Beralih ke Gas Merupakan Salah Satu Pilihan Kebijakan dalam Mengatasi Masalah BBM Bersubsidi Kamis, 10 Januari 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Beralih ke Gas Merupakan Salah Satu Pilihan Kebijakan dalam Mengatasi Masalah BBM Bersubsidi Kamis, 10 Januari 2013"

Transkripsi

1 Beralih ke Gas Merupakan Salah Satu Pilihan Kebijakan dalam Mengatasi Masalah BBM Bersubsidi Kamis, 10 Januari 2013 I. PENGANTAR Membengkaknya beban fiskal untuk membiayai anggaran subsidi bahan bakar minyak akhiakhir ini kembali ramai dibicarakan di berbagai media. Umumnya pembicaraan terfokus pada wacana untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) antara lain ada yang mengusulkan pemerintah segera menaikkan harga BBM bersubsidi dan ada pula yang mengusulkan untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi misalnya dengan menerapkan smart card, pembatasan ukuran silinder kendaraan, dan regionalisasi lokasi SPBU yang menjual BBM bersubsidi, dan sebagainya. Secara garis besar usulan tersebut diatas dapat dikelompokkan kedalam usulan kebijakan berdasarkan mekanisme pasar yaitu menaikkan harga BBM dan usulan kebijakan non mekanisme pasar berupa penjatahan atau rationing. Dari seluruh wacana yang dikemukakan tersebut solusi menaikkan harga BBM merupakan solusi yang paling efektif untuk mengendalikan konsumsi BBM sekaligus untuk mengurangi beban fiskal bagi membiayai susbsidi BBM. Sedangkan solusi kebijakan non mekanisme pasar berdasarkan teori maupun praktiknya akan memerlukan biaya yang cukup besar dalam pengimplementasiannya dan memiliki moral hazard atau rawan untuk diselewengkan. Dari simpang siur pembicaraan terkait wacana untuk mengurangi beban fiskal untuk membiayai subsidi BBM,pembicaraan untuk mengalihkan BBM bersubsidi ke gas (Bahan Bakar Gas:BBG atau Liquefied Petroleum Gas for Vehicles:LGV) sebagai bahan bakar kendaraan bermotor hampir tidak terdengar. Padahal diversifikasi bahan bakar kendaraan bermotor ini jika dilakukan bersamaan dengan penaikan harga BBM akan saling mendukung karena konsumen akan memiliki pilihan yaitu membeli

2 BBM dengan harga relatif mahal atau beralih ke gas yang harganya lebih murah. Kebijakan untuk beralih dari BBM ke gas ini pada dasarnya sudah dirintis pemerintah sejak tahun Namun setelah 26 tahun dilaksanakan kebijakan ini dapat dikatakan tidak berhasil dan bahkan semakin menurun yang ditandai sampai tahun 2010 semakin berkurangnya jumlah SPBG maupun SPBU yang menyediakan LGV. Salah satu faktor utama penyebabnya adalah harga BBM yang sangat murah sehingga tidak ada insentif ekonomi bagi pemilik kendaraan untuk beralih ke gas (BBG atau LGV). Sebagai ilustrasi, pada suatu kesempatan penulis menumpang sebuah taksi yang sudah dilengkapi tabung gas dan converter kit Liquefied Gas for Vehicle (LGV). LGV adalah nama lain dari LPG atau Pertamina menjualnya dengan nama produk Vigas. Menurut sopir taksi yang kami tumpangi tersebut sudah banyak taksi yang dilengkapi peralatan converter kit agar bisa menggunakan LGV atau Vigas. Sewaktu kami tanyakan apakah taxi ini menggunakan LGV? Jawabannya belum Pak. Kenapa? Karena premium murah Pak. Pendapat sopir taksi ini masuk akal dan benar karena dari sisi volume 1 liter Premium setara dengan 1,27 liter LGV. Harga LGV per liter Rp 3.600, sehingga harga 1,27 liter LGV = Rp 4.572, sedangkan harga premium sebesar Rp 4.500/liter. Artinya LGV setara premium sedikit lebih mahal dari harga premium sehingga tidak menguntungkan untuk beralih ke LGV. Dengan demikian maka pembagian converter kit bagi kendaraan umum termasuk taksi dapat dikatakan akan siasia karena tidak menguntungkan bagi operator kendaraan umum. Selain dari itu premium tersedia disemua SPBU sedangkan LGV hanya ada di 10 SPBU di DKI Jakarta. Namun demikian bagi taksi kelas mewah yang hanya bisa menggunakan bahan

3 bakar dengan nilai oktan tinggi banyak yang beralih ke LGV karena secara ekonomis jauh lebih menguntungkan. Tulisan ini menyoroti permasalahan penggunaan bahan bakar gas (BBG) yang sering juga disebut sebagai Compressed Natural Gas fo Vehicle (CNV) dan LPG yang sering juga disebut sebagai LPG Autogas atau Liquefied Petroleum Gas for Vehicles (LGV) sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar minyak terutama bagi kendaraan yang menggunakan bensin premium serta mengajukan usulan kebijakan yang layak untuk ditempuh dimasa yang akan datang sehingga diharapkan tumbuhnya kembali harapan untuk beralih dari BBM ke gas sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. II. MENGAPA PERLU BERALIH DARI BBM KE LGV Menurut data yang dirilis oleh World LP Gas Association (WLPGA) pada tahun 2010 lebih dari 17jutakendaraanbermotor di 53 negaramenggunakan LPG sebagaibahanbakaralternatifmenggantikan gasoil (bensin) dengan total konsumsi LPG mencapailebih dari 22,8 juta ton pertahunyang disalurkan melalui lebih dari 57 ribu LPG Filling Station di seluruh dunia. Turkey, Poland, Korea dan Italy serta Russia merupakan negaranegara pengguna LPG terbesar untuk kendaraan bermotor. Tabel berikut ini menunjukkan tingkat konsumsi LPG dan jumlah kendaraan yang menggunakan LPG serta jumlah stasiun pengisian LPG di beberapa negara.

4 Tabel 1. Tingkat Konsumsi LGV untuk Kendaraan Bermotor Australia merupakan negara pengguna LPG perkapita terbesar untuk kendaraan bermotor yaitu mencapai 115 liter perkapita pertahun. Di Australia saat ini sekitar 550 ribu kendaraan bermotor dan 97% taxi menggunakan LPG sebagai bahan bakar. Di Australia LPG untuk kendaraan bermotor didistribusikan oleh lebih dari gas station. Keuntungan penggunaan LPG untuk kendaraan bermotor adalah emisi gas buang yang rendah, biaya bahan bakar yang lebih murah dibanding gasoline dan mesin kendaraan lebih awet. Dari sisi volume konsumsi LPG ratarata sekitar 2528% lebih banyak dibandingkan bensin (gasoline), namun harga pasar eceran LPG perliter di Australia ratarata 50% dari harga gasoline. Di Turki harga LPG Autogas sekitar 55% dari harga gasoline (RON 95). Di Indonesia Pertamina melalui beberapa SPBU di Jakarta sudah memasarkan LPG untuk kendaraan bermotor dengan nama produk â œvigasâ.vigas merupakan bahan bakar beroktan lebih tinggi dari 98 yang sangat bersih, melebihi Pertamax. Sebagai perbandingan bilangan oktan bensin premium adalah 88 dan bilangan oktan Pertamax adalah 92. Pada harga minyak mentah USD 75/barrel dan kurs Rp 9.100/USD, harga vigas Pertamina Rp 3.600/liter dan harga bensin premium non subsidi Rp 5.900/liter. Dengan demikian harga retail vigas Pertamina sekitar 60% dari harga bensin premium non subsidi.

5 Harga LGV dinegaranegara pengguna utama seperti Turkey, Korea, Poland, Italy, Japan dan Australia bervariasi antara 50% sampai 60% dari harga gasoline. Grafik berikut ini menunjukkan perbandingan harga retail LGV terhadap harga retail gasoline di beberapa negara yang sudah menggunakan LGV. Grafik 1. Perbandingan Harga Retail LGV terhadap Gasoline di Beberapa Negara Harga retail tersebut diatas didasarkan pada kebijakan perpajakan yang khusus diberlakukan untuk LGV sebagai insentif untuk mendorong konsumen beralih dari BBM ke LGV. Grafik berikut ini menunjukkan insentif perpajakan yang diberikan terhadap LGV dibandingkan tarif pajak yang diberlakukan untuk gasoline (BBM). Grafik 2. Perbandingan tarif pajak (Excise Tax) antara LGV dan Gasoline di Beberapa Negara

6 Dengan insentif kebijakan perpajakan tersebut diatas, LPG Autogas merupakan satusatunya bahan bakar alternatif pengganti BBM yang berhasil dan sukses dikembangkan secara global karena penggunaannya sama praktisnya dengan BBM dan harganya lebih murah dibanding BBM. PENGHEMATAN PENGGUNAAN LGV DIBANDING BENSIN PREMIUM (NONSUBSIDI) Berikut ini adalah contoh perhitungan penghematan penggunaan LGV dibanding bensin premium (harga non subsidi). Perhitungan ini menggunakan asumsi: (a) ICP =USD 120/barrel; (b) kurs USD 1= Rp 9.200,; (c) Harga premium = MOPS + Alpha +PPN(10%)+PBBKB(5%)+Margin SPBU(4%); (d)harga retail LGV = CP Aramco + Alpha+PPN(10%)+PBBKB(5%)+Margin SPBU(4%). Tabel 2. Perhitungan

7 Penghematan untuk Kendaraan 7 penumpang dengan ukuran mesin 2000 cc yang digunakan sebagai kendaraan travel dan kendaraan pribadi Bagi kendaraan yang digunakan untuk travel penghematan lebih dari cukup untuk membeli conversion kit. Bagi kendaraan yang digunakan untuk pribadi nilai penghematan jauh dari mencukupi untuk membeli conversion kit. Tabel 3. Perhitungan Penghematan untuk Kendaraan 7 penumpang dengan ukuran mesin 2000 cc yang digunakan sebagai kendaraan travel dan kendaraan pribadi dengan perlakukan tarif pajak khusus untuk LGV PPN sebesar 5% dan PBBKB sebesar 2,5%.

8 Penghematan bagi kendaraan yang digunakan untuk travel jauh lebih dari cukup untuk membeli conversion kit. Bagi penggunaan untuk kendaraan pribadi nilai penghematan masih belum cukup untuk membiayai conversion kit. Tabel 4. Perhitungan Penghematan untuk Kendaraan 7 penumpang dengan ukuran mesin 2000 cc yang digunakan sebagai kendaraan travel dengan perlakuan khusus untuk LGV bebas PPN dan bebas PBBKB Dengan pembebsan PPN dan PBBKB bagi LGV, penghematan bagi kendaraan yang digunakan untuk travel jauh lebih dari cukup untuk membeli conversion kit. Bagi penggunaan untuk kendaraan pribadi nilai penghematan masih belum cukup untuk membiayai conversion kit. Dari perhitungan penghematan akibat penggunaan LPG sebagai bahan bakar pengganti bensin premium dapat disimpulkan antara lain: (1)Mengganti

9 premium dengan LGV (Vigas) sebagai bahan bakar kendaraan bermotor akan menghemat penggunaan BBM dan menghemat pengeluaran biaya untuk bahan bakar (sekitar 20% tergantung besar insentif PPN dan PBBKB); (2)Bagi konsumen semakinbesar cc kendaraan semakin besar penghematan. Semakin panjang jarak tempuh kendaraan pertahun semakin besar penghematan, sehingga untuk taksi dan kendaraan travel penggunaan LGV akan sangat menguntungkan; (3) Bagi konsumen kendaraan pribadi untuk mendorong terjadinya pengalihan dari BBM ke LGV (Vigas) perlu diberikan insentif bebas PPN dan PBBKB sebagaimana dilakukan di negaranegara lain; (4)Harga converter kit juga mahal (Rp 9 jt â Rp 10jt) namun untuk kendaraan taksi dan travel biaya ini bisa ditutupi dari penghematan tahun pertama; (5)Untuk mendorong penggunaan LGV (Vigas) bagi kendaraan bermotor perlu diikuti dengan penghapusan subsidi harga bensin premium dan pemberian insentif pajak PPN maupun PBBKB untuk LGV (Vigas) serta pemberian insentif bagi pembelian catalytic converter kit LGV (Vigas). Di Australia pemerintah memberikan kebijakan harga khusus untuk catalytic converter; (6)Pertamina perlu menambah SPBU yang menyediakan LGV (Vigas) paling tidak di kotakota besar di P.Jawa dengan harga pasar/keekonomian; (7)Subsidi terhadap LGV cukup diberikan atas subsidi PPN dan PBBKB saja sehingga kedepan pemerintah cukup meminta persetujuan DPR terkait pembebasan PPN dan PBBKB saja dan tidak direpotkan oleh urusan menaikkan harga LGV akibat kenaikan harga minyak mentah sebagaimana terjadi selama ini terhadap BBM bersubsidi. DAMPAK PENGGUNAAN LGV TERHADAP LINGKUNGAN LPG Autogas atau LGV menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih rendah dibandingkan gasoline. LGV memiliki gas buang lebih rendah 20% dibandingkan gasoline. Dari penelitian yang dilakukan di Australia untuk jarak tempuh km/tahun: (a) Kendaraan 4 silinder dengan konsumsi bensin 12 liter/100 km jika menggunakan LGV dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 420 kg/tahun; (b)kendaraan 6 silinder dengan konsumsi bensin 15 liter/100km jika menggunakan LPG dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 525 kg/tahun; (c)kendaraan 8 silinder dengan konsumsi bensin 20 liter/100km jika menggunakan LPG dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 700 kg/tahun. Dengan asumsi untuk kendaraan 4 silinder dengan jarak tempuh km/tahun dan konsumsi premium 12 liter/100 km (1.200 liter/tahun), jika bahan bakarnya dialihkan dari bensin premium ke LPG dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 420 kg/tahun. Jika 10 juta kiloliter bensin premium yang dikonsumsi dialihkan ke LPG maka potensi pengurangan emisi CO2 sebanyak 3,5 juta ton pertahun. Jika seluruh bensin premium yang dikonsumsi pada tahun 2012 (24,41juta kiloliter) dialihkan ke LPG maka potensi pengurangan emisi CO2 sebesar 8,5 juta ton pertahun.

10 III. Compressed Natural Gas for Vehicle (CNV) atau Liquefied Petroleum Gas for Vehicles (LGV) Dalam upaya mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor, sejak tahun 1986 pemerintah merencanakan akan melakukan kebijakan mendorong penggunaan bahan bakar gas (BBG) sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM yaitu CNV(Compressed Natural Gas for Vehicles)sering juga disebut sebagai CNV dan LGV (Liquified Petroleum Gas for Vehicles) atau sering disebut LPG Autogas yang dipopulerkan oleh Pertamina dengan nama Vigas. Kebijakan ini selain bertujuan untuk meningkatkan bauran energi juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM serta untuk mengurangi beban fiskal untuk membiayai subsidi harga BBM. Kebijakan penggunaan BBG ini ternyata mendapatkan reaksi yang beragam dari masyarakat antara lain misalnya dari produsen otomotif. Pihak industri otomotif misalnya masih menunggu kepastian kebijakan yang akan ditempuh pemerintah apakah akan mendorong penggunaan CNV atau LGV. Sikap ini bisa dipahami mengingat jenis converter kit yang akan digunakan berbeda teknologi dan harganya, sehingga kendaraan yang dipasangi converter kit CNV tidak bisa menggunakan LGV dan sebaliknya kendaraan yang dipasangi converter kit untuk LGV tidak bisa menggunakan CNV. Tabel berikut ini menjelaskan perbedaan antara CNV dan LGV termasuk perbedaan dalam penyediaan ukuran tanki gas yang akan dipasang di kendaraan dan infrastruktur yang diperlukan serta kemudahan dan waktu yang diperlukan dalam penyediaan BBG tersebut. Tabel 5. Perbandingan CNV dan LGV

11 Selain faktor diatas kita juga perlu belajar dari pengalaman negara lain yang sudah lama menggunakan CNV dan/atau LGV sebagai informasi pembanding yang layak untuk dipertimbangkan sebelum kebijakan penggunaan CNV dan/atau LGV ditetapkan. Berdasarkan data 10 negara terbesar yang menggunakan CNV dan/atau LGV sebagian besar hanya menggunakan salah satu jenis bahan bakar gas yaitu CNV atau LGV. Tabel berikut ini memberikan informasi tentang jumlah kendaran pengguna CNV atau LGV pada 10 negara pengguna BBG terbesar. Tabel 6. NegaraNegara Pengguna CNV dan LGV Dari tabel diatas jelas terlihat hanya 3 negara yang menggunakan CNV dan LGV secara bersamaan yaitu Italy, China dan Thailand. Sedangkan 4 negara pengguna terbesar CNV tidak/belum menggunakan LGV dan sebaliknya 4 negara pengguna LGV terbesar kecuali Italy tidak/belum menggunakan CNV. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki sumber gas alam yang cukup berlimpah namun sebagian besar sudah terikat kontrak ekspor jangka panjang maupun untuk kebutuhan domestik seperti untuk pabrik pupuk/petrokimia dan untuk pembangkit listrik sehingga diperlukan waktu paling cepat antara 5 sampai 10 tahun untuk dapat meningkatkan pasokan gas bagi memenuhi kebutuhan transportasi domestik. Selain dari itu juga dibutuhkan pembangunan infrastruktur untuk mengangkut gas dari lapangan produksi ke sentrasentra konsumen terutama di P. Jawa, Bali dan Sumatera sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk menyiapkan infrastruktur tersebut. Jika pembangunan jaringan perpipaan untuk mengangkut gas tidak dimungkinkan maka perlu dibangun LNG Receiving terminal di sentrasentra konsumsi gas terutama di P. Jawa dan Bali yang tentunya juga memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan kondisi tersebut maka kebijakan penggunaan NGV dalam waktu dekat (sampai 2015) sebagai bahan bakar alternatif bagi kendaraan bermotor akan sangat terbatas sekali karena kendala ketersediaan gas dan ketersediaan infrastruktur sehingga kebijakan ini cocok untuk dikembangkan dalam jangka panjang 10 atau 20 tahun mendatang. Namun sebagai tahap awal kebijakan ini bisa dimulai sesuai dengan ketersediaan gas yang ada dan hanya difokuskan bagi kendaraan umum berukuran besar seperti angkutan bus di wilayah Jabodetabek, Surabaya dsb. Dari gambaran diatas jelas terlihat bahwa penyediaan bahan bakar alternatif dalam jumlah besar dan waktu yang

12 relatif lebih cepat adalah LGV. Berdasarkan pengalaman negara yang sudah lama menggunakan LGV kiranya perlu disusun perencanaan yang komprehensif mulai dari penyediaan gas LPG, penyediaan converter kit dan tanki LGV untuk kendaraan, sampai pembangunan dispenser LGV di setiap SPBU. Perencanaan tersebut juga memuat insentif kebijakan yang perlu/layak untuk diberikan sebagaimana juga dilakukan oleh negaranegara yang sudah lama menggunakan LGV. IV. INSENTIF DAN USULAN KEBIJAKAN UNTUK BERALIH DARI PREMIUM KE LGV Berdasarkan pengalaman negaranegara yang sudah sukses mendorong penggunaan CNV dan LGV diperlukan suatu kebijakan yang komprehensif jangka panjang agar kebijakan pengalihan dari BBM ke CNV dan LGV bisa dilaksanakan dengan baik. Kebijakan tersebut antara lain: Insentif fiskal: (1) keringanan pajak penjualan dan bea balik nama kendaraan yang sudah dilengkapi converter kit; (2) keringanan pajak sampai penyediaan secara gratis converter kit; (3) keringanan pajak sampai pembebasan pajak terhadap BBG dan LGV; (4) keringanan biaya pendaftaran kendaraan (BPKB, STNK, Pajak Kendaraan Bermotor) yang sudah dilengkapi converter kit BBG/LGV; (5) depresiasi secara cepat nilai kendaraan komersial yang menggunakan BBG/LGV; (6) keringanan biaya parkir di pinggir jalan bagi kendaraan BBG/LGV; Insentif regulasi antara lain: (1) Mewajibkan semua kendaraan dinas dan kendaraan umum dilengkapi converter kit; (2) Menetapkan standar emisi gas buang yang sangat ketat; (3) membebaskan kendaraan berbahan bakar gas melalui jalan dengan restriksi (seperti jalan three in one); Insentif bagi penelitian dan pengembangan kendaraan berbahan bakar non BBM. Insentif kebijakan yang mungkin diberikan akan sangat tergantung pada data/statistik kepemilikan kendaraan yang pada dasarnya sudah terdata dengan baik. Dari data ini kemudian ditentukan jenis kendaraan apa saja yang akan diberi insentif pemasangan converter kit berikut tangki LGV dan juga kategori pemilik kendaraan yang layak untuk mendapatkan insentif tersebut. Sebagai bahan pemikiran awal misalnya insentif hanya diberikan kepada keluarga/perorangan yang hanya memiliki 1 (satu) kendaraan dengan ukuran silinder mesin 2000 cc kebawah. Selebihnya keluarga yang memiliki lebih dari satu kendaraan atau memiliki kendaraan dengan ukuran

13 silinder diatas 2000 cc dianggap sebagai keluarga/perorangan yang berkemampuan sehingga tidak diberikan susbsidi. Untuk mendorong pemilik kendaraan bermotor yang tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk memasang converter kit berikut tangki LGV dikendaraannya, pemerintah bisa memberikan insentif dalam bentuk pengurangan pajak kendaraan bermotor, karena penggunaan LGV memberikan dampak positif terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.opsi atau pilihan kebijakan penggunaan LGV berikut ini juga dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan di Indonesia: Pemerintah memberikan grants dalam jumlah tertentu untuk biaya konversi kendaraan dari motor bensin/solar ke motor menggunakan vigas. Di Australia grants diberikan bervariasi dari AUS$ sampai AUS$ per kendaraan. Biaya konversi di Australia berkisar antara AUS$ sampai AUS$4.500 per kendaraan.â Â Pemerintah memberikan pembebasan PPN terhadap harga converter kit dan tangki vigas. Pemerintah memberikan insentif berupa pemotongan biaya pendaftaran kendaraan (BPKB, STNK, Pajak kendaraan bermotor) terhadap kendaraan yang menggunakan vigas. Di Australia Pemerintah memberikan pemotongan sebesar 20%. Pemberian insentif ini diberlakukan dalam kurun waktu tertentu untuk mendorong pemilik kendaraan bermotor melakukan konversi. Setelah batas waktu tersebut tidak diberikan lagi insentif. Di Australia diberikan waktu dengan jumlah insentif yang semakin menurun. Pemerintah memberikan insentif eco car kepada ATPM termasuk pembuatan kendaraan yang sudah dilengkapi converter kit dan tangki vigas. Pemerintah memberikan insentif berupa pengecualian atau perbedaan tarif PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) terhadap harga jual vigas. Di sisi lain harga bensin premium dan solar diberlakukan harga pasar dan dikenakan PPN dan PBBKB. Di Australia sejak 2006 diberlakukan excisefree untuk LPG Autogas sampai tahun Untuk gasoline dikenakan excise tax sebesar A$ 38,1 cents/liter. Program penyediaan LGV ini dilakukan dengan pendekatan wilayah sebagaimana telah dilakukan pada program pengalihan minyak tanah ke LPG seperti misalnya dimulai dari wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Setelah pembangunan dispenser LGV disetiap SPBU di wilayah tersebut selesai dan LGV sudah terdistribusikan serta pemasangan converter kit berikut tangki LGV bagi pemilik kendaraan bermotor yang layak mendapatkan subsidi selesai dilakukan maka bensin premium RON 88 ditarik dari peredaran dan diganti dengan bensin super RON 90 yang dijual dengan harga keekonomian. Kebijakan mengganti bensin premium 88 dengan bensin super RON 90 dapat menghindari/mengurangi dampak inflasi langsung berupa kenaikan harga BBM karena bensin super RON 90 merupakan produk baru yang sebelumnya tidak diperdagangkan.

14 Sebagai penutup, penyediaan converter kit berikut tangki LGV bagi pemilik kendaraan yang akan mendapatkan subsidi daripemerintah seyogyanya disediakan oleh Pemerintah bekerjasama dengan bengkel ATPM, sedangkan untuk pemilik kendaraan lainnya semaksimal mungkin disediakan melalui mekanisme pasar karena cukup banyak produsen converter kit maupun tangki LGV yang mampu menyediakannya dalam jumlah besar seperti produksi Italy, Korea dsb. Tentunya produk tersebut harus memenuhi SNI dan pemasangannya dilakukan oleh bengkel yang memiliki otorisasi agar faktor keselamatan (safety) terjamin dengan baik. DAFTAR PUSTAKA: Autogas Incentive Policies, countrybycountry analysis of why & howgovernments promote Autogas & What Works, World LP Autogas, Australian Autogas, Past,Present & Future (Presentation material), James Batchen,LPG Australia, Trends in Global LPG Supply & Demand (Presentation material), Purvin & Gertz, Inc, LPG (Vigas) sebagai Pengganti Premium untuk Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (Menghemat Pengeluaran Konsumen, Mengurangi Subsidi BBM dan Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca), Bahan Presentasi, Chairil Abdini, Desember 2011.

15 LP Gas: An Energy Solutionfor a Low Carbon WorldA Comprehensive Analysis Demonstrating thegreenhouse Gas Reduction Potential of LP Gas, World LP Gas Association, ( Chairil Abdini / Hamidi Rahmat )

Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG

Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG Program pemerintah untuk membebaskan Indonesia dari subsidi BBM pada tahun 2015 terlihat semakin pesimistis. Hal ini diakibatkan ketidakseriusan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND GAS DI DKI/ JABAR Perkiraan pasokan gas untuk wilayah DKI Jakarta/Jawa Barat berdasarkan data dari ESDM yang ada pada Tabel 2.3 dapat dijabarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar 1. PENDAHULUAN Pencemaran udara terutama di kota kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi Oleh: Uka Wikarya Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas it Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) SEBAGAI BAHAN BAKAR BAGI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR

POTENSI PEMANFAATAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) SEBAGAI BAHAN BAKAR BAGI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR POTENSI PEMANFAATAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) SEBAGAI BAHAN BAKAR BAGI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR Ika Kurniaty 1 *, Heri Hermansyah 2 1 Program Studi Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi utama bagi nelayan yang memiliki perahu bermotor untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. BBM bersubsidi saat ini menjadi permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*) WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM Oleh: Nirwan Ristiyanto*) Abstrak Melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan memotong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

Pengurangan Subsidi BBM melalui Diversifikasi Gas

Pengurangan Subsidi BBM melalui Diversifikasi Gas Pengurangan Subsidi BBM melalui Diversifikasi Gas Tri Yuswidjajanto Zaenuri Kelompok Keahlian Konversi Energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung Pengurangan Subsidi BBM BBM

Lebih terperinci

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta

Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta Policy Paper No. 1 Agustus 2010 Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas Tahun 2011? Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta Agunan Samosir Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA Oleh : Sulistyono ABSTRAK Saat ini sektor transportasi merupakan sektor pengguna energi terbesar dari minyak dan gas

Lebih terperinci

PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI

PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI 1. Permasalahan Penerapan aturan PBBKB yang baru merupakan kebijakan yang diperkirakan berdampak

Lebih terperinci

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN TENTANG KENAIKAN 10JAWABAN HARGA BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA 2012 2 10 JAWABAN TENTANG KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

Ketidakwajaran perhitungan Pemerintah dan DPR (dugaan markup), terkait rencana kenaikan harga BBM 2012

Ketidakwajaran perhitungan Pemerintah dan DPR (dugaan markup), terkait rencana kenaikan harga BBM 2012 Ketidakwajaran perhitungan Pemerintah dan DPR (dugaan markup), terkait rencana kenaikan harga BBM 2012 Indonesia Corruption Watch ICW www.antikorupsi.org Jakarta,28 Maret 2012 Perhitungan Biaya Subsidi

Lebih terperinci

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Oleh: Hadi Setiawan 1 Pendahuluan Kekayaan gas alam Indonesia yang besar dan melimpah, jumlah subsidi bahan bakar minyak (BBM)/energi yang sangat

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI Oleh: Dr.-Ing. Evita H. Legowo Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi disampaikan pada:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROGRAM KONVERSI DARI BBM KE BBG UNTUK KENDARAAN. Agus Hartanto, Vita Susanti, Ridwan Arief Subekti, Hendri Maja Saputra, Estiko Rijanto, Abdul Hapid

PROGRAM KONVERSI DARI BBM KE BBG UNTUK KENDARAAN. Agus Hartanto, Vita Susanti, Ridwan Arief Subekti, Hendri Maja Saputra, Estiko Rijanto, Abdul Hapid PROGRAM KONVERSI DARI BBM KE BBG UNTUK KENDARAAN Agus Hartanto, Vita Susanti, Ridwan Arief Subekti, Hendri Maja Saputra, Estiko Rijanto, Abdul Hapid Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik - LIPI

Lebih terperinci

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mengapa Harga BBM Harus Naik? Mengapa Harga BBM Harus Naik? Pro dan kontra perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus menjadi hal yang panas dan memanaskan dalam pembahasan masyarakat Indonesia beberapa bulan belakangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di tengah gencar - gencarnya program pemerintah mengenai konversi energi, maka sumber energi alternatif sudah menjadi pilihan yang tidak terelakkan, tak terkecuali

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR SEMINAR KONVERSI BBG UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LEMBAGA PENGEMBANGAN INOVASI DAN KEWIRAUSAHAAN ITB Bandung, 23 Februari 2012 KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR Dr. Retno Gumilang

Lebih terperinci

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS UNTUK ANGKUTAN UMUM DAN KENDARAAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan telekomunikasi selular di Indonesia masih akan terus berkembang mengingat masih adanya area area yang mengalami blankspot atau tidak adanya layanan jaringan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI BBM KE GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI BBM KE GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI BBM KE GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI Oleh: A. Edy Hermantoro Direktur Jenderal Minyak dan Gas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK MENUJU BAHAN BAKAR GAS MENGGUNAKAN PENGHAMPIRAN SISTEM DINAMIS

MODEL SIMULASI KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK MENUJU BAHAN BAKAR GAS MENGGUNAKAN PENGHAMPIRAN SISTEM DINAMIS Muh. Khoirul Khakim Habibi 2508 100 046 MODEL SIMULASI KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK MENUJU BAHAN BAKAR GAS MENGGUNAKAN PENGHAMPIRAN SISTEM DINAMIS 2 nd Place of Research Grant for Management Studies

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro SIMULASI SEDERHANAA : PERHITUNGAN HARGA SUBSIDI BBM BERSUBSIDI Pendahuluan Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga subsidi. Harga keekonomian dipengaruhi oleh besaran ICP

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. No.555, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor termasuk krisis minyak dunia yang juga melibatkan Indonesia, dalam kasus ini semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah mengurangi beban subsidi Pemerintah terhadap minyak tanah, mengalokasikan kembali minyak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LIQUEFIED PETROLEUM GAS UNTUK KAPAL PERIKANAN BAGI NELAYAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1791, 2014 KEMEN ESDM. Harga Jual. Eceran. Bahan Bakar Minyak. Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2014 BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Emisi karbon dioksida global dari bahan bakar fosil meningkat secara signifikan dari tahun 1990 hingga tahun 2008. Fakta ini dirujuk dari data tingkat emisi karbon

Lebih terperinci

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved 2 A. KUOTA JENIS BBM TERTENTU TAHUN 2014 Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) sesuai dengan APBN Tahun 2014 sebesar 48,00 Juta KL, dan Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan kebutuhan akan bahan bakar di Indonesia juga meningkat, oleh karena itu dibutuhkan pula penambahan

Lebih terperinci

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? Seminar Nasional Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia Oleh: Anthony Budiawan Rektor Kwik Kian Gie School of Business Jakarta, 24 September,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan bernegara dan bangsa yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan suatu jenis bahan bakar yang dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah menjadi kebutuhan pokok dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012 Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PENGHEMATAN ENERGI NASIONAL DI ISTANA

Lebih terperinci

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era millenium saat ini, perindustrian telah bertransformasi dengan sangat pesat. Diantaranya adalah industri otomotif terutama kendaraan bermotor. Kendaraan

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA BAHAN BAKAR GAS UNTUK TRANSPORTASI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

HARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN. Zamroni Salim, Ph.D The Habibie Center - LIPI

HARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN. Zamroni Salim, Ph.D The Habibie Center - LIPI HARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN Zamroni Salim, Ph.D The Habibie Center - LIPI Dialog BBM: Mekanisme Harga Baru dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat The Habibie Center, Jakarta,

Lebih terperinci

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA SERI DISKUSI PUBLIK DPP PARTAI GOLKAR BIDANG ESDA, 23 SEPTEMBER 2011 ASUMSI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Ringkasan Dengan menggunakan besaran harga MOPS yang bersumber dari perhitungan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Workshop Efisiensi Energi di Sektor Transportasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi

Disampaikan pada Workshop Efisiensi Energi di Sektor Transportasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PROGRAM DIVERSIFIKASI BAHAN BAKAR DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI NASIONAL Disampaikan pada Workshop Efisiensi Energi di Sektor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005

Lebih terperinci

SOSIALISASI PENGGUNAAN BBG UNTUK KENDARAAN DINAS/PRIBADI

SOSIALISASI PENGGUNAAN BBG UNTUK KENDARAAN DINAS/PRIBADI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA SOSIALISASI PENGGUNAAN BBG UNTUK KENDARAAN DINAS/PRIBADI DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI Jakarta, 15 Maret 2016 1 Hulu Program Strategis

Lebih terperinci

Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014

Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014 Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM di Beberapa Negara Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014 Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah, demi mensejahterakan hajat hidup rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sector transportasi khususnya kendaraan bermotor adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

-2- Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

-2- Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.253, 2015 SUMBER DAYA ENERGI. Harga Bahan Bakar Gas. Transportasi. Penetapan. Pendistribusian. Penyediaan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan pada industri bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dewasa ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM bersubsidi sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat penduduknya sangat padat, kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SPBG DAUGHTER UNTUK MENUNJANG KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK KE GAS PADA SEKTOR TRANSPORTASI

KAJIAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SPBG DAUGHTER UNTUK MENUNJANG KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK KE GAS PADA SEKTOR TRANSPORTASI KAJIAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SPBG DAUGHTER UNTUK MENUNJANG KONVERSI BAHAN BAKAR MINYAK KE GAS PADA SEKTOR TRANSPORTASI Taryono dan Bambang Wicaksono Teguh Mulyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci