banten Dewasa ini. Peta Provinsi Banten

Lampiran 1. Peta Provinsi Banten Dewasa ini. Peta Provinsi Banten Lampiran 1. Peta Provinsi Banten Dewasa ini. Peta Provinsi Banten Sumber: Achmad Chaldun & Achmad Rusli. (2007). Atlas Tematik Provinsi Banten. Surabaya: Karya Pembina Swajaya. Hlm. 26. 206 207 Lampiran

Lebih terperinci

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada

Lebih terperinci

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung Andita Aprilina Nugraheni anditaprilina2804@gmail.com Mahasiswa Program Sarjana, Prodi Arsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan uraian simpulan dari skripsi yang berjudul Perkembangan Islam Di Korea Selatan (1950-2006). Simpulan tersebut merujuk pada jawaban permasalahan

Lebih terperinci

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA Dra. Dwi Hartini Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia Ahmad Mansur, Suryanegara

Lebih terperinci

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang EKONOMI SOSIAL POLITIK INDUSTRI PARIWISATA BUDAYA mengalami perkembangan mengikuti kemajuan zaman meningkatkan

Lebih terperinci

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro Uswatun Chasanah usw ahsnh.10@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada tahun 1293-1500M. Permasalahannya peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit ada yang belum

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Kesesuaian Feng Shui..., Stephany Efflina, FIB UI, 2009

BAB IV KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Kesesuaian Feng Shui..., Stephany Efflina, FIB UI, 2009 BAB IV KESIMPULAN Penyesuaian terjadi pada masyarakat Cina yang bermukim atau tinggal di Nusantara. Orang-orang Cina telah ada dan menetap di Nusantara sejak lama. Pada perkembangan pada masa selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

disamping didasarkan pada aspek kebudayaan juga dipertimbangkan dari sifat bahan dan

disamping didasarkan pada aspek kebudayaan juga dipertimbangkan dari sifat bahan dan Gambar 40. Perletakan tiang, dinding, dan lantai Masjid Agung kasepuhan. (sumber, data survey lapangan). Perletakkan, pemilihan bahan, dan penerapan konstruksi untuk komponen bangunan masjid, disamping

Lebih terperinci

Usulan Program Pengembangan dan Pemanfaatan Benteng Istana Buton DARI BUTON DAN UNTUK BUTON MALIGE BUDAYA BUTON DISUSUN OLEH :

Usulan Program Pengembangan dan Pemanfaatan Benteng Istana Buton DARI BUTON DAN UNTUK BUTON MALIGE BUDAYA BUTON DISUSUN OLEH : Usulan Program Pengembangan dan Pemanfaatan Benteng Istana Buton DARI BUTON DAN UNTUK BUTON MALIGE BUDAYA BUTON DISUSUN OLEH : Tim Jur Arsitektur FTSP UK Petra Surabaya Maria I Hidayatun (koordinator)

Lebih terperinci

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Fenyta Rizky Rahmadhani fenyta25@gmail.com Jurusan Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perancangan dan

Lebih terperinci

Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut

Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut Annisa Maharani mhrnannisa1997@gmail.com Mahasiswa Sarjana Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Identifikasi Masalah... 3 C. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI 2.1 Latar Belakang Berdirinya Museum Pembangunan Museum Negeri Provinsi Jambi pada hakekatnya merupakan perwujudan nyata dari gagasan sebuah museum diwilayah Propinsi

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini merupakan sintesa dari hasil proses analisis dan pembahasan yang ditemukan pada masjid-masjid kesultanan Maluku Utara. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. produksi gula untuk mempermudah proses produksi. Ditambah dengan

BAB VI HASIL RANCANGAN. produksi gula untuk mempermudah proses produksi. Ditambah dengan BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Hasil Rancangan Kawasan Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet ini dibagi menjadi 3 yaitu bangunan primer, sekunder dan penunjang yang kemudian membentuk zoning sesuai fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli

BAB I PENDAHULUAN. bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bila berbicara mengenai sejarah kota Medan, tentunya tidak lepas dari bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli adalah kerajaan yang didirikan

Lebih terperinci

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Lebih terperinci