Laporan KPPIP Juni Juli 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan KPPIP Juni Juli 2015"

Transkripsi

1 Laporan KPPIP Juni Juli 2015

2

3 Daftar Isi DAFTAR ISI i UCAPAN TERIMA KASIH ii SAMBUTAN MENKO PEREKONOMIAN iii BAB 1 RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 1 BAB 2 KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) 11 BAB 3 DAFTAR PROYEK PRIORITAS KPPIP BAB 4 SINKRONISASI REGULASI TERKAIT INFRASTRUKTUR 105 BAB 5 RENCANA KPPIP KE DEPAN 115 DAFTAR ISTILAH 121 DAFTAR GAMBAR 123 i

4 Ucapan Terima Kasih Laporan pelaksanaan KPPIP ini disusun dalam rangka memenuhi amanat Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 pasal 29. Pada Laporan yang pertama ini, informasi yang disajikan adalah informasi pencapaian KPPIP yang efektif beroperasi sejak Januari Laporan ini dapat terwujud berkat dukungan informasi yang telah diberikan berbagai pihak dari jajaran dan pejabat Kementerian dan Lembaga terkait, jajaran dan pimpinan Pemerintah Daerah, serta jajaran dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Selain memberikan informasi terkini secara lengkap, berbagai pihak di atas juga terlibat secara aktif dalam upaya mendukung percepatan implementasi pembangunan infrastruktur dari mulai persiapan teknis dan regulasi, melakukan debottlenecking untuk memfasilitasi penyelesaian masalah koordinasi yang dihadapi, sampai dengan percepatan implementasi proyek-proyek prioritas. Secara khusus, laporan ini tidak akan tersusun tanpa dukungan dan pembinaan oleh Yang Terhormat: Dr. Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua KPPIP; Dr. Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Dr. Rizal Ramli, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Dr. Dwisuryo Indroyono Soesilo, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman; Dr. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan selaku anggota KPPIP; Drs. Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang selaku anggota KPPIP; Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Wakil Ketua Tim Pelaksana KPPIP; Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Dr. Ir. Dedy S. Priatna, mantan Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional; Prof. Dr. Budi Mulyanto, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah selaku anggota Tim Pelaksana KPPIP; dan Dr. Ir. Wahyu Utomo, Staf Ahli Pembangunan Daerah selaku Sekretaris Tim Pelaksana KPPIP. Berdasarkan berbagai arahan yang telah diperoleh dari para petinggi di atas, naskah laporan ini disusun oleh Sekretariat Tim Pelaksana dan para profesional dalam Project Management Office (PMO) KPPIP, dengan dukungan Tusk Advisory. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran profesional dan tim konsultan yang telah menyiapkan naskah laporan pelaksanaan yang sangat komprehensif ini. Sekali lagi, dengan perasaan yang tulus, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerjasamanya. Marilah kita terus bekerja keras untuk bersama membangun infrastruktur yang berkualitas demi kejayaan negeri kita tercinta di masa yang akan datang. Luky Eko Wuryanto Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Selaku Ketua Tim Pelaksana KPPIP ii

5 Sambutan Menko Perekonomian Assalamuálaikum Wr. Wb., Dalam membangun sebuah negara dan bangsa, apapun tahapan kemajuannya, penyediaan dan pembangunan infrastruktur senantiasa memiliki peran yang strategis. Hal tersebut adalah karena pembangunan infrastruktur adalah tugas hakiki dari sebuah pemerintahan. Bila pada tahap awal kemajuan ekonomi, sebagian pembangunan umumnya diarahkan untuk lebih besar pada penyediaan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka seiring dengan peningkatan kemajuan ekonomi, konsentrasinya perlu dititikberatkan pada peningkatan kapasitas dan kehandalan sedemikian rupa hingga dapat mendorong daya saing ekonomi dan pada akhirnya mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Tersedianya infrastruktur yang handal dan berkualitas, sering digunakan sebagai ukuran yang representatif untuk menakar kualitas hidup atau kondisi yang sering diyakini menggambarkan kesejahteraan sebuah masyarakat. Walaupun terkesan klise, hal tersebut sesungguhnya benar adanya karena dengan hanya melalui sediaan infrastruktur yang akses dan kualitasnya senantiasa memadai sesuai perkembangan ekonomi, masyarakat pada akhirnya memiliki banyak pilihan untuk melakukan usaha, bertempat tinggal ataupun hanya sekedar memilih cara bersosialisasi. Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dewasa ini, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas utama. Hal tersebut tercermin dari tingginya target-target pencapaian sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Perwujudan target dari kebijakan pembangunan infrastruktur tersebut tentunya membutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi. Belajar dari pengalaman selama ini, berbagai langkah terobosan untuk mempercepat implementasinya sangat diperlukan, bahkan merupakan prasyarat mutlaknya. Salah satu langkah penting yang telah dilakukan pemerintah adalah menerbitkan Perpres No. 75 Tahun 2014 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas dimana Menteri Koordinator Perekonomian menjadi Ketuanya. Mandat utama dari Komite ini adalah merevitalisasi berbagai kebijakan pembangunan infrastruktur terkait dalam rangka mendorong percepatan ke arah impelementasi sekaligus memperluas berbagai potensi pendanaan di luar pemerintah. Selain itu, mandat lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengawal pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur yang dikategorikan sebagai infrastruktur prioritas, mulai dari proses perencanaan, penetapan skema pendanaan yang paling efisien dan efektif, sampai pada fasilitasi koordinasi penyelesaian masalah untuk percepatan implementasi. Komite ini telah mulai aktif menjalankan tugaskan sejak awal tahun 2015 dan sejumlah langkah konkrit telah dilakukan, baik pada tataran kebijakan maupun pada tataran koordinasi untuk penyelesaian masalah operasional. Memang belum semuanya menghasilkan kemajuan sebagaimana diharapkan, namun setidaknya dengan mekanisme kerja yang disusun berdasarkan standard operating procedure yang dipelajari dari pengalaman terbaik internasional, langkah yang telah dilakukan ini ternyata banyak mendapatkan sambutan positif tidak hanya dari dalam negeri saja, melainkan juga dari masyarakat internasional. Beberapa lembaga keuangan dan konsultansi internasional berminat untuk bekerjasama dengan KPPIP. iii

6 Berbeda dengan pola pembentukan tim koordinasi pada umumnya, KPPIP diperkuat dengan bantuan para profesional dan konsultan yang ahli dalam bidangnya. Bahkan dalam beberapa tugas penyiapan proyek ataupun evaluasi terhadap proposal proyek prioritas yang diusulkan oleh Kementerian terkait, KPPIP menggunakan konsultan internasional yang memiliki reputasi dan kompetensi tinggi. Laporan pelaksanaan pertama ini disusun untuk periode paruh pertama Dari materi yang telah disusun, saya mengharapkan agar semua pihak dapat mempelajari mana langkah-langkah yang baik dan efektif ataupun mana langkah-langkah yang perlu diperbaiki. Saya bahkan berharap bahwa para pemangku kepentingan terkait dapat memberikan masukan demi perbaikan kinerja KPPIP di masa akan datang. Dengan harapan ini, kita tidak selalu terus mulai dari awal. Keberhasilan membangun infrastruktur umumnya berdimensi jangka panjang. Oleh karenanya kebijakan yang dikembangkan perlu terus dijaga agar senantiasa konsisten dan berkelanjutan. Wassalamuálaikum Wr. Wb., Darmin Nasution Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua KPPIP iv

7 RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 1

8

9 Pendahuluan Indonesia merupakan perekonomian terbesar ke-16 dunia dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang hampir mencapai USD 1 Triliun. Berdasarkan kajian Goldman Sachs Global Investment Research tahun 2009, pendapatan per kapita Indonesia diprediksi akan meningkat menjadi sebesar USD pada tahun 2025 (peringkat 12 dunia) serta USD pada tahun 2045 (peringkat 7 atau 8 dunia). Jika sesuai dengan rencana Pemerintah, maka Indonesia akan masuk ke dalam negara kategori high income country pada tahun 2025, namun hal ini akan sangat tergantung kepada pertumbuhan ekonomi yang salah satunya didukung dengan perkembangan penyediaan infrastruktur di Indonesia (RPJMN , 2015). Indonesia memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk mencapai target tersebut berupa sumber daya alam yang berlimpah, lokasi yang strategis, dan jumlah penduduk yang besar (tenaga kerja dan pasar yang besar) namun perlu disadari bahwa potensi yang dimiliki Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia tidak serta merta bisa terwujud. Terdapat tantangan-tantangan yang perlu dihadapi, yaitu sebagai berikut: 1. Saat ini Indonesia sedang dilanda fase krisis infrastruktur sebagaimana tercermin dalam beberapa indikator seperti Global Competitiveness Index (World Economic Forum, 2014) serta logistics performance index tahun 2014 sebagai berikut: a. b. Biaya logistik di Indonesia mencapai 17% dari total biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha. Angka itu tergolong paling boros dibanding biaya logistik di Malaysia yang hanya 8%, Filipina 7% dan Singapura 6%; Biaya logistik di Indonesia mencapai 24% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dan merupakan biaya logistik paling tinggi di kawasan Asia Tenggara (Bank Dunia, 2013). Tingginya biaya logistik secara langsung mengurangi daya saing produk-produk ekspor Indonesia akibat dari tingginya biaya produksi di dalam negeri Keterbatasan infrastruktur: Berdasarkan Global Competitiveness Index tahun , penyediaan infrastruktur di Indonesia masih berada pada peringkat 56 dari 144 negara. Peringkat tersebut masih jauh di bawah Singapura yang menempati peringkat 2 dan Malaysia yang menempati peringkat 25. Keterbatasan ketersediaan anggaran pembiayaan infrastruktur: Anggaran untuk infrastruktur di Indonesia baru dialokasikan sebesar 5% dari PDB Indonesia di tahun 2015 dan di tahun-tahun sebelumnya hanya 2-3%. Sebagai perbandingan, Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menganggarkan setidaknya 8-10% dari PDB. (Bank Dunia, 2013) Peningkatan daya saing suatu negara berbanding lurus dengan prospek pertumbuhannya, sedangkan infrastruktur merupakan pendorong adanya pertumbuhan ekonomi. Global Competitiveness Index di atas menunjukkan bahwa peningkatan daya saing infrastruktur Indonesia masih belum dapat mendongkrak potensi daya saing Indonesia secara keseluruhan. Oleh karenanya, penyusunan rencana pembangunan infrastruktur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) diupayakan untuk menjawab defisit infrastruktur di Indonesia sekaligus mencapai target Nawacita dari Pemerintah. Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, Pemerintah menargetkan pembangunan dan pengembangan infrastruktur meliputi pembangunan 10 pelabuhan container baru, revitalisasi 6 pelabuhan sebagai hub internasional (Belawan, Makassar, Sorong, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Bitung), pengembangan 76 rute perintis, pembangunan km jalan baru, pengembangan bandar udara khusus barang, pembangunan 10 kawasan industri baru beserta hunian untuk tenaga kerjanya, pembangunan dan modernisasi pasar tradisional, disertai dengan pendirian bank infrastruktur. Target Nawacita ini kemudian disusun dan dimasukkan dalam rencana pembangunan infrastruktur dalam RPJMN

10 A. Rencana Pembangunan Infrastruktur Sesuai RPJMN Inisitatif untuk melakukan perubahan dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 sesungguhnya telah menjadi dasar penyusunan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Melalui Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011, esensi dari MP3EI menekankan pada inisiatif perubahan dalam pengelolaan pengembangan potensi daerah melalui koridor ekonomi, konektivitas nasional melalui sinkronisasi rencana aksi nasional terkait infrastruktur dan regulasi dan kemitraan melalui dukungan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, Pemerintah Indonesia telah menetapkan RPJMN dengan rumusan arahan prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur periode sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No.3 Tahun Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi masih terbatas dimana hal ini merupakan hambatan utama untuk memanfaatkan peluang dalam peningkatan investasi serta menyebabkan tingginya biaya logistik. Dalam rumusan RPJMN , Pemerintah Indonesia telah membagi arahan prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur guna menjawab sejumlah permasalahan meliputi kondisi jalan yang tidak memadai, terbatasnya pembangunan jalur kereta api, kinerja pelabuhan yang tidak berdaya saing, rendahnya rasio ketenagalistrikan dan terbatasnya kapasitas sumber air. Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah telah menyusun target pencapaian pembangunan dan peningkatan infrastruktur sebagai berikut: Indikator 2014 (Baseline) 2019 Rasio Elektrifikasi Konsumsi Listrik per kapita Akses Air Minum Layak Akses Sanitasi Layak Kondisi Mantap Jalan Nasional Jalan Nasional Jalan Baru Jalan Tol Jalur Kereta Api Jumlah Pelabuhan Dwelling Time Pelabuhan Jumlah Bandara On-Time Performance Penerbangan Kab/Kota yang Dijangkau Broadband Jumlah Dermaga Penyeberangan Pangsa Pasar Angkutan Umum Perkotaan Kapasitas Air Baku Nasional Jumlah Waduk Unit Regasifikasi Onshore Pembangunan FSRU Jaringan Pipa Gas Unit SPBG Jumlah Rumah Tersambung Jaringan Gas Kota Pembangunan Kilang Baru 81,5% 843 KWh 70% 60.5% 94% km km 260 km km hari % 82% % 41,44 m /det 21 waduk km % KWh 100% 100% 99% km km km km hari % 100% % 118,6 m /det 49 waduk km (Sumber: RPJMN , 2015) B. Permasalahan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Dalam tahapan penyiapan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur, terdapat sejumlah permasalahan yang menjadi tantangan realisasi penyediaan infrastruktur di Indonesia. Adapun hambatan yang dimaksud meliputi: 1. Kurangnya koordinasi terkait pendistribusian 4. kewenangan dan pengambilan keputusan; Ketidaksesuaian perencanaan pendanaan dengan kebutuhan implementasi; Sulitnya proses pengadaan dan pembebasan lahan; 5. Kurang memadainya kapasitas Kementerian/ Lembaga dan/atau Penanggung Jawab Proyek dalam penyediaan infrastruktur terutama yang dilaksanakan dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU); Lambatnya proses penyusunan peraturan dan keberadaan peraturan yang tumpang tindih sehingga menghambat investasi. 4

11 1. Kendala dalam Pendistribusian Kewenangan dan Pengambilan Keputusan Penerapan desentralisasi kewenangan dan pengambilan keputusan sejak Indonesia memasuki era reformasi tidak diikuti dengan kesiapan kapasitas, seperti kepegawaian dan alokasi pendanaan, dari aparatur di tingkat daerah. Tingginya jumlah proyek infrastruktur di daerah secara langsung mengharuskan Pemerintah Daerah untuk berperan sebagai penanggung jawab dan pelaksana proyek. Pembagian tanggung jawab Pemerintah Daerah pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Baik Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab untuk menentukan rencana pembangunan dan tata ruang, menyediakan fasilitas dan infrastruktur publik dan memegang kendali atas dampak lingkungan. Selanjutnya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan amandemen Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 mengatur pedoman terkait standar minimum pelayanan dimana standar ini dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan perencanaan infrastruktur. Ketika kebutuhan dasar infrastruktur tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, pada dasarnya Pemerintah Pusat memiliki kewenangan untuk memberikan hukuman dan sanksi kepada Pemerintah Daerah, namun tidak terdapat pedoman yang jelas bagi Pemerintah Pusat terutama bagi Kementerian untuk memberikan hukuman dan sanksi tersebut. Kondisi ini menyebabkan penyiapan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur terhambat. Tidak hanya kendala pada Pemerintah Daerah semata, melainkan juga belum terciptanya koordinasi lintas kementerian dan lembaga pemerintah di tingkat pusat yang turut menghambat dalam proses pelaksanaan proyek. Sebagai contoh, penetapan skala prioritas suatu proyek seringkali tidak dikoordinasikan antar kementerian dan lembaga di tingkat pusat. Akibatnya, pelaksanaan proyek seringkali terhambat atau mengalami penundaan bahkan pembatalan karena tidak memperoleh dukungan dari seluruh instansi terkait. 2. Ketidaksesuaian Perencanaan Pendanaan dengan Kebutuhan Implementasi Proyek Hambatan dalam penyediaan infrastruktur juga mencakup pengalokasian dana untuk memenuhi kebutuhan implementasi proyek. Besarnya anggaran yang dibutuhkan seringkali membuat sebuah proyek infrastruktur memperoleh pendanaan lebih dari satu sumber. Sebagai contoh, sebuah proyek menggunakan sumber pendanaan dari APBN, APBD dan Badan Usaha. Tidak sinkronnya jadwal penganggaran, pelaksanaan pengadaan tanah dan lelang badan usaha dapat mengakibatkan terhambatnya penyediaan proyek karena tidak tersedianya dana saat implementasi. Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menunjukan bahwa dengan kebutuhan total investasi sebesar Rp 4.792,6 Triliun untuk tahun , dana APBN dan APBD hanya dapat memenuhi Rp Triliun (41,52%) sehingga dibutuhkan skema pendanaan alternatif yang bersumber dari BUMN (Rp Triliun atau 22,23%) dan investasi swasta (Rp Triliun atau 36,52%). Perencanaan yang baik terkait proyek dan sumber pendanaannya sangatlah penting agar APBN dan APBD dapat dialokasikan untuk infrastruktur yang kritikal sementara infrastruktur yang terindikasi menguntungkan dapat digunakan untuk menarik investasi swasta. Total Investasi Infrastruktur yang dibutuhkan 1) (Rp 4.796,2 Triliun 3) APBN dan APBD Kesenjangan Pembiayaan ~ Rp Triliun ~ Rp 545 Triliun ~ Rp Triliun ~ Rp Triliun APBN ~29,88% 2) APBD ~11,37% BUMN ~22,23% Investasi Swasta (KPBU Off Balance Sheet, Pinjaman, Obligasi,dll) ~36,52% Skema Pendanaan Alternatif Catatan: 1) Angka tersebut merupakan perkiraan target kebutuhan pendanaan 2) Porsi APBN berdasarkan penganggaran yang diajukan oleh BAPPENAS dan disetujui oleh Kementerian Keuangan 3) Perkiraan hanya berdasarkan investasi dan rehabilitasi proyek-proyek besar, belum termasuk biaya operasional dan pemeliharaan inftrastruktur eksisting 5

12 3. Kendala dalam Proses Pengadaan dan Pembebasan Lahan Pelaksanaan pengadaan dan pembebasan lahan hampir selalu menjadi momok dalam penyediaan infrastruktur. Proses yang panjang memberikan kesempatan bagi para spekulan tanah untuk meningkatkan harga tanah sehingga dana yang telah disiapkan oleh Pemerintah seringkali tidak mencukupi saat pelaksanaan proses pembayaran uang ganti rugi. Kurang memadainya kapasitas personel dan ketersediaan teknologi untuk melakukan pendataan dan pendaftaran juga turut memperlambat proses pengadaan lahan proyek. Selain itu, ketimpangan ketersediaan dan kelengkapan peralatan antara Pusat dan Daerah yang digunakan untuk pengukuran tanah juga seringkali menghambat proses pengadaan tanah. 4. Kurangnya Kapasitas Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan/atau Penanggung Jawab Proyek dalam Penyiapan dan Pelaksanaan Proyek Infrastruktur Permasalahan tidak hanya terhenti pada tataran pendistribusian kewenangan, melainkan juga kurang memadainya kapasitas sumber daya manusia di tingkat daerah untuk menyiapkan, melaksanakan dan memelihara infrastruktur di wilayahnya. Kenyataan saat ini adalah Pemerintah Daerah menggunakan sebagian besar anggarannya untuk gaji pegawai dan pengeluaran rutin. Minimnya anggaran untuk infrastruktur seringkali menjadi hambatan dalam penyediaan infrastruktur di tingkat daerah. Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat tidak adanya keharusan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan dananya untuk pembangunan infrastruktur baru yang dibutuhkan guna mendukung perekonomian daerah. Selain itu, Pemerintah Daerah kekurangan sumber daya manusia yang memadai untuk mengemban tanggung jawab selaku pelaksana maupun Penanggung Jawab Proyek. Permasalahan yang menghambat penyediaan infrastruktur di daerah tidak lepas dari lemahnya peran Pemerintah Pusat dalam memastikan peningkatan kapasitas dan sumber daya dari Pusat ke Daerah sehingga terjadinya inefisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pelaksanaan proyek dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) memerlukan kematangan konseptualisasi proyek, kerangka peraturan dan pembangunan kapasitas Pemerintah Pusat dan Daerah selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Untuk proyek KPBU dimana lelang akan dilakukan secara kompetitif dan terbuka, maka proyek pun harus disiapkan dengan baik dan memiliki kualitas internasional sehingga dapat memenuhi standar dan menarik investor. Mengingat jumlah proyek KPBU yang masih sedikit di Indonesia, Pemerintah Pusat perlu memberikan dukungan kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang akan menjadi PJPK dalam bentuk standar kualitas kajian dan sistem pengadaan konsultan penyiapan atau pemilihan Badan Usaha yang transparan dan kompetitif. Dengan demikian, akan tercipta peningkatan kapasitas pada masing-masing PJPK yang berkontribusi pada pertumbuhan proyek KPBU di Indonesia di tahun-tahun mendatang. 5. Kendala dalam Penyusunan dan Implementasi Peraturan Kendala dalam penyusunan dan implementasi kebijakan dan peraturan masih menjadi hambatan besar dalam penyediaan infrastruktur. Kurangnya koordinasi antar kementerian dan lembaga negara dalam penyusunan peraturan seringkali menghambat proses penetapan suatu peraturan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Suatu proyek seringkali mundur dari jadwal proyek yang telah ditetapkan karena belum terbitnya peraturan yang dijadikan landasan hukum pelaksanaan proyek. Selain itu, peraturan yang telah ada pun seringkali tumpang tindih atau bertentangan satu dengan yang lain sehingga mengakibatkan kebingungan di pihak Penanggung Jawab Proyek dalam melaksanakan kewajibannya. Peraturan yang ada pun sering kali membutuhkan revisi agar sesuai dengan peraturan yang baru diterbitkan. Proses penyusunan atau revisi peraturan yang akan mendukung pembangunan infrastruktur membutuhkan koordinator untuk mengawal proses penyusunan dan penerbitannya. 6

13 Usaha-Usaha Yang Telah Dilakukan Pemerintah Indonesia Dalam upaya mempercepat penyediaan infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan paket-paket peraturan perundang-undangan, penyusunan inisiatif, dan pembangunan institusi sebagai berikut: Perubahan peraturan pendukung Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dengan mempertimbangkan pertumbuhan potensi proyek dengan skema KPBU, maka Pemerintah Indonesia telah melakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta beserta peraturan peraturan perubahannya dengan menerbitkan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Perpres Pemerintah dan Badan Usaha pada 20 Maret Perpres baru ini menjawab kendala-kendala yang sebelumnya menghambat pelaksanaan KPBU, seperti aplikasi KPBU pada infrastruktur sosial, lemahnya kualitas pra-studi kelayakan, perbedaan kualitas aset yang dibangun dengan dukungan konstruksi sebagian dari Pemerintah, skema pengembalian investasi yang kurang menarik, dan lemahnya komitmen K/L untuk proyek KPBU sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 1. Sebelum Penyediaan infrastruktur sosial belum dapat menerapkan skema KPBU. Sesudah Perluasan jenis infrastruktur yang dapat menggunakan skema KPBU mencakup infrastruktur sekolah, rumah sakit, dan lembaga pemasyarakatan. Kualitas prastudi kelayakan di bawah standar internasional sehingga perlu dilakukan studi ulang. Instansi internasional diizinkan untuk berpartisipasi dalam penyiapan proyek dengan skema pembayaran seperti success fee dan retainer fee sehingga standar kualitas prastudi kelayakan bisa ditingkatkan. Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan lebih diminati daripada dukungan konstruksi sebagian karena adanya resiko perbedaan kualitas aset. Skema hybrid financing (pembiayaan sebagian) memungkinkan pelaksanaan proyek dilakukan oleh Badan Usaha pemenang lelang dengan dana yang disediakan oleh PJPK sehingga kualitas pembangunan dapat diselaraskan. Proyek KPBU yang ditawarkan dan skema pengembalian investasi belum dapat menarik minat pihak swasta. Pembayaran Ketersediaan Layanan (availability payment) dan Jaminan Pemerintah untuk proyek prakarsa Badan Usaha dapat meningkatkan kelayakan finansial proyek. Komitmen K/L rendah karena tidak ada unit kerja KPBU dalam K/L terkait dan tidak ada kewajiban penganggaran perencanaan proyek KPBU. Pembentukan Simpul KPBU di K/L yang bertugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU. K/L wajib melakukan penganggaran perencanaan proyek KPBU. Gambar 1: Perbaikan dalam Perpres No. 38 tahun 2015 Kementerian PPN/Bappenas telah menerbitkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur yang merupakan peraturan turunan dari Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang KPBU. 7

14 Perubahan peraturan untuk mempercepat pengadaan tanah Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang bertujuan untuk memberikan kepastian waktu untuk pengadaan lahan kepada Penanggung Jawab Proyek dan investor. Pembatasan waktu maksimum pada sebagian besar tahap dalam Undang-Undang tersebut memberikan estimasi waktu maksimum 583 hari untuk menyelesaikan pengadaan tanah (Gambar 2). Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 didukung dengan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang telah diubah beberapa kali menjadi Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 dimana perubahan peraturan memberikan ruang bagi Badan Usaha untuk memberikan dana pengadaan tanah yang akan dibayar kembali oleh Pemerintah setelah proses pengadaan tanah selesai. Dengan demikian, diharapkan pengadaan tanah tidak akan tertunda akibat ketidaktersediaan atau keterlambatan anggaran Pemerintah. Undang-Undang No. 2 tahun 2012 berhasil diterapkan di proyek Jalan Tol Trans Sumatera ruas Palembang-Indralaya. PERENCANAAN PERSIAPAN PELAKSANAAN PENGALIHAN HAK tidak diatur max 289 hari max 257 hari max 37 hari Jadwal waktu (hari kerja) dengan asumsi adanya penolakan dari pemilik tanah TOTAL 583 HARI Jika tidak ada penolakan, jumlah hari yang dibutuhkan dapat dipercepat % dari jumlah maksimum hari di atas Gambar 2: Proses Pengadaan Tanah Sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Inisiatif lain untuk percepatan penyediaan infrastruktur Guna mendukung proyek infrastruktur, Pemerintah Indonesia juga membangun beberapa institusi seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang berperan dalam memberikan pendanaan jangka panjang sekaligus pendampingan dalam penyiapan proyek, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) yang memiliki mandat memberikan jaminan untuk proyek KPBU, dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) yang dibentuk untuk mengisi kekosongan pendanaan jangka panjang dengan tenor lebih dari 15 tahun serta membentuk produk pendanaan seperti mezzanine financing sehingga dapat mendorong confidence dari para investor. Pemerintah Indonesia juga telah menyediakan inisiatif pendukung proyek KPBU seperti land capping dan land revolving fund sebagai instrumen pendukung pengadaan tanah, Viability Gap Funding (VGF) yang merupakan dukungan pendanaan dari Kementerian Keuangan guna meningkatkan kelayakan komersial dan finansial proyek KPBU sehingga menarik untuk Badan Usaha. Upaya-upaya di atas telah dilakukan bagi percepatan penyediaan infrastruktur di Indonesia dalam hal pengadaan tanah, peningkatan kelayakan proyek, dan dukungan penyiapan proyek. Namun Indonesia masih membutuhkan penguatan di sisi implementasi, terutama terkait koordinasi (pelaksanaan monitoring dan debottlenecking), peningkatan kualitas penyiapan proyek, dan capacity building. Oleh karenanya, diperlukan suatu komite yang fokus dalam mendorong peningkatan kualitas penyiapan proyek dan percepatan implementasi. Sebagai Project Management Office (PMO) untuk infrastruktur prioritas, komite akan meningkatkan koordinasi serta ketepatan jadwal implementasi infrastruktur prioritas. Melalui teladan dalam penyiapan proyek prioritas serta pengembangan standar kualitas penyiapan proyek, komite akan menyebarkan know-how dalam penyiapan infrastruktur yang berkualitas. Melalui pelatihan serta hands-on experience bagi K/L, komite dapat mendorong peningkatan kapasitas dan tanggung jawab sumber daya manusia. 8

15 Kesimpulan Penyusunan RPJMN diupayakan untuk menjawab defisit infrastruktur di Indonesia yang meliputi pembangunan dan peningkatan infrastruktur dasar, ketahanan air, kedaulatan energi dan konektivitas. Rencana yang telah disusun akan menghadapi sejumlah hambatan di tingkat persiapan dan implementasi proyek. Pemerintah telah mencanangkan dan melakukan inisiatif, namun masih terdapat beberapa hambatan yang memerlukan solusi yang lebih komprehensif. Oleh karenanya, masih diperlukan beragam upaya lain diantaranya penguatan koordinasi di tahapan penyiapan dan implementasi, serta sinkronisasi regulasi yang mampu menyediakan fasilitas dan sumber daya guna mendukung kelancaran penyediaan infrastruktur di Indonesia. 9

16

17 KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) 11

18

19 A. LATAR BELAKANG KPPIP Pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) melalui Keputusan Presiden No. 81 Tahun 2001 yang berisi mandat untuk mendorong penyediaan infrastruktur. Keppres tersebut telah mengalami dua kali perubahan menjadi Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun Di dalam Keppres No. 81 Tahun 2001, KKPPI memiliki tugas merumuskan strategi dan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur, mengkoordinasikan keterpaduan rencana dan program serta memantau pelaksanaan kebijakan, dan memecahkan permasalahan terkait pembangunan infrastruktur. Perubahan di tahun 2005 menambahkan mandat KKPPI untuk merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dan perubahan di tahun 2011 menambahkan mandat untuk memantau kebijakan di tingkat Menteri dan Pemerintah Daerah. Struktur keanggotaan KKPPI pada tahun 2001 terdiri dari Menko Perekonomian sebagai ketua dan 11 menteri dari Kementerian terkait sebagai anggota. Dalam revisi tahun 2005, jumlah anggota turun dari 11 menjadi 8 Menteri tetapi pada tahun 2011 keanggotaan ditambahkan dengan menteri yang terkait dengan perizinan yang diperlukan dalam pembangunan infrastruktur. Walaupun dengan Keputusan dan Peraturan Presiden sebagai landasan hukum dan keanggotaan dari menteri-menteri terkait, KKPPI tetap mengalami tantangan. Pertama, landasan hukum yang ada tidak secara eksplisit memberikan kewenangan kepada KPPIP untuk membuat keputusan jika terjadi masalah ataupun dispute antar satu atau lebih Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah. KPPIP juga tidak dapat memberikan insentif/disinsentif sebagai tindak lanjut dari upaya pemantauan dan pelaksanaan penyediaan infrastruktur. Seringkali kewenangan harus dikembalikan kepada Presiden untuk permasalahan yang melibatkan lintas Kementrian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Kedua, keterlibatan KKPPI dalam tahap perencanaan proyek infrastruktur sangatlah minim sehingga tidak dapat mencegah terjadinya masalah di kemudian hari, tidak dapat mengendalikan implementasi proyek, dan tidak ada insentif bagi K/L untuk melibatkan KKPPI sedari awal. Pendekatan penyelesaian masalah pun dilakukan secara reaktif bukan preventif. Ketiga, keanggotaan KKPPI yang terlalu besar mengakibatkan sulitnya koordinasi dan lambatnya pengambilan keputusan. KKPPI juga tidak memiliki staf ahli penuh waktu untuk mengawal pelaksanaan proyek, dan para anggota Menteri yang ada memiliki keterbatasan waktu diantara tugas utama lainnya yang diemban. Sebagai konsekuensi, KKPPI menjadi kurang efektif dalam melakukan tugasnya dan tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada percepatan proyek. KKPPI dibubarkan dan direvitalisasi menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dengan penguatan-penguatan yang ditambah dari pembelajaran kelemahan KKPPI sebelumnya. B. TUJUAN PEMBENTUKAN KPPIP Melihat performa KKPPI yang kurang efektif, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dibentuk dengan mempertimbangkan masukan untuk penguatan yang tidak ada di KKPPI sebelumnya. Komite yang baru diberikan mandat untuk memberikan dukungan dengan berfokus kepada proyek prioritas yang sudah ditetapkan. Penguatan paling mendasar memberikan KPPIP mandat untuk memutuskan dan mengendalikan kegiatan penyelesaian permasalahan dan dapat terlibat dari tahap penyiapan sampai implementasi proyek sehingga permasalahan yang ada dapat diantisipasi sedari awal, pemantauan dapat dilakukan secara intensif dan keputusan tindak lanjut proyek dapat dipastikan terlaksana. KPPIP menerapkan skema insentif/disinsentif yang berguna sebagai tindak lanjut hasil pemantauan proyek dan juga menjadi daya tarik K/L/Pemda untuk mempercepat penyediaan proyek prioritas dan bersedia mengajukan proyeknya sebagai calon proyek prioritas KPPIP. Mengatasi keterbatasan kapasitas di struktur KKPPI sebelumnya, maka penguatan komite yang baru dilakukan dengan merampingkan struktur organisasi dengan hanya beranggotakan K/L yang berperan besar dalam tahap penyiapan serta dalam pemberian dukungan fiskal dan non-fiskal atas proyek infrastruktur. Koordinasi dengan K/L teknis dan institusi lainnya yang dibutuhkan, dapat dilakukan ketika ada isu terkait dengan K/L tersebut. Selain itu, kehadiran KPPIP juga berperan sebagai koordinator yang menghubungkan dua institusi yang berperan besar dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan proyek kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU), yaitu Direktorat Kerjasama Pemerintah Swasta (Kementerian Perencanaan Pembangunan) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Kementerian Keuangan). Anggota KPPIP juga didukung dengan Program Management Office (PMO) yang terdiri dari profesional dengan latar belakang swasta yang memiliki pengalaman dan keahlian mendalam di sektor (Contoh: jalan, pelabuhan, 13

20 dll) dan lintas sektor (Contoh: keuangan). Selanjutnya, KPPIP diharapkan dapat melakukan pengalihan pengetahuan (knowledge transfer) kepada K/L dan Pemerintah Daerah yang terlibat dalam proyek sehingga kapasitas mereka dapat berkembang. Bentuk utama dari pengalihan pengetahuan yang dilakukan oleh KPPIP adalah dengan menyusun standar kualitas penyiapan pra-studi kelayakan (Pre-Feasibility Study (Pre-FS)/Outline Business Case (OBC)) serta pedoman penetapan skema pendanaan (Funding Scheme Guidelines). Ke depannya diharapkan kapasitas K/L dan Pemda dalam menyiapkan proyek dapat ditingkatkan sehingga peran KPPIP lebih banyak dalam hal debottlenecking dan tidak lagi berfokus pada penyediaan fasilitas Pre-FS atau OBC. Dengan terbentuknya KPPIP diharapkan penyediaan infrastruktur prioritas dapat dipercepat dengan keterlibatan pemerintah dari tahap perencanaan, tahap pra-studi kelayakan, hingga tahap pembangunan infrastruktur. Percepatan penyediaan infrastruktur melalui KPPIP diharapkan dapat menciptakan dengan baik potensi peningkatan perekonomian Indonesia dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Revitalisasi KPPIP diperlukan untuk menjadi signal positif kepada pasar sehingga perlu fokus melaksanakan fungsi-fungsi yang sebelumnya belum ada dan sedapat mungkin menghindari tumpang-tindih peran dan wewenang dengan kelembagaan/komite lainnya. Berikut merupakan gambaran secara ringkas peran dan fungsi KPPIP yang merupakan turunan dari tujuan pembentukan KPPIP (Gambar 3). 6 TUGAS UTAMA KPPIP SEBAGAIMANA DIAMANATKAN DALAM PERPRES NO. 75 TAHUN Proyek Top Down (usulan presiden/wakil) Penerapan standar kualitas Pra-Studi Kelayakan (OBC) serta melakukan revisi/re-do bila diperlukan (3-6 bulan) Proyek Bottom Up (usulan K/L/Pemda) 2 Penetapan Daftar Proyek Prioritas Penetapan skema & sumber pendanaan untuk proyek yang ditetapkan sebagai prioritas 3 APBN Koordinasi antara PJP dengan Kementerian PPN terkait sumber pendanaan (APBN, APBD, PHLN) Daftar Proyek Prioritas yang disetujui semua pihak Penugasan BUMN ditujukan untuk percepatan pelaksanaan dan pemanfaatan kapasitas finansial BUMN OUTPUT KPPIP Rencana Aksi dengan target pencapaian serta insentif dan disinsentif KPBU Strategic Funding PPP Unit di Kemenkeu untuk mengkoordinasikan penyusunan Final Business Case (FBC) dan transaction advisory untuk implementasi proyek KPBU (melibatkan konsultan bertaraf internasional) Service Level Agreement (SLA) yang mengikat Monitoring and debottlenecking KPPIP menyusun rencana aksi dan memantau serta melakukan debottlenecking Memetakan strategi dan kebijakan di sektor infrastruktur Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait penyediaan infrastruktur prioritas Gambar 3: Tugas dan Mandat KPPIP sesuai Peraturan Presiden No. 75 Tahun

21 C. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN KPPIP Pembentukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) diatur dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Perpres tersebut mengatur tentang kriteria, jenis dan tahapan pelaksanaan proyek infrastruktur prioritas, pendanaan, pembentukan komite, pelaporan, dan penerbitan daftar infrastruktur prioritas. Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014 juga mengatur anggota KPPIP yang terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN). Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP telah memberikan arahan untuk menambahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke dalam susunan Komite KPPIP guna mengakomodir adanya perubahan struktur K/L pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Selain itu diharapkan dengan struktur organisasi baru KPPIP dapat memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mendukung penyediaan infrastruktur prioritas. Saat ini revisi Perpres No. 75/2014 sedang dilakukan oleh Biro Hukum Kemenko Perekonomian. Dalam pelaksanaan harian dari tugas Komite (tingkat Menteri) dibantu oleh Tim Pelaksana (tingkat Eselon 1). Untuk Tim Pelaksana, Menko Perekonomian telah menerbitkan Keputusan Menko Perekonomian Selaku Ketua KPPIP No. 127 Tahun 2015 tentang Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang mengatur tugas dan susunan keanggotaan Tim Pelaksana. Tim Pelaksana KPPIP diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain Peraturan Presiden, KPPIP telah melakukan penyusunan Peraturan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP tentang Daftar Infrastruktur Prioritas tahun Rancangan Permenko tengah menunggu penandatanganan Ketua KPPIP. Saat ini KPPIP telah memilih 22 proyek infrastruktur prioritas yang ditargetkan untuk direalisasikan hingga tahun 2019 dan akan menjadi fokus utama dari KPPIP. Pemilihan proyek prioritas ini melibatkan instansi-instansi terkait pembangunan infrastruktur, mulai tingkat kementerian pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, hingga masyarakat. KPPIP juga sudah merancang tata laksana/standard Operating Procedures (SOP) yang sudah dibahas di tingkat Eselon 2 dari Kementerian terkait. Di Semester 2 tahun 2015, KPPIP akan melakukan pembahasan di tingkat Eselon 1 dan menyusun Permenko atas SOP tersebut sebagai dasar pelaksanaan operasional Komite. D. VISI DAN MISI KPPIP VISI Menjalankan mandat yang telah ditentukan dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 untuk mendorong percepatan dan pencapaian penyediaan pembangunan infrastruktur prioritas yang berkualitas secara efektif, efisien, tepat sasaran dan tepat waktu. MISI Berfungsi sebagai organisasi yang memperkuat koordinasi dan memfasilitasi berbagai usaha dalam mempersiapkan dan menyelesaikan masalah-masalah dalam penyediaan Infrastruktur Prioritas yang telah teridentifikasi oleh KPPIP. E. TUGAS KPPIP Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, tugas KPPIP adalah : a. b. c. Menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; Memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas; Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas; d. e. f. Menetapkan standar kualitas pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya; Memfasilitasi penyiapan infrastruktur prioritas; Melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas. 15

22 F. SUSUNAN DAN STRUKTUR ORGANISASI KPPIP KPPIP merupakan komite lintas kementerian/lembaga pemerintah dengan susunan organisasi sebagai berikut: Komite (Tingkat Menteri) Sesuai Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014, KPPIP diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri PPN/Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (BPN). Rancangan revisi Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014 akan memasukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Komite. Susunan keanggotaan Komite di atas mempertimbangkan mandat utama KPPIP yang berfokus pada peningkatan kualitas penyiapan proyek serta debottlenecking dalam rangka mempercepat pelaksanaan proyek priorits. Oleh karena itu keanggotaan berfokus pada Kementrian/ Lembaga yang memiliki kewenangan lintas sektor dan sektor lain yang seringkali bersinggungan dengan Kementrian teknis penyelenggara proyek infrastruktur. Selain itu diharapkan dengan adanya keterlibatan Kementrian Keuangan dari tahap penyiapan proyek, koordinasi terkait pemberian dukungan fiskal untuk proyek prioritas bisa diperkuat mekanisme dan pelaksanaan di tatanan implementasi. Tim Pelaksana Sesuai Keputusan Menko No. 127 Tahun 2015, Tim Pelaksana adalah tim pembuat keputusan yang dilakukan secara kolektif dari tingkat Eselon I yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian dengan sekretaris Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah, Kemenko Perekonomian, dan beranggotakan: 1. Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber 7. Daya Alam, dan Lingkungan Hidup, Kemenko Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kemenko Kemaritiman Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Direktur Jenderal Pengadaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KemenLH dan Kehutanan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kemendagri 16

23 Adapun Tim Pelaksana memiliki tugas untuk membantu Komite dalam : 1. Menyusun rancangan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan 5. strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur prioritas Melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas Menyusun standar pra-studi kelayakan dan tata cara evaluasinya Melakukan fasilitasi terhadap penyiapan infrastruktur prioritas Melakukan inventarisasi permasalahan dan hambatan serta menyampaikan rekomendasi dalam penyelesaian permasalahan yang timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas Tim Kerja Seperti diatur di dalam Peraturan Presiden No. 75 tahun 2014, Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP memiliki wewenang untuk membentuk Tim Kerja sektor dan lintas sektor sebagaimana dibutuhkan. Saat ini, sudah dibentuk Tim Kerja Percepatan Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan dengan Surat Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua KPPIP No. 129 Tahun Tim Kerja Ketenagalistrikan tersebut diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan menjadi dasar hukum pembentukan Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan turunan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain Tim Kerja Ketenagalistrikan, telah dibentuk Tim Kerja Percepatan Pembangunan Kilang Minyak Bontang melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas No. 159 Tahun Tim Kerja ini memiliki mandat untuk memastikan pelaksanaan pembangunan Kilang Minyak Bontang sesuai target waktu yang diamanatkan dalam RPJMN. KPPIP sedang merancang Surat Keputusan untuk pembentukan Tim Kerja Koordinasi Percepatan Pengadaan Tanah Infrastruktur Prioritas yang sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Project Management Office (PMO) Untuk mendukung pengambilan keputusan oleh Tim Pelaksana dan Komite, KPPIP dilengkapi dengan Project Management Office (PMO) yang diisi oleh tenaga ahli profesional yang memiliki pengalaman di bidangnya. PMO bertugas memberikan rekomendasi kepada Tim Pelaksana terkait pemilihan dan pelaksanaan proyek prioritas serta tindak lanjut penyelesaian masalah. PMO terdiri dari Direktur Program sebagai pimpinan PMO yang bertugas untuk memastikan tercapainya mandat KPPIP, memberikan rekomendasi kebijakan kepada Tim Pelaksana, membangun organisasi KPPIP, memastikan penyediaan proyek prioritas terlaksana, dan membangun kapasitas serta memperbaiki regulasi pendukung infrastruktur prioritas. Direktur Program yang didukung oleh Direktur Sektor yang berpengalaman di sektor pelabuhan, bandar udara, jalan, kereta api, energi dan ketenagalistrikan, dan sumber daya air yang memiliki pengalaman di bidang masing-masing. Direktur Sektor bertugas untuk memastikan proyek di sektor tersebut dipersiapkan dengan kualitas yang baik dan mendorong implementasi sampai mulai konstruksi. Untuk proyek yang sudah dalam tahap pembangunan, Direktur Sektor bertugas memastikan proyek berjalan sesuai waktu dan memberikan dukungan pemecahan kendala yang muncul. Selain itu, Direktur Sektor juga melakukan analisis terkait hambatan, kebutuhan perbaikan regulasi, dan upaya percepatan spesifik pada sektornya sehingga dapat diterapkan pada proyek-proyek lainnya. 17

24 Rincian struktur organisasi dijelaskan lebih lanjut KOMITE Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menteri Keuangan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Agraria dan Tata Ruang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman* Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan* TIM PELAKSANA TIM KERJA SEKTOR PMO PROFESIONAL TIM KERJA LINTAS SEKTOR Tim Percepatan Pengadaan Lahan* Tim Keuangan* Tim Kerja UP3KN Tim Kerja Kilang Minyak Bontang Tim Kerja Lainnya* Tim Legal* PANEL KONSULTAN * Perpres penambahan keanggotaan KPPIP dalam rancangan revisi Gambar 4: Struktur Organisasi KPPIP G. PENCAPAIAN KPPIP DALAM 6 BULAN TERAKHIR Percepatan persiapan proyek dan proses pengambilan keputusan Kilang Minyak Bontang Mendorong kelanjutan penyiapan proyek yang sudah tertunda selama 5 tahun. Menyediakan fasilitas penyusunan Outline Business Case (OBC) sebesar ~Rp 14 Miliar yang akan dilakukan perusahaan internasional. Jalan Tol Panimbang- Serang Menyediakan fasilitas penyusunan Value for Money untuk mendukung penyiapan proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan menjadi justifikasi penetapan skema pendanaan. Menyusun standar Pra-studi Kelayakan/Outline Business Case (OBC) untuk sektor jalan tol. Menyediakan fasilitas penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah. Water to Energy Menyediakan fasilitas review untuk kajian yang sudah ada untuk Bendungan Matenggeng. Menyediakan fasilitas penyusunan prastudi kelayakan/obc untuk sektor PLTA di Indonesia. Menyediakan fasilitas penyusunan rekomendasi peraturan dan/atau pembentukan institusi yang dibutuhkan untuk percepatan program Water to Energy. 18

25 High Speed Railway (HSR) Jakarta- Bandung Mengambil tindak lanjut penyelesaian deadlock dimana ada dua proposal HSR yang diterima oleh Pemerintah Indonesia, yakni dari Pemerintah Jepang dan Pemerintah RRT. Menyediakan fasilitasi konsultan independen bertaraf internasional untuk membandingkan dua proposal HSR tersebut. Percepatan penetapan skema pendanaan proyek Jakarta Sewerage System (JSS) Memberikan panduan penyusunan OBC sesuai standar KPPIP yang menjadi dasar rekomendasi skema pendanaan. Memfasilitasi rapat antar pemangku kepentingan untuk membahas rekomendasi skema pendanaan. Light Rail Transit Sumatera Selatan Melakukan review atas kajian finansial proyek yang ada. Memberikan rekomendasi pada pengambil keputusan terkait penetapan skema pendanaan. Debottlenecking masalah pengadaan tanah Central Java Power Plant (CJPP)/ PLTU Batang Menyediakan rekomendasi percepatan pengadaan tanah sesuai peraturan yang berlaku. Melakukan koordinasi pengambil keputusan dalam rangka percepatan pengadaan tanah. Memfasilitasi rapat percepatan proyek di tingkat Wakil Presiden. PLTU Indramayu Mendorong percepatan penerbitan Izin Lingkungan oleh Bupati (yang telah tertunda selama 3 tahun), sehingga penyiapan proyek dapat dilanjutkan. NCICD Mendorong pengambilan keputusan terkait pembagian tanggung jawab penyusunan AMDAL antara pemerintah dan investor. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) telah menyetujui pembagian AMDAL yang diusulkan dan sedang melakukan lelang konsultan penyusunan kajian AMDAL. MRT Jakarta (Jalur Utara-Selatan) Mendorong percepatan persetujuan Presiden untuk hibah area rumah dinas POLRI yang dibutuhkan untuk pembangunan stasiun. Mendorong percepatan pencairan dana pinjaman asing sehingga pelaksanaan konstruksi bisa dilakukan sesuai jadwal. Debottlenecking masalah pengadaan PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 & 10 Memfasilitasi masukan peserta lelang (bidder) tentang jadwal pemasukan dokumen lelang yang terlalu ketat. Dengan dorongan dari KPPIP, PT PLN telah memundurkan tenggat waktu pemasukan dokumen selama tiga bulan. 19

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN SEKRETARIS EKSEKUTIF KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN SEKRETARIS EKSEKUTIF KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN SEKRETARIS EKSEKUTIF KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) Mei 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN SEKRETARIS EKSEKUTIF KOMITE PERCEPATAN

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG ADMINISTRASI RESEPSIONIS KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG ADMINISTRASI RESEPSIONIS KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG ADMINISTRASI RESEPSIONIS KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) Februari 2016 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG LAINNYA/PETUGAS ENTRI DATA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG LAINNYA/PETUGAS ENTRI DATA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA PENDUKUNG LAINNYA/PETUGAS ENTRI DATA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS (KPPIP) Maret 2016 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG LAINNYA

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2016 EKONOMI. Penyediaan Infrastruktur. Prioritas. Percepatan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENGADAAN TENAGA AHLI PROCUREMENT (PENGADAAN BARANG DAN JASA) # 2 UNTUK PENGADAAN KONSULTAN PERORANGAN DAN KEGIATAN PENINGKATAN KEMAMPUAN SDM DAN SOSIALISASI PROGRAM KPPIP KOMITE

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA Oleh: Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Ph.D Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Pendahuluan Investasi di bidang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS NOMOR 127 TAHUN 2015 TENTANG TIM PELAKSANA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

PERCEPATAN PROYEK INFRASTRUKTUR KPBU SPAM UMBULAN MENCAPAI FINANCIAL CLOSE DALAM 6 BULAN

PERCEPATAN PROYEK INFRASTRUKTUR KPBU SPAM UMBULAN MENCAPAI FINANCIAL CLOSE DALAM 6 BULAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL PERCEPATAN PROYEK INFRASTRUKTUR KPBU SPAM UMBULAN MENCAPAI FINANCIAL CLOSE DALAM 6 BULAN Jakarta, 30 Desember 2016 - Pemerintah dan Badan Usaha pada hari ini berhasil mempercepat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Perkembangan Infrastruktur Indonesia

Perkembangan Infrastruktur Indonesia Perkembangan Infrastruktur Indonesia I. Kondisi Umum Infrastruktur Indonesia Kebutuhan infrastruktur di Indonesia semakin meninggi bersamaan dengan bertambah pesatnya jumlah penduduk dan kurangnya investasi

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 KEMENKEU. Ketersediaan Layanan KPBU. Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 107 TAHUN 2014 TENTANG PROYEK MANAJEMEN UNIT PEMBANGUNAN KERETA API CEPAT (HIGH SPEED RAILWAY) JAKARTA - BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar. Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1. Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7

Daftar Isi. Kata Pengantar. Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1. Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7 Daftar Isi Daftar Isi i Kata Pengantar ii Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1 Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7 Bab 3 Pencapaian KPPIP 19 Bab 4 Status

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur

RISALAH RAPAT. Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Kalimantan Timur RISALAH RAPAT Hari/Tanggal : Kamis/15 Juni 2017 Waktu : 13.30 15.00 WIB Tempat : KPPIP Perihal : Rapat Tindak Lanjut Rapat Terbatas (RATAS) Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kalimantan Timur Peserta :

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar. Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1. Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7

Daftar Isi. Kata Pengantar. Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1. Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7 Daftar Isi Daftar Isi i Kata Pengantar ii Bab 1 Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas 1 Bab 2 Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 7 Bab 3 Pencapaian KPPIP 19 Bab 4 Status

Lebih terperinci

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyiapan. Pelaksanaan. Transaksi. Fasilitas. Penyediaan Infrastruktur. Proyek Kerjasama. Pemerintah dan Bahan Usaha. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015 Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference The Future of Asia s Finance: Financing for Development Jakarta, 2 September 2015 Yang terhormat Managing Director

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN. Oleh: Sinthya Roesly, S.T., M.M., M.B.A., M.Eng.Sc.

PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN. Oleh: Sinthya Roesly, S.T., M.M., M.B.A., M.Eng.Sc. PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN Oleh: Sinthya Roesly, S.T., M.M., M.B.A., M.Eng.Sc. Presiden Direktur PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Konsepsi Penjaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 129 TAHUN 2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 129 TAHUN 2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS NOMOR 129 TAHUN 2015 TENTANG TIM KERJA PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT MATERI PAPARAN DIREKTUR BINA INVESTASI INFRASTRUKTUR FASILITASI PENGUSAHAAN JALAN DAERAH KENDARI, 10 11 MEI 2016 VISI DAN 9

Lebih terperinci

Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah

Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah Jakarta, 26 Oktober 2017 Outline o Kebutuhan Pembiayaan

Lebih terperinci

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id 13 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PANDUAN UMUM PELAKSANAAN

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pengembangan wilayah

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM

Materi Paparan Menteri ESDM Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU?

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU? Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Definisi: KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RISALAH RAPAT. : Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Sumatera Utara

RISALAH RAPAT. : Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Sumatera Utara RISALAH RAPAT Hari/Tanggal : Kamis, 8 Juni 2017 Waktu : 13.00 15.30 WIB Tempat : KPPIP Perihal : Rapat Tindak Lanjut Rapat Terbatas (RATAS) Proyek Strategis Nasional (PSN) di Provinsi Sumatera Utara Peserta

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

Direktorat Bina Investasi Infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat 2017

Direktorat Bina Investasi Infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat 2017 Direktorat Bina Investasi Infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat 2017 Direktorat Bina Investasi Infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bandung, 11 November 2010 1 Infrastruktur

Lebih terperinci

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG Dibawakan oleh Bp. Ir. Wilfred I. A. singkali *) PENGERTIAN PASAR : Pasar Produk Industri Pracetak dan Prategang : Adalah pasar konstruksi yang menggunakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN MATERI PEMBAHASAN MATERI PEMBAHASAN RAPAT: LATAR BELAKANG POKOK DISKUSI PERBANDINGAN KERANGKA

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 22 BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Badan Koordinasi Penanaman Modal atau yang biasa disingkat

Lebih terperinci

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017 Yogyakarta, 12 Januari 2017 TUGAS KEMENKO PMK (Sesuai Perpres Nomor 9 Tahun 2015) Menyelenggarakan

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta No.1486, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Ketersediaan Layanan. Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur.Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.08/2015

Lebih terperinci

MEMAHAMI PROJECT BASED SUKUK (PBS)

MEMAHAMI PROJECT BASED SUKUK (PBS) MEMAHAMI PROJECT BASED SUKUK (PBS) Oleh: Eri Hariyanto, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan*) Pendahuluan Dalam trilogi Musgrave disebutkan bahwa Pemerintah melalui kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Kilang Minyak. Dalam Negeri. Pembangunan. Pengembangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG TIM KERJA PERCEPATAN PENGADAAN TANAH UNTUK INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5.8%. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PADA ACARA MUSYAWARAH

Lebih terperinci

Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000

Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000 Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000 Untuk mengurangi potensi konflik karena pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan, pemerintah saat ini tengah merancang aturan untuk Percepatan Pelaksanaan

Lebih terperinci

Materi. Perkenalan KPPIP. Pencapaian KPBU dan Key Success Factors

Materi. Perkenalan KPPIP. Pencapaian KPBU dan Key Success Factors Materi Perkenalan KPPIP Pencapaian KPBU dan Key Success Factors 1 Proyek Infrastruktur: antara harapan dan realita Infrastructure Summit 2005 2005 91 Proyek Infrastruktur dengan nilai US$ 22,5 Milyar ditawarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK KPBU OLEH PEMERINTAH DAERAH

MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK KPBU OLEH PEMERINTAH DAERAH MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK OLEH PEMERINTAH DAERAH LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH Jakarta, 14 September 2017 OUTLINE TUGAS DAN FUNGSI LKPP DALAM PENGADAAN SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban. Fasilitas Dana. Geothermal. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PMK.011/2012

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1

Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1 Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1 Oleh: Sofia Arie Damayanty dan Hadi Setiawan 2 Incentives are not strategy, they are tactics. Defensive measures. Carlos Ghosn Pemerintah Indonesia terus berupaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M.

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR NOMOR : PER- 01 /M.EKON/05/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Jln. Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta Pusat KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG PENDANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR: KEBIJAKAN DAN MEKANISME PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN (AVAILABILITY PAYMENT) DALAM APBD Oleh: Ir. BUDI ERNAWAN, MPPM Kasubdit

Lebih terperinci

Assalamualaikum Wr. Wb.

Assalamualaikum Wr. Wb. SAMBUTAN SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA FORUM PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk Kita Semua. 1.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT KETELITIAN PETA SKALA 1:50.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Drs. Eduard Sigalingging, M.Si Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T

D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K Y A T Pedoman Layanan Informasi dan Konsultasi Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Berbasis Web D I R E K T O R A T J E N D E R A L B I N A K O N S T R U K S I K E M E N T E R I A N P E K E R J

Lebih terperinci

2018, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerint

2018, No Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerint No.624, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LKPP. Pemilihan dan Penetapan Panel Konsultan KPPIP. PERATURAN LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif Jakarta 31 Desember 2015 Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya infrastruktur dan menempatkan infrastruktur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.28, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Satu Peta. Tingkat Ketelitian. Kebijakan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN PIDIE, KABUPATEN PIDIE JAYA, DAN KABUPATEN BIREUEN PROVINSI

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN

RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN Lampiran II-1 Pengumuman Nomor : PENG-01/Pansel.MBU/03/2016 Tanggal : 07 Maret 2016 RINGKASAN INFORMASI JABATAN PIMPINAN TINGGI PRATAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BUMN 1. Nama Jabatan Kepala Biro Hukum

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyiapan Infrastrukt

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyiapan Infrastrukt BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1228, 2017 KEMENKO-PEREKONOMIAN. Percepatan Penyiapan Infrastruktur Prioritas. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN KOORDINASI

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran utama yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional 2015-1019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci