ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA UDANG TAMBAK YUSMA YENNIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA UDANG TAMBAK YUSMA YENNIE"

Transkripsi

1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA UDANG TAMBAK YUSMA YENNIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada Udang Tambak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Yusma Yennie NIM F

3 3 ABSTRACT YUSMA YENNIE. Isolation and Identification of Pathogenic Vibrio parahaemolyticus in Shrimp Culture Under the direction of RATIH DEWANTI-HARIYADI and ACHMAD POERNOMO. Vibrio parahaemolyticus (Vp) is a halophilic bacterium found in brackish water and is the leading cause of gastroenteritis due to seafood consumption. In Indonesia presence of this pathogen in seafood has caused several export rejection. This research aimed to identify presence of pathogenic Vibrio parahaemolyticus from shrimp cultured in traditional and intensive ponds. Bacterial isolation was carried out using FDA BAM (2004), phenotypic characterization was done using API 20E biochemical test kit and genetic characterization was conducted with Polymerase Chain Reaction (PCR) using a pair of specific primer for each virulent factor gene (tdh and trh genes). Biochemical identification with API 20E biochemical test showed that 16/32(50%) and 6/32 (18.8%) shrimp samples from traditional and intensive ponds contained Vibrio parahaemolyticus, respectively. Eighty one percent (13/16) of Vibrio parahaemolyticus isolated from traditional pond and 50% (3/6) of those obtained from intensive pond were pathogenic due to their possesion of tdh gene. When gen encoding trh was used as the basis for classification, 15/16 (93.8%) and 4/6 ( 66.7%) of Vibrio parahaemolyticus obtained from traditional and intensive ponds, respectively, were pathogenic. Out of the 22 Vibrio parahaemolyticus isolates, 16 (72.7%) were pathogenic based on the possesion of gene encoding for tdh and 19 (86.4%) can be classified as pathogen based on the trh gene. Overall, pathogenic Vibrio parahaemolyticus was found at a frequency of 13-15/32 (43%) of the shrimp samples from traditional pond while 3-4/32 (11%) was found in shrimps from intensive pond, respectively. Keywords: Vibrio parahaemolyticus, shrimp culture, tdh gene, trh gene

4 4 RINGKASAN YUSMA YENNIE. Isolasi dan Identifikasi Vibrio parahaemolyticus Patogenik pada Udang Tambak. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan ACHMAD POERNOMO. Vibrio parahaemolyticus merupakan flora normal di lingkungan perairan payau dan salah satu spesies Vibrio spp yang bersifat patogen terhadap komoditas udang maupun pada manusia. Vibrio parahaemolyticus merupakan bakteri Gram negatif, bersifat halofilik dan dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia melalui konsumsi pangan hasil perikanan. Udang merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang menduduki peringkat pertama dalam pangsa ekspor produk perikanan Indonesia serta merupakan salah satu komoditas unggulan revitalisasi KKP selain tuna dan rumput laut sejak Berbagai permasalahan yang terkait dengan ekspor udang mengakibatkan ditolaknya produk udang ke luar negeri dan hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi unit-unit pengolahan udang. Salah satu penyebab penolakan ekspor udang karena kandungan mikroba patogen seperti Salmonella, Vibrio cholerae dan Vibrio parahemolyticus. Kasus penolakan ekspor udang karena kontaminasi V. parahemolyticus pernah dilaporkan yaitu pada tahun 2005 dan 2007, sebanyak 26 ton udang beku dan 4.8 ton produk sushi ebi dari Indonesia ditolak di Uni Eropa. Kasus terakhir, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, tahun 2009 dan 2010 sebanyak 27 ton dan 13 ton ekspor ikan Indonesia ditolak oleh Cina karena terkontaminasi V. parahemolyticus. Dalam perdagangan internasional, beberapa negara seperti Uni Eropa, USA, dan Jepang menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan terkait dengan V. parahaemolyticus pada produk perikanan termasuk udang baik beku maupun olahan. Indonesia juga di dalam SNI mensyaratkan V. parahaemolyticus sebagai parameter mutu pada produk perikanan. Kasus penyakit bawaan pangan (foodborne diseases) karena V. parahaemolyticus patogenik telah banyak dilaporkan dalam berbagai kasus KLB. Di Indonesia ditemukan sebesar 3.7% (19/514 pasien) dengan gastroenteristis akut dan diketahui positif V. parahaemolyticus sepanjang tahun 1974 (Bonang et al. 1974). Selain itu ditemukan juga V. parahaemolyticus patogenik sebesar 7.3% dari sampel klinis pasien diare beberapa rumah sakit dalam kurun waktu (Tjaniadi et al. 2003). Sementara itu di Jepang, dalam kurun waktu terjadi 20-30% kasus KLB dan pada tahun 1998 dilaporkan kasus ini melebihi jumlah kasus yang disebabkan oleh Salmonella (IDSC, 1999 dalam US- FDA, 2005). Kemampuan V. parahaemolyticus menyebabkan penyakit pada manusia umumnya dihubungkan dengan kemapuannya memproduksi hemolisis. Berdasarkan kemampuannya tersebut dikenal 3 jenis hemolisin pada V. parahaemolyticus yaitu thermolabile hemolysin (TLH), thermostable direct hemolysin (TDH) dan thermostable direct hemolysin-related hemolysin (TRH). Thermolabile hemolysin (TLH) adalah protein yang memiliki aktivitas phospholipase A2/lysophospholipase akan tetapi peranan hemolisin ini terkait

5 dengan kemampuannya menyebabkan penyakit tidak diketahui secara pasti. Sementara itu TDH dan TRH diduga merupakan faktor virulen pada V. parahaemolyticus yang dikaitkan sebagai penyebab penyakit pada manusia. Thermostable direct hemolysin (TDH) dikenal sebagai faktor virulen karena aktivitas β hemolisisnya yang dapat melisis membran sel darah merah sehingga mengakibatkan gastroenteritis. Keberadaan TDH ditandai dengan adanya zona bening pada koloni Vibrio parahaemolyticus yang ditumbuhkan pada media agar Wagatsuma dan dikenal dengan istilah Fenomena Kanagawa (KP). Thermostable direct hemolysin-related hemolysin (TRH) disebut sebagai faktor virulen lain dari V. parahaemolyticus, dimana keberadaannya dikaitkan dengan hasil Fenomena Kanagawa negatif (KP-) tetapi dapat menyebabkan gastroenteritis. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada awalnya dilakukan berdasarkan reaksi biokimiawi akan tetapi metode ini memiliki kelemahan diantaranya waktu analisis yang panjang, akurasi dan sensitivitas yang rendah serta belum tersedianya metode analisis untuk mengidentifikasi faktor virulen TRH. Berlandaskan alasan tersebut, dikembangkan metode analisis untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik. Salah satu metode analisis yang adalah metode analisis berdasarkan pendekatan molekuler yaitu teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui frekuensi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang di tambak tradisional dan intensif yaitu dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi V. parahaemolyticus berdasarkan sifat-sifat biokimiawinya serta mengidentifikasi faktor virulen V. parahaemolyticus berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh pada komoditas udang tambak tersebut. Isolasi bakteri dilakukan dengan mengacu pada metode BAM-FDA (2004), konfirmasi V. parahaemolyticus berdasarkan reaksi biokimiawi menggunakan API 20E biochemical test kit, danidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik dilakukan berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh menggunakan sepasang primer spesifik dari dua gen tersebut dengan teknik PCR Isolasi V. parahaemolyticus pada sampel udang di tambak tradisional dan intensif berturut-turut menunjukkan hasil sebesar 32 dan 28 isolat (n=32). Sementara itu konfirmasi V. parahaemolyticus menggunakan API 20E biochemical test kit menunjukkan hasil sebanyak 16/32 (50%) dan 6/32 (18.8%) sampel udang di tambak tradisional dan intensif positif sebagai V. parahaemolyticus. Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi isolasi V. parahaemolyticus sampel udang di tambak tradisional lebih tinggi dibandingkan tambak intensif. Jika dibedakan berdasarkan lokasi pengambilan sampel pada tambak tradisional, frekuensi isolasi V. parahaemolyticus berkisar antara 30-69%. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh pada sampel udang tambak tradisional dan intensif berturut-turut menunjukkan hasil sebesar 13/16 isolat dan 3/6 isolat positif gen tdh. Amplifikasi berdasarkan gen penyandi trh pada sampel udang di tambak tradisional dan intensif diperoleh hasil sebanyak 15/16 isolat dan 4/6 isolat adalah positif gen trh. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa V. parahaemolyticus dari sampel udang tambak tradisional dan intensif ternyata berifat patogen sebesar 43% dan 11%. 5

6 6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang baik di tambak tradisional maupun intensif. Hal ini diduga terkait dengan penerapan cara berbudidaya yang baik (Good Aquaculture Practices) yang belum optimal terutama di tambak tradisional. Kata kunci: Vibrio parahaemolyticus, udang tambak, gen tdh, gen trh

7 7 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8 8 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio parahaemolyticus PATOGENIK PADA UDANG TAMBAK YUSMA YENNIE Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc 9

10 10 Judul Tesis : Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada Udang Tambak Nama : Yusma Yennie NRP : F Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Ketua Dr. Achmad Poernomo Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr.Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 29 Juli 2011 Tanggal Lulus:

11 11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-nya, karya ilmiah sebagai hasil tugas akhir dapat diselesaikan. Penulis mengangkat tema keamanan pangan dengan judul penelitian Isolasi dan Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada Udang Tambak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan Dr. Achmad Poernomo, M.AppSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, saran, dan semangat selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang diberikan sebagai bentuk lain dari pembimbingan menuju kesempurnaan karya ilmiah ini. 3. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan- Balitbang KP-KKP, yang telah mendanai penelitian ini. 4. Rekan-rekan di Kelti Keamanan Pangan, Lab. Mikrobiologi (Ayu dan Radest) dan Lab. Bioteknologi (Gintung dan mbak Dewi) BBRP2B atas bantuan, dan dorongan semangat selama penelitian. 5. Teman-teman lingkup BBRP2B (Ema, Ida, Devi, Diah, Yanti) dan teman-teman IPN 2008, atas persahabatan dan dorongan semangatnya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 6. Suami dan anak-anak tercinta, abah, ibu, dan seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang, toleransi, pengertian, dorongan semangat, dan bantuannya. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Agustus 2011 Yusma Yennie

12 12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 Pebruari 1974 dari Ayah Ahmad Yusmadi Yusuf dan Ibu Ainal Mardiah yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan S-1 pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Institut Pertanian Bogor. Penulis melanjutkan studi ke program pasca sarjana pada tahun 2008 di program studi ilmu pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui program beasiswa Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1999 dan ditempatkan di UPT-LPPMHP, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Utara. Tahun 2001 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan- Balitbang KP-KKP dan bergabung dengan kelompok peneliti bidang keamanan pangan dan lingkungan Kelautan dan Perikanan. Peneliti telah melakukan beberapa penelitian di bidang keamanan pangan antara lain identifikasi logam berat pada produk perikanan, identifikasi residu bahan berbahaya pada produk perikanan baik segar dan olahan, dan saat ini sedang melakukan penelitian dengan topik identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang vaname di unit pengolahan udang, pengumpul, dan retail.

13 13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...xv DAFTAR GAMBAR...xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Perumusan Masalah...6 Tujuan Penelitian...6 Hipotesis...7 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Vibrio parahaemolyticus...8 Faktor Lingkungan yang Mempengarui Keberadaan Vibrio parahaemolyticus...10 Penyakit Bawaan Pangan (food borne diseases) oleh Vibrio parahaemolyticus...11 Faktor Virulen Vibrio parahaemolyticus...16 Identifikasi Vibrio parahaemolyticus Patogenik...19 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian...23 Bahan dan Alat...23 Pelaksanaan Penelitian...24 Survei Lapang...25 Pengambilan dan Preparasi Sampel Udang Tambak...26 Isolasi Vibrio parahaemolyticus dari Udang Tambak...26 Identifikasi Vibrio parahaemolyticus pada Udang Tambak...27 Uji biokimia pendahuluan (Presumtif) Pewarnaan Gram Uji motilitas Uji oksidase Pertumbuhan pada Triple Sugar Iron Agar...28

14 14 Uji biokimia lanjutan (Konfirmasi) Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik dari Isolat yang berasal dari Udang Tambak Isolasi DNA genom bakteri Amplifikasi gen tdh dan trh HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Lapang Isolasi V. parahaemolyticus dari Udang Tambak Identifikasi V. parahaemolyticus pada Udang Tambak Identifikasi V. parahaemolyticus Patogenik dari Isolat yang Berasal dari Udang Tambak Isolasi DNA genom bakteri Amplifikasi Gen tdh dan trh V. parahaemolyticus Rekomendasi untuk Perbaikan Usaha Budidaya Udang SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75

15 15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( ) Impor produk perikanan yang terkontaminasi V. parahaemolyticus di Taiwan Persyaratan V. parahaemolyticus pada produk perikanan di berbagai negara Hubungan antara antigen tipe O dan K pada V. parahaemolyticus KasusKLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Asia KasusKLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Eropa dan Amerika Primer oligonukleotida yang digunakan untuk deteksi gen tdh dan trh Hasil analisis presumtif V. parahaemolyticus dari udang vaname yang diambil dari 3 lokasi survei Data pengamatan dan pengukuran parameter lingkungan di tambak tradisional dan intensif Hasil isolasi V. parahaemolyticus pada sampel udang tambak Identifikasi V. parahaemolyticus presumtif pada sampel udang tambak tradisional di Kecamatan Cantigi Identifikasi V. parahaemolyticus presumtif pada sampel udang tambak intensif di Kecamatan Patrol Hasil uji reaksi biokimiawi dari isolat-isolat V. parahaemolyticus presumtif sampel udang tambak dengan API 20E Hasil identifikasi dan tingkat kemiripan isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak tradisional dengan API 20E Hasil identifikasi Vp pada sampel udang berdasarkan lokasi di tambak tradisional Hasil identifikasi dan tingkat kemiripan isolat V. parahaemolyticus sampel udang di tambak intensif dengan API 20E Distribusi gen penyadi tdh dan trh pada isolat V. parahaemolyticus dari sampel udang di tambak tradisional dan intensif... 56

16 16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sel Vibrio parahaemolyticus menggunakan scanning electron micrograph (SEM) Diagram alir pelaksanaan penelitian Tambak udang sistim tradisional Tambak udang sistim intensif V. parahaemolyticus pada TCBS Sel bakteri V. parahaemolyticus yang diamati dengan mikroskop perbesaran 1000X Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh bakteri V. parahaemolyticus di tambak tradisional pada gel agarosa2% (TBE1X). M: marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2: kontrol negatif, (a) dan (b) : 16 isolat V. parahaemolyticus sampel udang (lajur 3-10) Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi tdh bakteri V. parahaemolyticus di tambak intensif pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2 : kontrol negatif, lajur 3-8 : isolat V. parahaemolyticus sampel udang Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi trh bakteri V. parahaemolyticus di tambak tradisional pada gel agarosa2% (TBE1X). M: marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2: kontrol negatif, (a) dan (b) : 16 isolat V. parahaemolyticus sampel udang (lajur 3-10) Visualisasi hasil amplifikasi DNA dengan target gen penyandi trh bakteri V. parahaemolyticus di tambak intensif pada gel agarosa 2% (TBE1X). M : marker DNA ladder 100bp, 1 : kontrol positif (AQ4037), 2 : kontrol negatif, lajur 3-8 : isolat V. parahaemolyticus sampel udang... 55

17 17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil isolasi V. parahaemolyticus dari udang tambak tradisional Hasil isolasi V. parahaemolyticus dari udang tambak intensif Hasil identifikasi isolat presumtif V. parahemolyticus dengan API 20E yang dianalisis menggunakan apiweb TM Kemurnian dan konsentrasi DNA genom V. parahaemolyticus... 86

18 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas unggulan program revitalisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selain tuna dan rumput laut sejak tahun Disamping itu udang menempati urutan ke-5 terbesar dalam deretan ekspor non-migas dan memberikan kontribusi sebesar 50% dari total nilai ekspor perikanan Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data Statistik dan Informasi, KKP (2009), tentang volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama tahun , terlihat udang menduduki urutan pertama (Tabel 1). Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( ) Rincian Tahun Kenaikan Rata-Rata (% ) Volume (Ton) Udang Tuna, cakalang, tongkol Ikan lainnya Kepiting Lainnya Pusat Data Statistik dan Informasi, KKP (2009) Ekspor komoditas udang Indonesia mengalami masalah beberapa tahun ini. Permasalahan ekspor udang Indonesia mengakibatkan volume dan nilai ekspor menurun dan beberapa permasalahan yang dihadapi terkait dengan standar mutu dan sanitasi. Permasalahan yang terkait dengan sanitasi pada komoditas udang umumnya karena adanya kontaminasi bakteri patogen seperti Salmonella,

19 19 Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio cholera (DKP, 2003). Pada tahun 2005 sebanyak 26 ton ekspor udang Indonesia ditolak Uni Eropa karena kontaminasi V. parahaemolyticus, sedangkan pada tahun 2007 ekspor produk sushi ebi sebanyak 4.8 ton ditolak oleh Uni Eropa karena alasan yang sama (Ditjen P2HP-KKP, 2010). Kasus terakhir, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2009 dan 2010 sebanyak 27 ton dan 13 ton ekspor ikan Indonesia ditolak oleh Cina karena terkontaminasi V. parahemolyticus. Wong et al. (1999) melaporkan bahwa produk perikanan yang diekspor ke Taiwan dari beberapa negara di Asia termasuk Indonesia pernah terdeteksi mengandung V. parahaemolyticus (Tabel 2) walaupun pada seluruh sampel tidak ditemukan V. parahaemolyticus patogenik yang diidentifikasi dengan metode PCR. Tabel 2. Impor produk perikanan yang terkontaminasi V. parahaemolyticus di Taiwan Negara asal Jenis produk Jumlah sampel Jumlah sampel positif % Vp Kepiting Vietnam Lobster Bekicot Ikan Hongkong Kepiting Thailand Kepiting Indonesia Udang Ikan Jumlah Wong et al. (1999) Dalam perdagangan internasional, beberapa negara seperti Uni Eropa, USA, dan Jepang menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan terkait dengan V. parahaemolyticus pada produk perikanan termasuk udang baik beku maupun olahan. Indonesia juga di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan V. parahaemolyticus sebagai parameter mutu pada produk perikanan. Tabel 3 menunjukkan peraturan dari beberapa negara pengimpor

20 20 untuk persyaratan mutu dan keamanan pangan produk udang serta persyaratan udang beku berdasarkan SNI Tabel 3. Persyaratan V. parahaemolyticus pada produk perikanan di berbagai negara Negara Jenis pangan Persyaratan Referensi Uni Eropa Krustasea, moluska, MPN 100 cfu/g ISO 8914 dan kerang olahan USA Produk perikanan siap saji MPN >10 4 /g (KP / -) FDA Compliance Programme Guidance Manual Jepang Produk perikanan untuk konsumsi mentah MPN < 100/g Indonesia Udang beku APM <3/g atau KP * (* jika diperlukan) Ababouch et al. (2005); Badan Standardisasi Nasional (2006) Food Sanitation & Quarantine Law Article 11 SNI Vibrio spp. merupakan flora normal pada lingkungan perairan payau seperti pantai atau muara sungai serta umum terdapat selama kegiatan budidaya udang (Vandenberghe et al. 2003). Keberadaan Vibrio spp. terutama berkaitan dengan bahan organik dan fluktuasi oksigen terlarut pada lahan budidaya. Selain itu dalam kondisi normal peningkatan suhu akan menimbulkan keragaman spesies Vibrio (Barbieri et al. 1999; Pfeffer et al. 2003). Beberapa spesies patogen Vibrio seperti V. harveyi dan V. parahaemolyticus merupakan bakteri yang menginfeksi udang (Jiravanichpaisal dan Miyazaki, 1995; Lavilla-Pitogo, 1995; Lightner, 1993) dan umumnya disebut dengan patogen oportunistik yang dapat menyebabkan penyakit pada udang (Goarant et al. 1999). Infeksi V. parahaemolyticus pada udang terjadi pada fase juvenil sampai dewasa. Penyakit pada udang ini disebut dengan red disease syndrome yaitu berubahnya warna tubuh udang menjadi merah dan mengakibatkan kematian. Kematian udang karena penyakit ini berkisar 1-20% (Alapide-Tendencia dan Dureza, 1997) Sistim pemeliharaan udang di tambak umumnya dibedakan atas sistim tradisional dan intensif. Kedua sistim tambak ini memiliki beberapa perbedaan antara lain sumber air, pengelolaan kualitas air, padat tebar benur udang, konstruksi lahan tambak, sistim pengairan, dan jenis pakan. Tambak tradisional

21 21 umumnya tidak menerapkan manajemen pengelolaan kualitas air tambak, dimana sumber air untuk pemeliharaan umumnya berasal dari aliran sungai yang berada di sekitar tambak. Hal ini memberi peluang besarnya kandungan kontaminan dari sumber air seperti logam berat dan bakteri patogen yang dapat menyebabkan tingkat kematian pada udang cukup tinggi. Selain itu tambak tradisional tidak dilengkapi oleh sistim aerasi yang berfungsi mengatur ketersediaan oksigen (Komarawidjaja dan Garno, 2003). Disamping merupakan patogen pada udang, beberapa spesies Vibrio juga bersifat patogen pada manusia. Lebih dari 12 spesies Vibrio diketahui terkait dengan penyakit pada manusia, dan spesies V. cholerae dan V. parahaemolyticus merupakan patogen yang dominan penyebab penyakit pada manusia (Kaysner dan DePaola, 2004). V. cholerae merupakan spesies patogen Vibrio yang memiliki lebih dari 200 serotipe, akan tetapi hanya serotipe O1 dan O139 yang bersifat patogen dan menyebabkan penyakit pada manusia. Sementara itu serotipe lainnya disebut dengan non O1/O139 dan jarang menginfeksi manusia (Kaper et al. 1995; Anderson et al. 2004). V. cholerae memproduksi enterotoksin kolera yang menyebabkan penyakit kolera pada manusia. Penyakit kolera ditularkan melalui jalur fekal-oral, melalui air yang terkontaminasi saat pencucian bahan pangan ataupun bahan pangan yang terkontaminasi feses manusia yang biasa digunakan untuk pupuk (Dobosh et al. 1995; Kaysner, 2000; Popovic et al. 1993). Galur O1 umumnya diisolasi dari sampel klinis sedangkan galur non O1/O139 diisolasi dari lingkungan perairan dan produk perikanan. Spesies Vibrio lain yang patogen terhadap manusia adalah V. parahaemolyicus, merupakan bakteri Gram negatif yang umumnya terdeteksi pada air, sedimen, plankton, produk perikanan (krustasea, ikan dan moluska). Hal ini karena bahan-bahan tersebut memiliki kondisi optimum bagi pertumbuhan bakteri ini seperti ketersediaan nutrien, kandungan garam, ph dan Aw. Di Indonesia, penelitian keberadaan V. parahaemolyticus pada produk perikanan termasuk udang masih jarang dilakukan. Dewanti-Hariyadi et al. (2002) melaporkan bahwa V. parahaemolyticus yang diisolasi dari sampel udang yang berasal dari tambak di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pasar grosir dan unit pengolahan berturut-turut sebesar 21.8%, 3.1%, 11.1%, dan 70%. Namun

22 22 demikian tidak diketahui apakah V. parahaemolyticus pada sampel udang tersebut bersifat patogenik. Penelitian lain juga melaporkan bahwa ditemukan V. parahaemolyticus pada seluruh sampel kerang mentah dan olahan (n=47) yang berasal dari perairan dan pasar lokal di Padang-Sumatera Barat, dimana 36% dari isolat tersebut merupakan V. parahaemolyticus patogenik yang diidentifikasi berdasarkan gen penyandi tdh (thermostable direct hemolysin) (Marlina et al. 2007). Jika dikaitkan dengan kesehatan masyarakat, V. parahaemolyticus juga pernah diisolasi dari sampel klinis pasien diare di beberapa rumah sakit di Indonesia dan diketahui sebesar 7.3% (n=2812) merupakan V. parahaemolyticus dengan Fenomena Kanagawa (KP) positif (Tjaniadi et al. 2003). Persentase ini lebih kecil dibandingkan dengan kejadian keracunan oleh Salmonella akan tetapi lebih tinggi dari persentase kejadian yang disebabkan oleh Enterohemorrhagic E. coli (EHEC). Untuk mengetahui bahwa V. parahaemolyticus bersifat patogenik, umumnya dilakukan pengujian Kanagawa yakni dengan mengamati pembentukan daerah bening pada agar Wagatsuma yang menandakan adanya hemolisin. V. parahaemolyticus yang menghasilkan Kanagawa positif (KP) adalah galur yang menghasilkan faktor virulen thermostable direct hemolysin (TDH) yang disebut dengan gen tdh. Meskipun demikian tidak semua V. parahaemolyticus patogenik ditandai dengan hasil uji Kanagawa positif. Hal ini ditemukan pada pasien penderita diare yang tidak menunjukkan hasil KP. Faktor virulen ini kemudian dikenal dengan thermostable direct hemolysin related hemolysin (TRH) dan disebut gen trh. Analisis berdasarkan reaksi biokimiawi ini ternyata memiliki beberapa kelemahan sehingga dikembangkan metode analisis untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik menggunakan pendekatan molekuler seperti metode polymerase chain reaction (PCR). Metode ini merupakan metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode PCR banyak dikembangkan untuk pengujian mikrobiologi karena memiliki keunggulan diantaranya sensitifitas tinggi, ketepatan hasil uji tinggi, waktu pengujian relatif cepat dan dapat digunakan untuk pengujian komponen yang jumlahnya sangat

23 23 sedikit (Yuwono, 2006). Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik menggunakan metode PCR dilakukan dengan cara mengamplifikasi sekuen nukleotida berdasarkan keberadaan gen penyandi tdh dan trh. Perumusan Masalah Salah satu permasalahan penolakan ekspor udang Indonesia adalah kontaminasi bakteri patogen diantaranya Vibrio parahaemolyticus. V. parahaemolyticus merupakan patogen oportunistik terhadap udang dan juga merupakan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Akan tetapi ketersediaan data keberadaan V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang tambak masih sangat terbatas. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik komoditas udang tambak di Indonesia masih jarang dilakukan. Metode identifikasi V. parahaemolyticus patogenik dengan metode konvensional berdasarkan reaksi biokimia telah banyak dilakukan akan tetapi memiliki kelemahan seperti waktu analisis yang lama, ketepatan hasil uji dan sensitifitas yang rendah. Selain itu metode konvensional tidak dapat mengidentifikasi keberadaan TRH pada sampel. Metode PCR merupakan salah satu pengembangan metode identifkasi V. parahaemolyticus patogenik dengan pendekatan molekular yang telah banyak dikembangkan karena dapat menghasilkan akurasi dan ketepatan hasil uji yang lebih tinggi. Identifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada udang tambak dengan metode PCR diharapkan dapat memperoleh hasil uji yang akurat. Tujuan penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi frekuensi isolasi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang tambak tradisional dan intensif. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah : a. Mengisolasi dan mengidentifikasi V. parahaemolyticus secara biokimiawi pada komoditas udang yang berasal dari tambak tradisional dan intensif serta manganalisis faktor yang berkontribusi terhadap keberadaan bakteri ini. b. Mengidentifikasi V. parahaemolyticus patogenik pada komoditas udang tambak berdasarkan amplifikasi gen penyandi tdh dan trh.

24 24 Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah : a. V. parahaemolyticus berpotensi ditemukan pada komoditsas udang tambak baik tambak tradisional maupun intensif, dengan frekuensi isolasi yang lebih tinggi terdapat pada tambak tradisional. b. V. parahaemolyticus patogenik pada sampel lingkungan dan produk perikanan umumnya berkisar 1-2%.

25 25 c. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Vibrio parahaemolyticus Vibrio parahaemolyticus adalah salah satu spesies bakteri dari famili Vibrionaceae yang merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang (curved atau straight ), anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, pleomorfik, bersifat motil dengan single polar flagellum. Bakteri ini merupakan bakteri halofilik (tumbuh optimum pada media yang berkadar garam 3%), tidak memfermentasi sukrosa dan laktosa, dapat tumbuh pada suhu o C (optimum suhu 37 o C), dimana waktu generasi bakteri pada fase eksponensial adalah 9-13 menit di kondisi optimum pertumbuhannya. Sementara itu kisaran ph dan Aw pertumbuhannya berturut-turut adalah (optimum ) dan (optimum 0.981) (Baumann dan Schubert, 1984; Jay et al. 2005; Lake et al. 2003). Beberapa karakter Vibrio parahaemolyticus yang membedakannya dengan spesies Vibrio lainnya diantaranya tidak memfermentasi sukrosa seperti Vibrio cholerae dan Vibrio alginolyticus. Selain itu pada media padat bakteri ini tumbuh dengan menggunakan lateral flagella serta sifatnya yang halofilik dengan kisaran garam 0.5-8%, sedangkan bakteri Vibrio cholerae mampu tumbuh pada media tanpa garam (Holt dan Krieg, 1984). Gambar 1. Sel V. parahaemolyticus menggunakan scanning electron micrograph (SEM), bar = 1µm (

26 26 Berdasarkan antigennya, Vibrio parahaemolyticus terdiri atas kelompok antigen yaitu : tipe H (flagellar), tipe O (somatic) dan tipe K (capsular). Antigen tipe H merupakan antigen paling umum untuk seluruh galur Vibrio parahaemolyticus, sedangkan antigen tipe O bersifat thermolabile dan antigen tipe K bersifat thermostable. Saat ini, terdapat 12 grup antigen O dan lebih dari 70 antigen K yang telah menghasilkan 76 serotipe (Tabel 4), dimana 5 dari antigen K dengan 2 antigen O membentuk serotipe O:K, yang kemudian digunakan untuk investigasi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Vibrio parahaemolyticus (Kaysner dan DePaola, 2004). Skema antigen ini pertama kali dipublikasikan oleh Sakazaki et al. (1963), selanjutnya beberapa serotipe ditambahkan oleh Komite Serotipe Vibrio parahaemolyticus Jepang dimana antigen K : 2, 14, 16, 29, 35 dan 62 bukan merupakan hasil dari Komite. Antigen K : 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 19 bisa ditemukan lebih dari satu antigen O. Tabel 4. Hubungan antara antigen tipe O dan K pada V. parahaemolyticus Antigen O Kaysner dan De Paola (2004) Antigen K 1,25,26,32,38,41,56,58,64,69 3,28 4,5,6,7,27,30,31,33,37,43,45,48,54,57,58,59,65 4,8,9,10,11,12,13,34,42,49,53,55,63,67 5,15,17,30,47,60,61,68 6,18,46 7,19 8,20,21,22,39,70 9,23,44 19,24,52,66,71 36,40,50,51,61 52 Vibrio parahaemolyticus merupakan flora normal di lingkungan perairan payau seperti pantai, muara sungai atau tambak yang tersebar di seluruh dunia. Keberadaan bakteri ini umumnya lebih sering ditemui pada wilayah beriklim sedang dan tropis atau pada musim panas di negara-negara empat musim. V. parahaemolyticus umumnya terdeteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea, kekerangan dan moluska. Produk perikanan memberikan semua kondisi yang dibutuhkan oleh V. parahaemolyticus untuk tumbuh dan

27 27 berkembang biak seperti keberadaan garam, kandungan nutrien, ph dan Aw yang optimum dan faktor lainnya sehingga bakteri ini sering disebut flora normal pada produk perikanan. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan V. parahaemolyticus Bakteri patogen yang terkait dengan produk perikanan secara umum dikelompokkan atas 3 yaitu : bakteri yang merupakan flora normal perairan laut (Vibrio spp., Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum dan Aeromonas hydrophila), bakteri yang berasal dari kontaminasi feses (Salmonella spp., E. coli patogenik, Shigella spp., Campylobacter spp., dan Yersinia enterocolitica), dan bakteri yang berasal dari kontaminasi selama pengolahan (Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, dan Clostridium perfringens). V. parahaemolyticus merupakan flora normal yang hidup di perairan payau dan sebagian jenisnya bersifat patogen pada produk perikanan seperti udang, ikan, kepiting, tiram, kerang, dan jenis cephalopoda. (Feldhusen, 2000; Liston, 1990; Liu dan Chen, 2004; Su dan Liu, 2007). Keberadaan V. parahaemolyticus di lingkungan perairan dan produk perikanan dipengaruhi oleh musim, lokasi, polutan, jenis sampel dan metode analisis (Cook et al. 2002; DePaola et al. 1990; DePaola et al. 2000; Kaneko dan Colwell, 1973; Kaysner et al. 1990; Watkins dan Cabelli, 1985). Suhu perairan merupakan faktor penting yang mengontrol tingkat V. parahaemolyticus pada lingkungan, dimana terjadi peningkatan jumlah V. parahaemolyticus pada kisaran suhu C (De Paola et al. 1990; Kaneko dan Colwell, 1973; Watkins dan Cabelli, 1985). Penelitian menunjukkan V. parahaemolyticus jarang ditemukan saat suhu perairan di bawah 10 C akan tetapi keberadaannya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu perairan. Studi ekologi lainnya menyebutkan bahwa V. parahaemolyticus dapat bertahan hidup pada biota perairan (plankton, kekerangan, kustasea, ikan) dan sedimen selama musim dingin dan akan terlepas ke perairan saat suhu meningkat pada awal musim panas (Kaneko dan Colwell, 1973). DePaola et al. (1990) melaporkan, hasil survei 9 pantai di USA dalam kurun waktu menunjukkan densitas V. parahaemolyticus yang cukup rendah di perairan (4 koloni/ml) ketika terjadi penurunan suhu di bawah 16 C.

28 28 Namun demikian, densitas bakteri ini meningkat menjadi 10 3 koloni/ml saat suhu perairan mencapai 25 C. Pada budidaya tiram di Oregon juga menunjukkan adanya korelasi positif antara jumlah V. parahaemolyticus dengan peningkatan suhu dan pupolasi tertinggi terjadi pada musim panas (Duan dan Su, 2005). Sementara itu keberadaan V. parahaemolyticus di produk perikanan diketahui lebih banyak teridentifikasi pada saat terjadi peningkatan suhu lingkungan. Keysner dan DePaola (2000) melaporkan jumlah V. parahaemolyticus pada tiram yang dipanen pada musim semi dan panas lebih banyak dibandingkan musim dingin yaitu di atas 10 3 cfu/g dan dapat berkembang biak dengan cepat pada tiram yang terpapar suhu tinggi. Hasil penelitian Gooch et al. (2002) menunjukkan bahwa populasi V. parahaemolyticus pada tiram meningkat kali lipat dari jumlah awal selama 24 jam setelah panen jika disimpan pada suhu 26 C. Sementara itu, hasil survei sampel tiram yang diambil dari restoran dan seluruh pasar produk hasil perikanan tingkat eceran sampai grosir di USA selama Juni Juli 1999 menyimpulkan bahwa V. parahaemolyticus memiliki kepadatan tertinggi (> 10 3 MPN/g) pada musim panas (Cook et al. 2002). V. parahaemolyticus dapat dideteksi pada rentang salinitas yang cukup besar (5-35 ppt) dengan salinitas optimal berkisar 22 ppt (DePaola et al. 1990). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat korelasi yang tidak langsung antara polusi fekal dengan keberadaan V. parahaemolyticus karena diduga merupakan biostimulasi dari mikrofauna yang berasosiasi dengan V. parahaemolyticus (Watkins dan Cabelli, 1985). Selain itu V. parahaemolyticus diduga terkait erat dengan keberadaan zooplankton terutama copepoda yang dikaitkan dengan aktivitas dan afititas kitinase dari kitin (Fratamico et al. 2005; Kaneko dan Colwell, 1973; Watkins dan Cabelli, 1985). Penyakit Bawaan Pangan (foodborne diseases) oleh Vibrio parahaemolyticus Keberadaan V. parahaemolyticus patogenik pada produk perikanan dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui konsumsi pangan (foodborne diseases) terutama melalui pangan mentah atau yang tidak dimasak sempurna. Keberadaan V. parahaemolyticus dapat disebabkan oleh kontaminasi silang antar

29 29 pangan olahan dan mentah atau melalui pencucian pangan dengan air yang mengandung V. parahaemolyticus. Penyakit karena V. parahaemolyticus adalah gastroenteristis seperti diare (98%), kejang bagian perut (82%), mual (71%), muntah (52%), dan demam (27%) dengan masa inkubasi 4-96 jam dengan ratarata 15 jam (Barker dan Gangarosa, 1974; Levine et al. 1993). Sebagian kecil kasus, bakteri ini menyebabkan kerusakan (luka) pada mukosa usus sehingga terdapat darah pada feses penderita bahkan dapat menyebabkan septisemia. Penyakit bawaan pangan oleh V. parahaemolyticus umumnya lebih sering terjadi di negara beriklim tropis karena merupakan kondisi optimum pertumbuhan bakteri ini. Awalnya kasus V. parahaemolyticus terjadi secara sporadis akan tetapi menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan menjadi kasus kejadian luar biasa (KLB). Kasus infeksi karena V. parahaemolyticus melalui konsumsi pangan pertama sekali terjadi di Osaka-Jepang pada tahun 1951 akibat mengkonsumsi ikan sardine mentah. Kasus ini memakan korban sebanyak 272 orang menderita sakit dan 20 orang meninggal (Daniels et al. 2000). Tahun 1998 kasus infeksi karena V. parahaemolyticus meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 1997 dan melebihi jumlah kasus yang disebabkan oleh Salmonella. Pada kurun waktu terjadi 20-30% kasus KLB (IDSC, 1999 dalam US-FDA, 2005). Negara Asia lainnya adalah Taiwan, sebanyak 57% (42/74 kasus KLB) adalah yang disebabkan oleh V. parahaemolyticus seperti yang dilaporkan Kementerian Kesehatan Taiwan tahun Kurun waktu sebanyak 35% (197/555 kasus) merupakan kasus yang disebabkan oleh V. parahaemolyticus (Pan et al. 1996; Pan et al.1997). Sementara itu terjadi 5 kasus KLB di di Thailand, dimana 7-93 orang terinfeksi setelah mengkonsumsi kepiting dan ikan makarel olahan pada tahun Pada November 1970-Juni 1973, sebanyak 7930 sampel klinis penderita diare teridentifikasi V. parahaemolyticus (Phayakvichien et al. 1990). Di Vietnam, kasus KLB terdeteksi sebanyak 548 kasus pada tahun , dimana 90% terjadi pada usia di atas 5 tahun. Dalam kasus ini sebanyak 77% menderita muntah, diare (53%), dan diare berdarah (6%) (Tuyet et al. 2002). Indonesia sendiri pernah terjadi kasus sebesar 3.7% (19/514 pasien) dengan gastroenteristis akut dan diketahui positif V. parahaemolyticus sepanjang tahun

30 (Bonang et al. 1974). Kasus KLB karena infeksi V. parahaemolyticus yang terjadi di negara-negara di Asia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kasus KLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Asia No Negara Insiden V. parahaemolyticus Referensi 1 Jepang - Kasus I tahun 1951 (272 orang sakit; 20 orang meningal Daniels et al. (2000) % kasus KLB ( ) US-FDA (2005) 2 Taiwan - 57% (42/72 kasus KLB) terjadi pada tahun 1994 Pan et al.(1996) - Tahun sebesar 35% (197/ Pan et al.(1997) 555 kasus) adalah kasus Vp 3 Thailand - Terjadi 5 kasus KLB karena konsumsi Phayakvichien et al. kepiting dan makarel pada tahun 1971 (1990) - Tahun terdapat Vp pada 7390 sampel klinis pasien diare 4 Vietnam - Tahun , terjadi 548 kasus Tuyet et al. (2002) 5 Indonesia - Tahun 1974 ditemukan 3.7% (19/154 Bonang et al. (1974) pasien) dengan gastroenteris akut karena Vp Kasus KLB V. parahaemolyticus juga dilaporkan terjadi di negara Eropa dan Amerika (Tabel 6) walaupun lebih jarang dibandingkan negara-negara di Asia. Robert-Pillot et al. (2004) menyebutkan bahwa kasus KLB serius pernah terjadi di Perancis pada tahun 1997 karena mengkonsumsi udang yang diimpor dari Asia dan memakan korban 44 orang. Amerika Serikat melaporkan terjadi 40 kasus KLB yaitu sepanjang di 15 negara bagian dan wilayah Guam dengan 1064 penderita dan median tingkat serangan 56% (3-100%) dimana sebagian besar kasus terjadi di bulan Juli. Penyebabnya adalah tiram dan kerang mentah (38% kasus) atau yang tidak dimasak sempurna. Pada periode ini, 30% KLB terjadi pada dan tiga diantaranya cukup besar yaitu Juli Agustus 1997, keracunan disebabkan oleh konsumsi tiram mentah dari Puget Sound, Washington selanjutnya dua kasus KLB gastroenteritis karena V. parahaemolyticus terjadi pada Mei Juni 1998 akibat mengkonsumsi tiram mentah yang berasal dari Galveston Bay, Texas dan di akhir Juli 1998, KLB V. parahaemolyitcus terkait dengan konsumsi tiram dan kerang mentah yang berasal dari Teluk Oyster, Long Island, New York (Daniels et al, 2000).

31 31 Kasus KLB V. parahaemolyitcus di New York, Oregon dan Washington, kembali terjadi pada 20 Mei 31 Juli 2006 setelah mengkonsumsi tiram dan remis mentah dan olahan di restoran. Tiram dan remis berasal dari daerah pantai Washington dan British Columbia-Canada yang didistribusikan secara nasional ke pasar ikan dan restoran. Luasnya daerah pemasaran berdampak pada meluasnya daerah sebaran penyakit. Pada tahun 2006, 122 kasus berasal dari 17 sumber produk hasil perikanan yang sama dan berimplikasi pada penutupan perusahaan pemanenan tiram yang merupakan pemasok utama tiram penyebab KLB (Balter et al, 2006). Selain itu kasus KLB juga dilaporkan di Chile pada November April 1998, dimana kasus ini terkait dengan konsumsi kerang. Hal ini diduga adanya pengaruh El Nino selain suhu perairan yang kemungkinan dapat membantu blooming bakteri. Spanyol juga menghadapi kasus KLB karena V. parahaemolyticus antara Agustus-September 1999, dimana 64 orang menderita sakit setelah mengkonsumsi tiram mentah yang berasal dari pasar lokal (Cordova et al. 2002; Lozano-Leon et al. 2003). Tabel 6. Kasus KLB karena infeksi V. parahaemolyticus di Eropa dan Amerika No Negara Insiden V. parahaemolyticus Referensi 1 Perancis - Tahun 1997 karena konsumsi udang yang diimpor dari Asia Robert-Pillot et al. (2004) 2 Amerika Serikat - Tahun , 40 kasus KLB di 15 negara bagian dan wilayah Guam dengan 1064 penderita Daniels et al. (2000) - Mei-Juli 2006, terjadi kasusklb Balter et al. (2006) setelah mengkonsumsi tiram dan remis mentah dan olahan 3 Chile - November 1997-April 1998, terjadi kasus KLB terkait dengan konsumsi kerang 4 Spanyol - Bulan Agustus-September 1999, sebanyak 64 orang terinfeksi Vp Cordova et al. (2002) Lozano-Leon et al. (2003) Penyakit bawaan pangan karena V. parahaemolyitcus sangat terkait dengan cara mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Kasus V. parahaemolyitcus yang terjadi di Taiwan disebabkan oleh kebiasaan masyarakatnya mengkonsumsi produk perikanan dalam kondisi mentah. Kondisi yang sama tampaknya juga

32 32 terjadi di beberapa negara Asia lainnya yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi produk perikanan dalam kondisi mentah seperti Jepang, Cina, Vietnam, dan Thailand. Selain itu infeksi karena V. parahaemolyitcus juga terjadi setelah mengkonsumsi produk perikanan olahan. Hal ini terutama disebabkan oleh pemasakan yang tidak sempurna sehingga tidak membunuh semua V. parahaemolyitcus yang ada, atau proses penanganan yang buruk seperti kondisi higiene dan sanitasi tidak terjaga, penyimpanan produk pada suhu ruang selama beberapa jam sebelum diolah/dikonsumsi, atau terjadinya kontaminasi silang antara produk yang telah dimasak dengan produk mentah. Di Thailand, tingkat kontaminasi V. parahaemolyticus pada produk perikanan sebesar 77.5% pada kurun waktu Penelitian lain menyebutkan terdapat 27% dan 49% produk perikanan beku dan mentah mengandung V. parahaemolyticus. Sementara itu sebanyak 78% seafood mentah di Bangkok pada Mei-Oktober 1994 terkontaminasi V. parahaemolyticus, dimana kontaminasi tertinggi terdapat pada remis (100%), kerang (96%), udang (68%) dan kepiting bakau (51%). Produk udang beku yang siap diekspor juga ditemukan V. parahaemolyticus sebesar 64% pada Mei 1995-Juli Sampel udang beku di unit pengolahan di Propinsi Chachoengsao-Thailand juga terkontaminasi V. parahaemolyticus sebesar 80% (April-Mei 1999) (Limuthaitip, 1995; Kowcachaporn, 1997; Phayakvichien et al. 1990; Phumiprapat, 1992; Pungchitton, 1999 dalam Jaesawang, 2005). Infeksi V. parahaemolyticus pada manusia terkait dengan galur patogenik dari bakteri ini. Galur bakteri penyebab gastroenteritis pada manusia pertama kali diisolasi dari sampel klinis penderita kasus KLB di Calcutta-India tahun yaitu V. parahaemolyticus O3:K6 (Okuda et al. 1997). V. parahaemolyticus O3:K6 ini bersifat pandemik di negara Asia Tenggara akan tetapi bukan merupakan galur yang sama dengan galur O3:K6 yang masuk melalui turis-turis Asia (international travellers) yang terjadi pada tahun (Chiou et al. 2000; Okuda et al. 1997; Vuddhakul et al. 2000). Galur O3:K6 juga teridentifikasi di USA pada tahun 1998 dan menyebabkan kasus KLB (416 orang) setelah mengkonsumsi tiram mentah (Daniels et al. 2000). Selain itu galur ini pada produk yang sama juga menyebabkan kasus KLB di Connecticut, New Jersey, dan New York (CDC, 1999). Galur patogen lainnya yang dominan

33 33 dan menyebabkan peningkatan KLB di dunia adalah O4:K68 dan O1:K untypeable (KUT), dimana galur ini dilaporkan terkait dekat dengan galur O3:K6 (Martinez-Urtaza et al. 2004). Faktor Virulen Vibrio parahaemolyticus Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa V. parahaemolyticus patogenik umumnya diisolasi dari 90% sampel klinis dan hanya sekitar 1-2% dari lingkungan maupun produk perikanan (Kelly dan Dan Stroh, 1988; Miyamoto et al. 1969; Sakazaki et al. 1968). V. parahaemolyticus patogenik umumnya dihubungkan dengan kemampuan bakteri ini memproduksi hemolisis. Berdasarkan kemampuannya memproduksi hemolisis, terdapat 3 jenis hemolisis yang dihasilkan oleh V. parahaemolyticus yaitu thermolabile hemolysin (TLH), thermostable direct hemolysin (TDH), dan TDH related hemolysin (TRH). Thermolabile hemolysin (TLH) adalah protein dengan berat molekul berturut-turut 47.5 dan 45.3kDa yang memiliki aktivitas phospholipase/lyso phospholipase. Hemolisis ini terdapat pada semua galur V. parahaemolyticus akan tetapi peranannya dalam patogenesis tidak diketahui secara pasti (Bhunia, 2008). Gen penyandi tlh banyak digunakan untuk mengidentifikasi V. parahaemolyticus pada sampel dengan menggunakan metode berbasis molekuler. Infeksi oleh V. parahaemolyticus penyebab gastroenteritis pada manusia terkait dengan keberadaan thermostable direct hemolysin (TDH). Kejadian ini dikenal dengan istilah fenomena Kanagawa (KP) dan disebut sebagai faktor virulen. Fenomena Kanagawa (KP) merupakan aktivitas β hemolisis pada media agar Wagatsuma (mengandung sel darah merah manusia) yang ditandai dengan pembentukan zona bening di sekitar koloni pada media agar setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama jam (Joseph et al. 1982; Miyamoto et al. 1969; Sakazaki et al. 1968). Keberadaan KP terkait dengan produksi TDH yang dapat menyebabkan lisis pada membran sel darah merah melalui pembentukan pori sehingga beberapa ion masuk ke dalam sel dan terjadi pembengkakan sel yang mengakibatkan kematian sel karena ketidakseimbangan ion (Bhunia, 2008). Mekanisme hemolisis yang disebabkan oleh TDH diawali dengan tahap pengikatan membran sel darah merah, selanjutnya terbentuk pori trans membran

34 34 yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan pada membran sel (Honda et al. 1992). Thermostable direct hemolysin (TDH) bersifat stabil terhadap panas (100 C; 10 menit) dan aktivitas hemolitiknya tidak dapat ditingkatkan dengan penambahan lesitin. Hal ini yang menunjukkan bahwa TDH memiliki aktivitas langsung terhadap sel darah merah (Nishibuchi dan Kaper, 1995). Aktivitas TDH menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel sehingga memicu sekresi ion klorida melalui sel intestinal. Thermostable direct hemolysin (TDH) merupakan protein (terdiri dari 165 asam amino) yang tidak memiliki lipida dan karbohidrat dengan berat molekul 42 kda. Thermostable direct hemolysin (TDH) terdiri dari 2 sub unit identik yang masing-masing memiliki berat molekul 21 kda (Honda dan Iida, 1993; Miyamoto et al. 1980; Takeda et al dalam Levin, 2009). Gen penyandi TDH pertama kali dikloning oleh Kaper et al. (1984) yang disebut tdh1, kemudian ditemukan gen tdh2 oleh Hida dan Yamamoto (1990). Nishibuchi dan Kaper (1990) melaporkan bahwa semua KP pada sampel klinis galur V. parahaemolyticus umumnya mengandung gen tdh1 dan tdh2 dan jika galur V. parahaemolyticus menunjukkan aktivitas hemolisin yang rendah pada agar Wagatsuma maka diduga hanya memiliki 1 gen tdh. Thermostable direct hemolysin (TDH) disebut sebagai faktor virulen pertama V. parahaemolyticus dan digunakan untuk mengidentifikasi galur patogenik V. parahaemolyticus (Cook et al. 2002; Okuda et al. 1997). V. parahaemolyticus patogenik umumnya terkait erat dengan KP, akan tetapi Honda et al. (1987 dan 1988) melaporkan bahwa ditemukan V. parahaemolytic patogenik pada sampel klinis pasien KLB di Maldives pada tahun1985 yang ditandai dengan Fenomena Kanagawa negatif (KP-). Galur ini diketahui tidak memproduksi TDH tetapi memproduksi TDH-related hemolysin (TRH) yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Shirai et al. (1990) menyatakan bahwa 52 galur dari sampel klinis 8 pasien diare hanya memproduksi TRH sehingga disebut juga sebagai gen patogen V. parahaemolyticus. Gen trh umumnya dikaitkan dengan V. parahaemolyticus yang menunjukkan hasil urease yang positif sehingga sering dijadikan indikator untuk identifikasi V. parahaemolyticus patogenik walaupun tidak mutlak (Suthienkul et al. 1995; Kaufman et al. 2002). Sekuen gen trh diketahui memiliki kemiripan dengan gen

PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( )

PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume ekspor hasil perikanan menurut komoditas utama ( ) 18 PENDAHULUAN Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas unggulan program revitalisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selain tuna dan rumput laut sejak tahun 2005. Disamping itu udang

Lebih terperinci

c. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Vibrio parahaemolyticus

c. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Vibrio parahaemolyticus 25 c. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Vibrio parahaemolyticus Vibrio parahaemolyticus adalah salah satu spesies bakteri dari famili Vibrionaceae yang merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang (curved

Lebih terperinci

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi Vibrio vulnificus Vibrio vulnificus merupakan bakteri yang relatif baru dalam identifikasinya sebagai bakteri yang patogen bagi manusia. Bakteri ini ditemukan sebagai patogen di tiram pada tahun1976 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL HCT 116 EKO FARIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON BALAI BESAR RISET PENGOLAHAN PRODUK & BIOTEKNOLOGI KP BRSDM-KKP

KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON BALAI BESAR RISET PENGOLAHAN PRODUK & BIOTEKNOLOGI KP BRSDM-KKP KAJIAN RISIKO Salmonella PADA PRODUK TUNA LOIN DI AMBON BALAI BESAR RISET PENGOLAHAN PRODUK & BIOTEKNOLOGI KP BRSDM-KKP Tujuan Kajian Risiko Mikrobiologi Mengkaji secara sistematis tingkat risiko dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA 5.1. Perdagangan Internasional Hasil Perikanan Selama lebih dari beberapa dekade ini, sektor perikanan dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen pelengkap minuman (Hadi, 2014). Es batu termasuk produk yang penting dalam berbagai bidang usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu komoditas perairan yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kebutuhan pasar akan ikan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN

KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN KETAHANAN DAN VIABILITAS Lactobacillus plantarum YANG DIENKAPSULASI DENGAN SUSU SKIM DAN GUM ARAB SETELAH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN HENI RIZQIATI F 251020021 SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI RESISTEN ANTIBIOTIK DARI TAMBAK UDANG TERHADAP BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT VIBRIOSIS TESIS

ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI RESISTEN ANTIBIOTIK DARI TAMBAK UDANG TERHADAP BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT VIBRIOSIS TESIS ISOLASI DAN UJI ANTAGONIS BAKTERI RESISTEN ANTIBIOTIK DARI TAMBAK UDANG TERHADAP BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT VIBRIOSIS TESIS Mariany Razali 087030016 Biologi / Mikrobiologi PROGRAM MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan kerapu (Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi tinggi dan telah dapat

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI GEN flic DENGAN METODE PCR UNTUK DETEKSI Salmonella typhi GALUR INDONESIA T. Robertus, 2007. Pembimbing I : Johan Lucianus, dr., M.Si. Pembimbing II : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Gambar 3 Diagram alir identifikasi bakteri Gram Positif Sumber: Bergey dan Breed 1994; Lay 1994 Analisis Data Analisis data dengan menggunakan metode deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi jika ditinjau dari, komposisi zat gizinya, dimana zat gizi yang terdapat dalam air susu ibu ini sangat kompleks, tetapi ketersediaan

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerang-kerangan yang termasuk dalam Kelas Bivalvia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kerang-kerangan yang termasuk dalam Kelas Bivalvia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerang-kerangan yang termasuk dalam Kelas Bivalvia merupakan organisme yang menetap di dasar laut dengan cara membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur bahkan menempel

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

KONTAMINASI DAN FOODBORNE (PERSPEKTIF SANITASI)

KONTAMINASI DAN FOODBORNE (PERSPEKTIF SANITASI) KONTAMINASI DAN FOODBORNE (PERSPEKTIF SANITASI) Asep Awaludin Prihanto, S.Pi, MP FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2011 Kontaminasi tergantung dari tipe seafood, kualitas air untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Budi Daya Udang di Indonesia Pasokan ikan dunia pada saat ini sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di perairan laut. Namun demikian, pemanfaatan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan MIKROORGANISME PATOGEN Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan Sub Pokok Bahasan Definisi mikroorganisem pathogen Infeksi dan intoksikasi Jenis-jenis mikroorganisme pathogen dalam makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina

Lebih terperinci

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti TOKSIN MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Toksin bisa juga disebut racun Suatu zat dalam jumlah relatif kecil, bila masuk ke dalam tubuh dan bekerja secara kimiawi dapat menimbulkan gejala-gejala abnormal

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Keamanan pangan Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan (foodborne illnesses) pada orang yang mengonsumsinya. Lebih dari 250

BAB I PENDAHULUAN. makanan (foodborne illnesses) pada orang yang mengonsumsinya. Lebih dari 250 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling utama, sehingga pemenuhan konsumsi pangan yang cukup wajib diwujudkan. Selain segi kuantitas makanan, dari segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gastroenteritis atau diare sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit gastroenteritis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika dan Kimia Air Sumur Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Pengolahan makanan yang tidak bersih dapat memicu terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh: MARIA JESSICA ARTA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh: MARIA JESSICA ARTA IDENTIFIKASI BAKTERI PATOGEN DAN KUALITAS MIKROBIOLOGI NASI KUNING BERBAHAN BERAS ORGANIK DAN NON ORGANIK DENGAN METODE PEMASAKAN TRADISIONAL DAN MODERN IDENTIFICATION OF PATHOGENIC BACTERIA AND MICROBIOLOGICAL

Lebih terperinci

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur ABSTRAK Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena mengandung protein dan air cukup tinggi, oleh karena itu perlakuan yang benar setelah ditangkap sangat penting peranannya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. Cara beternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan prospek pengembangan yang sangat baik. Budidaya ini pada tahun 2002 pernah menjadi komuditas unggulan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kesempurnaan Susu UHT/Uji Kekeruhan (Aschaffenburg test) Pengujian dilakukan terhadap 30 sampel susu UHT dari Australia dengan merek A sebanyak 15 sampel, dan merek B sebanyak 15

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN Oleh: Dhias Wicaksono C34104028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan

Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan 1,2 Srinildawaty Badu, 2 Yuniarti Koniyo, 3 Rully Tuiyo 1 badu_srinilda@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Makanan dan minuman selain berfungsi dalam mendukung kesehatan juga bisa menjadi sumber penyakit bagi manusia.

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. PRAKTIK SANITASI DAN PENYIMPANAN PANGAN PADA SUHU RENDAH DI TINGKAT RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus

SKRIPSI. PRAKTIK SANITASI DAN PENYIMPANAN PANGAN PADA SUHU RENDAH DI TINGKAT RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus SKRIPSI PRAKTIK SANITASI DAN PENYIMPANAN PANGAN PADA SUHU RENDAH DI TINGKAT RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus Oleh : SUKMA PARAMITA DEWI F24104059 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA

SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP SEL VEGETATIF DAN SPORA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Manusia membutuhkan nutrisi yang bersumber dari makanan agar tubuh tetap sehat dan bugar sehingga dapat menjalankan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SURYA HADI SAPUTRA H

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SURYA HADI SAPUTRA H IDENTIFIKASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI ASINAN REBUNG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) PADA SUHU 15 o C DENGAN KONSENTRASI GARAM 5% IDENTIFICATION

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PRAKTIK PENYIMPANAN DAN PEMANASAN ULANG DENGAN OVEN

PENGARUH PRAKTIK PENYIMPANAN DAN PEMANASAN ULANG DENGAN OVEN SKRIPSI PENGARUH PRAKTIK PENYIMPANAN DAN PEMANASAN ULANG DENGAN OVEN MICROWAVE TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus DALAM BEBERAPA PANGAN TRADISIONAL INDONESIA Oleh : REYNETHA RAWENDRA F24104127

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit perut, diare dan atau

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci