BAB IV ANALISIS HASIL KEJENUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS HASIL KEJENUHAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS HASIL KEJENUHAN A. Kejenuhan Belajar Mata Pelajaran SKI Dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, para siswa kadang kala mengalami gangguan psikologis dalam belajar seperti kejenuhan belajar. Kejenuhan belajar merupakan suatu bentuk kesulitan belajar yang tidak selalu mudah untuk diatasi. Kejenuhan belajar yang dialami oleh para siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor diri siswa sendiri seperti kurangnya minat dan bakat yang dimiliki, kurangnya motivasi belajar maupun tingkat intelegensi yang dimiliki siswa itu sendiri. Selain itu ada juga faktor dari sekolah baik dari guru mata pelajaran maupun sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah tersebut, diantaranya variasi metode pengajaran yang digunakan, kualitas penjelasan materi pelajaran, penggunaan metode pengajaran maupun media pembelajaran yang kurang memadai. Dari faktor kurangnya minat dan bakat yang dimiliki siswa, dapat dilihat bahwa siswa yang kurang minat dan tidak berbakat terhadap suatu mata pelajaran, maka ia akan merasa jenuh.sedangkan faktor kurangnya motivasi belajar, maka dapat dilihat jelas bahwa apabila siswa sudah tidak mempunyai keinginan atau motivasi lagi ia akan merasa jenuh untuk belajar. Demikian juga dengan kurangnya tingkat intelegensi yang dimiliki siswa, maka ia akan merasa malas, bosan dan jenuh tehadap suatu mata pelajaran. Faktor eksternal disebabkan karena guru mata pelajaran tertentu memakai metode yang kurang bervariasi, sehingga siswa menjadi jenuh. Demikian pula dengan kurangnya kualitas penjelasan materi yang disampaikan juga menimbulkan jenh. Media pengajaran yang kurang memadai karena kurangnya sarana prasarana sekolah juga dapat menimbulkan kejenuhan. Dari penelitian yang penulis lakukan dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kejenuhan bersifat menghilangkan suatu kecenderungan. Misalnya seorang siswa yang pada mulanya rajin belajar, dapat menjadi malas belajar karena dihinggapi kejenuhan. 59

2 Mata pelajaran SKI adalah salah satu bidang studi di MTsN Kebumen I mulai dari kelas 1 sampai kelas 3. Sejarah Kebudayaan Islam salah satu mata pelajaran yang kurang begitu diminati oleh para siswa, karena rendahnya wawasan pengetahuan guru bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam terhadap materi sejarah, akibatnya meskipun guru itu memiliki kemampuan mengajar dengan baik, tetapi karena wawasannya sangat dangkal sehingga ia tidak dapat memperkaya, mengembangkan, dan menghubungkan materi-materi sejarah dengan persoalan aktual yang dihadapi para siswa, baik yang berhubungan dengan masalah sosial keagamaan maupun sosial budaya. Bidang studi sejarah menjadi menjenuhkan, karena hanya menghafalkan tahun-tahun kejadian di masa silam. Mata pelajaran SKI ini banyak sekali materi di dalamnya yang harus dipahami oleh siswa. Begitu banyaknya materi sehingga para siswa mau tidak mau harus mempelajari pelajaran tersebut dengan baik. Meskipun mata pelajaran SKI bagi sebagian siswa menjenuhkan, karena meraka masingmasing punya cara tersendiri untuk mengatasi kejenuhan tersebut. Ada siswa yang mempelajari sendiri di rumah karena gurunya sangat menjenuhkan. Guru disekolah ini kurang variatif dala mengajar. Dari hasil wawancara penulis dengan para siswa, dapat diketahui bahwa mereka mengalami kejenuhan belajar mata pelajaran SKI. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal sesuai yang telah penulis sebutkan di atas. B. Faktor-faktor Penyebab Kejenuhan Belajar Mata Pelajaran SKI. Berikut ini akan penulis sebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya kejenuhan belajar mata pelajaran SKI di MTsN Kebumen 1, sesuai dengan hasil angket para siswa. Dalam hal ini penulis paparkan faktor penyebab mulai dari aspek materi, aspek guru, aspek lingkungan belajar dan aspek siswa antara lain sebagai berikut : 60

3 a. Aspek Materi Tabel 6 Siswa malas belajar ketika disuruh merangkum mata pelajaran SKI 1 a. Ya % % 33 % 16 % Tabel di atas dapat dilihat bahwa 34 % (responden) siswa merasa malas ketika disuruh merangkum mata pelajaran SKI, 17 % (responden) tidak pernah merasa malas, 33 % (responden) tidak pernah malas, 16 % (responden) tidak tahu.hal ini menunjukkan bahwa siswa merasa malas belajar ketika disuruh merangkum mata pelajaran SKI yang merupakan salah satu faktor penyebab kejenuhan belajar siswa MTsN Kebumen 1. Tabel 7 Materi SKI terlalu banyak sehungga malas dalam belajar. 2 a. Ya % % 2 2 % 4 5 % Berdasarkan tabel diatas 48 % menyatakan mata kuliah SKI terlalu banyak sehingga sehingga malas belajar, 45 % menyatakan tidak tidak merasa malas, 2 % tidak pernah dan 5 % menyatakan tidak tahu. Hal ini berarti berarti materi yang terlalu banyak dapat menimbulkan kemalasan dalam belajar. 61

4 Tabel 8 Siswa merasa stres ketika disuruh menghafal materi sejarah yang sangat banyak. 3 a. Ya % % 5 % 6 % Tabel diatas menunjukan bahwa lebih dari setengah responden (54%) menyatakan siswa merasa malas ketika disuruh menghafal mata pelajaran SKI, 35 % (responden) merasa tidak stres, 5 % (responden) merasa tidak pernah stres dan 6 % (responden) tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami kejenuhan belajar pada saat disuruh menghafal mata pelajaran SKI. Tabel 9 Kejenuhan belajar karena banyak tugas (PR) dalam mata pelajaran SKI 4 a. Ya % % 27 % 8 % Dari tebel di atas dapat diketahui bahwa 37 % (responden) menyatakan dapat menimbulkan kejenuhan belajar, sebahagian besar 28 % (responden) menyatakan tidak menimbulkan jenuh, 27 % (responden) menyatakan tidak pernah dan 8 % menyatakan tidak tahu. Tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian besar tidak pengaruh tugas (PR) terhadap kejenuhan belajar. 62

5 Tabel 10 Banyak teori dalam mata pelajaran SKI, sehingga siswa bosan belajar 5 a. Ya % % 4 % 12 % Tabel tersebut di atas menjelaskan bahwa 44 % (responden), merasa bosan belajar mata pelajaran SKI karena banyak teori, 40 % (responden), merasa tidak bosan belajar, 4 % menyakan tidak pernah bosan, dan 12 % (responden) menyatakan tidak tahu.hal ini menunjukkan bahwa banyak teori dalam mata pelajaran SKI menimbulkan kebosanan siswa dalam belajar. b. Aspek Guru Tabel 11 Kejenuhan belajar karena guru mengajar SKI tidak bervariasi dalam mata pelajaran SKI 1 a. Ya % 9 11 % - 0 % 5 6 % Dari tebel di atas dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden (83 %) menyatakan kejenuhan siswa dalam mata pelajaran SKI disebabkan metode mengajar guru yang tidak bervariasi, 11 % (responden) menyatakan kejenuhan siswa dalam mata pelajaran SKI tidak disebabkan metode mengajar guru yang tidak bervariasi, sedangkan 6 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa metode mengajar guru yang tidak bervariasi dalam mata pelajaran SKI dapat menimbulkan kejenuhan siswa. 63

6 Tabel 12 Kejenuhan belajar karena guru terlalu banyak ceramah dalam mata pelajaran SKI 2 a. Ya % % - 0 % 2 3 % Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 51 % (responden) menyatakan mengalami kejenuhan belajar karena guru terlalu banyak berceramah, 46 % (responden) tidak mengalami kejenuhan, sedangkan 3% menyatakan tidak tahu. Hal ini berati bahwa guru yang terlalu banyak berceramah dapat menimbulkan kejenuhan belajar SKI. Tabel 13 kejenuhan siswa karena guru tidak memilki sikap adil ketika mengajar 3 a. Ya % % 3 % 16 % Tabel di atas dapat dilihat bahwa 41% (responden), mengalami kejenuhan karena guru tidak memiliki sikap adil dalam mengajar, 40 % (responden) menyatakan tidak mengalami kejenuhan, 3 % (responden) tidak pernah mengalami kejenuhan dan 16 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa sikap tidak adil dalam mengajar juga merupakan salah satu faktor kejenuhan belajar siswa dalam mata pelajaran SKI di MTsN Kebumen 1. 64

7 Tabel 14 kejenuhan siswa karena guru yang tidak mempunyai rasa humor 4 a. Ya % % 1 % 10 % Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa 51% (responden), mengalami kejenuhan karena guru tidak memiliki sikap adil dalam mengajar, 38 % (responden) menyatakan tidak mengalami kejenuhan, 1 % (responden) tidak pernah mengalami kejenuhan, 10 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru yang tidak memiliki rasa humor dalam pembelajaran SKI juga termasuk faktor yang menimbulkan kejenuhan belajar. Tabel 15 Guru pernah atau tidak menanyakan kejenuhan belajar 5 e. Ya 7 9 % f. Tidak g. Tidak pernah h. Tidak tahu % 43 % 2 % Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 9 %(responden), mengalami kejenuhan karena guru tidak memiliki sikap adil dalam mengajar, 46 % (responden) menyatakan tidak mengalami kejenuhan, 43 % (responden) tidak pernah mengalami kejenuhan dan 2 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan yang siswa alami bukan karena guru tidak pernah menanyakan tentang kejenuhan. 65

8 c. Aspek Lingkungan Belajar Tabel 16 Suasana ramai, berisik disekitar tempat belajar dapat menimbulkan kejenuhan belajar 1 a. Ya % % 0 % 0 % Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden (87%) menyatakan suasana yang ramai, berisik disekitar tempat belajar dapat menimbulkan kejenuhan belajar, sedangkan 13 % (responden) menyatakan tidak mengalami kejenuhan. Hal ini berati bahwa suasana ramai berisik disekitar tempat belajar dapat menimbulkan kejenuhan. Tabel 17 Keadaan dan kondisi ruang kelas yang tidak berubah-ubah dapat menimbulkan kejenuhan siswa 2 a. Ya % % 1 % 3 % Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 50 % (responden) mengalami kejenuhan belajar karena keadaan ruang dan kondisi ruang kelas yang tidak berubah-ubah, 29 % (responden) menyatakan tidak mengalami kejanuhan tersebut, 1% (responden) tidak pernah dan 2 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal tersebut jelas bahwa keadaan dan suasana kelas yang tidak berubah-ubah dapat menimbulkan kejenuhan belajar. 66

9 Tabel 18 Lingungan sekolah yang tidak nyaman dapat menimbulkan kejenuhan belajar 3 a. Ya % % 0 % 4 % Tabel tersebut di atas mengungkap sebagian besar responden (92 %) lingkungan sekolah yang tidak nyaman dapat menimbulkan kejenuhan, 4 % (responden) menyatakan tidak menimbulkan kejenuhan sedangkan 4 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menyatakan lingkungan sekolah yang tidak nyaman dapat menimbulkan kejenuhan siswa. Tabel 19 Lingkungan belajar yang tidak bersih menimbulkan malas belajar 4 a. Ya % % 1 % 4 % Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (85%) menyatakan lingkungan belajar yang tidak bersih dapat menimbulkan malas belajar, 10 % (responden) menyatakan tidak malas dengan hal tersebut, 1% (responden) menyatakan tidak pernah dan 4% (responden) menyatakan tidaktahu. Hal tersebut jelas bahwa lingkungan yang tidak bersih juga termasuk faktor penyebab siswa malas belajar. Tabel 20 Sekolah yang dipilihkan orang tua dapat menimbulkan kejenuhan 5 a. Ya % % 3 % 7 % 67

10 Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa 57 % (responden) sekolah yang dipilihkan orang tua dapat menimbulkan kejenuhan, 33 % (responden) menyatakan tidak menimbulkan kejenuhan hal tersebut, 3 % (responden) menyatakan tidak pernah jenuh dan 7 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah yang dipilihkan orang tua menimbulkan kejenuhan belajar. d. Aspek Siswa : Tabel 21 Ketika capek tidak bisa memusatkan perhatian kepada guru yang sedang mengajar mata pelajaran SKI 1 a. Ya % % 1 % 12 % Tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengah 66 % (responden) ketika capek tidak bisa memusatkan perhatian kepada guru yang sedang mengajar mata pelajaran SKI, 21 % (responden) menyatakan tidak mengalaminya, 1 % (responden) tidak pernah mengalami hal tersebut dan 12 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan capek kemudian tidak bisa memusatkan perhatian pada guru dalam pembelajaran juga termasuk faktor penyebab kejenuhan belajar. Tabel 22 Siswa lelah ketika mendengarkan ceramah guru 2 a. Ya % % 1 % 9 % Dari tabel di atas menyatakan bahwa 44 % (responden) lelah ketika mendengarkan ceramah guru, 45 % (responden) menyatakan tidak lelah 68

11 mendengarkan ceramah, 1 % (responden) merasa tidak pernah lelah dan 9 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal tersebut menunjukan siswa merasa lelah mendengarkan ceramah guru juga termasuk faktor penyebab dari timbulnya kejenuhan belajar. Tabel 23 Siswa tidak bergairah ketika guru menerangkan mata pelajaran SKI 3 a. Ya % % 1 % 6 % Tabel di atas menyatakan bahwa 57 % (responden) tidak bergaurah ketika guru menerangkan mata pelajaran SKI, 35 % (responden) merasa bergairah, 1 % (responden) merasa tidak pernah bergairah dan 6 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal tersebut jelas bahwa siswa merasa tidak bergairah ketika guru sedang menerangkan mata pelajaran SKI juga termasuk faktor penyebab dari timbulnya kejenuhan belajar. Tabel 24 Ketika kurang istirahat siswa merasa jenuh belajar mata pelajaran SKI 4 a. Ya % 9 11 % - 0 % 5 6 % Berdasarkan di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengah 83 % (responden) ketika kurang istirahat merasa jenuh belajar mata pelajaran SKI, 11% (responden) menyatakan tidak mengalaminya, dan 6 % (responden) menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa kurang istirahat juga dapat menimbulkan kejenuhan belajar. 69

12 Tabel 25 Siswa malas belajar ketika tidak mempunyai buku mata pelajaran SKI 5 a. Ya % % 4 % 9 % Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden 57 % menyatakan malas belajar ketika tidak mempunyai buku mata pelajaran SKI, 30 % (responden) menyatakan siswa tidak malas belajar, 4 % (responden) siswa tidak pernah malas belajar, dan 9 % menyatakan tidak tahu. Hal ini membuktikan bahwa sebagian siswa malas belajar ketika tidak mempunyai buku mata pelajaran SKI. Dengan demikian dapat penulis analisis bahwa faktor-faktor penyebab kejenuhan belajar mata pelajaran SKI di MTsN Kebumen 1 disebabkan karena sebagai berikut : 1. Metode pengajaran yang digunakan tidak bervariasi. 2. Materi pelajaran sangat banyak. 3. Dalam pembelajaran guru tidak bersikap adil. 4. Guru tidak mempunyai rasa humor. C. Pembahasan Hasil Penelitian. Dalam bab IV, pembahasan hasil penelitian adalah pembahasan ketiga setelah deskripsi data serta analisis dan interpretasi data. Pembahasan ini baru dapat dilakukan setelah diperoleh kejelasan data yang dibutuhkan dalam pengolahan hasil penelitian. Pembahasan pertama mengenai benar tidaknya kejenuhan belajar terhadap mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, yang dialami oleh siswa di MTsN Kebumen 1.Hasil pengolahan data dari wawancara penulis dengan para siswa menunjukkan bahwa sebagian besar para siswa mengalami kejenuhan mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil pengolahan angket para siswa pada tabel 11 menunjukkan (68 responden 70

13 atau 83%) bahwa sebagian besar siswa mengalami kejenuhan belajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Beralih kepada pembahasan kedua mengenai penyebab kejenuhan belajar siswa dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Hasol pengolahan data menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kejenuhan belajar para siswa terhadap mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTsN Kebumen 1 diantaranya : 1). Aspek materi. Pada aspek materi dapat dilihat bawa : a) Siswa malas belajar ketika disuruh merangkum mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, menurut jawaban hampir setengah responden (28 responden atau 34 %). b) Materi Sejarah Kebudayaan Islam terlalu banyak sehingga malas dalam belajar, menurut jawaban hampir setengah responden (39 responden atau 48%). c) Siswa merasa stres ketika disuruh menghafal materi sejarah yang sangat banyak. menurut jawaban sebagian lebih dari setengah responden (44 responden atau 54 %). d) Kejenuhan belajar karena banyak tugas (PR) dalam mata pelajaran SKI, menurut jawaban hampir setengah responden (30 responden atau 37 %). e) Banyak teori dalam mata pelajaran SKI, sehingga siswa bosan belajar menurut jawaban hampir setengah responden (36 responden atau 44 %). 2). Aspek guru. Pada aspek guru dapat dilihat bawa : a) Kejenuhan belajar karena guru mengajar SKI, tidak bervariasi dalam mata pelajaran SKI menurut jawaban hampir seluruh responden (68 responden atau 83 %). b) Kejenuhan belajar karena guru terlalu banyak ceramah dalam mata pelajaran SKI menurut jawaban lebih dari setengah responden (42 responden atau 51 %). c) kejenuhan siswa karena guru tidak memilki sikap adil ketika mengajar menurut jawaban hampir setengah responden (34 responden atau 41 %). 71

14 d) kejenuhan siswa karena guru yang tidak mempunyai rasa humor menurut jawaban lebih dari setengah responden (42 responden atau 51 %). e) Guru pernah atau tidak menanyakan kejenuhan belajar, menurut jawaban sebagian kecil responden (7 responden atau 9 %). 3). Aspek lingungan belajar. Pada aspek lingungan belajar dapat dilihat bawa : a) Suasana ramai, berisik disekitar tempat belajar dapat menimbulkan kejenuhan belajar menurut jawaban hampir seluruh responden (71 responden atau 87 %). b) Keadaan dan kondisi ruang kelas yang tidak berubah-ubah dapat menimbulkan kejenuhan siswa, menurut jawaban lebih dari setengah responden (50 responden atau 61 %). c) Lingungan sekolah yang tidak nyaman dapat menimbulkan kejenuhan belajar menurut jawaban hampir seluruh responden (76 responden atau 92 %). d) Lingkungan belajar yang tidak bersih menimbulkan malas belajar menurut jawaban hampir seluruh responden (70 responden atau 85 %). e) Sekolah yang dipilihkan orang tua dapat menimbulkan kejenuhan. menurut jawaban lebih dari setengah responden (47 responden atau 57 %). 4). Aspek siswa. Pada aspek siswa dapat dilihat bawa : a) Ketika capek tidak bisa memusatkan perhatian kepada guru yang sedang mengajar mata pelajaran SKI menurut jawaban lebih dari setengah responden (54 responden atau 66 %). b) Siswa lelah ketika mendengarkan ceramah guru menurut jawaban hampir setengah responden (38 responden atau 45 %). c) Siswa tidak bergairah ketika guru menerangkan mata pelajaran SKI menurut jawaban lebih dari setengah responden (47 responden atau 57 %). 72

15 d) Ketika kurang istirahat siswa merasa jenuh belajar mata pelajaran SKI menurut jawaban hampir seluruh responden (68 responden atau 83 %). e) Siswa malas belajar ketika tidak mempunyai buku mata pelajaran SKI menurut jawaban lebih dari setengah responden (47 responden atau 57 %). D. Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran SKI di MTsN Kebumen I. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru harus bertanggung jawab dengan apa yang telah ada dalam rencana pembelajaran, dan secara konsekuen dalam melaksanakannya. Berikut analisis terhadap upaya pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTsN Kebumen 1 : 1. Pembukaan. Dalam proses kegiatan belajar mengajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, sebelum berlangsung kemateri perlu adaanya pembukaan berupa pertanyaan untuk membangkitkan ingatan serta memotivasi siswa untuk serius dalam mengikuti pelajaran. 2. Metode. Dalam setiap pembelajaran, guru akan memerlukan alat atau cara yang dapat menunjang dalam pengembangan kemampuan siswa. Metode mengajar berfungsi sebagai jembatan atau cara untukmencapai tujuan. Pembelajaran tidak akan efektif bila guru terlalu monoton dalam pemilihan metode. Hal ini karena tidak ada satu metode yang terbaik, yang ada hanyalah metode yang sesuai. Dalam pelaksanaanya, metode yang digunakan oleh guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah metode ceramah dan tanya jawab. Hal ini menurutnya metode yang paling efektif, mengingat sedikitnya waktu pembelajaran. Walaupun guru tahu bahwa metode tersebut memiliki beberapa kelemahan, yakni membosankan dan cenderung menjadikan siswa pasif. Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat simpulkan bahwa metode tersebut mendominasi daripada metode yang lain belum sesuai dengan teori yang ada, artinya pemilihan metode dalam pelaksanaan pembelajaran kurang bervariasi, akibatnya siswa menjadi jenuh. 73

16 3. Media dan sumber belajar. Mebia merupakan alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk memperjelas materi yang disampaikan. Untuk itu guru dibantu dengan fasilitas sekolah dapat memilih media secara tepat,artinya pemilihan media baik media cetak, tulis, elektronik maupun gambar telah disesuaikan dengan tujuan, materi, fungsi, ketrampilan guru dan taraf pemikiran siswa. Namun kenyataannya, media yang digunakan dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sangatlah sederhana dan terlalu monoton, artinya media yang dipilih belum memenuhi standar pemilihan media yang baik. Pembelajaran mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam seyogyanya didukung dengan media yang memadai, misalnya dengan TV. 4. Evaluasi. Untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar, guru melakukan evaluasi dengan dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan submatif. Evaluasi formatif dilakukan dengan melalui tes tertulis dan tes tidak tertulis Tes tertulis tidak dilakukan setiap hari, tetapi dilakukan setelah satu pokok bahasan atau sebelum tes semesteran. Sedangkan tes tidak tertulis berupa tes lisan atau tanya jawab dilakukan setiap hari sebagai wujud konsekuensinya dari pretest dan post test. Evaluasi yang dilakukan oleh guru Sejarah Kebudayaan Islam, baru mencakup aspek kognitif belum mencapai aspek afektif dan psikomotorik. Sehingga penilaian yang dilakukan ileh guru bidang studi tersebut baik penilaian belajar maupun penilaian hasil belajar belum dilaksanakan dengan baik. 5. Tindak lanjut. Dalam menindak lanjuti hasil evaluasi yang telah dilakukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam melakukan progaram tindak lanjut berupa : a). Memberikan program remidial. b). Memberi tugas kelompok. c). Merangkum pelajaran. d). Memberikan tugas atau PR. 74

17 E. Analisis Kejenuhan Belajar Mata Pelajaran SKI di MTsN Kebumen I. Dari hasil wawancara dengan siswa ternyata SKI menurut mereka itu menjenuhkan, karena terlalu banyak materi dengan demikian susah sekali untuk menghafal, apalagi gurunya yang terlalu sering humor sehingga mereka terlihat bosan. Meskipun demikian mereka harus tetap belajar, karena semuanya itu demi untuk kebaikan dan prestasi siswa yang lebih memuaskan. Berbagai cara mereka lakukan untuk dapat menghilangkan rasa jenuh terhadap mata pelajaran SKI, seperti mengatur jadwal waktu untuk belajar, istirahat sejenak apabila merasa lelah ketika belajar, mengganti metode belajarnya sesuai keinginan sendiri, belajar sambil mendengarkan musik serta variasi-variasi belajar yang lain yang penting dapat menghilangkan kejenuhan. 1). Guru. Guru adalah motor penggerak bagi suatu proses pengajaran di kelas. Profesi guru akan selalu melekat dalam dirinya dimanapun tempatnya terutama dilingkungan masyarakat, mereka akan selalu mendapat panggilan Pak Guru. Masyarakat memanggil dengan panggilan demikian, karena menaruh harapan agar mereka bekerja dengan baik dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Guru agama yang baik adalah pengajar yang profesional, yaitu pengajar yang memiliki sesuatu kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan keagamaan sehingga ia mampu untuk melakukan tugas, pesan dan fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan maksimal. Selain itu guru dituntut untuk memiliki kepribadian Islam yang baik dan mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, masyarakat atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Guru dapat menjadikan faktor penghambat dalam pembelajaran. Penghambatnya itu berada dalam dirinya sendiri bahwa ia kurang bisa mempermainkan ketrampilannya dalam pengelolaan itu. Mungkin pula karena sifat atau kebiasaannya sehari-hari dalam pergaulan, termasuk tipe yang terbawa sejak lahir. Guru yang kurang berlatih dalam memimpin siswa 75

18 belajar menjadi penghambat dalam pembelajaran. Jika diklasifikasikan ada lima penghambat pembelajaran tidak dilakukan dengan baik yaitu : a). Tipe kepemimpinan guru. Guru yang otoriter menimbulkan sikap yang pasif dan agresif para siswa. Suasana belajar jadi tidak merangsang, melainkan para siswa menjadi ramai dan tegang. b). Gaya mengajar guru yang monoton. Gaya mengajar guru yang monoton dalam mengajar dapat menimbulkan kebosanan belajar. Ucapan guru dapat mempengaruhi motivasi siswa. Ucapan lurus tanpa turun nai, lemah dan keras menyebabkan pendengarannya bosan. Apalagi jika tidak diiringi oleh gerak motorik dan mimik. c). Kepribadian guru. Guru yang berhasil adalah guru yang pandai menciptakan suasana belajar yang tidak emosional. Ia bersikap hangat, adil dan luwes. Semua itu dapat diciptakan oleh kepribadian yang baik. d). Pengetahuan guru. Pengetahuan guru tentang pengelolaan kelas sangat diperlukan. Guru yang tidak tahu tentang pengelolaan, sudah barang tentu tidak bisa mewujudkan pengelolaan kelas dengan sebaik-baiknya. e). Pemahaman guru tentang peserta didik. Pengelolaan pusat belajar harus disesuaikan dengan minat, perhatian, dan bakat para siswa. Oleh karena itu sebelum proses kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus memahami kemampuan para siswa satu dengan yang lainnya. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa guru Sejarah Kebudayaan Islam di MTsN Kebumen 1, meskipun beliau seorang guru yang profesional akan tetapi kurang memahami siswanya dalam pembelajaran sehingga menimbulkan kejenuhan. Seharusnya sebagai guru yang baik itu harus ada komunikasi aktif, Misalnya saja menanyakan apakah siswa senang dengan mata pelajaran ini atau apakah 76

19 merasa bosan. Dengan demikian, niscaya tidak akan menimbulkan kejenuhan dalam belajar. 2). Metode. Metode merupakan cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya berfungsi secara memadai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan fakto-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik siswa yang diajar. Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTsN kebumen 1 menggunakan metode ceramah, tanya jawab, kisah atau cerita.ketepatan metode-metode tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan siswa oleh karena itu metode yang sesuai akan menunjang keberhasilan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Dengan menggunakan tersebut dimungkunkan siswa mampu menerima materi dengan lebih baik dan mudah dipahami. 3). Siswa. Siswa merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa atau peserta didik dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain adalah : a). Pendekatan sosial. Para siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, dia berada dalam lingkungan keluarga, masyarakat sekitarnya dan masyarakat luas. Para siswa perlu disiapkan agar pada waktunya perlu disiapkan agar dapat menyesuaikan diri dari masyarakat. Kehidupan bermasyarakat itu dimulai dari lingkungan keluarga masyarakat dan sekolah. Dalam konteks inilah, para siswa melakukan interaksi dengan rekan sesamanya, guru-guru dan masyarakat yang berhubungan dengan sekolah. Dalam situasi inilah nilai-nilai sosial yang 77

20 terbaik dapat ditanamkan secara bertahap melalui proses pembelajaran dan pengalaman langsung. b). Pendekatan psikologis. Siswa atau peserta didik adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang. Siswa memiliki berbagai potensi, seperti bakat, minat, kebutuhan, sosial emosiaonal personal c). Pendekatan edukatif. Pendekatan pendidikan menempatkan siswa sebagai unsur penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu. Dalam proses pembelajaran siswa juga merupakan salah satu faktor penyebab kejenuhan belajar. Jika seorang siswa dalam kondisi mentalnya merasa lelah, maka secara langsung ia akan merasa jenuh menerima pelajaran dan belajar baik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam maupun mata pelajaran yang lainnya. 4). Lingkungan Belajar. Lingkungan belajar ialah sikap guru, persepsi sensoris, kegiatan motorik yang disampaikan, tempat duduk siswa, meja guru, cahaya, ventilasi, akustik, alat peraga dan lain-lain. Lingkungan itu perlu ditata untuk memperoleh suasana belajar yang merangsang. Prinsip yang perlu dikembangkan dalam penataan lingkungan belajar, antara lain sebagai berikut : a). Lingkungan kelas harus memudahkan siswa bergerak. b). Kegiatan dan tugas-tugas harus menyenangkan siswa, sehingga siswa dengan penuh kepercayaan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. c). Lingkungan belajar harus memudahkan kelompok berperan serta dalam setiap kegiatan. d). Lingkungan belajar harus memudahkan para siswa dalam mencari dan menemukan masalah dengan cermat. Lingkungan belajar lain yang perlu ditata adalah pusat-pusat belajar yaitu perpustakaan, laboratorium, kelompok kerja dan lain-lain. 78

21 Linkungan belajar yang nyaman dan kondusif juga sangat mendukung siswa dalam keberhasilan belajarnya. Sebab lingkungan yang tidak kondusif akan menimbulkan siswa mejadi jenuh dan bosan dalam belajar. Demikian pula dalam proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, meskipun guru telah mampu mengelola kelas dengan baik, akan tetapi jika kondisi lingkungan kurang mendukung maka niscaya tujuan keberhasilan belajar yang di cita-citakan tidak akan terwujud. F. Analisis Upaya Mengatasi Kejenuhan Belajar Mata Pelajaran SKI Siswa MTsN Kebumen1. Dari hasil wawancara penulis dengan sebagian para siswa di MTsN Kebumen 1, maka dapat penulis deskripsikan sebagai berikut. Menurut mereka mata pelajaran SKI adalah salah satu mata pelajaran yang banyak sekali materi didalamnya yang dapat membuat mereka merasa jenuh bosan dan malas untuk belajar. Ada beberapa upaya yang ditempuh para siswa untuk mengatasi kejenuhan belajar mata pelajaran SKI antara lain sebagai berikut : a. Belajar dengan cara atau metode yang bervariasi, misalnya saja kalau dulu belajar menghafal mata pelajaran SKI dengan membaca langsung dari buku, maka sekarang mencoba dengan belajar membuat ringkasan pelajaran. Dengan rajin membuat ringkasan pelajaran, maka siswa akan terlatih mengungkap intisari atau bagian terpenting dan dengan meringkas sebenarnya juga telah terjadi proses menghafal serta mengingat. b. Mengadakan perubahan fisik dalam ruang belajar, misalnya saja dengan merubah letak meja kursi, menempel gambar gambar di dinding ruang kelas. Hal tersebut bermanfaat agar siswa menjadi tidak jenuh, bosam yang akan terbiasa dalam menghadapi perubahan kondisi, situasi tempat dalam proses belajar. c. Menciptakan suasana baru di ruang belajar, misalnya dengan belajar sambil mendengarkan musik instrumental yang berirama tenang dan merupakan musik kesenangan kita atau sambil istirahat dan menenangkan fikiran sejenak setelah belajar. Dengan demikian maka kejenuhan yang dialami dapat dinetralisir. 79

22 d. Memotivasi diri untuk selalu semangat belajar meskipun mata pelajaran tidak disukai karena itu adalah tugas kewajiban siswa sebagai pelajar. e. Melakukan aktivitas rekreasi dan hiburan, misalnya dengan jalan membuat rencana atau program rekreasi setelah belajarsecara terus menerus. Ushakan agar aktivitas tersebut merupakan pengembangan hobi yang berbentuk ketrampilan dan bermanfaat untuk masa depan. Kegiatan tersebut juga perlu bervariasi, karena suatu kegiatan hiburan apapun akan berkurang intensitas hiburannya apabila terasa telah membosankan. f. Hindarkan adanya ketegangan mental saat belajar dengan cara belajar santai dalam arti belajar dengan sikap rileks dan bebas dari ketegangan. Dengan adanya cara-cara mengatasi kejenuhan belajar tersebut, para siswa menjadi termotivasi untuk belajar mata pelajaran SKI meskipun materi yang ada didalamnya sangat banyak. Hal tersebut karena sudah menjadi kewajiban seorang siswa mau tidak mau harus belajar demi untuk kebaikannya. Di MTsN Kebumen 1 guru mata pelajaran SKI mengadakan upayaupaya agar siswa tidak mengalami kejenuhan pada saat belajar, diantaranya dengan cara sebagai berikut : a. Guru memberikan nasehat serta saran-saran. Dengan cara ini niscaya siswa akan mmemperhatikan nasehat dan saran dari gurunya bahwa sebenarnya kita perlu belajar meskipun mengalami kejenuhan, karena itu kewajiban seorang pelajar dan itu semua untuk kebaikan siswa. b. Guru mengambil sumber lain di luar sumber pokok. Maksudnya agar siswa tidak mengalami kejenuhan belajar, guru juga mengajarkan pengetahuan SKI menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Islam lainnya. c. Guru menggunakan metode pengajaran yang bervariasi, misalnya dengan metode ceramah, tanya jawab diskusi dan lain sebagainya. d. Guru dalam proses belajar mengajar menggunakan variasi tekanan suara, agar siswa tidak merasa jenuh dalam mendengarkan ceramah mengenai SKI yang sangat banyak materinya itu. 80

23 Dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kejenuhan belajar mata pelajaran SKI di MTsN Kebumen 1, maka jelaslah bahwa kejenuhan para siswa tersebut dapat di netralisir. Dalam rangka untuk mengatasi permasalahan tentang adanya kejenuhan belajar terhadap mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang ada di MTsN Kebumen 1, yang ditimbulkan oleh faktor gurunya maka sekolah harus mengambil tindakan yaitu : 1. Setiap tahun mengadakan studi banding dengan guru-guru agama di sekolah-sekolah yang lebih maju. 2. Mengikuti penataran mata pelajaran agama baik di tingkat kabupaten maupun tingkat pusat. 3. Menempatkan guru sesuai dengan keahlian dan lulusannya. 4. Membina para guru agar selalu meningkatkan kinerjanya. Secara akademik guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat, baik yang diperoleh dari lembaga formal, informal maupun non formal. Hal ini menjadi indikasi pertama bahwa mereka telah memiliki bekal ilmu keagamaan yang mumpuni. Secara administratif, guru tersebut juga telah memenuhi persyaratan UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 42 ayat 1 yang menyebutkan pendidik atau pengajar harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan pengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Secara profesional, guru Sejarah Kebudayaan Islam telah memiliki kemampuan mengelola kegiatan belajar dengan baik, walaupun masih menggunakan pola yang lama, sehingga bisa dikatakan bahwa pola mengajar guru tersebut masih pakai pola tradisional, akan tetapi pada dasarnya konsep mengajar yang dipakai telah mengikuti prosedur yang baik yaitu membuat rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dengan konsekuen, melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut. 81

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa komponen

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa komponen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar dalam pendidikan merupakan segi yang penting dalam meningkatkan kualitas dan kemajuan pendidikan, oleh karena itu pengadaan pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. PENGARUH PENGGUNAAN METODE RESITASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) AL-ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas. sumber daya manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas. sumber daya manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Paparan Data 1. Faktor apa yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar siswa bidang studi SKI Belajar adalah hal yang menyenangkan dan kadang-kadang sedikit membosankan tergantung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Sungai Bilu 2 Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran karena proses pembelajaran merupakan salah satu segi terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sekarang ini sedang mengalami berbagai macam permasalahan, terutama yang erat kaitannya dengan sumber daya manusia yakni guru dan siswa. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

I. PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN HASIL PENELITIAN. kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan

BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN HASIL PENELITIAN. kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan BAB IV PEMBAHASAN TEMUAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV akan membahas dari hasil penelitian tentang peran kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan minat belajar siswa di SMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Fungsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah usaha yang tidak terlepas dari kehidupan manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya dengan kebutuhan lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana menuntut ilmu yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Tentunya setiap sekolah itu diharapkan menjadi yang terbaik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam hidup, karena pendidikan mempunyai peranan penting guna kelangsungan hidup manusia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa maka, peningkatan mutu pendidikan menjadi prioritas utama pebangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaling berpenghasilan dari hasil membuat batu bata dan karyawan. anak jadi rendah sehingga prestasi juga rendah pula.

BAB I PENDAHULUAN. Kaling berpenghasilan dari hasil membuat batu bata dan karyawan. anak jadi rendah sehingga prestasi juga rendah pula. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Dasar Negeri 02 Kaling merupakan salah satu sekolah Dasar di Kecamatan Tasikmadu yang terletak paling barat bagian utara. Kebanyakan masyarakat yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan. semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan. semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah. Perkembangan teknologi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Ngabean yang menjadi subjek

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Ngabean yang menjadi subjek 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Ngabean yang menjadi subjek penelitian adalah kelas VI yang berjumlah 28 siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. fisik, psikis dan emosinya dalam suatu lingkungan sosial yang senantiasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses pengembangan kemampuan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik, psikis dan emosinya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, baik jasmani maupun rohani. Pendidikan harus ditata atau diperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN, seperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Era globalisasi merupakan era perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya pada globalisasi pasar bebas di lingkungan negara-negara ASEAN, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena-fenomena dunia. Permasalahan pendidikan dewasa ini, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. fenomena-fenomena dunia. Permasalahan pendidikan dewasa ini, terutama di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPS merupakan mata pelajaran yang mengajarkan kepada siswa dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi, agar mereka dapat mengenal berbagai fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan penting dan berpengaruh bagi kehidupan manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berkelakuan baik dan mandiri. Permasalahan dalam pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS Pembahasan pada Bab II ini terdiri dari tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Sebelum membuat analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembentukan kepribadian manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk manusia yang berakal, berilmu, dan bermoral.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum MTsN Ngemplak 1. Tujuan, Visi dan Misi MTsN Ngemplak a. Tujuan MTsN Ngemplak Tujuan MTsN ngemplak adalah Terwujudnya madrasah yang berkwalitas islami dan berwawasan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA SISWA SEKOLAH DASAR

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA SISWA SEKOLAH DASAR BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan perkembangan dan pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa bergantung pada bagaimana

Lebih terperinci

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif, Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu, sebagai akibat atau umpan balik dari proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut bukan terjadi hanya pada satu aspek saja, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat indonesia. Pembangunan yang dimaksud disini adalah pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa dijadikan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa dijadikan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang baik adalah investasi jangka panjang suatu negara. Oleh karena itu, mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa dijadikan salah satu tujuan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna serta mandiri. Selain itu, pendidikan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas tercipta dari proses pendidikan yang baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siti Nurjanah,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siti Nurjanah,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar-mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam interaksinya terhadap siswa dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang belajar akan tampak hasilnya setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitarnya. (Sapriya, 2011:12) menyatakan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitarnya. (Sapriya, 2011:12) menyatakan bahwa tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar (SD). Secara umum tujuan pembelajaran IPS di SD adalah untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003 pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan. Untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut tentunya diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kreatif, mandiri dan professional dibidangnya masing-masing, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang kreatif, mandiri dan professional dibidangnya masing-masing, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pendidikan diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik agar bisa berperan menampilkan keunggulan potensi yang dimilikinya, yang kreatif, mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi yang semakin meluas mengakibatkan munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan terutama lapangan kerja, dibutuhkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksitas zaman. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kompleksitas zaman. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di tengahtengah kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di tengahtengah kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang terwujud dalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu bangsa menjadi maju.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal dilakukan di kelas VII F SMP N 2 Susukan semester 2 tahun ajaran 2013 / 2014 pada kompetensi dasar mendiskripsikan Potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Usia Dini merupakan aset bangsa yang akan menentukan baik buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan pendidikan dan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa depannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak atau olahraga merupakan bagian dari belajar yang melibatkan emosi atau

BAB I PENDAHULUAN. gerak atau olahraga merupakan bagian dari belajar yang melibatkan emosi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian belajar gerak tidak terlepas dari belajar pada umumnya. Belajar gerak atau olahraga merupakan bagian dari belajar yang melibatkan emosi atau perasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun tergantung dari profesi dan kesenangan masing-masing individu

BAB 1 PENDAHULUAN. namun tergantung dari profesi dan kesenangan masing-masing individu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan prestasi belajar merupakan suatu upaya yang maksimal di dalam diri seorang siswa untuk menunjang proses pendidikannya. Banyak kegiatan yang dapat

Lebih terperinci

materi tidak terpusat. Selain itu siswa cenderung ramai dan tidak memperhatikan guru dalam menyampaikan materi. Dalam proses belajar mengajar siswa

materi tidak terpusat. Selain itu siswa cenderung ramai dan tidak memperhatikan guru dalam menyampaikan materi. Dalam proses belajar mengajar siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan proses pembelajaran tercermin dalam hasil belajar siswa yang mencapai KKM atau di atas KKM. Untuk mencapai hasil belajar dibutuhkan peran aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal dilakukan di kelas VIII E SMP N 2 Susukan semester I tahun ajaran 2012 / 2013 pada kompetensi dasar mendiskripsikan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah telah menetapkan sebuah aturan dalam dunia pendidikan di Indonesia, yaitu berupa standar nilai kelulusan siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga pendidikan setiap individu dapat meningkatkan potensi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. lembaga pendidikan setiap individu dapat meningkatkan potensi yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan nasional. Dengan pendidikan yang baik maka dapat menciptakan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia dalam memperoleh bekal dalam kehidupan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian. I. PENDAHULUAN Pada bab 1 ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Singkat MIN Pemurus Dalam Banjarmasin. keputusan Menteri Agama No. 155 A Tanggal 20 November 1995.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Singkat MIN Pemurus Dalam Banjarmasin. keputusan Menteri Agama No. 155 A Tanggal 20 November 1995. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat MIN Pemurus Dalam Banjarmasin MIN Pemurus Dalam beralamat di kelurahan Pemurus Dalam Kecamatan Banjarmasin Selatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Guru PAI dalam mengembangkan metode pembelajaran siswa kelas. terbuka di SMPN 1 Sumbergempol Kabupaten Tulungagung.

BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Guru PAI dalam mengembangkan metode pembelajaran siswa kelas. terbuka di SMPN 1 Sumbergempol Kabupaten Tulungagung. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Penelitian 1. Guru PAI dalam mengembangkan metode pembelajaran siswa kelas terbuka di SMPN 1 Sumbergempol Kabupaten Tulungagung. Salah satu usaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 Hasil belajar adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan bertujuan untuk membangun manusia seutuhnya. Ini berarti bahwa pembangunan mempunyai jangkauan yang luas dan jauh. Berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup suatu bangsa. Melalui jalur pendidikan dihasilkan generasi-generasi penerus bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Untuk mewujudkannya pemerintah mengupayakan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari kegiatan belajar dan mengajar (KBM). Kegiatan mengajar pada hakikatnya adalah proses yang dilakukan oleh guru dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah SMK Pasundan 1 Bandung merupakan Sekolah Menengah Kejuruan rumpun Bisnis dan Manajemen yang merupakan lembaga pendidikan yang terus berupaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. observasi, eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori dan seterusnya. mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. observasi, eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori dan seterusnya. mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mencakup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Biologi, merupakan salah satu pengetahuan teoritis yang disusun atau diperoleh dengan cara yang khusus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pendidikan Nasional tidak dapat dipisahkan dari tujuan. nasional, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pendidikan Nasional tidak dapat dipisahkan dari tujuan. nasional, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional tidak dapat dipisahkan dari tujuan nasional, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE MONTESSORI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA

PENINGKATAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE MONTESSORI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PENINGKATAN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE MONTESSORI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 1 Ulujami Pemalang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah menengah atas cenderung bersifat monoton dan tidak menghasilkan banyak kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada masa sekarang ini merupakan kebutuhan yang memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berdaya saing. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru, dalam menyampaikan suatu materi untuk diajarkan kepada siswa dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang professional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan sumber daya manusia yang baik sangatlah penting dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan sumber daya manusia yang baik sangatlah penting dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembentukan sumber daya manusia yang baik sangatlah penting dilakukan sebagai modal dasar pembangunan nasional, terutama dalam menghadapi persaingan di era

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara berkembang di benua Asia yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu (Mudyahardjo Redja, 2001: 6). Pendidikan nasional Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. individu (Mudyahardjo Redja, 2001: 6). Pendidikan nasional Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non-formal dan informal di sekolah, dan di luar sekolah, yang berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik, menghadapi segala tantangan dan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan

I. PENDAHULUAN. baik, menghadapi segala tantangan dan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia, karena melalui pendidikan manusia dapat berproses kearah yang lebih baik, menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sistem yang penting untuk meningkatkan sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pusat sumber belajar untuk siswa Sekolah Dasar (SD). SDN ini terletak sangat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pusat sumber belajar untuk siswa Sekolah Dasar (SD). SDN ini terletak sangat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian SDN Se Kecamatan Bokan Kepulauan merupakan salah satu lembaga atau pusat sumber belajar untuk siswa Sekolah Dasar (SD). SDN ini terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pondasi awal untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pondasi awal untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pondasi awal untuk menumbuhkembangkan semua kemampuan, bakat, kreativitas dan kemandirian anak. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk aktif membaca, mencari, dan menganalisis sebuah masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk aktif membaca, mencari, dan menganalisis sebuah masalah secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar di perguruan tinggi sangat menjunjung kemandirian, mahasiswa dituntut untuk aktif membaca, mencari, dan menganalisis sebuah masalah secara mandiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam belajar, seorang siswa perlu memiliki motivasi untuk belajar. Dengan adanya motivasi, siswa menjadi lebih memiliki gairah, merasa senang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan peningkatan mutu sumber daya manusia pada masa yang akan datang, bangsa Indonesia telah berusaha meningkatkan mutu sumber daya manusia

Lebih terperinci

TRI PURNAWATI NIM. A54B111010

TRI PURNAWATI NIM. A54B111010 NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI STRATEGI EVERYONE IS A TEACHER HERE KELAS V SD NEGERI 2 GEDAREN KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK A. Analisis Aspek-Aspek yang Diteliti Antara Pembelajaran Tutor Sebaya dan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya sebagai objek, sementara guru aktif mendominasi seluruh kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. hanya sebagai objek, sementara guru aktif mendominasi seluruh kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah terjadi pergeseran paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran di dalam mengelola pendidikan,. Pengajaran cenderung guru aktif, sedangkan siswa pasif sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kemana arah hidup dan cita-cita yang ingin masyarakat capai. memerlukan pendidikan demi kemajuan kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kemana arah hidup dan cita-cita yang ingin masyarakat capai. memerlukan pendidikan demi kemajuan kehidupannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dalam kehidupan masyarakat, dimana melalui pendidikan mereka mendapatkan pengetahuan, ilmu, wawasan, ketrampilan dan keahlian

Lebih terperinci