1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.
|
|
- Ari Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Perbandingan antara Pendekatan Desain Struktur Perkerasan Kaku berdasarkan Lalu Lintas Pesawat Udara Campuran dan Pesawat Udara Desain Kritis Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Metode desain struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara yang umum dikenal antara lain adalah metoda PCA dan metoda FAA (Yoder, et.al., 1975). Proses desain menurut kedua metoda desain ini relatif mudah, dimana data desain yang diperlukan hanya terdiri dari modulus reaksi tanah dasar, modulus lentur bahan beton, keberangkatan tahunan, karakteristik teknis pesawat udara dan beberapa ketentuan teknis desain. Yang menarik dari kedua metoda desain adalah mengenai pendekatan desain yang berbeda dalam memperhitungkan pengaruh dari beban lalu lintas pesawat udara campuran yang beroperasi terhadap kerusakan struktur perkerasan. Metode PCA memperhitungkan secara langsung pengaruh dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi. Di lain pihak, metoda FAA hanya memperhitungkan pengaruh dari pesawat udara desain kritis saja; dan, pengaruh dari jenis pesawat udara lainnya diperhitungkan secara tidak langsung dengan menggunakan faktor ekivalen repetisi beban terhadap pesawat udara desain kritis. Makalah ini mendiskusikan perbedaan hasil desain struktur perkerasan yang dihasilkan dari kedua pendekatan desain dengan menggunakan contoh data desain praktis. Kata kunci: struktur perkerasan kaku, lalu lintas pesawat udara campuran, kriteria retak lelah, pesawat udara desain kritis, faktor ekivalen repetisi beban Abstract Design methods for airfield rigid pavements commonly known in practice are the PCA method and the FAA method (Yoder, et.al., 1975). The design procedure based on these design methods is relatively easy, in that the design data required consist only of subgrade reaction modulus, concrete flexural strength, annual departure, aircraft characteristics and several design constants. The most interesting thing with these two design methods concerns with different approaches to calculating the effect of mixed air traffic on pavement structure distresses. The PCA method calculates directly the effect of each aircraft existing in mixed air traffic. Meanwhile, the FAA method calculates only the effect of a pre-defined design aircraft; and, the effect of other aircrafts in mixed air traffic is calculated indirectly by using load repetition equivalency factor against the pre-defined design aircraft. This paper discusses the difference found in the resulting pavement structure design from the two design approaches by using practical design data. Keywords: rigid pavement, mixed air traffic, fatigue cracking criterion, critical design aircraft, load repetition equivalency factor 1. Pendahuluan Metode desain struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara yang umum dikenal antara lain adalah metoda PCA dan metoda FAA (Yoder, et.al., 1975). Proses desain menurut kedua metoda desain pada dasarnya relatif mudah dan memerlukan data desain yang juga kurang lebih sama, seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Prosedur desain menurut kedua metoda desain secara umum juga terlihat serupa dengan menggunakan dua proses iterasi yang masing-masing dilakukan untuk memperoleh tebal perkerasan desain, dan jalur desain kritis untuk metoda PCA atau pesawat udara desain kritis untuk metoda FAA. Kedua metoda desain juga menggunakan kriteria retak lelah yang sama yang didasarkan pada tegangan lentur di dalam struktur perkerasan akibat beban sumbu roda pesawat udara. 1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.
2 Namun, di sisi lain, kedua metoda desain memiliki pendekatan desain yang berbeda dalam memperhitungkan pengaruh dari beban lalu lintas pesawat udara campuran yang beroperasi terhadap kerusakan struktur perkerasan. Metode PCA memperhitungkan pengaruh dari setiap jenis pesawat udara secara langsung. Sedangkan, metoda FAA hanya memperhitungkan pengaruh dari pesawat udara desain kritis saja; pengaruh dari jenis pesawat udara lainnya diperhitungkan secara tidak langsung dengan menggunakan faktor ekivalen repetisi beban terhadap pesawat udara desain kritis untuk mendapatkan keberangkatan tahunan ekivalen. Secara umum, jalur desain kritis dan pesawat udara desain kritis umumnya adalah serupa, dimana jalur desain kritis adalah jalur lintasan sumbu roda yang mengalami tingkat kerusakan terbesar di akhir masa layan rencana struktur perkerasan; sedangkan, pesawat udara desain kritis adalah jenis pesawat udara yang paling dominan dalam menyebabkan tingkat kerusakan terbesar tersebut. Meskipun demikian, dengan metoda PCA, jalur desain kritis dapat diiterasi lebih lanjut di luar jalur lintasan sumbu roda rata-rata dari pesawat udara desain kritis untuk mendapatkan tingkat kerusakan yang mungkin lebih besar lagi yang lebih menentukan masa layan rencana struktur perkerasan desain. Gambar 1: Prosedur desain struktur perkerasan kaku berdasarkan dua pendekatan desain
3 Berikut diuraikan secara rinci mengenai data desain yang diperlukan, dasar teori yang digunakan dan hasil desain struktur perkerasan yang diperoleh dari kedua pendekatan desain. Perbedaan antara kedua pendekatan desain dijelaskan secara teoritis dan perbedaan hasil desain struktur perkerasan yang diperoleh dari kedua pendekatan desain juga didiskusikan. Untuk makalah ini, analisis struktural untuk perhitungan tegangan lentur yang terjadi di dalam struktur perkerasan akibat beban sumbu roda pesawat udara dilakukan baik dengan menggunakan program Airfield (Kosasih, 2004) maupun kurva desain. Pemakaian kurva desain dalam hal ini hanya terbatas untuk keperluan verifikasi hasil desain saja. 2. Data Desain Struktur Perkerasan Kaku Ada 4 kelompok data yang diperlukan dalam proses desain struktur perkerasan kaku untuk landasan pesawat udara, yaitu: data karakteristik pesawat udara data pergerakan pesawat udara tahunan data struktur perkerasan ketentuan teknis desain Untuk keperluan analisis dua pendekatan desain struktur perkerasan yang dibahas pada butir 4 dalam makalah ini, digunakan contoh data desain praktis dari bandar udara Juanda, Surabaya (Kosasih, et.al., 2005). Meskipun demikian, tebal perkerasan desain yang dihasilkan di sini hanya merupakan contoh desain saja yang tidak langsung berhubungan dengan struktur perkerasan yang sekarang terbangun di bandar udara Juanda, Surabaya. Validasi terhadap data desain yang digunakan masih harus dilakukan secara lebih mendalam lagi sebelum contoh desain struktur perkerasan yang disajikan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain Data karakteristik pesawat udara dan data pergerakan pesawat udara tahunan Tabel 1 memperlihatkan contoh 17 jenis pesawat udara tipikal yang digunakan dalam proses desain struktur perkerasan (Fibryanto, 2005). Pesawat udara tipikal dalam hal ini merupakan pesawat udara yang mewakili sejumlah pesawat udara yang sejenis. Pengelompokkan ke dalam pesawat udara tipikal dilakukan karena keterbatasan data karakteristik pesawat udara yang tersedia. Namun demikian, untuk keperluan proses desain praktis, setiap jenis pesawat udara sebaiknya dianalisis sesuai dengan data karakteristiknya masing-masing. Sementara itu, jenis pesawat udara ringan tidak perlu diperhitungkan lebih jauh mengingat pengaruhnya yang tidak signifikan terhadap kerusakan struktur perkerasan. Data konfigurasi roda pesawat udara yang sangat diperlukan untuk perhitungan tegangan lentur di dalam struktur perkerasan juga diberikan pada tabel, termasuk jarak antara roda (S W ), jarak antara sumbu roda (S G ) dan jarak antara kaki roda (S L1 dan S L2 ). Empat konfigurasi sumbu roda yang dianalisis adalah sumbu tunggal roda tunggal (S), sumbu tunggal roda ganda (D), sumbu tandem roda ganda (DT) dan sumbu tandem roda ganda dobel (DDT). Data tekanan ban, data berat total pesawat udara (MTOW) dan data %-beban pada sumbu roda utama disesuaikan dengan data spesifikasi teknis pesawat udara yang dipublikasikan oleh masing-masing pabrik pembuatnya. Volume pergerakan pesawat udara, baik keberangkatan, maupun kedatangan, juga diberikan pada tabel. Akan tetapi, hanya volume keberangkatan tahunan saja yang digunakan dalam proses penentuan tebal perkerasan desain (ICAO, 1983). Untuk makalah ini, data volume keberangkatan tahunan dianggap konstan selama masa layan rencana struktur perkerasan yang umumnya ditetapkan 20 tahun.
4 Tabel 1: Data pergerakan tahunan dan karakteristik pesawat udara 2.2. Data struktur perkerasan dan ketentuan teknis desain Ringkasan data struktur perkerasan dan ketentuan teknis desain disajikan pada Tabel 2. Data contoh tebal perkerasan, khususnya tebal lapisan pondasi agregat dan tebal lapisan ATB disamakan dengan data struktur perkerasan untuk apron di bandar udara Juanda, Surabaya. Lapisan pondasi agregat dan lapisan ATB tersebut diperlakukan sebagai bagian dari tanah dasar yang diperhitungkan dalam penentuan modulus reaksi tanah dasar gabungan, k gab. Modulus reaksi tanah dasar (k) pada muka tanah dasar juga disesuaikan dengan data desain untuk apron di bandar udara Juanda, Surabaya. Sedangkan, data modulus reaksi tanah dasar gabungan pada permukaan lapisan ATB, yaitu sebesar 80 MN/m 3, diperoleh dari model korelasi (ICAO, 1983). Data modulus elastisitas bahan perkerasan (beton semen) dan data konstanta Poisson yang berturut-turut adalah 27, MPa (= 4jt psi) dan 0.15 merupakan data tipikal yang umum digunakan dalam proses desain struktur perkerasan kaku. Rentang data modulus elastisitas beton menurut Huang (2004) adalah 3jt 6jt psi, dan rentang data konstanta Poisson adalah Jika diperlukan, modulus elastisitas dan konstanta Poisson dari bahan beton yang digunakan dapat diperoleh dari hasil pengujian laboratorium sesuai dengan metoda pengujian ASTM C469-87a. Data modulus lentur beton, MR 28, juga disesuaikan dengan data desain untuk apron di bandar udara Juanda, Surabaya, yaitu sebesar MPa (= 45 kg/cm 2 ). Sedangkan, untuk keperluan proses desain struktur perkerasan digunakan nilai MR 90 yang seharusnya diperoleh dari pengujian laboratorium atau dari model korelasi terhadap nilai MR 28 dengan menggunakan faktor pengali 110% (ICAO, 1983), sbb.: MR 90 = 1.10 * MR (1)
5 Tabel 2: Ringkasan data struktur perkerasan dan ketentuan teknis desain Nilai MR 90 jika diuji di laboratorium sesuai dengan metoda pengujian ASTM C78-84 dapat ditetapkan pada tingkat probabilitas 85%, yaitu: (Huang, 2004) MR 90 = MR * σ... (2) 90 dimana: MR 90 = modulus lentur rata-rata (MPa) σ = deviasi standar (MPa) Kemudian, untuk keperluan desain struktur perkerasan, nilai MR ditetapkan dengan menggunakan faktor keamanan (FK) yang biasanya berkisar antara untuk apron (Yoder, et.al., 1975) dan antara untuk runway (ICAO, 1983), dimana: MR = MR (3) FK Rentang data distribusi lintasan sumbu roda pesawat udara (σ) untuk runway dapat diasumsikan antara in (Yoder, et.al., 1975). Nilai σ yang pada dasarnya merupakan deviasi standar dari kurva distribusi normal sangat berkorelasi dengan tingkat kerusakan yang terjadi di dalam struktur perkerasan. Oleh karena itu, penetapan nilai σ dalam proses desain struktur perkerasan perlu dikaji secara seksama sesuai dengan pengalaman yang dimiliki dari bandar udara sejenis. Nilai σ yang tertera pada tabel adalah cm (=96 in), yang berarti bahwa sekitar 68.26% dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi diasumsikan akan melintasi jalur lintasan sumbu roda selebar ± cm. 3. Dasar Teori 3.1. Pendekatan desain berdasarkan lalu lintas pesawat udara campuran Dengan pendekatan desain yang berdasarkan lalu lintas pesawat udara campuran (selanjutnya, disingkat lalu lintas campuran), struktur perkerasan diperhitungkan untuk memikul sejumlah repetisi beban sumbu roda dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi selama masa layan rencana. Untuk memperhitungkan pengaruh dari setiap jenis pesawat udara yang lewat pada kerusakan struktur perkerasan diperlukan teori retak lelah (Yoder, et.al., 1975), seperti yang akan diuraikan pada bagian berikut. Dengan diperkenalkannya teori retak lelah, maka pengaruh dari lintasan sumbu roda pesawat udara yang bergeser dari jalur lintasan sumbu roda rata-rata terhadap kerusakan struktur perkerasan juga dapat dianalisis (Kosasih, et.al., 2005).
6 (a) Teori Retak Lelah Dari hasil pengamatan di laboratorium diketahui bahwa kerusakan struktur perkerasan kaku ditentukan tidak hanya oleh beban sumbu roda pesawat udara saja atau tegangan lentur yang bekerja di dalam struktur perkerasan saja tetapi juga oleh jumlah repetisi beban sumbu roda tersebut selama masa layan rencana serta oleh kwalitas bahan beton yang digunakan. Makin besar tegangan lentur yang terjadi dan/atau makin rendah kwalitas bahan beton, maka akan makin sedikit pula jumlah repetisi beban sumbu roda yang dapat dipikul oleh struktur perkerasan. Mengingat kerusakan awal yang biasanya terjadi adalah dalam bentuk keretakan, maka mekanisme kerusakan struktur perkerasan seperti ini dikenal dengan istilah kerusakan retak lelah. Model retak lelah menurut PCA (Huang, 2004) yang digunakan untuk makalah ini dan yang juga telah digunakan sebagai kriteria desain struktur perkerasan untuk konstruksi perkerasan jalan (NAASRA, 1987) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sbb.: σ L untuk: MR log ( N σ L ) = MR σ L 0.45 < < 0.55 MR σ L MR 0.45 N N = σ L MR = (4) Dalam aplikasinya, tebal perkerasan desain harus dicoba-coba untuk memenuhi kriteria retak lelah pada Pers (4). Tegangan lentur di dalam struktur perkerasan yang terjadi akibat setiap lintasan sumbu roda pesawat udara setelah dibagi dengan modulus lentur beton yang dikan disubstitusikan ke dalam persamaan ini untuk memperoleh jumlah repetisi beban sumbu roda yang dikan. Kemudian, tingkat kerusakan retak lelah tahunan yang diakibatkan oleh setiap jenis pesawat udara yang beroperasi dihitung dengan membandingkan volume keberangkatan tahunan terhadap jumlah repetisi beban sumbu roda yang dikan untuk setiap jenis pesawat udara tersebut. Jika jumlah total kerusakan retak lelah untuk semua jenis pesawat udara dalam kurun masa layan rencana kurang lebih sama dengan 100%, maka struktur perkerasan desain diperkirakan akan runtuh tepat di akhir masa layannya, dan proses desain selesai. Sedangkan, jika jumlah total kerusakan retak lelah tersebut masih jauh lebih kurang dari atau jauh melebihi 100%, maka tebal perkerasan desain yang sedang dicoba belum memadai, dan proses desain harus berulang lagi. Rumus perhitungan total kerusakan retak lelah dapat dituliskan sebagai berikut : total kerusakan retak lelah = ( N ) * Σ tahunan i n * 100% 100%... (5) i ( ) N i dimana: i = masing-masing jenis pesawat udara n = masa layan rencana (tahun) N tahunan = volume keberangkatan tahunan (pesawat/tahun) N = jumlah repetisi beban sumbu roda yang dikan (pesawat)
7 (b) Faktor Repetisi Beban (LRF) Setiap lintasan sumbu roda dari jenis pesawat udara tertentu pada perkerasan biasanya tidak selalu berada pada jalur lintasan yang tetap. Untuk keperluan perhitungan nilai LRF, pergeseran lintasan sumbu roda pesawat udara dianggap terdistribusi secara normal yang menyebar di sekitar jalur lintasan sumbu roda rata-rata yang dianggap terletak pada ½ jarak antara kaki roda dari sumbu perkerasan. Faktor repetisi beban (LRF) untuk jenis pesawat udara tertentu merupakan faktor koreksi terhadap derajat kerusakan yang ditimbulkan pada struktur perkerasan di jalur lintasan sumbu roda ratarata akibat terjadinya pergesaran lintasan sumbu roda tersebut. Konsekwensi dari pergeseran lintasan sumbu roda ini adalah bergesernya kurva tegangan lentur yang terjadi di dalam struktur perkerasan; dan tegangan lentur pada jalur lintasan sumbu roda rata-rata yang umumnya dijadikan sebagai referensi dalam perhitungan nilai LRF juga berubah, seperti diilustrasikan pada Gambar 2, yaitu dari σ Lo menjadi σ Li untuk lintasan sumbu roda yang bergeser sejauh x i dari jalur lintasan sumbu roda rata-rata. Gambar 2: Ilustrasi proses perhitungan nilai LRF untuk jenis pesawat udara tertentu Terlihat pada gambar, bahwa hanya pesawat udara sebanyak P o % saja melintas pada jalur lintasan sumbu roda rata-rata yang mengakibatkan tegangan lentur sebesar σ Lo. Sedangkan, masing-masing P i % pesawat udara sisanya yang dibentuk pada bidang di bawah kurva distribusi normal melintas pada lintasan sejauh x i dari jalur lintasan sumbu roda rata-rata yang mengakibatkan tegangan lentur sebesar σ Li. Nilai P i % dapat diatur dalam proses perhitungan sesuai dengan tingkat ketelitian yang diinginkan; dan nilai x i dapat dibaca pada tabel distribusi normal, yang bergerak dari sampai +. Juga terlihat pada gambar, bahwa nilai σ Li dapat langsung dibaca pada kurva tegangan lentur untuk beban yang bekerja pada jalur lintasan sumbu roda rata-rata. Sifat kurva tegangan lentur ini dapat mempermudah proses perhitungan nilai LRF.
8 Kemudian, berdasarkan nilai σ Li, derajat kerusakan struktur perkerasan pada jalur lintasan sumbu roda rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus: derajat kerusakan = P Σ i... (6) i ( N ) i dimana: i = masing-masing segmen jalur lintasan sumbu roda di bawah kurva distribusi normal N = jumlah repetisi beban sumbu roda yang dikan (pesawat) Sehingga, rumus nilai LRF dapat dituliskan sebagai berikut: LRF = i i ( N ) 1 P ( N ) 0 i... (7) Perlu kiranya dicatat di sini bahwa untuk kurva tegangan lentur yang sifatnya bi-modal seperti diperlihatkan pada Gambar 2, nilai (N ) 0 perlu dikoreksi. Nilai (N ) 0 seharusnya dihitung terhadap nilai σ L maksimum. Tanpa koreksi ini, nilai LRF yang diperoleh akan menjadi lebih besar dan bahkan kadang-kadang dapat melebihi nilai maksimum Pendekatan desain berdasarkan pesawat udara desain kritis Dengan pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis, struktur perkerasan diperhitungkan hanya untuk memikul sejumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis tersebut selama masa layan rencana yang ditetapkan. Pengaruh dari jenis pesawat udara lainnya yang beroperasi terhadap kerusakan struktur perkerasan diperhitungkan dengan menggunakan faktor ekivalen repetisi beban. Untuk lalu lintas campuran, ada tiga faktor ekivalen repetisi beban yang diperlukan, yaitu: (a) Faktor ekivalen konfigurasi sumbu roda (FES) Meskipun beban sumbu roda yang bekerja adalah sama, tetapi pengaruh dari berbagai konfigurasi sumbu roda pesawat udara terhadap kerusakan struktur perkerasan dapat berbeda. Oleh karena itu, konfigurasi sumbu roda yang berbeda dengan konfigurasi sumbu roda pesawat udara desain kritis perlu dikonversikan dengan menggunakan nilai FES, seperti diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3: Faktor ekivalen konfigurasi sumbu roda
9 (b) Faktor Ekivalen Beban (FEB) Variasi beban roda pesawat udara memberikan derajat kerusakan pada struktur perkerasan yang juga bervariasi. Makin berat beban roda pesawat udara, maka akan makin besar pula derajat kerusakan yang ditimbulkan pada struktur perkerasan. Di lain pihak, derajat kerusakan struktur perkerasan berbanding lurus dengan jumlah repetisi beban sumbu roda pesawat udara. Sehingga, dalam hal ini, Pers (8) dapat digunakan untuk mengkonversikan jumlah repetisi beban sumbu roda dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi (R 2 ) ke dalam jumlah repetisi beban sumbu roda pesawat udara desain kritis (R 1 ) berdasarkan akar perbandingan antara beban roda masing-masing jenis pesawat udara yang beroperasi tersebut (W 2 ) dengan beban roda pesawat udara desain kritis (W 1 ). (ICAO, 1983) log ( W 2 R 1 ) = log ( R2 ) *... (8) W1 Kemudian, nilai FEB dapat dihitung dari persamaan: FEB log ( R2 ) * 1 10 =... (9) W 2 W 2 W Beban roda pesawat udara (nilai W 1 dan nilai W 2 ) dalam Pers (8) dan (9) harus sudah dikalikan terlebih dahulu dengan nilai FES. (c) Faktor Repetisi Beban (LRF) Konsep dasar tentang nilai LRF telah dijelaskan sebelumnya. Nilai LRF untuk berbagai konfigurasi sumbu roda pesawat udara desain kritis menurut ICAO (1983) diperlihatkan pada Tabel 4. Perhitungan jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis: Jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis kemudian dapat diperoleh dengan mengalikan data keberangkatan tahunan dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi dengan faktor ekivalen repetisi beban, sebagai berikut: R1 desain = {( R2 ) i * FESi * FEBi } * LRF i... (10) dimana: i = masing-masing jenis pesawat udara yang beroperasi dalam lalu lintas campuran (R 2 ) i = keberangkatan tahunan (pesawat/tahun) FES i = faktor ekivalen konfigurasi sumbu roda FEB i = faktor ekivalen beban LRF = faktor repetisi beban dari pesawat udara desain kritis R 1 desain = jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis (pesawat/tahun) Dalam proses desain struktur perkerasan, nilai R 1 desain dipergunakan untuk menentukan tegangan lentur (σ L ) berdasarkan model retak lelah pada Pers (4) untuk pesawat udara desain kritis. Selanjutnya, nilai σ L, dengan menggunakan program komputer atau kurva desain, dapat memberikan tebal perkerasan desain yang sedang dicari.
10 Tabel 4: Faktor repetisi beban Dari uraian ini, jelaslah terlihat, bahwa proses desain struktur perkerasan dengan pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis pada akhirnya hanya melakukan analisis struktural akibat pesawat udara desain kritis saja. Bandingkan hal ini dengan pendekatan desain yang berdasarkan lalu lintas campuran yang telah diuraikan sebelumnya dimana analisis struktural dilakukan untuk setiap jenis pesawat udara yang beroperasi. 4. Analisis Hasil Desain Struktur Perkerasan Seperti telah diungkapkan sebelumnya, bahwa proses desain struktur perkerasan yang didasarkan pada dua pendekatan desain (butir 4.1 dan 4.2) dilakukan dengan menggunakan program Airfield (Kosasih, 2004). Dan verifikasi hasil desain struktur perkerasan secara manual (butir 4.3) dilakukan dengan menggunakan kurva desain. Kurva desain tersebut juga telah dibuat dengan menggunakan program Airfield Pendekatan desain berdasarkan lalu lintas pesawat udara campuran Dengan menggunakan data desain pada Tabel 2, proses desain yang telah dilakukan secara iteratif baik terhadap tebal desain perkerasan maupun terhadap jalur desain kritis menghasilkan tebal perkerasan desain sebesar cm. Hasil desain yang lengkap disajikan pada Tabel 5a. Terlihat pada tabel, bahwa masa layan kritis ditentukan oleh pesawat udara Airbus A-330 sebesar tahun. Dengan demikian, Airbus A-330 dapat dikatakan Tabel 5a: Hasil desain struktur perkerasan berdasarkan pendekatan lalu lintas campuran (tebal perkerasan desain, D = cm)
11 sebagai pesawat udara desain kritis. Jika diperhatikan lebih teliti, maka pesawat Airbus A- 330 bukan merupakan jenis pesawat udara yang terberat (i.e. Boeing B ) atau yang volume pergerakannya yang terbesar (i.e. Boeing B ), tetapi ia memberikan tegangan lentur yang terbesar di dalam struktur perkerasan, yaitu σ L = MPa. Analisis lebih lajut dengan menggunakan program Airfiled diperoleh jalur desain kritis pada jarak x = 1065 cm, dengan masa layan kritis sebesar tahun. Jadi, dalam hal ini, pergeseran jalur desain kritis dari jalur lintasan sumbu roda rata-rata pesawat udara desain kritis tidak terlalu signifikan, yaitu hanya 5 cm saja. Demikian juga, perbedaan masa layan kritis tidak terlalu berarti, yaitu sebesar tahun. Nilai N yang tercantum pada Tabel 5a dapat dihitung balik dari Pers (4) berdasarkan nilai σ L max yang diperoleh dari program Airfield, dan data MR 90, serta data FK dari Tabel 2. Nilai N ini kemudian dapat digunakan untuk menghitung balik tingkat kerusakan struktur perkerasan pada jalur desain kritis yang diakibatkan oleh setiap jenis pesawat udara yang beroperasi, seperti terlihat pada Tabel 5b. Sebagai contoh, tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh pesawat udara desain kritis Airbus A-330 dapat dihitung balik, sbb.: Tingkat Kerusakan = 272*0.110* *100 = % % ( pada tabel 5b ) Tabel 5b: Hasil desain struktur perkerasan berdasarkan pendekatan lalu lintas campuran pada jalur desain kritis (lanjutan) Tingkat kerusakan struktur perkerasan pada jalur desain kritis yang diakibatkan oleh setiap jenis pesawat udara kemudian dapat juga digunakan untuk menghitung faktor ekivalen (FE) dan jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis, seperti diperlihatkan pada Tabel 5b. Hasil perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat udara desain kritis (dalam hal ini Airbus A-330) yang besarnya 282 pesawat/tahun akan dianalisis lebih lanjut secara komparatif pada bagian berikut.
12 4.2. Pendekatan desain berdasarkan pesawat udara desain kritis Proses desain struktur perkerasan dengan pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis juga melakukan dua kali proses iterasi baik terhadap tebal perkerasan desain maupun terhadap pesawat udara desain kritis. Tabel 6a memperlihatkan hasil desain secara lengkap. Terlihat pada tabel, bahwa tebal perkerasan desain juga ditentukan oleh pesawat udara desain kritis Airbus A-330 adalah sebesar cm. Kedua pendekatan desain ternyata memberikan perbedaan hasil desain tebal perkerasan yang cukup besar, yaitu sebesar ± 7 cm. Pendekatan desain yang didasarkan pada pesawat udara desain kritis menghasilkan tebal perkerasan desain yang lebih konservatif. Mengamati Tabel 6a dan 5b dengan lebih teliti segera terlihat, bahwa hasil perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen yang diperoleh dari kedua pendekatan desain ternyata sangat berbeda. Keberangkatan tahunan ekivalen yang dihitung dengan pendekatan desain yang didasarkan pada pesawat udara desain kritis adalah 2718 pesawat/tahun, yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan yang dihasilkan dari pendekatan desain terdahulu, yaitu hanya sebesar 282 pesawat/tahun saja. Tabel 6a: Hasil desain perkerasan berdasarkan pendekatan pesawat udara desain kritis Rincian perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen dari masing-masing jenis pesawat udara yang beroperasi terhadap pesawat udara desain kritis dengan pendekatan desain yang didasarkan pada pesawat udara desain kritis diperlihatkan pada Tabel 6b. Kecuali untuk pesawat udara desain kritis yang nilainya sama, keberangkatan tahunan ekivalen dari jenis pesawat udara lainnya terlihat jauh lebih besar dibandingkan dengan yang telah dihitung untuk pendekatan desain terdahulu (lihat Tabel 5b). Dengan mengacu pada Pers (10), dapat disimpulkan, bahwa perbedaan tebal perkerasan desain yang dihasilkan dari kedua pendekatan desain mungkin disebabkan karena pada pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis belum memperhitungkan posisi jalur lintasan sumbu roda rata-rata dari setiap jenis pesawat udara yang dianalisis.
13 Semua jenis pesawat udara dianggap melintasi jalur lintasan sumbu roda yang sama. Sehingga, secara teoritis, hasil desain struktur perkerasan yang diperoleh dengan pendekatan desain yang didasarkan pada pesawat udara desain kritis ini seharusnya cenderung akan lebih boros meskipun menjadi lebih aman. Tabel 6b: Hasil desain perkerasan berdasarkan pendekatan pesawat udara desain kritis (lanjutan) Gambar 3: Verifikasi hasil desain struktur perkerasan untuk jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis berdasarkan kedua pendekatan desain
14 4.3. Verifikasi hasil desain dengan menggunakan kurva desain Untuk verifikasi hasil desain struktur perkerasan seperti yang telah dipaparkan di atas, hasil perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat udara desain kritis Airbus A-330 yang besarnya 282 pesawat/tahún dan 2718 pesawat/tahun, masing-masing untuk pendekatan desain yang berdasarkan lalu lintas campuran dan yang berdasarkan pesawat udara desain kritis, disubstitusikan ke dalam Pers (4) dengan nilai LRF masing-masing adalah dan untuk memberikan nilai σ L masing-masing sebesar MPa dan MPa. Kedua nilai σ L ini kemudian diplotkan pada kurva desain (lihat Gambar 3) dengan nilai k gab = 80 MN/m 3 dan nilai MTOW = ton dan diperoleh tebal perkerasan desain yang kurang lebih sama dengan yang dihasilkan dari program Airfield, yaitu sekitar 52.0 cm dan 59.0 cm untuk masing-masing pendekatan desain tersebut. 5. Kesimpulan 1. Kedua pendekatan desain struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara yang berdasarkan lalu lintas pesawat udara campuran dan yang berdasarkan pesawat udara desain kritis pada prinsipnya menggunakan kriteria desain yang sama, yaitu membatasi tegangan lentur di dalam struktur perkerasan. 2. Hasil desain struktur perkerasan yang diperoleh dari kedua pendekatan desain tersebut seharusnya berbeda, khususnya jika pesawat udara berbadan lebar juga terdapat dalam lalu lintas pesawat udara campuran yang beroperasi. Tebal perkerasan desain yang dihasilkan dengan pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis cenderung lebih konservatif. Untuk contoh desain yang telah disajikan, perbedaan tebal perkerasan desain yang dihasilkan adalah sekitar 7 cm. 3. Perbedaan hasil desain struktur perkerasan ini, secara teoritis, disebabkan oleh perbedaan asumsi yang digunakan. Pendekatan desain yang berdasarkan lalu lintas pesawat udara campuran mengasumsikan adanya pergeseran jalur lintasan sumbu roda rata-rata dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi sesuai dengan konfigurasi sumbu rodanya masing-masing. Sehingga, tegangan lentur maksimum di dalam struktur perkerasan yang diakibatkan oleh masing-masing jenis pesawat udara secara umum tidak selalu terjadi pada jalur desain kritis. Sedangkan, untuk pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis, asumsi yang digunakan adalah bahwa setiap jenis pesawat udara yang beroperasi dianggap melintasi jalur lintasan sumbu roda rata-rata yang sama. Daftar Pustaka 1. Fibryanto A (2005), Analisis Desain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara Berdasarkan Metoda ICAO, Tesis S2, Departemen Teknik Sipil - FTSP, ITB, Bandung. 2. Huang YH (2004), Pavement Analysis and Design, Second Edition, Pearson Education Inc, New Jersey. 3. International Civil Aviation Organization (1983), Aerodrome Design Manual, Second Edition, Part 3-Pavements. 4. Kosasih D dan Fibryanto A (2005), Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield, Bandung. 5. Kosasih D (2004), Manual Program Airfield, Bandung. 6. NAASRA (1987), Pavement Design - A Guide to the Structural Design of Road Pavements, NSW. 7. Yoder EJ and Witczak MW (1975), Principles of Pavement Design, Second Edition, John Wiley & Sons Inc, New York.
Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield
Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1) Arie Fibryanto 2) Abstrak Desain struktur perkerasan kaku yang
Lebih terperinciAnalisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield
Kosasih, Vol. 12 No. Fibryanto. 1 Januari 2005 urnal TEKNIK SIPIL Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih
Lebih terperinciAnalisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)
Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Metoda ACN dan PCN yang diusulkan oleh ICAO (1983) merupakan metoda evaluasi untuk
Lebih terperinciAnalisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield
Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Proses disain struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara umumnya masih
Lebih terperinciBAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS
33 BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS IV.1 Presentasi Data Data yang dipresentasikan berikut ini merupakan data yang diperoleh dari Bandar Udara Juanda, Surabaya, selama tahun 2003. Data ini digunakan
Lebih terperinciPerbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda
Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda Redy Triwibowo, Ervina Ahyudanari dan Endah Wahyuni Jurusan Teknik
Lebih terperinciGambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian
BAB III PROGRAM DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Program Penelitian Program penelitian diawali dengan studi pustaka tentang teori dasar struktur perkerasan kaku berdasarkan metoda ICAO. Sesuai dengan tujuan
Lebih terperinciANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS ARIE FIBRYANTO NIM :
ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh
Lebih terperinciPerencanaan Bandar Udara
Perencanaan Bandar Udara Perkerasan Rigid Page 1 Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal
Lebih terperinciANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS ARIE FIBRYANTO NIM :
ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh
Lebih terperinciMODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS
MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS ABSTRAK Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, MSc. Ir. Gregorius Sanjaya S, MT Dosen Departemen Teknik Sipil Dosen Jurusan Teknik
Lebih terperinciPERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG: STUDI KASUS BANDARA JUANDA
PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG: STUDI KASUS BANDARA JUANDA Redy Tribowo Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciPERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA
PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERKERASAN Struktur yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan 2 yang diproses Perkerasan dibedakan menjadi : Perkerasan lentur Campuran beraspal
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu
PENDAHULUAN BAB I I.1 Latar Belakang Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Bandara Udara Sistem bandar udara terdiri dari dua bagian yaitu sistem sisi udara (air side) dan sistem sisi darat (land side). Sistem air side suatu bandar udara
Lebih terperinciMODEL PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY DENGAN PENDEKATAN ANALITIS ABSTRACT ABSTRAK
MODEL PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY DENGAN PENDEKATAN ANALITIS Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, MSc. Dosen Program Studi S2 Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Bandar udara adalah area yang dipergunakan untuk kegiatan take-off dan landing pesawat udara dengan bangunan tempat penumpang menunggu (Horonjeff R, 1975). Menurut
Lebih terperinciAnalisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)
Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380) Rindu Twidi Bethary Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. 1. Basuki, H. 2008. Merancang, Merencana Lapangan Terbang. 2. Horonjeff, R. dan McKevey, F. 1993. Perencanaan dan
DAFTAR PUSTAKA 1. Basuki, H. 2008. Merancang, Merencana Lapangan Terbang. Bandung:Penerbit PT.Alumni. 2. Horonjeff, R. dan McKevey, F. 1993. Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara. jilid ketiga, Jakarta:Penerbit
Lebih terperinciDjunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT
ANALISIS METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN PADA STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG DIMODELKAN HANYA BERDASARKAN LAPISAN CAMPURAN BERASPAL Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Penerapan metoda analitis
Lebih terperinciBandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM
Bandar Udara Eddi Wahyudi, ST,MM PENGERTIAN Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :
BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS 4.1 Hasil Perencanaan Program COMFAA 3.0 Data sekunder yang merupakan hasil perhitungan tebal perkerasana kaku dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut
Lebih terperinciANALISIS DESAIN TEBAL STRUKTUR PERKERASAN KAKU DENGAN METODE PCA DAN FAA PADA APRON BANDAR UDARA ADISUMARMO SURAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU
ANALISIS DESAIN TEBAL STRUKTUR PERKERASAN KAKU DENGAN METODE PCA DAN FAA PADA APRON BANDAR UDARA ADISUMARMO SURAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : PIETER HARRY AGUNG WIDODO No. Mahasiswa : 11402
Lebih terperinciStudi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993
Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,
Lebih terperinciparameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode Perancangan CBR (California Bearing Ratio) Metode CBR pertama kali dikembangkan oleh California Division of Highways, 1928. metode CBR kemudian dipakai oleh Corp of Engineers,
Lebih terperinciurnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak
Kosasih Vol..14 No. 3 September 2007 urnal TEKNIK SIPIL Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada Struktur Perkerasan Lentur yang Dimodelkan Hanya Berdasarkan Lapisan Campuran
Lebih terperinciEVALUASI RIGID PAVEMENT APRON BANDARA KALIMARAU BERAU DENGAN METODE FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION
EVALUASI RIGID PAVEMENT APRON BANDARA KALIMARAU BERAU DENGAN METODE FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION Rahmat 1) H. Mustakim 2) Risfadiah 3) Program Studi Teknik Sipil Universitas Balikpapan Email : rhtrusli@gmail.com
Lebih terperinciDESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA
DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA Anton Manontong Nababan, Eduardi Prahara, ST,. MT. 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik
Lebih terperinciPERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN
PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN Yasruddin Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ABSTRAK Bandar Udara
Lebih terperinciAnalisis Aplikasi Algoritma Genetika Dalam Proses Desain Struktur Perkerasan Djunaedi Kosasih 1)
Analisis Aplikasi Algoritma Genetika Dalam Proses Desain Struktur Perkerasan Djunaedi Kosasih ) Abstrak Algoritma genetika pada prinsipnya bermanfaat untuk persoalan yang sulit dipecahkan dengan menggunakan
Lebih terperinciANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI
Huzeirien dan M. Eri Dahlan Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Batanghari Jambi Email : gharisa@yahoo.co.id Abstrak Fungsi Bandar Udara seperti sebuah terminal dimana dalam hal ini
Lebih terperinciPerencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya
Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh : Yoanita Eka Rahayu 3112040611 LATAR BELAKANG Saat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Dengan Cara Manual Data yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan metode FAA cara manual adalah sebagai berikut: 1. Nilai CBR Subbase : 20% 2. Nilai CBR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
Lebih terperinciSingkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.
3. SIMBOL DAN SINGKATAN 3.1 AC Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3.2 ACN Singkatan dari Aircraft Classification
Lebih terperinciMODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN
MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Salah satu metoda analitis dalam disain tebal lapisan tambahan untuk struktur
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk
Lebih terperinciAnalisis Aplikasi Algoritma Genetika dalam Proses Desain Struktur Perkerasan. Djunaedi Kosasih 1)
Soemardi, Vol. 12 No. Santoso. 2 April 2005 urnal TEKNIK SIPIL Analisis Aplikasi Algoritma Genetika dalam Proses Desain Struktur Perkerasan Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Algoritma genetika pada prinsipnya
Lebih terperinciKAJIAN NILAI MODULUS REAKSI SUBGRADE DAN NILAI CBR BERDASARKAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM
KAJIAN NILAI MODULUS REAKSI SUBGRADE DAN NILAI CBR BERDASARKAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM Yosua Christandy, Novan Dwi Pranantya, Ir. Yohanes Yuli Mulyanto, MT., Ir. Budi Setiadi, MT. Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciPERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG : STUDI KASUS BANDARA JUANDA
PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG : STUDI KASUS BANDARA JUANDA Dosen Pembimbing : Ir. Ervina Ahyudanari, ME., PhD. Endah Wahyuni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar
Lebih terperinciAnalisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)
Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 + Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Data - Data yang diperlukan : Umur rencana = 20 tahun CBR tanah dasar = 6 % Kuat tarik lentur (fcf) = 4.0
Lebih terperinciPerkerasan kaku Beton semen
Perkerasan kaku Beton semen 1 Concrete pavement profile 2 Tahapan Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 3 Parameter perencanaan tebal perkerasan kaku Beban lalu lintas Kekuatan tanah dasar Kekuatan
Lebih terperinciANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD
ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD Lisa Jasmine NRP: 1421008 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Bandara Soekarno-Hatta merupakan pintu
Lebih terperinciMenghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada
(iv) (v) Menentukan daya dukung perkerasan. Untuk menentukan daya dukung perkerasan, digunakan kurva korelasi antara CBR subgrade, tebal perkerasan (tebal ekuivalen), annual departure (annual departure
Lebih terperinciTUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION
TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION (FAA) DAN LOAD CLASSIFICATION NUMBER (LCN) Diajukan Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan merupakan salah satu moda transportasi yang tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang
Lebih terperinciPENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL
PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL Sri Widodo, Ika Setyaningsih Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail : swdd.ums@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)
ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG) Naskah Publikasi Ilmiah untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai
Lebih terperinciBAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG
BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG Horonjeff (1993:146) dalam buku perencanaan dan perancangan bandar udara perencanaan suatu bandar udara adalah
Lebih terperinciAnalisis Perbandingan Material Slab Beton Pada Perkerasan Apron dengan Menggunakan Program Bantu Elemen Hingga
JURNAL JURNAL TEKNIK TEKNIK ITS Vol. ITS 5, Vol. No. 4, 1, No. (2016) 1, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E17 Analisis Perbandingan Material Slab Beton Pada Perkerasan Apron dengan Menggunakan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beban Lalu Lintas Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan gaya tekan pada sumbu kendaraan. Gaya tekan sumbu selanjutnya disalurkan ke permukaan perkerasan
Lebih terperinciBAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai
BAB III METODE PERENCANAAN 3.1. Bagan Alir Perencanaan Langkah-langkah yang dilaksanakan pada studi ini dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini. Mulai Perumusan masalah Studi literatur Pengumpulan
Lebih terperinciSTUDI PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU UNTUK LAPANGAN TERBANG MONICA SARI
STUDI PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU UNTUK LAPANGAN TERBANG TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya
Lebih terperinciParameter perhitungan
Parameter perhitungan Lapisan konstruksi jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR 1.1 Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN
Lebih terperinciKERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN
KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN Abstrak: Permukaan perkerasan jalan raya yang telah dibangun perlu dipelihara agar tetap mulus untuk memberikan
Lebih terperinciJURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012
Rifdia Arisandi 3108100072 Dosen Pembimbing Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Peningkatan kebutuhan
Lebih terperinciOutline Bahan Ajar. Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen Pengampu : Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T.
Outline Bahan Ajar Kode Mata Kuliah : TKS 7323 Nama Mata Kuliah : Perencanaan Perkerasan Jalan Bobot SKS : 2 SKS Semester : VI (Enam) Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen
Lebih terperinciKEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that
Lebih terperinciDESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH
DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH ANTON MANONTONG NABABAN 1100052106 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Disusun oleh : Nur Ayu Diana
Lebih terperinciANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT
ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT Pembimbing I Prof. Ir. Sakti Adji Adjisasmita, Msi, M.Eng.Sc,Ph.D Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Lebih terperinciPROSES DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG MEMPERHITUNGKAN VARIASI MODULUS PERKERASAN AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR
PROSES DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG MEMPERHITUNGKAN VARIASI MODULUS PERKERASAN AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR Design Procedure of Flexible Pavement Structures by Analyzing Pavement Modulus Variation
Lebih terperinciPutri Nathasya Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia. Abstrak
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN PROGRAM KENPAVE DAN STUDI PARAMETER PENGARUH TEBAL LAPIS DAN MODULUS ELASTISITAS TERHADAP NILAI TEGANGAN, REGANGAN DAN REPETISI BEBAN Putri Nathasya Binus University,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang merupakan sebagai negara yang berkembang,sedang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan sebagai negara yang berkembang,sedang giatnya untuk melaksanakan pembangunan, salah satu diantaranya adalah pembangunan jalan raya. Pada awalnya
Lebih terperinciANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA 1983 TUGAS AKHIR
ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA 1983 TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang
Lebih terperinciPerbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013
Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya
Lebih terperinciPENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA
Vol. 1,. 1, April 2017: hlm 244-250 PENGARUH NILAI TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA Ni Luh Putu Shinta 1, Widodo Kushartomo 2, Mikhael Varian 3 1 Program
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 MODULUS REAKSI INTERLAYER (NILAI-KV) SAMI-RUBBERCRET DAN APLIKASINYA PADA DESAIN UNBONDED OVERLAY PERKERASAN BANDARA Edward Ngii 1*, Iman Satyarno
Lebih terperinciWARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara
WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Berdasarkan Nilai CBR (California Bearing Ratio) dan ESWL (Equivalent Single Wheel Load) Pesawat Rencana Pada Perencanaan Pembangunan
Lebih terperinciDESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO
DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering
Lebih terperinciANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI
ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma,
Lebih terperinciPERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE
POLITEKNOLOGI VOL. 16 No. 1 JANUARI 2017 PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE Pd-T-14-2003 DAN AASHTO 93 PADA JALAN KARTINI DEPOK Achmad Nadjam 1), Vindi Prana Prasetya 2)
Lebih terperinciTeknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,
Lebih terperinciPERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)
PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) Jenis Perkerasan Kaku Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa tulangan Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan tulangan Perkerasan Beton
Lebih terperinci2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL...
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Bandar Udara Radin Inten II terletak di Jl. Alamsyah Ratu Prawiranegara Branti Raya, Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Tepatnya berada
Lebih terperinciPERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE
Jurnal Talenta Sipil, Vol.1 No.1, Februari 2018 e-issn 2615-1634 PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE Pd.T.14-2003 PADA PERENCANAAN
Lebih terperinciESTIMASI NILAI MODULUS ELASTIS LAPISAN BERASPAL MENGGUNAKAN HAMMER TEST
ESTIMASI NILAI MODULUS ELASTIS LAPISAN BERASPAL MENGGUNAKAN HAMMER TEST Slamet Widodo Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jl. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak 78124 slamet@engineer.com Abstract Surface
Lebih terperinci2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI i m v vii ^ x ^ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Analisis 5 1.3 Batasan Masalah 5
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkerasan Jalan Raya Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk
Lebih terperinciPERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU. B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.
PERENCANAAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA TUANKU TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU B U D I M A N 1 ARIFAL HIDAYAT, ST, MT 2 BAMBANG EDISON, S.Pd, MT 3 ABSTRAK Kondisi topografi antar wilayah Riau dan luar wilayah
Lebih terperinciANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS
ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS Oleh:Dedi Sutrisna, Drs., M.Si. Abstrak Bandar Udara Nusawiru merupakan bandara kelas perintis yang terletak di pantai
Lebih terperinciPEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON
PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan mempunyai sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan
Lebih terperinciANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN
ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN S.A.Adisasmita (1),A.F.Aboe (1),Tenrigau Patawari (2). ABSTRAK : Bandar udara sebagai suatu simpul dari suatu sistem transportasi
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA
ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA 0+900 2+375) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk
Lebih terperinciGambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
RIGID PAVEMENT Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu jenis perkerasan jalan yang digunakn
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Kaku Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut. Perkerasan kaku merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG
STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG Soraya Hais Abdillah, M. J. Paransa, F. Jansen, M. R. E. Manoppo Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat
Lebih terperinciPerencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Rifdia Arisandi, dan Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciStudi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2014 Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku SURYO W., SATRIO 1., PRASETYANTO, DWI
Lebih terperinciStudi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda
Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,
Lebih terperinci