Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Identitas Diri Pada Remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Identitas Diri Pada Remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta."

Transkripsi

1 Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Identitas Diri Pada Remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. Amie Ristianti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Daftar pustaka Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah siswasiswi SMA Pusaka 1 Jakarta dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 150 responden. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan kuesioner. Untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya digunakan skala dukungan sosial yang berbentuk skala likert, yang disusun berdasarkan komponen dukungan sosial menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994). Untuk mengukur identitas diri pada remaja digunakan skala identitas yang berbentuk skala likert, yang disusun berdasarkan komponen identitas diri menurut Rogow (dalam Rice, 1996). Uji validitas dan reliabilitas untuk skala dukungan sosial diketahui memiliki validitas korelasi total item antara 0,318 sampai dengan 0,644, dengan reliabilitas sebesar 0,932. Untuk skala identitas diri diketahui memiliki validitas korelasi total item antara 0,319 sampai dengan 0,541, dengan reliabilitas sebesar 0,930. Nilai normalitas untuk skala dukungan sosial pada Kolmogorov Smirnov sebesar 0,200 (p > 0,05) dan untuk skala identitas diri 0,200 (p > 0,05) sehingga dapat diketahui bahwa data dari kedua skala tersebut adalah normal. Linearitas yang diperoleh dari signifikansi anova untuk kedua skala sebesar 0,000 (p < 0,05) sehingga dapat juga diketahui bahwa data dari kedua skala tersebut adalah linier. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji hubungan diketahui koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,565 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi terdapat hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta diterima. Dengan demikian terdapat hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. Kata Kunci : Dukungan Sosial Teman Sebaya, Identitas Diri. 1

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan setiap manusia dengan ciri khasnya masing-masing. Manusia tidak ada yang sama persis di dunia ini walaupun dengan saudara kembarnya sendiri. Manusia kembar memiliki wajah yang sama seperti halnya kembar identik, namun kepribadian, kemampuan dalam mengatur orientasi hidup dan lain-lain pasti ada perbedaannya (Erikson dalam Cremers, 1989). Waktu yang diperlukan manusia sebagai individu untuk dapat menyadari persamaan dan perbedaan dirinya dengan orang lain tidaklah singkat. Individu membutuhkan proses yang panjang untuk dapat memahami siapa dirinya. Menurut Cremers (1989), pertanyaan mengenai siapakah aku seringkali muncul di dalam proses pemahaman diri, namun untuk memberi jawaban atas pertanyaan siapakah aku sangat sulit, karena jawaban siapa aku ini berkaitan dengan identitas yang dimiliki oleh individu. Identitas, jelas diperlukan individu agar dapat menjalankan kehidupannya. Individu yang tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai dirinya, akan lebih besar kemungkinannya hidup dalam ketidakpastian serta tidak mampu menyadari keunggulan maupun kekurangan yang ada pada dirinya. Individu tersebut akan menjadi individu yang tidak percaya diri dan tidak memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri (Gardner, 1992). Erikson (dalam Cremers, 1989) mengatakan bahwa, individu berusaha membenarkan penegasannya bahwa aku adalah seseorang. Selanjutnya Erikson (dalam Cremers, 1989) juga mengatakan bahwa, menjadi seseorang berarti juga bahwa oleh rang lain dan masyarakat dirinya diakui sebagai seorang pribadi, yang memiliki peranan yang jelas dan berarti. Oleh karena itu individu tersebut akan berusaha membentuk identitas dirinya. Identitas diri pada setiap individu dibentuk ketika individu mulai memasuki masa remaja. Menurut Santrock (2003), masa remaja adalah periode transisi, saat seorang individu mengalami perubahan fisik dan psikologis dari kanak-kanak menjadi dewasa. Santrock (2003) juga mengatakan bahwa, pada masa transisi ini, remaja dipandang dari dua sisi yang berlainan, di satu sisi remaja ingin menjadi seorang yang mandiri tanpa bantuan orang tuanya lagi namun di sisi lain remaja masih membutuhkan bantuan dari orang tuanya. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan Agustiani pada tahun 2002 yang mengatakan bahwa, remaja masih menunjukkan ketergantungan terhadap orang tua terutama jika dihadapkan pada masalah penting yang menyangkut kehidupannya. Meskipun remaja masih bergantung pada orang tuanya, namun intensitas ketergantungan tersebut telah berkurang dan remaja mulai mendekatkan diri pada teman-teman yang memiliki rentang usia yang sebaya dengan dirinya. Remaja mulai belajar mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara yang lebih matang dan berusaha memperoleh kebebasan emosional dengan cara menggabungkan diri dengan teman sebayanya (Desmita, 2005). Hal senada dikemukakan oleh Mappiare (dalam Manan, 1993) yang mengatakan bahwa, selain dengan orang tua, remaja dapat memenuhi 2

3 kebutuhan-kebutuhan dirinya melalui teman sebayanya. Benimof (dalam Al-Mighwar, 2006) menegaskan bahwa kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata remaja yang menyiapkan tempat remaja menguji dirinya sendiri dan orang lain. Keberadaan teman sebaya dalam kehidupan remaja merupakan keharusan, untuk itu seorang remaja harus mendapatkan penerimaan yang baik untuk memperoleh dukungan dari kelompok teman sebayanya. Melalui berkumpul dengan teman sebaya yang memiliki kesamaan dalam berbagai hal tertentu, remaja dapat mengubah kebiasan-kebiasan hidupnya dan dapat mencoba berbagai hal yang baru serta saling mendukung satu sama lain (Cairns & Neckerman, 1988). Hal senada dikemukakan oleh Tarakanita (2001) yang mengatakan bahwa, teman sebaya selain merupakan sumber referensi bagi remaja mengenai berbagai macam hal, juga dapat memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang baru melalui pemberian dorongan (dukungan sosial). Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok di sekitarnya, dengan membuat penerima merasa nyaman, dicintai dan dihargai (Sarafino, 1994). Konsep operasional dari dukungan sosial adalah perceived support (dukungan yang dirasakan), yang memiliki dua elemen dasar diantaranya adalah persepsi bahwa ada sejumlah orang lain dimana seseorang dapat mengandalkannya saat dibutuhkan dan derajat kepuasan terhadap dukungan yang ada (Dimatteo, 2004). Melalui dua elemen dasar dari dukungan yang dirasakan remaja yang diperoleh dari teman sebaya, remaja dapat merasa lebih tenang apabila dihadapkan pada suatu masalah. Hal tersebut dapat menimbulkan keyakinan pada diri remaja bahwa apapun yang dilakukan oleh remaja akan mendapatkan dukungan dari teman sebayanya. Menurut Tarakanita (2001), dukungan sosial yang bersumber dari teman sebaya dapat membuat remaja memiliki kesempatan untuk melakukan berbagai hal yang belum pernah mereka lakukan serta belajar mengambil peran yang baru dalam kehidupannya. Remaja mampu menjalankan peran sosialnya di masayarakat apabila remaja tersebut telah berhasil membentuk identitas dirinya. Identitas diri adalah perasaan-perasaan yang berasal dari apa yang individu pikirkan mengenai dirinya dan apa yang individu pikir orang lain pikirkan mengenai diri individu tersebut (Gardner, 1992). Individu yang sedang membentuk identitas diri adalah individu yang ingin menentukan siapakah dan apakah dirinya pada saat ini serta siapakah atau apakah yang individu inginkan di masa yang akan datang. Menurut Erikson (dalam Pudjijogyanti, 1988), perubahan psikologis dan tuntutan dari lingkungan untuk dapat bersikap mandiri juga dialami oleh remaja. Hal inilah yang membuat remaja merasa perlu untuk mencari tahu tentang siapa dirinya dan apa yang membedakan dirinya dari orang lain. Pembentukan identitas diri yang terjadi pada remaja merupakan salah satu cara untuk mengatasi kegoncangan yang dialami setiap individu dalam melalui masa remajanya. Kegoncangan yang dialami oleh remaja merupakan bagian dari krisis identitas yang harus dilewati dan diselesaikan (Junir, 1996). Selanjutnya Junir (dalam Cremers, 1989) juga menyatakan, bahwa kesadaran dalam diri akan 3

4 kepastian jalan yang ditempuh dan keyakinan tentang pengakuan dari orang lain akan diperoleh remaja apabila remaja mampu melewati dan menyelesaikan krisis identitas. Sebaliknya, apabila krisis gagal diatasi dan diakhiri dengan baik maka selama masa dewasanya remaja tersebut akan mengalami kekaburan tentang peranan dirinya dalam masyarakat, sehingga pada akhirnya remaja tersebut tidak mengetahui akan menjadi apa dirinya kelak dan siapakah dirinya dalam pengamatan orang lain (Erikson dalam Cremers, 1989). Oleh karena itu untuk dapat menyelesaikan krisis identitas dalam upaya membentuk identitas dirinya, remaja sangat membutuhkan dukungan dari teman sebayanya. Dirgagunarsa (1989) menyatakan bahwa, dari dukungan sosial yang didapat melaui teman sebayanya remaja dapat memperoleh timbal balik atas apa yang remaja lakukan dalam lingkungan sosialnya sehingga remaja menjadi tahu kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, selain itu remaja dapat memperoleh informasi-informasi penting terkait dengan hal apa saja yang harus remaja lakukan agar remaja mampu membentuk identitas dirinya. Melalui informasi yang diperoleh melalui teman sebaya dalam bentuk dukungan sosial, remaja dapat mengetahui dan mengerti mengenai siapa dirinya, apakah yang remaja inginkan di masa yang akan datang serta peran sosial apa yang harus dijalankan dalam kehidupan sosialnya. Dalam hal ini remaja sudah mampu membentuk identitas dirinya yang optimal. Senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Thornburg, 1982) yang menyatakan bahwa, remaja yang telah berhasil membentuk identitas dirinya yang stabil akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, memahami perbedaan dan persamaannya dengan orang lain, menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengantisipasi tantangan masa depan serta mengenal perannya dalam masyarakat. Oleh karena itu, dukungan sosial merupakan salah satu hal penting untuk pembentukan identitas diri seorang remaja. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Elleny (2007), bahwa dukungan sosial yang bersumber dari kelompok teman sebaya dapat membantu remaja mengatasi krisis dalam upaya pencapaian identitas. Hilman (2002) menjelaskan bahwa, dukungan dari teman sebaya membuat remaja merasa memiliki teman senasib, teman untuk berbagi minat yang sama, dapat melaksanakan kegiatan kreatif sifatnya, saling menguatkan bahwa mereka dapat berubah ke arah yang lebih baik dan memungkinkan remaja memperoleh rasa nyaman, aman serta rasa memiliki identitas diri. Hilman (2002) juga memaparkan bahwa, dukungan teman sebaya biasanya terjadi dalam interaksi sehari-hari remaja, misalnya melalui hubungan akrab yang dijalin remaja bersama teman sebayanya melalui suatu perkumpulan di kehidupan sosialnya, salah satunya ialah lingkungan sekolah. Berbagai macam perkumpulan maupun organisasi terdapat di sekolah, salah satunya melalui kegiatan ekstra kulikuler (Pudjijogyanti,1988). Selanjutnya Pudjijogyanti (1988) juga menyatakan bahwa, melalui ekstra kulikuler, remaja dapat saling berinteraksi dan saling mengakarabkan diri. Ditinjau dari sudut 4

5 perasaan saling berbagi dan pemberian dukungan melalui perkumpulan maupun organisasi yang ada di sekolah, maka penelitian ini menggunakan sampel siswa-siswi SMA Pusaka 1 Jakarta. SMA Pusaka 1 Jakarta merupakan sekolah umum swasta yang terletak di Jl. Pahlawan Revolusi No. 89 Pondok Bambu, menyediakan waktu yang cukup banyak bagi remaja siswasiswinya untuk dapat saling berinteraksi dengan lingkungan sosial sekolahnya. Waktu untuk kegiatan belajar sekitar delapan jam setiap hari, ditambah waktu untuk ekstra kulikuler setelah waktu belajar memberikan kesempatan bagi para siswa-siswi SMA Pusaka 1 untuk dapat berinteraksi serta mengakrabkan diri melalui berbagai macam organisasi dan ekstra kulikuler yang ada. Di dalam organisasi sosial tersebut remaja bersama teman-temannya dapat saling bertukar informasi, memberikan perhatian dan saling memberikan dukungan sosial satu sama lain yang pada akhirnya dapat membantu dalam proses pembentukan identitas diri remaja. Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan kemajuan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada. Hal ini dilakukan dengan cara memberi tambahan data empiris yang telah teruji secara ilmiah mengenai hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai peranan dukungan sosial teman sebaya terhadap identitas diri remaja, sehingga diharapkan para remaja dapat menyadari arti dan makna pemberian dukungan sosial oleh kelompok teman sebayanya serta lebih meningkatkan interaksi dengan teman sebayanya guna memperoleh dukungan tersebut, sehingga dapat membantu remaja dalam mencapai identitas diri yang optimal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki 2 manfaat, yaitu : TINJAUAN PUSTAKA Identitas Diri Pengertian Identitas Diri Identitas diri merupakan kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada dirinya dengan tepat di dalam konteks kehidupan (Zanden, 1990). Desmita (2005) merumuskan identitas diri sebagai suatu kesadaran akan 5

6 kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil sepanjang rentang kehidupan, sekalipun terjadi berbagai perubahan. Pernyataan lain menyebutkan bahwa identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberi arti pada dirinya sebagai seorang pribadi yang unik, memiliki keyakinan yang relatif stabil, serta memiliki peran penting dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Proses Pembentukan Identitas Diri Marcia (dalam Rice, 1996) mengemukakan bahwa, individu yang telah melalui masa krisis dan telah menetapakan komitmen di dalam hidupnya berarti individu tersebut sudah mencapai identitas dirinya dengan optimal (achieved identity). Krisis menyangkut suatu masa dimana secara aktif terlibat dalam proses pemilihan beberapa alternatif, sedangkan komitmen menyangkut suatu ketetapan dalam pemilihan yang diekspresikan oleh individu (Marcia dalam Rice, 1996). Individu dengan achieved identity berarti telah mengalami krisis dan menyelesaikannya. Penyelesaian krisis dilakukan dengan cara mengevaluasi secara hati-hati dan cermat berbagai alternatif dan pilihan yang tersedia. Individu membuat sendiri kesimpulan dan keputusan yang tepat dengan memperhatikan kemampuan serta keterbatasan yang dimilki. Achieved identity akan menjadi inti pribadi individu yang telah berhasil melewati proses dari kebingungan tentang siapa dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidupnya (diffused), menerima pilihanpilihan dari orang tua tanpa mempertimbangkan alternatif lain (foreclosure), kemudian melakukan usaha aktif dalam menghadapi krisis (moratorium) dan akhirnya dapat memahami pilihan yang realistik, membuat pilihan dan berperilaku sesuai dengan pilihannya tersebut (Marcia dalam Rice, 1990). Komponen-komponen dalam Identitas Diri Yang termasuk ke dalam komponen identitas menurut Rogow dkk (dalam Rice, 1996) adalah: a. Fisik (physical) Papalia & Olds (1988) mengemukakan perkembangan fisik pada umumnya ditandai oleh perkembangan: 1) Kelamin primer; yakni perkembangan pada alat kelamin dan alat-alat reproduksi baik remaja pria maupun wanita. Pada remaja pria misalnya perkembangan pada testes, penis, scrotum, seminal vesides dan prostat glands. Sedangkan pada remaja wanita misalnya perkembangan pada ovarium, tube falopi, uterus dan vagina. 2) Kelamin sekunder; yakni perkembangan seperti perubahan 6

7 suara, perubahan kulit, dan tumbuhnya rambut-rambut halus. Pada aspek perkembangan fisik remaja juga ditandai dengan adanya perasaan puas dan tidak puas terhadap keadaan tubuhnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gunn dkk (dalam Santrock, 2003) bahwa pada umumnya remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya, dikarenakan lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra menjadi lebih puas mungkin karena massa ototnya meningkat (Gross dalam Santrock, 2003). Ketika remaja mampu melihat perbedaan dengan orang lain dalam hal ciri kondisi fisiknya, remaja telah mampu membentuk identitas dirinya. b. Peran jender Peran jender merupakan deskripsi atau gambaran masyarakat mengenai karakteristik, cara berpikir dan tingkah laku yang tepat untuk dilakukan oleh seorang laki-laki atau perempuan (Sarwono, 2007). Bem (dalam Sarwono, 2007) meyatakan ada dua macam manusia ditinjau dari peran seksualnya: 1) Tipe maskulin, yaitu sifat kelakilakiannya di atas rata-rata, sifat kewanitaannya kurang dari rata-rata. 2) Tipe feminin, yaitu yang sifat kewanitaannya di atas rata-rata, sifat kelaki-lakiannya kurang dari ratarata. Dalam kaitannya dengan identitas, laki-laki diharapkan untuk aktif, agresif, mandiri dan beroreientasi pada prestasi, sedangkan perempuan diharapkan untuk lebih memberikan pengasuhan, penghormatan, kurang mandiri, empati dan mempertahankan hubungan (Papalia & Olds, 2001). Dengan perkataan lain, laki-laki diarahkan menjadi seorang yang maskulin dan seorang perempuan diarahkan menjadi seorang feminin. Semua ini tidak terlepas oleh pengaruh yang ditimbulkan dari proses mengamati orang-orang yang ada di sekitarnya, baik orang tua dan khususnya temanteman sebaya. Dalam hubungannya dengan pengaruh teman sebaya, terlihat mereka dapat saling mengajarkan satu dengan yang lainnya perilaku maskulin bagi remaja laki-laki dan feminin bagi remaja perempuan (Santrock, 2003). Ketika remaja tersebut telah membentuk suatu kepribadian (baik maskulin atau feminin) dalam diri dan perilakunya maka remaja tersebut telah berhasil menentukan identitas dirinya sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. c. Sosial (Social) Remaja dalam dunia sosialnya berusaha untuk mencapai kedewasaan, ia ingin melibatkan diri dalam berbagai macam kegiatan dan berusaha semampu mungkin untuk mendapatkan pengakuan dari orang yang berada di sekitarnya (Panudju & Umami, 1999). Dengan mendapatkan pengakuan dari 7

8 orang di sekitarnya, maka remaja tersebut telah membentuk identitas dirinya yang diakui dalam masyarakat tempat tinggalnya. d. Pemilihan Karir (vocational) Menurut Ginzberg (dalam Santrock, 2003) individu akan melewati tiga tahap dalam pemilihan karir antara lain: 1) Tahap Fantasi (Fantasy Period): yakni pada tahun-tahun awal masuk sekolah, dimana pemilihan karir lebih pada hal yang aktif dan menyenangkan serta tidak realistis. Keputusan diambil secara emosional daripada praktis dan berkisar dari anak-anak hingga memasuki usia 11 tahun. 2) Tahap Tentatif (Tentative Period): yakni pada masa remaja memasuki Sekolah Lanjutan (SMA), dimana pemilihan karir sudah disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan yang ada dalam dirinya. 3) Tahap Realistik (Realistic Period): yakni pada masa lulus dari Sekolah Lanjutan (SMA), dimana remaja telah merencanakan pendidikan yang dapat menunjang karirnya. Remaja memfokuskan diri pada satu bidang dan akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam karir tersebut (seperti menjadi dokter umum atau ahli bedah dalam karir kedokteran). Dengan kata lain mereka sudah mulai berpikir bidang pekerjaan apa yang mereka inginkan dan sanggup mereka jalani untuk kehidupan di masa depannya. Pada tahap ini pemikiran berubah dari yang kurang subjektif hingga pilihan karir yang lebih realistis. Perkembangan karir berhubungan dengan perkembangan identitas dalam masa remaja (Vondracek dalam Santrock 2003). Remaja yang lebih jauh terlibat dalam proses pembentukan identitas lebih sanggup memilih karirnya dan menentukan langkah berikut untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang mereka (Raskin dalam Santrock, 2003). e. Moral dan Agama Pada aspek moral, remaja mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada disekitarnya. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap pemberontakan remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterimanya (Putri & Hadi, 2008). Oleh karena itu masa remaja disebut sebagai masa pemberontakan, hal ini didukung oleh teori belajar sosial yang menyatakan bahwa remaja merupakan masa mencari identitas diri, atau biasa disebut dengan masa pemberontakan. Pada masa pencarian identitas ini, kebanyakan remaja menghabiskan waktu dengan teman sebayanya dimana mereka dapat merasa lebih bebas, terbuka, bersemangat dan termotivasi. 8

9 Salah satu moral yang penting adalah agama. Agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya (Adam dalam Wirawan, 2007). Dalam kaitannya dengan masa remaja sebagai masa mencari identitas diri, remaja berada pada tahap pemikiran operasional formal dimana mereka tidak lagi melihat perwujudan identitas keagamaan dalam tingkah laku individu namun lebih memperhatikan bukti keberadaan keyakinan dan pendirian dalam diri seseorang. Dimensi-dimensi Identitas Diri Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) identitas melibatkan tujuh dimensi, antara lain: a. Genetik Hal ini bekaitan dengan suatu sifat yang diwariskan oleh orang tua pada anaknya. Orang tua sangat mempengaruhi sifat yang akan dimiliki anaknya di kemudian hari. Sifat inilah yang akan memberikan sesuatu yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya, terutama di dalam menjalankan kehidupannya. b. Adaptif Identitas adalah penyesuaian remaja mengenai keterampilan-keterampilan khusus, dan bagaimana remaja tersebut dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejauh mana keterampilan atau kemampuannya tersebut dapat diterima oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya ataukah masyarakat tidak menerima keterampilan yang dimilikinya. c. Struktural Hal ini terkait dengan perencanaan masa depan yang telah disusun oleh remaja, atau dengan kata lain remaja telah mempersiapkan kehidupan di masa depannya. Namun bukan berarti tidak ada hambatan dalam menjalankan rencana masa depannya ini. Seringkali apa yang telah direncanakan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, bisa jadi rencana tersebut mengalami suatu kemunduran (deficit structural) atau bahkan bisa tidak sama sekali terwujud. d. Dinamis Proses ini muncul dari identifikasi masa kecil individu dengan orang dewasa yang kemudian dapat membentuk suatu identitas yang baru di masa depannya ataukah sebaliknya, proses identifikasi tersebut tidak berpengaruh pada identitasnya melainkan yang berpengaruh adalah pemberian peran dari masyarakat terhadap remaja. e. Subyekif atau berdasarkan Pengalaman Individu yang mempunyai pengalaman akan berbeda dengan individu yang sama sekali belum memiliki pengalaman. Hal ini dijelaskan oleh Erikson (dalam Santrock, 2003) bahwa individu yang telah memiliki pengalaman sebelumnya, individu 9

10 tersebut akan merasakan suatu kepastian dalam dirinya. Dengan adanya pengalaman maka akan banyak alternatif yang dapat kita jadikan pedoman untuk melangkah dengan lebih yakin ke arah depan atau semakin banyak pengalaman maka akan semakin timbul antisipasi dalam melakukan berbagai hal yang belum kita ketahui secara pasti konsekuensinya. f. Timbal balik Psikososial Erikson (dalam Santrock, 2003) menekankan hubungan timbal balik antara remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas tidak hanya terbentuk oleh diri kita sendiri melainkan melibatkan hubungan dengan orang lain, komunitas dan masyarakat. g. Status Eksistensial Erikson (dalam Santrock, 2003) berpendapat bahwa remaja mencari arti dalam hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum. Dalam hal ini remaja ingin merasakan apa yang dinamakan dengan makna hidup, ingin diakui keberadaanya di dalam masyarakat dengan peran sosial yang dijalankan serta keterampilan yang dimilikinya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi identitas diri menurut Fuhrman (1990), adalah: a. Pola Asuh Pola asuh demokratis dikatakan dapat membantu berkembangnya identitas diri yang lebih optimal, dikarenakan remaja dengan pola asuh demokratis dapat mengembangkan dan mengekspresikan ide-idenya dengan orang tua sebagai pengawas bukan sebagai pengekang kebebasan. b. Model Identifikasi Model identifikasi biasanya adalah orang yang sukses dalam hidupnya. Individu memiliki suatu harapan bahwa dengan menjadi seperti model identifikasinya maka dirinya akan meraih sukses yang sama sehingga memotivasi individu untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh model tersebut. c. Homogenitas Lingkungan Individu yang berada pada lingkungan yang homogen cenderung lebih mudah membentuk identitas dirinya dibandingkan dengan yang berada pada lingkungan heterogen. Individu yang berada pada lingkungan heterogen lebih lama menghadapi krisis karena terlalu banyak alternatif yang ada di hadapannya. d. Perkembangan Kognisi Menurut Papalia & Olds (2001), perkembangan kognisi masa remaja adalah bilamana individu mampu berpikir secara operasional formal dan lebih sistematis terhadap hal-hal yang abstrak. Dalam tahap ini pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut 10

11 pandang yang berbeda, individu cenderung lebih mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten. e. Sifat Individu Remaja memiliki sifat ingin tahu dan keinginan untuk eksplorasi yang besar dimana hal ini dapat membantu pencapaian identitas. f. Pengalaman Masa Kanak-kanak Individu yang di masa kanak-kanak telah berhasil menyelesaikan konflikkonfliknya cenderung lebih mudah menyelesaikan krisis dalam mencapai identitas diri. g. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja individu dapat menstimuli pembentukan identitas diri. Individu menjadi lebih matang dengan menghadapi permasalahan yang ada di lingkungan kerjanya sehingga individu mengetahui kelebihan atau kekurangan apa yang dimiliki untuk menghadapi permasalahan tersebut. h. Interaksi Sosial Weigert (1983) meyatakan bahwa individu akan mendapatkan identitas dirinya setelah melakukan interaksi dengan orang lain. Individu dapat mengatakan segala sesuatu tentang dirinya, lingkungan di sekitarnya akan membantu membentuk identitas dirinya. Individu harus berinteraksi jika ingin menjadi sesuatu. i. Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya merupakan kelompok acuan bagi seorang anak untuk mengidentifikasikan dirinya dan untuk mengikuti standar kelompok. Sejak seorang remaja menjadi bagian dari kelompok teman sebaya tersebut, identitas dirinya mulai terbentuk (Thornburg, 1982). Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Selanjutnya Conger dalam Shanti, 2007) mengatakan bahwa, teman-teman bagi remaja dapat menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya. Erikson (dalam Sprinthall & Collins, 1995) mengemukakan bahwa remaja menerima dukungan sosial dari kelompok teman sebaya. Pemberian dukungan sosial dan penyediaan tempat untuk melakukan segala uji coba membuat teman sebaya merupakan bagian yang penting dalam pembentukan identitas diri. Dukungan Sosial Pengertian Dukungan Sosial Sarafino (1994) menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu 11

12 percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu keluarga, rekan kerja dan teman dekat (Casel dalam Sheridan&Radmacher, 1992). Siegel (dalam Taylor, 1999) mengemukakan, dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain yang menunjukan bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. Hal senada dikemukakan oleh Thoits (dalam Rutter, 1993) yang menyatakan bahwa, dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar individu akan afeksi, persetujuan, kepemilikan dan keamanan didapat melalui interaksi dengan orang lain. Dari beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat melalui interaksi individu dengan orang lain sehingga individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan merupakan bagian dari kelompok sosial. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial House, dkk (dalam Sarafino, 1994) mengemukakan beberapa bentuk dukungan sosial, antara lain: a. Dukungan Emosional (Emotional Support) Dinyatakan dalam bentuk bantuan yang memberikan dorongan untuk memberikan kehangatan dan kasih sayang, memberikan perhatian, percaya terhadap individu serta pengungkapan simpati. b. Dukungan Penghargaan (Esteem Support) House (dalam Smet, 1994) menyatakan bahwa, dukungan penghargaan dapat diberikan melalui penghargaan atau penilaian yang positif kepada individu, dorongan maju dan semangat atau persetujuan mengenai ide atau pendapat individu serta melakukan perbandingan secara positif terhadap orang lain. c. Dukungan Instrumental (Tangible or Instrumental Support) Mencakup bantuan langsung, seperti memberikan pinjaman uang atau menolong dengan melakukan suatu pekerjaan guna menyelesaikan tugastugas individu. b. Dukungan Informasi (Informational Support) Memberikan informasi, nasehat, sugesti ataupun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang lain yang membutuhkan. c. Dukungan Jaringan Sosial (Network Support) Jenis dukungan ini diberikan dengan cara membuat kondisi agar seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok yang memiliki persamaan minat dan aktivitas sosial. Dukungan jaringan sosial juga disebut sebagai dukungan persahabatan (Companioship Support) yang merupakan suatu interaksi sosial yang positif dengan orang lain, yang memungkinkan individu dapat 12

13 menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial maupun hiburan. Komponen-komponen Dukungan Sosial Weiss (dalam Cutrona, 1994) mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial yang disebut sebagai The Social Provision Scale dimana masingmasing komponen da[at berdiri sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen tersebut antara lain: a. Instrumental Support 1) Reliable Alliance (Ketergantungan yang dapat diandalkan) Dalam dukungan sosial ini, individu mendapat jaminan bahwa ada individu lain yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan, bantuan tersebut sifatnya nyata dan langsung. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena individu menyadari ada individu lain yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila individu mengalami masalah dan kesulitan. 2) Guidance (Bimbingan) Dukungan sosial ini berupa nasehat, saran dan informasi yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dukungan ini juga dapat berupa feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu. b. Emotional Support 1) Reassurance of Worth (Pengakuanpositif) Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. 2) Emotional Attachment (Kedekatan emosional) Dukungan sosial ini berupa pengekspresian dari kasih sayang, cinta, perhatian dan kepercayaan yang diterima individu, yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. 3) Social Integration ( Integrasi sosial) Dukungan sosial ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan secara bersama-sama. Dukungan semacam ini memungkinkan individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok yang memiliki persamaan minat. 4) Opportunity to Provide Nurturance (Kesempatan untuk mengasuh) Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan oleh orang 13

14 lain. Dukungan sosial ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. hubungan interpersonal yang memuaskan. Pengalaman akan pertukaran secara timbal balik ini membuat individu lebih percaya bahwa orang lain akan menyediakan bantuan. Sumber Dukungan Sosial Goetlieb (1983) menyatakan ada dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu hubungan professional yakni bersumber dari orangorang yang ahli di bidangnya, seperti konselor, psikiater, psikolog, dokter maupun pengacara, serta hubungan non professional, yakni bersumber dari orang-orang terdekat seperti teman, keluarga maupun relasi. Faktor-faktor terbentuknya Dukungan Sosial Myers (dalam Hobfoll, 1986) mengemukakan bahwa sedikitnya ada tiga faktor penting yang mendorong seseorang untuk memberikan dukungan yang positif, diantaranya: a. Empati, yaitu turut merasakan kesusahan orang lain dengan tujuan mengantisipasi emosi dan memotivasi tingkah laku untuk mengurangi kesusahan dan meningkatkan kesejahteraan orang lain. b. Norma dan nilai sosial, yang berguna untuk membimbing individu untuk menjalankan kewajiban dalam kehidupan. c. Pertukaran sosial, yaitu hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta, pelayanan, informasi. Keseimbangan dalam pertukaran akan menghasilkan Dukungan Sosial Teman Sebaya Masa remaja merupakan masa penyesuaian yang lebih dikenal dengan masa strom and stress, masa penuh gejolak yang selalu ingin mencari identitas diri, ingin selalu merasa diakui dan dihargai oleh orang lain dalam kelompoknya (Yusnita, 2004). Selanjutnya Yusnita (2004) juga mengatakan bahwa, di masa pencarian identitas ini remaja seringkali dihadapkan pada berbagai masalah menyangkut pilihanpilihan penting yang akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang. Purnama (1998) membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa, di masa ini remaja akan menghadapi berbagai macam persoalan yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari orang-orang terdekatnya, dalam hal ini teman sebayanya. Erikson (dalam Sprinthall & Collins, 1995) mengemukakan bahwa remaja menerima dukungan sosial dari kelompok teman sebaya. Oleh karena itu, remaja berusaha menggabungkan diri dengan teman-teman sebayanya. Hal ini dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari kelompok teman sebayanya. Melalui berkumpul dengan teman sebaya yang memiliki 14

15 kesamaan dalam berbagai hal tertentu, remaja dapat mengubah kebiasan-kebiasan hidupnya dan dapat mencoba berbagai hal yang baru serta saling mendukung satu sama lain (Cairns & Neckerman, 1988). Hal senada dikemukakan oleh Tarakanita (2001) yang mengatakan bahwa, teman sebaya selain merupakan sumber referensi bagi remaja mengenai berbagai macam hal, juga dapat memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang baru melalui pemberian dorongan (dukungan sosial). Dukungan sosial yang bersumber dari teman sebaya dapat memberikan informasi terkait dengan hal apa yang harus dilakukan remaja dalam upaya membentuk identitas dirinya., selain itu dapat pula memberikan timbal balik atas apa yang remaja lakukan dalam dalam kelompok dan lingkungan sosialnya serta memberikan kesempatan bagi remaja untuk menguji coba berbagai macam peran dalam menyelesaikan krisis guna membentuk identitas diri yang optimal. Junir (dalam Cremers, 1989) menyatakan bahwa, identitas diri akan timbul setelah krisis diselesaikan dan diakhiri dengan baik. Oleh karena itu, terlihat jelas bahwa dukungan sosial dari teman sebaya dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan identitas diri pada remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Sullivan (dalam Manan, 1993) dan Johnson & Johnson (dalam Elleny, 2007) teman sebaya bagi remaja mempunyai arti psikologis yang penting, karena selain sebagai wadah diskusi teman sebaya juga dapat merupakan sumber dukungan sosial yang penting bagi proses pembentukan identitas diri remaja. Pernyataan ini juga dipertegas oleh Erikson (dalam Sprinthall & Collins, 1995) yang mengatakan bahwa, pemberian dukungan sosial dan penyediaan tempat untuk melakukan segala uji coba membuat teman sebaya merupakan bagian yang penting dalam pembentukan identitas diri remaja. Remaja Pengertian Remaja Menurut Papalia & Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Sprinthall & Collins (1995) memberikan definisi tentang remaja sebagai transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang terjadi secara bertahap, penuh dengan ketidakpastian dan berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Ali & Asrori (dalam Monks dkk, 2007) mengungkapkan bahwa Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak tetapi belum juga di terima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak- anak dan orang dewasa. Oleh karena itu remaja sering kali di kenal dengan fase mencari identitas diri atau fase topan dan badai. Remaja masih belum mampu 15

16 menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa secara bertahap, yang dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia awal dua puluhan tahun dan pada masa ini penuh dengan ketidakpastian yang berbeda antara individu satu dengan yang lainnya karena pada masa ini individu mulai mencari identitas dirinya. Ciri-ciri Remaja Beberapa ciri-ciri khusus remaja menurut Dwimukti (2007) adalah: a. Perubahan Peranan Perubahan dari masa anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak ia berperan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan bereaksi yang cenderung selalu bergantung dan dilindungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri. Akan tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya dalam hal tertentu. b. Daya Fantasi yang Berlebihan Keterbatasan kemampuan yang ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya. Hal ini mendorong remaja untuk berpikir secara egosentris. Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian sangat besar terhadap diri dan keunikan mereka (Santrock, 2003). c. Ikatan Kelompok yang Kuat (Konformitas) Konformitas muncul ketika individu meniru sikap orang lain dikarenakan adanya tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka (Santrock, 2003). Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat berbentuk positif seperti misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ikut bersama teman-temannya dalam suatu aktifitas sosial atau bahkan berbentuk negatif seperti misalnya perilaku merokok remaja dengan alasan agar mereka diakui di dalam kelompoknya (Camarena dkk dalam Santrock, 2003). d. Krisis Identitas Krisis identitas merujuk pada saat masa remaja ketika individu terlibat secara aktif dalam pemilihan alternatif pekerjaan atau kepercayaan (Erikson dalam Alfian & Suminar. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Marcia (dalam Alfian & Suminar, 2003) di dalam kriteria pencapaian identitas, diantaranya identity achievement yakni individu yang telah mengalami krisis pribadi tetapi telah diselesaikan menurut pola pikirnya sendiri dengan membuat komitmen pribadi, moratorium yakni terlihat pada individu 16

17 yang sedang berupaya aktif menemukan identitasnya namun belum membuat suatu komitmen atau paling tidak hanya membuat beberapa komitmen yang sifatnya sementara, foreclosure yakni individu yang belum mengalami krisis identitas tetapi sudah ada komitmen serta identity-diffussion yakni individu yang belum mengalami suatu krisis identitas dan belum pula ada suatu komitmen terhadap suatu bentuk kepecayaan. Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Identitas Diri Pada Remaja Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kegoncangan dan kebimbangan serta ketidakstabilan di dalam dirinya (Purnama, 1998). Pada masa ini remaja mengalami perubahan drastis, baik dalam fisik, psikis maupun sosial. Purnama (1998) juga mengatakan bahwa, di masa ini remaja akan menghadapi berbagai macam persoalan yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri tanpa adanya bimbingan dan dukungan dari orang-orang terdekatnya. Oleh karena itu, remaja berusaha menggabungkan diri dengan teman-teman sebayanya. Hal ini dilakukan remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari kelompok teman sebayanya sehingga akan tercipta rasa aman, terutama ketika remaja dihadapkan pada suatu masalah. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan identitas diri remaja. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama dengan orang lain yang bukan angota keluarganya (Mu'tadin, 2002). Hal tersebut senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Al-Mighwar (2006), bahwa kelompok teman sebaya memberikan dunia tempat remaja muda bisa melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku adalah nilai-nilai yang ditentukan oleh teman-teman seusianya. Keberadaan teman sebaya dalam kehidupan remaja merupakan keharusan, untuk itu seorang remaja harus mendapatkan penerimaan yang baik untuk memperoleh dukungan sosial dari kelompok teman sebayanya. Dukungan sosial yang didapatkan remaja dari teman sebayanya dapat dapat memberikan informasi terkait dengan hal apa yang harus dilakukan remaja dalam upaya membentuk identitas dirinya, selain itu dapat pula memberikan timbal balik atas apa yang remaja lakukan dalam dalam kelompok dan lingkungan sosialnya serta memberikan kesempatan bagi remaja untuk menguji coba berbagai macam peran dalam menyelesaikan krisis guna membentuk identitas diri yang optimal. Thoits (dalam Rutter, 1993) menyatakan bahwa, dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar individu akan afeksi, persetujuan, kepemilikan dan keamanan didapat melalui interaksi dengan orang lain. Menurut Weiss 17

18 (dalam Cutrona dkk, 1994), dukungan sosial memiliki berberapa komponen salah satunya adalah Reliable alliance (ketergantungan yang dapat diandalkan). Dalam dukungan sosial ini, individu mendapat jaminan bahwa ada individu lain yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan, bantuan tersebut sifatnya nyata dan langsung, misalnya ketika remaja sedang kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah yang rumit, maka remaja dapat bertanya pada temannya yang lebih mengerti dan temannya tersebut bersedia memberikan penjelasan mengenai materi pelajaran yang sulit tersebut. Sehingga remaja dapat menyelesaikan tugas sekolah yang rumit tersebut atas bantuan dari temannya. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh House, dkk (dalam Sarafino, 1994) dukungan sosial memiliki beberapa bentuk, salah satunya adalah dukungan emosional. Fungsi dari dukungan emosional adalah, misalnya ketika seorang teman sedang mengalami kesedihan, kita siap menjadi tempat untuk bisa menceritakan dan mengurangi kesedihannya tersebut dengan cara menghiburnya. Dengan begitu, teman yang mengalami kesedihan tersebut akan merasa bahwa jika remaja mengalami kesedihan, temannyalah yang dapat menghilangkan kesedihannya. Secara perlahan kondisi ini akan menimbulkan kedekatan interaksi yang akan menimbulkan saling percaya di antara remaja dan kelompoknya. Faktor-faktor terbentuknya dukungan sosial menurut Myers (dalam Hobfoll, 1986) adalah empati, norma & nilai sosial dan pertukaran sosial. Empati merupakan faktor utama dalam mempengaruhi pemberian dukungan sosial. Misalnya, ketika kita memiliki seorang teman yang baru saja ditinggal pergi oleh orang tuanya, ketika remaja bercerita dan mengeluh tentang kesedihan yang dirasakannya, kita seolaholah merasakan juga kesedihan yang teman kita rasakan. Hal tersebut dinamakan dengan empati, dimana kita dapat memberikan dukungan sosial agar kesedihan yang dirasakan tidak berlarut-larut. Dengan demikian terlihat jelas bahwa teman sebaya dapat memberikan dukungan sosial bagi diri remaja. Dukungan sosial teman sebaya merupakan ketersediaan teman sebaya sebagai sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat melalui interaksi remaja dengan teman sebaya sehingga remaja tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan merupakan bagian dari kelompok sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Achir (dalam Manan, 1993) bahwa, remaja seolah-olah mendapat kekuatan apabila remaja berada di dalam suatu kelompok seusianya karena memperoleh dukungan sosial dari teman sebayanya. Manan (1993) juga mengatakan bahwa, remaja akan merasa menjadi lebih berarti ketika remaja mendapatkan dukungan sosial dari teman-teman dalam kelompoknya. Manan (1993) melanjutkan bahwa, dengan dukungan yang remaja terima dari teman sebayanya, remaja akan merasa bahwa 18

19 keberadaan dan kemampuan dirinya diakui. Oleh karena itu, remaja menjadi tahu siapa dan apa dirinya melalui dukungan yang ia peroleh dari teman sebayanya, sehingga dukungan sosial yang diterima oleh remaja dari teman sebayanya itu akan membawa pengaruh pada pembentukan identitas dirinya. Pembentukan identitas diri merupakan tugas perkembangan utama individu ketika memasuki usia remaja. Zanden (1990) mengatakan bahwa identitas diri adalah kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada dirinya dengan tepat di dalam konteks kehidupan. Kesadaran manusia tersebut memiliki kesamaan dengan penilaian orang lain tentang siapa individu tersebut, dimana tempat individu tersebut saat ini dan disaat yang akan datang serta apa peran individu tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Josselson (dalam Desmita, 2005) proses pembentukan identitas dinamakan dengan individuasi, salah satu tahapannya yaitu differensiasi. Differensiasi yakni ketika remaja menyadari perbedaan secara psikologis dengan orang tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasehat-nasehat orang tuanya, sekalipun nilai-nilai dan nasehat tersebut masuk akal. Remaja meyakini kalau orang tua tidak dapat merasakan apa yang ia alami karena pemikiran orang tua yang berbeda dengan pemikiran mereka dikarenakan perbedaan usia dan pandangan. Remaja meyakini yang dapat melakukan hal itu adalah teman sebayanya karena mereka memiliki persamaan usia, cara berpikir dan pandangan yang sama dalam berbagai hal (Santrock, 2003). Rogow dkk (dalam Rice, 1996) mengungkapakan beberapa komponen yang mempengaruhi identitas diri remaja, salah satunya adalah sosial dan moral. Pada komponen sosial, untuk mencapai kedewasaan remaja melibatkan diri dalam suatu organisasi sosial. Di dalam organisasi sosial tersebut remaja bersama temantemannya dapat saling bertukar informasi, memberikan perhatian dan saling memberikan dukungan sosial satu sama lain. Komponen sosial ini juga terkait dengan dengan komponen social integration (integrasi sosial) dari dukungan sosial, yakni dengan adanya remaja dalam suatu organisasi sosial maka remaja akan memperoleh perasaan memiliki dan dimiliki dalam kelompok yang memiliki persamaan minat. Selanjutnya, pada komponen moral remaja mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara apa yang ditanamkan oleh orang tua mereka dengan kenyataan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu intensitas ketergantungan remaja dengan orang tua semakin berkurang dan remaja lebih mendekatkan diri dengan teman sebayanya. Bersama dengan teman sebayanya remaja menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai kegiatan dimana mereka dapat merasa lebih bebas, terbuka, bersemangat dan termotivasi. Komponen moral juga terkait dengan komponen guidance (bimbingan) dari 19

20 dukungan sosial, yakni dari kelompok teman sebaya, remaja dapat memperoleh nasehat, saran dan informasi yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan guna mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam upaya pembantukan identitas diri remaja. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) identitas melibatkan tujuh dimensi, salah satunya adalah adaptif, yakni sejauh mana keterampilan atau kemampuannya tersebut dapat diterima oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini terkait pula dengan komponen reassurance of worth (pengakuan positif), yaitu adanya pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat remaja merasa dirinya diterima dan dihargai, misalnya remaja yang memiliki prestasi yang baik di sekolah, maka teman-temannya memberikan pujian atas prestasi yang diperolehnya. Fuhrman (1990) mengatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi identitas diri remaja salah satunya adalah kelompok teman sebaya. Teman sebaya juga termasuk sumber dukungan sosial yang bersumber dari hubungan non professional (Goetlieb, 1983). Teman sebaya dianggap lebih mudah memberikan pengertian, penampungan dan dukungan bagi masalah-masalah pribadinya. Dari teman sebaya remaja sering merasa mendapat dukungan sosial karena perasaan senasib, oleh karena itulah pada umumnya teman sebaya mendapat perhatian dan prioritas utama lebih dari perhatian dan prioritas bagi keluarga (Achir dalam Manan, 1993). Melihat kondisi di atas, terlihat jelas bahwa dukungan sosial dari teman sebaya dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan identitas diri pada remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Sullivan (dalam Manan, 1993) dan Johnson & Johnson (dalam Elleny, 2007) teman sebaya bagi remaja mempunyai arti psikologis yang penting, karena selain sebagai wadah diskusi teman sebaya juga dapat merupakan sumber dukungan sosial yang penting bagi proses pembentukan identitas diri remaja. Pemberian dukungan sosial dan penyediaan tempat untuk melakukan segala uji coba membuat teman sebaya merupakan bagian yang penting dalam pembentukan identitas diri remaja. Keakraban dengan cara membagi pikiran dan perasaan dapat mempengaruhi identitas diri pada diri individu menjadi tahu siapa, apa dan dimana tempat dirinya (Erikson dalam Papalia & Olds, 1987). Hipotesis Berdasarkan beberapa uraian dari teori-teori di atas, maka hipotesis yang penulis ajukan adalah adanya hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di SMA Pusaka 1 Jakarta. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif berupa uji hubungan (korelasi). Untuk mengukur variabel dukungan sosial dan identitas diri digunakan kuesioner berbentuk skala Likert yang disusun berdasarkan masing-masing 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih suatu tindakan yang terbaik dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identitas Ego 2.1.1. Definisi Identitas Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian ini termaasuk dalam penelitian kuantitatif. Menurut Sarwono (006) metode penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sekolah merupakan salah satu badan pendidikan yang memiliki peran penting dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melalui tahap-tahap kehidupan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Salah satunya adalah tahap remaja yang memiliki pengaruh besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang sedang dalam proses pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut maupun akademi. Mahasiswa adalah generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengguna Narkoba 1. Pengertian Pengguna Narkoba Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data skala motivasi berprestasi dan skala peran jenis dilakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik ANOVA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia,

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia, BAB. II LANDASAN TEORITIS A. Mahasiswi Yang Menggunakan Jilbab Syar i 1.Pengertian Mahasiswa Pengertian mahasiswa menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identity di bidang akademik dalam pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 di Universitas X, Bandung. Metode yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima belas tahun sampai dengan dua puluh dua tahun. Pada masa tersebut, remaja akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Task Commitment 1. Definisi Task Commitment Task Commitment atau pengikatan diri terhadap tugas adalah kemauan yang berasal dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk tekun

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka 1. Dukungan Sosial Orang Tua a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua Dukungan sosial merupakan salah satu istilah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian merupakan isu psikososial yang muncul secara terus menerus dalam seluruh siklus kehidupan individu (Steinberg, 2002). Isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan yang cepat dan fundamental menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel terikat: Identitas Diri Remaja 2. Variabel bebas: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN CITRA TUBUH ( BODY IMAGE) SISWI USIA SEKOLAH DENGAN MENARCHE DI KECAMATAN SALE ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN CITRA TUBUH ( BODY IMAGE) SISWI USIA SEKOLAH DENGAN MENARCHE DI KECAMATAN SALE ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN CITRA TUBUH ( BODY IMAGE) SISWI USIA SEKOLAH DENGAN MENARCHE DI KECAMATAN SALE 1 Mellia Silvy Irdianty, 2 Rita Hadi W 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam perkembangan kehidupan individu. Masa remaja adalah masa peralihan dari anakanak ke dewasa. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian dilakukan di SMA Theresiana Salatiga yang terletak di jalan Kemiri Raya II Salatiga dengan akreditasi A. SMA Theresiana merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kerangka penelitian merupakan strategi yang mengatur latar (setting)

BAB III METODE PENELITIAN. Kerangka penelitian merupakan strategi yang mengatur latar (setting) BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian merupakan strategi yang mengatur latar (setting) penelitian agar peneliti memperoleh data yang tepat sesuai dengan karakteristik dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi PSIKOLOGI REMAJA Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi Masa yang paling indah adalah masa remaja. Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan setiap manusia dengan ciri khasnya masing-masing. Manusia tidak ada yang sama persis di dunia ini walaupun dengan saudara kembarnya sendiri.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 42 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Dari data yang telah terkumpul dilaksanakan uji asumsi. Tujuan uji asumsi tersebut adalah untuk mengetahui apakah data yang terkumpul memenuhi syarat untuk dianalisis

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Karir Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, pilihan yang realistik dan konsisten disebut kematangan karir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kelompok remaja merujuk pada kelompok individu yang berada dalam kisaran usia 12-21 tahun. Kata remaja berasal dari bahasa Latin yang berarti kematangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci