EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD: ANALISIS FILOSOFIS PRAKSIS TERHADAP FILM YES MAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD: ANALISIS FILOSOFIS PRAKSIS TERHADAP FILM YES MAN"

Transkripsi

1 EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD: ANALISIS FILOSOFIS PRAKSIS TERHADAP FILM YES MAN Prayoga Rafila Dwikurnia Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia Depok Abstrak Skripsi ini merupakan sebuah analisis filosofis terhadap eksistensialisme manusia. Dengan menggunakan Carl Allen sebagai tokoh utama dalam film Yes Man untuk dijadikan representasi, maka dapat terlihat tahapan-tahapan eksistensialisme yang dijalani oleh Carl Allen dalam kehidupannya dari pilihan-pilihan yang diambil. Analisis filosofis menaruh perhatian pada kehidupan Carl Allen sebagai manusia yang mencapai tahapan-tahapan eksistensialisme untuk dapat menemukan pemaknaan dalam dirinya. Penelitian dilakukan dengan mengamati perubahan passion yang ada dalam diri Carl Allen yang kemudian menjadi faith sebagai salah satu contoh kehidupan manusia, dan kemudian dianalisis untuk kemudian dapat diketahui tentang perpindahan tahapan-tahapan eksistensilisme yang dicapai. Abstract Kierkegaard s Existentialism: Philosophical Praxis Analysis of Yes Man. This thesis is philosophical analysis towards to human existentialism. By applying Carl Allen, the main character of Yes Man, as the representation of human existentialism, we can see existentialism phases through Carl Allen s life options. The philosophical analysis explains Carl Allen s life as human that gets his existentialism phases to find the real of Carl Allen. This research analyzes the change of Carl Allen s passion, which becomes faith that one of human life instances. Therefore, we can know the adjustment of the existentialism phases of Carl Allen. Keywords: Existentialism, Existentialism phases, Faith, Option, Passion 1

2 1. Pendahuluan Manusia haruslah mempunyai eksistensi atas dirinya sendiri, hal ini seperti suatu kewajiban yang harus dimiliki, antara lain agar dapat dijadikan sebagai penanda, bahwa manusia tersebut mempunyai kekuasaan penuh untuk menjalani kehidupannya. Aliran filsafat eksistensialisme adalah ajaran yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan untuk menjunjung keotentikan diri sebagai manusia. Eksistensialisme merupakan aliran yang menekankan pada sisi manusia itu sendiri, sehingga segala permasalahan berasal dan sekaligus juga bertujuan untuk kehidupan manusia. Film Yes Man, yang menceritakan salah satu cerminan dari masalah eksistensialisme merupakan contoh cara filsafat merefleksikan diri, bukan hanya berdasarkan teoriteori, namun juga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat yang selama ini erat dengan kedudukannya di menara gading, diberikan cara baru untuk dipahami dengan contoh penerapan yang sederhana, terutama dalam masalah kehidupan sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat luas. Penerapan filsafat eksistensialisme Kierkegaard kepada film Yes Man adalah upaya memberikan penjelasan untuk manusia bereksistensi. Kisah yang diceritakan dalam film ini seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari dana menjadi fenomena yang menjalar ke dalam aspek masyarakat. Kierkegaard yang mengedapankan akan pentingnya manusia untuk menemukan eksistensi dalam dirinya merupakan alat untuk menganalisis film ini yang pada nantinya akan dapat diterapkan sebagai salah satu bukti penjelasan mengenai filsafat, tidak lagi hanya berdasarkan teori-teori belaka. Penulis menganalisa mengenai keterkaitan antara filsafat eksistensialisme Kierkegaard dengan pilihan Carl Allen dalam film Yes Man. Perjalanan hidup dari Carl Allen dapat ditemukan adanya tiga tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Tiga tahapan itu adalah tahapan estetis, tahapan etis dan terakhir adalah tahapan religius. 2. Pilihan Carl Allen Dilihat Dari Konsep Eksistensialisme Kierkegaard Pada film Yes Man, penulis melihat adanya permasalahan tokoh utamanya, yaitu Carl Allen dalam menjalani kehidupannya. Kehidupan Carl Allen tersebut berada pada tahap eksistensialisme estetis, yang kemudian nantinya berlanjut kepada tahap eksistensialisme etis yang dibuat oleh Kierkegaard. Keinginan untuk mencapai pemenuhan hasrat yang bersifat spontanitas pada awalnya adalah pilihan yang diambil Carl untuk menemukan pemaknaan dalam hidupnya. Tetapi seiring berjalannya waktu, 2

3 dalam diri Carl timbul pergulatan eksistensialisme, terutama ketika dia mengambil keputusan-keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengedepankan sikap etis. Pada akhirnya, Carl Allen memilih untuk mempertimbangkan, apakah nilai tersebut baik ataukah buruk ketika menghadapi setiap pilihan yang yang datang kepadanya, dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan baik atau buruk tersebut, sehingga keputusannya merupakan pilihan yang berdasar pada wilayah etis. Gairah (passion) dari Carl ini terus menerus dalam proses mencari dan mencari. Inilah yang diyakini Carl sebagai kepercayaan (faith) sehingga membuatnya melakukan lompatan tahapan keyakinan. Carl Allen dalam film Yes Man digambarkan sebagai sosok manusia yang mengalami stagnansi dalam kehidupannya, sehingga membuatnya enggan untuk bergaul dengan teman-temannya dan lebih memilih untuk menyendiri. Kehidupan cintanya hancur berantakan ketika pertunangan yang sudah dijalan terpaksa untuk berakhir dikarenakan sifatnya yang lebih suka untuk menyendiri tersebut. Kehidupan karir pekerjaannyapun tidak mengalami peningkatan yang berarti sebagai petugas pelayanan bank di suatu perusahaan. Kejadian-kejadian tersebut membuatnya merasa hidup dalam kebosanan. Carl, memulai permasalahan eksistensialismenya ketika dia mengikuti sebuah seminar perbaikan diri, setelah melihat temannya yang setelah mengikuti seminar tersebut mengalami kesuksesan. Dalam seminar tersebut, peserta diharuskan untuk mengucapkan kata Yes dalam setiap kesempatan apapun yang datang kepadanya. Kata tersebut menjadi senjata untuk mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Dalam seminar tersebut juga ditunjukkan orang-orang yang mendapatkan kesuksesaan ketika mengedepankan kata tersebut sehingga membuat para peserta yakin akan kekuatan kata Yes tersebut. Carl yang pada awalnya tidak percaya, menganggap remeh hal tersebut dan menganggapnya hanya bualan belaka. Namun kemudian Carl mulai tergerus oleh keyakinannya tersebut dikarenakan adanya contoh-contoh orang yang sudah mendapatkan kesuksesan tersebut. Ketika Carl akhirnya mencoba untuk memilih kata Yes dalam suatu kejadian, yaitu saat ada seorang pengemis yang meminta untuk diantarkan ke suatu tempat, Carl mendapatkan kejadian yang membuatnya sangat bahagia, yaitu dia berkenalan dengan seorang perempuan yang menarik perhatiannya dan menghabiskan waktu bersamanya. Setelah mengalami secara langsung efek dari kata Yes tersebut, Carl merasa yakin kalau dia akan mengalami kesuksesan apabila selalu memilih kata tersebut. Selain itu, 3

4 karir dalam pekerjaannya pun mengalami peningkatan, ketika Carl yang berada dalam bagian peminjaman modal, selalu menyetujui para nasabah yang ingin meminjam modal, apapun kepentingannya. Keputusan Carl ini membuat para peminjam ini menjadi semakin simpatik dan membuat mereka melunasi hutang-hutang mereka tepat waktu sehingga membuat perusahaan tersebut mendapat keuntungan yang luar biasa. Carl yang menjadi dalang dari hal tersebut akhirnya diberikan kenaikan jabatan yang membuatnya berada dalam puncak kesuksesan dalam karir. Dalam posisi inilah penulis melihat bahwa Carl Allen memerlukan kekuatan tambahan untuk mencapai keberhasilan dalam hidupnya, yaitu berdasarkan kata Yes tersebut. Kata Yes ini akhirnya menjadi pilihan yang diambil oleh Carl dalam setiap situasi dan kondisi apapun tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. Pada saat inilah Carl Allen menunjukkan tahap estetis dalam dirinya, yaitu ketika keputusan yang diambil secara spontanitas untuk mencapai pemenuhan hasrat agar dapat memperoleh keberuntungan dan kesuksesan. Tahapan eksistensialisme estetis dalam pemikiran Kierkegaard, manusia menemukan pemaknaan hidupnya hanya berdasarkan untuk memenuhi pemenuhan hasrat semata. Untuk mencapai pemenuhan hasrat ini, spontanitas menjadi pilihan yang diambil, tanpa mempertimbangkan apakah ada nilai-nilai yang baik ataukah nilai-nilai yang buruk terkandung di dalamnya. Hal ini sama dengan kejadian yang dialami Carl, yaitu ketika dia selalu mengatakan Yes agar dirinya mendapatkan keberuntungan dan kesuksesan. Pilihan kata Yes ini tidak serta merta selalu membuat Carl mengalami kebahagiaan. Dalam hati kecilnya timbul pemikiran ketika dia sadar bahwa ada saat dimana dia tidak harus selalu menggunakan kata tersebut. Ada sebenarnya situasi-situasi yang sebenarnya dia menginginkan adanya suatu penolakan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Hal itu disadari ketika Allison, perempuan yang dipacari Carl ketika dia setuju untuk mengantarkan pengemis ke suatu tempat, mengatakan apakah Carl mau untuk tinggal dan hidup bersama. Carl yang sebenarnya belum yakin akan dirinya, ingin mengatakan kata No. Namun dia tidak dapat melakukannya dikarenakan adanya ketergantungan akan kata Yes sehingga akhirnya dia memilih yang tidak sesuai berdasarkan keinginannya. Kta Yes ini menjadi semacam kepercayaan (faith) dalam dirinya, sehingga terus mengatakan kata tersebut. Pada saat itu Carl berpikir untuk mempertimbangkan tentang baik atau buruknya ketika dia memilih hal tersebut. 4

5 Disinilah Carl tersadar bahwa kata Yes ini diambil hanya berdasarkan keinginan untuk mencapai kesuksesan. Pada situasi ini, penulis melihat bahwa Carl Allen sebagai subyek berada pada tahapan estetis dalam tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Spontanitas yang berdasarkan untuk tercapainya pemenuhan hasrat agar mendapat kesuksesan membuatnya selalu mengatakan kata Yes dalam setiap kejadian apapun. Ada gairah (passion) dalam diri Carl yang menempatkan dirinya untuk selalu mencapai pemenuhan kebutuhan dirinya. Setelah melalui pergulatan eksistensialisme yang dia rasakan, Carl sadar bahwa sugesti akan datangnya kesuksesanlah yang membuatnya untuk selalu berkata Yes. Tidak ada pertimbangan apakah baik ataukah buruk tentang pilihan yang diambilnya tersebut. Setelah mengalami pergulatan eksistensialisme dalam dirinya tersebut, Carl yang belum merasa yakin memutuskan untuk bertanya kepada motivator dari program seminar perbaikan diri tersebut. Kekuatan kata Yes yang selama ini dianggap sebagai senjata utama untuk mencapai keberhasilan ternyata hanyalah sebagai pemicu, agar orang-orang yang mengalami stagnansi seperti dalam kehidupan Carl tersebut, mendapatkan kegairah dan selalu berpikir positif dalam menjalani kehidupannya agar mendapatkan hasil yang maksimal untuk dicapai. Carl pun akhirnya tersadar bahwa ada saat dimana kata Yes bukanlah satu-satunya opsi yang harus diambil dalam menghadapi segala hal yang datang kepadanya. Ada kalanya kata No dapat dipilih berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat tertentu berdasarkan pertimbangan apakah baik atau buruknya hal tersebut, tanpa adanya keinginan yang Cuma berdasarkan pemenuhan hasrat untuk mendapatkan keberuntungan dan kesuksesan semata. Pilihan Carl Allen dalam film Yes Man bagi penulis terbagi dalam tiga fase, yaitu fase pertama adalah ketika Carl memilih pilihan Yes secara spontanitas, tanpa memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain. Kemudian fase kedua adalah ketika Carl tetap memilih Yes, namun Carl terlebih dahulu mempertimbangkan kemungkinankemungkinan lain yang sekiranya dapat terjadi, tetapi dikarenakan Carl percaya akan adanya kekuatan kata Yes agar dia mendapatkan keberuntungan, dia menolak opsi lain sehingga terpaksa memilih kata Yes tersebut. Kemudian yang terakhir adalah fase ketiga, yaitu kondisi ketika Carl dapat mengatakan kata Yes ataupun No berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasionalitas tanpa adanya ketergantungan ataupun paksaan dalam menentukan pilihan tersebut. 5

6 2.1. Pilihan Yes Berdasarkan Spontanitas Pilihan Carl Allen untuk berkata Yes berdasarkan spontanitas, yaitu tanpa pertimbangan baik atau buruk, dalam film Yes Man merupakan pilihan yang berada pada ranah estetis dalam tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Dimulai dari pilihan Carl untuk berkata Yes yang membuat dia dapat bertemu dengan Allison yang berlanjut dengan hubungan asmara, hingga membuatnya mendapatkan kenaikan jabatan dalam pekerjaan merupakan keyakinan Carl akan kata Yes yang mendatangkan kesuksesan. Kesuksesan ini dapat dicapai menurut Carl dikarenakan keputusan yang dia pilih, yaitu setelah bekata Yes. Ada gairah (passion) dalam diri Carl untuk mencapai kesuksesan sehingga dia menetapkan kata Yes tersebut secara spontan agar keinginannya tercapai. Dalam kondisi tersebut, penulis menganalisis bahwa Carl Allen masih berada pada wilayah estetis menurut tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Keinginan untuk mencapai kesuksesan yang ditunjukkan dengan adanya jalinan hubungan asmara dan kenaikan jabatan dalam pekerjaan merupakan alasan utama untuk berkata Yes. Hasratnya untuk memperoleh keberuntungan dan kesuksesan tersebut membuatnya untuk mengambil piihan tersebut. Carl Allen yang ingin mendapatkan kesuksesan ini bukanlah hal yang buruk, melainkan upaya untuk mendapatkan pemenuhan hasrat. Pemenuhan hasrat yang berada pada wilayah tahap estetis bukan berarti buruk karena tidak mempertimbangkan nilai baik dan niali buruk. Carl Allen hanya ingin memenuhi hasratnya. Hasrat yang ingin dipenuhi oleh Carl adalah kebutuhan duniawi yang secara alamiah dapat terjadi pada setiap manusia. Dalam hidupnya, manusia pasti akan mencapai tahapan ini. Bukan hanya karena tahapan ini berada pada tingkatan yang paling rendah, namun melainkan juga tahapan ini mencakup nilai-nilai dasar yang ada pada setiap diri manusia, yaitu pemenuhan kebutuhan bagi dirinya. Hal ini mungkin merupakan hal yang buruk bagi sebagian orang, namun tahapan estetis ini selalu mempunyai pemahaman tersendiri bagi setiap orang. Subyek yang prinsipil dari hal estetis ini mempunyai perbedaan arti nilai yang tidak terbatas. Kebenaran subyek manjadi satu-satunya kebenaran, tanpa ada campur tangan dari faktor-faktor luar yang dapat mempengaruhinya. Pilihan yang diambil secara spontanitas ini merupakan cara berada Carl Allen dalam kehidupan eksistensialismenya, yaitu ketika dia secara penuh memegang kendali atas apa yang 6

7 dia ingin lakukan berdasarkan pemenuhan hasrat untuk mencapai kebahagiaan serta kepuasan. Ini merupakan langkah awal dari perkembangan kehidupan Carl Allen untuk mencapai tingkatan selanjutnya dalam menemukan pemaknaan hidup. Pada situasi ini, penulis melihat adanya peran Cal Allen sebagai subyek pengada dalam kehidupan eksistensialismenya, berusaha untuk mendapatkan pemaknaan hidup berdasarkan pemenuhan hasrat. Ketika pemenuhan hasrat tersebut dapat tercapai, maka Carl sudah dapat menemukan pemaknaan atas dirinya sendiri dalam wilayah estetis. Selanjutnya Carl dituntut untuk melakukan langkah selanjutnya yang harus dia ambil untuk kedepannya dalam kehidupan eksistensialismenya. Gairah yang dimilik Carl ternyata terus melakukan pencarian, sehingga sampai dalam suatu ketika tahapan eksistensialisme estetis ini tidak lagi dapat menampung kegairahan yang dimiliki. Gairah yang dimiliki Carl kemudian membuatnya menemukan jalan menuju tahapan lain yang nantinya akan menjadi tahap untuk dia berada berdasarkan adanya kepercayaan (faith) yang dimiliki. Pada tahap selanjutnya inilah Carl akan dihadapkan pertimbangan-pertimbangan ketika akan menetapkan pilihan. Pilihan yang tidak hanya berdasarkan hanya kepada pemenuhan hasrat dalam dirinya sendiri Pilihan Yes Berdasarkan Kepercayaan Pilihan berkata Yes yang diambil oleh Carl Allen, ketika dia dihadapkan pada suatu pilihan, kemudian mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, namun pada akhirnya akan tetap memilih kata Yes karena percaya akan adanya keberuntungan yang menghampirinya ketika mengucapkan kata tersebut, bagi penulis termasuk ke dalam wilayah eksistensialisme religius dari tahapan-tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Hal ini merupakan kelanjutan langkah dari apa yang dilakukan Carl dalam menjalani kehidupannya setelah sebelumnya berada pada tahapan estetis. Disini Carl melakukan apa yang disebut oleh Kierkegaard sebagai lompatan iman (leap of faith) untuk mempercayai akan adanya kekuatan pilihan Yes tersebut. Hal ini bagi penulis merupakan sesuatu yang absurd, yang tidak dapat dipikirkan berdasarkan rasio. 7

8 Carl Allen, ketika membuat keputusan untuk memilih ini, pastinya diselimuti oleh rasa takut dan cemas. Ada kekhawatiran tentang pilihannya ini, apakah benar ataukan tidak untuk mengambil keputusan tersebut. Carl terjebak dalam ketidakpastian, namun hal itu justru membuat Carl menemukan jawaban dari situasi yang dihadapinya. Ketika dihadapkan pada situasi tertentu, Carl memikirkan tentang berbagai kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi. Carl bisa saja mengatakan No jika sekiranya pilihan tersebut merupakan hal yang baik berdasarkan rasio. Namun karena adanya kepercayaan akan kata Yes, Carl akhirnya memilih kata Yes tersebut. Seperti ketika Allison mengatakan kepada Carl apakah dia mau untuk tinggal bersama. Carl yang merasa belum siap untuk tinggal bersama berpikir bahwa dia tidak dapat menyetujui permintaan Allison tersebut. Namun dikarenakan adanya kepercayaan akan kata Yes, dia akhirnya menyetujui apa yang diinginkan Allison itu. Carl disini merupakan subyek yang memilih satu dari berbagai pilihan yang ditawarkan kepada dirinya. Kepercayaan (faith) dari Carl ini adalah kata Yes tersebut. Gairah yang dimiliki Carl membuatnya menjadikan kata Yes sebagai pilihan subyektif yang diambilnya. Pilihan Yes dari Carl Allen ini memberikan ketakutan dan kecemasan bagi dirinya sendiri. Pada tahap ini, Carl mengalami keputusasaan sehingga dia menggantungkan diri pada pilihan yang dikiranya akan menempatkannya pada situasi yang menguntungkan. Pilihan yang diambil berdasarkan keyakinan akan adanya kepercayaan tentang kekuatan kata Yes tersebut merupakan sesuatu yang absurd. Keyakinan Carl akan kata Yes ini membuatnya sampai pada keputusasaan untuk terus mengatakannya apapun resiko yang mungkin saja dapat terjadi di masa depan. Carl melakukan tindakan dengan menggunakan kebenaran subyektif, berdasarkan keyakinan yang dimilikinya untuk mencapai eksistensi dalam dirinya ini. Faith is the highest passion in a man (Kierkegaard, 1941, hlm. 94). Carl mempunyai gairah (passion) untuk dapat mencapai keberuntungan.bagi Carl, untuk mencapai keburuntungan ini adalah mempercayai kata Yes tersebut. Kata Yes ini diyakini sebagai kepercayaan (faith) dari Carl untuk memenuhi gairah yang ada. Tindakan Carl ini merupakan apa yang dikatakan Kierkegaard sebagai kepercayaan untuk mencapai eksistensialismenya. Manusia yang yang memiliki pergumulan batin dalam keyakinannya, sekaligus memiliki komitmen yang kuat terhadap kepercayaan 8

9 tersebut dengan segala resiko yang ada di dalamnya. Carl melakukan lompatan iman (leap of faith) dengan mengambil keputusan berdasarkan keyakinan yang dia percayai. Namun, keyakinan Carl akan kata Yes ini tidak serta merta membuatnya merasa aman akan kehidupan yang akan dia jalani di masa mendatang. Dia menyadari bahwa ada situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan kehendaknya, sehingga timbul perasaan ketidaksesuaian dengan apa yang dijalani. Dia menyadari ada nilai yang lebih tinggi berdasarkan pemenuhan hasrat semata, yang tentunya harus melakukan petimbangan-pertimbangan terlebih dahulu, yaitu berdasarkan apakah nilai tersebut baik ataukan buruk. Dia melakukan perenungan untuk melakukan pengambilan keputusaannya. Carl menyadari bahwa gairah dalam dirinya terus-menerus dalam proses mencari dan tahapan eksistensialime religius ini tidak dapat lagi mengakomodasi hal tersebut. Ada perubahan gairah (passion) dalam diri Carl, yaitu ketika tadinya gairahnya berupa kata Yes yang merupakan konsep, menjadi berdasarkan pertimbangan baik dan buruk. Hal ini menjadi kepercayaan (faith) dalam diri Carl sehingga pada situasi dan kondisi saat inilah nantinya Carl akan mencapai tahapan baru, yaitu tahapan etis. Tahapan yang untuk menentukan keputusan haruslah berdasarkan pertimbangan nilai yang baik dan nilai yang buruk Pilihan Berdasarkan Pertimbangan Pilihan berdasarkan pertimbangan tentang apa yang dilakukan Carl Allen dalam film Yes Man ini menurut penulis merupakan posisi manusia pada tahapan etis berdasarkan tahapan-tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Pada situasi ini, diceritakan bahwa Carl mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan diambil ketika dihadapkan pada pilihan yang menghampirinya. Carl yang sebelumnya memilih berdasarkan pemenuhan hasrat, kemudian berkembang dengan memilih berdasarkan keyakinan, akhirnya sampai pada tahap dimana dia memilih berdasarkan pertimbangan apakah hal tersebut baik ataukah buruk. Standar baik dan buruk ini ditentukan oleh manusia itu sendiri berdasarkan asas subyektifitas. Carl mencapai tahapan ini tidak serta merta sadar sepenuhnya oleh dirinya sendiri. Ada faktor dari luar yang mempengaruhi Carl sehingga dia dapat mencapai posisi di tahapan ini. Carl diperkuat oleh perkataan dari pemimpin seminar perbaikan kepercayaan diri yang sebelumnya menyuruh seluruh peserta seminar tersebut untuk selalu mengatakan Yes, bahwa kata Yes itu tidak mempunyai kekuatan apapun. 9

10 Kata tersebut hanyalah sebagai pemicu bagi orang-orang yang mengalami kebosanan dalam hidupnya untuk kembali bersemangat dalam menjalani kehidupan. Pemimpin tersebut juga mengatakan bahwa pada perkembangannya kata Yes itu bukanlah satusatunya pilihan yang harus diambil. Pilihan yang harus diambil adalah harus berdasarkan keyakinan pakah pilihan tersebut nilainya baik ataukah nilainya buruk. Salah satu langkah besar bagi Carl dalam mencapai tahapan ini adalah ketika dia diminta untuk bercinta dengan pacar sahabatnya sendiri yang sedang dirundung masalah. Carl melakukan perenungan dan mempertimbangkan kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi berdasarkan pertimbangan baik atau buruk. Pada akhirnya Carl menolak untuk melakukan hal tersebut. Gairahnya pada saat tersebut adalah menolak. Carl meyakini hal tersebut sehingga memilih kata No setelah tadinya mempertimbangkannya berdasarkan standar baik dan buruk menurut dirinya sehingga mempunyai kepercayaan untu menolak. Keputusan tersebut diambil Carl karena ada pertimbangan dalam dirinya yang takut dengan hubungan dia dengan sahabat baiknya jika melakukan hal tersebut. Selain itu dia juga takut dan setia akan komitmennya terhadap Allison sehingga jika melakukan hal tersebut, maka itu berarti Carl sudah melanggar. Hal yang baik bagi Carl saat itu adalah menolak, nilai yang buruk adalah jika menyetujui permintaan tersebut. Pilihan yang diambil Carl ini merupakan suatu langkah untuk orang yang dia kasihi, yaitu sahabat dan terutama pacarnya, Allison. Dia tidak ingin melukai perasaan orang-orang yang berada di dekatnya, terlebih merupakan orang-orang yang sangat berharga bagi dirinya. Hal tersebut dilakukan Carl berdasarkan pertimbangan yang merupakan nilai etis. Gairah (passion) Carl adalah bersama orang-orang yang dikasihinya. Dia meyakini hal tersebut, sekaligus menjadi kepercayaan (faith) bagi dirinya sehingga mempertimbangkan tawaran tersebut, dan kemudian menolaknya setelah merenung tentang baik atau buruknya keputusan tersebut. Bagi penulis, saat itulah Carl sebagai subyek pengada berada pada tahapan etis. Carl Allen mencapai tahap dalam dirinya sendiri untuk menuju kepada eksistensi yang dapat dia maknai dalam hidupnya melalui keputusan yang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan apakah baik ataukah buruk. Perenungan yang Carl lakukan ketika dihadapkan pada situasi tersebut merupakan suatu pertimbangan dari segi positif. Dia dihadapkan akan adanya kecemasankecemasan saat melakukan pertimbangan-pertimbangan tersebut. Hal tersebut 10

11 membuatnya mencapai pada satu titik berupa nilai baik dijadikan tujuan yang harus dipilih. Carl menyadari bahwa dirinya sebagai individu mempunyai kecemasan yang didasari atas kebebasannya untuk memilih, meskipun kecemasan tersebut datang dari faktor-faktor luar, yaitu orang-orang yang berarti bagi hidupnya. Namun, eksistensi dari Carl Allen ini tidak ditentukan oleh orang lain. Dia memiliki kualitas etis dalam dirinya sendiri. Dia memiliki pertimbangan apakah hal tersebut merupakan hal yang baik ataukah buruk berdasarkan dirinya sendiri yang membuatnya memutuskan pilihan. Ada gairah (passion) dalam dirinya yang menekankan adanya perubahan tahapan eksistensialisme Carl berada. Kepercayaan Carl akan adanya kehidupan yang lebih baik dapat terakomodasi oleh pilihan dirinya yang berada pada tahapan eksistensialisme etis. Perpindahan tahapan eksistensialisme Carl ini merupakan citacita dari kepercayaan (faith) yang Carl yakini, dan dia jalani sehingga menentukan langkah untuk menuju ke tahapan eksistensialisme etis. Kepercayaan (faith) Carl berpindah dari yang tadinya berupa konsep kata Yes, menjadi kepercayaan terhadap orang-orang yang dia kasihi. Atas dasar inilah Carl melakukan perpindahan tahapan, dari yang tadinya berada pada tahapan eksistensialisme religius menjadi tahapan eksistensialisme etis. Ketidakpastian akan segala pilihan yang ada membutuhkan keyakinan yang berdasarkan pada kebenaran subyektif. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh manusia yang dapat memaknainya. Begitu banyak kemungkinan yang ada, namun semuanya itu mengandung ketidakpastian. Keputusan yang diambil Carl Allen merupakan keputusan eksistensialnya, yaitu Carl yang sudah menemukan pemaknaan dalam dirinya sendiri. Nilai baik dan nilai buruklah yang menjadi ciri suatu manusia yang berada dalam tahapan eksistensialisme etis menurut Kierkegaard. 3. Kesimpulan Manusia dalam menjalani hidupnya akan selalu menghadapi kondisi untuk memilih. Manusia sadar bahwa dia mempunyai kebebasan untuk melakukan pilihan tersebut. Namun dalam kebebasan yang dimiliki oleh manusia itu, ada kecemasan-kecemasan yang muncul sehingga pada akhirnya pilihan tersebut akan bersandar pada kebenaran subyektif. Saat mengambil keputusan ketika dihadapkan situasi untuk memilih inilah, 11

12 manusia tersebut dapat terlihat sampai dalam tahapan eksistensialisme apakah berdasarkan tahapan-tahapan eksistensialisme Kierkegaard. Tahapan-tahapan eksistensialisme ini tidak berlangsung secara tetap dan terus-menerus, namun dapat mengalami perkembangan, apakah menuju ke tahapan yang lebih tinggi, atau justru ke tahapan yang lebih rendah. Perpindahan tahapan ini dikarenakan adanya gairah (passion) dalam diri manusia yang terus dalam proses mencari sehingga pada nantinya manusia tersebut akan menemukan posisi untuk berada. Manusia adalah subyek yang terus bergerak aktif yang senantiasa meninggalkan hal yang sudah tidak mencerminkan kekinian dan akan terus bergerak maju untuk mencapai pemenuhan eksistensinya. Kebebasan untuk memilih pada manusia, bagi Kierkegaard merupakan nilai manusia yang paling mendasar yang adapat membuat manusia menjadi individu yang konkret. Semua ini membutuhkan komitmen yang tegas dari manusia itu sendiri agar dapat memperoleh makna hidupnya. Manusia akan mengalami kecemasan ketika dihadapkan pada situasi harus memilih. Ketika manusia dilanda kecemasan inilah, dia akan mengalami keputusasaan sehingga menyandarkan diri pada kebenaran subyektif. Kebenaran subyektif ini membuatnya berada pada pemaknaan bagi dirinya sendiri untuk mencapai nilai eksistensialisme. Carl Allen dalam film Yes Man mengalami kehidupan yang berubah secara terus menerus. Pada awalnya dia menjalani kehidupan yang berdasarkan pemenuhan kebutuhan hasratnya semata, sehingga dia memutuskan pilihan berdasarkan spontanitas. Dalam saat tersebut Carl berada pada tahapan estetis, yaitu ketika keputusan yang diambil hanyalah untuk mencapai kepuasannya sendiri. Gairah (passion) dalam dirinya kemudian menyadari bahwa tahapan ini tidak dapat lagi sesuai dengan proses pencariannya. Selanjutnya, dia sadar bahwa pilihan tersebut tidaklah dapat terus menerus dilakukan. Dia haruslah mempertimbangkan terlebih dahulu ketika akan mengambil keputusan. Namun, Carl kemudian menemukan akan adanya kepercayaan dalam mengambil keputusan. Kepercayaan yang membuat dia yakin sepenuhnya, walaupun sebenarnya ada pilihan lain yang dapat dia ambil. Kepercayaannya tersebut membuatnya mengindahkan pilihan lain tersebut dan tetap berdasar pada keyakinannya itu. Ada gairah dalam dirinya sehingga akhirnya membuatnya memiliki kepercayaan (faith) terhadap kata tersebut. Pada saat inilah Carl mencapai tahapan eksistensialisme religius berdasarkan keyakinan akan kepercayaannya tersebut. Pada akhirnya, Carl kemudian berada pada tahapan 12

13 eksistensialisme etis, yaitu ketika Carl kemudian merenung bahwa ketika mengambil keputusan tidaklah hanya berdasarkan keyakinan, namun haruslah juga melalui pertimbangan baik dan buruk. Gairah dalam dirinya ternyata terus berubah dan berada pada proses mencari dan mencari sehingga akhirnya Carl pindah ke tahap etis. Ketika dihadapkan pada situasi harus memilih, Carl terlebih dahulu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada, apakah hal tersebut baik ataukah buruk berdasarkan standar yang diyakini secara subyekif. Gairah dalam dirinya pada akhinya menetapkan Carl berada pada tahaan eksistensialisme etis dalam mencapai titik akhir eksistensialismenya. Dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan tersebut, tidak ada satupun yang mengandung kepastian. Ketidakpastian inilah yang akhirnya akan membuat Carl berada pada kecemasan ketika memilih. Pada akhirnya, Carl menyandarkan diri pada kebenaran subyektif berdasarkan kepercayaan (faith) dalam dirinya untuk menentukan pilihan, tentunya berdasarkan pertimbangan nilai baik dan buruk, sehingga dapat menemukan pemaknaan dalam dirinya. Daftar Acuan 1. Kierkegaard, Soren. (1971). Concluding Unscientific Postscript. New Jersey: Princeton University Press (2004). Either/Or. UK: Penguin Books (1941). Terj. Walter Lowrie. Fear and Trembling; The Book on Adler. (1843). Terj. Frygt og Bæven (1941). The Sickness unto Death. New Jersey: Princeton University Press. 5. Bagus, Lorens. (1996). Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama (1991). Metafisika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 7. Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 8. Cahoone, Lawrence, ed. (1996). From Modernism to Postmodernism. Oxford. 9. Dreyfus, Hubert L. dan Mark A. Wrathal. (2006). A Companion To Phenomenology and Existentialism. Oxford: Blackwell Publishing. 10. Gardiner, Patrick. (1988). Kierkegaard. Oxford New York: Oxford University Press. 11. Hadiwijono, Harun. (1994). Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. 13

14 12. Hassan, Fuad. (2005). Berkenalan Dengan Eksistensialisme. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. 13. Kattsoff, Louis O. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana. 14. Kaufmann, Walter, ed. (1960). Existensialism From Dotoevsky to Sartre. New York : Meridian Books Inc. 15. Kierkegaard, Soren. (1945). Stages on Life s Way. New Jersey: Princeton University Press. 16. Leahy, Louis. (1989). Manusia, Sebuah Misteri: Sintesa Filosofis Tentang Makhluk Paradoksal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 17. Paulus, Margaretha. (2006). Perjumpaan Dalam Dimensi Ketuhanan: Kierkegaard dan Buber. Jakarta : Wedatama Widya Sastra. 18. The Press Department of The Ministry for Foreign Affairs. (1958). Soren Kierkegaard: The Danish Philosopher. Copenhagen: F.E. Bording A-S. 19. Pardede, Reslian. (2005). Kebenaran Religius Menurut Soren Kierkegaard. Jurnal Filsafat Driyarkara, Heyman, David dan Richard D. Zanuck (Producer). (2008). Yes Man. (DVD). Los Angeles: Warner Bros Pictures November November Desember

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS 4.1. Kesimpulan Manusia dapat dikatakan sebagai individu, apabila memenuhi tiga syarat yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang ditampilkan di luar tidak ditopang dengan penghayatan hidup yang dipilihnya. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Eksistensi dalam Beragama berdasar Pemikiran Kierkegaard. Dalam tahap ini, lebih cenderung pada wilayah inderawi.

BAB V KESIMPULAN. A. Eksistensi dalam Beragama berdasar Pemikiran Kierkegaard. Dalam tahap ini, lebih cenderung pada wilayah inderawi. BAB V KESIMPULAN A. Eksistensi dalam Beragama berdasar Pemikiran Kierkegaard 1. Tahap Estetis (The Aesthetic Stage) Tahap awal ini masih berkisar pada aspek inderawi sehingga rentan sekali terjadi keputusasaan.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Manusia dalam kehidupannya adalah manusia yang hidup dalam sebuah institusi. Institusi yang merupakan wujud implementasi kehidupan sosial manusia. Di mana pun keberadaannya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman modern adalah zaman dimana manusia dikembalikan kepada kemampuan dan keperkasaan dirinya sendiri. Manusia diletakkan didalam pusat seluruh tata kenyataan di bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman modern sangat sulit untuk menemukan sebuah kehadiran dan relasi yang bermakna. Karena, perjumpaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam BAB III METODOLOGI A. Metode dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam wilayah keilmuan filsafat. Oleh karenanya, metode yang digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

PEMIKIRAN SØREN KIERKEGAARD TENTANG HAKIKAT AGAMA: KONTRIBUSINYA BAGI DIALOG DAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA RINGKASAN DISERTASI

PEMIKIRAN SØREN KIERKEGAARD TENTANG HAKIKAT AGAMA: KONTRIBUSINYA BAGI DIALOG DAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA RINGKASAN DISERTASI PEMIKIRAN SØREN KIERKEGAARD TENTANG HAKIKAT AGAMA: KONTRIBUSINYA BAGI DIALOG DAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA RINGKASAN DISERTASI Oleh: Hipolitus Kristoforus Kewuel 08/276185/SFI/142

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kematian Manusia Kematian merupakan batas historisitas manusia yang telah dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) 1. Pengantar Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Ia adalah Homo Socius. Ia hidup di dalam realitas yang saling berkaitan antara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Konsep dialektika eksistensi menekankan manusia sebagai makhluk individual, personal

BAB V PENUTUP. Konsep dialektika eksistensi menekankan manusia sebagai makhluk individual, personal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Konsep dialektika eksistensi menekankan manusia sebagai makhluk individual, personal yang berada secara konkret. Beradanya manusia sebagai makluk individual, bukan berarti

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang masalah Dalam semua agama ditemukan pola mistik sebagai puncak penghayatan keagamaan. Dalam hal ini ekstase adalah tahap akhir dari pengalaman mistik itu, dimana jiwa

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Defenisi Eksistensialisme Secara etimologis eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS

BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS xviii BAB 2 EKSISTENSIALISME RELIGIUS Pengantar Pada tulisan ini, eksistensialisme religius menjadi konsep kunci sebelum sepenuhnya bergulat dalam konsep-konsep selanjutnya. Bab ini akan menghantarkan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia

Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia Filsafat Eksistensialisme: Telaah Ajaran dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan di Indonesia Mahmudah *) *) Penulis adalah Doktoranda (Dra.), Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I.), dosen tetap Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai induk dari segala ilmu, filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran sampai ideologi, hingga saat

Lebih terperinci

Terlanjur sayang? 1. Saya tidak akan menemukan orang yang lebih baik 2. Saya tidak ingin sendiri/takut kesepian

Terlanjur sayang? 1. Saya tidak akan menemukan orang yang lebih baik 2. Saya tidak ingin sendiri/takut kesepian Kak, saya tahu pacaran beda iman itu tidak benar. Saya tahu ayat Alkitab yang bilang gelap dan terang tidak bisa bersatu, tapi pacar saya yang lain agama ini orangnya baik kak, saya berat memutuskan hubungan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap lembaga pemerintah didirikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagi Lembaga Pemerintah yang berorientasi sosial, tujuan utamanya

Lebih terperinci

Risk Leadership Kepemimpinan yang berani mengambil risiko

Risk Leadership Kepemimpinan yang berani mengambil risiko Risk Leadership Kepemimpinan yang berani mengambil risiko Oleh: Antonius Alijoyo 25 Januari 2012 Kepemimpinan selalu memerlukan keberanian dalam menghadapi dan mengambil risiko di suatu tingkat tertentu.

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak.

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dari posisi yang dimiliki saat ini, apalagi dalam masyarakat yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. maju dari posisi yang dimiliki saat ini, apalagi dalam masyarakat yang selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang dimiliki saat ini, apalagi dalam masyarakat yang selalu berkembang

Lebih terperinci

DASAR-DASAR FILSAFAT. Sutrisna Wibawa (UNY)

DASAR-DASAR FILSAFAT. Sutrisna Wibawa (UNY) DASAR-DASAR FILSAFAT Sutrisna Wibawa (UNY) PENGERTIAN FILSAFAT Driyarkara (2006:999-1001) menyatakan dari keinginan akan mengerti, akan kebenaran, timbul ilmu-ilmu pengetahuan, dan akhirnya muncullah filsafat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik yang berakal maupun yang tidak berakal. Salah satu diantara makhluk-nya memiliki struktur susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua tunggal dengan berbagai macam penyebab yang berbeda. Tidak ada ibu rumah tangga yang menginginkan

Lebih terperinci

AUTENTISITAS SUBJEK DALAM NOVEL DILAN, DIA ADALAH DILANKU 1990 & 1991 KARYA PIDI BAIQ: KAJIAN EKSISTENSIALISME SÖREN KIERKEGAARD

AUTENTISITAS SUBJEK DALAM NOVEL DILAN, DIA ADALAH DILANKU 1990 & 1991 KARYA PIDI BAIQ: KAJIAN EKSISTENSIALISME SÖREN KIERKEGAARD AUTENTISITAS SUBJEK DALAM NOVEL DILAN, DIA ADALAH DILANKU 1990 & 1991 KARYA PIDI BAIQ: KAJIAN EKSISTENSIALISME SÖREN KIERKEGAARD SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebebasan adalah salah satu tema yang sering muncul dalam sejarah filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing tentang kebebasan.

Lebih terperinci

Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / Layanan : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil )

Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / Layanan : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil ) Silabus Bimbingan Konseling (01) Sekolah : SMA... Kelas : XI (Sebelas) Mata Pelajaran / : Bimbingan dan Konseling Semester : 1 ( Ganjil ) Standar Kompetensi / Tugas Perkembangan - Mencapai kematangan dalam

Lebih terperinci

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang BAB V A. KESIMPULAN Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang buruk terhadap seluruh aspek kehidupan manusia. Praktik kloning masih menjadi perdebatan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya bagaikan gunung es (ice berg) artinya yang tampak dipermukaan lebih kecil dibandingkan dengan

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM Landasan berfikir, zaman, dan tempat yang berbeda secara tidak langsung akan menimbulkan perbedaan, walaupun dalam pembahasan

Lebih terperinci

EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT SÖREN KIERKEGAARD. Oleh:Armaidy Armawi 1

EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT SÖREN KIERKEGAARD. Oleh:Armaidy Armawi 1 EKSISTENSI MANUSIA DALAM FILSAFAT SÖREN KIERKEGAARD Oleh:Armaidy Armawi 1 Abstract Modernization efforts have been exposing humans directly or indirectly with cultural issues. The problems also have touched

Lebih terperinci

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI Kematian Shely Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

1. Mengapa bermeditasi?

1. Mengapa bermeditasi? CARA BERMEDITASI 1. Mengapa bermeditasi? Oleh: Venerable Piyananda Alih bahasa: Jinapiya Thera Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? Sebenarnya, mereka ingin mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

note CHANGING YOUR COURSE AQUARIUS note Learn More in Less Time

note CHANGING YOUR COURSE AQUARIUS note Learn More in Less Time Learn More in Less Time G2 CHANGING YOUR COURSE The 5 Step Guide to Getting the Life You Want OLEH : BOB & MELINDA BLANCHARD Sterling ublishing Company, Inc. 2008 230 AGES ISBN-13 : 978-1402745874 Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Individu yang tidak dapat hidup mandiri, akan mengalami kesulitan ketika

Lebih terperinci

RESPONS - DESEMBER 2009

RESPONS - DESEMBER 2009 Judul : Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme Penulis : Kasdin Sihotang Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 166 halaman Harga : Rp 35.000 Tiada makhluk yang lebih paradoksal selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK

BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK BAB IV PANCASILA SEBAGAI ETIKA (MORAL)POLITIK A. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma 1. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup adalah suatu misteri. Berbagai pengalaman baik positif ataupun negatif tidak lepas dari kehidupan seseorang. Pengalamanpengalaman tersebut dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS EKSISTENSI BAGI ORANG BERAGAMA DARI PEMIKIRAN SOREN KIERKEEGARD TENTANG EKSISTENSIALISME.

BAB IV ANALISIS EKSISTENSI BAGI ORANG BERAGAMA DARI PEMIKIRAN SOREN KIERKEEGARD TENTANG EKSISTENSIALISME. BAB IV ANALISIS EKSISTENSI BAGI ORANG BERAGAMA DARI PEMIKIRAN SOREN KIERKEEGARD TENTANG EKSISTENSIALISME. A. Soren Kierkeegard dan Tiga Tahap Pemikiran Eksistensialisme Telah dibahas pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di wilayah publik transseksual dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum, tabu, dan dosa. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

MANUSIA, NILAI DAN MORAL

MANUSIA, NILAI DAN MORAL MANUSIA, NILAI DAN MORAL HAKIKAT NILAI-MORAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Nilai dan Moral Sebagai Materi Pendidikan Ada beberapa bidang filsafat yang berhubungan dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai kecerdasan dari Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul: PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KEINGINAN UNTUK KELUAR KARYAWAN PT. MAPAN WIJAYA SEMARANG, maka saya memohon

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEHENDAK & KEBEBASAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kehendak dan Kebebasan Kecuali memiliki pengetahuan yang merupakan

Lebih terperinci

Definisi Budaya Organisasi

Definisi Budaya Organisasi Definisi Budaya Organisasi Budaya Organisasi Sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya Sistem makna bersama: Sekumpulan karakteristik

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: 02 Martina Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Etika dan Filsafat Komunikasi Komunikasi dan Filsafat Shalaty Putri, M.Si. Program Studi Advertising dan Marketing Communication Pengantar pada Filsafat

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu istilah yang tidak hanya sebagai budaya

Bab 2. Landasan Teori. Di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu istilah yang tidak hanya sebagai budaya Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Amae Di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu istilah yang tidak hanya sebagai budaya masyarakatnya namun juga merupakan salah satu psikologi masyarakat Jepang yang dikenal

Lebih terperinci

MENJADI PEMIMPIN BISNIS

MENJADI PEMIMPIN BISNIS MENJADI PEMIMPIN BISNIS ? ANDA PASTI BISA MENJADI PEMIMPIN BISNIS ANDA BISA MENJADI MOTIVATOR GUNAKAN SISI MANUSIA ANDA GUNAKAN TEKNIK MENAMBAH SEMANGAT TIM FOKUS PADA SISI TUGAS TIM MENGELOLA KONFLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja yaitu ketika sudah menginjak usia 14-18 tahun. Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN. Ada tiga hal dari realitas hidup bersama secara khusus dalam teks

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN. Ada tiga hal dari realitas hidup bersama secara khusus dalam teks BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Ada tiga hal dari realitas hidup bersama secara khusus dalam teks Etika Nikomakea IX, 12, yaitu faktor yang menyebabkan hidup bersama, sarana yang menunjang hidup bersama

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN MAKNA NILAI

HAKIKAT DAN MAKNA NILAI HAKIKAT DAN MAKNA NILAI Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Nilai dalam Pendidiikan Umum Dari Bapak Dr.H.Sofyan Sauri,M.Pd Oleh Dudung Rahmat Hidayat Mulyadi PROGRAM

Lebih terperinci

Kepada Yth. Bapak / Ibu / Sdr / i SMA Kesatrian 1 Semarang

Kepada Yth. Bapak / Ibu / Sdr / i SMA Kesatrian 1 Semarang Kepada Yth. Bapak / Ibu / Sdr / i SMA Kesatrian 1 Semarang Dengan hormat, Di tengah-tengah kesibukan sebagai Guru SMA Kesatrian 1 Semarang, saya memohon Bapak / Ibu / Sdr / i untuk meluangkan sedikit waktu

Lebih terperinci

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) EMPAT DISIPLIN MENJADI ORGANISASI YANG SEHAT

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) EMPAT DISIPLIN MENJADI ORGANISASI YANG SEHAT EMPAT DISIPLIN MENJADI ORGANISASI YANG SEHAT Sri Wiranti Setiyanti Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Semarang Abstraksi Terdapat dua kualitas yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan yang sukses,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemimpin atau seorang Leader tentu sudah tidak asing di telinga masyarakat pada umumnya, hal ini disebabkan karena setiap manusia yang diciptakan didunia ini

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Keharusan dan kebebasan manusia Template Modul Kebebasan manusia Pengantar

Lebih terperinci

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2012 MAIDS' RESISTANCE THROUGH THE BOOK TO EQUALIZE THE RIGHTS AS POTRAYED IN "THE HELP" MOVIE (2011)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kelam kehidupan manusia pernah dialami di dunia barat hingga mendapat sebuatan dark age 1. Kebebasan di dunia barat pernah mendapat belenggu yang teramat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkarya Tuhan, iman, agama, dan kepercayaan pada saat sekarang ini kembali menjadi satu hal yang penting dan menarik untuk diangkat dalam dunia seni rupa, dibandingkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA (2008) Manusia: Makhluk Dimensional, Pontianak: STAIN Press.

DAFTAR PUSTAKA (2008) Manusia: Makhluk Dimensional, Pontianak: STAIN Press. DAFTAR PUSTAKA Achmad, F. (2007), Aku Individual Sebuah Perwujudan Eksistensi dari Dimensi Kedirian Individu (Refleksi Kritis Eksistensialisme Kierkagaard), Disertasi, Depok: Universitas Indonesia. ------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara

Lebih terperinci

dalam suatu hubungan yaitu pernikahan. Pada kenyataannya tidak semua pasangan pernikahan berasal dari latar belakang yang sama, salah satunya adalah p

dalam suatu hubungan yaitu pernikahan. Pada kenyataannya tidak semua pasangan pernikahan berasal dari latar belakang yang sama, salah satunya adalah p Penyesuaian Diri Wanita yang Melakukan Konversi Agama Pra Pernikahan Yulia Eka Wati Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Konversi agama yang dilakukan oleh seseorang terutama wanita karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Pengertian Etika. Nur Hidayat  TIP FTP UB 2/18/2012 Nur Hidayat http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id TIP FTP UB Pengertian Etika Berasal dari Yunani -> ethos artinya karakter, watak kesusilaan atau adat. Fungsi etika: Sebagai subjek : Untuk menilai apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra seringkali hasil dari ciptaan manusia mengenai pikiran, gagasan, tentang hakikat kehidupan dengan menggunakan bahasa imajinatif dan emosional. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi adalah sebuah kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk hidup. Tak hanya manusia, binatang juga melakukan proses komunikasi diantara sesamanya, dengan

Lebih terperinci

PEI"'I'DAHULUAI""i. Kematian adalah proses alami dalarn kehidupar1 seperti halnya kelahiran.

PEI'I'DAHULUAIi. Kematian adalah proses alami dalarn kehidupar1 seperti halnya kelahiran. BABI PENDAHULUAN BABI PEI"'I'DAHULUAI""i 1.1. Latar Belakang Masalah Kematian adalah proses alami dalarn kehidupar1 seperti halnya kelahiran. Setiap manusia pasti akan mengalaminya tidak peduli tua ataupun

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

SUMMARY IN INDONESIAN

SUMMARY IN INDONESIAN SUMMARY IN INDONESIAN Di zaman sekarang ini, banyak orang berpikir bahwa uang bisa membeli segalanya. Dengan uang, orang dapat membeli rumah mewah, mobil bagus, baju mahal, bahkan pasangan dan posisi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci