BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG"

Transkripsi

1 BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG Penyusunan Rencana Strategis BAPERMAS PEREMPUAN & KB Kota Semarang sangat terkait erat dengan isu yang muncul di bidang pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan dan teknologi tepat guna (TTG); pengembangan ekonomi masyarakat; kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana di Kota Semarang. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi isu beserta faktafakta pendukungnya pada masing-masing bidang tersebut. Berikut ini beberapa isu bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana (KB) di Kota Semarang yang berhasil diidentifikasi beserta fakta-faktanya: 3.1 ISU BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM (SDA), LINGKUNGAN DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TTG) Keberlanjutan dan pengembangan SDA, lingkungan dan penerapan teknologi tepat guna dipengaruhi oleh peran serta dari masyarakat dan perempuan sebagai pihak yang terkait langsung yakni sebagai pengguna maupun sebagai pihak yang terkena dampak dari ketiga hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengidentifikasian isu yang terkait dengan pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan dan teknologi tepat guna, sebagai pertimbangan dan masukan dalam menetapkan Renstra BAPERMASPER & KB Kota Semarang. Isu-isu tersebut diantaranya sebagai berikut: Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat Kota Semarang dalam Penggalian Potensi SDA dan Penerapan TTG Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam penggalian potensi SDA salah satunya dapat dilihat pada pemanfaatan lahan. Lahan di Kota Semarang sebagian masih berupa lahan pertanian, terutama lahan yang terdapat di daerah pinggiran seperti daerah Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Pedurungan dan Genuk. Lahan-lahan tersebut sebagian masih menghasilkan beberapa komoditas pertanian. Dimana komoditas pertanian tersebut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Semarang. Sumber daya tersebut jika diolah akan turut berkontribusi pada tingkat 51

2 kesejahteraan masyarakat. Komoditas pertanian di Kota Semarang antara lain mencakup tanaman bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, sayur-sayuran, buah-buahan, kacang hijau dan tanaman pangan lainnya. Berikut ini adalah penjelasan singkat atas beberapa komoditas pertanian yang masih terdapat di Kota Semarang: Produksi Jagung Secara umum komoditas jagung di Kota Semarang hanya dihasilkan oleh beberapa kecamatan. Pada tahun 2003 Kota Semarang menghasilkan komoditas jagung sebanyak 271 ton. Adapun kecamatan yang menghasilkan komoditas jagung di Kota Semarang pada tahun 2003 adalah Kecamatan Mijen (13 ton), Kecamatan Gunungpati (108 ton), Kecamatan Tembalang (60 ton) dan Kecamatan Ngaliyan (1 ton). Untuk daerah lainnya di Kota Semarang tidak menghasilkan komoditas jagung. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan lahan pertanian di daerah-daerah lainnya di Kota Semarang. Adapun rincian daerah pengahsil komoditas jagung di Kota Semarang Tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel III.1 Tabel III.1 Produksi Jagung di Kota Semarang Tahun 2003 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Persentase (%) Kecamatan Kelurahan 1 Gunungpati Pakintelan ,00 Kalisegoro 24 65,74 11,11 Sekaran 10 4,63 2 Tembalang Rowosari 60 27,78 27,78 3 Mijen Jatibarang 10 4,63 Bubakan 2 6,02 0,93 Polaman 1 0,46 4 Ngaliyan Ngaliyan 1 0,46 0,46 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, ,74% 0,46% 6,02% 27,78% Gunungpati Tembalang Mijen Ngaliyan Gambar 3.1 Prosentase Produksi Komoditas Jagung Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun,

3 Produksi Kedelai Sama halnya dengan komoditas jagung, komoditas kedelai hanya dihasilkan oleh beberapa kelurahan di beberapa kecamatan di Kota Semarang. Produksi kedelai di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 684 ton. Produksi kedelai di Kota Semarang antara lain dihasilkan oleh Kecamatan Mijen (324 ton), Kecamatan Gungungpati (167 ton), Kecamatan Semarang Timur (108 ton), Kecamatan Ngaliyan (11 ton), Kecamatan Tembalang (51 ton), dan Kecamatan Banyumanik (23 ton). Sedangkan pada daerah lain di Kota Semarang, komoditas kedelai tidak dihasilkan karena minimnya ketersediaan lahan untuk area pertanian Tabel III.2 Produksi Kedelai di Kota Semarang Tahun 2003 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Persentase (%) Kecamatan Kelurahan 1 Gunungpati Sukorejo 34 4,79 Kalisegoro ,42 15,79 Sadeng 25 3,65 2 Semarang Timur Purwosari ,79 15,79 3 Mijen Jatibarang ,79 Purwosari ,37 15,79 Bubakan ,79 4 Ngaliyan Gondoriyo 11 1,61 1,61 5 Tembalang Rowosari 42 6,14 Meteseh 5 7,46 0,73 Bulusan 4 0,58 6 Banyumanik Banyumanik 23 3,36 3,36 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, ,42% 15,79% 47,37% 3,36% 7,46% 1,61% Gunungpati Semarang Timur Mijen Ngaliyan Tembalang Banyumanik Gambar 3.2 Prosentase Produksi Komoditas Kedelai Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009 Produksi Ketela Pohon Produksi ketela pohon di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 548 ton. Produksi komoditas ketela pohon diantranya dihasilkan di Kecamatan Gunungpati (318 ton), 53

4 Kecamatan Tembalang (120 ton), Kecamatan Mijen (109 ton), Kecamatan Ngliyan (1 ton). Tabel III.3 Produksi Ketela Pohon di Kota Semarang Tahun 2003 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan 1 Gunungpati Pakintelan ,03 Sekaran 62 11,31 3 Mijen Bubakan ,89 19,89 4 Ngaliyan Gondoriyo 1 0,18 0,18 5 Tembalang Rowosari ,90 21,90 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003 Persentase (%) Kelurahan 46,72 58,03 Gunungpati Mijen Ngaliyan Tembalang 21,90 0,18% 19,89% Gambar 3.3 Prosentase Produksi Komoditas Ketela Pohon Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009 Produksi Ketela Rambat Produksi ketela rambat di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 378 ton, yang tersebar di Kecamatan Mijen (113 ton), Kecamatan Ngaliyan (106 ton), Kecamatan Gunungpati, (103 ton) Kecamatan Banyumanik (38 ton), Kecamatan Tembalang (106 ton) dan Kecamatan Semarang Utara (116 ton). Tabel III.4 Produksi Kedelai di Kota Semarang Tahun 2003 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Persentase (%) Kecamatan Kelurahan 1 Gunungpati Pakintelan 70 18,92 Nongkosawit 15 4,05 Sadeng 6 1,62 27,84 Kalisegoro 5 1,35 Jatirejo 3 0,81 Cepoko 4 1,08 3 Mijen Jatibarang 6 1,62 Purwosari 1 0,27 Bubakan ,54 28,65 54

5 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Persentase (%) Kecamatan Kelurahan 4 Ngaliyan Ngaliyan ,65 28,65 5 Tembalang Bulusan 6 1,62 Rowosari 3 2,43 0,81 6 Semarang Utara Purwosari 1 0,27 0,27 7 Banyumanik Banyumanik 38 10,27 10,27 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, ,84% 1,270% 027% 2,43% 30,54% 28,65% Gunungpati Mijen Ngaliyan Tembalang Semarang Utara Banyumanik Gambar3.4 Prosentase Produksi Komoditas Ketela Rambat Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009 Produksi Padi Produksi padi di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 4441 ton. Produksi padi di Kota Semarang sendiri tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Pati sebanyak 2358 ton (52,52%), Kecamatan Mijen sebanyak 1113 ton (27,9%), Kecamatan Tembalang sebanyak 358 ton (8,80%), Kecamatan Ngaliyan sebanyak 381 ton (8,48%), Kecamatan Semarang Utara sebanyak 131 ton (2,92%), Kecamatan Banyumanik sebanyak 89 ton (1,98%) dan Kecamatan Semarang Barat sebanyak 2 ton (0,04%). Adapun riciannya adalah sebagai berikut: Tabel III.5 Produksi Padi di Kota Semarang Tahun 2003 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) 1 Gunungpati Pakintelan, Sadeng, Sekaran, Pongangan, ,10 Jatirejo, Ngijo, Patemon, Nongkosawit, Cepoko, Mangunsari, Kandri, Sumurejo, Kalisegoro 2 Mijen Jatibarang, Polaman, Jatisari, Purwosari, ,06 Tambangan, Cangkiran dan Bubakan 4 Ngaliyan Ngaliyan 381 8,58 5 Tembalang Meteseh 358 8,06 6 Semarang Barat - 2 0,05 7 Semarang Utara ,95 8 Banyumanik Banyumanik 89 2,21 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah,

6 53,10% 25,06% 8,58% 0,05% 2,21% 8,06% 2,95% Gunungpati Mijen Ngaliyan Tembalang Semarang Utara Banyumanik Semarang Barat Gambar 3.5 Prosentase Produksi Komoditas Padi Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009 Produksi Kacang Tanah Produksi komoditas kacang tanah di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 124 ton. Produksi komoditas tersebut tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Gunungpati (81 ton), Kecamatan Mijen (2 ton) dan kecamatan Tembalang (41 ton). Sedangkan untuk daerah lainnya di Kota Semarang tidak mengahsilkan komoditas kacang tanah. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel III.6 Tabel III.6 Produksi Kacang Tanah di Kota Semarang Tahun 2003 No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan 1 Gunungpati Pakintelan 63 65,32 Sekaran 18 14, 52 2 Mijen Polaman 2 1,31 1,61 3 Tembalang Rowosari 41 33,06 33, 06 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003 Persentase (%) Kelurahan 50,8 33,06% 65,32% Gunungpati Mijen Tembalang 1,31% Gambar 3.6 Prosentase Produksi Komoditas Kacang Tanah Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009 Berdasarkan data beberapa komoditas pertanian di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2003 produksi komoditas pertanian Kota Semarang sebanyak 6383 ton yang tersebar di beberapa kecamatan. Dimana sebagian besar kecamatan penghasil komoditas pertanian tersebut berada di daerah pinggiran Kota Semarang. Adapun komoditas pertanian terbesar 56

7 Jumlah yang dihasilkan adalah padi sebanyak 69,58% dari total komoditas pertanian yang dihasilkan, kemudian disusul oleh komoditas kedelai sebesar 10,72 % dan yang paling sedikit adalah komoditas kacang tanah yang hanya 1,94 % dari total komoditas yang dihasilkan di Kota Semarang. Tabel III.7 Produksi Pertanian Tanaman Pangan di Kota Semarang Tahun 2003 No Komoditas Kecamatan Produksi (ton) Persentase (%) 1 Jagung Gunungpati, Tembalang, Mijen, Ngaliyan 216 3,38 2 Kedelai Gunungpati, Semarang Timur, Mijen Ngaliyan, Tembalang, Banyumanik ,72 3 Ketela Pohon Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang 548 8,59 4 Ketela Rambat Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Semarang Utara, Banyumanik 370 5,80 5 Padi Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Semarang Barat, ,58 Semarang Utara, Banyumanik 6 Kacang Tanah Gunungpati, Mijen, Tembalang 124 1,94 Jumlah Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003 & analisis penyusun Jagung Kedelai Ketela Pohon Komoditas Ketela Rambat Padi Produksi (ton) Gambar 3.7 Jumlah Produksi Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009 Dengan jumlah penduduk yang tinggi dan membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, sebenarnya pertanian tanaman pangan di Kota Semarang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Walapun jumlah produksi pertanian yang dihasilkan tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan produksi pertanian tanaman pangan di daerah sekitarnya seperti Kabupaten Semarang yang mencapai ton ( diakses tanggal 17 Juni 2009), namun ada peluang yang bisa dijadikan sebagai media pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA. 57

8 Potensi ini dapat dimanfaatkan menjadi kemampuan riil melalui penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Pemanfaatan potensi ini dapat dilaksanakan dengan optimal melalui keterlibatan masyarakat dan dunia usaha. Akan tetapi hal ini terkendala dengan rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengembangkan pertanian Kota Semarang yang ditunjukkan dengan sedikitnya penduduk Kota Semarang yang bermata pencaharian sebagai petani yakni hanya 2% (Podes Jawa Tengah Tahun 2003) Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan dan Penerapan TTG Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dapat dilihat dari kondisi lingkungan dan sarana prasarana Kota Semarang. Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan penerapan TTG akan menetukan keberlanjutannya lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu uraian berikut akan memaparkan sejumlah fakta yang terkait dengan kondisi lingkungan dan sarapras di Kota Semarang. Kondisi Sanitasi (Jamban) Sebagian besar kelurahan di Kota Semarang (92 %) telah memiliki sistem pembuangan limbah yang berupa jamban sendiri, sedangkan lainnya menggunakan sistem pembuangan bukan jamban (1%), jamban bersama (2 %), dan jamban umum (5 %). Penggunaan jamban individu tersebar dan mendominasi hampir di setiap kecamatan di Kota Semarang, sedangkan pengguna sistem pembuangan lain dirinci sebagai berikut : Tabel III.8 Sistem Pembuangan di Kota Semarang No Jenis sistem pembuangan Kecamatan Kelurahan 1 Sistem pembuangan bukan jamban Mijen Karangmalang Banyumanik Jabungan Mijen Jatibarang Gunungpati Mangungsari 2 Sistem jamban bersama Semarang Utara Kuningan Tugu Randugarut, Mangunharjo Ngaliyan Bamban Kerep Mijen Kedungpane Gunungpati Kandri 3 Sistem jamban umum Semarang Timur Karangturi Semarang Utara Dadapsari, Tanjungsari, dan Bandarharjo Semarang Tengah Kembangsari Ngaliyan Podorejo Sumber: Diakses 17 Juni

9 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar lingkungan tempat tinggal masyarakat di Kota Semarang sudah memiliki saluran pembuangan (jamban) sendiri. Akan tetapi sebagian juga masih ada yang menggunakan sistem pembuangan bukan jamban, sistem jamban bersama dan sistem jamban umum sebanyak 8 %. Kota Semarang yang notabennya merupakan kota metropolitan seharusnya seluruh masyarakatnya sudah menggunakan jamban sendiri. Angka 8% tersebut menjadi perhatian BAPERMASPER & KB bersama dengan instansi terkait lainnya agar hal tersebut tidak menimbulkan pemasalahan, khususnya yang terkait dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat setempat dalam menjaga lingkungannya. Kondisi Saluran Drainase Sebagian besar kelurahan di Kota Semarang memiliki drainase dengan kondisi lancar (86 %), sedangkan lainnya memiliki kondisi yang tergenang (2 %), tidak ada saluran (1 %) dan tidak lancar (11%). Kondisi drainase lancar mendominasi sebagian besar kelurahan di Kota Semarang, sedangkan kondisi drainase lainnya tersebar sebagai berikut : Tabel III.9 Kondisi Drainase di Kota Semarang No Kondisi Drainase Kecamatan Kelurahan 1 Tergenang Semarang Selatan Bulustalan Semarang Utara Kuningan, Tanjungmas 2 Tidak ada saluran Mijen Polaman Banyumanik Jabungan Ngaliyan Ngadirgo Pedurungan Tlogosari Kulon Genuk Karangroto Gayamsari Siwalan, Sambirejo, Kaligawe, Tambakrejo 3 Tidak lancar Semarang Timur Kebonagung, Mlatibaru, Rejomulyo, Kemijen Semarang Timur Bulu Lor, Plombokan, Panggung Lor, Dadap Sari Semarang Tengah Karang Kidul Semarang Barat Karang Ayu, Tawang Mas Tugu Randugarut Sumber: Diakses 17 Juni 2009 Sama halnya dengan kondisi sanitasi, kondisi saluran drainase di Kota Semarang sebagian juga masih bermasalah. Terutama pada daerah semarang bawah yang dekat dengan daerah pesisir seperti yang diterangkan pada Tabel III.10 di atas. Kondisi kelancaran dan opimalnya fungsi drainase di Kota Semarang erat kaitannya dengan prilaku masyarakat 59

10 Kota Semarang itu sendiri. Dalam hal ini prilaku sebagian masyarakat yang masih membuang sampah di sungai dan semakin bayaknya konversi lahan dari lahan non terbangun menjadi terbangun di daerah Semarang atas seperti Gunungpati, Mijen dan daerah Kabupaten Semarang, yang pada dasarnya sebagai daerah penyangga. Pada sisi lain walaupun teknologi tepat guna dalam pengelolaan lingkungan sudah banyak ditemukan, misalnya teknologi penjernihan air, komposting sampah, sumur resapan, biopori, dan lain sebagainya; namun penerapannya di tingkat komunitas masih relatif minim. Terkait dengan hal tersebut, maka keberadaan BAPERMASPER & KB memiliki peran yang strategis untuk mengambil bagian dalam memberdayakan dan membangun perilaku masyarakat yang sadar lingkungan. 3.2 ISU BIDANG PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT Ketidakberdayaan menjadi permasalahan klasik dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Sedangkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan menjadi tujuan dari pengembangan ekonomi masyarakat. Ketidakberdayaan secara ekonomi masyarakat dapat ditinjau dari rendahnya tingkat pendapatan setiap rumah tangga. Pendapatan perkapita Kota Semarang secara umum sebesar Rp 19 juta/tahun atau Rp 1,6 juta/bulan. Ini berarti pendapatan rata-rata perkeluarga adalah Rp. 6,4 juta/bulan dengan asumsi keluarga terdiri 4 (empat) orang. Namun, pada kenyataannya sangat banyak keluarga yang hanya mempunyai pendapatan Rp 640 ribu perbulan. Hal tersebut tentu saja merupakan suatu hal yang sangat ironis. Pada tahun 2003, 93% kelurahan di Kota Semarang memiliki jumlah persebaran keluarga sejahtera dan prasejahtera yang relatif sedikit (0-210 keluraga/ kelurahan). Adapun 5% kelurahan memiliki jumlah persebaran keluarga sejahtera dan prasejahtera sedang ( keluraga/ kelurahan). Sedangkan kelurahan dengan jumlah persebaran keluarga sejahtera dan prasejahtera kategori tinggi ( keluraga/ kelurahan) masih 2 %. Adapun pada tahun yang sama, persebaran masyarakat Kota Semarang yang menerima surat miskin dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni kelurahan dengan jumlah penerima surat miskin rendah (0-28 orang/kelurahan), sedang ( orang/kelurahan) dan tinggi ( orang/kelurahan). Terdapat beberapa kelurahan yang sebagian besar masyarakatnya masih menerima surat miskin. Kelurahan yang tingkat penerimaan surat miskinnya termasuk kategori sedang diantaranya sebagai berikut: 60

11 Kecamatan Ngaliyan terdapat di Kelurahan Bamban Kerep Kecamatan Gajahmungkur terdapat di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan Gajahmungkur Kecamatan Banyumanik terdapat di Kelurahan Ngesrep Kecamatan Semarang Selatan terdapat di Kelurahan Barusari, Kelurahan Mugasari, Kelurahan Peterongan dan Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Tengah terdapat di Kelurahan Kranggan, Kelurahan Purwodinatan dan Kelurahan Kauman Kecamatan Genuk terdapat di Kelurahan Terboyo Wetan, Kelurahan Trimulyo, Kelurahan Genuksari, Kelurahan Penggaron Lor, dan Kelurahan Kudu Sedangkan kelurahan yang tingkat penerimaan surat miskinnya termasuk kategori tinggi hanya terdapat di empat kelurahan yang lokasinya berada di daerah pinggiran. Kelurahan tersebut yakni: Kelurahan Plalangan di Kecamatan Gunungpati, Kelurahan Lamper Lor di Kecamatan Semarang Selatan, Kelurahan Karangroto dan Kelurahan Bangetayu Wetan di Kecamatan Genuk. Bidang pengembangan ekonomi masyarakat merupakan bidang yang menangani halhal yang terkait dengan isu, permasalahan dan upaya-upaya bagaimana menumbuhkan prakarsa khususnya masyarakat ekonomi lemah di bidang perekonomian. Dari sudut pandang ini terdapat kaitan yang erat antar bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat dan bidang pemberdayaan perempuan. Upaya pengembangan ekonomi masyarakat ini salah satunya dapat dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat secara umum ataupun perempuan. Oleh karena itu perlu digali isu-isu yang terkait dengan bidang pengembangan ekonomi masyarakat di Kota Semarang sebagai pertimbangan dan masukan dalam menetapkan Renstra BAPERMASPER & KB Kota Semarang. Isu-isu tersebut diantaranya sebagai berikut: Rendahnya Kapasitas Sumber Daya Manusia untuk Pengembangan Ekonomi Rendahnya kapasitas SDM untuk pengebangan ekonomi diakibatkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor struktural yakni masih rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan tetap eksisnya kemiskinan di Kota Semarang. Besarnya upah atau gaji yang diterima dari suatu mata pencaharian ini sangat menentukan tingkat kesejahteraan 61

12 masyarakat. Pada tahun 2003 sekitar 49% masyarakat Kota Semarang yang bekerja sebagai buruh mendapatkan gaji sesuai batas UMR. Dimana dengan penghasilan sebesar itu dengan kondisi harga yang terus meningkat, tentu saja sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mulai dari makan, pendidikan dan kesehatan. Buruh sebagai jenis mata pencaharian tergolong sebagai mata pencaharian yang rentan dari berbagai macam ketidakpastian seperti PHK, eksploitasi hak buruh, dan terjebaknya buruh dalam kemiskinan. Telah banyak usaha yang telah dilakukan oleh masyarakat secara individual maupun berkelompok untuk keluar dari perangkap kemiskinan namun mengalami kegagalan. Keinginan masyarakat secara umum untuk keluar dari jebakan kemiskinan tersebut sulit dilakukan karena rendahnya kapasitas masyarakat yang bersangkutan. Kegagalan-kegalan tersebut selanjutnya menciptakan sikap apatis yang ada dimasyarakat. Oleh karena itu keberadaan BAPERMASPER & KB Kota Semarang diharapkan mampu turut menyelesaikan permasalah ini dengan menumbuhkan dan meningkatkan kapasistas ekonomi masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat Masih Lemahnya Jejaring Pengembangan Ekonomi Masyarakat Problem lain sebagai pemicu kegagalan masyarakat untuk keluar dari jebakan kemiskinan dan menuju kemandirian ekonomi yaitu karena kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengakses faktor-faktor ekonomi terutama seperti bantuan modal, teknis, peralatan, dan informasi. Kemampuan akses tersebut akan optimal jika jejaring pengembangan ekonomi masyarakat sudah terbangun dengan baik dan mantap. Jejaring tersebut akan mempermudah bertemunya kelompok masyarakat atau kelompok usaha sebagai beneficaries, pemerintah sebagai fasilitator, maupun donor serta pihak-pihak berkepentingan lainnya. Jejaring akan memberikan keuntungan bagi pengembangan ekonomi masyarakat karena mampu mempercepat arus informasi dan pengetahuan, disamping memudahkan dalam upaya mengalokasikan berbagai macam bantuan modal, bantuan teknis, maupun peralatan. Oleh karena itu BAPERMASPER & KB memberikan perhatian dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan cara melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama pada daerah-daerah yang masih tinggi angka kemiskinannya dan membangun serta memperkuat jejaring pengembangan ekonomi lokal. 62

13 3.3 ISU BIDANG KELEMBAGAAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT Isu di bidang kelembagaan dan sosial budaya ini dapat dikaitakan dengan besar kecilnya tingkat partisipasi masyarakat Kota Semarang. Adapun beberapa isu permasalahan yang dapat diidentifikasi dari bidang kelembagaan dan sosial di Kota Semarang diantaranya sebagai berikut: Masih Rendahnya Partisipasi Kelembagaan Masyarakat dalam Proses Pembangunan Sejauh ini ditengarai bahwa kelembagaan masyarakat yang ada di tingkat kelurahan seperti (RT/RW) masih bersifat administratif saja. Peran kelembagaan tersebut selalu diasosiasikan dengan lembaga yang membantu penerbitan surat pengantar bagi mereka yang akan memproses permohonan KTP, Kartu Keluarga, dan mengorganisasikan keamanan lingkungan secara swadaya. Jika diasumsikan terdapat hubungan yang korelatif antara partisipasi kelembagaan masyarakat dengan keamanan lingkungan maka sejauh ini peran kelembagaan masyarakat dapat dikatakan menurun karena berdasarkan data yang ada tingkat kriminalitas di Kota Semarang cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kasus kriminalitas dari tahun 2002 hingga tahun 2006 mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.10 berikut: Gambar 3.8 Tingkat Kriminalitas Kota Semarang Tahun Sumber : BPS Kota Semarang, 2006 Indikasi lain dari belum optimalnya partisipasi kelembangaan lokal dapat di lihat ketika bantuan-bantuan atau stimulan yang diberikan oleh pemerintah belum bisa ditangkap dengan baik dan teralokasikan sesuai kepada target sasaran program. Sehingga seringkali 63

14 kita jumpai program-program bantuan yang tujuannya secara filosofis sangat ideal, namun dalam implementasinya di lapangan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan karena rendahnya kapasistas dan partisipasi kelembagaan lokal. Fenomena lain yang dapat kita lihat sebagai indikasi dari menurunnya peran kelembangaan lokal adalah belum maksimalnya partisipasi masyarakat dalam forum-forum seperti Musrenbang yang pada hakikatnya adalah proses untuk menentukan usulan-usulan dan prioritas pembangunan bagi masyarakat di tingkat lokal. Peran kelembagaan masyarakat yang ada (RT/RW) tersebut dapat ditingkatkan untuk menumbuhkembangan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan yang terkait dengan pengelolaan dan perlindungan SDA, penerapan TTG, penggalakan budaya KB serta hidup sehat, dan lain sebagainya. Dari perspektif ini terlihat keterkaitan yang erat diantara bidang kelembagaan dan bidang-bidang lainnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Masyarakat dalam Pembangunan Partisipasi masyarakat di Kota Semarang yang belum optimal terkait erat dengan lunturnya nilai-nilai budaya masyarakat yang merupakan esensi dari partisipasi itu sendiri. Nilai-nilai budaya masyarakat seperti gotong royong, kerjasama, kepedulian, dan toleransi semakin redup dan berganti dengan nilai-nilai seperti individualisme dan egoisme. Sejumlah indikasi yang dapat dilihat diantaranya adalah semakin jarang dijumpainya kegiatan gotong royong di lingkungan masyarakat, khususnya di daerah perkotaan, dalam rangka pemeliharaan kebersihan, kesehatan, dan keamanan lingkungan. Bahkan sudah terdapat anggapan bahwa urusan tersebut menjadi tanggung jawab aparatur pemerintah dan mulai munculnya kecenderungan bahwa masyarakat menyerahkan urusan-urusan tersebut secara komersial kepada pihak yang lain. Keakraban dan jiwa kerjasama diantara masyarakat dengan demikian juga sedikit demi sedikit akan hilang. Sebagai akibatnya terjadi sekat-sekat diantara masyarakat berdasarkan status sosialekonomi. Kepedulian sosial kepada masyarakat lain semakin pudar dan jika kepedulian tersebut masih ada hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kepentingan yang sama. Sekatsekat diantara masyarakat berdasarkan status sosial-ekonomi ini makin jelas dan menciptakan gated community. Keadaan ini tidak kondusif bagi pembangunan karena menciptakan kecemburuan dan tensi sosial di masyarakat. Dari uraian diatas dapat 64

15 disimpulkan bahwa upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya sangat diperlukan dan menjadi salah satu isu dalam upaya pemberdayaan masyarakat. 3.4 ISU BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Salah satu bidang yang terdapat di BAPERMASPER & KB adalah bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Hal ini terkait dengan masih banyaknya permasalahan perempuan dan anak di Kota Semarang yang belum tertangani secara tuntas dan bahkan belum semua permasalahan tersebut dapat terungkap. Perempuan dan anak merupakan salah satu bagian penting yang harus ditangani terkait dengan adanya upaya pemberdayaan perempuan dan anak di Kota Semarang. Beberapa isu dan permasalahan yang terkait dengan keduanya, yaitu: Rendahnya Kemandirian dan Pelecehan Terhadap Harkat Martabat Perempuan Rendahnya kemandirian dan pelecehan terhadap harkat dan martabat perempuan di Kota Semarang pada dasarnya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Beberapa indikasinya adalah dengan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di Kota Semarang. Permasalahan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak di Kota Semarang terkait dengan masih sedikitnya permasalahan-permasalahan terkait yang berhasil ditangani secara tuntas. Hal ini disebabkan masih sedikitnya pihak-pihak yang dapat menyampaikan dan mewakili permasalahan tersebut. Masih sedikit pihak yang mau peduli terhadap permasalah perempuan dan anak. Hal ini dibuktikan dengan adanya catatan bahwa angka tertinggi kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang, yaitu sebanyak 150 kasus (Kompas, 2007). Selain itu juga menurut hasil kajian yang dilakukan Legal Resources Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia Semarang, sepanjang tahun 2007 terdapat rata-rata empat sampai lima perempuan meninggal perbulannya akibat kekerasan berbasis gender (Kompas, 2007). Melihat fakta di atas, maka kasus-kasus seperti di atas dan kasus-kasus lainnya yang terkait dengan perempuan dan anak hendaknya dapat ditangani dan diminimalisir oleh BAPERMASPER & KB Kota Semarang. Penempatan perempuan pada kursi parlemen dan melibatkannya dalam organisasi-organisasi masyarakat merupakan suatu hal penting yang harus dipertimbangkan. Dengan demikian, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan 65

16 dapat sedikit banyak diatasi. Selain itu, dengan memberikan proporsi kursi parlemen bagi perempuan, maka isu mengenai adanya ketidaksetaraan gender dapat juga dihindari. Indikasi kedua ditunjukan dengan rendahnya partisipasi perempuan dalam Organisasai Masyarakat (ORMAS) dan aktivitas perekonomian. Rendahnya partisipasi perempuan dalam ORMAS dan aktivitas perekonomian berhubungan dengan adanya isu gender. Permasalahan gender muncul sebagai salah satu permasalahan perkotaan di Kota Semarang dikarenakan adanya rasa ketidakadilan dari sebagian perempuan dalam memperoleh hak-hak mereka. Di Kota Semarang sendiri permasalahn gender ini dapat terlihat dari komposisi jumlah perempuan di DPRD Kota Semarang yakni hanya sebanyak 6 (enam) orang sekitar 13,33% dari 45 orang anggota DPRD Kota Semarang. Dimana jumlah tersebut belum merepresentasikan partisipasi sesuai undang-undang. Rendahnya partisipasi perempuan ini nantinya akan terkait dengan banyaknya permasalahan perempuan dan anak di Kota Semarang yang dapat terungkap dan terselesiakan. Jadi peran serta perempuan dalam suatu pemerintahan maupun ORMAS akan sangat membantu dalam pengungkapan dan penyelesaian permasalahan perempuan dan anak di Kota Semarang, sehingga permasalahan ini dapat diminimalisir dan bahkan teratasi semua Belum Terpenuhinya Hak-Hak Dasar Anak Anak-anak memiliki setidaknya 5 (lima) hak dasar diantaranya hak untuk mendapatkan pendidikan dasar hingga tingkat sekolah menengah pertama, berhak bebas dari kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak manapun, dan hak mendapatkan kehidupan yang layak. Walaupun angka partisipasi sekolah (APS) pada tingkat SD hingga SMP di Kota Semarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, namun di sisi lain masih sering kita jumpai fenomena-fenomena yang dapat dikategorikan sebagai eksploitasi anak. Pada sudut-sudut kota dan kawasan strategis perkotaan sering kita temui anak-anak balita yang digunakan sebagai alat untuk menarik simpati para pengemis. Belum lagi anak-anak jalanan dengan berbagai profesi seperti pengemis, pengamen, penyemir sepatu, dan penjaja koran tidak sedikit kita temukan di berbagai penjuru kota. Belum terpenuhinya hak anak juga dapat dilihat dari hak untuk mendapatkan hidup yang layak. Kalau kita lihat saat ini di Kota Semarang masih terdapat permasalahan gizi buruk pada anak balita. Hal ini umumnya terjadi pada balita di keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang 66

17 rendah. Permasalahan gizi buruk pada balita ini dapat diindikasikan melalui indikator Human Development Index (HDI). Berdasarkan profil kesehatan Kota Semarang (2005), terdapat kecenderungan peningkatan jumlah balita penderita gizi buruk selama lima tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2003 hingga 2005 terjadi fluktuasi jumlah penderita gizi buruk, dari 0,63 pada tahun 2003 meningkat menjadi 1,23 pada tahun 2004 dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 0,94. Demikian juga dengan jumlah balita penderita gizi kurang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.1 berikut ini: Tabel III.10 Prevalensi Status Gizi Balita Kota Semarang Tahun Status Gizi Prevalensi (Kasus) Gizi buruk 0,63 1,23 0,94 Gizi kurang 9,75 11,56 11,09 Gizi baik 86,65 83,68 85,98 Gizi lebih 2,97 3,53 1,99 Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005 Adapun data yang diperoleh dari Harian Suara Merdeka, disebutkan bahwa pada tahun 2005, Dinas Kesehatan Kota Semarang mencatat dari balita terdapat 530 anak yang berat badannya di bawah garis merah, dan 17 di antaranya positif menderita gizi buruk Pada tahun 2006, dari balita di Kota Semarang, 776 balita atau 0,64% diantaranya berberat badan BGM. Namun dari 776 balita tersebut, 80 diantaranya paling rentan menjadi gizi buruk. Hal tersebut dapat diindikasikan dari berat badan yang jauh dari rata-rata (Suara Merdeka, 2006). 3.5 ISU BIDANG KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG Pada Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMASPER & KB) salah satu bidang yang penting yaitu bidang keluarga berencana. Hal ini terkait dengan masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya turut serta mensukseskan program KB. Selain itu juga masih terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan KB di Kota Semarang sebagai berikut: Rendahnya Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga Ketahanan dan pemberdayaan keluarga berhubungan dengan bagaimana suatu keluarga dapat melangsungkan hidupnya, dan bertahan pada kondisi yang baik dari segala 67

18 bentuk permasalahan kehidupan keluarga. Ketahanan dan pemberdayaan ini dapat dikaitkan dengan bagaimana suatu keluarga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dan gizi keluarga serta bekerja. Akan tetapi secara umum sebagian besar keluarga di Kota Semarang kesadaran mengenai pemenuhan gizi dan kebutuhan kesehatan masih relatif rendah. Hal ini dibuktikan dengan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di Kota Semarang pada tahun 2008 yang hanya berjumlah 1066 kelompok dengan jumlah anggota UPPKS sebanyak orang. Dari angka tersebut sekitar orang (74,50%) merupakan anggota penerima bantuan modal, orang (46,64%) anggota yang berusaha dan (56,36%) merupakan anggota yang tidak berusaha. Selain itu, jika ditinjau dari beberapa aspek peran serta masyarakat untuk ikut dalam UPPKS sebagian mengalami kenaikan dan penurunan dari 2007 ke Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel III.11 Peranserta Masyarakat dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di Kota Semarang Tahun No Uraian Perkembangan 1 Perbandingan keluarga Prasejahtera dan Sejahtera 1 a. Jumalah anggota Turun b. Anggota berusaha Turun c. Pesentase 48,30 % 46,64 % Turun 2 Perbandingan Bina Keluarga Balita a. Jumlah kelompok BKB Turun b. Jumlah Kelompok BKB aktif Naik c. Jumlah keluarga aktif Naik d. Rata-Rata Keluarga/Kelompok Naik 3 Perbandingan Bina Keluarga Remaja (BKR) a. Jumlah kelompok BKR Turun b. Jumlah Kelompok BKR aktif Turun c. Jumlah keluarga aktif Naik d. Rata-Rata Keluarga/Kelompok Naik 4 Perbandingan Bina Keluarga Lansia (BKL) a. Jumlah kelompok BKL Naik b. Jumlah Kelompok BKL aktif Naik c. Jumlah keluarga aktif Naik d. Rata-Rata Keluarga/Kelompok Naik Sumber: BKB Kota Semarang, 2008 Berdasarkan pada kondisi tersebut maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang muncul yakni sebagai berikut: (1) Keterbatasan kader yang mampu dan bersedia, (2) Keterbatasan sarana (APE, Kartu Kembang Anak, Buku Pedoman Kader), (3) Keterbatasan dana operasional untuk pembinaan, pelatihan dan pelaporan, (4) Keterbatasan modal pada 68

19 bunga rendah, dan (5) Keterbatasan kemampuan anggota kelompok dalam mengelola, memasarkan, menjaga mutu produksi dan pengelolaan keuangan Tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Semarang terkait juga dengan kondisi kesehatan ibu dan anak. Kualitas kesehatan ibu dan anak dalam suatu keluarga berhubungan dengan kemampuan suatu keluarga dalam mengakses kesehatan yang berkualitas. Permasalahan gizi buruk pada anak balita sebagaimana telah diuraikan diatas erat kaitannya dengan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan pada balita pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah biasanya asupan gizi dan kondisi kesehatannya kurang diperhatikan. Kurangnya berat badan balita di Kota Semarang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain kurangnya gizi atau adanya kemungkinan menderita penyakit lain. Kekurangan gizi sangat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat, kontaminasi makanan dan minuman balita akibat lingkungan yang tidak sehat dan prioritas hidup lainnya selain makanan bergizi. Di sisi lain, anggaran khusus untuk mengantisipasi bergesernya kasus BGM menjadi gizi buruk belum maksimal. Oleh karenanya, diperlukan suatu tindakan tegas dari semua pihak untuk mengurangi jumlah balita penderita gizi kurang dan buruk demi peningkatan kualitas sumber daya manusia Kota Semarang yang lebih baik. Indikasi lain dari rendahnya kesejahteraan dan ketahanan keluarga adalah tingginya angka kematian ibu melahirkan. Hal ini didasarkan pada profile kesehatan Kota Semarang bahwa pada tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan di Kota Semarang mencapai 449 jiwa dan cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Apabila dibandingkan dengan angka kematian ibu di tingkat nasional (307 jiwa), angka tersebut dinilai lebih tinggi, walaupun jika dibandingkan dengan angka kematian ibu melahirkan di tingkat Jawa Tengah (509 jiwa) masih lebih rendah (Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, 2005 dan Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005). 69

20 Gambar 3.9 Perkembangan Jumlah Kematian Ibu di Kota Semarang Tahun Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005 Gambar 3.10 Perbandingan Jumlah Kematian Ibu Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia Tahun 2005 Sumber: Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, Pertumbuhan Penduduk yang Relatif Tinggi Tingginya pertumbuhan penduduk diakibatkan salah satunya oleh angka pertumbuhan alamiah dimana tingkat fertilitas yang masih relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat di Kota Semarang untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) masih sangat rendah. Pada tahun 2008 pencapaian peserta KB baru Kota Semarang adalah PB jiwa atau 117,57% dari jumlah PPM yakni jiwa. Sedangkan pencapaian peserta KB baru adalah jiwa atau 79,63% dari total pasangan usia subur (PUS) sebanyak jiwa. Disamping itu partisipasi pria dalam Berpartisipasi dalam KB masih rendah. Berdasarkan data dari badan KB Kota Semarang partisipasi pria dalam pemakaian alat 70

21 kontrasepsi sebsar jiwa (7,28%) dari total peserta KB aktif ( jiwa). Keaktifan tersebut dapat dirinci dengan penggunaan MOP sebanyak (17,32%) dan Kondom sebanyak jiwa (82.67%). Partisipasi dalam mengadopsi IUD juga sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan data penggunaan IUD tahun 2008 bagi peserta KB baru sebanyak (5,69%) yang mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebanyak jiwa. Sedangkan untuk peserta KB lama penggunaan IUD mengalami penurunan pada tahun 2008 sebanyak jiwa (6,21%) dan 2007 sebanyak jiwa. Masih adanya kasus komplikasi kegagalan KB diduga menjadi penyebab lain belum optimalnya pembudayaan KB guna menekan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2008 kasus komplikasi dan kegagalan KB mengalami kenaikan. Dimana untuk kasus komplikasi KB pada tahun 2007 sebanyak 6 kasus dan pada 2008 menjadi 12 kasus. Sedangkan untuk kegagalan KB pada tahun 2007 sebanyak 10 kasus dan 2008 menjadi 15 kasus. Permasalahan tingginya laju pertumbuhan alami penduduk terkait juga dengan tidak berfungsinya secara optimal kelembagaan dan jejaring KB. Program Penguatan Kelembagaan dan jaringan KB di Kota Semarang, erat kaitannya dengan Institusi Masyarakat Perkotaan (IMP). Institusi ini merupakan institusi di tingkat lini lapangan (kelurahan ke bawah) sebagai tenaga relawan yang mempunyai peran bantu pelaksanaan program keluarga berencana, sehingga mempunyai peran yang sangat strategis serta sebagai ujung tombak suksesnya program KB Nasional. IMP ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel III.12 Klasifikasi IMP di Kota Semarang No Uraian PPKBD Sub PPKBD KLP. KS Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Dasar , ,79 2 Berkembang 25 14, , ,40 3 Mandiri , , ,80 Sumber: BKB Kota Semarang, 2008 Berdasarkan beberapa data di atas maka dapat disimpulkan permasalahan bidang Program Penguatan Kelembagaan dan jaringan KB adalah sebagai berikut: (1) Keterbatasan kuantitas dan kulitas Kader terkait dengan adanya kesulitan pengkaderan; (2) Dana Operasional bari sampai di tingkat PPKBD/ SKD; dan (3) Pemahaman Program KB Sebagai investasi jangka panjang belum dipahami masyarakat luas. 71

22 Terkait permasalahan bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, tentu saja keberadaan BAPERMASPER & KB di Kota Semarang diharapkan dapat menjembatani dalam penetapan kebijakan yang terkait dan penyelesaian permasalahan di atas. Teratasinya permasalahan di atas, diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kota semarang dapat meningkat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga terkait dengan kurang efektifnya penanganan permasalahan keseharan dan reproduksi remaja (KRR). Pada kenyataannya masih sedikit masyarakat Kota Semarang yang memahami pengetahuan dan permasalahan yang terkait dengan reproduksi remaja. Akibatnya muncul permasalahan terkait dengan reproduksi remaja yakni masih sangat terbatasnya akses informasi tentang KRR di masyarakat. Hal ini mendorong ketidaktahuan remaja yang memasuki usia perkawinan pada usia yang belum matang. Di Kota Semarang jumlah PUS yang berada di bawah usia 20 tahun yakni sebesar 1 %. Kondisi ini juga didukung dengan masih sedikitnya Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) yang hanya berjumlah 19 kelompok di Kota Semarang. 3.6 REKAPITULASI ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASAYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG Berdasarkan pada uraian di atas maka isu dan permasalahn yang muncul tiap bidang di atas yang terkait dengan bidang pemberdayaan perempuan dan anak, masyarakat dan kelurga berencana dapat diringkas dalam tabel berikut ini: TABEL III.13 Isu Bidang Perempuan dan Anak, Pemberadayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana di Kota Semarang No ISU FAKTA 1 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat Kota Semarang dalam Penggalian Potensi SDA dan Penerapan TTG Belum dikembangkannya potensi pertanian tanaman pangan di Kota Semarang: Jumlah produksi beberapa komoditas tanaman pangan mencapai ton pada tahun 2003 dengan luas lahan pertanian ,84 Ha yang terdiri dari lahan sawah 3.976,03 ha dan lahan ladang ,81 ha ( diakses tanggal 17 Juni 2009). Rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengembangkan pertanian Kota Semarang yang ditunjukkan dengan sedikitnya penduduk Kota Semarang yang bermata pencaharian sebagai petani yakni hanya 2% (Podes Jawa Tengah Tahun 2003). Kecenderungan penduduk Kota semarang lebih memilih bekerja di luar bidang peternakan dan pertanian 72

23 No ISU FAKTA 2 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan dan Penerapan TTG Belum semua keluarga di Kota Semarang sudah memiliki sistem pembuangan limbah berupa jamban sendiri: 92 % Kelurahan di Kota Semarang telah memiliki sistem pembuangan limbah berupa jamban sendiri, 1% menggunakan sistem pembuangan bukan jamban, 2 % menggunakan jamban bersama, dan 5 % menggunakan jamban umum Beberapa lokasi di Kota Semarang masih memiliki beberapa permasalahan saluran drainase: Sebagian besar kelurahan di Kota Semarang memiliki drainase dengan kondisi lancar (86 %), sedangkan lainnya memiliki kondisi yang tergenang (2%), tidak ada saluran (1 %) dan tidak lancar (11%). Saluran drainase pada daerah Semarang bawah yang dekat dengan daerah pesisir masih bermasalah Minimnya Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penerapan TTG: Teknologi tepat guna dalam pengelolaan lingkungan sudah banyak ditemukan, misalnya teknologi penjernihan air, komposting sampah, sumur resapan, biopori, dan lain sebagainya; namun penerapannya di tingkat komunitas masih relatif minim. 3 Rendahnya Kapasitas Sumber Daya Manusia untuk Pengembangan Ekonomi Sebagian besar masyarakat di Kota Semarang bermata pencaharian sebagai buruh Mata pencaharian yang mendominasi di sebagian besar kelurahan di Kota Semarang adalah buruh sebesar 49%, kemudian disusul oleh mata pencaharian sebagai PNS sebesar 7%, petani sebesar 2%, pedagang sebesar 2%, pengusaha sebesar 2% dan pensiunan 1%. Sedangkan sisanya sebesar 38% yang bermata pencaharian lain-lain Di Kota Semarang terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya masih miskin: Masih terdapat beberapa kelurahan yang tingkat penerimaan surat miskinnya masuk kategori tinggi yakni Kelurahan Plalangan di Kecamatan Gunungpati, Kelurahan Lamper Lor di Kecamatan Semarang Selatan, serta Kelurahan Karangroto dan Bangetayu Wetan di Kecamatan Genuk Rendahnya pendapatan rumah tangga per bulan: Pendapatan perkapita Kota Semarang Rp 19 juta/tahun (Rp 1,6 juta/bulan) Pendapatan perkeluarga adalah Rp. 6,4 juta/bulan dengan asumsi keluarga terdiri empat orang Pada kenyataannya sangat banyak keluarga yang hanya mempunyai pendapatan Rp 640 ribu perbulan (www. berpolitik.com, 2008) 4 Masih Lemahnya Jejaring Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kegagalan masyarakat untuk keluar dari jebakan kemiskinan dan menuju kemandirian ekonomi: Kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengakses faktor-faktor ekonomi terutama seperti bantuan modal, teknis, peralatan, dan informasi. Kemampuan akses tersebut akan optimal jika jejaring pengembangan ekonomi masyarakat sudah terbangun dengan baik dan mantap. Jejaring tersebut akan mempermudah bertemunya kelompok masyarakat atau kelompok usaha sebagai beneficaries, pemerintah sebagai fasilitator, maupun donor serta pihak-pihak berkepentingan lainnya. Jejaring akan memberikan keuntungan bagi pengembangan ekonomi masyarakat karena mampu mempercepat arus informasi dan 73

24 No ISU FAKTA pengetahuan, disamping memudahkan dalam upaya mengalokasikan berbagai macam bantuan modal, bantuan teknis, maupun peralatan. 5 Masih Rendahnya Partisipasi Kelembagaan Masyarakat dalam Proses Pembangunan 6 Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Masyarakat dalam Pembangunan Peran kelembagaan masih bersifat administratif saja: Ditengarai bahwa kelembagaan masyarakat yang ada di tingkat kelurahan seperti (RT/RW) masih bersifat administratif saja. Peran kelembagaan tersebut selalu diasosiasikan dengan lembaga yang membantu penerbitan surat pengantar bagi mereka yang akan memproses permohonan KTP, Kartu Keluarga, dan mengorganisasikan keamanan lingkungan secara swadaya. Indikasi lain dari belum optimalnya partisipasi kelembangaan lokal dapat di lihat ketika bantuan-bantuan atau stimulan yang diberikan oleh pemerintah belum bisa ditangkap dengan baik dan teralokasikan sesuai kepada target sasaran program. Sehingga seringkali kita jumpai programprogram bantuan yang tujuannya secara filosofis sangat ideal, namun dalam implementasinya di lapangan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Peran kelembagaan masyarakat yang ada (RT/RW) tersebut dapat ditingkatkan untuk menumbuhkembangan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan yang terkait dengan pengelolaan dan perlindungan SDA, penerapan TTG, penggalakan budaya KB serta hidup sehat, dan lain sebagainya. Dari perspektif ini terlihat keterkaitan yang erat diantara bidang kelembagaan dan bidang-bidang lainnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Nilai-nilai budaya masyarakat semakin redup dan berganti dengan nilainilai seperti individualisme dan egoisme: Semakin jarang dijumpainya kegiatan gotong royong di lingkungan masyarakat, khususnya di daerah perkotaan, dalam rangka pemeliharaan kebersihan, kesehatan, dan keamanan lingkungan. Anggapan bahwa urusan tersebut menjadi tanggung jawab aparatur pemerintah dan mulai munculnya kecenderungan bahwa masyarakat menyerahkan urusan-urusan tersebut secara komersial kepada pihak yang lain. Keakraban dan jiwa kerjasama diantara masyarakat dengan demikian juga sedikit demi sedikit akan hilang. Terjadi sekat-sekat diantara masyarakat berdasarkan status sosialekonomi. Kepedulian sosial kepada masyarakat lain semakin pudar menciptakan gated community. Keadaan ini tidak kondusif bagi pembangunan karena menciptakan kecemburuan dan tensi sosial di masyarakat. Kasus lingkungan dan pelanggaran hak kaum miskin kota sebagai akibat lunturnya nilai budaya masyarakat: Berdasar catatan LBH Kota Semarang terjadi kasus-kasus lingkungan sebagian besar terjadi dan 60% kasus pelanggaran hak kaum miskin kota (Suara Merdeka, 2004) 7 Rendahnya Kemandirian dan Pelecehan Terhadap Harkat Martabat Perempuan Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak: Angka tertinggi kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang, yaitu sebanyak 150 kasus (Kompas, 2007) Sepanjang tahun 2007 terdapat rata-rata empat sampai lima perempuan meninggal perbulannya akibat kekerasan berbasis jender berdasarkan Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia Semarang, (Kompas, 2007) 74

25 No ISU FAKTA Rendahnya partisipasi perempuan dalam ORMAS dan perekonomian: Jumlah anggota DPRD perempuan Kota Semarang sebanyak 6 orang, sekitar 13,33% dari 45 orang anggota DPRD Kota Semarang Rendahnya partisipasi perempuan dalam Pilkada: Rendahnya partisipasi perempuan dalam pilkada merepresentasikan tingkat kesetaraan gender dan etnis, di Kota Semarang Berdasar hasil pilkada putaran pertama di 160 daerah, masih sedikitnya jumlah kepala daerah perempuan yang terpilih Dari 160 kepala daerah yang terpilih, hanya ada 6 perempuan yang menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah (1,8%) (MediaIndonesiaOnline, 2005) Hasil pemilu legislatif menunjukkan bahwa dari 550 kursi DPR, sebanyak 61 kursi diisi oleh perempuan (11%) 8 Belum Terpenuhinya Hak- Hak Dasar Anak Fenomena eksploitasi anak dan anak jalanan: Pada sudut-sudut kota dan kawasan strategis perkotaan sering kita temui anak-anak balita yang digunakan sebagai alat untuk menarik simpati para pengemis. Anak-anak jalanan dengan berbagai profesi seperti pengemis, pengamen, penyemir sepatu, dan penjaja koran tidak sedikit kita temukan di berbagai penjuru kota. Meningkatnya jumlah penderita gizi buruk Balita: masih terdapat permasalahan gizi buruk pada anak balita. Hal ini umumnya terjadi pada balita di keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Prevalensi Status Gizi Balita Kota Semarang Tahun adalah sbb: Status Prevalensi (Kasus) Gizi Gizi buruk 0,63 1,23 0,94 Gizi 9,75 11,56 11,09 kurang Gizi baik 86,65 83,68 85,98 Gizi lebih 2,97 3,53 1,99 Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang, Pertumbuhan Penduduk yang Relatif Tinggi Masih Relatif rendahnya partisipasi Pria dalam Ber KB: Partisipasi pria dalam pemakaian alat kontrasepsi sebsar jiwa (7,28%) dari total peserta KB aktif ( jiwa). Keaktifan tersebut dapat dirinci dengan penggunaan MOP sebanyak (17,32%) dan Kondom sebanyak jiwa (82.67%) (Sumber: Badan KB Kota semarang) Masih rendahnya partisipasi IUD: Penggunaan IUD tahun 2008 bagi peserta KB baru sebanyak (5,69%) yang mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebanyak jiwa. Peserta KB lama penggunaan IUD mengalami penurunan pada tahun 2008 sebanyak jiwa (6,21%) dan 2007 sebanyak jiwa Masih adanya kasus Komplikasi Kegagalan KB: Kasus komplikasi KB pada tahun 2007 sebanyak 6 kasus dan pada 2008 menjadi 12 kasus. Kegagalan KB pada tahun 2007 sebanyak 10 kasus dan 2008 menjadi 15 kasus. 75

26 No ISU FAKTA Permasalahan Terkait dengan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR): Masih adanya umur istri pada PUS yang berada di bawah usia 20 tahun yakni sebesar 1 %. Masih sedikitnya Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) yakni hanya 19 kelompok di Kota Semarang. 10 Rendahnya Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga Jumlah Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS): di Kota Semarang pada tahun 2008 hanya 1066 kelompok dengan jumlah anggota UPPKS sebanyak orang. Dari sekian anggota, orang (74,50%) diantaranya merupakan anggota trima bantuan modal, orang (46,64%) anggota yang berusaha dan (56,36%) merupakan anggota yang tidak berusaha Tingginya angka kematian ibu melahirkan: Berdasar Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, 2005 dan Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005: Tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan di Kota Semarang sebanyak 449 jiwa dan cenderung meningkat Angka kematian ibu melahirkan Indonesia < Angka kematian ibu melahirkan Kota Semarang < Angka kematian ibu melahirkan Jawa Tengah = 307 jiwa< 449 jiwa < 509 jiwa) Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005 Sumber: Analisis Penyusun,

DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) PER-TPS PEMILU GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA TENGAH TAHUN 2013 KOTA SEMARANG

DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) PER-TPS PEMILU GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA TENGAH TAHUN 2013 KOTA SEMARANG DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) PER-TPS PEMILU GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JAWA TENGAH TAHUN 2013 KOTA SEMARANG NO KECAMATAN KELURAHAN TPS DAFTAR PEMILIH LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH 1 SEMARANG 1. MIROTO 1 245

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG NOMOR: 45/Kpts/KPU-Kota /2015 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG NOMOR: 45/Kpts/KPU-Kota /2015 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR: 45/Kpts/KPU-Kota-012.329521/2015 TENTANG REKAPITULASI DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) DAN JUMLAH TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA (TPS) DALAM PEMILIHAN WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 62 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 62 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2001 SERI D NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA SEMARANG DENGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG.

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. KATA PENGANTAR Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor yang sangat dominan karena penduduk tidak saja menjadi pelaksana tetapi juga menjadi sasaran dari pembangunan. Oleh karena itu untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2001 SERI D NOMOR 4 PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG K e p a l a,

KATA PENGANTAR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG K e p a l a, KATA PENGANTAR Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor yang sangat dominan karena penduduk tidak saja menjadi pelaksana tetapi juga menjadi sasaran dari pembangunan. Oleh karena itu untuk

Lebih terperinci

Jakarta, 22 Desember Pemerintah Kota Semarang

Jakarta, 22 Desember Pemerintah Kota Semarang Jakarta, 22 Desember 2014 Pemerintah Kota Semarang JAWA TENGAH Posisi Strategis Kota Semarang Ibukota Provinsi Jawa Tengah Terletak pada 6 o 50 7 o 10 S dan 109 o 50 110 o 35 E KOTA SEMARANG PDAM West

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 4.1.12 URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 4.1.12.1 KONDISI UMUM Pembangunan Kependudukan tidak lagi dipahami sebagai usaha untuk mempengaruhi pola dan arah demografi saja, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk kota yang semakin pesat saat ini harus dapat berjalan seiring dengan peningkatan usaha pemenuhan kebutuhan hidup pnduduk kota itu sendiri. Perumahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1976 TENTANG PERLUASAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1976 TENTANG PERLUASAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1976 TENTANG PERLUASAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan di Propinsi Daerah Tingkat

Lebih terperinci

Masterplan Pengembangan Pola Perpasaran Kota Semarang 1

Masterplan Pengembangan Pola Perpasaran Kota Semarang 1 1. Latar Belakang Kota jika dilihat secara kepentingan ekonomi adalah kehidupan nonagraris, yang memiliki fungsi khas kultural, industri dan perdagangan. Perkembangan suatu kota erat kaitannya dengan perubahan

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 4.1.12 URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 4.1.12.1 KONDISI UMUM Pembangunan Kependudukan tidak lagi dipahami sebagai usaha untuk mempengaruhi pola dan arah demografi saja, akan tetapi

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERILAKU BERSEPEDA DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

LATAR BELAKANG PERILAKU BERSEPEDA DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG LATAR BELAKANG PERILAKU BERSEPEDA DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Alfa Narendra Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229, Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat 8 perkiraan laju pertumbuhan penduduk dengan. mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera melalui konsep

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat 8 perkiraan laju pertumbuhan penduduk dengan. mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera melalui konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara ASEAN pertumbuhan penduduknya masih tinggi. Singapura satu-satunya negara maju di ASEAN memiliki perkiraan laju pertumbuhan penduduk 2,6%, Myanmar negara

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB PEMBERDAYAAN MASYARAKAT REALISASI PERSEN TASE (%) ANGGARAN (Rp) SKPD. Hal. 325

URUSAN WAJIB PEMBERDAYAAN MASYARAKAT REALISASI PERSEN TASE (%) ANGGARAN (Rp) SKPD. Hal. 325 22. DAN DESA A. KEBIJAKAN PROGRAM Pembangunan urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa diarahkan pada peran serta dan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan wilayah melalui: 1. Penguatan kelembagaan masyarakat;

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Gunungpati terletak di bagian Selatan Kota Semarang, berbatasan langsung dengan Ungaran. Dari pusat Kota Semarang jaraknya sekitar 17 km.

Lebih terperinci

22. URUSAN WAJIB PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA

22. URUSAN WAJIB PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA 22. URUSAN WAJIB PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA A. KEBIJAKAN PROGRAM Pembangunan urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa diarahkan pada peran serta dan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM. berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal di sebelah barat, Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM. berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal di sebelah barat, Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM 2.1.Gambaran Umum Kota Semarang 2.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373,70 km2 yang lokasinya berbatasan langsung dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1.Sekilas Kota Semarang 2.1.1. Geografis Kota Semarang Secara geografis, Semarang terletak antara 6 50 7 10 Lintang Selatan dan garis 109 35 110 50 Bujur Timur. Kota Semarang memiliki

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN GUNUNGPATI Pada bab ini akan dijelaskan gambaran umum mengenai Kecamatan Gunungpati yang mencakup letak administratif Kecamatan Gunungpati, karakteristik fisik Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah, terbentang antara garis 06 o 50 07 o 10 Lintang Selatan dan garis 110 o 35 Bujur Timur. Sedang

Lebih terperinci

15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA Pembangunan dalam urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera diarahkan pada peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui klinik pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA Pada Tahun 2016 Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Keluarga

Lebih terperinci

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK A. Gambaran Status Baik Balita di Desa Pecuk Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,

Lebih terperinci

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SEMARANG PEMENUHAN KEKURANGAN TRIWULAN 3 & 4 TAHUN 2015

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SEMARANG PEMENUHAN KEKURANGAN TRIWULAN 3 & 4 TAHUN 2015 DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SEMARANG PEMENUHAN KEKURANGAN TRIWULAN 3 & 4 TAHUN 2015 SD/SDLB NO NAMA SEKOLAH KECAMATAN NAMA REKENING (BUKAN NAMA PRIBADI) NOMOR REKENING NAMA

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI KULON PROGO

SAMBUTAN BUPATI KULON PROGO SAMBUTAN BUPATI KULON PROGO PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA DAERAH PROGRAM KELUARGA BERENCANA TAHUN 2009 KABUPATEN KULON PROGO Selasa, 21 April 2008 Assalamu alaikum Wr. WB Salam sejahtera bagi kita sekalian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis dan Hasil 4.1.1 Persebaran Lokasi Tindak Kejahatan Data menunjukkan kejahatan berat yang terjadi di Kota Semarang diantaranya pembunuhan terjadi 12 kasus, perkosaan

Lebih terperinci

Masyarakat Universitas Diponegoro 2. Staf Pengajar Peminatan Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan. Masyarakat Universitas Diponegoro

Masyarakat Universitas Diponegoro 2. Staf Pengajar Peminatan Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan. Masyarakat Universitas Diponegoro IMPLEMENTASI GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN DISTRIBUSI ALAT KONTRASEPSI DI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 50 TAHUN 1992 (50/1992) TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 50 TAHUN 1992 (50/1992) TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 50 TAHUN 1992 (50/1992) TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN-KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA, CILACAP, WONOGIRI, JEPARA, DAN KENDAL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI B. PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA C. PROGRAM KETEHANAN DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA D. PROGRAM PENGUATAN PELEMBAGAAN KELUARGA KECIL

DAFTAR ISI B. PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA C. PROGRAM KETEHANAN DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA D. PROGRAM PENGUATAN PELEMBAGAAN KELUARGA KECIL DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN PROGRAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA B. PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA C. PROGRAM KETEHANAN DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA D. PROGRAM PENGUATAN PELEMBAGAAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN-KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA, CILACAP, WONOGIRI, JEPARA, DAN KENDAL SERTA PENATAAN KECAMATAN DI WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 228 juta jiwa. Dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA O BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA

Lebih terperinci

Grafik 1. Cakupan Laporan JANUARI 45,67 39,75 FKB SWASTA DPS BPS LAINNYA

Grafik 1. Cakupan Laporan JANUARI 45,67 39,75 FKB SWASTA DPS BPS LAINNYA 1 I. Pelayanan Kontrasepsi A. Cakupan Laporan Fasilitas Kesehatan KB Pada bulan Januari 2016, laporan hasil pelayanan kontrasepsi dilaporkan oleh 10 Kab/Kota. Dengan rincian Faskes KB pemerintah 60,23

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi - 55-12. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi Pria, Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi,

Lebih terperinci

Usulan Bantuan Pembangunan Kota Semarang Tahun 2016

Usulan Bantuan Pembangunan Kota Semarang Tahun 2016 Usulan Pembangunan Tahun 2016 No Usulan Khusus Sarpras Big Sub big Keluaran Penajaman Usulan A. BANTUAN KEUANGAN KHUSUS 1 Fasilitasi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) 2 Perencanaan program PUS, bantuan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pelayanan Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Pelaksanaan Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SEMARANG BARAT

BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SEMARANG BARAT BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SEMARANG BARAT A. Profil KPP Pratama Semarang Barat Moderenisasi sistem administrasi perpajakan yang di mulai sejak tahun 2002 tidak terasa telah

Lebih terperinci

Grafik 1. Cakupan Laporan Kaltim FEBRUARI 24,86 FKB FKB SWASTA DPS BPS LAINNYA PEMERINTAH. Grafik 2. Cakupan Laporan Kaltara FEBRUARI

Grafik 1. Cakupan Laporan Kaltim FEBRUARI 24,86 FKB FKB SWASTA DPS BPS LAINNYA PEMERINTAH. Grafik 2. Cakupan Laporan Kaltara FEBRUARI 1 I. Pelayanan Kontrasepsi A. Cakupan Laporan Fasilitas Kesehatan KB Pada bulan Februari 2016, laporan hasil pelayanan kontrasepsi Prov. Kaltim dilaporkan oleh 9 Kab/Kota dan Prov. Kaltara oleh 2 Kab/Kota.

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KERJA DAERAH PROGRAM KB NASIONAL PROPINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2009

RUMUSAN RAPAT KERJA DAERAH PROGRAM KB NASIONAL PROPINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2009 RUMUSAN RAPAT KERJA DAERAH PROGRAM KB NASIONAL PROPINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2009 Rapat Kerja Daerah Program KB Nasional (RAKERDA) Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009 diselenggarakan tanggal 18 Maret 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR TENTANG. dan. Menimbang. Dasar : 1. Negara. Provinsi. Bangkaa. Indonesia Tahun Belitung (Lembaran 4268); Indonesia.

SALINAN NOMOR TENTANG. dan. Menimbang. Dasar : 1. Negara. Provinsi. Bangkaa. Indonesia Tahun Belitung (Lembaran 4268); Indonesia. BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGAA

Lebih terperinci

Grafik 1. Cakupan Laporan Kaltim MARET 64,96 57,01 28,49 FKB SWASTA DPS BPS LAINNYA. Grafik 2. Cakupan Laporan Kaltara MARET 46,30

Grafik 1. Cakupan Laporan Kaltim MARET 64,96 57,01 28,49 FKB SWASTA DPS BPS LAINNYA. Grafik 2. Cakupan Laporan Kaltara MARET 46,30 1 I. Pelayanan Kontrasepsi A. Cakupan Laporan Fasilitas Kesehatan KB Pada bulan Maret 2016, laporan hasil pelayanan kontrasepsi Prov. Kaltim dilaporkan oleh 9 Kab/Kota dan Prov. Kaltara oleh 4 Kab/Kota.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dan memiliki fungsi untuk meningkatkan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dan memiliki fungsi untuk meningkatkan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Kantor Kecamatan Candi Kantor Kecamatan Candi merupakan sebuah lembaga yang berada di bawah Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dan memiliki fungsi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 8 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum PDAM TIRTA MOEDAL kota Semarang. Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Moedal Kota Semarang merupakan perusahaan milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2008, juga tengah giat membangun daerahnya. Sebagai daerah yang masih

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2008, juga tengah giat membangun daerahnya. Sebagai daerah yang masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Pringsewu sebagai sebuah Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dibentuk berdasarkan Surat Keterangan Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI) nomor 48 Tahun 2008,

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 358 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi 1. Kebijakan

Lebih terperinci

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

K O T A S E M A R A N G

K O T A S E M A R A N G PENANGGULANGAN KEMISKINAN K O T A S E M A R A N G. Bappeda Kota Semarang 3 Oktober 2017 VISI & MISI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2016-2021 Semarang Kota Perdagangan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017 SKPD KEPALA SKPD BENDAHARA PENGELUARAN BULAN : DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGENDALIAN PENDUDUK

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

IV.B.15. Urusan Wajib Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

IV.B.15. Urusan Wajib Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera 15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA Keluarga berencana dan keluarga sejahtera memiliki makna yang sangat strategis, komprehensif dan fundamental dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2016 A. Capaian Kinerja Organisasi Akuntabilitas Kinerja Badan

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, KELUARGA BERENCANA DAN KETAHANAN PANGAN WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA SEMARANG TAHUN 2005-2010 Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 41 TAHUN TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN (COMPANY PROFILE)

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN (COMPANY PROFILE) BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN (COMPANY PROFILE) Obyek penelitian dalam skripsi ini adalah kecamatan kecamatan yang ada di kota Semarang, kecamatan itu diantaranya kecamatan Tembalang, kecamatan Tugu,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 NOMOR 14 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

KAMPUNG K B OLEH DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUN DAN PERLINDUNGAN ANAK,PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA KOTA BUKITTINGGI

KAMPUNG K B OLEH DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUN DAN PERLINDUNGAN ANAK,PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA KOTA BUKITTINGGI KAMPUNG K B OLEH DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUN DAN PERLINDUNGAN ANAK,PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA KOTA BUKITTINGGI Pengertian Kampung KB adalah satuan wilayah setingkat RW, dusun atau setara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 60 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN IV.1. Tujuan 1. Menguatkan akses pelayanan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera yang merata dan berkualitas 2. Peningkatan pembinaan peserta KB

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM DAERAH

BAB II KONDISI UMUM DAERAH BAB II KONDISI UMUM DAERAH II.1 KONDISI GEOGRAFIS Kota Semarang merupakan Ibukota Propinsi Jawa Tengah, berada pada pelintasan Jalur Jalan Utara Pulau Jawa yang menghubungkan Kota Surabaya dan Jakarta.

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berororientasi pada hasil, yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Jabatan

Lebih terperinci

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SEMARANG PENCAIRAN PEMENUHAN KEKURANGAN TAHUN 2013

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SEMARANG PENCAIRAN PEMENUHAN KEKURANGAN TAHUN 2013 DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA SEMARANG PENCAIRAN PEMENUHAN KEKURANGAN TAHUN 2013 SD/SDLB NO NAMA SEKOLAH KECAMATAN NAMA REKENING (BUKAN NAMA PRIBADI) NOMOR REKENING NAMA BANK

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

RENCANA AKSI TAHUN 2018 DP2KBP3A KABUPATEN KEDIRI

RENCANA AKSI TAHUN 2018 DP2KBP3A KABUPATEN KEDIRI RENCANA AKSI TAHUN 2018 DP2KBP3A KABUPATEN KEDIRI No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 1. Meningkatnya partisipasi 1. Persentase Peserta KB Aktif MKJP - - - 25,60% masyarakat

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 274 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi 1. Kebijakan dan Pelaksanaan Jaminan dan Pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017 SKPD : DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BE PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

L K P J W A L I K O T A S E M A R A N G A K H I R T A H U N A N G G A R A N H a l - 238

L K P J W A L I K O T A S E M A R A N G A K H I R T A H U N A N G G A R A N H a l - 238 4.1.11 URUSAN WAJIB PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 4.1.11.1 KONDISI UMUM Terkait dengan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, khususnya di Kota Semarang salah satu agenda yang dilakukan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia pada tahun 2011 sudah mencapai 7 miliar, jumlah tersebut memberikan kesempatan dan sekaligus tantangan bagi kita. Segi positifnya, penduduk dunia semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah adalah dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Maksud & Tujuan Penyusunan Lakip

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Maksud & Tujuan Penyusunan Lakip BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud & Tujuan Penyusunan Lakip Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa setiap penyelenggaraan dari tugas, fungsi dan kewenangan suatu organisasi perlu di ukur dan di evaluasi

Lebih terperinci

15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara berkembang yang menyepakati tujuan-tujuan pembangunan global dalam Millenium Development Goals (MDGs)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TINGKAT PEMERINTAH

PENETAPAN KINERJA TINGKAT PEMERINTAH PENETAPAN KINERJA TINGKAT PEMERINTAH KABUPATEN TAHUN : 2012 : PENAJAM PASER UTARA SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET Dituntaskannya program wajib belajar dua belas tahun pada seluruh siswa Persentase

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA LAKIP 2016 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja disusun sebagai wujud pertanggungjawaban keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN KABUPATEN : PENAJAM PASER UTARA TAHUN : 2010 RENCANA KINERJA TAHUNAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET Persentase Angka Partisipasi Sekolah (APM) SD/ MI 92 Persen Dituntaskannya program wajib

Lebih terperinci

BAB IV P E N U T U P

BAB IV P E N U T U P BAB IV P E N U T U P 4.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari Analisa Data Secara Integratif Untuk Menghasilkan Database Kecamatan dan Atlas adalah sebagai berikut: 1. Gambaran umum sejauh mana pencapain

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA (P2WKSS) DESA GALANGGANG KECAMATAN BATUJAJAR BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA (P2WKSS) DESA GALANGGANG KECAMATAN BATUJAJAR BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA (P2WKSS) DESA GALANGGANG KECAMATAN BATUJAJAR BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya, hakekat pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pedurungan adalah sebuah kecamatan yang ada di Kota Semarang, Indonesia. Kecamatan Pedurungan memiliki 12 Kelurahan yang meliputi Kelurahan Gemah,

Lebih terperinci

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Arif Haryana *) Pendahuluan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN

URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN 4.1.21. URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN 4.1.21.1 KONDISI UMUM Urusan ketahanan pangan secara substansial ditujukan untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan ketersediaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017 SKPD : DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BE PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci