BAB II LANDASAN TEORI. mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dimana dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dimana dalam"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 1. KONSENTRASI BELAJAR 1.1 Defenisi Konsentrasi Belajar Konsentrasi adalah pemusatan atau pengerahan (perhatiannya ke pekerjaannya atau aktivitasnya) (Hornby dan Siswoyo, 1993). Menurut Slameto (2003) konsentrasi merupakan pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dimana dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap mata pelajaran dengan mengenyampingkan semua hal yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Hendrata (2007) berpendapat konsentrasi adalah sumber kekuatan pikiran dan bekerja berdasarkan daya ingat dan lupa dimana pikiran tidak dapat bekerja untuk lupa dan ingat dalam waktu bersamaan. Apabila konsentrasi seseorang mulai lemah maka akan cenderung mudah melupakan suatu hal dan sebaliknya apabila konsentrasi masih cukup kuat maka akan dapat mengingat dalam waktu yang lama. Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian dan sebagainya. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian yang terpusat pada suatu pelajaran. Maka dari itu konsentrasi merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi yang baik dan apabila

2 konsentrasi ini berkurang maka dalam mengikuti pelajaran di kelas maupun belajar secara pribadi akan terganggu. Berdasarkan beberapa pengertian konsentrasi belajar diatas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan fungsi jiwa dan pemikiran seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan belajar (penerimaan informasi tentang pelajaran) dimana konsentrasi belajar ini sangat penting dalam proses pembelajaran karena merupakan usaha dasar untuk dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik. 1.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar Menurut Tonienase (2007) konsentrasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti di bawah ini: a. Lingkungan Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkonsentrasi, siswa akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi. Jika siswa dapat mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap konsentrasi, siswa mampu menggunakan kemampuan siswa pada saat dan suasana yang tepat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar. 1. Suara. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap suara, ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik, belajar ditempat ramai, dan bersama teman. Tetapi ada yang hanya dapat belajar ditempat yang

3 tenang tanpa suara, atau ada juga yang dapat belajar ditempat dalam keadaan apapun. 2. Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar ditempat terang, atau senang belajar ditempat yang gelap, tetapi kenyamanan visual dapat juga digolongkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan di dalam ruangan maupun bangunan. 3. Temperatur. Temperatur sama seperti faktor pencahayaan, merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar ditempat dingin, atau senang belajar ditempat yang hangat, dan juga senang belajar ditempat dingin maupun hangat. 4. Desain Belajar. Desain belajar merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh juga, yaitu sebagai media atau sarana dalam belajar, misalnya terdapat seseorang yang senang belajar ditempat santai sambil duduk di kursi, sofa, tempat tidur, maupun di karpet. Cara mendesain media dan sarana belajar merupakan salah satu cara yang dapat membuat kita lebih dapat berkonsentrasi. b. Modalitas Belajar Modalitas belajar yang menentukan siswa dapat memproses setiap informasi yang diterima. Konsentrasi dalam belajar dan kreativitas guru dalam

4 mengembangkan strategi dan metode pembelajaran di kelas akan meningkatkan konsentrasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun akan meningkat pula. Semakin banyak informasi yang diterima dan diserap oleh siswa, maka kemampuan berkonsentrasi pun harus semakin baik dan fokus dalam mengikuti setiap proses pembelajaran. Banyak cara yang ditawarkan oleh para ahli dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa, misalnya dengan cara meningkatkan gelombang alfa agar setiap siswa dapat berkonsentrasi dengan baik (Depoter,dkk dalam Susanto, 2006), kemudian dapat juga dengan mengatur posisi tubuh pada saat belajar, dan mempelajari materi (informasi) sesuai dengan karakteristik siswa itu sendiri. c. Pergaulan Pergaulan juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran, perilaku dan pergaulan mereka, dapat mempengaruhi konsentrasi belajar yang dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti faktor teknologi yang berkembang saat ini contohnya televisi, internet, dll hal ini sangat berpengaruh pada sikap dan prilaku siswa. d. Psikologi Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam berkonsentrasi, misalnya karena adanya masalah dalam lingkungan sekitar dan keluarga. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kedadaan psikologis siswa, karena siswa akan kehilangan semangat dan motivasi belajar mereka,

5 tentunya akan berpengaruh juga terhadap tingkat konsentrasi siswa yang akan semakin menurun. Selain itu Nugroho (2007) juga mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan gangguan konsentrasi dalam belajar yaitu : a. Tidak memiliki motivasi diri : Motivasi kuat yang timbul dalam diri seorang siswa dapat mendorongnya belajar sangat diperlukan. Ada siswa yang membutuhkan rangsangan seperti hadiah yang baik dari orangtua ketika mereka berprestasi. Namun orangtua juga harus hati-hati dalam memberikan rangsangan berupa hadiah agar anak tetap mau belajar meskipun tidak diberikan hadiah. b. Suasana lingkungan belajar yang tidak kondusif : suasana yang ramai dan bising tentu saja dapat mengganggu siswa yang ingin belajar dalam situasi yang tenang. Namun, ada juga tipe siswa yang dapat belajar dengan mendengarkan musik. c. Kondisi kesehatan siswa : bila siswa terlihat tidak serius pada materi pelajaran yang sedang dialaminya, sebaiknya tidak tergesa-gesa untuk menghakimi bahwa ia malas belajar karena bisa jadi kondisi kesehatannya yang sedang bermasalah. d. Siswa merasa jenuh : beban pelajaran yang ditanggung oleh siswa sangat banyak, apalagi mereka harus mengikuti kegiatan belajar dilembaga pendidikan formal (kursus). Oleh karena itu sebaiknya siswa diberikan waktu istirahat sejenak untuk membuat diri mereka menjadi relaks.

6 Menurut Slameto (2010) seseorang sering mengalami kesulitan berkonsentrasi, yang disebabkan karena: kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari, terganggu oleh keadaan lingkungan (bising, keadaan yang semrawut dan lain-lain), pikiran kacau/masalah-masalah kesehatan yang terganggu (badan lemah), bosan terhadap pelajaran/sekolah dan lain-lain. 1.3 Aspek Aspek Konsentrasi Belajar Nugroho (2007) mengungkapkan aspek aspek konsentrasi belajar sebagai berikut : a. Pemusatan pikiran : Suatu keadaan belajar yang membutuhkan ketenangan, nyaman, perhatian seseorang dalam memahami isi pelajaran yang dihadapi. b. Motivasi : Keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. c. Rasa kuatir : Perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa tidak optimal dalam melakukan pekerjaannya. d. Perasaan tertekan : Perasaan seseorang yang bkan dari individu melainkan dorongan / tuntutan dari orang lain maupun lingkungan. e. Gangguan pemikiran : Hambatan seseorang yang berasal dari dalam individu maupun orang sekitar. Misalnya : masalah ekonomi, keluarga, masalah pribadi individu.

7 f. Gangguan kepanikan : Hambatan untuk berkonsentrasi dalam bentuk rasa waswas menunggu hasil yang akan dilakuakan maupun yang sudah dilakukan oleh orang tersebut. g. Kesiapan belajar : Keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. 1.4 Ciri Ciri Konsentrasi belajar Engkoswara (2012) menjelaskan klasifikasi perilaku belajar yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi adalah sebagai berikut: 1. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat melalui : a. Kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan, b. Komprehensif dalam penafsiran informasi, c. Mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh, d. Mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh. 2. Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apersepsi. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari : a. Adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu. b. Respon, yaitu keinginan untuk mereaksi bahan yang diajarkan.

8 c. Mengemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide dan sikap seseorang. 3. Perilaku psikomotor. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat dilihat dari adanya : a. Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk guru, b. Komunikasi non verbal seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan yang penuh arti. c. Perilaku berbahasa. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai adanya aktivitas berbahasa yang terkoordinasi dengan baik dan benar. 2. PENGATURAN TEMPAT DUDUK 2.1 Defenisi Pengaturan Tempat duduk Djamarah dan Zain (2010) menyatakan tempat duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Apabila tempat duduknya bagus tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang sesuai dengan kebutuhan siswa dan dapat diubah-ubah formasinya, maka akan dapat membuat siswa belajar dengan tenang. Hal ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Moh. Sholeh Hamid, S.Pd. (2012), dimana pengaturan tempat duduk mempunyai peran penting dalam

9 konsentrasi belajar siswa dimana pengaturan tempat duduk dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Selain itu Wiyani (2013) juga mengungkapkan hal yang serupa dimana pengaturan tempat duduk dapat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik dimana tempat duduk yang digunakan harus sesuai dengan postur tubuh siswa dan dapat diubah posisinya sesuai dengan kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaturan tempat duduk merupakan pengaturan tata letak tempat duduk yang dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar dengan mempertimbangkan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan peserta didik. 2.2 Manfaat Pengaturan Tempat Duduk Menurut Novan Ardi Wiyani, M.Pd.I. (2013) perubahan posisi tempat duduk memiliki banyak manfaat dalam mencapai keberhasilan belajar. Beberapa manfaat dari pengaturan tempat duduk adalah : a. menghindari kejenuhan pada peserta didik dalam belajar. b. menjadikan fokus belajar peserta didik tetap terjaga. c. meningkatkan konsentrasi belajar peserta didik. d. memudahkan guru dan peserta didik bergerak dan berinteraksi saat kegiatan belajar-mengajar didalam kelas.

10 2.3 Tujuan Pengaturan Tempat Duduk Menurut Moh. Sholeh Hamid, S.Pd. (2012) pengaturan tempat duduk dilakukan untuk memenuhi empat tujuan pembelajaran yaitu : a. aksesibilitas yang membuat siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia. b. mobilitas yang membuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas c. interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi antara guru dengan siswa maupun antar siswa. d. memungkinkan siswa untuk bekerjasama secara perorangan, berpasangan dan berkelompok. 2.4 Hal yang Harus Diperhatikan dalam Mengatur Tempat Duduk Ada 6 hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengatur tempat duduk (Wiyani, 2013) : a. ukuran dan bentuk kelas b. bentuk serta ukuran tempat duduk dan meja siswa c. banyaknya siswa di kelas d. jumlah kelompok kelas e. jumlah peserta didik dalam setiap kelompok kelas

11 f. komposisi peserta didik dalam kelompok 2.5 Jenis Jenis Formasi Pengaturan Tempat Duduk duduk yaitu: Menurut Wiyani (2013) ada beberapa jenis formasi pengaturan tempat a. Formasi tradisional : pada formasi ini peserta didik duduk berpasanganpasangan dalam satu meja dengan satu kursi panjang atau dua kursi dimana tempat duduk pada formasi ini berderet memanjang ke belakang. b. Formasi auditorium : formasi ini hampir sama dengan formasi tradisional bedanya, pada formasi ini posisi tempat duduk peserta didik sederet memanjang ke samping bukan ke belakang seperti pada formasi tradisional. c. Formasu chevron : pada formasi ini tempat duduk disusun memanjang kesamping (dua kolom saja) dengan posisi sedikit miring dari dalam keluar sehingga hal ini memperkecil jarak antara peserta didik dan guru. d. Formasi kelas U Shape : formasi dimana tempat duduk disusun menjadi bentuk huruf U yang terdiri dari dua kolom kursi yang disusun berbaris dari depan kebelakang dan dibelakang kedua kolom dihubungkan dengan sebaris kursi yang telah disusun dari kiri ke kanan. e. Formasi meja pertemuan : formasi ini umumnya digunakan ditempat-tempat pertemuan atau seminar dimana formasi ini dapat digunakan dengan cara membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok mempunyai meja pertemuannya masing-masing.

12 f. Formasi konfrensi : formasi ini menggunakan meja panjang yang didekatkan saru per satu dalam bentuk memanjang sehingga membentuk kumpulan meja berbentuk persegi panjang. Selanjutnya, peserta didik duduk di kursi yang mengelilingi meja-meja persegi panjang tersebut. g. Formasi pengelompokkan terpisah : formasi ini membentuk kelompokkelompok terpisah dengan meletekkan kelompok yang satu berjauhan dengan kelompok yang lain dimana ada satu kelompok yang berada ditengah dalam formasi huruf U yang sedang dibimbing oleh guru. h. Formasi tempat kerja : formasi ini cocok untuk di laboratorium karena peserta didik duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugasnya masing-masing. i. Formasi kelompok untuk kelompok : formasi yang terdapat dalam beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (bisa juga dengan membuat beberapa meja menjadi persegi besar) sehingga setiap kelompok dapat saling berhadapan. j. Formasi lingkaran : pengaturan tempat duduk yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. k. Formasi peripheral : pengaturan tempat duduk dimana meja berada dibelakang siswa dalam keadaan hampir melingkar dengan tujuan agar siswa dapat memutar kursinya mengahadap guru saat ingin berdiskusi. 3. Pengaturan Tempat Duduk U Shape

13 Wiyani (2013) mengungkapkan bahwa formasi tempat duduk / formasi kelas U Shape dapat ditemukan pada acara diktat maupun workshop khususnya workshop kepemimpinan, namun bukan berarti formasi ini tidak dapat diterapkan didalam sebuah kelas. Formasi ini justru sangat ideal, efektif, dan efesien untuk diterapkan di dalam sebuah kelas. Formasi tempat duduk U Shape ini sangat menarik dan mampu mengaktifkan para siswa atau peserta didik sehingga mampu membuat mereka antusias dalam belajar sehingga harapan keberhasilan kegiatan belajar-mengajar dapat tercapai. Pada formasi ini, guru merupakan yang paling aktif bergerak dinamis ke segala arah serta langsung berinteraksi dengan secara berhadaphadapan dengan peserta didiknya. Gerakkan yang dapat dilakukan seperti gerakan maju ke tengah dan kembali lagi ke tempat semula serta gerakan menyamping ke kanan dan ke kiri kemudian melakukan gerakan maju-mundur. Hal yang harus diperhatikan adalah pada saat melakukan gerakan mundur (kembali ke tempat semula) guru/ pengajar tidak boleh berbalik kebelakang, tetapi harus berjalan mundur dan tetap memfokuskan pandangannya ke peserta didik. Formasi ini tepat dilakukan dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan diskusi, presentasi dan kerja tim. Pada formasi ini guru dapat memindahkan siswa yang ada di deretan bangku kanan ke deretan bangku kiri, dan sebaliknya. Dengan begitu, para siswa dapat lebih memaksimalkan potensi alat indra yang dimilikinya

14 dalam kegiatan belajar mengajar dan mampu berinteraksi secara langsung sehingga akan mendapatkan respon dari guru secara langusng. Berdasarkan penejelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaturan tempat duduk U Shape memiliki beberapa kelebihan yaitu : 1. Guru dapat melakukan gerakan kesegala arah (mobilitas) : Komunikasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Ada 3 jenis komunikasi yang digunakan untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa (Sudjana, 2010) yaitu : a. Komunikasi satu arah : dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa penerima aksi. b. Komunikasi dua arah : dalam komunikasi ini guru dan siswa memiliki peran yang sama yaitu pemberi dan penerima informasi. c. Komunikasi sebagai transaksi : komunikasi yang melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa sehingga dapat menjadikan kegiatan belajar optimal sehingga terbentuk pembelajaran aktif. Wiyani (2013) menyatakan tempat duduk U Shape memungkinkan guru bergerak ke segala arah dan tepat digunakan untuk kegiatan diskusi, presentasi dan kerja tim. Oleh karena itu dapat disimpulkan, dengan desain tempat duduk U Shape guru memiliki kebebasan untuk bergerak kesegala arah untuk

15 berkomunikasi dan berinterasksi dengan siswanya begitu juga dengan siswa memiliki kesempatan yang sama serta guru dapat menjangkau siswa agar tetap fokus dan tidak menimbulkan kebisingan sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih aktif dan efektif. 2. Memaksimalkan potensi alat indera yang dimiliki siswa Menurut Wiyani (2013) pengaturan tempat duduk U Shape dapat mengoptimalkan alat indra siswa serta guru dapat berhadapan langsung dengan siswa, sehingga dapat disimpulkan dengan pengaturan tempat duduk U Shape dapat mengoptimalkan siswa dalam menjangkau informasi secara visual dan auditori dengan baik dan tidak ada penghalang terhadap pandangan siswa baik ke guru yang memberikan pengajaran berupa suara ataupun peragaan dan ke papan tulis berupa informasi visual. Hal ini didukung oleh Margaret (2005) dimana dalam memproses informasi, hal utama yang diperlukan adalah fungsi alat indera yang optimal. Hal ini ditunjukkan dari tiga tahap dalam memproses informasi yaitu sensory short term memory long term memory. Alat indera merupakan pintu masuknya informasi dan alat indera yang utama digunakan dalam memproses informasi ialah alat penglihatan (Visual) dan pendengaran (Auditory). Ketika informasi berupa stimulus dari penglihatan maupun suara dikenali oleh alat indera maka proses sensori mentransformasikan dan mengorganisasikan informasi mentah tersebut dengan menggunakan sensory reseptor. Informasi yang ditangkap melalui alat indera diproses oleh sensory receptor yang berupa saraf-

16 saraf yang menghantarkan informasi tersebut ke bagian otak yaitu temporal lobe (hearing, advanced visual processing) dan occipetal lobe (vision). Selain itu, menurut Moh. Sholeh Hamid (2011), formasi kelas dengan tempat duduk U Shape ini sangat ideal untuk memberikan materi pelajaran dalam bentuk apapun sehingga formasi ini menjadi formasi yang multifungsi. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan tempat duduk U Shape merupakan penataan tempat duduk berbentuk huruf U yang terdiri dari baris kiri yang menghadap ke kanan, baris kanan yang menghadap ke kiri dan baris tengah ke depan sehingga seluruh siswa dapat memiliki porsi yang sama untuk melihat ketengah ruangan, yang dapat digambarkan sebagai berikut : Melihat Papan guru Tulis dan papan tulis secara langsung, mendengar dan berkomunikasi secara langsung Guru Interaksi antar siswa Interaksi antar siswa Gambar 1. Sketsa Pengaturan Tempat Duduk U Shape

17 4. DINAMIKA PENGATURAN TEMPAT DUDUK U SHAPE DAN KONSENTRASI BELAJAR Sumber daya manusia merupakan faktor pusat di lingkungan organisasi yang mencari laba (perusahaan dan industri), voluntir (organisasi/perkumpulan berdasarkan kemanusiaan dan pengabdian) dan nir laba (instansi pemerintah) (Nawawi, 2008). Organisasi pendidikan sebagai organisasi nir laba juga harus memperhatikan kualitas siswa/siswinya agar nantinya akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, siswa dan siswi harus memiliki prestasi yang baik dalam kegiatan belajar mengajar dimana salah satu aspek pentingnya ialah konsentrasi belajar (Surya, 2009). Menurut Djamarah (2008), konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti pikiran dan perasaan dimana hal ini dibutuhkan dalam belajar sebagai perwujudan perhatian yang tepusat dan merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa memperoleh prestasi yang baik. Selanjutnya, Tonienase (2007) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar dimana salah satunya adalah lingkungan yang terdiri dari suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar. Desain belajar merupakan media atau sarana yang dibuat untuk meningkatkan konsentrasi belajar, yaitu dengan cara memilih dan mendesain ruang belajar sesuai dengan kebutuhan misalnya memasang gambar, mengatur posisi duduk dan memilih tempat duduk baik bersifat formal maupun informal (Tonienase, 2007).

18 Selain itu Nugroho (2007) menyatakan bahwa lingkungan yang ramai dan bising dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Hal ini juga sejalan dengan yang diungkapkan oleh Slameto (2010) dimana keadaan lingkungan yang semerawut dan berisik dapat mengganggu konsenterasi belajar individu. Pengaruh lingkungan dalam belajar harus diperhatikan karena kondisi lingkungan yang buruk dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Alex Justian (2012) dengan judul Analisis Pengaruh Kebisingan terhadap Performa Siswa Sekolah Dasar di Ruang Kelas membuktikan bahwa kebisingan dengan tingkat kebisingan 53 dba keatas mempengaruhi ketanggapan siswa dalam belajar sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kebisingan harus dihindarai karena dapat mengganggu proses belajar di kelas. Selain itu penelitian yang dilakuakan oleh Herlina (2007) yang berjudul Pengaruh Pengelolaan Kelas terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa dimana dilakukannya perlakuan berupa pengelolaan kelas yang terdiri dari pengaturan perabot, sarana belajar, alat peraga, panjangan kelas, pengaturan tempat duduk, pengelompokkan siswa, sampai pembuatan laporan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan nilai pada kelas ekpserimen setelah mendapatkan perlakuan. Pengaturan tempat duduk merupakan salah satu faktor lingkungan yang mendukung konsentrasi belajar (Moh. Sholeh, 2012). Pengaturan tempat duduk tidak hanya dilihat dari bagus tidaknya, tinggi atau rendahnya tempat duduk serta

19 bentuk dan ukurannya, namun pengaturan tempat duduk juga meliputi formasi tempat duduk yang tepat untuk digunakan oleh siswa (Djamrah &Aswan, 2010). Salah satu formasi tempat duduk yang dapat digunakan adalah pengaturan tempat duduk U Shape. Menurut Wiyani (2013) pengaturan tempat duduk U Shape sangat ideal, efektif dan efesien untuk diterapkan di dalam kelas. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Scivener (1994) penggunan pola penyusunan tempat duduk U Shape dapat membentuk eye-contact dan berinteraksi secara alami, selain itu ia juga mengatakan bahwa siswa yang lemah kemampuannya tidak mempunyai kesempatan untuk bersembunyi dan siswa yang lebih baik kemampuannya juga tidak dapat mendominasi kelas sehingga pemberian informasi akan merata. Selain itu Menurut Jeremy Harmer (1998), pola penyusunan tempat duduk U Shape membuat posisi siswa, guru dan jangkauan ke papan tulis menjadi sama rata dan ini memberikan kesempatan kepada guru untuk lebih dekat berinteraksi kepada siswa dan siswa juga dapat saling berinteraksi satu sama lain. Hal ini sangat mendukung dalam pemrosesan informasi yang berkaitan dengan atensi atau perhatian yang fokus pada siswa/siswi dimana menurut Margaret (2005) dalam memproses informasi, hal utama yang diperlukan adalah fungsi alat indera yang optimal terutama alat indera merupakan pintu masuknya informasi. Hal ini ditunjukkan dari tiga tahap dalam memproses informasi yaitu sensory short term memory long term memory. Alat indera merupakan pintu masuknya informasi dan alat indera yang utama digunakan dalam memproses

20 informasi ialah alat penglihatan (Visual) dan pendengaran (Auditory). Ketika informasi berupa stimulus dari penglihatan maupun suara dikenali oleh alat indera maka proses sensori mentransformasikan dan mengorganisasikan informasi mentah tersebut dengan menggunakan sensory reseptor. Informasi yang ditangkap melalui alat indera diproses oleh sensory receptor yang berupa saraf-saraf yang menghantarkan informasi tersebut ke bagian otak yaitu temporal lobe (hearing, advanced visual processing) dan occipetal lobe (vision) (Margaret, 2005). Oleh karena itu, pengaturan tempat duduk U Shape dapat mengoptimalkan alat indera siswa dalam hal ini secara visual dan auditory. Selain itu, Menurut Wiyani (2013) pengaturan tempat duduk U Shape dapat memberikan keleluasaan pada guru untuk bergerak kesegala arah sehingga siswa dapat dijangkau dan diawasi sehingga dapat menghindari kelas dari kebisingan. Menurut Mohhamad Sholeh Hamid, S.Pd (2012) pengaturan tempat duduk U Shape sangat menarik dan dapat mengaktifkan para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti pelajaran serta guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung, sehinga akan mendapatkan respon dari pendidik secara langsung.

21 5. HIPOTESA Oleh karena itu, hipotesa dalam penelitian ini ialah : Hipotesa alternatif (Ha) : ada pengaruh positif dari pengaturan tempat duduk U Shape terhadap peningkatan konsentrasi belajar siswa.

BAB I PENDAHULUAN. menerus guna mencapai serangkaian tujuan bersama (Robbins & Coulter, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menerus guna mencapai serangkaian tujuan bersama (Robbins & Coulter, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Organisasi merupakan unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih, dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus guna

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Faktor-faktor Konsentrasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Analisis Deskriptif Faktor-faktor Konsentrasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Analisis Deskriptif Faktor-faktor Konsentrasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan HADI CAHYONO Universitas Muhammadiyah Ponorogo hadicahyono0@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian dan sebagainya (Djamarah, 2008). Slameto (2003) mengungkapkan konsentrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan Data Hasil Observasi Dari data hasil observasi dapat dibahas sebagai berikut:

BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan Data Hasil Observasi Dari data hasil observasi dapat dibahas sebagai berikut: BAB IV PEMBAHASAN 5.1. Pembahasan Data Hasil Observasi Dari data hasil observasi dapat dibahas sebagai berikut: Ruang studio di kampus Ruang studio di kampus Tabel 4.1 Perbandingan ruang studio desain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori Pembahasan teori yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah teoriteori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Pengaturan Tempat Duduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Mengapa Interaksi Manusia dan Komputer (Human Computer Interaction)?

PENDAHULUAN. Mengapa Interaksi Manusia dan Komputer (Human Computer Interaction)? PENDAHULUAN Mengapa Interaksi Manusia dan Komputer (Human Computer Interaction)? Human Computer Interaction (HCI = IMK) merupakan studi tentang interaksi antara manusia, komputer dan tugas/ task. Bagaimana

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PENERIMAAN SISWA TERHADAP GURU DI KELAS DENGAN KONSENTRASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS NEGERI OLAK KEMANG KOTA JAMBI

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PENERIMAAN SISWA TERHADAP GURU DI KELAS DENGAN KONSENTRASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS NEGERI OLAK KEMANG KOTA JAMBI ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PENERIMAAN SISWA TERHADAP GURU DI KELAS DENGAN KONSENTRASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS NEGERI OLAK KEMANG KOTA JAMBI OLEH : YAYUK PUSPITA WENI NIM : ERA1D009056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Konsentrasi Belajar 1. Pengertian Konsentrasi Belajar Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lain yang tidak berhubungan (Emon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak-kanak dan masa remaja. Lebih jauh, anak juga secara fisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Siswanto (2007, h.65) menyebutkan bahwa konsentrasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Siswanto (2007, h.65) menyebutkan bahwa konsentrasi yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswanto (2007, h.65) menyebutkan bahwa konsentrasi yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada suatu objek yang sedang dihadapi. Selaras dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik informasi yang berupa ilmu pengetahuan umum, teknologi, maupun yang lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian. I. PENDAHULUAN Pada bab 1 ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan

Lebih terperinci

A. PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING

A. PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING BAB IV ANALISIS A. PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Cooperative learning merupakan strategi atau pendekatan pembelajaran dalam pendidikan. Strategi ini menekankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 910), disebutkan bahwa. prestasi adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

BAB II KAJIAN TEORI. Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 910), disebutkan bahwa. prestasi adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang BAB II KAJIAN TEORI A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Menurut Poerwadarminta. W.J.S (2006: 915), prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan. Dalam Kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang belajar akan tampak hasilnya setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Profil Tempat Penelitian Sekolah yang menjadi tempat penelitian adalah SMP Negeri 3 Bayat yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda di dalam lingkungannya, menemukan kembali

Lebih terperinci

PERSEPSI SISWA TERHADAP KEGIATAN MANAJEMEN KELAS OLEH GURU DI SMK PLUS BINA NUSANTARA MANDIRI KOTA PARIAMAN ARTIKEL ILMIAH

PERSEPSI SISWA TERHADAP KEGIATAN MANAJEMEN KELAS OLEH GURU DI SMK PLUS BINA NUSANTARA MANDIRI KOTA PARIAMAN ARTIKEL ILMIAH PERSEPSI SISWA TERHADAP KEGIATAN MANAJEMEN KELAS OLEH GURU DI SMK PLUS BINA NUSANTARA MANDIRI KOTA PARIAMAN ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Temperatur Udara 2.1.1 Definisi Temperatur Udara Temperatur yaitu tingkat panas suatu benda yang berhubungan dengan energi, dengan berbagai skala, dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 73 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Data yang peneliti peroleh dari lapangan berasal dari observasi dan wawancara (interview), wawancara yang peneliti gunakan dalam hal ini adalah wawancara tidak

Lebih terperinci

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 disebutkan bahwa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENATAAN RUANG KELAS DENGAN FORMASI U DALAM RANGKA MEMOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA N 1 MUARO JAMBI

IMPLEMENTASI PENATAAN RUANG KELAS DENGAN FORMASI U DALAM RANGKA MEMOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA N 1 MUARO JAMBI 1 IMPLEMENTASI PENATAAN RUANG KELAS DENGAN FORMASI U DALAM RANGKA MEMOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA N 1 MUARO JAMBI ABSTRAK Siti, Zainab. 2014. Implementasi Penataan Ruang Kelas Dengan Formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami setiap materi pelajaran yang diberikan, (3) selalu bersikap aktif

BAB I PENDAHULUAN. memahami setiap materi pelajaran yang diberikan, (3) selalu bersikap aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsentrasi adalah pemusatan pikiran pada suatu hal dengan cara menyampingkan hal-hal lain yang tidak berhubungan. Siswa yang berkonsentrasi belajar dapat diamati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 2.1 Konsentrasi Belajar 2.1.1. Definisi Konsentrasi Belajar Konsentrasi belajar merupakan suatu prilaku dan fokus perhatian siswa untuk dapat memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsentrasi a. Definisi Konsentrasi Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses belajar dan mengajar. Konsentrasi adalah memfokuskan pikiran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang BAB V PEMBAHASAN A. Strategi Yang Dilakukan Guru PAI Dalam Menciptakan Kelas Yang Kondusif. Pengelolaan kelas merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk memperlancar ataupun memperbaiki suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional di bidang pendidikan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Dalam hal ini pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejajar atau menyeluruh agar dapat menghasilkan insan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. sejajar atau menyeluruh agar dapat menghasilkan insan sumber daya manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa yang dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Tumbuh kembang anak harus berjalan sejajar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan kerja merupakan bagian yang penting dalam perusahaan. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan, dengan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki seseorang secara optimal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan oleh sel-sel saraf yang milyaran jumlahnya. Dalam pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan oleh sel-sel saraf yang milyaran jumlahnya. Dalam pendekatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jika melihat proses pendidikan yang berlangsung sekarang ini, terdapat kesan kuat bahwa proses pembelajaran yang berlangsung kurang memperhatikan potensi individual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengalaman. Pendidikan adalah pengalaman belajar yang telah

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengalaman. Pendidikan adalah pengalaman belajar yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pendidikan adalah pengalaman belajar yang telah diprogramkan secara tepat. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL KEJENUHAN

BAB IV ANALISIS HASIL KEJENUHAN BAB IV ANALISIS HASIL KEJENUHAN A. Kejenuhan Belajar Mata Pelajaran SKI Dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, para siswa kadang kala mengalami gangguan psikologis dalam belajar seperti kejenuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions) Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad (student teams achievement divisions) terhadap prestasi belajar dengan memperhatikan motivasi belajar siswa pada materi pokok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Tlahap cenderung bersifat konvensional ceramah yang berpusat pada guru.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Tlahap cenderung bersifat konvensional ceramah yang berpusat pada guru. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Observasi awal yang dilakukan di kelas IIIA SD Negeri Tlahap, peneliti berhasil menemukan beberapa permasalahan yang terjadi di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, keberhasilan pendidikan sangat terpengaruh oleh proses pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang

Lebih terperinci

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya.

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah proses kegiatan yang khas dilakukan oleh manusia. Pendidikan merupakan produk kebudayaan manusia. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa proses pembelajaran merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

3. Bagaimana menciptakan sebuah ruangan yang dapat merangsang emosi yang baik untuk anak dengan menerapkan warna-warna di dalam interior?

3. Bagaimana menciptakan sebuah ruangan yang dapat merangsang emosi yang baik untuk anak dengan menerapkan warna-warna di dalam interior? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan globalisasi, kreativitas bangsa sangat berpengaruh didalam perkembangan bangsa terutama bangsa Indonesia yang dapat mempercepat laju pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi semua orang terutama bagi para pelajar. Kegiatan belajar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang siswa dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum SD Negeri 1 Kaligentong Ampel Jumlah semua murid di SD Negeri 1 Kaligentong Ampel sebanyak 164 siswa. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan, melalui sekolah. manusia agar mampu berkompentensi dalam dunia global.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan, melalui sekolah. manusia agar mampu berkompentensi dalam dunia global. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja teratur dan berencana dengan maksud mengubah dan mengembangkan perilaku yang baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Belajar Menurut Suwarno (2006) lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar yang melengkapi terjadinya proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa lingkungan sebagai

Lebih terperinci

IDEN WILDENSYAH BERMAIN BELAJAR

IDEN WILDENSYAH BERMAIN BELAJAR IDEN WILDENSYAH BERMAIN BELAJAR Penerbit www.nulisbuku.com Menginspirasi "Guru tidak bekerja laiknya seorang tukang, tetapi bak seniman. Guru seperti ini tidak sekadar berusaha mencetak murid-murid naik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi

BAB II KAJIAN TEORI. baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif Made Wena menjelaskan bahwa strategi pembelajaran sangat berguna, baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik apabila ada faktor pendorongnya yaitu motivasi belajar. Peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. baik apabila ada faktor pendorongnya yaitu motivasi belajar. Peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, perubahan yang dimaksud adalah meliputi perubahan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, perubahan yang dimaksud adalah meliputi perubahan jasmani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil proses interaksi individu dengan individu lain maupun individu dengan lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

HAMBATAN PERHATIAN, KONSENTRASI, PERSEPSI, DAN MOTORIK. Mohamad Sugiarmin

HAMBATAN PERHATIAN, KONSENTRASI, PERSEPSI, DAN MOTORIK. Mohamad Sugiarmin HAMBATAN PERHATIAN, KONSENTRASI, PERSEPSI, DAN MOTORIK Mohamad Sugiarmin PERSEPSI Proses mental yg menginterpretasikan dan memberi arti pd obyek yg ditangkap atau diamati oleh indera. Ketepatan persepsi

Lebih terperinci

BAB I PEBDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PEBDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PEBDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bosan merupakan masalah yang selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghilangkannya, bosan terjadi jika seseorang selalu melihat, merasakan, mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritik 2.1.1 Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA MUSIK PENDEKATAN PAKEM PADA MATA KULIAH MATEMATIKA 1

PEMANFAATAN MEDIA MUSIK PENDEKATAN PAKEM PADA MATA KULIAH MATEMATIKA 1 PEMANFAATAN MEDIA MUSIK PENDEKATAN PAKEM PADA MATA KULIAH MATEMATIKA 1 Fajar Cahyadi Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang fajarcahyadi.cahyadi@gmail.com Abstrak Proses perkuliahan haruslah menyenangkan karena

Lebih terperinci

LARAS SURYA SADEWI,2014

LARAS SURYA SADEWI,2014 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sarana yang paling penting dalam kegiatan belajar mengajar siswa adalah ruangan kelas. Ruangan kelas mempunyai peran penting terhadap proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap orang tanpa terkecuali. Pendidikan bisa diperoleh melalui jalur pendidikan formal, informal maupun non formal. Tanpa pendidikan,

Lebih terperinci

selanjutnya dapat dibuat diagram di bawah ini.

selanjutnya dapat dibuat diagram di bawah ini. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Untuk Melihat hasil belajar siswa, pada akhir proses pembelajaran penulis melakukan tes formatif. Pada Pra siklus, siklus I dan II proses

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DISKUSI PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KOPERASI UNTUK MENGETAHUI KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XII AK 3 DI SMK NEGERI 2 BLITAR

PENERAPAN METODE DISKUSI PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KOPERASI UNTUK MENGETAHUI KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XII AK 3 DI SMK NEGERI 2 BLITAR PENERAPAN METODE DISKUSI PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KOPERASI UNTUK MENGETAHUI KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XII AK 3 DI SMK NEGERI 2 BLITAR Wahyu Dwinda Waskito Fakultas Ekonomi, UNESA, Kampus Ketintang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN

PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN HUSNI EL HILALI Abstrak Kemampuan mengelola kelas menjadi salah satu ciri guru yang profesional. Pengelolaan kelas diperlukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama

BAB II KAJIAN TEORITIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide. bersama adalah cooperative learning, dalam hal ini belajar bersama 9 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Prediction Guide Cooperative berarti bekerja sama dan learning yang berarti belajar, jadi belajar melalui kegiatan bersama.

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN AKUNTANSI DENGAN METODE QUANTUM TEACHING PADA SISWA KELAS 1 SMUN 12 SEMARANG. Linda Agustina 1

MODEL PEMBELAJARAN AKUNTANSI DENGAN METODE QUANTUM TEACHING PADA SISWA KELAS 1 SMUN 12 SEMARANG. Linda Agustina 1 MODEL PEMBELAJARAN AKUNTANSI DENGAN METODE QUANTUM TEACHING PADA SISWA KELAS 1 SMUN 12 SEMARANG Linda Agustina 1 Abstrak: Sumber daya manusia akan berkualitas apabila didukung oleh sistem pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, dikarenakan anak usia sekolah sebagai generasi penerus dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, dikarenakan anak usia sekolah sebagai generasi penerus dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, dikarenakan anak usia sekolah sebagai generasi penerus dan menentukan kualitas dari suatu bangsa. Upaya dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik 8 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2..1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Disiplin Belajar di Rumah Displin belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA A. Jarimatika Ama (2010) dalam http://amapintar.wordpress.com/jarimatika/ mengemukakan bahwa jarimatika merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah 10 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008 SKRIPSI Oleh: SITI ROHANA NIM. K4304006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. usaha peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. belajar, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. usaha peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan pada

Lebih terperinci

kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, motivasi belajar adalah proses untuk mendorong siswa supaya dapat belajar untuk meraih prestasi yang lebih

kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, motivasi belajar adalah proses untuk mendorong siswa supaya dapat belajar untuk meraih prestasi yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembentukan kepribadian manusia. Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk membentuk manusia yang bermoral dan berilmu. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka pendidikanpun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka pendidikanpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah pintu gerbang untuk membentuk para penerus bangsa yang mempuyai wawasan ilmu yang luas serta moral yang baik. Seiring perkembangan

Lebih terperinci

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran Pert 3 Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran 2. Informasi disimpan dalam ingatan (memory) 3. Informasi diproses, diinterpretasi, dan diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial WAWANCARA Variabel: Kepercayaan Diri

Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial WAWANCARA Variabel: Kepercayaan Diri Instrumen Bimbingan dan Konseling Bidang Pribadi-Sosial WAWANCARA Variabel: Kepercayaan Diri A. Wawancara Wawancara menurut Purwoko (2007: 36) adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dunia pendidikan adalah untuk memajukan suatu negara dari segala bidang dan aspek, tujuan ini tidak akan tercapai tanpa adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Bagaimana langkah-langkah Implementasi metode diskusi dalam. pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas IV di SDN 01 Ngepoh

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Bagaimana langkah-langkah Implementasi metode diskusi dalam. pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas IV di SDN 01 Ngepoh 103 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Bagaimana langkah-langkah Implementasi metode diskusi dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas IV di SDN 01 Ngepoh Tanggunggunung Tulungagung Tahun

Lebih terperinci

Fakultas : Teknologi Industri Pertemuan : Jurusan : Teknik Industri Modul : 3 Praktikum : Kecepatan Reaksi Tanggal : Juni 2015 KECEPATAN REAKSI

Fakultas : Teknologi Industri Pertemuan : Jurusan : Teknik Industri Modul : 3 Praktikum : Kecepatan Reaksi Tanggal : Juni 2015 KECEPATAN REAKSI KECEPATAN REAKSI A. TUJUAN 1. Mahasiswa mampu memahami kecepatan reaksi terhadap tampilan visual. 2. Mampu mengetahui dan memahami konsep memori jangka pendek dan memori jangka panjang. 3. Mampu menganalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompetensi di

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompetensi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas pengetahuan dalam membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Pendidikan bertujuan menumbuh kembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi Belajar 2.1.1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif/daya menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Pengertian Tema Arsitektur Berwawasan Perilaku, berasal dari kata : Arsitektur : Arsitektur adalah ruang fisik untuk aktifitas manusia, yang memungkinkan pergerakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan sekolah, ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Setelah peneliti melaksanakan penelitian di SMPN 2 Sumbergempol kabupaten Tulungagung, peneliti memperoleh data-data di lapangan melalui wawancara, observasi,

Lebih terperinci

Rentang perhatian pada anak pra-sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya

Rentang perhatian pada anak pra-sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya TINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR ANAK Konsentrasi adalah bagaimana anak fokus dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu sehingga pekerjaan itu mampu dikerjakan dalam waktu tertentu. Kemampuan anak berkonsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bidang pembangunan yang dapat perhatian serius dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini bidang pendidikan merupakan salah satu bidang

Lebih terperinci

Teori dan Model Pemrosesan Informasi dalam Belajar dan Pembelajaran (Model Linier)

Teori dan Model Pemrosesan Informasi dalam Belajar dan Pembelajaran (Model Linier) Teori dan Model Pemrosesan Informasi dalam Belajar dan Pembelajaran (Model Linier) A. Teori pemrosesan Informasi Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teoretis 1. Strategi Cooperative Script Dalam strategi pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

PRINSIP USABILITY. HUMAN CAPABILITIES Faktor manusia ini harus diperhatikan, karena dari sinilah desain yang lebih baik didapatkan.

PRINSIP USABILITY. HUMAN CAPABILITIES Faktor manusia ini harus diperhatikan, karena dari sinilah desain yang lebih baik didapatkan. PRINSIP USABILITY Prinsip Usability Human Ability Human Capabilities Memori Proses Observations Problem Solving HUMAN ABILITIES BAIK - Kapasitas Long Term Memory (LTM) tidak terbatas - Durasi LTM tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Sekolah sebagai institusi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Sekolah sebagai institusi pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang mutlak bagi setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Sekolah sebagai institusi pendidikan pada dasarnya

Lebih terperinci