BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Subjective Well-Being Definisi Subjective Well-Being Diener membagi teori kebahagiaan yang berkembang dari awal hingga saat ini ke dalam tiga tipe yaitu Need/Goal Satisfaction Theories, Process/Activity Theories dan Genetic/Personality Predisposition. Teori pertama yaitu Need/Goal Satisfaction menyatakan bahwa seseorang akan semakin memiliki Subjective Well-Being yang tinggi ketika mencapai tahap ideal atau meraih tujuan hidupnya. Selanjutnya, berdasarkan teori Process/Activity, seseorang yang bahagia adalah seseorang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menghasilkan kebahagiaan. Teori ini merupakan teori yang dikemukakan oleh Csikszentmihalyi (dalam Snyder & Lopez, 2005), yang menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan hal positif yang dirasakan ketika seseorang mengalami Flow dan perubahan dalam hidupnya sehari-hari atau memiliki keterlibatan dalam suatu aktivitas yang menimbulkan perasaan senang. Teori terakhir yaitu Genetic/Personality Predisposition yang menjelaskan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang stabil (Diener, dalam Snyder & Lopez, 2005). Istilah kebahagiaan atau yang biasa disebut Subjective Well-Being, ini kemudian didefinisikan sebagai keadaan positif yang ditandai dengan tingginya

2 derajat kepuasan hidup, afek positif dan rendahnya derajat afek negatif (Carr, 2004). Definisi ini sejalan dengan pernyataan Diener (2000), bahwa Subjective Well-Being adalah evaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya yang meliputi penilaian emosional terhadap berbagai kejadian yang sejalan dengan penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup. Lebih lanjut, Diener et al (dalam Snyder & Lopez, 2005) menjelaskan bahwa evaluasi kognitif adalah evaluasi yang berkaitan dengan kepuasan hidup seseorang dan evaluasi afektif adalah evaluasi terhadap reaksi emosional yang terjadi pada setiap peristiwa kehidupannya. Subjective Well-Being merupakan konsep luas, meliputi emosi pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat Mood Negative dan kepuasan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, & Oishi, 2005). Berkaitan dengan teori kebahagiaan, Snyder dan Lopez (2007) mengemukakan tiga tipe kebahagiaan, yakni sebagai berikut : a. Teori pemuasan kebutuhan/tujuan, bahwa pengurangan ketegangan atau pemuasan kebutuhan membawa individu pada kebahagiaan. Dengan kata lain, individu bahagia setelah mencapai tujuannya. b. Teori proses/aktivitas, bahwa melibatkan diri pada aktivitas hidup tertentu dapat membawa kebahagiaan. Dengan kata lain proses mencapai tujuanlah yang membawa individu pada kebahagiaan. c. Teori genetis/kepribadian, bahwa individu yang memiliki kepribadian esktroversi, cenderung bahagia dan sebaliknya, individu yang memiliki kepribadian neurotisme cenderung tidak bahagia. Dengan kata lain, kebahagiaan bersifat stabil.

3 Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa kebahagiaan menekankan pada penilaian seseorang terhadap kehidupannya bukan penilaian ahli. Selain itu, kebahagiaan juga melibatkan kepuasan (kepuasan secara umum dan kepuasan pada ranah kehidupan yang spesifik), afek yang menyenangkan dan rendahnya afek negatif. Seseorang dikatakan memiliki Subjective Well-Being yang tinggi jika merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif (Diener, 2000) Dimensi Subjective Well-Being Eddington dan Shuman (2005) menyatakan bahwa Subjective Well-Being tersusun dari beberapa komponen utama, yaitu kepuasan hidup secara umum, kepuasan terhadap ranah spesifik kehidupan atau Domain Satisfaction, adanya afek yang positif (Mood dan emosi yang menyenangkan) dan ketiadaan afek negatif (Mood dan emosi yang tidak menyenangkan). Afek positif dan afek negatif termasuk ke dalam komponen Afektif, sementara kepuasan hidup dan Domain Satisfaction termasuk ke dalam komponen Kognitif. Diener (1994) menyatakan adanya dua komponen dalam Subjective Well- Being yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif, dengan penjelasan sebagai berikut : a. Dimensi Kognitif Kepuasan hidup (Life Satisfaction) merupakan bagian dari dimensi kognitif dari Subjective Well-Being. Life Satisfaction merupakan penilaian kognitif seseorang mengenai kehidupannya, apakah kehidupan yang dijalaninya

4 berjalan dengan baik. Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas dari kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan. Campbell, Converse dan Rodgers (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa komponen kognitif ini merupakan kesenjangan yang dipersepsikan antara keinginan dan pencapaiannya apakah terpenuhi atau tidak. Dimensi kognitif Subjective Well-Being ini juga mencakup area kepuasan Domain Satisfaction individu di berbagai bidang kehidupannya seperti bidang yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga, kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu luang. Artinya dimensi ini memiliki gambaran yang multifacet. Dan hal ini sangat bergantung pada budaya dan bagaimana kehidupan seseorang itu terbentuk (Diener, 1984). Andrew dan Whitney (dalam Diener, 1984) juga menyatakan bahwa domain yang paling dekat dan mendesak dalam kehidupan individu merupakan domain yang paling mempengaruhi Subjective Well-Being individu tersebut. Diener (2000) mengatakan bahwa dimensi ini dapat dipengaruhi oleh afek namun tidak mengukur emosi seseorang. b. Dimensi Afektif Dimensi dasar dari Subjective Well-Being adalah afek, dimana di dalamnya termasuk Mood dan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Orang bereaksi dengan emosi yang menyenangkan ketika mereka menganggap sesuatu yang baik terjadi pada diri mereka dan bereaksi dengan emosi yang tidak menyenangkan ketika menganggap sesuatu yang buruk terjadi pada mereka karena Mood dan emosi bukan hanya menyenangkan dan tidak menyenangkan

5 tetapi juga mengindikasikan apakah kejadian itu diharapkan atau tidak (Diener, 2000). Dimensi afek ini mencakup afek positif yaitu emosi positif yang menyenangkan dan afek negatif yaitu emosi dan Mood yang tidak menyenangkan, dimana kedua afek ini berdiri sendiri dan masing-masing memiliki frekuensi dan intensitas (Diener, 2000). Selanjutnya, Diener & Lucas (2000) mengatakan bahwa dimensi afektif ini merupakan hal yang sentral untuk Subjective Well-Being. Dimensi ini memiliki peranan mengevaluasi Well-Being karena dimensi afek memberi kontribusi perasaan menyenangkan dan perasaan tidak menyenangkan pada dasar kontinual pengalaman personal. Kedua afek berkaitan dengan evaluasi seseorang karena emosi muncul dari evaluasi yang dibuat oleh orang tersebut. Afek positif meliputi sipmtom-simptom antusiasme, keceriaan dan kebahagiaan hidup. Sedangkan afek negatif merupakan kehadiran simptom yang menyatakan bahwa hidup tidak menyenangkan (Snyder, 2007). Dimensi afek ini menekankan pada pengalaman emosi menyenangkan baik yang pada saat ini sering dialami oleh seseorang ataupun hanya berdasarkan penilaiannya (Diener, 1984). Kemudian, Diener (1994) menyatakan kepuasan hidup dan banyaknya afek positif dan negative dapat saling berkaitan, hal ini disebabkan oleh penilaian seseorang terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, masalah dan kejadiankejadian dalam hidupnya. Sekalipun kedua hal ini saling berkaitan, namun keduanya berbeda, kepuasan hidup merupakan penilaian mengenai hidup seseorang secara menyeluruh, sedangkan afek positif dan afek negatif terdiri dari reaksi-reaksi berkelanjutan terhadap kejadian-kejadian yang dialami.

6 2.1.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Subjective Well-Being Ada beragam faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being individu, yaitu : a. Kepribadian Beberapa penelitian kepribadian tentang kebahagiaan menunjukkan bahwa individu yang bahagia dan tidak bahagia memiliki profil kepribadian yang berbeda (Diener et al., dalam Carr, 2004). Di kebudayaan barat, orang yang bahagia adalah orang yang ekstrovert, optimis, memiliki harga diri (Self Esteem) yang tinggi, dan Locus of Control internal sedangkan orang yang tidak bahagia cenderung memiliki kadar kecemasan (Neuroticism) yang tinggi. Namun hubungan antara kepribadian dan kebahagiaan tidak sama untuk semua budaya. Pengaruh kepribadian terhadap kebahagiaan juga didukung oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa keberagaman emosi senang dan tidak senang serta kepuasan hidup lebih dipengaruhi oleh temperamen atau watak daripada lingkungan kehidupan atau peristiwa tertentu (Eddington & Shuman, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa dalam menentukan kebahagian, reaksi personal seseorang terhadap suatu peristiwa lebih penting daripada peristiwa itu sendiri, dan faktor kepribadian berperan dalam menentukan reaksi personal seseorang. Hal ini sejalan dengan Pavot dan Diener (2010) yang menyatakan bahwa memiliki Subjective Well-Being yang tinggi cenderung memiliki kepribadian ekstrovert, optimistik, sebaliknya seseorang yang Subejctive Well-Being rendah cenderung memiliki kepribadian yang neurotik, pesimistik.

7 b. Gender Penelitian Pavot dan Diener (2010) menunjukkan perbedaan Subjective Well-Being yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Disini dikatakan bahwa perempuan cenderung menghasilkan skor yang sangat tinggi ataupun sangat rendah. Sebaliknya, Michalos (dalam Eddington dan Shuman, 2005) yang melakukan penelitian terhadap mahasiswa di lebih dari tiga puluh negara menemukan perbedaan antara mahasiswa perempuan dan laki-laki. Ditemukan hal menarik tentang kebahagiaan dalam hubungannya dengan gender, dimana perempuan lebih sering mengalami afek negatif dan cenderung depresi daripada laki-laki sehingga perempuan lebih sering melakukan terapi untuk menyembuhkannya. Penjelasan hal akan hal ini adalah perempuan cenderung untuk mengakui perasaan-perasaan yang dialaminya dibanding dengan laki-laki yang cenderung lebih menyingkirkan perasaan-perasaan tersebut meskipun sebenarnya mereka mengalami afek negatif yang serupa. c. Usia Usia tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap Subjective Well-Being seseorang karena tingkat Subjective Well-Being seseorang cenderung stabil selama rentang usianya (Eddington dan Shuman, 2005). Argyle (1999) juga menyebutkan bahwa pengaruh usia terhadap kebahagiaan sangatlah kecil. d. Status Pernikahan Adanya hubungan yang positif antara pernikahan dengan kebahagiaan ditemukan pada beberapa penelitian (Eddington & Shuman, 2005; Gundelach & Kreiner, 2004). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang

8 menikah memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak menikah, bercerai dan menjadi janda/duda. Selain itu, Diener et. Al (1998, dalam Eddington & Shuman, 2005) pun menambahkan bahwa pernikahan memberikan pengaruh yang lebih baik pada laki-laki dibandingkan pada wanita dalam hal emosi positif yang hadir dalam pernikahan. e. Kesehatan Kesehatan subjektif berkorelasi positif dengan Subjective Well-Being (Campbell dalam Eddington dan Shuman, 2005). Orang-orang yang merasa dan menganggap dirinya sehat cenderung memiliki tingkat Subjective Well-Being lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang merasa dan berpikir bahwa dirinya sakit. f. Pendapatan Faktor pendapatan memiliki pengaruh yang kecil terhadap Subjective-Well Being seseorang. Diener et al (dalam Eddington & Shuman, 2005) mengenerelasikan bahwa seseorang yang pendapatannya besar lebih bahagia dibandingkan dengan seseorang berpendapatan rendah. g. Waktu Luang Waktu luang berperan penting dalam Subjective Well-Being seseorang. Penelitian yang dilakukan Vennhoven et al (dalam Eddington & Shuman, 2005) ditemukan bahwa waktu luang berkorelasi positif dengan Subjective Well-Being. Korelasi yang lebih kuat ditemukan pada seseorang yang pengangguran, pensiunan atau lanjut usiam kelas ekonomi sosial tinggi dan keluarga yang tidak memiliki anak (Zuma dalam Eddington & Shuman, 2005).

9 2,2 Dukungan Sosial Definisi Dukungan Sosial Beberapa definisi dukungan sosial (Social Support) menurut ahli, antara lain adalah sebagai berikut : Dukungan sosial berkaitan dengan berbagai macam dukungan materi dan emosi yang diterima dari orang lain (Brannon & Feist, 1997; hal 131) Sumber dari dukungan sosial tersedia berdasarkan bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain (Sheridan & Radmacher, 1992, hal 156) Dukungan sosial melibatkan rasa nyaman dari emosi dan kehadiran secara nyata dari keluarga, teman, rekan kerja dan orang lain (Taylor, 2007; hal 4) Berdasarkan ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial (Social Support) adalah kenyamanan, kepedulian, atau bantuan yang dipersepsikan oleh individu dan berasal dari interaksi dengan orang lain (seperti keluarga, teman-teman atau rekan kerja). Ditambahkan lagi oleh Cobb (dalam Sarafino, 2002) bahwa seseorang yang mendapatkan dukungan sosial menyakini bahwa mereka dicintai dan diperhatikan, dihargai dan merupakan bagian dari jaringan sosial, seperti keluarga, komunitas, atau organisasi, yang menyediakan materi, pelayanan, dan pemenuhan kebutuhan.

10 2.2.2 Tipe Dukungan Sosial Cobb; Cohen & McKay; House; Schaefer, Coyne, & Lazarus; Wills (dalam Sarafino, 2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe dukungan sosial yaitu dukungan emotional (Emotional Support), dukungan penghargaan (Esteem Support), dukungan instrumental (Tangible or Instrument Support), dukungan informasional (Informational Support), dan dukungan jaringan sosial (Network Support). Berikut ini akan diuraikan mengenai lima tipe dukungan sosial tersebut : 1. Dukungan Emosional (Emotional Support) Jenis dukungan ini dilakukan melibatkan ekspresi rasa empati, peduli terhadap seseorang sehingga memberikan rasa nyaman, membuat individu merasa lebih baik. Individu memperoleh kembali keyakinan diri, merasa dimiliki serta merasa dicintai pada saat mengalami stress (Cohen, McKay, dkk, dalam Sarafino, 1990). Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh Social Support jenis ini akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Oxford (1992) menyatakan dukungan emosional ini dalam bentuk dukungan yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi afeksi atau ekspresi. 2. Dukungan Penghargaan (Esteem Support) Dukungan jenis ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai, mendorong dan menyetujui terhadap suatu ide, gagasan atau kemampuan yang dimiliki seseorang. Oxford (1992) berpendapat bahwa dukungan penghargaan dititikberatkan pada adanya suatu pengakuan, penilaian positif dan penerimaan

11 terhadap individu. Dukungan ini dapat membuat seseorang merasa berharga dan dihargai sehingga dapat membangun rasa percaya diri terhadap kemampuannya. Dengan demikian maka dapat diharapkan akan terbentuk perasaan menghargai diri sendiri, perasaan yakin akan kemampuan yang dimiliki serta rasa dihargai oleh orang lain pada diri individu yang bersangkutan. 3. Dukungan Instrumental (Tangible or Instrumental Support) Jenis dukungan sosial ini meliputi bantuan yang diberikan secara langsung atau nyata seperti meminjamkan uang atau barang bagi individu yang memang membutuhkan pada saat itu. Menurut Jacobson (dalam Oxford, 1992), dukungan instrumental ini mengacu pada penyediaan barang, atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Sejalan dengan pendapat Will (dalam Oxford, 1992), dukungan instrumental merupakan aktivitas-aktivitas seperti menyediakan benda-benda, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis. Hal yang sama diajukan oleh Taylor (2000) dimana pemberian dukungan instrumental meliputi penyediaan pertolongan finansial maupun penyediaan barang dan jasa lainnya, jenis dukungan ini relevan untuk kalangan ekonomi rendah. 4. Dukungan Informasioanl (Informational Support) Sesuai dengan namanya maka dukungan sosial jenis ini meliputi pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik kepada seseorang individu. Dukungan ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh individu. Menurut House (dalam Oxford, 1992) menjelaskan bahwa dukungan informasi terdiri dari 2 bentuk yaitu dukungan informasi yang berarti

12 memberikan informasi atau mengajarkan sesuatu ketrampilan yang berguna untuk mendapatkan pemecahan masalah dan yang kedua adalah berupa dukungan penilaian (Appraisal Support) yang meliputi informasi yang membantu seseorang dalam penilaian atas kemampuan dirinya. 5. Dukungan Jaringan Sosial (Network Support) Jenis dukungan ini diberikan dengan cara membuat kondisi agar seseorang merasa bagian dari suatu kelompok yang memiliki persamaan minat dan aktivitas sosial (Purnama, 2001). Social Support ini merupakan perasaan individu sebagai bagian dari suatu kelompok dimana memungkinkan individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial maupun hiburan. Hal ini sejalan dengan pendapat Cohen & Wills (dalam Oxford, 1992) yang mendefinisikan Social Support jenis ini yaitu bagaimana individu menghabiskan waktu bersama-sama dengan teman-temannya ataupun melakukan aktivitas yang bersifat rekreasional di waktu senggang. Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah disampaikan oleh beberapa ahli di atas, maka yang akan digunakan dalam penelitian adalah bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2002), yaitu dukungan emotional (Emotional Support), dukungan penghargaan (Esteem Support), dukungan instrumental (Tangible or Instrument Support), dukungan informasional (Informational Support), dan dukungan jaringan sosial (Network Support).

13 2.2.3 Sumber Dukungan Sosial Zimet, Dahlem, Zimet & Farley (!988) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat diterima dari tiga sumber yaitu : 1. Keluarga Keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu, kebutuhan fisik dan psikologis yang mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga. Individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tempat bercerita dan tempat mengeluarkan keluhan ketika individu mengalami persoalan. 2. Teman Teman bertindak sebagai orang kepercayaan yang penting dan menolong individu dalam melewati berbagai situasi yang menjengkelkan dengan menyediakan dukungan emosi dan nasihat yang memberikan informasi. Sekelompok teman merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman dan panduan moral, tempat bereksperimen dan Setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua. 3. Significant Other Sejumlah orang lain yang potensial memberikan dukungan disebut sebagai Significant Other. Significant Other merupakan orang yang secara nyata penting bagi seseorang dalam proses sosialisasi dan sangat mempengaruhi individu Teori yang Menerangkan Pengaruh Dukungan Sosial Dukungan sosial memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesehatan. Kesehatan disini maksudnya adalah individu yang terbebas dari gejala gangguan

14 psikiatris atau psikologi distress (Oxford, 1992). Social Support bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal ini erat kaitannya dnegan ketepatan dukungan sosial dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan. Orang yang menerima dukungan sosial memahami makna dukungan yang diberikan oleh orang lain. Menurut Boyce (dalam Oxford, 1992) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dukugan sosial yang diberikan menjadi tepat, diantaranya adalah stabilitas dukungan, reliabilitas, waktu pemberian dan sumber masalah. Selanjutnya Ullah, Banks dan Warr (dalam Oxford 1992) menyebutkan ada dua jenis model dukungan sosial yang dapat dihubungkan dengan kesehatan atau kesejahteraan individu yaitu : 1. Main Effect Pemberian dukungan sosial dengan model Main Effect mempunyai pengaruh langsung namun pengaruhnya tidak tergantung pada tingkat stress yang dialami individu. Main Effect akan berfungsi pada ada atau tidak adanya stress dalam kehidupan individu tersebut. 2. Buffering Effect Pemberian dukungan sosial yang pengaruhnya akan bekerja secara potensial bila individu mengalami stress. Bila individu tidak mengalami stress maka dukungan sosial yang diberikan tidak akan berfungsi.

15 Kedua model dukungan sosial tersebut penting dipahami oleh individu yang ingin memberikan dukungan sosial karena menyangkut persepsi tentang keberadaan dan ketepatan dukungan sosial bagi individu. Tidak semuanya dukungan sosial itu efektif jika diberikan dalam bentuk dukungan yang salah atau kurangnya keahlian kita untuk membuat pesan yang efektif, maka pengaruhya tidak menjadi positif bagi si penerima dukungan sosial. 2.3 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Pengertian HIV/AIDS Istilah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) sebagai terjemahan dari istilah People Living With HIV/AIDS (PWA), merujuk kepada individu yang terinfeksi HIV, baik yang masih tahap HIV positif maupun yang sudah tahap AIDS. Menurut ahli penyakit dalam Djoerban (1998), HIV/AIDS sebenarnya adalah dua hal yang berbeda. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan suatu penyakit yang cara kerjanya menghancurkan system kekebalan tubuh manusia. AIDS disebabkan karena virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) masuk ke dalam tubuh manusia. HIV dengan cepat akan melumpuhkan system kekebalan tubuh manusia. Setelah system kekebalan tubuh lumpuh, seorang penderita AIDS biasanya akan meninggal karena suatu penyakit (disebut penyakit sekunder) yang biasanya akan dapat dibasmi oleh tubuh seandainya system kekebalan tubuh itu masih baik. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS.

16 Kemudian Djoerban (1998) menambahkan, banyak kasus di mana seseorang yang positif HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak system imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistim imun tubuh. Karena sistem kekebalan tubuh diserang secara terus menerus maka cepat atau lambat badan akan menjadi lemah dan ringkih. Kondisi inilah yang dapat mematikan penderita HIV. Adapun AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia pada awal Januari 1986 yakni dengan meninggalnya seorang berkewarganegaraan asing di RSIJ Sanglah, Bali. Melalui uji darah diketahui pasien tersebut mengidap AIDS. Bahkan sebelum tahun 1986, tepatnya 1983, melalui penelitian di kalangan waria, telah dijumpai beberapa individu yang kadar limfosit T Helper (CD4) dalam tubuhnya sangat rendah (kurang dari 200/mm2) (Djoerban, 1998). Ketika itu, dan sampai tahun 1995, kadar CD4 (dikenal juga dengan istilah T-Helper, atau sel T4) adalah merupakan salah satu dari proses defisiensi kekebalan tubuh, sehingga makin lama sistem kekebalan tubuh menjadi lemah atau hilang. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang berhasil menyembuhkan AIDS. Pengobatan yang dapat diberikan kepada ODHA adalah penggunaan obat Anti Retroviral (ARV). ARV berfungsi untuk meningkatkan jumlah CD4, sehingga laju penurunan kekebalan tubuh dapat ditekan. Namun ARV tidak berfungsi sebagai pembunuh HIV, sehingga perkembangannya tetap tidak terelakan. Kematian akan terus membayangi ODHA. Oleh karena itu, sampai saat ini HIV/AIDS masih dianggap sebagai salah satu penyakit terminal, yaitu

17 penyakit yang memiliki tingkat probabilitas kematian yang cukup tinggi bagi penderitanya (Djoerban, 1998) Penularan HIV/AIDS HIV/AIDS menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, air susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah. Virus tersebut menular melalui : a. Penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi b. Darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau penggunaan jarum suntik yang tidak steril c. Pengguna bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi. d. Wanita hamil dapat juga menularkan virus kepada bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui (Hawari, 2009;10; Taylor, 2006: ; Brannon dan Feist, 2007: ) Masalah Psikologis Pada ODHA Masalah psikologis pada ODHA berkaitan erat dengan perubahan statusnya, yakni dengan terdiagnosa positif mengidap HIV. Reaksi yang muncul dari diri seseorang ketika mengetahui status HIV-nya banyak dipengaruhi oleh kesadaran dirinya terhadap perubahan yang mungkin terjadi dalam kehidupannya dan bukan hanya tentang kematian. Pada dasarnya, ketakutan akan kematian

18 memang melatarbelakangi semua reaksi-reaksi itu. Namun kontribusi terbesar dari perasaan marah dan ketidakberdayaan muncul dari realisasi dirinya terhadap perubahan yang mungkin terjadi pada lingkungan sekitarnya. Ada beberapa respon yang biasanya terjadi sebelum munculnya sikap penerimaan pada pasien yang terdiagnosa menderita penyakit mematikan. Seperti yang diungkapkan oleh Kubler Ross (1992), terjadi beberapa tahapan sebagai berikut : a. Denial Reaksi pertama untuk prognosa yang mengarah kepada kematian melibatkan perasaan menolak mempercayainya sebagai suatu kebenaran. b. Anger Penolakan akan segera menghilang dan muncul perasaan marah, dengan reaksi kemarahan yang tertuju pada orang-orang di sekitarnya pada waktu itu. c. Bargaining Pada tahapan ini, orang tersebut berusaha mengubah kondisinya dengan melakukan tawar-menawar atau berusaha untuk bernegoisasi dengan Tuhan. d. Depresi Depresi muncul ketika upaya negosiasi tidak menolong dan orang tersebut merasa sudah tidak ada waktu dan peluang lagi serta tidak berdaya.

19 e. Acceptance Orang dengan kesempatan hidup yang tidak banyak akan mencapai penerimaan ini setelah tidak lagi mengalami depresi dan akan lebih merasa tenang dan siap menghadapi hidup ataupun kematian. Namun setiap ODHA tidak harus mengalami tahap-tahap ini secara berurutan. Terkadang ODHA yang telah menerima dirinya mengalami kembali tahap-tahap sebelumnya. Karena ada beberapa penelitian kasus terdahulu yang mengungkapkan bahwa terdapat beberapa ODHA yang terhenti pada tahap tertentu hingga beberapa tahun, atau sampai pada hari kematiannya tidak mengalami masa penerimaan. Tetapi ada juga yang mengalami beberapa tahap tertentu dan langsung menerima kondisi dirinya. Cepat lambatnya proses ini dilalui ODHA sangat tergantung oleh hal-hal yang berhubungan dengan penyebab keberadaan penyakitnya, kepribadian dirinya, serta situasi psikososialnya (Utomo dalam Djauzi, 1995:23) 2.4 Hubungan Dukungan Sosial dengan Subjective Well-Being Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial dapat mempengaruhi kesehatan individu, salah satunya adalah kejadian dan efek dari stress. Lieberman (1992) mengemukakan teori dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress. Selain itu dukungan sosial yang diterima oleh individu yang sedang mengalami atau menghadapi stress akan dapat mempertahankan daya tahan tubuh

20 dan meningkatkan kesehatan individu (Baron & Byrne, 2000). Kondisi ini dijelaskan oleh Sarafino (2006) bahwa berinteraksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu mengenai kejadian tersebut dan ini akan mengurangi potensi munculnya stress baru atau stress berkepanjangan. Sehubungan dengan rasa nyaman secara fisik dan psikologis seorang individu, selanjutnya dikatakan bahwa orang yang bahagia juga cenderung percaya diri, puas dengan hubungan sosial, pekerjaan, kesehatan dan pendapatan mereka. Ciri-ciri ini juga didukung oleh penelitian longitudinal Danner (dalam Carr, 2004) yang menunjukkan kebahagiaan memiliki efek terhadap umur panjang dimana seseorang yang bahagia akan lebih panjang umur. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa kebahagiaan atau Subjective-Well Being merupakan aspek yang penting dalam kehidupan seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tsevat, dkk (1999), ODHA juga memiliki keinginan yang besar untuk terus hidup dan memiliki harapan bahwa kehidupan mereka lebih baik daripada kehidupan mereka sebelumnya. Sieff (dalam Myers, 2010) juga menyatakan bahwa ketika individu mengetahui bahwa dirinya mengidap HIV/AIDS memang terkadang menghancurkan kehidupan mereka. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa setelah lima minggu beradaptasi dengan kabar tersebut, mereka memiliki perasaan berduka yang lebih rendah daripada yang dikiranya dan menjadi bahagia.

21 2.5 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang dapat digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar : Tabel 2.1 Hubungan antara dukungan sosial dan Subjective Well-Being DUKUNGAN SOSIAL (X) SUBJECTIVE WEL-LBEING (Y) Tipe Dukungan Sosial : a. Dukungan Emosional b. Dukungan Penghargaan c. Dukungan Instrumental d. Dukungan infromasional e. Dukungan Jaringan Sosial Komponen Subjective Well-Being a. Kepuasan hidup b. Kepuasan domain c. Afek positif dan negatif 2.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini : Terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan Subjective Well-Being pada ODHA

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Tabel korelasi menunjukkan korelasi Pearson antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV/AIDS (Human Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah yang mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Viruse (HIV) merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sel darah putih bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari Human Imunno deficiency Virus dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Bukti dari adanya epidemi AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) ditemukan pada pertengahan antara musim semi dan musim dingin di tahun 1980. Antara

Lebih terperinci

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok LATAR BELAKANG Psikologi memiliki peran penting pada penyakit kronis: Mulai mengidap Adaptasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman sekarang ini banyak mengalami perubahan, terutama meningkatnya jumlah kasus penyakit menular langsung di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Topik Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing menurut Diener (2005) teori digunakan untuk memberikan gambaran mengenai subjective

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes. RI, 2008). Virus tersebut

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunice

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) menjadi agenda penting baik dikalangan kedokteran maupun dikalangan politisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

JOURNAL GAMBARAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMILIKI ANAK PADA WANITA DENGAN HIV POSITIF DI KOTA BOGOR. Yunita Anggraeni, Fakultas Psikologi

JOURNAL GAMBARAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMILIKI ANAK PADA WANITA DENGAN HIV POSITIF DI KOTA BOGOR. Yunita Anggraeni, Fakultas Psikologi JOURNAL GAMBARAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMILIKI ANAK PADA WANITA DENGAN HIV POSITIF DI KOTA BOGOR. Yunita Anggraeni, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, 2016 AIDS ( Acquired Immuno Deficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek kesehatan. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome (AIDS) adalah salah satu penyakit kronis dan juga penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome (AIDS) adalah salah satu penyakit kronis dan juga penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah salah satu penyakit kronis dan juga penyakit yang bersifat fatal (Feist, 2010),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan suatu jenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan kekebalan tubuh manusia menurun. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna.

Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna. Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna. Jangan Menunda Masalah Adakan dialog terbuka dengan anak, jangan menuduh anak pada saat dalam pengaruh narkoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah komitmen bersama untuk mempercepat pembangunan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan masalah kesehatan global baik di negara maju maupun

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi wabah internasional atau bencana dunia sejak pertama kehadirannya adalah HIV/AIDS.Sejak pertama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan

BAB II LANDASAN TEORI. Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan 24 BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit tersebut muncul begitu saja. Seperti kata pepatah Tidak ada asap tanpa adanya api, tentu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit yang masih menjadi perhatian di dunia dan Indonesia. Penyakit ini memiliki

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang bersifat kronis. Menurut Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI., 2006).

Lebih terperinci

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah perkembangan jaman yang semakin maju dan sarat perubahan di segala bidang, menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan perkembangan

Lebih terperinci

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular? Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan darah tinggi > 140/90 mmhg selama beberapa minggu dan dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus) yang dapat menular dan mematikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan dari gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Warga Usia Dewasa Madya di Kawasan Padat Penduduk RT 09/ 09 Cicadas Sukamulya Kelurahan Cibeunying Kidul Kota Bandung

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan gobal. Menurut data dari United Nations

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan global dewasa ini. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebahagiaan yang menjadi tujuan seseorang. Kebahagiaan autentik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pada dasarnya berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi sebuah kewajiban moral. Biasanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kementerian Kesehatan Negara Republik Indonesia (Kemenkes, 2006) menyatakan bahwa Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Task Commitment 1. Definisi Task Commitment Task Commitment atau pengikatan diri terhadap tugas adalah kemauan yang berasal dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk tekun

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia menginginkan apa yang disebut dengan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Seligman, 2011: 27) berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 TANGGAL 1 DESEMBER 2015 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 1 PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 TANGGAL 1 DESEMBER 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

Oleh: Logan Cochrane

Oleh: Logan Cochrane Oleh: Logan Cochrane Pengenalan P. Kepanjangan dari apakah HIV itu? J.Human Immuno-deficiency Virus P. Kepanjangan dari apakah AIDS? J. Acquired Immune Deficiency Syndrome Keduanya memiliki hubungan sebab

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012, kasus HIV/AIDS tersebar di 378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia.

Lebih terperinci