PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN"

Transkripsi

1 PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN (Studi Kasus pada BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung) NIA SURTIKANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa kajian pemberdayaan masyarakat Peningkatan Kapasitas Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dalam Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (Kasus pada BMT Nurul Ummah Kelurahan di Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir kajian ini. Bogor, 6 Maret 2008 Nia Surtikanti NRP. I

3 PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN (Studi Kasus pada BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung) NIA SURTIKANTI Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

4 ABSTRACT NIA SURTIKANTI. Increasing Baitul Maal wat Tamwil capacity to overcome poverty in the city (A case at BMT Nurul Ummah at Sekeloa Village Coblong District Bandung City). Under direction of Dra. WINATI WIGNA, MDS and DR. MARJUKI MSc. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) is the institution of public economy which has an Islamic characteristic. In its activities BMT has two main activities: economic activities and social activities. In economic activities, BMT gives loans to its customers, gives guidance to improve its customers, and gives efforts in business to customers. Meanwhile in social activities, BMT gives service to collect and distribute ZIS to and from public and its customers. The two activities are potential in overcoming poverty. In Bandung City, where the poor and informal sector business are high, BMT has not capable yet to run its activities (based on research). In Baituttamwil activities, BMT has not capable yet to increase capital, to increase customers business, to build network with other stakeholders and to get full efforts from its customers.. In Baitul Maal activities, BMT has not capable yet to become an institution that collect and distribute ZIS from and to its customers and its public. In its out put, BMT has not capable yet to reach its goal optimally; to make sure of resources and fund resources from public efficiently, and compared to the former year BMT has not showed yet as an independent institution to improve the welfare of its customers and the poors. The efforts to improve BMT capacity has been done together by the participation of customers, BMT staffs and other stakeholders from the local community, using the focus group discussion (FGD) technique. It is initiated by identification of the problems and potential that BMT has. The result of FGD techniques are: an agreement in solving and activities plan to improving BMT capacity, which cover: training for BMT staffs to improve their skill, performance and attitude. To improve the capability of BMT customers in increasing their business the BMT staffs come directly to their customers itself. To effort the operational activities of BMT, there is an agreement to create volunteers to help BMT runs it activities, both in Baituttamwil and Baitul Maal as well.

5 RINGKASAN NIA SURTIKANTI, Peningkatan Kapasitas Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dalam penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (Kasus pada BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung) Dibimbing oleh Dra.WINATI WIGNA, MDS dan DR.MARJUKI MSc. Kemiskinan di perkotaan adalah suatu fenomena sosial yang disebabkan karena ketidak berdayaan masyarakat di dalam mengakses sumberdaya lokal yang semakin lama semakin terbatas, keterbatasan sumberdaya lokal di perkotaan banyak disebabkan karena faktor urbanisasi. Dengan adanya ketidak berdayaan itulah perlu adanya suatu upaya peningkatan keberdayaan pada masyarakat agar masyarakat mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien sehingga mereka mampu mangatasi masalah kemiskinannya secara lebih mandiri. Pemberdayaan (empowerment) masyarakat merupakan strategi pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan rakyat (people centered development) yang arahnya menuju kemandirian masyarakat, upaya peningkatan keberdayaan masyarakat yang efektif adalah melalui kelembagaan masyarakat itu sendiri. Salah satu faktor penyebab munculnya masalah kemiskinan adalah karena masalah ekonomi, dengan demikian, kelembagaan masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi adalah kelembagaan ekonomi masyarakat. Salah satu kelembagaan ekonomi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT), BMT merupakan kelembagaan masyarakat yang memiliki dua lembaga yaitu lembaga ekonomi (Baituttamwil) dan lembaga sosial (Baitul Maal). Dalam lembaga ekonomi (Baituttamwil), BMT memberikan pelayanan simpanan dan bantuan pinjaman modal usaha kepada nasabah dengan sistem bagi hasil, memberikan pembinaan pengembangan usaha dan menyediakan sarana usaha produktif bagi nasabah. Sementara dalam kegiatan lembaga sosial (Baitul Maal), BMT melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran ZIS baik dari nasabah maupun dari masyarakat lainnya. Dana ZIS ini selain dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat miskin seperti kebutuhan pangan, biaya kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya, juga dapat dimanfaatkan untuk modal usaha produktif masyarakat miskin tersebut dengan tanpa jaminan atau persyaratan apapun serta tanpa bagi hasil. Di Kota Bandung terdapat 23 BMT, salah satunya adalah BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung. BMT Nurul Ummah saat ini masih cukup eksis walaupun memiliki berbagai permasalahan seperti: cukup tingginya tingkat kemacetan pengembalian pinjaman dari nasabah yang disebabkan karena usaha nasabah tersebut tidak berkembang serta terhenti dan adanya kondisi modal yang semakin berkurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pinjaman nasabah secara optimal.. Dengan kondisi demikian BMT Nurul Ummah saat ini sangat tergantung pada bantuan modal, baik pinjaman maupun hibah dari pihak luar. Faktor yang menyebabkan BMT Nurul Ummah mengalami hal ketergantungan pada modal usaha dari luar adalah karena BMT belum mampu memanfaatkan sumberdaya masyarakat secara optimal, sementara kalau dilihat

6 dari peta sosial masyarakatnya (social mapping), Kelurahan Sekeloa dimana lokasi kerja BMT berada memiliki banyak potensi yang dapat menunjang seperti: adanya fasilitas pendidikan yang menjadi sarana ekonomi bagi pelaku usaha sektor informal, lokasi Kelurahan Sekeloa yang strategis memberi kemudahan masyarakat untuk menjangkau sumber-sumber ekonomi lainnya, adanya kepatuhan masyarakat dalam menyalurkan ZIS nya, cukup tingginya kepedulian sosial para tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal terhadap masalah kemiskinan dan cukup tingginya kepatuhan masyarakat terhadap tokohtokoh masyarakat tersebut dapat menjadi modal sosial BMT dalam menjangkau sumberdaya dan sumberdana masyarakat. Kurangnya kemampuan BMT dalam memanfaatkan sumberdaya dan sumberdana masyarakat tersebut disebabkan karena kurangnya dukungan dan partisipasi aktif baik dari stakeholders terkait maupun dari nasabah. Penyebab tidak adanya partisipasi tersebut adalah kurangnya kemampuan pengurus dalam melakukan sosialisasi maupun pendekatan terhadap nasabah maupun stakeholders terkait. Selain belum mampunya BMT menyediakan modal usaha bagi nasabah secara optimal, belum mampunya BMT menjalin kerjasama dengan stakeholders dan nasabah, BMT juga belum mampu memfungsikan Baitul Maal sehingga sampai saat ini BMT belum dapat melakukan penghimpunan dan penyaluran ZIS nasabah maupun dari masyarakat lainnya melalui lembaga sosial tersebut. Dengan adanya masalah-masalah tersebut BMT belum mampu mencapai tujuannya dalam menanggulangi kemiskinan di Kelurahan Sekeloa. Adanya potensi yang dimiliki produk-produk BMT untuk menanggulangi kemiskinan di perkotaan, dan adanya fakta belum mampunya BMT menjadi sarana peningkatan keberdayaan nasabah dan masyarakat di lingkungan sosialnya, dengan demikian perlu adanya suatu upaya yang mengarah pada peningkatan kapasitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas BMT dilakukan secara partisipatif dengan nasabah, pengurus BMT dan stakeholders terkait dalam suatu forum diskusi kelompok terfokus (FGD) di mana dalam kegiatan diskusi terfokus tersebut berdasarkan masalah dan potensi yang dimiliki BMT, semua yang hadir diminta pendapat dan pandangannya tentang bagaimana upaya meningkatkan kapasitas BMT. Setelah diperoleh kesepakatan mengenai masalah BMT, alternatif pemecahan masalah yang disepakati bersama adalah meningkatkan kemampuan pengurus BMT, melakukan pemupukan modal dengan memanfaatkan sumberdaya masyarakat yang ada secara lebih optimal, meningkatkan kemampuan usaha nasabah, menjalin kerjasama dengan stakeholders terkait dan penggalian sumberdana masyarakat/nasabah untuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari dana ZIS. Setelah mendapat kesepakatan dari alternatif pemecahan masalah, secara partisipatif menyusun rencana program peningkatan kapasitas BMT dengan startegi yang disepakati yaitu penguatan kemampuan kelembagaan BMT yang meliputi kemampuan melakukan sosialisasi, kemampuan berinteraksi dengan masyarakat, kemampuan mengembangkan usaha nasabah dan kemampuan menghimpun dan menyalurkan ZIS. Sementara penguatan kemampuan pada usaha nasabah meliputi pelatihan peningkatan kemampuan pengembangan usaha nasabah dengan sistem jemput bola. Untuk meningkatkan kemandirian dan

7 keswadayaan lembaga dan pengembangan serta penguatan dana ZIS meliputi peningkatan pemupukan modal, peningkatan kerjasama dengan stakeholders terkait dan meningkatkan pemanfaatan sumberdaya masyarakat. Untuk membantu kegiatan BMT, disepakati untuk membentuk kader yang fungsinya dan tugasnya adalah membantu kegiatan BMT dan memfasilitasi hubungan BMT baik dengan nasabah maupun dengan stakeholders terkait dalam kegiatan Baituttamwil dan Baitul Maal. Untuk membentuk kader tersebut dilakukan bersama-sama dengan RT/RW setempat sifatnya tidak terikat, kompensasi bagi kader berdasarkan prosentasi pemasukan kader tersebut pada BMT dari nasabah baik peminjam maupun penabung. Manfaat dari kerjasama dengan kader tersebut bagi kelangsungan BMT adalah: terwujudnya kepedulian sosial dan partisipasi dari masyarakat/nasabah, terjalinnya koordinasi dengan unsur-unsur masyarakat dan stakeholders terkait baik formal maupun informal, meningkatnya pemupukan modal usaha BMT dan dapat termanfaatkannya sumberdana dan sumberdaya masyarakat secara lebih optimal. Implikasi kebijakan dari hasil kesepakatan rencana program tersebut adalah: melaksanakan pelatihan bagi pengurus yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan penguasaan (performance), keahlian (skill) dan sikap (attitude) yang diselenggarakan ABSINDO (Asosiasi BMT Seluruh Indonesia) yang bekerja sama dengan Dinas Koperasi meliputi: pelatihan teknik hubungan masyarakat (Human Relation Training), pelatihan teknik pemasaran (Marketing Training), pelatihan komunikasi masyarakat (Human Communication Training), pelatihan teknik dan administrasi pengelolaan ZIS dan pelatihan manajemen sumberdaya anusia (Human Resource Management). Membentuk kader BMT dan melakukan pelatihan pada kader tesebut, menjalin kerjasama dengan stakeholders komunitas lokal sebagai bentuk integrasi dari kelembagaan BMT. Untuk lebih mengarahkan kapasitas BMT kearah yang lebih makro, implikasi kebijakan ditujukan kepada stakeholders antar komunitas dengan tujuan agar dapat menjalin jejaring kolaboratif dalam suatu pertalian (linkage) seperti dengan Bank Syariah, Perguruan Tinggi, Pengusaha dan lembaga-lembaga sosial masyarakat, kerjasama dengan stakeholders tersebut sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sementara Pemerintah Kota Bandung memfasilitasi kerjasama tersebut dengan memberikan kebijakan-kebijakan pengintegrasian sehingga stakeholders yang melaksanakan kerjasama dengan BMT memperoleh legitimasi, hal ini memberi peluang bagi stakeholders untuk dapat menyalurkan aspirasinya dan bahkan dapat memberikan kontribusinya dalam kegiatan jejaring kolaboratif tersebut. Selain memberikan fasilitas, pemerintah Kota Bandung juga dapat mensinergikan kegiatan BMT dengan program-program penanggulangan kemiskinan yang sudah direncanakan. Selain itu fasilitasi juga dapat diberikan pemerintah pusat dalam hal pembiayaan pengelolaan dan pengembangan kelembagaan BMT yang bersumber dari bantuan-bantuan dunia dan lembaga-lembaga donor lainnya.

8 Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9 Judul Tesis : Peningkatan Kapasitas Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dalam Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (Studi Kasus pada BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung) Nama : Nia Surtikanti NRP : I Disetujui Komisi Pembimbing Dra. Winati Wigna, MDS Ketua Dr..Marjuki, MSc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir.Djuara P.Lubis, MS Prof.Dr.Ir.H.Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : 6 Maret 2008

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian dengan judul PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN. (Studi Kasus pada BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Winati Wigna MDS dan Bapak DR. Marjuki MSc. selaku pembimbing atas bimbingan dan perhatiannya yang tulus kepada penulis. Begitu juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.Fredian Tonny Nasdian MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan kajian. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nono Durachman beserta seluruh staf Kelurahan Sekeloa, Ibu Rita beserta staf BMT Nurul Ummah, Ibu Endah selaku pengurus ABSINDO Kota Bandung dan Bapak Kurnadi, SH. M.Si Ka sie Penataran dan Penyuluhan Dinas Koperasi Kota Bandung yang telah banyak memberikan masukan dan informasi selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku, adik-adikku, suamiku dan anak-anakku tercinta atas do a, dukungan dan kasih sayangnya. Kata terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan di STKS Bandung dan rekan-rekan MPM 2006 serta semua fihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas dukungan dan kebersamaannya. Semoga kajian ini bermanfaat Bogor, Maret 2008 Nia Surtikanti

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Agustus 1965 dari pasangan Bapak Hidayat Wangsadiredja dan Ibu Hj. Yenny Sofiah. Penulis merupakan putri pertama dari enam bersaudara. Masa pendidikan SD, SMP dan SMA dijalani di Bandung Jawa Barat. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi- Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN-RI) Bandung jurusan Manajemen Sumberdaya Manusia. Tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejak tahun 1985 penulis menjadi seorang pegawai negeri sipil pada instansi Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mana sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2005 penulis menjabat sebagai Penyuluh Keluarga Berencana (PKB). Tahun 2005 sampai sekarang penulis bertugas pada Pemerintah Kota Bandung di Kecamatan Coblong.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR..xii DAFTAR LAMPIRAN.xiii PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Perumusan Masalah Kajian.. 7 Tujuan Kajian... 7 Kegunaan Kajian.. 8 PENDEKATAN TEORITIS Teori dan Konsep. 9 Kemiskinan dan Penanggulangannya.. 9 Karakteristik Penduduk Perkotaan.. 11 Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Ekonomi Masyarakat.. 16 Peningkatan Kinerja Kelembagaan.. 21 Pengembangan Jejaring Sosial dalam Peningkatan Kapasitas Kelembagaan 23 BMT sebagai Contoh Kelembagaan Ekonomi Masyarakat. 24 Kerangka Pemikiran METODOLOGI Strategi Kajian 37 Lokasi dan Waktu Kajian Penentuan Kasus Kajian.. 38 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis data. 41 Pengolahan Data dan Analisis Data 43 Penyusunan Program.. 43 KEBERADAAN BMT NURUL UMMAH DALAM PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN SEKELOA Kondisi Geografis dan Administratif. 45 Kondisi Kependudukan dan Ekonomi 47 Karakteristik Masyarakat Perkotaan pada Penduduk. 50 Pelapisan Sosial dan Kepemimpinan Dalam Masyarakat.. 52 Kelembagaan dan Organisasi. 53 Kondisi Keagamaan 54 Masalah Sosial 55 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG Deskripsi kegiatan.. 59 Kegiatan Modal Bergulir PDM-DKE 59 Kegiatan P2KP 62

13 Kegiatan BMT Nurul Ummah Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Kegiatan Pengembangan Masyarakat 67 ANALISIS KAPASITAS DAN PENCAPAIAN KINERJA BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) NURUL UMMAH Kapasitas Keragaan BMT Kemampuan Nasabah 72 Kemampuan Kelembagaan 76 Kinerja BMT dalam Pengembangan Masyarakat. 86 Pencapaian Tujuan Pokok. 87 Efisisensi Pemanfaatan Sumberdaya. 88 Perkembangan Pencapaian Tujuan 90 Karakteristik Masyarakat Perkotaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Kelembagaan BMT Karakteristik Masyarakat Perkotaan yang Diadopsi Nasabah BMT Karakteristik Masyarakat Perkotaan yang Diadopsi Pengurus BMT.. 93 Analisis Kekuatan dan Kelemahan BMT. 95 PERENCANAAN PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN Identifikasi Potensi dan Permasalahan BMT 99 Penggalian Alternatif Pemecahan Masalah Meningkatkan Kemampuan Pengurus BMT. 103 Pemupukan Modal. 103 Meningkatkan Kemampuan Usaha Nasabah. 104 Menjalin Kerjasama dengan Stakeholders 105 Penggalian Sumberdana Masyarakat /Nasabah Untuk Penanggulangan Kemiskinan Rancangan Program Peningkatan Kapasitas BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung Proses Rancangan Program.112 Strategi 112 Penguatan Kemampuan Sumberdaya Manusia Pengurus BMT Nurul Ummah 113 Penguatan Kemampuan Usaha Nasabah.113 Peningkatan Kemandirian dan Kesawadayaan Lembaga 115 Program Aksi. 116 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan 123 Implikasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA 130 LAMPIRAN.. 132

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Langkah-Langkah kegiatan Kajian Peningkatan Kapasitas Baitul Maal Wat Tamwil dalam Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan Studi Kasus di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota bandung Tahun Jumlah Penduduk Kelurahan Sekeloa Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun Mata Pencaharian Pokok Kepala Keluarga pada Penduduk di Kelurahan Sekeloa Tahun Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan Sekeloa Tahun Pencapaian Tujuan Pokok 87 6 Perbandingan Hasil yang Dicapai BMT Tahun Analisis Kekuatan dan Kelemahan BMT Nurul Ummah 98 8 Alternatif Upaya Pemecahan Masalah Hasil Diskusi kegiatan FGD Rencana Program Peningkatan Kapasitas BMT Nurul Ummah. 118

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema Kerangka Pemikiran Kajian Piramida Penduduk Kelurahan Sekeloa Tahun

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Kelurahan Sekeloa Panduan Pertanyaan Dokumentasi Kegiatan. 140

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya, dengan demikian pembangunan yang mencakup aspek multidimensional tidak hanya aspek ekonomi namun juga politik, sosial dan budaya. Setiap sektor dan pelaku pembangunan harus merefleksikan esensi dari pembangunan itu sendiri. Artinya di dalam suatu pembangunan individu, kelompok maupun sektor, ruang manifestasi sosial harus tetap tersedia di samping ruang ekonomi, inilah penjabaran dari makna multidimensional. Perlu disadari juga bahwa fungsi sosial dan ekonomi adalah dwitunggal yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait satu dengan yang lain. Penanggulangan kemiskinan yang tidak memisahkan antara fungsi ekonomi dan sosial adalah pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan keuangan mikro. Pemberdayaan (empowerment) masyarakat merupakan strategi pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan rakyat (people centered development), yang arahnya menuju pada kemandirian masyarakat. Hal ini relevan dengan kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial. (Sumardjo dan Saharudin, 2006). Program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat (Community Development Approach) saat ini menjadi harapan besar mengingat kunci pengentasan kemiskinan pada hakekatnya terletak pada kekuatan masyarakat sendiri. Untuk itu diperlukan upaya memberi daya kepada masyarakat atau dengan kata lain memberdayakan masyarakat. Upaya memberi daya tersebut tidak hanya selalu diartikan sebagai bantuan finansial, tetapi pemberdayaan dalam tataran praktis memerlukan tindakan kongkrit yang dapat meningkatkan keswadayaan masyarakat baik dari segi kemampuan (capacity) ataupun keterampilan (skill) yang disebut dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini menjadi faktor penting dalam suatu program penanggulangan kemiskinan baik di perkotaan ataupun di pedesaan. Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development) berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat kembali sub ordinasi mereka melalui organisasi-organisasi lokal secara bottom up.

18 Dalam kaitan ini organisasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang berawal dari pemenuhan kebutuhan praktis masyarakat yang kongkret. Salah satu organisasi dalam pengembangan keuangan mikro adalah lembaga ekonomi masyarakat. Lembaga ekonomi masyarakat itu sendiri mengandung makna ikatan sosial yang dibangun berdasarkan jejaring sosial (social networking) sebagai nilai tambah dari modal sosial (social capital) dengan satu fokus interaksi pada pengembangan masyarakat. Pembangunan dalam pemberdayaan masyarakat secara sosiologis menekankan pada pembangunan berbasis lokal yang di dalamnya terdapat ikatan sosial yang digunakan untuk berinteraksi antar kelompok, organisasi, instansi, komunitas dan lokalitas dengan melintasi beragam ras (Nasdian, 2004) Dengan demikian strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan lembaga ekonomi masyarakat untuk mengembangkan keuangan mikro merupakan upaya efektif dalam penanggulangan kemiskinan, tetapi konteks masyarakat itu sendiri dalam strategi pemberdayaan masyarakat memiliki karakteristik tersendiri yang di dasarkan pada lokalitas (locality). Hal ini dimaksudkan bahwa strategi pemberdayaan masyarakat pada satu lokalitas akan berbeda dengan pemberdayaan masyarakat pada lokalitas lainnya, seperti misalnya strategi pemberdayaan pada masyarakat pedesaan yang homogen akan berbeda dengan strategi pemberdayaan masyarakat pada masyarakat perkotaan yang heterogen. Heterogenitas pada masyarakat perkotaan berakibat pada munculnya gejala depersonalisasi yaitu lunturnya kepribadian, ia menjadi penting secara individual saja. Gejala ini dalam proses selanjutnya akan menuju kepada impersonalitas dari masyarakat modern. Gejala impersonalitas seperti yang dilukiskan oleh George Simmel dalam Daldjoeni (1985) bahwa orang kota sebagai yang cenderung mencari privacy, berhubungan dengan orang-orang lain hanya dalam peranan-peranan khusus saja dan menilai segalanya dengan standar uang. Heterogenitas masyarakat perkotaan diakibatkan oleh faktor urbanisasi, urbanisasi menciptakan karakteristik khas di perkotaan yang disebut dengan karakteristik masyarakat kota. Karakteristik masyarakat perkotaan inilah yang diduga sering menjadi penyebab rendahnya kapasitas lembaga ekonomi masyarakat di perkotaan.

19 Seperti halnya yang terjadi pada lembaga ekonomi masyarakat yang berada di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung yang memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa dan jumlah penduduk miskin sebanyak 743 KK, sekitar kurang lebih 60 % penduduknya adalah pendatang. Berdasarkan hasil observasi singkat terhadap Pengembangan Masyarakat (PL.2 MPM, tahun 2007) diketahui bahwa di Kelurahan Sekeloa terdapat beberapa lembaga ekonomi masyarakat meliputi BMT (Baitul Maal wat Tamwil) yang dibentuk berdasarkan aspirasi warga masyarakat, kondisinya saat ini kurang berkembang dan lembaga ekonomi masyarakat yang dibentuk pemerintah dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan di perkotaan seperti PDM-DKE dan P2KP, bantuan modal bergulir dengan jumlah yang besar pada program PDM-DKE dan P2KP tetapi hasilnya tetap sama pada saat ini juga kurang berkembang malah cenderung sudah tidak aktif lagi. Masalah yang terjadi dalam lembaga-lembaga ekonomi masyarakat tersebut pada umumnya adalah sama yaitu tingginya kemacetan pengembalian pinjaman dari anggota, kurangnya partisipasi anggota terhadap kelangsungan lembaga dan kurangnya dukungan stakeholders. Faktor penyebabnya adalah kurangnya kapasitas (kemampuan) kelembagaan ekonomi masyarakat tersebut dalam meningkatkan keberdayaan anggota, dalam melibatkan peran aktif anggota dan dalam menjalin kerjasama dengan stakeholders sehingga tujuan dibentuknya lembaga ekonomi masyarakat tersebut dalam menanggulangi masalah kemiskinan tidak tercapai. Hal ini dibuktikan dengan masih cukup tingginya jumlah masyarakat miskin di Kelurahan Sekeloa. Dengan adanya permasalahan tersebut, hal menarik yang ingin dikaji adalah bagaimana meningkatkan kapasitas (kemampuan) lembaga ekonomi masyarakat dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan di perkotaan. Untuk itu penulis melakukan sebuah kajian pada salah satu lembaga ekonomi masyarakat yang berada di Kelurahan Sekeloa yaitu pada lembaga keuangan masyarakat BMT Nurul Ummah. Hal yang menarik dari BMT ini adalah: (1) Muncul dari aspirasi anggota masyarakat karena dibentuk atas usulan anggota masyarakat (2) Kegiatannya berdasarkan syariah Islam dan ini sesuai dengan kondisi masyarakat yang

20 sebagian besar beragama Islam, (3) Dalam hal keorganisasian, pengurus BMT sudah terdidik untuk pengelolaan manajemennya, (4) Selain memiliki kegiatan menghimpun dana simpanan/tabungan anggota dan pembiayaan kredit modal usaha bagi pengembangan usaha mikro masyarakat, BMT juga memiliki produk menghimpun dan menyalurkan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS), (5) Dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan LSM (PINBUK dan ICMI) dalam pembentukan BMT, ini menunjukkan sudah adanya jejaring (networking) di tingkat pemerintah. Dalam kegiatannya sebagai lembaga ekonomi masyarakat, BMT memiliki dua kegiatan utama yang bertujuan untuk mensejahterakan nasabah pelaku usaha sektor informal melalui pembiayaan kredit modal usaha (Baituttamwil) dan dari penghimpunan zakat, infaq, shadaqah (Baitul Maal) bagi nasabah yang mengalami masalah ekonomi. Modal usaha BMT bersumber dari pinjaman dan simpanan nasabah untuk kegiatan komersil (Baituttamwil) dan dari penghimpunan ZIS untuk kegiatan sosial (Baitul Maal). Dana ZIS yang dapat dihimpun Baitul Maal merupakan sumber dana yang potensial untuk menanggulangi masalah kemiskinan mengingat sebagian besar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap Agama Islam di mana membayar ZIS merupakan bagian dari kewajiban dalam Agama Islam seperti yang disabdakan Rasululloh saw dalam Al Qur an (HR.Imam Bazzar) dalam Ilmi (2002) bahwa Sesungguhnya kesempurnaan Islam kalian adalah bila kalian menunaikan zakat bagi harta kalian. Hal ini di dasari oleh ayat yang tercantum dalam surat adz- Dzaariyaat ayat: 19 Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (tidak meminta). Masyarakat di Kelurahan Sekeloa sebagian besar adalah pelaku usaha sektor informal. Hal ini didukung oleh kondisi wilayah yang termasuk padat, dekat dengan pusat keramaian dan aktivitas masyarakat kota lainnya seperti adanya aktivitas pusat pendidikan, adanya aktivitas perkantoran dan lain sebagainya. Namun keterbatasan modal sering menjadi kendala dalam mengembangkan usaha, sementara untuk meminjam modal usaha pada perbankan konvensional prosedur dan jaminan yang disyaratkan sering menjadi sesuatu yang sulit untuk dipenuhi.

21 Dengan adanya kesulitan mereka dalam mengakses perbankan konvensional tidak sedikit pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Sekeloa yang meminjam uang untuk modal kepada para rentenir, akibatnya tidak sedikit pelaku usaha sektor informal tersebut dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti saat ini menjadi sangat rawan untuk jatuh miskin karena mereka semakin terjerat oleh bunga rentenir. Pelaku usaha sektor informal pada umumnya di perkotaan, dengan keterbatasan modal usaha, tingginya tingkat persaingan dan tingginya biaya hidup menyebabkan mereka sangat menghargai waktu. Buat mereka waktu adalah uang itulah sebabnya para rentenir sangat mudah masuk dalam kehidupan mereka, karena selain tidak membutuhkan prosedur dan jaminan para rentenir akan bersedia mengunjungi mereka setiap hari untuk mengambil pengembalian pinjaman mereka. Dengan demikian para pelaku usaha sektor informal tersebut tidak perlu meninggalkan usahanya untuk mengembalikan pinjaman. BMT Nurul Ummah yang berlokasi di Kelurahan Sekeloa, tujuan awal didirikannya adalah untuk melepaskan para pelaku usaha sektor informal dari para rentenir. Untuk memberikan kemudahan bagi nasabah, BMT mempraktekkan apa yang selama ini dilakukan oleh para rentenir dalam memberikan pinjaman kepada pelaku usaha sektor informal tetapi dalam koridor sebagai lembaga keuangan masyarakat. Kemudahan tersebut adalah dalam hal prosedur, calon nasabah hanya diminta KTP setempat dan Kartu Keluarga sementara jaminannya hanya usaha yang sedang berjalan. Untuk kemudahan pengembalian pinjaman, BMT memberikan pelayanan jemput bola. Pelayanan jemput bola dilakukan setiap hari oleh petugas lapangan BMT langsung ke tempat usaha nasabah, pelayanan ini juga dilakukan pada nasabah yang menabung. Selain memberikan pelayanan jemput bola, kegiatan transaksi pinjaman dengan nasabah juga dapat dilakukan di lokasi usaha nasabah sehingga nasabah tidak perlu menyediakan waktu khusus untuk kegiatan pinjaman maupun untuk kegiatan pengembalian pinjaman. Adanya kondisi ketidak stabilan perekonomian negara seperti saat ini, menimbulkan kerentanan bagi pelaku usaha sektor informal yang memiliki modal kecil. Hal ini berdampak pada ancaman semakin bertambahnya jumlah penduduk

22 miskin. Sementara pada kegiatan Baitul Maal, BMT selain memberikan bantuan yang bersifat konsumsi seperti pemberian sembako, bantuan kesehatan dan pendidikan, juga memberikan bantuan kredit modal usaha produktif dengan tanpa jaminan dan bagi hasil serta persyaratan apapun pada nasabah atau masyarakat miskin. Keberadaan BMT dapat dijadikan sarana untuk menekan semakin bertambahnya jumlah penduduk miskin tersebut dengan fungsinya sebagai lembaga ekonomi dan sosial masyarakat, tetapi dengan kondisinya saat ini BMT Nurul Ummah belum mampu secara maksimal dalam membantu modal usaha nasabah pelaku usaha sektor informal tersebut. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan modal yang diakibatkan oleh banyaknya nasabah yang tidak lancar atau sama sekali tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Faktor penyebab ketidak lancaran tersebut adalah adanya kemunduran atau kebangkrutan usaha pada nasabah tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan dalam kegiatan evaluasi pengembangan masyarakat (PL-2), diketahui bahwa sampai saat ini BMT Nurul Ummah belum melaksanakan kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas usaha nasabah. Selain itu BMT Nurul Ummah juga belum memfungsikan Baitul Maal di mana dana ZIS masyarakat atau nasabah yang dapat dihimpun Baitul Maal sangat berpotensi untuk menanggulangi kemiskinan pada nasabah/masyarakat miskin lainnya. Dalam sebuah kelembagaan masyarakat, stakeholders memiliki peranan yang penting untuk menunjang keberhasilan terutama dalam perannya sebagai penggerak masyarakat. BMT Nurul Ummah dalam hal ini belum melibatkan para stakeholders tersebut, baik dalam kegiatan sosialisasi ataupun dalam kegiatan teknis. Dampak dari belum dilibatkannya para stakeholders tersebut adalah kurangnya dukungan dari para stakeholders baik teknis maupun operasional. Dari semua permasalahan tersebut berpengaruh pada rendahnya kapasitas BMT Nurul Ummah dalam menanggulangi kemiskinan di Kelurahan Sekeloa Dengan adanya permasalahan yang berkaitan dengan kelemahan-kelemahan BMT tersebut di atas, hal yang ingin diketahui dalam kajian ini adalah bagaimana meningkatkan kapasitas BMT yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan di perkotaan?

23 Perumusan Masalah Kajian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas untuk mengkaji bagaimana upaya untuk meningkatkan kapasitas BMT Nurul Ummah dan faktorfaktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dari rendahnya kapasitas BMT Nurul Ummah tersebut perlu dibuat suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keragaan (performance) kelembagaan BMT Nurul Ummah? 2. Sejauhmana kinerja lembaga BMT Nurul Ummah yang telah dicapai selama ini dalam mencapai tujuannya untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Kelurahan Sekeloa? 3. Karakteristik masyarakat perkotaan yang bagaimana yang diduga berpengaruh kepada kurang berkembangnya BMT Nurul Ummah? 4. Bagaimanakah strategi program pengembangan masyarakat yang perlu dibuat agar kapasitas BMT Nurul Ummah meningkat dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Sekeloa? Secara keseluruhan kajian ini mencari strategi untuk mengembangkan kapasitas BMT sebagai lembaga keuangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Tujuan Kajian Dari rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam rencana kajian ini adalah : 1. Mengetahui kapasitas keragaan (performance) kelembagaan BMT Nurul Ummah 2. Mengetahui kinerja lembaga BMT Nurul Ummah yang telah dicapai dalam menanggulangi kemiskinan di Kelurahan Sekeloa? 3. Mengetahui karakteristik masyarakat perkotaan yang berpengaruh kepada kurang berkembangnya BMT Nurul Ummah 4. Terumuskannya strategi program untuk meningkatkan kapasitas BMT Nurul Ummah dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Sekeloa

24 Kegunaan Kajian Secara internal kajian ini menambah wawasan dan pengetahuan pengkaji mengenai pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat. Selain itu dengan ikut terlibatnya pengkaji dalam kegiatan pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan di daerah kajian, menambah pengalaman bagaimana melaksanakan kegiatan identifikasi masalah, menggali kebutuhan masyarakat dan melaksanakan kegiatan pemecahan masalah secara partisipatif dengan masyarakat dalam suatu kegiatan pengembangan masyarakat. Secara eksternal diharapkan kajian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi upaya peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat yang berbasis komunitas khususnya bagi BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung. Di samping dapat menjadi informasi bagi masyarakat secara luas yang terlibat dalam program pengembangan masyarakat.

25 PENDEKATAN TEORITIS Teori dan Konsep Kemiskinan dan Penanggulangannya Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan di perkotaan ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, kemudian meningkat menjadi ketimpangan yang memunculkan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan sosial Pada akhirnya ketidaksamaan ini menciptakan kesenjangan ekonomi di masyarakat. Friedman dalam Suharto (2006) mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, meliputi : 1. Modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan); 2. Sumber keuangan (pekerjaan, kredit); 3. Organisasi sosial dan politik yang dapat di gunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial); 4. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa ; 5. Pengetahuan dan keterampilan; dan 6. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi, sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi (Kartasasmita, 1996). Kemiskinan bukan hanya suatu ketidak mampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi suatu kehidupan yang layak, tetapi juga berkaitan erat dengan keadaan sistem kelembagaan yang tidak mampu memberikan kesempatan yang adil bagi anggota masyarakat untuk memanfaatkan, memperoleh manfaat dari sumber yang tersedia (Jamasy, 2004). Kemiskinan juga merupakan persoalan multidimensi yang mencakup politik sosial, ekonomi maupun aset. Dimensi politik mewujud pada titik dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan kaum miskin. Dimensi sosial dalam bentuk tidak terintegrasinya masyarakat miskin dalam institusi sosial yang ada. Sementara dimensi ekonomi tampil dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup

26 sampai batas yang layak dan dimensi aset yang ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin keberbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset, kualitas sumberdaya manusia, dan sebagainya (Kusuma,2002). Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997 telah menyebabkan semakin terus meningkatnya jumlah penduduk miskin. Hal ini disebabkan terus melambungnya harga kebutuhan pokok ditunjang dengan adanya kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat seperti kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan harga BBM. Dampak dari kebijakan pemerintah ini semakin menekan kehidupan rakyat, harga kebutuhan pokok semakin sulit terjangkau pengangguran terus meningkat yang disebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan semakin sulitnya mendapatkan peluang kerja. Di Jawa Barat jumlah pengangguran terus meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 jumlah pengangguran meningkat 66,94 % ( jiwa) dari jumlah pengangguran pada tahun 2003 yang berjumlah jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa imbas dari krisis ekonomi dan kebijakan pemerintah tersebut sangat besar pengaruhnya pada kehidupan rakyat terutama pada masyarakat di perkotaan. Di perkotaan krisis ekonomi ini memberi pengaruh terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama seperti konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran. Studi yang dilakukan oleh Jellinek dan Rustanto (1999) tentang kondisi masyarakat miskin perkotaan selama krisis ekonomi menemukan bahwa peningkatan ketidak pastian dalam masyarakat miskin yang disebabkan oleh kehilangan pekerjaan, penurunan upah, peningkatan kriminalitas, konflik sosial, penurunan aksesibilitas terhadap infrastruktur sosial dan ekonomi serta ketidak pastian pelaksanaan tanggungjawab, dan partisipasi sosial dari warga masyarakat. Untuk mengurangi dan menekan semakin bertambahnya jumlah masyarakat miskin dalam Instruksi Presiden No.5 Tahun 1993 tentang Penanggulangan Kemiskinan, Pemerintah telah menurunkan kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan yang berkaitan dengan: 1. Peningkatan akses fakir miskin terhadap sumberdaya sosial ekonomi,

27 2. Peningkatan prakarsa dan peran aktif warga masyarakat dalam pemberdayaan fakir miskin, 3. Perlindungan hak-hak dasar fakir miskin, dan 4. Peningkatan kualitas manajemen pemberdayaan fakir miskin. Karakteristik Penduduk Perkotaan Kota merupakan wilayah yang berisi orang-orang dengan aneka latar belakang dan mata pencaharian, (Daldjoeni, 1998). Selanjutnya Wirth dalam Daldjoeni (1998) merumuskan kota sebagai pemukiman yang relatif besar padat dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya. Bintaro (1983) mendefinisikan bahwa kota itu suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistis. Kepadatan penduduk di perkotaan dipengaruhi selain karena pertumbuhan alami (natural increase) juga dipengaruhi oleh mobilitas (gerak) penduduk. Dalam UU No. 10 Tahun 1992 dinyatakan bahwa mobilitas penduduk adalah gerak keruangan penduduk dengan melewati batas administrasi. Ada dua faktor penentu dalam menggolongkan gerak penduduk, faktor pertama adalah jarak minimal tertentu biasanya dipakai unit wilayah, faktor kedua adalah waktu. Berkenaan dengan faktor waktu secara umum dapat dibedakan dalam gerak penduduk permanen (permanent movement) dan gerak penduduk non permanen (temporary movement). Dimensi permanen dari gerak penduduk disebut dengan migrasi. Migrasi merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi perkembangan penduduk suatu wilayah (daerah), sebab terjadinya migrasi adalah karena adanya faktor-faktor pendorong di daerah asal dan faktor-faktor penarik di daerah tujuan. Seperti yang diungkapkan P.Todaro dan Stilkind yang disunting Manning dan Noer Effendi (1983) bahwa migrasi yang pesat berlangsung terus karena tingkat pertumbuhan penduduk di daerah pedesaan tetap tinggi, kemiskinan di desa semakin meningkat, dan upah serta pendapatan di kota tetap lebih tinggi dibanding dengan keadaan di pasar bebas. Pendapat ini didukung oleh Suharso (1978) yang mengungkapkan bahwa sebagian besar migran yang meninggalkan desa umumnya tidak memiliki tanah dan pekerjaan yang tetap,

28 mereka terpaksa pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan. Umumnya para migran dari desa beranggapan bahwa di kota mudah mendapatkan pekerjaan. Pada era krisis ekonomi banyak penduduk desa pindah ke kota untuk mencari pekerjaan yang dapat memperbaiki kehidupan mereka, seperti yang di kutip Hugo (1992) dalam Rusli dkk. (2006) bahwa arus gerak penduduk dari desa ke kota, meningkat dengan pesat pada dua dekade terakhir. Kondisi ini menyebabkan semakin tingginya jumlah penduduk perkotaan yang disebabkan arus urbanisasi. Urbanisasi berdampak pada bertambahnya permasalahanpermasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan di perkotaan. Dengan semakin banyaknya penduduk perkotaan, fasilitas umum yang melayani masyarakat menjadi sangat terbatas dan dapat mengakibatkan turunnya fasilitas pelayanan masyarakat dari pemerintah, selain itu tingginya jumlah penduduk juga berimplikasi pada meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejateraan sosial (PMKS), misalnya jumlah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungan tidak layak huni, jumlah fakir miskin/ keluarga miskin, wanita rawan sosial ekonomi, tunasusila, anak terlantar, gelandangan dan pengemis. Kelebihan penduduk di manapun akan berarti tidak cukup bagi sebagian terbesar penduduk untuk hidup secara layak. (Singarimbun & Penny, 1976) Batasan dari urbanisasi menurut Suharso (1978) yaitu bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang disebabkan antara lain oleh proses perpindahan penduduk dari desa ke kota dan atau dari perluasan daerah kota. Urbanisasi menciptakan karakteristik khas di perkotaan yang disebut dengan karakteristik masyarakat kota. Menurut Louis Wirth dalam Daldjoeni (1985) kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya dan sifat heterogenitas masyarakatnya. Gaya hidup khas kekotaan disebut urbanism, dan ini ditentukan oleh ciri-ciri spatial, sekularisasi, asosiasi sukarela, peranan sosial yang terpisah dan norma-norma yang serba kabur. L. Wirth (1938) dalam Rahardjo (1999), mengemukakan teori tentang adanya suatu cara hidup kota (urban way of life) dengan ciri-ciri tertentu di pengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: 1. Jumlah, yakni jumlah penduduk yang besar, faktor ini berkaitan dengan orang atau penduduk.

29 2. Kepadatan penduduk yang tinggi. 3. Heterogenitas atau kemajemukan penduduknya, yakni berkaitan dengan adanya berbagai suku, bahasa atau dialek, agama atau bahkan juga bangsa Soekanto (1990) mengemukakan ciri-ciri menonjol yang hampir sama dari masyarakat (komunitas) kota, yaitu kehidupan keagamaan kurang, orang kota umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, pembagian kerja diantara warga kota lebih tegas dan memiliki batas-batas nyata, peluang kerja lebih banyak, jalan fikiran lebih rasional, faktor waktu dinilai penting oleh komunitas kota dan perubahan sosial tampak nyata. Selain itu karakteristik masyarakat kota yang menonjol yaitu dalam sikap kehidupan yang cenderung pada individualisme/egoisme, dalam tingkah laku bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis, dalam perwatakan cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoisme dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi yang mana menimbulkan efek-efek negatif yang berbentuk tindakan a moral, indisipliner dan kurang memperhatikan tanggung jawab sosial, mengabaikan faktor-faktor sosial dalam lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal tersebut disebabkan masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi yang menuntut biaya hidup lebih banyak sebagai alat pemuas kebutuhan yang tidak terbatas oleh karenanya orang berlomba-lomba mencari usaha/kesibukan, mencari nafkah demi kelangsungan hidup pribadi/keluarganya. (Mansyur,1977). Ciri (negatif) yang mewarnai cara hidup kota adalah : 1. Kehilangan hubungan primer (hubungan interaksi di antara orang-orang yang saling mengenal). Hubungan antar orang di kota lebih bersifat rasional, berdasarkan kepentingan pribadi. Individu tidak memiliki komitmen sosial. 2. Kurangnya kontrol sosial, hal ini terjadi disebabkan orang tidak perduli terhadap orang lain. Kontrol masyarakat terhadap individu dalam kehidupan kota sangat lemah. 3. Dalam masyarakat kota, individu memandang yang lain secara instrumental. Individu berhubungan dengan orang lain karena ingin memanfaatkan hubungan

30 tersebut. Mereka tidak mau diperalat, tetapi bersedia menjadi alat orang lain dengan imbalan manfaat tertentu. 4. Adanya pembagian kerja yang luas dikalangan masyarakat, mereka membuat pembagian kerja dalam suatu proses produksi dan sosial. Prinsip pembagian kerja ini di dasarkan pada solidaritas organik, di mana orang menyadari kedudukan dan fungsinya sendiri untuk mencapai tujuan bersama. Koperasi merupakan solidaritas mekanik yaitu solidaritas yang di dasarkan pada kepercayaan bersama dan konsensus yang bersumber pada kesadaran kolektif. Di perkotaan koperasi sulit berkembang karena masih di dasarkan atau berasumsi pada solidaritas mekanik. Selain ciri-ciri negatif, masyarakat kota memiliki ciri positif yang dapat menunjang pembangunan di perkotaan, ciri positif orang perkotaan meliputi : 1. Memiliki kekuatan kompetisi atau persaingan untuk mengakses sumber daya yang terbatas 2. Sangat menghargai waktu, tenaga manusia sangat dibutuhkan karena kota sebagai pusat industri perdagangan yang berperan dalam kegiatan sekunder dan tersier (Rahardjo, 1999) Karakteristik masyarakat perkotaan tersebut diduga berpengaruh pada lemahnya modal sosial (social capital) masyarakat di perkotaan. Modal sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masarakat modern. Modal sosial sebagai sine qua non bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi. Di dalamnya merupakan komponen kultural bagi kehidupan masyarakat modern. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. (Fukuyama, 1999 dalam Hasbullah 2006). Lemahnya modal sosial ini juga yang diduga menyebabkan kapasitas lembaga ekonomi masyarakat di perkotaan sulit untuk meningkat/ berkembang. Modal Sosial (Social Capital) diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas, ide, kesalingpercayaan dan

31 kesalingmenguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Unsur-unsur yang menguatkan modal sosial meliputi : 1. Partisipasi : Pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan dan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas. Pada tipologi ini akan lebih banyak menghadirkan dampak positif baik bagi kemajuan kelompok maupun kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas. 2. Resiprocity : Pada masyarakat dan pada kelompok yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Ini akan terefleksikan dengan tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan. 3. Trust : Suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubunganhubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak, yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. 4. Norma Sosial : Sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan masyarakat. Jika di dalam suatu komunitas, asosiasi, kelompok atau group, norma tersebut tumbuh, dipertahankan dan kuat akan memperkuat masyarakat itu sendiri (Hasbullah, 2006). Norma yang terbentuk dari berulangnya pola pergaulan keseharian akan menciptakan aturan-aturan tersendiri dalam suatu masyarakat. Aturan yang terbentuk tersebut kemudian akan menjadi dasar yang kuat dalam setiap proses transaksi sosial, dan akan sangat membantu menjadikan berbagai urusan sosial lebih efisien. Ketika norma ini kemudian menjadi norma asosiasi atau norma

PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN

PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN PENINGKATAN KAPASITAS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAN (Studi Kasus pada BMT Nurul Ummah di Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong Kota Bandung) NIA SURTIKANTI SEKOLAH

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Teori dan Konsep

PENDEKATAN TEORITIS. Teori dan Konsep PENDEKATAN TEORITIS Teori dan Konsep Kemiskinan dan Penanggulangannya Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan di perkotaan ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, kemudian meningkat menjadi

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN SEKELOA KECAMATAN COBLONG KOTA BANDUNG Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang di rancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Sejarah

I. PENDAHULUAN A. Sejarah I. PENDAHULUAN A. Sejarah Daerah pinggiran kota (sub urban) merupakan wilayah penyangga daerah kota, dengan kondisi penduduknya yang heterogen, baik dilihat dari kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya,

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA. membantu masyarakat dalam pengembangan usahanya. Menurut Undangundang

BAB II KAJIAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA. membantu masyarakat dalam pengembangan usahanya. Menurut Undangundang BAB II KAJIAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Lembaga Keuangan Syariah Mikro Lembaga Keuangan Mikro merupakan salah satu lembaga keuangan yang didirikan untuk masyarakat mikro, adanya lembaga

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

PERAN KOPERASI BMT (BAITUL MAAL WAT TAMWIL) AMANAH MADINA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL DI DESA NGENI KEC. WARU-SIDOARJO SKRIPSI

PERAN KOPERASI BMT (BAITUL MAAL WAT TAMWIL) AMANAH MADINA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL DI DESA NGENI KEC. WARU-SIDOARJO SKRIPSI PERAN KOPERASI BMT (BAITUL MAAL WAT TAMWIL) AMANAH MADINA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL DI DESA NGENI KEC. WARU-SIDOARJO SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pada

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan ekonomi Islam di Indonesia semakin lama semakin mendapatkan perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak

Lebih terperinci

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN BMT berkembang dari kegiatan Baitul maal : bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Baitul

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya 33 ABSTRACT ANDRI APRIYADI. The Strategic and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in Bogor District. Under guidance of YUSMAN SYAUKAT and FREDIAN TONNY NASDIAN. The objective

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Pembangunan ekonomi merupakan hal yang sangat peting bagi negara. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Liberalisme dan kemiskinan serta ketergantungan merupakan fenomena yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan dan ketergantungan

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan. Koperasi di Indonesia berlandaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan. Koperasi di Indonesia berlandaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orangorang atau badan-badan hukum koperasi memberikan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerjasama

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMERINTAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMERINTAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMERINTAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN (STUDI KASUS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM TAHAP PERENCANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN TAHUN 2010

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orangorang atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perbankan dengan menggunakan prinsip syariah atau lebih dikenal dengan nama Bank Syariah di Indonesia bukan merupakan hal yang tidak asing lagi.mulai

Lebih terperinci

PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS

PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah. Sejak tahun 1992, perkembangan lembaga keuangan syariah terutama

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan lahiriyah dan batiniyah saja tetapi juga keseimbangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sekarang ini tengah giat giatnya melaksanakan perubahan dalam pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Pembangunan

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data sekunder serta pengungkapan pendapat secara langsung (brainstorming) maupun melalui kuesioner dari penelitian yang berjudul: Faktor Penyebab

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Studi kasus di PKBM Mitra Mandiri Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi))

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara, sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunannya tidaklah terlepas dari peran serta sektor perbankan. Bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenaikan garis kemiskinan menggambarkan bahwa kesejahteraan yang menjadi tujuan negara belum terealisasikan. Hal ini dibuktikan dengan data yang ada di Badan

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN 2007-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi yang berdampak pada pesatnya kemajuan industri perbankan dan jasa keuangan beberapa tahun terakhir ini, menuntut masyarakat untuk memilih perbankan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada Pancasila sebagai landasan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam baik bank maupun non bank. Salah satu lembaga keuangan Islam non bank

BAB I PENDAHULUAN. Islam baik bank maupun non bank. Salah satu lembaga keuangan Islam non bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan sistem ekonomi Islam di Indonesia yang sudah dimulai sejak tahun 1992 semakin marak dengan bertambahnya jumlah lembaga keuangan Islam baik bank maupun non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Institusi keuangan belum dikenal jelas dalam sejarah Islam. Namun prinsipprinsip pertukaran dan pinjammeminjam sudah ada dan banyak terjadi pada zaman Nabi Muhammad

Lebih terperinci

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL STUDI TENTANG PROGRAM KEGIATAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI DESA AMBARA KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO Oleh : HASANA P. ABAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat menunjukkan kontribusi yang positif bagi perekonomian domestik nasional. 1 Lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

KREDIT TANPA JAMINAN

KREDIT TANPA JAMINAN KREDIT TANPA JAMINAN ( Studi Tentang Pola Pemberian Kredit Tanpa Jaminan Di PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Syarat Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar ke berbagai pelosok tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

Bab Delapan Kesimpulan

Bab Delapan Kesimpulan Bab Delapan Kesimpulan Hasil temuan lapangan dari penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, LKMS di Jawa Tengah mengalami perkembangan yang positif pada tahun 2009-2014, hal ini dikarenakan jumlah lembaga

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha usaha produktif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank adalah suatu lembaga keuangan yang menerima deposito dan menyalurkannya melalui pinjaman. Layanan utama bank adalah simpan pinjam. Di bank, kita bias manabung

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa Orde Baru terjadi kegoncangan ekonomi dan politik. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa Orde Baru terjadi kegoncangan ekonomi dan politik. Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang telah menorehkan catatan khusus bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Ketika krisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci