IMPLEMENTASI EKSTRAKSI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MATCHED FILTER DAN FIRST-ORDER DERIVATIVE OF GAUSSIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI EKSTRAKSI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MATCHED FILTER DAN FIRST-ORDER DERIVATIVE OF GAUSSIAN"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI EKSTRAKSI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MATCHED FILTER DAN FIRST-ORDER DERIVATIVE OF GAUSSIAN Firda Nur Safira 1, Handayani Tjandrasa 2, Arya Yudhi Wijaya 3 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember firda.safira@gmail.com 1, handatj@its.ac.id 2, arya@if.its.ac.id 3 ABSTRAKSI Ekstraksi pembuluh darah secara otomatis pada citra retina merupakan langkah penting dalam diagnosis penyakit dengan bantuan komputer. Citra retina memberikan informasi terhadap perubahan patologis yang disebabkan oleh penyakit dan sebagai penanda awal dari gejala penyakit sistem indera penglihatan tertentu. Pendeteksian dini terhadap gejala-gejala penderita merupakan hal penting karena dapat diketahui perawatan yang bersesuaian. Karakteristik dari pembuluh darah pada retina membantu untuk menggolongkan tingkat keparahan penyakit ini, disamping juga dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam pengobatan. Dalam tugas akhir ini metode matched Filter dan first-order derivative of Gaussian digunakan untuk melakukan ekstraksi pembuluh retina pada citra fundus mata berwarna. Pada awalnya citra green channel difilter menggunakan Matched Filter. Kemudian citra green channel ini difilter menggunakan First-Order Derivative of Gaussian Filter. Selanjutnya dilakukan threshold pada citra response terhadap Matched Filter, dimana level dari threshold ini telah disesuaikan dengan citra response terhadap First- Order Derivative of Gaussian Filter sehingga didapatkan citra keluaran yang merupakan citra yang hanya berisi pembuluh darah. Hasil eksperimen berdasarkan citra fundus mata berwarna yang tersedia, yaitu STARE dan DRIVE yang masing-masing terdiri dari 20 citra retina. Dengan menggunakan dua dataset ini, didapatkan akurasi sebesar 95,2% untuk STARE dan 93,7% untuk DRIVE masing-masing pada 10 kali percobaan. Metode ini terbukti mampu mengekstraksi pembuluh darah pada citra fundus mata berwarna dengan baik dan meminimalisir kesalahan deteksi yang ada pada metode Matched Filter. Kata Kunci: Ekstraksi pembuluh darah retina, Matched filter, Deteksi pembuluh, Deteksi garis. 1 Pendahuluan Mata adalah salah satu indera tubuh manusia yang sangat kompleks dan berfungsi untuk penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun seringkali kurang terperhatikan. Hal ini menyebabkan banyak penyakit dan gangguan yang menyerang mata. Pada saat ini, jumlah penyakit mata lebih dari 200. Sebagian menimpa kaum berusia 40 tahun keatas. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Eye Disease Prevalence Research Group diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita penyakit mata akan mencapai jiwa. Retina merupakan lapisan saraf yang melapisi bagian belakang mata, menangkap cahaya, dan menciptakan impuls yang berjalan melalui saraf optik ke otak. Identifikasi dari beberapa bagian anatomi retina merupakan persyaratan dari diagnosa awal beberapa penyakit retina [1]. Identifikasi ini dapat menggunakan citra retina. Citra retina memperlihatkan tampak dalam dari mata sehingga dapat membantu pengamatan terhadap penyakit yang terdapat pada mata. Pada beberapa penyakit, ketidaknormalan yang terjadi dapat dilihat pada pembuluh darah yang terdapat pada citra retina. Pendeteksian awal dapat dilakukan dengan melihat pembuluh darah yang membesar, percabangan yang tidak normal pada pembuluh darah, dan sebagainya. Untuk mencari 1

2 pembuluh darah retina dari citra retina dapat dilakukan dengan ekstraksi pembuluh darah retina. Ekstraksi terhadap pembuluh darah retina dengan menggunakan citra retina dapat menyediakan sebuah pemetaan dari pembuluh darah di retina yang dapat memudahkan penilaian karakteristik pembuluh darah tersebut. Pendeteksian manual terhadap pembuluh darah ini sulit dilakukan karena penampakan dari pembuluh darah pada citra retina cukup kompleks dan muncul dalam kontras yang rendah. Oleh sebab itu, sebuah pengukuran manual akan sangat melelahkan dan dibutuhkan metode pendeteksian otomatis yang handal. Ekstraksi pembuluh darah secara otomatis pada citra retina merupakan langkah penting dalam diagnosis dan pengobatan penyakit dengan bantuan komputer untuk penyakit diabetic retinopathy [2-9], hypertension [10], glaucoma[11], arteriosclerosis dan retinal artery occlusion, obesity [12], dan lain-lain. Ekstraksi pembuluh pada dasarnya merupakan permasalahan untuk mendeteksi tepi dan telah banyak metode yang diajukan, misalnya metode filtering, mathematical morphology, trace, machine-learning dan lain-lain. Di antara berbagai macam metode ekstraksi, matched filter merupakan metode yang representatif, sederhana, dan efektif. Kekurangan dari metode matched filter adalah metode ini tidak hanya mengekstraksi pembuluh, tetapi juga mengekstraksi non pembuluh. Dalam Tugas Akhir ini penulis mengimplementasikan ekstraksi pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna menggunakan metode matched filter dan firstorder derivative of Gaussian. Kontribusi utama dari Tugas Akhir ini adalah menemukan pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna dengan menggunakan proses ekstraksi. Proses ini menggunakan metode matched filter dan firstorder derivative of Gaussian untuk menyempurnakan hasil deteksi pembuluh yang dilakukan metode matched filter. Metode ini mendapatkan hasil deteksi pembuluh yang hasilnya sebanding dengan metode lain yang kompleksitasnya lebih tinggi daripada matched filter. Selain itu metode ini sangat baik digunakan untuk citra pathological retina. 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Citra Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, f(x,y), x dan y merupakan koordinat spasial dan f pada koordinat (x,y) merupakan intensity atau gray level citra pada titik tersebut. Ketika x,y dan f bernilai diskrit citra disebut disebut citra digital. Citra digital merupakan citra yang dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Sehingga pengolahan citra digital merujuk pada pemrosesan citra digital dengan digital computer. Pengolahan citra digital mencakup proses yang input dan output-nya adalah citra dan juga proses yang mengekstrak atribut dari citra sampai dengan pengenalan objek. 2.2 Hubungan Antar Piksel Terdapat beberapa jenis hubungan antar piksel, diantaranya ketetanggaan dan konektivitas. Sebuah piksel p pada koordinat (x,y) memiliki empat tetangga, yaitu tetangga yang berada pada arah horizontal dan vertikal. Keempat tetangga tersebut memiliki koordinat (x+1, y), (x-1, y), (x, y+1), dan (x, y-1). Piksel-piksel tersebut disebut sebut sebagai 4-neighbors dari p, yang dinotasikan dengan N4(p). Selain tetangga pada arah horizontal dan vertikal, terdapat empat tetangga piksel p pada arah diagonal. Koordinat piksel tetangga tersebut adalah (x+1), y+1), (x+1, y-1), (x-1, y+1), dan (x-1, y-1). Piksel-piksel tersebut dinotasikan dengan ND(p). ND(p) bersama dengan 4-neighbors disebut sebagai 8-neighbors dari p, dan dinotasikan dengan N8(p). Konektivitas antar piksel merupakan konsep dasar yang menyederhanakan definisi berbagai konsep dasar citra digital, seperti region dan boundary. Dua piksel dikatakan memiliki konektivitas bila kedua piksel tersebut bertetangga dan derajat keabuannya memenuhi kriteria kesamaan tertentu. Pada citra biner, dua piksel dikatakan memiliki konektivitas bila bertetangga dan memiliki nilai yang sama [13]. 2.3 Histogram Histogram pada citra bertindak sebagai representasi grafis dari distribusi intensitas pada citra digital. Histogram merepresentasikan jumlah 2

3 piksel untuk setiap nilai intensitas. Dengan melihat histogram citra seorang pengamat secara sekilas bisa menilai keseluruhan distribusi intensitas pada citra tersebut. Sumbu horizontal pada histogram merepresentasikan nilai intensitas sedangkan sumbu vertikal pada histogram merepresentasikan jumlah piksel pada nilai intensitas tersebut. Daerah gelap direpresentasikan di sumbu horizontal sebelah kiri dan daerah yang terang direpresentasikan pada sumbu horizontal sebelah kanan. Jadi, semakin ke kanan intensitas semakin terang. Jika terdapat histogram yang datanya mengumpul di kiri berarti gambar tersebut sangat gelap sedangkan bila datanya cenderung mengumpul di kanan berarti gambar tersebut sangat terang. Sumbu vertikal mereprsentasikan ukuran daerah setiap intensitas karena informasi yang terdapat dalam histogram merupakan representasi distribusi intensitas piksel, maka dengan menganalisis histogram bisa didapatkan puncak atau lembah dari histogram citra tersebut. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan untuk menentukan nilai threshold, sehingga histogram citra dapat digunakan untuk thresholding. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk proses deteksi tepi dan segmentasi citra 2.4 Segmentasi Citra Segmentasi membagi citra menjadi objek atau daerah yang dipilih. Sampai seberapa jauh pembagian dalam citra tersebut tergantung pada permasalahan yang ingin diselesaikan. Ketika objek yang ingin disegmentasi telah terisolasi, segmentasi harus dihentikan. Hal ini dilakukan karena tidak ada gunanya untuk melakukan segmentasi melebihi tingkat kedetailan yang seharusnya dibutuhkan untuk mengidentifikasi elemen tersebut. Sementasi citra merupakan salah satu pekerjaan yang paling sulit dalam pengolahan citra. Akurasi dari segmentasi menentukan kesuksesan atau kegagalan prosedur analisa yang terkomputerisasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan akurasi segmentasi. Secara umum algoritma dalam segmentasi citra berdasar pada dua properti dasar dari nilai intensitas, yaitu diskontinuitas dan similaritas. Pendekatan pada kategori yang pertama adalah dengan membagi citra berdasarkan pada perubahan intensitas yang tajam, seperti tepi pada citra. Sedangkan pendekatan pada kategori yang kedua berdasarkan pada pembagian citra menjadi daerah yang mirip berdasarkan pada sekumpulan kriteria yang telah didefinisikan sebelumnya. Beberapa contoh metode pada kategori ini adalah thresholding, region growing dan region splitting, serta merging. 2.5 Konvolusi Citra Konvolusi merupakan perkalian antara dua fungsi, yaitu f dan g. Terdapat dua operasi konvolusi, yakni untuk fungsi malar dan fungsi diskrit. Untuk fungsi malar h(x,y) didefinisikan pada persaman x, y = f x, y g x, y (1) = f a, b g x a y b dadb Konvolusi dengan fungsi inilah yang banyak digunakan pada pengolahan citra digital. Namun fungsi ini sulit diimpelementasikan menggunakan komputer karena komputer hanya dapat melakukan perhitungan pada data diskrit. Untuk itulah dibentuk operasi konvolusi h(x,y) untuk fungsi diskrit seperti pada persamaan x, y = f(x, y) g x, y (2) a= b= = f a, b g x a y b, pada citra biasanya dinotasikan dengan persamaan O x, y = I x, y F, (3) dimana I(x,y) merupakan citra yang direpresentasikan dengan matriks m x n (o x < m dan o y < n), F merupakan kernel/filter/mask/window/template. Operasi ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Memilih ukuran kernel yang berupa bilangan ganjil. 2. Menempatkan kernel pada piksel yang dimulai dari kiri atas dan selalu beroperasi pada ukuran area ketetanggaan yang sama. 3. Mengalikan elemen-elemen pada kernel yang merupakan koefisien konvolusi 3

4 dengan elemen yang bersesuaian pada piksel-piksel tetangga pada citra. 4. Menjumlahkan seluruh hasil perkalian dan kemudian nilai keluaran yang berupa nilai tunggal ini disimpan di dalam lokasi piksel baru, yaitu pusat dari ketetanggaan aslinya. 5. Memindahkan kernel satu piksel ke kanan, melakukan kembali perkalian dan penjumlahan elemen seperti langkah 3 dan 4, dan bergerak satu piksel ke kanan sampai baris diselesaikan kemudian pindah ke baris dibawahnya. Pemindahan kernel ini dilakukan terus-menerus hingga selesai. 2.6 Thresholding Citra Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk objek dan background dari citra secara jelas. Citra hasil thresholding biasanya digunakan lebih lanjut untuk proses pengenalan objek serta ekstraksi fitur. Cara untuk mengekstrak objek dari background adalah dengan memilih nilai threshold T yang memisahkan dua mode tersebut. Kemudian untuk sembarang titik (x,y) yang memenuhi f(x,y) > T disebut titik objek, selain itu disebut titik background. Kesuksesan metode ini bergantung pada seberapa bagus teknik partisi histogram. Metode thresholding secara umum dibagi menjadi dua, yaitu Thresholding global dan Thresholding adaptif. Thresholding global dilakukan dengan mempartisi histogram dengan menggunakan sebuah threshold (batas ambang) global T, yang berlaku untuk seluruh bagian pada citra.thresholding dikatakan global jika nilai threshold T hanya bergantung pada f(x,y), yang melambangkan tingkat keabuan pada titik (x,y) dalam suatu citra. Thresholding adaptif dilakukan dengan membagi citra menggunakan beberapa sub citra. Lalu pada setiap sub citra, segmentasi dilakukan dengan menggunakan threshold yang berbeda. 2.7 Operator Sobel Operator Sobel adalah algoritma untuk mendeteksi tepi pada citra. Deteksi tepi pada dasarnya adalah untuk membedakan objek yang terdapat pada citra dengan background. Deteksi tepi mendeteksi perubahan yang tajam dalam brightness citra. Sebagiam besar metode deteksi tepi bekerja dengan asumsi bahwa tepi ditemukan ketika terdapat diskontinuitas pada intensitas. Terdapat banyak metode untuk melakukan deteksi tepi, namun secara garis besar ada dua metode untuk melakukan deteksi ini, yaitu Gradient dan Laplacian. Operator Sobel menggunakan pengetahuan bahwa sebuah tepi pada citra akan ditemukan ketika nilai gradiennya melebihi threshold. Gradien citra adalah perubahan intensitas atau warna pada sebuah citra. Operator Sobel menghitung perkiraan gradien citra dari setiap piksel dengan melakukan konvolusi citra terhadap pasangan filter 3x3. Filter ini mengestimasi gradien di arah horizontal (x) dan vertikal (y), kemudian besarnya gradien dihitung dengan menjumlahkan 2 gradien ini. Gambar 1 memperlihatkan filter x dan Gambar 1 memperlihatkan filter y. Sobel Detector sangat sensitif terhadap noise pada citra. Besarnya gradien dihitung menggunakan persamaan G = G x 2 + G y 2 (4) Gambar 1 Mask Sobel ; Filter x; Filter y; 2.8 Matched Filter Matched filter adalah salah satu algoritma template matching yang digunakan untuk mendeteksi pembuluh darah pada citra retina dan aplikasi lain yang serupa. matched filter menggunakan properti spasial dari objek untuk dikenali. Ide dari matched filter ini sendiri muncul diawali dengan pengambilan sejumlah contoh dari 4

5 percabangan permbuluh darah mata. Kemudian profil tingkat keabuan dari contoh ini didekati dengan bentuk kurva Gaussian. Matched filter dirancang berdasarkan sejumlah properti dari pembuluh darah [15], yaitu: Pembuluh dapat didekati sebagai segmen anti-paralel Pembuluh memiliki reflektansi yang lebih rendah dibandingkan permukaan retina lain, sehingga pembuluh muncul relatif lebih gelap dibandingkan dengan background. Semakin menjauhi optic disk, ukuran pembuluh semakin mengecil. Ukuran pembuluh terdapat pada rentang 2-10 piksel. Profil intensitas bervariasi dengan jumlah yang kecil dari pembuluh ke pembuluh. Profil intensitas memiliki bentuk Gaussian Oleh karena itu, filter berbentuk Gaussian dapat digunakan untuk mendeteksi pembuluh. matched filter adalah zero-mean Gaussian filter didefinisikan pada persamaan f x, y = 1 2πs x t s, y L/2, x 2 exp 2s2 m (5) dimana s merepresentasikan skala dari filter ini. ts 1 Nilai m = exp x 2 ts 2πs 2s2 dx / 2ts digunakan untuk menormalisasi nilai rata-rata dari filter menjadi 0 sehingga smooth background dapat dihapus setelah proses filter dilakukan. L adalah panjang dari neighborhood sepanjang sumbu y untuk menghilangkan noise. t bernilai konstan dan biasanya diset 3 karena lebih dari 99% area dari kurva Gaussian berada pada rentang [-3s,3s]. Parameter L dipilih berdasarkan s. Ketika s kecil, maka L relatif bernilai kecil dan sebaliknya. f x, y akan dirotasi dengan sudut θ untuk mendeteksi pembuluh di orientasi yang berbeda. Rotasi f x, y dengan sudut θ dapat dilihat pada persamaan f θ x, y = f(x, y) x = x cos θ + y sin θ (6) y = y cos θ x sin θ 2D Matched Filter mendeteksi segmen pembuluh darah melalui konvolusi citra dengan kernel Matched Filter yang telah dirotasi dan kemudian dilakukan penyimpanan bagi yang memiliki respon maksimal. Kemudian dilakukan threshold dari hasil konvolusi ini untuk memperoleh sebuah segmentasi biner dari segmen pembuluh darah. 2.9 First-Order Derivative of Gaussian First-Order Derivative of Gaussian Filter merupakan turunan pertama dari Matched Filter. Ide penggunaan dari First-Order Derivative of Gaussian adalah percabangan pembuluh akan memiliki respon kuat positif terhadap Matched Filter tetapi respon terhadap First-Order Derivative of Gaussian Filter adalah anti-simetrik. Pada non pembuluh juga akan memiliki respon kuat positif terhadap Matched Filter tetapi respon terhadap First-Order Derivative of Gaussian Filter adalah positif dan simetrik. Oleh karena itu dapat digunakan untuk membedakan pembuluh dan non pembuluh yang kemudian meminimalisir munculnya non pembuluh pada citra. First-Order Derivative of Gaussian Filter didefinisikan pada persamaan g x, y = x 2πs 3 exp x 2 x t s, y L/2, 2s 2 (7) dimana s merepresentasikan skala dari filter ini. L adalah panjang dari neighborhood sepanjang sumbu y untuk menghilangkan noise. Nilai t bernilai konstan dan biasanya diset 3 karena lebih dari 99% area dari kurva Gaussian berada pada rentang [-3s,3s]. Parameter L dipilih berdasarkan s. Ketika s kecil, maka L relatif bernilai kecil dan sebaliknya. g x, y akan dirotasi dengan sudut θ untuk mendeteksi pembuluh di orientasi yang berbeda. Rotasi f x, y dengan sudut θ dapat dilihat pada persamaan g θ x, y = g(x, y) x = x cos θ + y sin θ (8) y = y cos θ x sin θ 5

6 2.10 Operasi Morfologi Salah satu penerapan morfologi adalah dalam pengekstrakan komponen citra yang berguna dalam representasi dan deskripsi bentuk. Dalam morphology sekumpulan refleksi dan translasi dilakukan berdasarkan structuring element (SE). Structuring element merupakan suatu set kecil atau subimage yang digunakan untuk memeriksa citra yang sedang dipelajari propertinya. Structuring element biasanya direpresentasikan dengan matriks 0 dan 1, namun terkadang hanya ditampilkan yang bernilai 1 saja. Pada bagian berikut ini dijelaskan mengenai beberapa operasi dasar dalam morphology. Operasi operasi tersebut antara lain dilasi, erosi, opening, closing Dilasi dan Erosi Dilasi adalah operasi yang membuat objek dalam citra biner menjadi lebih tebal. Penebalan ini dikontrol oleh structuring element. Sedangkan erosi merupakan operasi yang membuat objek menjadi lebih tipis atau menyusut. Penipisan pada erosi juga dikontrol oleh structuring element seperti pada proses dilasi. Secara matematis, proses dilasi A oleh B, dengan A adalah citra yang akan didilasi dan B adalah structuring element, dapat dinotasikan sebagai berikut : A B = z (B) z A, (9) sedangkan proses erosi A oleh B dapat dinotasikan sebagai berikut : A B = z (B) z A c } (10) Secara grafis proses dilasi seperti proses mentranslasikan structuring element ke seluruh piksel pada citra dan kemudian diperiksa dimana saja piksel yang overlap dengan piksel yang bernilai 1. Lalu piksel citra hasil dilasi bernilai 1 pada setiap lokasi structuring element overlap minimal satu piksel bernilai 1 pada citra asli. Erosi secara grafis dapat digambarkan sebagai proses translasi structuring element ke seluruh citra dan kemudian dilakukan pengecekan utnuk melihat lokasi structuring element cocok sepenuhnya dengan foreground dari citra. Citra keluaran bernilai 1 pada setiap lokasi structuring element overlap piksel bernilai 1 saja pada citra asli atau dengan kata lain tidak overlap dengan background citra Opening dan Closing Morphological opening merupakan erosi yang diikuti dengan dilasi. Morphological opening A oleh B, dengan A adalah citra yang akan diopening dan B adalah structuring element, dapat dinotasikan sebagai A B A B = A B B (11) Persamaan di atas secara sederhana dapat diinterpretasikan A B adalah gabungan dari seluruh translasi dari B yang pas sepenuhnya dengan A. Morphological opening menghapus daerah yang tidak mengandung structuring element, memperhalus kontur objek, memutus koneksi tipis, dan menghapus tonjolan tipis. Morphological closing merupakan kebalikan dari morphological opening. Jika pada opening, operasi yang dilakukan adalah erosi yang diikuti dengan dilasi, maka pada closing, operasi yang dilakukan adalah dilasi yang diikuti dengan erosi. Morphological closing A oleh B dapat dinotasikan dengan A B A B = A B B (12) Seperti halnya pada opening, closing juga cenderung menghaluskan kontur pada objek. Perbedaannya adalah closing biasanya menyambung objek yang terputus dan mengisi lubang yang lebih kecil dari structuring element Perhitungan Akurasi, TPR, dan FPR Deteksi akurasi dari metode Matched Filter dan First-Order Derivative of Gaussian didefinisikan sebagai perbandingan dari jumlah total piksel yang terklasifikasi dengan benar dengan jumlah piksel di dalam field of view (FOV) [16]. Deteksi Akurasi dapat dilihat pada persamaan Akurasi = TP+TN S, (13) dimana TP = True Positive, TN = True Negative, S = Jumlah piksel di dalam FOV. 6

7 True Positive Ratio (TPR) didefinisikan sebagai perbandingan dari jumlah piksel yang terklasifikasi sebagai pembuluh dengan benar dengan total piksel pembuluh di dalam FOV ground truth [16]. TPR dapat dilihat pada persamaan TPR = TP SP g, (14) matched filter, perhitungan nilai threshold reference, perhitungan threshold, dan proses thresholding terhadap citra response matched filter sehingga didapatkan citra keluaran yang diinginkan. Citra keluaran yang diinginkan dalam hal ini adalah pembuluh darah retina. Selanjutnya dilakukan proses penghapusan pinggiran. Hasil akhir dari sistem ini berupa citra yang telah diekstraksi. dimana TP = True Positive, SP g = Jumlah piksel pembuluh di dalam FOV ground truth. False Positive Ratio (FPR) didefinisikan sebagai perbandingan dari jumlah piksel non pembuluh yang terklasifikasi sebagai pembuluh di dalam FOV dengan jumlah piksel non pembuluh di dalam FOV ground truth [16]. FPR dapat dilihat pada persamaan Proses filtering dengan Matched Filter MULAI Input : Citra Fundus Retina Pemilihan Komponen Citra Green Channel FPR = FP SN g, (15) dimana FP = False Positive, SN g = Jumlah piksel non pembuluh di dalam FOV ground truth. Dari hasil perhitungan ini akan dikalikan dengan 100 yang kemudian didapatkan hasil akurasi dengan rentang antara 0% sampai 100%. Citra response Matched Filter Perhitungan Nilai Mean Perhitungan Nilai Threshold Reference Proses filtering dengan First-Order Derivative of Gaussian Filter Proses filtering dengan Mean Filter 3 Metodologi dan Implementasi Perhitungan Nilai Threshold Normalisasi Citra Keseluruhan tahapan dalam ekstraksi citra dengan metode matched filter dan first-order derivative of Gaussian akan digambarkan pada diagram alir pada Gambar 2. Secara umum ekstraksi pembuluh darah retina pada citra fundus mata berwarna menggunakan metode matched filter dan first-order derivative of Gaussian ini terdiri dari berbagai langkah dalam proses ekstraksi. Pada awalnya citra inputan diubah menjadi citra biner dengan mengambil bagian green channel karena informasi pembuluh terbanyak terdapat pada bagian ini. Kemudian citra ini difilter menggunakan matched filter dan firstorder derivative of Gaussian filter. Citra hasil dari filtering menggunakan First-Order Derivative of Gaussian Filter ini selanjutnya difilter lagi dengan mean filter untuk mendapatkan local mean yang berupa daerah lokal dari non pembuluh. Selanjutnya citra hasil filtering dengan mean filter dinormalisasi, kemudian dilakukan proses perhitungan nilai mean dari citra response terhadap Proses Thresholding Menghilangkan Pinggiran Output : Citra dengan peta Pembuluh Selesai Gambar 2 Diagram Alir Model Sistem Secara Umum 3.1 Pemilihan Komponen Citra Green Channel Dalam proses pemilihan komponen citra green channel, citra masukan awalnya berupa citra fundus mata RGB. Selanjutnya komponen warna dari citra masukan hanya akan diambil komponen 7

8 green saja, sedangkan komponen lain yang terdapat pada citra akan dihilangkan. 3.1 Proses Filtering dengan Matched Filter Dalam tahap ini, akan dilakukan proses filtering pada citra green channel dengan matched filter. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan citra response terhadap matched filter. Pada awalnya dibuat matched filter kernel seperti pada persamaan (5) yang kemudian kernel ini dirotasi dengan sudut θ seperti pada persamaan (6). Selanjutnya citra green channel akan dikonvolusi dengan matched filter kernel ini untuk mendapatkan citra response. Proses filtering ditunjukkan pada persamaan f 1 = im f θ x, y, (16) dimana f 1 merupakan citra hasil proses filtering dengan matched filter. Citra ini merupakan citra response terhadap matched filter yang menyimpan respon maksimal dari hasil filtering. Im merupakan citra green channel dan f θ x, y merupakan matched filter kernel yang dirotasi dengan berbagai orientasi. 3.2 Proses Filtering dengan First-Order Derivative of Gaussian Dalam tahap ini, akan dilakukan proses filtering pada citra green channel dengan firstorder derivative of Gaussian filter. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan citra response terhadap first-order derivative of Gaussian filter. Pada awalnya dibuat first-order derivative of Gaussian kernel seperti pada persamaan (7) yang kemudian kernel ini dirotasi dengan sudut θ seperti pada persamaan (8). Selanjutnya citra green channel akan dikonvolusi dengan first-order derivative of Gaussian kernel ini untuk mendapatkan citra response. Proses filtering ditunjukkan pada persamaan f 2 = im g θ x, y, (17) dimana f 2 merupakan citra hasil proses filtering dengan first-order derivative of Gaussian filter. Citra ini merupakan citra response terhadap firstorder derivative of Gaussian filter yang nantinya akan dilakukan perhitungan local mean untuk menyesuaikan nilai threshold dalam mendeteksi munculnya pembuluh maupun non pembuluh. Im merupakan citra green channel dan g θ x, y merupakan first-order derivative of Gaussian kernel yang dirotasi dengan berbagai orientasi. 3.3 Proses Filtering Citra Response First- Order Derivative of Gaussian dengan Mean Filter Tahap selanjutnya adalah proses filtering citra response first-order derivative of Gaussian dengan mean filter. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan local mean yang merupakan daerah lokal dari non pembuluh. Daerah ini yang nantinya akan diminimalisir keberadaannya. Proses ini ditunjukkan pada persamaan f 3 = f 2 W, (18) dimana f 3 merupakan citra hasil proses filtering citra response first-order derivative of Gaussian dengan mean filter. Citra ini merupakan citra local mean. F 2 merupakan merupakan citra response terhadap first-order derivative of Gaussian filter. W adalah sebuah filter w x w yang semua elemennya adalah 1 w Proses Normalisasi Citra Local Mean Dalam tahap ini, citra hasil filtering dengan mean filter dinormalisasi. Normalisasi yang dimaksud disini adalah setiap elemen dari citra berada pada rentang [0-1]. Proses ini ditunjukkan pada persamaan f 4 = f 3, (19) dimana f 4 merupakan citra hasil proses normalisasi dari citra response first-order derivative of Gaussian dengan mean filter. Citra ini disebut citra local mean yang sudah dinormalisasi. 3.5 Proses Perhitungan Nilai Mean dari Citra Response Matched Filter 8

9 Dalam tahap ini, dilakukan perhitungan nilai mean dari Citra response matched filter. Proses ini ditunjukkan pada persamaan f 5 = f 1 W, (20) dimana f 5 merupakan nilai mean dari citra response matched filter. F 1 merupakan merupakan citra response matched filter. W adalah sebuah filter w x w yang semua elemennya adalah 1 w Perhitungan Nilai Threshold Reference Dalam tahap ini, dilakukan perhitungan nilai threshold reference. Proses perhitungan nilai dari threshold reference dapat dilihat pada persamaan f 6 = c f 5, (21) dimana f 6 merupakan nilai dari threshold reference. C merupakan nilai constant dan f 5 merupakan nilai mean dari citra response terhadap matched filter. 3.7 Perhitungan Threshold Dalam tahap ini, dilakukan perhitungan threshold yang akan digunakan dalam proses thresholding terhadap citra response matched filter. Threshold ini merupakan threshold yang levelnya telah disesuaikan dengan citra response terhadap first-order derivative of Gaussian. Proses perhitungan threshold dapat dilihat pada persamaan f 7 = 1 + f 4 f 6, (22) dimana f 7 merupakan nilai dari threshold. F 4 merupakan citra hasil proses normalisasi dari citra response first-order derivative of Gaussian dengan mean filter. F 6 merupakan nilai dari threshold reference. 3.8 Proses Thresholding terhadap Citra Response Matched Filter Dalam tahap ini, citra response terhadap matched filter akan dithreshold dengan nilai threshold yang levelnya telah disesuaikan dengan citra response terhadap first-order derivative of Gaussian. Tujuan dari proses ini adalah untuk memisahkan struktur pembuluh dengan non pembuluh. Proses thresholding dapat dilihat pada persamaan f 8 = 1 f 1 x, y f 7 x, y f 8 = 0 f 1 x, y < f 7 x, y, (23) dimana f 8 merupakan peta pembuluh akhir. F 1 merupakan citra response terhadap matched filter. F 7 merupakan nilai dari threshold. 3.9 Menghilangkan Pinggiran Dalam tahap ini, dilakukan proses untuk menghilangkan pinggiran citra. Pada awalnya, citra masukan diubah menjadi citra red channel. Dalam proses pengubahan menjadi citra red channel, citra masukan awalnya berupa citra fundus mata RGB. Selanjutnya komponen warna dari citra masukan hanya akan diambil komponen red saja, sedangkan komponen lain yang terdapat pada citra akan dihilangkan. Kemudian dilakukan deteksi tepi pada citra dengan menggunakan operator Sobel seperti pada persamaan (4). Setelah tepi didapatkan, kemudian dilakukan penebalan tepi dengan proses dilasi. Proses dilasi ini menggunakan structuring element berbentuk disk dengan radius yang disesuaikan dengan citra. Tepi yang telah menebal kemudian diubah warnanya menjadi 0 agar warna tepi ini sama seperti warna background. Dengan demikian pinggiran pada citra telah hilang dan hanya terdapat pembuluh yang telah diekstraksi pada citra. 4 Uji Coba dan Evaluasi 4.1 Data Masukan Data yang digunakan pada uji coba ini adalah citra STARE [17] dan citra DRIVE [18] yang merupakan citra fundus mata berwarna berupa citra RGB. Citra yang akan digunakan ada dua puluh buah. Citra STARE [17] berukuran 605 x 700 piksel dan citra DRIVE [18] berukuran 584 x 565 piksel. 9

10 4.2 Uji Coba Perbandingan Hasil Akurasi, TPR, dan FPR dengan Nilai Skala Kernel yang Berbeda-beda Pada skenario uji coba yang pertama ini akan dibandingkan nilai akurasi, TPR, dan FPR ekstraksi citra yang dihasilkan dari masing-masing citra dengan nilai skala kernel yang berbeda-beda. Uji coba pertama skenario ini akan diujikan pada citra im0077.ppm yang merupakan Gambar dari citra STARE [17]. Citra ini dapat dilihat pada Gambar 3. Pada skenario ini, nilai skala kernel akan diubah-ubah. Nilai skala kernel 10,5 untuk pembuluh tebal dan 4 untuk pembuluh tipis, nilai skala kernel 5 untuk pembuluh tebal dan 1,5 untuk pembuluh tipis, serta nilai skala kernel 1,5 untuk pembuluh tebal dan 1 untuk pembuluh tipis. Nilainilai ini ditentukan sebagai parameter nilai skala kernel. Dari nilai-nilai skala kernel tersebut, akan diimplementasikan pada citra masukan im0077.ppm yang merupakan Gambar dari citra STARE [17]. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6, dan Tabel 1. Gambar 5 Gambar 6 Hasil uji coba I dengan nilai skala kernel 5 untuk pembuluh tebal dan 1,5 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Hasil uji coba I dengan nilai skala kernel 1.5 untuk pembuluh tebal dan 1 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Tabel 1 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra pada uji coba I citra im0077.ppm Gambar 3 Citra im0077.ppm Uji Coba I No Nilai skala kernel Nilai Akurasi TPR FPR 1 (10,5 & 4,0) (5,0 & 1,5) (1,5 & 1,0) Gambar 4 Hasil uji coba I dengan nilai skala kernel 10,5 untuk pembuluh tebal dan 4 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Uji coba lainnya dilakukan pada citra 19_test.tif yang merupakan Gambar dari citra DRIVE [18]. Citra ini ditunjukkan pada Gambar 7. Hasilnya dapat dilihar pada Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, dan Tabel 2. 10

11 1 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Tabel 2 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra pada uji coba I citra 19_test.tif Gambar 7 Citra masukan 19_test.tif uji coba I No Nilai skala kernel Nilai Akurasi TPR FPR 1 (10,5 & 4,0) (5,0 & 1,5) (1,5 & 1,0) Gambar 8 Hasil uji coba I dengan nilai skala kernel 10,5 untuk pembuluh tebal dan 4 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Hasil rata-rata akurasi, TPR, dan FPR dari masing-masing dataset dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3 No Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra STARE pada uji coba I Nilai skala kernel Nilai Akurasi Nilai TPR Nilai FPR 1 (10,5 & 4,0) 89,6 73,8 8,8 2 (5,0 & 1,5) 91,6 75,0 6,2 3 (1,5 & 1,0) 95,0 77,0 3,0 Tabel 4 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra DRIVE pada uji coba I Gambar 9 Hasil uji coba I dengan nilai skala kernel 5 untuk pembuluh tebal dan 1,5 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Gambar 10 Hasil uji coba I dengan nilai skala kernel 1,5 untuk pembuluh tebal dan No Nilai skala kernel Nilai Akurasi Nilai TPR Nilai FPR 1 (10,5 & 4,0) 88,4 55,0 6,8 2 (5,0 & 1,5) 92,8 67,4 3,6 3 (1,5 & 1,0) 93,8 64,2 1,6 Dari nilai akurasi, TPR, dan FPR hasil ekstraksi citra ditunjukkan bahwa pemilihan nilai skala kernel mempengaruhi nilai akurasi, TPR, dan FPR hasil ekstraksi citra. Apabila selisih nilai skala kernel antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis besar, maka akan semakin sedikit pembuluh yang masuk dalam ekstraksi dan daerah non pembuluh yang juga memiliki respon maksimal terhadap filter akan terdeteksi, sehingga nilai akurasi mengecil, TPR mengecil, dan FPR membesar. Sebaliknya, apabila selisih nilai skala kernel antara 11

12 pembuluh tebal dan pembuluh tipis kecil, maka akan semakin banyak pembuluh yang terdeteksi dan daerah non pembuluh yang menghilang sehingga nilai akurasi membesar, TPR membesar, dan FPR semakin mengecil. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai skala kernel 1,5 untuk pembuluh tebal dan 1 untuk pembuluh tipis akan menghasilkan akurasi, TPR, dan FPR terbaik. 4.3 Uji Coba Perbandingan Hasil Akurasi, TPR, dan FPR dengan Nilai L yang Berbedabeda Pada skenario uji coba yang pertama ini akan dibandingkan nilai akurasi, TPR, dan FPR ekstraksi citra yang dihasilkan dari masing-masing citra dengan nilai L yang berbeda-beda. L adalah panjang dari neighborhood sepanjang sumbu y. Uji coba pertama skenario ini akan diujikan pada citra im0163.ppm yang merupakan Gambar dari citra STARE [6]. Citra ini dapat dilihat pada Gambar 11. Pada skenario ini, nilai L akan diubah-ubah Nilai L 1 untuk pembuluh tebal dan 9 untuk pembuluh tipis, nilai L 3 untuk pembuluh tebal dan 2 untuk pembuluh tipis, serta nilai L 9 untuk pembuluh tebal dan 5 untuk pembuluh tipis. Nilainilai ini ditentukan sebagai parameter nilai L. Dari nilai-nilai L tersebut, akan diimplementasikan pada citra masukan im0163.ppm. yang merupakan Gambar dari citra STARE [6]. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, dan Tabel 5. Tabel 5 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra pada uji coba II citra im0163.ppm No Nilai L Nilai Akurasi TPR FPR 1 (1 & 9) ,0 2 (3 & 2) ,0 3 (9 & 5) ,0 Gambar 12 Hasil uji coba II dengan nilai L 1 untuk pembuluh tebal dan 9 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Gambar 11 Citra masukan im0163.ppm uji coba II Gambar 13 Hasil uji coba II dengan nilai L 3 untuk pembuluh tebal dan 2 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi 12

13 Gambar 14 Hasil uji coba II dengan nilai L 9 untuk pembuluh tebal dan 5 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Uji coba lainnya dilakukan pada citra 15_test.tif yang merupakan Gambar dari citra DRIVE [2]. Citra ini ditunjukkan pada Gambar 15. Hasilnya dapat dilihar pada Gambar 16, Gambar 17, Gambar 18, dan Tabel 6. Gambar 17 Hasil uji coba II dengan nilai L 3 untuk pembuluh tebal dan 2 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Gambar 18 Hasil uji coba II dengan nilai L 9 untuk pembuluh tebal dan 5 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Gambar 15 Citra masukan 15_test.tif uji coba II Tabel 6 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra pada uji coba II citra 15_test.tif No Nilai L Nilai Akurasi TPR FPR 1 (1 & 9) ,0 2 (3 & 2) ,0 3 (9 & 5) ,0 Gambar 16 Hasil uji coba II dengan nilai L 1 untuk pembuluh tebal dan 9 untuk pembuluh tipis; citra green channel; hasil ekstraksi Hasil rata-rata akurasi, TPR, dan FPR dari masing-masing dataset dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra STARE pada uji coba II No Nilai L Nilai Akurasi Nilai TPR Nilai FPR 1 (1 & 9) 87,4 65,0 9,6 2 (3 & 2) 94,8 76,0 3,0 3 (9 & 5) 95,4 76,2 2,2 13

14 Tabel 8 Hasil akurasi, TPR, dan FPR dari hasil ekstraksi citra DRIVE pada uji coba II No Nilai L Nilai Akurasi Nilai TPR Nilai FPR 1 (1 & 9) 77,2 64,2 20, (3 & 2) 92,2 63,0 3, (9 & 5) 93,6 62,8 2,0000 Dari nilai akurasi, TPR, dan FPR hasil ekstraksi citra ditunjukkan bahwa pemilihan nilai L mempengaruhi nilai akurasi, TPR, dan FPR hasil ekstraksi citra. Apabila nilai L yang digunakan untuk pembuluh tipis bernilai besar sedangkan nilai L yang digunakan untuk pembuluh tebal sangat kecil, maka akan semakin banyak pembuluh darah kecil dan garis non pembuluh yang masuk dalam ekstraksi, sehingga nilai akurasi mengecil, TPR baik, dan FPR membesar. Apabila nilai L yang digunakan antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis tidak berbeda jauh masih terdapat cabang-cabang pembuluh darah kecil yang terekstraksi sehingga walaupun nilai akurasi dan TPR sudah cukup bagus, nilai FPR dapat membesar. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai L 9 untuk pembuluh tebal dan 5 untuk pembuluh tipis akan menghasilkan akurasi, TPR, dan FPR terbaik. 5 Evaluasi Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, beberapa parameter yang digunakan selama uji coba memberikan pengaruh terhadap hasil proses ekstraksi pembuluh retina dengan metode matched filter dan first-order derivative of Gaussian pada citra fundus mata berwarna. Keterangan dari setiap pengaruh yang dihasilkan oleh parameter yang berbeda antara lain: 1. Nilai skala kernel Nilai skala kernel yang digunakan dalam proses filtering citra memberikan pengaruh terhadap hasil akurasi, TPR, dan FPR ekstraksi citra. Jika selisih nilai skala kernel antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis besar, maka akan semakin sedikit pembuluh yang masuk dalam ekstraksi. Selain itu selisih nilai yang besar ini juga berpengaruh terhadap daerah non pembuluh. Daerah non pembuluh yang juga memiliki respon maksimal terhadap filter akan terdeteksi, sehingga nilai akurasi mengecil, TPR mengecil, dan FPR membesar. Sebaliknya, apabila selisih nilai skala kernel kecil, maka akan semakin banyak pembuluh yang terdeteksi dan daerah non pembuluh yang menghilang, sehingga nilai akurasi membesar, TPR membesar, dan FPR mengecil. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil ekstraksi pembuluh darah. Apabila selisih nilai skala kernel antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis besar maka akan banyak cabang-cabang pembuluh darah yang hilang dalam citra hasil ekstraksi. Selain itu daerah non pembuluh seperti optic disk atau macula dapat muncul pada citra. Apabila selisih nilai skala kernel antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis kecil, maka banyak pembuluh darah yang sesuai dengan ground truth muncul pada citra. 2. Nilai L Nilai L yang digunakan dalam proses filtering memberikan pengaruh terhadap hasil akurasi, TPR, dan FPR ekstraksi citra. L adalah panjang dari neighborhood sepanjang sumbu y. Apabila nilai L yang digunakan untuk pembuluh tipis bernilai besar sedangkan nilai L yang digunakan untuk pembuluh tebal sangat kecil, maka akan semakin banyak pembuluh darah tipis dan garis non pembuluh yang masuk dalam ekstraksi, sehingga nilai akurasi mengecil, TPR mengecil, dan FPR membesar. Apabila nilai L yang digunakan antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis tidak berbeda jauh masih banyak cabang-cabang pembuluh darah kecil yang terekstraksi sehingga walaupun nilai akurasi dan TPR sudah cukup bagus, nilai FPR dapat membesar. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil ekstraksi pembuluh darah. Apabila nilai L yang digunakan untuk pembuluh tipis bernilai besar sedangkan nilai L yang digunakan untuk pembuluh tebal sangat kecil, sangat banyak cabang-cabang kecil dari pembuluh darah yang muncul pada citra. Selain itu banyak garis non pembuluh darah terlihat pada citra. Apabila nilai L yang digunakan antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis tidak berbeda jauh, pada citra masih terdapat noise berupa cabangcabang pembuluh yang sangat kecil. 14

15 Dibutuhkan nilai L yang tepat (yang dalam hasil percobaan sistem ini untuk pembuluh tebal 9 dan pembuluh tipis 5) agar nilai akurasi dan TPR tinggi, tetapi nilai FPR rendah. 6 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu: 1. Dengan melihat hasil uji coba terbukti bahwa algoritma ekstraksi pembuluh retina dengan metode matched filter dan firstorder derivative of Gaussian ini dapat melakukan ekstraksi dengan baik citra fundus mata berwarna sehingga didapatkan hasil ekstraksi berupa pembuluh darah retina. 2. Nilai skala kernel yang digunakan dalam proses filtering mempengaruhi hasil akurasi, TPR, dan FPR ekstraksi citra dari proses algoritma ini. Semakin besar selisih nilai skala kernel antara pembuluh tebal dan tipis, maka semakin sedikit pembuluh yang terekstraksi dan semakin banyak daerah non pembuluh yang terdeteksi, sehingga nilai akurasi mengecil, TPR mengecil, dan FPR membesar. Apabila selisih nilai skala kernel antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis kecil, maka banyak pembuluh darah yang sesuai dengan ground truth muncul pada citra. 3. Nilai L yang digunakan dalam proses filtering mempengaruhi hasil akurasi, TPR, dan FPR ekstraksi citra dari proses algoritma ini. Apabila nilai L yang digunakan untuk pembuluh tipis bernilai besar sedangkan nilai L yang digunakan untuk pembuluh tebal sangat kecil, sangat banyak cabang-cabang kecil dari pembuluh darah dan garis non pembuluh darah yang terlihat pada citra. Apabila nilai L yang digunakan antara pembuluh tebal dan pembuluh tipis tidak berbeda jauh, pada citra masih terdapat noise berupa cabangcabang pembuluh yang sangat kecil. Dibutuhkan beberapa kali percobaan untuk menghasilkan nilai L yang tepat sehingga Referensi akan menghasilkan tingkat akurasi dan TPR yang tinggi juga tingkat FPR yang rendah. [1] Patton, N., Aslam, T.M., MacGillivray, T., Deary, I.J., Dhillon, B., Eikelboom, R.H., Yogesan, K., dan Constable, I.J Retinal image analysis: concepts, applications and potential. Progress in Retinal and Eye Research 25, 1: [2] J.J. Staal, M.D. Abramoff, M. Niemeijer, M.A.Viergever, B. van Ginneken, Ridge based vessel segmentation in color images of the retina, IEEE Trans. Med. Imaging (2004) [3] J.V.B. Soares, J.J.G. Leandro, R.M. Cesar Jr., H.F. Jelinek, M.J. Cree, Retinal vessel segmentation using the 2-d gabor wavelet and supervised classification, IEEE Trans. Med. Imaging 25 (2006) [4] M. Niemeijer, J.J. Staal, B. van Ginneken, M. Loog, M.D. Abramoff, Comparative study of retinal vessel segmentation methods on a new publicly available database, SPIE Med. Imaging 5370 (2004) [5] M. Martı ńez-pe ŕez, A. Hughes, A. Stanton, S. Thom, A. Bharath, K. Parker, Scale-space analysis for the characterisation of retinal blood vessels, Med. Image Comput. Computer-Assisted Intervention (1999) [6] A. Hoover, V. Kouznetsova, M. Goldbaum, Locating blood vessels in retinal images by piecewise threshold probing of a matched filter response, IEEE Trans. Med. Imaging 19 (3) (2000) [7] X. Jiang, D. Mojon, Adaptive local thresholding by verification based multithreshold probing with application to vessel detection in retinal images, IEEE Trans. Pattern Anal. Mach. Intell. 25 (1) (2003) [8] A.M. Mendonca, A. Campilho, Segmentation of retinal blood vessels by combining the detection of centerlines and 15

16 morphological reconstruction, IEEE Trans. Med. Imaging 25 (9) (2006) [9] M.E. Martinez-Perez, A.D. Hughes, S.A. Thom, A.A. Bharath, K.H. Parker, Segmentation of blood vessels from red-free and fluorescein retinal images, Med. Image Anal. 11 (1) (2007) [10] H. Leung, J.J. Wang, E. Rochtchina, T.Y. Wong, R. Klein, P. Mitchell, Impact of current and past blood pressure on retinal arteriolar diameter in older population, J. Hypertens. (2003) [11] P. Mitchell, H. Leung, J.J. Wang, E. Rochtchina, A.J. Lee, T.Y. Wong, R. Klein, Retinal vessel diameter and open-angle glaucoma: the Blue Mountains eye study, Ophthalmology (2005) [12] J.J. Wang, B. Taylor, T.Y. Wong, B. Chua, E. Rochtchina, R. Klein, P. Mitchell, Retinal vessel diameters and obesity: a populationbased study in older persons, Obes. Res. (2006) [13] Gonzales, R.C., et al Digital Image Processing Using MATLAB 3 rd edition. United States of America : Prentice Hall. [14] Wikipedia Image Histogram, <URL: m diakses 2 Januari 2012>. [15] S. Chaudhuri, S. Chatterjee, N. Katz, M. Nelson, M. Goldbaum, Detection of blood vessels in retinal images using twodimensional matched filters, IEEE Trans. Med. Imaging 8 (3) (1989) [16] B. Zhang, Lin Zhang, Lei Zhang, F. Karray, Retinal vessel extraction by matched filter with first-order derivative of gaussian, Computers in Biology and Medicine 40 (2010) [17] STARE Structured Analysis of The Retina.2000.STAREDatabase,<URL: diakses pada 15 Oktober 2011> [18] DRIVE Digital Retinal Image for Vessel Extraction.2004.DriveDatabase,<URL:http: // diakses pada 15 Oktober 2011> 16

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MULTI- SCALE LINE TRACKING

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MULTI- SCALE LINE TRACKING IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH RETINA DENGAN METODE MULTI- SCALE LINE TRACKING Syarifatun Nadhiroh Qomariyah 1, Handayani Tjandrasa 2, Nanik Suciati 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF Dini Nuzulia Rahmah 1, Handayani Tjandrasa 2, Anny Yuniarti 3 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

SEGMENTASI PEMBULUH DARAH PADA CITRA RETINA MENGGUNAKAN MAX-TREE DAN ATTRIBUTE FILTERING

SEGMENTASI PEMBULUH DARAH PADA CITRA RETINA MENGGUNAKAN MAX-TREE DAN ATTRIBUTE FILTERING SEGMENTASI PEMBULUH DARAH PADA CITRA RETINA MENGGUNAKAN MAX-TREE DAN ATTRIBUTE FILTERING Kadek Yota Ernanda Aryanto 1,2, I Ketut Eddy Purnama 1 1 Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya, Jawa Timur 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE BERBASIS MULTISCALE FEATURE EXTRACTION UNTUK SEGMENTASI PEMBULUH DARAH CITRA RETINA RED-FREE DAN FLUORESCEIN

IMPLEMENTASI METODE BERBASIS MULTISCALE FEATURE EXTRACTION UNTUK SEGMENTASI PEMBULUH DARAH CITRA RETINA RED-FREE DAN FLUORESCEIN IMPLEMENTASI METODE BERBASIS MULTISCALE FEATURE EXTRACTION UNTUK SEGMENTASI PEMBULUH DARAH CITRA RETINA RED-FREE DAN FLUORESCEIN Dosen Pembimbing Dr. Agus Zainal Arifin, S.Kom., M.Kom. Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila, Handayani Tjandrasa, dan Nanik

Lebih terperinci

Implementasi Segmentasi Pembuluh Darah Retina Pada Citra Fundus Mata Menggunakan Tekstur, Thresholding dan Operasi Morfologi

Implementasi Segmentasi Pembuluh Darah Retina Pada Citra Fundus Mata Menggunakan Tekstur, Thresholding dan Operasi Morfologi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Implementasi Segmentasi Pembuluh Darah Retina Pada Citra Fundus Mata Menggunakan Tekstur, Thresholding dan Operasi Morfologi M. Riza Kurnia,Handayani Tjandrasa,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 7 No. 2 Februari 2015

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 7 No. 2 Februari 2015 IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERBASIS HISTOGRAM EQUALIZATION DAN 2D-GABOR FILTER Fahmi Arya Wicaksono 1 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 IMPLEMENTASI DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH PADA CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER Kata Kunci: Citra Fundus Retina, Segmentasi Citra,

Lebih terperinci

SEGMENTASI AREA MAKULA PADA CITRA FUNDUS RETINA DENGAN OPERASI MORFOLOGI (Kata kunci: segmentasi makula, operasi morfologi, citra fundus retina)

SEGMENTASI AREA MAKULA PADA CITRA FUNDUS RETINA DENGAN OPERASI MORFOLOGI (Kata kunci: segmentasi makula, operasi morfologi, citra fundus retina) PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391 SEGMENTASI AREA MAKULA PADA CITRA FUNDUS RETINA DENGAN OPERASI MORFOLOGI (Kata kunci: segmentasi makula, operasi morfologi, citra fundus retina) Penyusun Tugas Akhir : Diandra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 DETEKSI KEMUNCULAN BULAN SABIT MENGGUNAKAN METODE CIRCULAR HOUGH TRANSFORM ARTIKEL Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH PADA CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER

IMPLEMENTASI DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH PADA CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER IMPLEMENTASI DETEKSI TITIK POTONG PEMBULUH DARAH PADA CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN ALGORITMA COMBINED CROSS POINT NUMBER Sanny Hikmawati 1, Handayani Tjandrasa 2, Nanik Suciati 3 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi iyah 1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom 2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Email: nafik_unisla26@yahoo.co.id 1, ymp@stts.edu

Lebih terperinci

DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK

DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK Nanik Suciati, Rosdiana Rahmawati Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Desain & Implementasi. Uji coba & Evaluasi. Kesimpulan

Pendahuluan. Desain & Implementasi. Uji coba & Evaluasi. Kesimpulan 1 Pendahuluan Desain & Implementasi Uji coba & Evaluasi Kesimpulan 2 Latar Belakang Evaluasi performa: Mengukur kualitas algoritma Evaluasi algoritma deteksi struktur garis lengkung 3 Struktur garis lengkung

Lebih terperinci

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *) Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *) *) Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura Abstrak CT scan mampu menghasilkan citra organ internal (struktur

Lebih terperinci

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN Dolly Indra dolly.indra@umi.ac.id Teknik Informatika Universitas Muslim Indonesia Abstrak Pada tahap melakukan ekstraksi ciri (feature extraction) faktor

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Implementasi Pengklasifikasi Segmen Vaskular Retina Mata dengan Metode M-Mediods Multivariat Wilda Imama Sabilla, Chastine

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Umum 2.1.1. Warna Dengan menggunakan 3 buah reseptor manusia dapat membedakan banyak warna. Warna tricromatic RGB dalam sistem grafis umumnya menggunakan 3 byte (2 8 ) 3,

Lebih terperinci

By Emy. 2 of By Emy

By Emy. 2 of By Emy 2 1 3 Kompetensi Mampu menjelaskan dan operasi morfologi Mampu menerapkan konsep morfologi untuk memperoleh informasi yang menyatakan deskripsi dari suatu benda pada citra mampu membangun aplikasi untuk

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila (5109100049) Dosen Pembimbing 1 Prof. Ir. Handayani Tjandrasa, M.Sc., Ph.D. Dosen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

KOMBINASI METODE MORPHOLOGICAL GRADIENT DAN TRANSFORMASI WATERSHED PADA PROSES SEGMENTASI CITRA DIGITAL

KOMBINASI METODE MORPHOLOGICAL GRADIENT DAN TRANSFORMASI WATERSHED PADA PROSES SEGMENTASI CITRA DIGITAL KOMBINASI METODE MORPHOLOGICAL GRADIENT DAN TRANSFORMASI WATERSHED PADA PROSES SEGMENTASI CITRA DIGITAL Rudy Adipranata Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya. Telp. (031) 8439040

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD Murinto, Resa Fitria Rahmawati Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel Sri Enggal Indraani, Ira Dhani Jumaddina, Sabrina Ridha Sari Sinaga (enggal24@gmail.com, Ira.dhani5393@gmail.com,

Lebih terperinci

Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma

Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra Bertalya Universitas Gunadarma 1 Operasi2 Dasar Merupakan manipulasi elemen matriks : elemen tunggal (piksel), sekumpulan elemen yang berdekatan, keseluruhan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Waktu : 1 x 3x 50 Menit Pertemuan : 6 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Segmentasi ABDUL AZIS, M.KOM

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Segmentasi ABDUL AZIS, M.KOM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Segmentasi 1 Langkah berikutnya dari operasi atas image Image Segmentation Feature Extraction Object Classification 2 Image Segmentation W.G.CHO 3 Pengertian Segmentasi Segmentasi

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sistem Sistem yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah Implementasi Algoritma Template Matching dan Feature Extraction untuk Pengenalan Pola Angka Untuk

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Pengolahan citra digital by Jans Hry / S2 TE UGM 09 ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Edge atau tepi merupakan representasi dari batas objek dalam citra. Hal ini

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

SISTEM PENGKLASIFIKASIAN KUALITAS KERAMIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOG DAN PREWITT

SISTEM PENGKLASIFIKASIAN KUALITAS KERAMIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOG DAN PREWITT SISTEM PENGKLASIFIKASIAN KUALITAS KERAMIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOG DAN PREWITT Ardi Satrya Afandi art_dhi@yahoo.com Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Jl.

Lebih terperinci

Deteksi Tepi pada Citra Digital menggunakan Metode Kirsch dan Robinson

Deteksi Tepi pada Citra Digital menggunakan Metode Kirsch dan Robinson Deteksi Tepi pada Citra Digital menggunakan Metode Kirsch dan Robinson Veronica Lusiana Program Studi Teknik Informatika, Universitas Stikubank email: verolusiana@yahoo.com Abstrak Segmentasi citra sebagai

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI Marina Gracecia1, ShintaEstriWahyuningrum2 Program Studi Teknik Informatika Universitas Katolik Soegijapranata 1 esthergracecia@gmail.com,

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 ) SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 ) Pramuda Akariusta Cahyan, Muhammad Aswin, Ir., MT., Ali Mustofa, ST., MT. Jurusan

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Romindo Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran No. 190 Pasar VI Manunggal romindo4@gmail.com Nurul Khairina Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM)

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM) SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM) Jani Kusanti Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik Elektro dan Informatika Universitas Surakarta (UNSA),

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN

PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN 1) Merly Indira 2) Eva Yuliana 3) Wahyu Suprihatin 4) Bertalya Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma Jl.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Morphological Image Processing

Morphological Image Processing Morphological Image Processing Muhammad Kusban Teknik Elektro, Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak -- Proses morphologi terutama digunakan untuk menghilangkan ketidaksempurnaan bentuk yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision).

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah suatu ilmu di bidang komputer yang dapat membuat mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). Terdapat beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL Muhammad Affandes* 1, Afdi Ramadani 2 1,2 Teknik Informatika UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kontak Person : Muhammad

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Secara umum penelitian pengenalan plat nomor kendaraan terdiri dari tiga tahapan [1][7][11], yaitu deteksi plat nomor kendaraan, segmentasi karakter,

Lebih terperinci

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS Arifin 1, Budiman 2 STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 arifins2c@yahoo.com 1, sync_vlo@yahoo.com 2 Abstrak Pengolahan citra digital

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

Implementasi Deteksi Mata Otomatis Menggunakan Pemfilteran Intensitas dan K-Means Clustering

Implementasi Deteksi Mata Otomatis Menggunakan Pemfilteran Intensitas dan K-Means Clustering JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Implementasi Deteksi Mata Otomatis Menggunakan Pemfilteran Intensitas dan K-Means Clustering Ahmad Kadiq, Arya Yudhi Wijaya,

Lebih terperinci

APLIKASI OPERASI HIMPUNAN DAN MATEMATIKA MORFOLOGI PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

APLIKASI OPERASI HIMPUNAN DAN MATEMATIKA MORFOLOGI PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Desember 2016 Volume 10 Nomor 2 Hal. 83 96 APLIKASI OPERASI HIMPUNAN DAN MATEMATIKA MORFOLOGI PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL V. Y. I. Ilwaru 1, Y. A. Lesnussa 2, E. M.

Lebih terperinci

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1 BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat mesin seolah-olah dapat melihat. Komponen dari Computer Vision tentunya adalah gambar atau citra, dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

Segmentasi Citra Digital Menggunakan Thresholding Otsu untuk Analisa Perbandingan Deteksi Tepi

Segmentasi Citra Digital Menggunakan Thresholding Otsu untuk Analisa Perbandingan Deteksi Tepi Segmentasi Citra Digital Menggunakan Thresholding Otsu untuk Analisa Perbandingan Deteksi Tepi Ayu Ambarwati 1 Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih-Palembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI...

BAB II LANDASAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL TESIS... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii SARI...

Lebih terperinci

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016 1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS Rumus translasi citra x = x + m y = y + n dimana : m = besar pergeseran dalam arah x n = besar pergeseran dalam arah y 4/2/2016 1 TRANSLASI 2. ROTASI Jika citra semula adalah

Lebih terperinci

Oleh Yuli Wijayanti. Dosen Pembimbing : 1. Bilqis Amaliah, S.Kom, M.Kom 2. Anny Yuniarti, S.Kom, M.Com.Sc

Oleh Yuli Wijayanti. Dosen Pembimbing : 1. Bilqis Amaliah, S.Kom, M.Kom 2. Anny Yuniarti, S.Kom, M.Com.Sc Oleh Yuli Wijayanti Dosen Pembimbing : 1. Bilqis Amaliah, S.Kom, M.Kom 2. Anny Yuniarti, S.Kom, M.Com.Sc TEKNIK INFORMATIKA-ITS 26 JULI 2010 Latar Belakang Segmentasi gambar merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kain batik merupakan ciri khas dari bangsa I

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kain batik merupakan ciri khas dari bangsa I Pembuatan Perangkat Lunak Untuk Menampilkan Deskripsi Mengenai Batik dan Pola Citra Batik Berdasarkan Segmentasi Objek Maulana Sutrisna, maulanasutrisna@gmail.com Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar

Lebih terperinci

Segmentasi Citra Berwarna Menggunakan Deteksi Tepi dan Fuzzy C-Means yang Dimodifikasi Berdasarkan Informasi Ketetanggaan

Segmentasi Citra Berwarna Menggunakan Deteksi Tepi dan Fuzzy C-Means yang Dimodifikasi Berdasarkan Informasi Ketetanggaan Segmentasi Citra Berwarna Menggunakan Deteksi Tepi dan Fuzzy C-Means yang Dimodifikasi Berdasarkan Informasi Ketetanggaan Septi Wulansari (5109100175) Pembimbing I: Prof. Ir. Handayani Tjandrasa, M.Sc.,

Lebih terperinci

Identifikasi Gejala Penyakit Padi Menggunakan Operasi Morfologi Citra

Identifikasi Gejala Penyakit Padi Menggunakan Operasi Morfologi Citra Identifikasi Gejala Penyakit Padi Menggunakan Operasi Morfologi Citra Shofiyyah Zahrah 1, Ristu Saptono 2, Esti Suryani 3 1,2,3 Program Studi Informatik, FMIPA, Universitas Sebelas Maret Email: 1 shofizr@gmail.com,

Lebih terperinci

Segmentasi Pembuluh Darah Retina Pada Citra Fundus Menggunakan Gradient Based Adaptive Thresholding Dan Region Growing Deni Sutaji 1, Chastine Fatichah 2, dan Dini Adni Navastara 3 1 Teknik Informatika

Lebih terperinci

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. 6 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. Informasi Multi Media pada database diproses untuk mengekstraksi fitur dan gambar.pada proses pengambilan, fitur dan juga atribut atribut

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS Ikhwan Ruslianto KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS IKHWAN RUSLIANTO Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN Warsiti Mahasiswi Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Sp. Limun

Lebih terperinci

Operasi Morfologi. Kartika Firdausy - UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra

Operasi Morfologi. Kartika Firdausy - UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra Operasi Morfologi Kartika Firdausy - UAD pvisual@ee.uad.ac.id blog.uad.ac.id/kartikaf Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu: mengidentifikasi prosedur operasi morfologi menerapkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Metha Riandini 1) DR. Ing. Farid Thalib 2) 1) Laboratorium Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

Deteksi Microaneurysms Pada Citra Retina Mata Menggunakan Matched Filter

Deteksi Microaneurysms Pada Citra Retina Mata Menggunakan Matched Filter Santoso, Deteksi Microaneurysms Pada Citra Retina Mata Menggunakan Matched Filter 59 Deteksi Microaneurysms Pada Citra Retina Mata Menggunakan Matched Filter Muhammad Santoso 1, Tutuk Indriyani 2, Ricky

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci