PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC"

Transkripsi

1 212 PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC Suharijanto1 1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Isalam Lamongan ABSTRAKSI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis pada masalah pemadaman listrik yang sering terjadi di daerah pedesaan, Belum adanya komplain dari masyarakat pedesaan menyebabkan banyak kerusakan alat pada PLN yang menyebabkan pemadaman di limpahkan ke pedesaan. Lokasi penelitian dilakukan di laboratorium Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan, dengan kondisi masih seringnya terjadi pemadaman listrik di desa-desa kecamatan Babat Lamongan, dimana dari hal diatas membuat penulis untuk mencoba membuat alat yang secara otomatis bisa menyala bila terjadi pemadaman arus listrik. Tujuan pembuatan alat ini agar masyarakat di pedesaan bisa menyalakan peralatan yang menggunakan listrik atau minimal bisa menyalakan penerangan dengan menggunakan listrik(lampu). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila menggunakan accu 5AH dan diberi beban sebesar 100VA alat ini bisa bertahan kurang lebih menit. Kata Kunci : alat penyedian daya,otomatis, inverter I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang ini khususnya pada bidang keleistrikkan membawa banyak perubahan dalam pemakaian tenaga listrik. Kebutuhan akan listrik tidak hanya dibutuhkan dikita saja tetapi didesa-desa juga membutuhkannya. Kebutuhan listrik tidak hanya dibutuhkan oleh industri tetapi juga oleh non industri (rumah tangga). Di pedesaan sering terjadi pemadaman aliran listrik dibandingkan diperkotaan. Disamping di pedesaan banyak pepohonan juga karena tadak ada komplain dari masyarakat. Sehingga bila terjadi kerusakan pada pembangkit atau pada jaringan yang dipadamkan adalah pedesaan. Sehingga dengan itu penulis bermaksud untuk membuat inverter ini. Pembuatan alat ini dimaksudkan agar masyarakat pedesaan tidak lagi bingung mencari penerangan apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN secara tiba-tiba untuk beberapa waktu. Peralatan ini dirancang dengan otomatis maksudnya bila listrik mati alat ini akan bekerja dengan sendirinya. II. Tinjauan Pustaka 2.1. Inverter Inverter berfungsi sebagai pengubah tegangan dari DC 12V menjadi AC 220V, sebagai pengubah tegangan inverter harus menghasilkan bentuk gelombang sinus yang baik dengan frekuensi 50Hz atau 60Hz Rangkaian Flip-Flop Rangkain Flip-Flop merupakan suatu rangkaian yang mempunyai dua keadaan yang berlainan dan stabil pada saat yang sama. Biasanya rangkaian Flip=Flop ini dipergunakan sebagai rangkain memori, pembagi frekuensi atau penghitung. Adapun jenis=jenis Flip-Flop ini ada empat macam, yaitu SR Flip-Flop, T Flip_Flop, D Flip-Flop, dan JK Flip-Flop. Keempat macam rangkaian ini dibangun dengan menggunakan komponen logic, seperti AND gate, NOR gate, serta kombinasi dari komponen logic tersebut. Dalam inverter ini menggunakan rangkain D Flip-Flop. Tujuannya untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya keadaan output yang tak menentu, seperti terjadi SR Flip-Flop, maka digunakan input D yang diberikan pada AND gate I, sedangkan AND gate II diberikan informasi D yangf sudah melalui inverter terlebih dahulu seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.. Gambar 1. Rangkaian D Flip-Flop D input tersebut berfungsi sebagai pengontrol input yang menentukan bekerjanya Flip-Flop tersebut.tabel kebenaran dari gambar 1 dapat dilihat di bawah ini.

2 213 Tabel 1. Tabel kebenaran D Flip-Flop Input D 0 1 Q 0 1 Ouput Q 1 0 efisien menggunakan FET, tetapi untuk frekuensi yang lebih rendah dapat digunakan bipolar. Berikut ini adalah gambar rangkaian inverter yang tidak dilengkapi pengotomatisan dari aki ke inverter dan lampu indikator DC ke AC : Rangkaian Penguat Rangkaian penguat adalah rangkaian yang terdiri dari beberapa transistor yang dirangkaia parallel dan dalam rangkaian inverter in berfungsi sebagai penguat daya pada transistor switching. Gambar 2. Rangkaian Penguat Paralel Switching Transistor Transistor Switching dapat dibentuk oleh transistor bipolar (BJT) atau transistor efek medan (MOSFET). Dalam rancangan ini menggunakan switching tegangan dengan transistor bipolar (BJT). Karakteristik ideal digambarkan pada gambar sebagai berikut : Vcc 0 t1 t2 Gambar 3. Karakteristik Ideal Saklar Transistor Dari t0 ke t1 transistor dalam kondidi ON, melewatkan arus ke beban secara ideal, tidak ada yang jatuh pada transistor, sehingga tidakm terjadi disipasi daya. Pada t1 transistor menjadi OFF. Transistor merespon dengan cepat menjadi keadaan OFF dengan waktu yang dapat diabaikan. Atur wakty t1 dan t2 transistor dalam keadaan OFF (benar0benar OFF), tidak terdapat arus pada transistor, jadi walaupun tegangan masukan penuh dilewatkan pada transistor, transistor tidak terpengaruh oleh daya. Padan waktu t2 transistor menjadi ON kembali. Pada frekuensi rendah, transistor bipolar memiliki sfisiensi yang lebih tinggi. Bila frejuensi naik, switching ON dan OFF bertambah. FET memiliki kemampuan switching yang lebih cepat dari bipolar. Untuk aplikasi 100 KHz, lebih Gambar 4. Rangkaian Inverter 2.2. Baterai Baterai sebagai sumber arus listrik searah (DC) dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu baterai elemen kering dan elemen basah. Baterai dapat disebut juga dengan istilah accu atau accumulator yang berarti menghimpun. Baterai adalah suatu peralatan yang dapat menghasilkan energy listrik dengan melalui proses kimia. Baterai mempunyai 2 elektroda yaitu elektroda positif dan elektroda negatif. Suatu beban apabila terhubung dengan elektrodaelektroda baterai, maka akan timbul reaksi elektro kimia dan terjadilah aliran arus listrik dari kutub positif menuju negatif Konstruksi Aki Aki adalah baterai yang banyak di gunakan untuk kendaraan bermotor. Aki menjadi pilihan yang praktis karena dapat menghasilkan listrik cukup besar dan dapat diisi kembali. Sel aki terdiri atas anoda pb (timbal = timah hitam) dan katoda pbo2 (timbal dioksida), keduanya merupakan zat padat, yang dicelupkan dalam larutan asam sulfat (lihat gambar). Kedua elektroda tersebut, juga hasil reaksinya, tidak larut dalam larutan asam sulfat, sehingga perlu memisahkan anoda dan katoda dan dengan demikian tidak diperlukan jembatan garam, Yang perlu dijaga sampai kedua elektroda tersebut saling bersentuhan.

3 Relay Relay merupak piranti untuk membuka dan menutupnnya kontak atau bisa sebagai saklar oromatis. Gambar 5. Baterai/Aki yang terdiri atas sel-sel yang dihubungkan seri Rangkaian pengisi Aki Rangkain ini berfungsi sebagai pengisan aki yang akan digunakan untukmmenyuplai inverter. Rangkain ini menggunakan SCR sebagai pengotomatisasi. Rangkaian ini bekerja menyuplai aki jika tegangan aki bekerja dibawah tegangan nominalnya dan akan memutuskan suplai jika tegangan aki telah mencapai tegangan nominalnya. Sumber dari rangkaian ini adalah jala-jala PLN satu fasa yang tegangannya diturunkan oleh trafon step down dan disearahkan oleh rangkaian rectifier yang outputnya adalah 12 Volt, hal ini dikarenakan tegangan nominal pada aki adalah 12V. III. METODOLOGI 3.1. Metodologi Metode perancangan ini, akan dibahas langkah-langkah dalam pembuatan alat pada penyediaan daya listrik secara otomatis dengan menggunakan inverter 12V DC menjadi 220V AC yang terdiri dari : perancangan alat, pembuatan alat dan pengujian alat. Perancangan alat meliputi: (1) pembuatan diagram blok alat penyediaan daya listrik secara otomatis dengan inverter 12V DC menjadi 220V AC, dan sekaligus menjelaskan fungsi atau kegunaan dari masing-masing blok diagram tersebut. Pada pembuatan alat, meliputi: (1) pembuatan skema rangkaian tiap diagram blok, dan (2) pembuatan skema rangkain keseluruhan alat penyediaan daya listrik otomatis. Untuk pengujian alat, meliputi: pengujian untuk mengetahui bekerjanya suatu alat penyediaan daya secara otomatis, baik secara per blok rangkaian maupun secara keseluruhan Blok Diagram PLN Inverte r Suplemen relay Trafo stepup Relay Trafo step-down steep Gambar 6. Rangkaian Pengisi Aki/Baterai Pengisian Aki Aki Gambar 8. Blok diagram sistem penyediaan daya secara otomatis dengan inverter DC 12V menjadi AC 220V out

4 Pembuatan Alat Tahap yang kedua setelah kita merancang membuat diagram blok adalah sekarang kita membuat skema rangkaian tiap blok diagram alat dan skema rangkaian keseluruhan, serta pembuatan alat jadinya. Pada tahap pembuatan alat pembuatan skema rangkaian ini meliputi : (1) rangkaian inverter, (2) rangkaian penyearah dan (3) rangkaian keseluruhan Pembuatan Skema Rangkaian Inverter Gambar 10. Skema Rangkaian Penyearah IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian inverter Gambar 9. Skema Rangkain Inverter Tabel 2. Pengujian inverter tanpa beban Rangkaian inverter, digunakan untuk mengubah sinyal DC menjadi sinyal AC. Adapun bentuk skema rangkaian diperlihatkan seperti pada gambar di atas. Daftar komponen : R1 = 10 kω L1 = 1μH R2 = 100 kω R3 = 100 Ω R4 = VR 50 kω C1, C2 = 0,1 μf C3 = 0,01 μf C4 = 2700 μf/25 volt Q1, Q2 = TIP 41A Q3, Q4 = TIP 42A Trafo step up Pambuatan Skema Rangkaian Penyearah Tegangan Rangkaian ini diperguinakan untuk mengubah arus AC menjadi arus DC, yang nantinya dipergunakan untuk menghidupkan motor. Pengujian inverter Tegangan Daya 220v >1000VA Tabel 3. Pengujian inverter dengan beban lampu Beban (VA) 20 Tegangan (V) Lama / waktu 3 jam 20 menit 2 jam 10 menit 1 jam 7 menit 50 menit 40 menit Keterangan : Hasil pengujian diatas diambil dengan aki 5AH dan apabila menggunakan aki yang lebih besar (20AH - 60AH) dan kondisi aki yang masih bagus, maka waktunya akan lebih lama Pembahasan Pembuatan sistem penyediaan daya secara otomatis dengan menggunakan inverter DC 12V

5 menjad AC 220V ini memanfaatkan kontak relay yang sebenarnya disesuaikan dengan tegangan masukan pada coilnya sehingga mampu untuk menghubungkan dan memutuskan kontak. Pada sistem penyediaan daya secara otomatis dengan menggunakan inverter DC 12V menjadi AC 22oV ini menggunakan seumber tegangan dari aki. Sebagai pengisian pada aki menggunakan sistem pengisian otomatis yang mendapat suplai dari PLN dan akan berhenti mengisi apabila teganmgan baterai kembali menjadi tegangan nominal. Untuk rangkaian inverter sebagai pengubah tegangan dari DC 12V menjad AC 220V menggunakan IC 4013 yang bekerja secara Flip=Flop dan transistor 2N3005 sebagai saklar penguat yang kemudian tegangan AC yang dihasilkan oleh inverter akan dinaikkan oleh trafo step up 10A. Proses pengujian pada sistem penyediaan daya otomatis ini tegangan yang dihasilkan oleh aki setelah melalui inverter adalah 220V AC dan daya yang kurang lebih 100VA selama 1-2 jam (menggunakan aki 25AH), hal ini terjadi karena kemampuan arus dari aki sangat kecil, selain itu arus dari beban juga saling mendukung terhadap lamanya alat yang digunakan. Perlunya sistem penyediaan daya secara otomatis di pedesaan, sehingga pada waktu listrik PLN mati, maka orang pedesaan tidak perlu bingung untuk mencari penerangan dalam waktu 2 3 jam. Di samping itu orang yang berada dipedesaan tidak perlu repot mencari penerangan dengan menggunakan minyakm tanah atau lilin. V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan pembuatan dan pengujian alat, maka dapat disimpulkan : 1. Alat in (inverter) berfungsi untuk menghasilkan tegangan listrik sebesar 220V Ac dan dapat bekerja secara otomatis jika listrik PLN padam. 2. Pembuatan alat penyediaan daya listrik secara otomatis dapat dilakukan dengan cara menyiapkan bahan/alat yang dibutuhkan, meranncang rangkaian/skema alat yang akan dibuat, merakit bahan/alat yang sudah disiapkan dan pengujian alat yang akan dirakit. 3. Cara kerja alat penyediaan daya listrik secara otomatis dengan menggunakan inverter sebagai pemindah/transfer beban apabila listrik disediakan PLN padam dan aki sebagai sumbernya Saran. Dari uraian diatas pasti banyak sekali kekurangan disana-sini, yang disebabkan oleh keterbatasan penulis dalam proses pembuatan alat penyediaan daya secara otomatis ini. Oleh karena itu, penulis berharap demi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang elektroniak, nantinya ada orang-orang yang dapat mengembangkan alat ini agar lebih sempurna, baik cara kerja alat atau daya yang dihasilkan oleh alat itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Bird, Tong Kimia Fisika Untuk Universitas, Jakarta: PT. Granedia Ismail, A Rangkaian Elektyronika jilid II. Jakarta : PT. Gramedia Lister, Eugene C. 1989, Mesin Dan Rangkaian Listrik, Jakarta : Edomedia Malvino, 1996, Prinsip-Prinsip Elektronika Jilid II, Jakarta : Erlangga Omron smart otomation control, 1995, Singapura Purba, M. Hidayat, S. 1993, Ilmu Kimia Tentang Baterai<, Jakarta : Erlangga Purwanto, A. 1998, Hobi elektronika, Jakarta : Gramedia Panjaitan, R Mesin Listrik Arus Searah, Bandung : Widjaya Karya Sumanto, 1989, Mesin-Mesin Arus Listrik Searah, semarang : Karya Winata Wibisono, A. Hendro Baterai Sebagai Sumber tenaga DC di GI Sawahan, Surabaya : FTI ITATS

6 217 Membandingkan Metode Trapesium Satu Pias, Banyak Pias Dan Koreksi Ujung Ulul Ilmi 1) 1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro Universitas Islam Lamongan Abstrak Salah satu persoalan yang dihadapi persoalan perhitungan dunia metode numerik adalah mencari metode yang terbaik dalam penyelesaian sebuah kasus. Dalam kasus ini masalah dihadapi adalah menyelesaikan persoalan integral e pangkat x dx, di mana x dimulai dari 0,1,2,... dan seterusnya. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut maka digunakan metode trapesium satu pias, banyak bias dan koreksi ujung. Hal ini bertujuan untuk membandingkan hasil akhir dari kedua metode tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode trapesium satu pias memiliki tingkat kesalahan perhitungan lebih besar jika dibandingkan dengan metode trapesium banyak pias. Sedangkan metode trapesium banyak pias memiliki tingkat kesalahan perhitungan lebih besar jika dibandingkan dengan metode trapesium koreksi ujung. Dengan demikian metode n trapesium koreksi ujung lebih cocok digunakan untuk penyelesaian persoalan e x dx. Hal ini 0 disebabkan metode ini memiliki tingkat kesalahan perhitungan terkecil jika dibandingkan dengan metode trapesium satu pias dan banyak pias. Kata Kunci : Metode trapesium satu pias, metode trapesium banyak pias, metode trapesium koreksi ujung. Pendahuluan Integrasi suatu fungsi adalah operator matematik yang penting dan dipresentasikan dalam bentuk : b I= ( x)dx (1) a yang merupakan integral suatu fungsi f(x) terhadap variabel x yang dihitung antara batas bawah x = a sampai batas atas x = b. Seperti yang ditunjukkan dalam persamaan (1), yang dimaksud dengan integrasi adalah nilai total atau luasan yang dibatasi oleh fungsi f(x) dan sumbu x, serta antara batas bawah x = a dan batas atas x = b. Integrasi analitis suatu fungsi telah banyak dipelajari dalam mata kuliah kalkulus. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang integrasi numerik yang merupakan metode pendekatan dari integrasi analitis. Metode trapesium satu pias Metode trapesium satu pias merupakan metode untuk penyelesaian integrasi numerik. Integrasi numerik dilakukan apabila : 1. Integral tidak dapat diselesaikan secara analitis. 2. Fungsi yang diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara numerik dalam bentuk angka (tabel). Metode integrasi numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada hitungan perkiraan. Hitungan dilakukan dengan membagi luasan dalam sejumlah pias keci. Luas total adalah jumlah dari semua pias. Metode integrasi numerik dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu metode Newton-cotes dan metode gauss. Metode Newton-Cotes didasarkan pada penggantian fungsi yang kompleks atau tabel data dengan fungsi polinomial sederhana sehingga mudah diintegrasikan. Metode Newton-Cotes membagi absis dalam jarak interval yang tetap. Salah satu metode Newton-Cotes adalah metode trapesium satu pias. Metode tranpesium merupakan metode Newton-Cotes orde pertama. Dalam metode ini kurva lengkung dari fungsi f(x) digantikan oleh garis lurus. Luasan bidang di bawah fungsi f(x) antara x = a dan x = b didekati oleh luas trapesium di bawah garis lurus yang menghubungkan antara f(a) dan f(b). Menuru rumus geometri, luas trapesium adalah lebar kali tinggi rerata,

7 218 I = (b-a) f (a ) f (b) 2 (2) Penggunaan garis lurus untuk mendekati garis lengkung menyebabkan terjadinya kesalahan sebesar luasan yang tidak diarsir. Besarnya kesalahan yang terjadi dapat diperkirakan dari persamaan berikut : 1 E= f ' ' ( )(b a) 12 Metode trapesium dengan banyak pias Metode trapesium banyak pias digunakan sama seperti halnya metode trapesium satu pias. Tetapi metode trapesium banyak pias memiliki sebuah kelebihan jika dibandingkan dengan metode trapesium satu pias. Kelebihannya adalah mentode trapesium banyak pias ternyata mampu mengurangi tingkat kesalahan yang terjadi pada perhitungan dari metode trapesium satu pias. Caranya adalah kurva lengkung yang terbentuk pada perhitungan dari metode trapsium satu pias didekati oleh sejumlah garis lurus, sehingga terbentuk banyak pias. Luas bidang adalah jumlah dari beberapa pias tersebut. Semakin kecil pias yang digunakan, hasil yang didapatkan menjadi semakin teliti. Adapun rumus yang digunakan dalam metode trapesium banyak pias adalah : n 1 x [ f (a ) f (b) 2 f ( xi )] 2 i (4) x 2 (b a) f ' ' ( ) 12 (5) Sedangkan persamaan untuk metode trapesium dengan koreksi ujung adalah : 2 n 1 I = x[ f (a) f (b) 2 f (xi)] x [ f '(b) f '(a)] (6) 2 i 1 12 APLIKASI METODE TRAPESIUM I= e dx x a HASILNYA DIBANDINGKAN TINGKAT KESALAHANNY A Gambar 1. Rencana Penelitian Mula-mula diperoleh persoalan integral dalam bentuk e pangkat x dx. Dari data ini maka dapat digunakan sebagai data input untuk dimasukkan ke dalam rumus metode trapesium. Berdasarkan hasil perhitungan dengan memakai metode trapesium maka didapatkan hasil akhir perhitungan dan tingkat kesalahan. Dari ketiga tingkat kesalahan tersebut maka dapat disimpulkan metode trapesium yang mana yang menghasilkan tingkat kesalahan terendah. Analisa Data Adapun persoalan yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah : 6 I= e x dx dimana untuk menyelesaikan persoalan 1 integral tersebut digunakan tiga metode yaitu metode trapesium satu pias, metode trapesium banyak pias dan metode trapesium koreksi ujung. dengan perubahan deret geometri. Berikut akan disajikan hasil perhitungan antara ketiga metode tersebut. 1.Metode trapesium satu pias 6 Besarnya kesalahan yang terjadi pada penggunaan banyak pias adalah : Et = b (3) Dengan adalah titik yang terletak di dalam interval a dan b Persamaan (3) menunjukkan bahwa apabila fungsi yang diintegralkan adalah linear, maka metode trapesium akan memberikan nilai eksak karena turunan kedua dari fungsi linear adalah nol. Sebaliknya untuk fungsi dengan derajat dua atau lebih, penggunaan metode trapesium akan memberikan kesalahan. I= Perancangan Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan tentang perencanaan penelitian seperti terlihat pada Gambar 3. Hitung I = e x dx 3 Penyelesaian Soal tersebut bisa diselesaikan secara analitis, I= e 6 e 3 = 403,429 20,086 = 383, 343 Dengan memakai integral numerik didapatkan : I = (6-3) 635,2725 e6 e3 403,429 20,086 (3). = 2 2

8 Kesalahan perhitungan dari metode trapesium pias satu adalah : = 383, ,2725 x100% = -65, 719 % 383,343 2.Metode trapesium banyak pias Dimana dalam soal ini ada 3 pias x = I= [e 3 e 6 2(e 4 e 5 )] = 1 [20, ,429 2(54, ,413)] = 2 414,7685 Kesalahan adalah : = dari metode trapesium banyak pias 383, ,7685 x100% = -8,197% 383, Metode trapesium dengan koreksi ujung I = 414, (e e 3 ) = 383, Kesalahan dari metode trapesium koreksi ujung adalah : = (383, ,82325) x 100% / 383,343 = 0,135 % Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa (1) dari ketiga metode di atas maka metode trapesium koreksi ujung memiliki tingkat kesalahan perhitungan yang terkecil jika dibandingkan dengan metode trapesium satu pias dan banyak pias (2) hal ini dapat dilihat dari nilai kesalahan perhitungan ketiga metode tersebut yaitu tingkat kesalahan dari metode trapesium koreksi ujung sebesar 0,135 %, kesalahan metode trapesium banyak pias sebesar -8,197 %, sedangkan kesalahan dari metode trapesium satu pias adalah -65, 719 %. DAFTAR PUSTAKA Ames. 2002, Numerical Methods for Partial Differential Equations. New York : Academic Press. Bambang Triatmodjo Metode Numerik. Yogyakarta : Beta Offset 219 Cheney Numerical Mathematics and Computing. California : Prentice-Hall. Dummairy. 2002, Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE Dwi Analisis Real. Jurusan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang. Forsythe Computer Methods for Mathematichal Computation. New York : Prentice-Hall. Murray Matematika Dasar. Jakarta : Erlangga

9 220

10 221

11 222

12 223

13 224

14 225

15 226

16 227 Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi iyah1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya ABSTRAK Segmentasi citra merupakan suatu teknik pengelompokkan (clustering) untuk citra. Dengan kata lain, merupakan suatu proses pembagian citra ke dalam wilayah (region) yang mempunyai kesamaan fitur antara lain : tingkat keabuan (grayscale), teksture (texture), warna (color), gerakan (motion). Integral projection merupakan salah satu metode yang cukup baik untuk mendapatkan suatu objek hasil segmentasi. Sebelum melakukan transformasi perlu dilakukan suatu pre processing dan salah satu teknik yang digunakan adalah thresholding. Dalam penelitian ini dikembangkan suatu penggabungan antara preprocessing citra dan integral projection untuk menghasilkan segmentasi dengan kualitas yang lebih baik. Kata kunci: Segmentasi, Radigraph Dental Panoramic, Transformasi Integral Projection PENDAHULUAN Baru-baru ini, perancangan dan pembuatan Automated Dental Identification System (ADIS) untuk pengidentifikasian manusia dengan menggunakan dental radiograph telah dilakukan. ADIS adalah sebuah sistem automatisasi proses untuk pengidentifikasian PM yang telah didesain untuk mencapai hasil pengidentifikasian yang akurat dan tepat waktu dengan interfensi manusia yang minimum. ADIS memanfaatkan dental radiograph yang telah didigjitalkan untuk memberikan sebuah daftar pendek dari citra yang cocok untuk ahli forensik gigi. Namun demikian, dental radiograph yang digunakan oleh ADIS adalah citra bitewing yang sulit untuk didapatkan PM dari korban. Pada penelitian ini, citra gigi yang digunakan adalah citra dental panoramic radiograph. Citra Masukkan Citra Hasil Enhacement Gambar 1. Citra Hasil Proses Image Enhancement. Tahapan untuk identifikasi manusia untuk kebutuhan forensik adalah: preprocessing citra gigi, ekstrasi fitur, klasifikasi dan matching. Pada penelitian ini akan dibahas tahapan awal dari citra gigi, yaitu preprocessing citra gigi yang terdiri dari image enhancement (perbaikan citra), binarisasi citra, dan pemisahan gigi. PERBAIKAN CITRA Tujuan dari proses perbaikan citra (image enhancement) adalah mengganti nilai piksel dari tambalan gigi yang terlalu tinggi daripada nilai piksel gigi sekitarnya, dengan tujuan agar tidak mengacaukan proses binarisasi. Pada tahap ini, metode yang digunakan adalah metode image thresholding untuk mengganti intensitas nilai piksel yang terlalu tinggi, topbottom hat morphological operation untuk mempertajam kontras citra antara gigi dan background, dan Contrast-Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) untuk melakukan ekualisasi histogram dalam tingkat lokal. Proses thresholding dapat ditunjukkan pada persamaan. g (x,y) = 1 if f(x,y) > T g (x,y) = 0 if f(x,y) T BINARISASI CITRA Citra yang telah diperbaiki melalui proses image enhancement telah siap untuk dilakukan binarisasi menjadi hitam dan putih dengan menggunakan metode threshold canny dan iterative thresholding. Edge Canny detection adalah algoritma pedeteksian tepi dari suatu object. Tujuan dari pengguanaan dari edge canny detection adalah untuk mengetahui tingkat kekontrasan pada kontur gigi. Proses edge canny detection digabungkan dengan proses dilasi dengan square constructing objek sebesar 2. Setelah proses dilasi, tahap selanjutnya adalah dengan melakukan proses masking dengan citra original untuk mendapatkan nilai gray pada edge. Sehingga didapatkan nilai threshold dari nilai rata-rata mask edge. KAJIAN TEORI 1. Pengolahan Citra Digital Pemrosesan citra digital memerlukan satu proses pre processing yang selanjutnya akan digunakan untuk proses yang lain. Proses tersebut adalah segmentasi. Segmentasi merupakan langkah pertama dan menjadi kunci yang penting dalam suatu pengenalan objek (object recognition). Proses segmentasi merupakan suatu proses untuk memisahkan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dengan proses segmentasi masing-masing obyek pada citra dapat diambil secara terpisah sehingga dapat digunakan sebagai masukan proses yang lain.

17 228 Segmentasi citra merupakan suatu teknik pengelompokkan (clustering) untuk citra. Dengan kata lain, merupakan suatu proses pembagian citra ke dalam wilayah (region) yang mempunyai kesamaan fitur antara lain : tingkat keabuan (gray scale), teksture (texture), warna (color), gerakan (motion). rahang atas dengan rahang bawah. Kemudian proses penentuan garis pemisah pada stripse (20x100) ditentukan dengan melakukan penjumlahan secara baris pada masing-masing stripse. Untuk menyatukan digunakanlah fungsi spline untuk menyatukan garis yang terdapat pada tiap stripse. 2. Segmentasi Terdapat dua pendekatan utama dalam segmentasi citra yaitu didasarkan pada tepi (edge-based) dan didasarkan pada wilayah (region-based). Segmentasi didasarkan pada tepi membagi citra berdasarkan diskontinuitas di antara sub-wilayah (sub-region), sedangkan segmentasi yang didasarkan pada wilayah bekerjanya berdasarkan keseragaman yang ada pada sub-wilayah tersebut. Hasil dari segmentasi citra adalah sekumpulan wilayah yang melingkupi citra tersebut, atau sekumpulan kontur yang diekstrak dari citra (pada deteksi tepi). Segmentasi wilayah merupakan pendekatan lanjutan dari deteksi tepi. Dalam deteksi tepi segmentasi citra dilakukan melalui identifikasi batas-batas objek (boundaries of object). Batas merupakan lokasi dimana terjadi perubahan intensitas. Dalam pendekatan didasarkan pada wilayah, maka identifikasi dilakukan melalui wilayah yang terdapat dalam objek tersebut. Pemisahan gigi adalah memisahkan gigi menjadi gigi tunggal sehingga fitur-fitur dapat diekstrasi dari tiap gigi. Terdapat dua buah proses untuk mendapatkan obyek gigi tunggal. Proses pertama menggunakan Horizontal Integral Projection untuk memisahkan antara rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandible). Selanjutnya, pemotongan pada gigi dilakukan dengan menggunakan Vertical Integral Projection pada masing-masing citra maxilla dan mandible sehingga didapatkan gigi-gigi tunggal yang terpisah dari gigi tetangganya. Setelah dilakukan proses tersebut, garis-garis pembatas antargigi dapat diperoleh. Nilai piksel pada gambar yang terletak pada garis pembatas antargigi akan diubah menjadi 0, kemudian dipertebal dengan proses erosi menggunakan structuring element persegi berukuran tiga piksel Vertical Projection Untuk memisahkan tiap gigi digunakan cara yang sama dengan pemisahan antara rahang atas dengan rahang bawah. Pemisahan tiap gigi dapat dilakukan dengan menggunakan vertical projection. Dengan rumusan sebagai berikut: V(i) = (, ) Vertical projection adalah penjumlahan matrik citra dari kolom ke n sampai baris ke m. Atau dengan kata lain penjumlahan matik citra dari arah kolom. Hal yang ingin dicapai pada vertical projection adalah mencari nilai local minimal pada kurva penjumlahan kolom. Seperti terlihat di bawah ini: 2.1. Integral Projection Untuk memisahkan antara rahang atas dan rahang bawah digunakan horizontal projection dengan rumusan sebagai berikut: H(i) = (, ) Horizontal integral projection adalah penjumlahan matrik citra dari baris ke m sampai pada kolom ke n. Atau dengan kata lain penjumlahan matrik citra dengan arah baris. Horizontal projection bertujuan untuk mencari posisi initial baris yang paling minimum atau global minimal. Posisi baris tersebut digunakan untuk membuat garis pembatas antara Gambar 2 Citra hasil vertical projection Proses pemisahan gigi pada masing-masing rahang memiliki kompleksitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses pemisahan rahang. Hal ini dikarenakan pada pemisahan rahang hanya terdapat sebuah garis pemotong. Sedangkan pada proses pemisahan gigi, paling tidak terdapat tiga sampai dengan enam garis pemotong. Oleh karena itu, proses pemisahan gigi diperlukan tambahan proses, yaitu proses mencari garis kandidat pemotong gigi, proses seleksi terhadap garis kandidat pemotong gigi, dan pembentukan garis pemotong antar gigi. Ketiga proses tersebut akan dijelaskan pada subbab berikut. Proses Mencari Garis Kandidat Pemotong Gigi Proses pencarian garis kandidat pemotong gigi dilakukan dengan menjumlahkan piksel kolom pada masing-masing rahang atas dan rahang bawah. Terdapat perbedaan antara proses penjumlahan piksel baris pada rahang atas dan rahang bawah. Khusus pada rahang bawah yang umumnya terdapat akar gigi bercabang yang dapat mengacaukan proses pemisahan, penjumlahan hanya dilakukan pada 3/5 bagian dari atas citra rahang bawah

18 229 sehingga piksel pada akar gigi tidak ikut dijumlahkan. Grafik histogram dibuat dari hasil penjumlahan piksel baris ini. Setelah itu, proses smoothing dilakukan pada grafik histogram tersebut dengan nilai smoothing point 12. Jumlah maksimum iterasi untuk smoothing adalah 30 kali. Selain itu iterasi akan berhenti hanya jika jumlah minimum smoothing point pada grafik histogram kurang dari atau sama dengan 5 ataupun iterasi telah mencapai batas maksimum. Koordinat minimum smoothing point yang tersisa akan digunakan sebagai koordinat untuk kandidat garis pemotong antar gigi. Kemudian, seleksi terhadap kandidat garis pemotong dilakukan sehingga hanya tersisa garis pemotong antar gigi. Proses Seleksi pada Garis Kandidat Pemotong Gigi dengan Menggunakan Integral Projection yang Dimodifikasi Kandidat garis pemotong antar gigi yang didapatkan diseleksi dalam beberapa tahap sehingga hasil akhir dari proses ini didapatkan garis pemotong antar gigi. Proses seleksi pertama dilakukan dengan cara membandingkan koordinat y atau tinggi dari posisi garis kandidat pemotong dengan nilai batasan tertentu. Terdapat perbedaan nilai pembatas untuk maxilla dan mandible. Pada maxilla nilai batas ditentukan dengan mengambil 80 % dari tinggi maksimal penjumlahan nilai piksel secara vertikal pada citra maxilla. Sedangkan untuk mandible, dikarenakan hanya diambil 3/5 bagian dari citra maxilla, maka nilai batas hanya diambil 50% dari total penjumlahan nilai piksel secara vertikal pada citra mandible. Garis kandidat pemotong gigi yang memiliki koordinat y lebih besar dari nilai batasan, atau dengan kata lain terletak diatas nilai batas, akan dihilangkan karena dianggap tidak termasuk dalam garis pemotong antar gigi. Selanjutnya, proses seleksi kedua dilakukan dengan cara mengurutkan posisi koordinat x dari garis kandidat yang telah lolos dalam seleksi pertama. Kemudian menghitung selisih jarak antara garis kandidat pemotong satu dengan tetangganya. Pada penelitian ini, nilai threshold ditetapkan sebesar 55 piksel sebagai anggapan bahwa gigi paling pendek minimal berukuran panjang 55 piksel. Sedangkan antara garis kandidat pemotong gigi satu dengan yang lain tidak boleh berdekatan. Jika terdapat garis kandidat yang memiliki jarak kurang dari 55 piksel dengan tetangga kanannya, maka tetangga kanannya akan dibuang. Kemudian, jarak dengan tetangga sebelah kanannya dihitung lagi sampai diperoleh jarak antar garis pemotong gigi dan tetangga sebelah kanannya lebih dari 55 piksel. Proses Pembentukan Garis Pemotong Antar Gigi Tahap terakhir dari proses pemisahan gigi adalah proses pembentukan garis pemotong antar gigi. Proses pembentukan garis pemotong antar gigi memiliki alur yang sama dengan proses pemotongan rahang. Pada proses ini garis pemotong antargigi yang telah didapatkan dijadikan garis inisial pemotong antargigi. Kemudian, pemecahan citra dilakukan disepanjang garis inisial tersebut yang disebut dengan stripe. Stripe berbentuk persegi panjang dengan panjang 80 piksel dan lebar 50 piksel. Dari tiap stripe, proses penjumlahan baris secara Vertical Integral Projection dilakukan. Kemudian, titik dipilih pada stripe yang memiliki nilai paling minimum. Titik yang dipilih ini akan menjadi titik pemotong antar gigi. Selanjutnya, koordinat dari beberapa titik pemotong antar gigi dihubungkan dengan metode spline untuk menjadi garis pemotong antar gigi. Bagian citra yang terletak pada koordinat garis pemotong antar gigi akan diubah nilai pikselnya menjadi nol sehingga gigi satu dengan tetangganya akan terpisah. PEMBAHASAN Proses perbaikan citra dilakukan dengan tujuan mempertajam kontras citra asli dengan background, dan menghilangkan piksel yang memiliki intensitas terlalu tinggi. Uji coba juga dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan secara visual antara citra asli dengan citra hasil proses perbaikan citra. Proses uji coba akan mendapatkan hasil yang baik, jika kontras antara gigi dan latar belakangnya semakin tajam. Hasil uji coba ditunjukkan pada Gambar berikut : Gambar 3 citra asli Gambar 4 citra hasil perbaikan Proses binarisasi citra digunakan untuk mengetahui kemampuan sistem dalam memisahkan antara bagian obyek gigi dengan latar belakangnya sesuai dengan rancangan dan implementasi yang telah diterapkan. Uji coba juga dilakukan dengan tujuan untuk menbandingkan citra secara visual, antara citra hasil perbaikan citra dengan citra hasil proses binarisasi. Hasil uji coba proses binarisasi citra dapat dilihat pada Gambar 5.

19 230 b.jpg Gambar 5 citra hasil binarisasi Citra uji coba yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari citra Panoramic Dentalg sesuai pada Gambar 6 dan Gambar 7: Pada uji coba vertical projection juga digunakan citra yang sama seperti pada uji coba horizontal projection. Untuk hasil vertical projection dapat dilihat pada Gambar di bawah ini: Citra a.jpg Rahang Atas Rahang Bawah b.jpg Gambar 6 Citra Panoramic Dental Gambar 7 Citra hasil crop Untuk data panoramic pada tahap uji coba adalah 5 data. Sedangkan data hasil crop digunakan sebanyak 10 data. Tahapan proses yang dilakukan pada kedua data tersebut adalah dengan melakukan proses segmentasi diawali dengan threshold kombinasi, untuk memisahkan antara rahang atas dengan rahang bawah digunakan horizontal projection dan untuk memisahkan gigi digunakan vertical projection. Uji coba yang dilakukan pada horizontal projection adalah kemampuan dalam melakukan proses pemisahan antara rahang atas dengan rahang bawah. Uji coba dilakukan pada pada 10 citra hasil crop dan 5 citra panoramic. Proses yang dilakukan adalah dengan melakukan proses perubahan warna, jika yang ditampilkan adalah rahang atas maka rahang bawah yang dirubah menjadi warna hitam, untuk menampilkan rahang bawah, maka rahang atas yang dirubah menjadi warna hitam. Hasil uji coba dari horizontal projection dapat dilihat pada Gambar berikut: Citra a.jpg Rahang Atas Rahang Bawah PENUTUP 1. Kesimpulan Dari hasil uji coba yang didapatkan, beberapa simpulan sebagai berikut: a. Proses segmentasi foreground dan background pada citra sinar-x gigi dapat dilakukan menggunakan threshold kombinasi (gabungan metode Edge Canny & Iterative Thresholding). b. Berdasarkan uji coba, nilai parameter thresholding yang optimal adalah 0,9. c. Proses pemisahan antara rahang atas dengan rahang bawah dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma horizontal projection 88% d. Untuk melakukan proses segmentasi pada tiap gigi dapat dilakukan dengan algoritma vertical projection. Hasil akurasi dari vertical projection 80% 2. Saran Oleh karena itu diperlukan adanya percobaan menggunakan metode yang lain pada tahap image enhancement, dan segmentasi karena metode yang saat ini diterapkan kurang optimal dalam memisahkan citra dental radiography dengan bagian tulang rahang, yang memiliki intensitas yang hampir sama. Dan saya sampaikan terima kasih kepada Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik yang memberikan data Dental Panoramic. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Usman Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Graha Ilmu. Basuki, Achmad Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Yogyakarta: Graha Ilmu.

20 Fadlisyah Computer Vision dan Pengolahan Citra. Yogyakarta: Andi. Murni, Aniati Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta: Gramedia. Putra, Darman Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Andi. Wijaya, Marvin Ch Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab. Bandung: Informatika. Yuniarti, Anny Classification and Numbering of Dental Radiographs for an Automated Human Identification System. Telkomnika. Vol.10,

21 232 Pengenalan Image Wajah Dengan Menggunakan Metode Template Matching 1 Moh. Khayat Subkhan1, Yuliana Melita Pranoto2 Mahasiswa Magister Teknologi Informasi, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya 2 Dosen Magister Teknologi Informasi, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya aanmks@rocketmail.com, ymp@stts.edu Abstraksi Dewasa ini pengolahan citra menjadi trend baru dalam dunia kecerdasan buatan, kemampuannya dalam menginterprestasikan sebuah image dinilai sangat memudahkan aktifitas manusia. Salah satunya image processing dalam pengenalan wajah. Metode template matching merupakan salah satu metode pengenalan citra yang populer saat ini. Komputasinya yang relative sederhana dan akurasinya yang cukup baik, membuat metode ini banyak digunakan. Dalam penelitian ini, dengan sampling wajah sekitar 60 image didapatkan hasil ketepatan mencapai 85%. Faktor jarak, pencahayaan dan pose obyek sangat mempengaruhi hasil dari pengenalan image wajah. Template matching menghasilkan sebuah angka yang akan diperbandingkan jaraknya dengan image training yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Jarak eigenvalue dari image testing yang terpendek akan direkomendasikan sebagai image yang paling mendekati faktor kecocokannya. Keyword : Pengolahan citra, image processing, template matching, eigenvalue PENDAHULUAN Dalam teknologi informasi, biometrics biasanya merujuk kepada teknologi untuk mengukur dan menganalisa karakteristik tubuh manusia seperti sidik jari, retina, mata, pola suara dan pola wajah yang terutama sekali digunakan untuk proses otentikasi. Pengenalan wajah manusia mendapatkan banyak perhatian beberapa tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan banyak aplikasi yang menerapkannya. Proses pengenalan wajah yang dilakukan oleh komputer tidak semudah dan secepat dengan proses pengenalan yang dilakukan oleh manusia. Manusia dengan mudah dapat mengenali wajah seseorang dengan cepat tanpa rasa harus berpikir. Manusia juga tidak terpengaruh oleh orientasi wajah orang tersebut. Kesulitan dalam pembuatan proses pola pun terutama adalah karena kekompleksan dari kondisi wajah, yaitu dalam hal kualitas gambar yang ditangkap, dari segi warna, pencahayaan, hingga posisi gambar yang tertangkap, maupun dalam hal perubahan geometrinya. Untuk mengetahui kemampuan sebuah metode, baik atau kurangnya sebuah metode tidak hanya dilihat dari sisi teoritis, namun diperlukan pengujian dan akan lebih baik jika metode tersebut dilakukan pembanding dengan metode lain yang memiliki kemampuan untuk digunakan dalam sistem pengenalan pola wajah. Menurut Achmad Basuki, Jozua F. Palandi dan Fatchurrochman (2005 : 1), pengolahan citra (image processing) merupakan suatu sistem dimana proses dilakukan dengan masukan berupa citra (image). Pada awalnya pengolahan citra ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra, namun dengan berkembangnya dunia komputasi yang memungkinkan manusia dapat mengambil informasi dari suatu citra, maka image processing tidak dapat dilepaskan dengan bidang computer vision Dalam perkembangan lebih lanjut dari ilmu komputasi yang memanfaatkan pengolahan citra, ternyata untuk mengidentifikasikan seseorang tidak hanya dengan sidik jari, tetapi juga dilakukan dengan pengenalan wajah (face recognition) atau pengenalan iris pada mata (iris recognition). Dalam model pengenalan wajah dan pengenalan iris, proses pengolahan citra yang dilakukan menjadi tidak sederhana, baik dari sisi capture atau pengambilan citra, sampai pada ekstraksi cirinya.

22 233 Template Matching Menurut Darma Putra (2010 : 227), Template Matching adalah proses mencari suatu objek (template) pada keseluruhan objek yang berasal dalam suatu citra. Template dibandingkan dengan D(m,n) = keseluruhan objek yang belum diketahui pada citra tersebut maka objek tersebut ditandai sebagai template. Perbandingan antara template dengan keseluruhan objek pada citra dapat dilakukan dengan menghitung selisih jaraknya, seperti berikut. [ f (j,k) T(j-m,k-n) ] Dengan f(j,k) menyatakan citra tempat objek yang Menurut Darma Putra (2010 : 311), Jarak digunakan akan dibandingkan dengan template T(j,k) untuk menentukan tingkat kesamaan (similiarity sedangkan D(m,n) menyatakan jarak antara degree) atau ketidaksamaan (dismiliarity degree) template dengan objek pada citra. Pada umumnya dua vektor fitur. Tingkat kesamaan berupa suatu ukuran template jauh lebih kecil dari ukuran citra. nilai (score) dan berdasarkan skor tersebut dua Secara ideal, template dikatakan cocok dengan vektor fitur akan dikatakan mirip atau tidak. objek pada citra bila D(m,n) = 0, namun kondisi Euclidean distance adalah metrika yang paling seperti ini sulit dipenuhi apalagi bila template seraing digunakan untuk menghitung kesamaan 2 merupakan suatu citra grayscale. Oleh karena itu, vektor. Euclidean distance menghitung akar dari aturan yang digunakan untuk menyatakan template kuadrat perbedaan 2 vektor (root of square differences between 2 vectors). cocok dengan objek adalah bila D(m,n) < (m,n) dengan (m,n) merupakan nilai Threshold. Euclidean Distance Rumus dari Euclidean distance Contoh : Terdapat 2 vektor ciri berikut. A = [0, 3, 4, 5] B = [7, 6, 3, -1] Euclidean distance dari vektor A dan B adalah : Euclidean distance adalah kasus istimewa dari Minskowski distance dengan λ = 2 Eigenvector dari suatu transformasi adalah vektorvektor yang tidak mengalami perubahan atau hanya Eigenvalue, Eigenvektor dan Eigenface Menurut Hanif Al Fatta (2009 : 10), Transformasi dikalikan dengan scalevector setelah transformasi. ruang seperti translasi, rotasi, refleksi, strechting Eigenvalue dari suatu eigenvector adalah dan kompresi atau kombinasi dari transformasi ini, scalevector dimana eigenvector dikalikan. dapat divisualisasikan dengan efek yang dihasilkan Misalnya akan menghitung eigenvalue dari suatu pada vektor. Vektor divisualisasikan sebagai panah matriks yang diberikan. Jika matriks yang diberikan yang menunjuk 1 titik ke titik yang lain. kecil, maka dapat menghitungnya secara simbolis dengan karakteristik polynomial. Akan tetapi ini mustahil untuk matriks dengan ukuran yang

23 234 lebih besar. Pada penelitian ini akan digunakan metode numerik. Mencari Eigenvalue Salah satu tool penting dalam mendeskripsikan eigenvalue dari suatu matriks bujursangkar adalah polynomial karakteristik : jika λ adalah eigenvalue dari A maka akan ekuivalen dengan persamaan linear (A - λi) v = 0 (dimana I adalah matriks identitas) yang memiliki pecahan non zero v (suatu eigenvector), sehingga akan ekuivalen dengan determinan : det (A - λi) = 0 Fungsi p(λ) = det (A - λi) adalah sebuah polynomial dalam λ karena determinan dengan perhitungan sum of product. Semua eigenvalue dari suatu matriks A dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan pa(λ) = 0. Jika A adalah matriks ukuran n x n, maka pa memiliki derajat n dan A paling banyak n buah eigenvalue. Mencari Eigenvector Ketika eigenvalue λ diketahui, eigenvector dapat dicari dengan memecahkan : (A - λi)v = 0. Dalam beberapa kasus bisa dijumpai beberapa matriks tanpa eigenvalue misalnya A: Dimana karekteristik polinomialnya adalah λ2 + 1 sehingga eigenvalue-nya adalah bilangan kompleks i, -i. Eigenvector yang berasosiasi juga tidak riil. Perhatikan lagi contoh berikut ini. Jika diberikan matriks A : Maka polynomial karakteristiknya dapat dicari sebagai berikut det (2 ) 0 1 = (3 ) 5 +6 =0 Ini adalah persamaan kuadrat. Akarnya adalah λ = 2 dan λ = 3 yaitu: = (2. -λ). (3. λ) (0. -1) = (2. 3) + (2. -λ) + (-λ. 3) + (-λ. - λ) (0) = 6-2λ - 3λ + λ2 0 = 6-5λ = - 5λ + 6 = 0 Adapun eigenvector yang bisa didapat ada 2 buah. eigenvector yang berasosiasi dengan eigenvalue λ = Eigenvector pertama dicari dengan mensubsitusikan 3. Set Yo dengan nilai: λ = 3 ke dalam persamaan. Misalnya Yo adalah Subsitusikan Yo dengan v pada persamaan: (A - λi) v = 0 maka akan mendapatkan:

24 235 Kita bisa sederhanakan menjadi: Atau bisa disederhanakan menjadi: Sehingga eigenvector untuk eigenvalue = 3 adalah = Eigenface Eigenface adalah kumpulan dari eigenvector yang digunakan untuk masalah computer vision pada pengenalan wajah manusia. Banyak penulis lebih menyukai istilah eigenimage. Teknik ini telah digunakan pada pengenalan tulisan tangan, pembacaan bibir, pengenalan suara dan pencitraan medis. Dalam istilah layman, eigenface adalah sekumpulan standardized face ingredient yang diambil dari analisis statistik dari banyak gambar wajah. Suatu wajah manusia dapat dipandang sebagai kombinasi dari wajah-wajah standar ini. Wajah seseorang bisa saja terdiri dari 10% dari wajah 1, 20% wajah 2, dan seterusnya sehinga jika ingin merekam wajah seseorang untuk pengenalan wajah maka biasa digunakan jauh lebih sedikit fitur dari pada yang ditangkap oleh foto digital. Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan besar citra digital dari wajah manusia diambil dari kondisi pencahayaan yang sama kemudian dinormalisasi setelah itu diolah pada resolusi yang sama (misalnya m x n), dan kemudian diperlakukan sebagai vector dimensi mn dimana komponennya diambil dari nilai pikselnya. Untuk menentukan eigenface dari sekumpulan citra wajah, banyak alternatif cara yang digunakan. Analisis Komponen Sistem Sistem pengenalan wajah ini terdiri dari beberapa komponen yang dapat digambarkan dalam suatu model seperti pada gambar dibawah ini : BAHAN DAN METODE PENELITIAN Gambar 1. Model Sistem Pengenalan Wajah a. Komponen Webcam : piranti masukan yang digunakan dalam sistem dengan 2 fungsi yaitu : 1. Digunakan untuk melengkapi data personal dengan foto, dimana foto ini akan disimpan dalam database, yang nantinya digunakan untuk proses pencocokan dengan citra wajah yang di-capture.

25 Digunakan untuk meng-capture citra wajah personal. Dengan menggunakan webcam citra wajah ini akan disimpan dalam bentuk file pada harddisk. b. Komponen capture citra : ini berfungsi untuk melakukan mekanisme pengambilan citra wajah dengan media webcam, baik untuk disimpan dalam bentuk file citra wajah maupun untuk citra wajah yang digunakan sebagai input. c. Komponen antarmuka : komponen ini berfungsi untuk menjembatani komunikasi antara pengguna dengan sistem pengenalan wajah, Keterangan gambar : baik untuk proses input data personal ataupun proses pengenalannya. Subsistem Pengenalan Wajah : pengenalan wajah dilakukan dengan mencocokkan citra wajah yang di-capture webcam dengan citra wajah yang ada pada database personal. Proses Identifikasi Citra wajah Langkah-langkah pencocokkan citra wajah yang dicapture dengan data citra yang terdapat dalam database dapat dilihat pada gambar 2 berikut: Gambar 2. Langkah-langkah proses identifikasi citra wajah Citra wajah di-capture menggunakan webcam. Hasil dari capturing ini adalah file gambar yang bertipe.bmp 2. Citra wajah ini kemudian dinormalisasi dengan beberapa tahapan. Pertama, citra diturunkan kualitas warnanya menjadi grayscale. Ukuran dari citra wajah juga diseragamkan, menjadi berukuran 80x80 piksel. 3. Setelah didapatkan citra wajah yang ternormalisasi, hitung nilai eigen dari citra wajah tersebut, misalnya diperoleh nilai x. 4. Pada data personal juga terdapat file citra wajah yang telah disimpan pada folder images. Dengan itu masing-masing citra dikalkulasi nilai eigen-nya dan dikumpulkan dalam vektor yang dinamakan eigenvector. Misalkan nilai yang didapatkan (x1, x2, x3,.xn). Proses matching dilakukan dengan mencocokkan mendekati sudah ditemukan, cari data personal yang nilai x dengan nilai-nilai pada eigenvector dan berkorespondensi dengan nilai tadi. mencari nilai yang paling mendekati. Jika nilai yang 1. Proses Pemasukan Data ke dalam Database Proses pemasukan data/citra wajah personal ke dalam database dapat duraikan dengan algoritma berikut. Inisialisasi webcam Proses ini adalah dengan melakukan penginstalan driver kamera yang akan digunakan. Setelah melakukan penginstalan driver kamera akan dikenali PC sehingga kamera dapat digunakan. Setting resolusi webcam dengan ukuran resolusi 160 x 120 piksel. Proses capture obyek wajah

26 237 Pada proses ini obyek wajah akan di capture dengan cara wajah menghadap kamera dan posisi tegak lurus dengan kamera. Crop citra Proses merubah citra wajah normal diturunkan nilai intensitas warnanya menjadi citra berwarna grayscale (keabuan). Pemasukan citra dalam database Proses ini untuk penyeragaman dengan file yang ada pada database dengan meng-crop citra wajah menjadi ukuran 80 x 80 pixel. Proses Grayscale Citra yang telah dinormalisasi atau proses dari crop citra dan grayscale akan dimasukkan dalam database dalam bentuk file berformat.jpg ke dalam folder image. Untuk lebih jelasnya keterangan dapat dilihat pada gambar 3 berikut Mulai Inisialisasi webcam Capture wajah Crop citra 80x80 pixel Grayscale Database Selesai Gambar 3. Flowchart pemasukan data citra ke database Proses Euclidean Pada proses ini citra wajah yang di-capture berupa file.bmp akan diproses menjadi matrik dan akan dikalkulasi menggunakan metode Eigenface dan Euclidean Distance. Adapun algoritmanya dimulai dengan membuat matriks kolom dari wajah yang diinput ke dalam database. Rata-rata vector citra (mean) dari matriks kolom dihitung dengan cara membaginya dengan jumlah banyaknya citra yang disimpan di dalam database. Contoh perhitungan eigenvalue 2 (dua) citra: a.) Penyusunan flatvector matriks citra Seperti pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan langkah-langkah pengenalan wajah dengan pendekatan eigenvalue dan eigenvector, representasikan semua matriks training menjadi matriks dengan bentuk n 1 atau matriks linier seperti yang ditunjukkan berikut ini :

27 238 Wajah training-1 Wajah training-2 Dari kedua matriks training tersebut, diperoleh matriks n 1 dari matriks A dan matriks B sebagai berikut: + = b.) Perhitungan rataan flatvector (mean) matriks citra Dari flatvector yang diperoleh, jumlahkan seluruh barisnya sehingga diperoleh matriks berukuran 1 x (W x H). Setelah itu bagi matriks dengan jumlah = citra (N) yang dalam contoh adalah dua untuk mendapatkan rataan flatvector (mean) sebagai berikut: Dari kedua matriks tersebut akan diperoleh matriks ψ yang diperoleh dengan cara : = A+B 2 = = Jadi mean flatvector adalah = ( ) Nilai flatvector citra akan digunakan untuk menghitung nilai eigenface citra wajah untuk training (pembelajaran).

28 239 c.) Perhitungan Nilai Eigenface Dengan memakai nilai mean citra di atas nilai eigenface untuk matriks flatvector yang sudah disusun tersebut dapat dihitung dengan mengurangi baris-baris pada matriks flatvector dengan nilai mean flatvector. Jika diperoleh nilai negatif, maka ganti nilainya dengan 0 (nol). Perhitungan nilai eigenface adalah sebagai berikut: Matriks citra wajah -1 Mean flat vector Matriks x Matriks citra wajah -2 Mean flat vector Matriks x -2 Matriks x-1 sampai matriks x-2 digabung untuk mendapatkan matriks eigenface untuk pembelajaran (training) dalam proses pengenalan. d.) Penghitungan Euclidean Distance matriks testface dengan cara sebelumnya untuk Untuk mengenali citra tes (testface), langkah penentuan nilai eigenface dan flatvector citranya. identifikasinya adalah hitung nilai eigenface untuk Matriks yang berkorespondensi Citra tesface-1 ( ) Citra testface-1 Matriks yang berkorespondensi Citra tesface-2 ( ) Citra testface-2 Selanjutnya flatvector yang diperoleh testface dikurangi dengan mean flatvector :

29 Nilai eigenvalue citra tesface Jadi nilai eigen dari testface-1 adalah Sedangkan nilai eigen dari testface-2 adalah Citra testface-1 dan testface-2 merupakan citra capture, citra testface-2 adalah citra yang belum ada di dalam database. Nilai eigen (eigenvalue) dari testface digunakan untuk identifikasi dengan menentukan jarak Nilai eigenvalue citra tesface-2 terpendek dengan eigenface dari eigenvector training dengan cara menentukan nilai absolut dari pengurangan baris i pada matriks eigenface training citra dengan eigenface dari testface dan jumlahkan dengan elemen penyusun vector yang dihasilkan dari pengurangan dan didapat jarak d indeks i dan cari nilai d yang paling kecil Eigenvalue citra wajah-1 Eigenface training Eigenvalue citra 1 wajah-2 Perhitungan jarak pada testface-1 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-1 dengan testface-1 : = 8 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-2 dengan testface-1: = 1 Dari perhitungan tersebut diperoleh : a. Jarak citra-1 dengan testface-1 = 8 b. Jarak citra-2 dengan testface-1 = 1

30 241 Perhitungan jarak pada testface-2 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-1 dengan testface-2 : = 18 Perhitungan jarak antara Citra Wajah-2 dengan testface-2 : = 9 Dari perhitungan tersebut diperoleh : a. Jarak citra-1 dengan testface-2 = 18 b. Jarak citra-2 dengan testface-2 = 9 Proses Template matching Dilakukan pencocokan hasil citra wajah yang telah di-capture dan diubah bentuk matrik dengan database yang awalnya capture wajah berupa file.bmp menjadi matrik. Pada proses ini terdapat proses pencocokkan antara hasil capture wajah. dengan database yaitu dengan dari hasil perhitungan, diperoleh jarak citra wajah-1 dan wajah-2 memiliki nilai yang terkecil. Citra yang paling mirip dengan testface-1 dan testface-2 adalah citra wajah wajah-2, ambil citra tersebut sebagai citra wajah yang paling mirip dengan citra testface seperti pada gambar berikut: Gambar Citra wajah yang paling mirip dengan citra testface-1 dan testface-2 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada pengujian ini dilakukan percobaan individual dengan menggunakan database yang terdiri dari 60 citra wajah. Pada pengetesan ini jarak subjek dengan kamera dibuat konstan yaitu 30 sampai 35 cm. Dengan percobaan yang telah dilakukan didapatkan beberapa analisis sebagai berikut: 1. Perubahan pose tidak terlalu mempengaruhi akurasi pengenalan wajah. 2. Pengenalan pada pencahayaan yang kurang memberikan hasil yang lebih baik, ini disebabkan pada pencahayaan yang tinggi, detail wajah yang lebih jelas, sehingga

31 kompleksitas warna wajah lebih tinggi. Kompleksitas ini menyebabkan sensitivitas pengenalan meningkat karena algoritma eigenface menitikberatkan pada ciri warna dari objek sehingga muncul citra wajah lain atau data lain dengan nilai yang paling mendekati. 3. Pengenalan pada pencahayaan yang normal ternyata memberikan hasil yang lebih baik, Dari sini bisa ditentukan hasil analisisnya, yaitu bahwa keberhasilan pengenalan dipengaruhi beberapa hal, diantaranya: 1. Jarak antara subjek dan kamera Untuk pengenalan yang baik, jarak antara subjek dan kamera sebaiknya dibuat konstan. 2. Pencahayaan Pencahayaan yang terlalu tinggi akan membuat detail gambar yang lebih rumit, mengakibatkan matriks dari gambar menjadi lebih kompleks, sehingga pengenalan menjadi lebih sensitif dan menurunkan kualitas pengenalan wajah. 3. Pose Wajah Untuk pengenalan pose wajah dari diam ke ekspresif dan aksesoris seperti kacamata tidak terlalu mempengaruhi hasil pengenalan. Sedangkan distorsi pose (menghadap ke kiri atau ke kanan 45 dan ke atas atau ke bawah), jika sudut kemiringan cukup banyak, akan menurunkan kualitas pengenalan wajah. DAFTAR PUSTAKA 1) R. C. Gonzales and R. E. Woods, Digital Image Processing (third edition), Reading, Massachusetts:Addision-Wesley, ) Torralba A, Fergus, W. T. Freeman. 80 million tiny images: a large dataset for nonparametric object and scene recognition. In press, IEEE Transaction on Pattern Analysis and Machine Intellligence, ) Riyanto Sigit, Sistem Pengenalan Ekspresi Wajah Secara Real Time, Tesis, Teknik Informatika ITS, ) Quoc Le, Morgan Quigley and Andrew Y. Ng. Visual Servoing by Template Matching. 5) preprocessing. 242

32 243 Pengenalan Tanaman Sayuran Melalui Bentuk Daun Dengan Menggunakan Metode Transformasi Hough Retno Wardhani1, Yuliana Melita2 1, Mahasiswa Pascasarjana Teknik Informatika STTS Surabaya 2, Dosen Pascasarjana Teknik Informatika STTS Surabaya ABSTRAK Metode transformasi Hough mampu mendeteksi bentuk berbagai objek dalam citra dengan memanfaatkan edge-edge objek tersebut. Lebih awamnya, metode ini mampu mengenali garis pada objek, dan dalam pengembangannya sudah mampu pula mengenali bentuk elips dan lingkaran pada objek citra. Dalam penelitian ini akan menggunakan transformasi hough untuk mendeteksi atau mengenali bentuk daun pada beberapa sayuran. Image daun sayuran akan diubah dahulu ke grayscale dengan nilai threshold tertentu untuk mendapat pola tulang daun. Dari hasil thresholding, dengan menggunakan detektor tepi sobel akan diperoleh pixel-pixel tertentu untuk kemudian diolah menggunakan transformasi hough yang akan menghasilkan nilai-nilai yang bisa digunakan untuk mengenali pola bentuk daun di tanaman-tanaman sayuran tertentu. Kata kunci: citra digital,threshold, detektor tepi sobel, transformasi hough PENDAHULUAN Daun merupakan bagian dari tumbuhtumbuhan yang mempunyai fungsi dan peran penting untuk melangsugkan kelangsungan hidup tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Ciri khas dari daun salah satunya adalah bentuk daun itu sendiri. Dengan melihat bentuk dan pola tulang daunnya, kita bisa menentukan daun dari tanaman apakah itu. Tetapi tidk menutup kemungkinan juga bila bentuk dan pola tulang daun antara satu tanaman dengan tanaman lain hampir memiliki kesamaan sehingga kadang susah menentukan daun dari tanaman apakah itu. Terlebih lagi, apabila daun yang perlu kita kenali adalah berbentuk gambar daun. Penggunaan teknik pengolahan citra dalam bidang pertanian telah banyak digunakan. Penerapan pada berbagai sistem pertanian, baik Analisis citra bertujuan mengidentifikasi parameter-parameter yang diasosiasikan dengan ciri (feature) dari objek dalam citra, untuk selanjutnya parameter tersebut digunakan dalam menginterpretasi citra. Analisis citra pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan : ekstraksi ciri (feature extraction), segmentasi dan klasifikasi. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi untuk menentukan posisi titik pusat target. Metode yang paling konvensional adalah dengan mengukur atau mendigitasi pada media cetak kertas (hardcopy). Metode Hough Transform, metode yang populer dalam penghampiran (approximation) kurva. Metode ini dikenal memiliki keunggulan dala mendeteksi keberadaan objek yang memiliki pola tertentu walaupun tidak diketahui posisinya, serta relatif tidak terpengaruh oleh derau (noise) maupun data yang tidak lengkap atau hilang. Kemampuannya dalam melakukan deteksi objek bahkan menyamai template matching, tetapi jauh lebih cepat. RUANG LINGKUP Dalam penelitian ini, daun sayuran yang akan dijadikan sample data hanya lima jenis sayuran, yaitu : daun bayam, daun sawi hijau, daun kangkung, dan daun ketela pohon. Semua sample daun yang diambil adalah sample daun yang berkeadaan baik atau daun sehat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam pengidentifikasian tulang daunpada masing-masing sample datanya. Untuk metode-metode yang akan digunakan adalah thresholding, detektor tepi canny, dan transformasi hough. Sedangkan dalam pengindentifikasi termasuk tanaman sayuran apa daun tersebut, akan digunakan teori plant morphology yang membahas tentang ciri-ciri tanaman berdasarkan keadaan fisiknya. Keadaan fisik tanaman antara lain meliputi batang, daun, akar, dan bunga.

33 244 TINJAUAN PUSTAKA Thresholding Thresholding merupakan salah satu teknik segmentasi yang digunakan untuk citra dengan perbedaan nilai intensitas yang signifikan antara latar belakangdan objek utama (Katz,2000). Dalam pelaksanaannya Thresholding membutuhkan suatu nilai yang digunakan sebagai nilai pembatas antara objek utama dengan latarbelakang, dan nilai tersebut dinamakan dengan threshold. Thresholding digunakan untuk mempartisi citra dengan mengatur nilai intensitas semua piksel yang lebih besar dari nilai threshold Tsebagai latar depan dan yang lebih kecil dari nilai threshold T sebagai latar belakang. Biasanya pengaturan nilai threshold dilakukan berdasarkan histogram grayscale (Gonzales danwoods, 2002; Fisher, dkk, 2003; Xiaoyi dan Mojon, 2003). Fungsi T pada thresholding:, dimana adalah gray level titik (x,y) dan p(x,y) menunjukkan beberapa local property pada titik ini. Batasan image g(x,y): kemunculan terhadap pertemuan dua permukaan yang melereng (ridge) dalam jarak gradien citra. Transformasi Hough Kemampuan dari transformasi ini untuk mendeteksi garis dari yang terpendek hingga terpanjang menjadikannya sebagai solusi tepat untuk melakukan filter garis pada citra. Transformasi ini pada perkembangannya dapat digunakan untuk mendeteksi kurva pada citra, dengan demikian dia juga bisa digunakan untuk mendeteksi lingkaran. Transformasi hough bekerja dengan memproyeksikan objek dari koordinat x dan y ke koordinat lingkaran. Sehingga sebuah garis bisa diwakilkan oleh 2 komponen, yakni jarijari (rho) dan sudut (theta). Dengan kemampuannya mengembalikan 2 variabel ini kita bisa juga menggunakannya untuk rekonstruksi citra yakni perbaikan geometri kemiringan (tilt). HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pengolahan Sample Dalam penelitian ini, alur kerja yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut : Im a g e A sli D a u n S a yu r a n S e h a t pixel yang diberi label 1 mengacu pada object sedangkan yang berlabel 0 merupakan background. Deteksi Tepi Canny Deteksi tepi Canny diperkenalkan oleh John Canny pada tahun Deteksi tepi Canny didesain untuk memenuhi tiga kriteria untuk deteksi tepi: (1) error rate deteksi yang rendah (2) Lokalisasi tepi dan (3) respon tunggal. Algoritma tidak seharusnya mengembalikan lebih dari satu tepi jika hanya ada satu tepi (McAndrew 2004). Metode ini pertama kali akan menghaluskan citra menggunakan filter Gaussian dengan standar deviasi σ untuk mengurangi noise. Kemudian dengan Gradien lokal, dan arah tepi, dihitung pada setiap titik. Setelah titik ditentukan, akan memberikan P r o se s T h r e sh o ld in g P r o se s d e te ksi te p i Sobel P r o se s T r a n sfo r m a si H o u g h H a sil d ia g r a m tr a n sfo r m a si hough Gambar 1. Alur kerja penelitian Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan image data sample, yaitu foto daun sayuran bayam, kangkung, sawi dan ketela. Dari image asli akan dilakukan proses thresholding dengan nilai threshold antara tergantung

34 245 image aslinya, untuk pemaksimalan dalam langkah deteksi tepi selanjutnya. Deteksi tepi sobel dipilih karena kemampuannya dalam mengurangi noise sebelum pendeteksiannya dilakukan. Setelah dilakukan deteksi tepi, akan dilakukan proses transformasi hough. Hasil Pengolahan Sample Dari proses yang telah dilakukan, berikut hasil yang diperoleh dari penelitian ini : Daun Bayam Bagan 1. Transformasi Hough pada daun bayam Daun Kangkung Daun Ketela Bagan 2. Transformasi Hough pada daun kangkung Daun Sawi Dengan menggunakan rho dan theta yang sama untuk transformasi hough pada keempat data sample daun diatas, diperoleh diagram transformasi hough sebagai berikut : Bagan 3. Transformasi Hough pada daun ketela Bagan 4. Transformasi Hough pada daun sawi

35 Dari keempat diagram transformasi hough di atas diketahui bahwa pengenalan garis untuk masingmasing daun terdapat perbedaan untuk setiap image yang dikenalinya. KESIMPULAN DAN SARAN Transformasi Hough untuk pendeteksian garis akan bekerja lebih baik pada image yang tanpa noise dan pada citra dengan bi-level yang jelas. Oleh karena itu, digunakan dahulu deteksi tepi sobel karena deteksi ini mampu mengurangi noise daripada deteksi tepi yang lain. Dengan menggunakan rho serta theta yang sama, diagram yang dihasilkan pada proses transformasinya menghasilkan pola yang berbeda antara satu daun sayuran dengan daun lainnya. DAFTAR PUSTAKA Eko Prasetyo; Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya Menggunakan Matlab ; ANDI Yogyakarta; Iqbal Saputra; Pengembangan Sensor Warna Daun Untuk Pemetaan Kepadatan Serangan Gulma Pada Lahan Terbuka ; Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor; Jyotismita Chaki, Ranjan Parekh; Plant Leaf Recognition Using Shape Based Features and Neural Network Classifier ; International Journal of Advanced Computer Science and Applications;

36 Halaman ini sengaja dikosongi 247

37 248 Simulasi dan Analisis Transient Hibrid Diesel dan Tenaga Surya Zainal Abidin *) *) Dosen Teknik pada Program Studi Teknik Elektro Universitas Islam Lamongan inal9474@gmail.com ABSTRAK Artikel ini menyajikan simulasi Matlab dari sistem hibrid pembangkit tenaga surya dengan diesel. Keduanya dioperasikan pararel. Sistem ini lebih efektif daripada sistem generator diesel bekerja sendiri. Agar sebuah integrasi sistem yang efektif dari tenaga surya pada sistem, dianjurkan menggunakan metode pengaturan operasi dengan inverter. Besarnya daya tergantung dari jaringan yang dipantau dan pengaturan sudut dan magnitude sinyal tegangan inverter. Simulasi ini memantau perubahan perubahan beban akibat beban yang berbeda. Sebaiknya, untuk membangun sistem yang lebih baik diperlukan kontrol digital untuk menyediakan kecepatan dan respon dinamik yang stabil dari sistem daya hibrid. Kata kunci : transient, hibrid, beban, inverter I. Pendahuluan Analisis dari sebuah sistem hibrid dan sistem kontrol secara bersamaan akan membutuhkan waktu dan mahal tanpa menggunakan sebuah model dan simulasi. Dari sebuah simulasi terdapat aturan penting dalam sebuah desain dan analisis sistem tenaga, converter dan pengendalinya. Simulink, adalah software modeling dinamis pada program Matlab yang khusus diciptakan untuk mendesain simulasi sistem dinamik [1]. Matlab merupakan paket software untuk komputasi matrik dengan penampilan yang tinggi. Pada Simulink, model-model dibangun dari blok diagram dengan interface grafik dan satu set blok dengan interkoneksi sinyal yang dimanipulasikan sebuah sistem. Pustaka blok sistem dapat dengan mudah dibuat sistem yang dinamis. Dengan simulink akan terasa mudah melakukan studi tentang sistem yang dinamis. Dalam tulisan ini penulis mencoba melakukan pemodelan dan studi simulasi hibrid sel surya dengan pembangkit tenaga diesel. Konversi tegangan DC ke AC dan diesel generator dioperasikan secara pararel, yang dapat dianalisis aliran beban dan pembagian beban dari sistem daya, karena harganya relatif murah dibandingkan sebuah generator diesel yang beroperasi sendiri. Karena generator diesel adalah produk komersial, maka memiliki kontrol kecepatan sendiri dan tidak dapat diakses secara eksternal. Pengendalian suatu sistem terpadu terbukti sangat menarik untuk dikaji. Simulasi ini adalah untuk mengetahui perilaku perubahan perilaku beban yang berbeda. Sehingga sangat perlu dikembangkan pengendali digital canggih untuk memberikan respon dinamik cepat dan stabil dari sebuah sistem hibrid. 2. Model Komponen Sistem Model yang tepat digunakan untuk mensimulasikan sel surya dengan diesel yang umum dan mampu memberikan hasil yang akurat. Untuk selanjutnya dijelaskan untuk masingmasing sistem baik inverter sel surya maupun diesel generator Model Diesel Untuk mensimulasikan dinamika lengkap dari sistem mesin diesel, diperlukan model urutan yang kompleks. Namun untuk sebagian besar studi tentang dinamika kecepatan mesin pembakaran internal, itu sudah cukup untuk menggunakan model orde yang lebih rendah. Pendekatan serupa telah diadopsi dalam studi simulasi mesin diesel [2, 3, 4]. Model matematis dari tipe diesel kecil yang dikendalikan prime over ditunjukkan pada gambar 1, dimana input ke sistem adalah sinyal kontrol ke aktuator, output dari model adalah kecepatan, α 0.2 detik, 0= 0.04, 0.1 α 2 kecepatan per detik, , dan beban = 0 atau 1. Waktu akhir θ pada Gambar 1 merupakan waktu murni terkait dengan mesin. Kali ini batas akhir adalah hasil dari kerja beberapa silinder. Tidak semua silinder akan berada dalam posisi untuk menerima lebih banyak bahan bakar pada suatu saat tertentu. Waktu akhir θ sebagian besar terdiri dari waktu yang dibutuhkan untuk semua silinder menuju posisi yang akan diisi dengan bahan bakar lebih atau kurang. Parameter ini tetap

38 249 dalam model ini, dan ditetapkan untuk 0,04 detik. Sebuah kontroler PID self-tuning telah dikembangkan untuk mesin diesel berukuran kecil dan genset dan terbukti bekerja dengan baik. Gambar 1. Blok diagram diesel 2.2. Generator Sinkron Persaman generator sinkron didapatkan dari persamaan Park [6]. Yang paling penting dalam rangkaian ini adalah transient pada stator diabaikan dibandingkan ke rotor. Dalam presentasi model rotor mesin sinkron terdiri dari 3 lilitan. Sebuah medan dan kumparan redam pada poros langsung memperhitungkan transient dan sub transient masing-masing. Kumparan redam berada pada sumbu quadrature juga memiliki waktu transient dan subtransient konstan. Persamaan stator dihitung menggunakan per unit Model Inverter Inverter terdiri atas induktor, kapasitor, transformator dan komponen elektronika daya seperti IGBTs, MOSFETs. Masing-masing rangkaian switch jembatan dari inverter dioperasikan oleh sinyal PWM (pulse width modulation). Perangkat elektronika daya menyalakan sinyal dari sumber daya. Fungsi dari inverter adalah mengubah tegangan DC menjadi gelombang sinus AC. Input DC diasumsikan sebuah sumber konstan (baterai dengan kapasitas besar). Transfer daya antara sumber inverter DC dan sumber AC dapat dicapai dengan mengatur sudut fase ( ) dan magnitude dari tegangan output inverter. Sebuah kontroler juga digunakan untuk memantau seluruh sistem. Pada kondisi normal, inverter menghasilkan secara paralel tegangan output dan harus disimpan disinkronkan dengan sistem listrik Aliran Beban Genetarot Diesel dan sebuah konverter dihubungkan secara pararel untuk mensuplay beban. Diesel dan konverter sumber tegangan dipisahkan dengan induktor Xm. Aliran daya dapat dijelaskan dengan referensi pada rangkaian ekivalen single line pada gambar 2 berikut : Persamaan diferensial pada kumparan dinamis rotor diformulasikan dalam per unit : Gambar 2. Rangkaian ekivalen single line hibrid solar dan diesel Daya aktif dapat dihitung : Persamaan torsi elektromagnetik dalam pu : (PM) dan daya reaktif (QM)

39 250 Dimana 'δ' adalah sudut fase antara dua sumber tegangan, sudut fase berhubungan dengan tegangan diesel bervariasi untuk aliran listrik. Hal ini dapat dilihat bahwa daya yang disediakan oleh inverter dari baterai atau dipasok ke baterai dapat dikendalikan dengan mengendalikan 'δ' sudut fase. Tegangan konverter secara terpisah dikendalikan oleh indeks modulasi PWM. Sistem kerja hibrid tergantung dari beban. Pada beban rendah, generator diesel dimatikan. Listrik dari baterai dan sel surya ditransfer ke beban melalui inverter. Untuk beban menengah, generator diesel akan memasok beban langsung. Kelebihan daya dari generator diesel yang digunakan untuk mengisi baterai melalui inverter bi-directional. Oleh karena generator diesel beroperasi dalam kapasitas optimum 80% -100% kapasitas beban. Saat beban puncak, generator diesel berjalan secara paralel dengan inverter yang mengubah listrik DC dari baterai ke daya AC. Gambar 3. Model Simulasi SIMULINK hibrid solar cell dan diesel 3. Model Simulasi Matlab Simulink digunakan untuk memodelkan sistem dan membagi produksi listrik antara inverter dan generator mesin diesel. Secara umum, model Simulink dapat digunakan untuk mempelajari kinerja dari setiap sistem tenaga hibrid. Dengan Simulink untuk sumber energi terbarukan, operasi dinamis dan strategi sistem kontrol dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam sistem model hibrid power listrik yang ada untuk mempelajari kinerja sistem secara keseluruhan. Simulasi dilakukan inverter dan mesin diesel generator yang berbagi beban aliran dan respon dinamis. Hasil simulasi digunakan untuk merancang sistem kontrol yang komprehensif dan memprediksi dampak sistem tenaga untuk mengintegrasikan sistem listrik tenaga surya dan diesel. Sebuah model dari sistem pembangkit listrik tenaga diesel dan inverter dibangun menggunakan Matlab Simulink. Model Simulink dikembangkan sehingga dapat digunakan untuk mempelajari kinerja sistem beban aliran daya. Dengan Simulink, blok-blok dibangun mewakili komponen sistem dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam model daya sistem hibrid. Simulink juga memungkinkan operasi dinamis dan strategi kontrol yang akan

40 Model Simulasi 10 KVA power konverter : Gambar 4. Regulator tegangan sub sistem 251 merubah beban pada 10 detik yang ditunjukkan pada gambar 8, 9 dan 10. Arus utama dari konverter naik selama perubahan beban dan membutuhkan waktu sekitar 6 siklus hingga mencapai kondisi steady state. Demikian pula, ketika tegangan kembali ke normal, arus konverter masih mempertahankan seperti ditunjukkan pada Gambar. 8b. Karena beban 5 kw ditarik dari sistem daya, konverter juga mengurangi daya tetapi generator tetap mempertahankan tingkat yang sama seperti gambar 9. Model 8 KVA generator set diesel : Gambar 5. Governor dan mesin diesel Gambar 7. (a) Output daya generator (pu), (b) Tegangan Eksitasi (pu), (c) Kecepatan mesin/ frekuensi (pu) Gambar 6. Sub sistem Tegangan dan Kontrol Kecepatan Blok mesin sinkron dapat dioperasikan dalam mode generator. Rangkaian setara model diwakili dalam kerangka acuan rotor (qd). Semua parameter rotor dan jumlah listrik yang dilihat dari stator dan model parameter yang ditetapkan. 4. Simulasi dan Hasil Tegangan utama dari sistem hibrid adalah 400 Volt (single fase 230 volt rms). Diasumsikan bahwa tegangan DC dari sistem konverter adalah sumber tegangan DC konstan. Generator diesel mensuplai 7 kw beban resistif setelah 0.5 detik saat mesin stabil. Generator diesel secara konstan bertegangan 220 volt. Pada frekuensi stabil 50 Hz konverter dan diesel secara sinkron pada waktu 7.1 detik dan arus konverter bergeser 31. Saat beban resistif 5 KW naik Gambar 8. (a) Vab Output PWM inverter, (b) Vab Tegangan Inverter, (c) Arus Inverter, (d) Indeks Modulasi

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi iyah 1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom 2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Email: nafik_unisla26@yahoo.co.id 1, ymp@stts.edu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC.

PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC. PEMANFAATAN DAN PEMBUATAN ALAT PENYEDIAAN DAYA LISTRIK SECARA OTOMATIS DENGAN MENGGUNAKAN INVERTER 12V DC MENJADI 220V AC Suharijanto 1 1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Isalam Lamongan

Lebih terperinci

Pengenalan Image Wajah Dengan Menggunakan Metode Template Matching. Abstraksi

Pengenalan Image Wajah Dengan Menggunakan Metode Template Matching.  Abstraksi Pengenalan Image Wajah Dengan Menggunakan Metode Template Matching Moh. Khayat Subkhan 1, Yuliana Melita Pranoto 2 1 Mahasiswa Magister Teknologi Informasi, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya 2 Dosen Magister

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING Mohamad Aditya Rahman, Ir. Sigit Wasista, M.Kom Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SEBAGAI SISTEM STARTER SEPEDA MOTOR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16 Oleh : Margito Hermawan

PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SEBAGAI SISTEM STARTER SEPEDA MOTOR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16 Oleh : Margito Hermawan PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SEBAGAI SISTEM STARTER SEPEDA MOTOR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16 Oleh : Margito Hermawan 6907040024 Fajar Indra 6907040026 ABSTRACT Face recognition

Lebih terperinci

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Wawan Kurniawan Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi wwnkurnia79@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi dan Evaluasi yang dilakukan penulis merupakan implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA Anita T. Kurniawati dan Afrilyan Ruli Dwi Rama Teknik Informatika-ITATS, Jl. Arief Rahman Hakim 100 Surabaya Email:

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

PEMISAHAN GIGI PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRAL PROJECTION YANG DIMODIFIKASI

PEMISAHAN GIGI PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRAL PROJECTION YANG DIMODIFIKASI Vol. 6, No. 2, Juli 2011 ISSN 0216-0544 PEMISAHAN GIGI PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRAL PROJECTION YANG DIMODIFIKASI a Bilqis Amaliah, b Anny Yuniarti, c Anindita Sigit Nugroho,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer sekarang sangat pesat, ini ditandai dengan hampir semua pengolahan data dan informasi telah dilakukan dengan komputer. Hal ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 4.1 Analisa Analisa merupakan tahapan yang sangat penting dalam melakukan penelitian. Tahap analisa yaitu proses pembahasan persoalan atau permasalahan yang dilakukan sebelum

Lebih terperinci

OTOMASI PEMISAH BUAH TOMAT BERDASARKAN UKURAN DAN WARNA MENGGUNAKAN WEBCAM SEBAGAI SENSOR

OTOMASI PEMISAH BUAH TOMAT BERDASARKAN UKURAN DAN WARNA MENGGUNAKAN WEBCAM SEBAGAI SENSOR Seminar Nasional Ilmu Komputer dan Aplikasinya SNIKA 2008 27/11/2008 OTOMASI PEMISAH BUAH TOMAT BERDASARKAN UKURAN DAN WARNA MENGGUNAKAN WEBCAM SEBAGAI SENSOR Thiang, Leonardus Indrotanoto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

PEMISAHAN GIGI PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRAL PROJECTION YANG DIMODIFIKASI

PEMISAHAN GIGI PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRAL PROJECTION YANG DIMODIFIKASI Vol. 6, No. 2, Juli 2011 ISSN 0216-0544 PEMISAHAN GIGI PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRAL PROJECTION YANG DIMODIFIKASI a Bilqis Amaliah, b Anny Yuniarti, c Anindita Sigit Nugroho,

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DALAM MENENTUKAN KEMATANGAN BUAH KAKAO MENGGUNAKAN METODE EUCLIDEAN DISTANCE SKRIPSI

PEMANFAATAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DALAM MENENTUKAN KEMATANGAN BUAH KAKAO MENGGUNAKAN METODE EUCLIDEAN DISTANCE SKRIPSI Artikel Skripsi PEMANFAATAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DALAM MENENTUKAN KEMATANGAN BUAH KAKAO MENGGUNAKAN METODE EUCLIDEAN DISTANCE SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH Rikko Ismail Hardianzah 1), Bambang Hidayat 2), Suhardjo 3) 1),2) Fakultas Teknik

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature Dosen Pembimbing : 1) Prof.Dr.Ir. Mauridhi Hery Purnomo M.Eng. 2) Dr. I Ketut Eddy Purnama ST., MT. Oleh : ATIK MARDIYANI (2207100529)

Lebih terperinci

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar,

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar, KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1 Nugroho hary Mindiar, 21104209 Mahasiswa Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma mindiar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem biometrika merupakan teknologi pengenalan diri dengan menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia. Sidik jari, tanda tangan, DNA, telinga, wajah, infrared,

Lebih terperinci

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Pengenalan Wajah Menggunakan Metode Adjacent Pixel Intensity Difference Quantization Histogram Generation Oleh : ANDIK MABRUR 1206 100 716 Dosen Pembimbing : Drs. Soetrisno, MI.Komp. Jurusan Matematika

Lebih terperinci

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI JURNAL TEODOLITA VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN 1411-1586 DAFTAR ISI Perpaduan Arsitektur Jawa dan Sunda Pada Permukiman Bonokeling Di Banyumas, Jawa Tengah...1-15 Wita Widyandini, Atik Suprapti, R. Siti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

PENGENALAN SESEORANG MENGGUNAKAN CITRA GARIS TANGAN

PENGENALAN SESEORANG MENGGUNAKAN CITRA GARIS TANGAN PENGENALAN SESEORANG MENGGUNAKAN CITRA GARIS TANGAN Bagus Fadzerie Robby 1), Resty Wulanningrum 2) 1), 2) Universitas Nusantara PGRI Kediri 1), 2) Jl. KH. Achmad Dahlan 76, Kediri, Jawa Timur 64112 Email

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM)

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM) SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM) Jani Kusanti Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik Elektro dan Informatika Universitas Surakarta (UNSA),

Lebih terperinci

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE Widodo Muda Saputra, Helmie Arif Wibawa, S.Si, M.Cs, dan Nurdin Bahtiar, S.Si, M.T Fakultas Sains dan Matematika, Jurusan Ilmu Komputer

Lebih terperinci

Hasil Ekstraksi Algoritma Principal Component Analysis (PCA) untuk Pengenalan Wajah dengan Bahasa Pemograman Java Eclipse IDE

Hasil Ekstraksi Algoritma Principal Component Analysis (PCA) untuk Pengenalan Wajah dengan Bahasa Pemograman Java Eclipse IDE Hasil Ekstraksi Algoritma Principal Component Analysis (PCA) untuk Pengenalan dengan Bahasa Pemograman Java Eclipse IDE Fiqih Ismawan Dosen Program Studi Teknik Informatika, FMIPA Universitas Indraprasta

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam BAB PEMBAHASAN.1 Sistem Absensi Berbasis Webcam Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi karyawan berdasarkan input citra hasil capture webcam. Sistem akan melakukan posting

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Webcam Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media yang berorientasi pada image dan video dengan resolusi tertentu. Umumnya webcam adalah sebuah perngkat

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. pembuatan tugas akhir. Maka untuk memenuhi syarat tersebut, penulis mencoba

BAB III PERANCANGAN. pembuatan tugas akhir. Maka untuk memenuhi syarat tersebut, penulis mencoba BAB III PERANCANGAN 3.1 Tujuan Perancangan Sebagai tahap akhir dalam perkuliahan yang mana setiap mahasiswa wajib memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti sidang yudisium yaitu dengan pembuatan tugas

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE ADJACENT PIXEL INTENSITY DIFFERENCE QUANTIZATION TERMODIFIKASI

PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE ADJACENT PIXEL INTENSITY DIFFERENCE QUANTIZATION TERMODIFIKASI PENGENALAN WAJAH DENGAN METODE ADJACENT PIXEL INTENSITY DIFFERENCE QUANTIZATION TERMODIFIKASI Nama Mahasiswa : Yuliono NRP : 1206 100 720 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : Drs. Soetrisno, M.IKomp

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

APLIKASI TRANSFORMASI WATERSHED UNTUK SEGMENTASI CITRA DENGAN SPATIAL FILTER SEBAGAI PEMROSES AWAL

APLIKASI TRANSFORMASI WATERSHED UNTUK SEGMENTASI CITRA DENGAN SPATIAL FILTER SEBAGAI PEMROSES AWAL APLIKASI TRANSFORMASI WATERSHED UNTUK SEGMENTASI CITRA DENGAN SPATIAL FILTER SEBAGAI PEMROSES AWAL Murien Nugraheni Prodi Teknik Informatika Fak FTI UAD Jl. Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta 55164,

Lebih terperinci

Sistem Penitipan Barang berdasarkan Pola Tanda Tangan Dengan menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Nia Saurina SST., M.Kom

Sistem Penitipan Barang berdasarkan Pola Tanda Tangan Dengan menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Nia Saurina SST., M.Kom Sistem Penitipan Barang berdasarkan Pola Tanda Tangan Dengan menggunakan Metode Ekstraksi Ciri Nia Saurina SST., M.Kom ABSTRAK Sistem penitipan barang yang umum digunakan adalah secara manual, penjaga

Lebih terperinci

TEKNIK PENGENALAN WAJAH DENGAN ALGORITMA PCA BERBASIS SELEKSI EIGENVECTOR

TEKNIK PENGENALAN WAJAH DENGAN ALGORITMA PCA BERBASIS SELEKSI EIGENVECTOR TEKNIK PENGENALAN WAJAH DENGAN ALGORITMA PCA BERBASIS SELEKSI EIGENVECTOR DWI ACHTI NOVIATUR R. 2208100656 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Wirawan, DEA (Ir. Hendra Kusuma, M.Eng) PIE Problem Representasi Citra

Lebih terperinci

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK Wiratmoko Yuwono Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS Jl. Raya ITS, Kampus ITS, Sukolilo Surabaya 60111

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012 1 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN Wahyu Saputra Wibawa 1, Juni Nurma Sari 2, Ananda 3 Program Studi

Lebih terperinci

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap 2016/2017 Definisi Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Pengenalan Bentuk Wajah Manusia Pada Citra Menggunakan Metode Fisherface

Pengenalan Bentuk Wajah Manusia Pada Citra Menggunakan Metode Fisherface Pengenalan Bentuk Wajah Manusia Pada Citra Menggunakan Metode Fisherface (Studi Kasus pengenalan wajah pada manusia di teknik informatika universitas malikussaleh) Muthmainnah, Rahayu Dosen Teknik Informatika

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

YOGI WARDANA NRP

YOGI WARDANA NRP PENGEMBANGAN ALGORITMA SISTEM IDENTIFIKASI MATA MANUSIA BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DENGAN METODE GABOR PADA PERALATAN AOI ( AUTOMATED OPTICAL INSPECTION ) YOGI WARDANA NRP. 2107 100 115 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Rancangan Perangkat Keras 3.1.1 Diagram Blok Sistem Rancangan perangkat keras dari aplikasi pengenalan wajah ini dapat dilihat pada diagram blok Gambar 3.1 sebagai berikut

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 DETEKSI KEMUNCULAN BULAN SABIT MENGGUNAKAN METODE CIRCULAR HOUGH TRANSFORM ARTIKEL Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program

Lebih terperinci

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007 Pengantar PENGOLAHAN CITRA Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007 TUJUAN Mahasiswa dapat membuat aplikasi pengolahan citra Mahasiswa dapat menerapkan konsep-konsep pengolahan citra untuk menghasilkan suatu

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 ) SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 ) Pramuda Akariusta Cahyan, Muhammad Aswin, Ir., MT., Ali Mustofa, ST., MT. Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem perangkat keras dari UPS (Uninterruptible Power Supply) yang dibuat dengan menggunakan inverter PWM level... Gambaran Sistem input

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL

PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL Mawaddah Aynurrohmah, Andi Sunyoto STMIK AMIKOM Yogyakarta email : andi@amikom.ac.id Abstraksi Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS Sinar Monika 1, Abdul Rakhman 1, Lindawati 1 1 Program Studi Teknik Telekomunikasi, Jurusan

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA Syahrul 1, Andi Kurniawan 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.116,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. secara otomatis. Sistem ini dibuat untuk mempermudah user dalam memilih locker

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. secara otomatis. Sistem ini dibuat untuk mempermudah user dalam memilih locker BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian Pada perancangan tugas akhir ini menggunakan metode pemilihan locker secara otomatis. Sistem ini dibuat untuk mempermudah user dalam memilih

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE RETINEX UNTUK PENCERAHAN CITRA

IMPLEMENTASI METODE RETINEX UNTUK PENCERAHAN CITRA IMPLEMENTASI METODE RETINEX UNTUK PENCERAHAN CITRA Murinto 1), Eko Aribowo, Elena Yustina Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Email : murintokusno@yahoo.com

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD Murinto, Resa Fitria Rahmawati Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SISTEM. Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi anggota

BAB III ANALISIS SISTEM. Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi anggota BAB III ANALISIS SISTEM 3.1. Sistem Absensi Berbasis Webcam Sistem absensi berbasis webcam adalah sistem yang melakukan absensi anggota berdasarkan input citra hasil capture webcam. Sistem akan melakukan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL Nur hajizah (13111171) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan Jl.

Lebih terperinci

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Daryanto 1) 1) Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jember Email: 1) daryanto@unmuhjember.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI

JURNAL TEODOLITA. VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN DAFTAR ISI JURNAL TEODOLITA VOL. 14 NO. 1, Juni 2013 ISSN 1411-1586 DAFTAR ISI Perpaduan Arsitektur Jawa dan Sunda Pada Permukiman Bonokeling Di Banyumas, Jawa Tengah...1-15 Wita Widyandini, Atik Suprapti, R. Siti

Lebih terperinci

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL Muhammad Affandes* 1, Afdi Ramadani 2 1,2 Teknik Informatika UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kontak Person : Muhammad

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Junia Kurniati Computer Engineering Department Faculty of Computer Science Sriwijaya University South Sumatera Indonesia

Lebih terperinci

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR Naser Jawas STIKOM Bali Jl. Raya Puputan, No.86, Renon, Denpasar, Bali Email: naser.jawas@gmail.com ABSTRAK Meter air adalah sebuah alat yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memanfaatkan ciri wajah yang telah tersimpan pada database atau wajah

BAB I PENDAHULUAN. dengan memanfaatkan ciri wajah yang telah tersimpan pada database atau wajah BAB I 1. asd PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi di bidang informasi khususnya dengan menggunakan komputer telah berkembang, hal ini menyebabkan banyak aplikasi baru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang melakukan proses data mulai dari pengolahan citra otak hingga menghasilkan output analisa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

JURNAL PENGENALAN POLA KAKI O DAN KAKI X MENGGUNAKAN METODE BRAY-CURTIS DISTANCE

JURNAL PENGENALAN POLA KAKI O DAN KAKI X MENGGUNAKAN METODE BRAY-CURTIS DISTANCE JURNAL PENGENALAN POLA KAKI O DAN KAKI X MENGGUNAKAN METODE BRAY-CURTIS DISTANCE Recognition pattern of foot o and foot x using method bray-curtis distance Oleh: FATHUL MU ARIF 12.1.03.02.0091 Dibimbing

Lebih terperinci

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING 1 Yunifa Miftachul Arif, 2 Achmad Sabar 1 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Saintek, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2 Jurusan Sistem Komputer,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

JURNAL TEODOLITA. VOL. 15 NO. 1, Juni 2014 ISSN DAFTAR ISI

JURNAL TEODOLITA. VOL. 15 NO. 1, Juni 2014 ISSN DAFTAR ISI JURNAL TEODOLITA VOL. 15 NO. 1, Juni 2014 ISSN 1411-1586 DAFTAR ISI Mesjid Saka Tunggal Sebagai Ruang Ritual Komunitas Islam ABOGE di Desa Cikakak Banyumas.. 1-11 Wita Widyandini, Yohana Nursruwening Analisa

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH

KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2010 KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH Evan Yofiyanto Agus Zainal Arifin Bilqis Amaliah Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sistem Sistem yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah Implementasi Algoritma Template Matching dan Feature Extraction untuk Pengenalan Pola Angka Untuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan III-1 BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1. Perancangan Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan menghasilkan suatu sistem yang dapat mengontrol cahaya pada lampu pijar untuk pencahayaanya

Lebih terperinci

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS UNTUK SISTEM PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE Nunu Kustian Program Studi Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI Email: kustiannunu@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL SISTEM PRESENSI KARYAWAN STMIK BANJARBARU DENGAN PENDEKATAN EIGENFACE ALGORITHM

RANCANGAN AWAL SISTEM PRESENSI KARYAWAN STMIK BANJARBARU DENGAN PENDEKATAN EIGENFACE ALGORITHM RANCANGAN AWAL SISTEM PRESENSI KARYAWAN STMIK BANJARBARU DENGAN PENDEKATAN EIGENFACE ALGORITHM RULIAH Jurusan Sistem Informasi STMIK Banjarbaru Jl. Jend. Ahmad Yani Km. 33.3 Loktabat Banjarbaru twochandra@gmail.com

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci