Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta"

Transkripsi

1 Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Desember Henry Sarnowo 169 Vol. I, No. 2, Desember 2010, KLasifikasi DAERAH KABUPATEN/KOTA di PROPINSI jawa tengah dengan pendekatan tipologi klassen Henry Sarnowo Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta Abstract This research is aimed to determine classification of regions (county and city) at Jawa Tengah province during the year of based on Klassen Typology. Some research conclusions are drawn using Klassen Typology approach. Most of counties at Jawa Tengah province are classified as low growth and low income, which consist of 17 counties. Two counties and 2 cities are classified as high income but low growth, Six counties and 2 cities are classified as high growth but low income. Four counties and 2 cities are classified as high growth and high income. Policy maker is suggested to pay more attention on counties classified as low growth and low income by opening opportunity to invest on those counties. Key words: Klassen Typology, classification of regions, low growth and low income. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintahan daerah adalah menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah yang dimaksud adalah pemerintahan daerah propinsi dan pemerintahan daerah kabupaten / kota. Untuk membiayai pelaksanaan fungsi pemerintahan, Pemerintah Daerah mempunyai sumber-sumber penerimaan daerah yang tercantum dalam UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yaitu Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan. Pembiayaan terdiri atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah, dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Adanya kewenangan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan hampir seluruh fungsi pemerintahan menyebabkan kebutuhan dana yang cukup besar untuk membiayai pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, tidak terkecuali Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah. Apalagi Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang membawahi cukup banyak daerah kabupaten / kota, yaitu sebanyak 35 kabupaten / kota, yang terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran menunjukkan bahwa

2 170 Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Desember Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah propinsi yang memiliki daya saing daerah cukup kuat secara nasional karena mempunyai peringkat yang cukup tinggi secara merata di semua aspek yang menjadi indikator daya saing daerah. Salah satu indikator daya saing daerah tersebut adalah perekonomian daerah, yang mana Propinsi Jawa Tengah menempati urutan ke-4, sedangkan untuk sub indikator pengeluaran (konsumsi) pemerintah menempati urutan pertama (Abdullah, dkk, 2002: 69). Adapun perkembangan perekonomian daerah Propinsi Jawa Tengah ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan PDRB, dan PDRB per Kapita Propinsi Jawa Tengah, Tahun Perumusan Masalah Setelah memperhatikan latar belakang tersebut di muka, maka penulis mencoba merumuskan masalah penelitian ini, yaitu bagaimana klasifikasi daerah (kabupaten / kota) di Propinsi Jawa Tengah tahun menurut Tipologi Klassen? 3. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan tersebut di muka, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menentukan klasifikasi daerah (kabupaten / kota) di Propinsi Jawa Tengah tahun menurut Tipologi Klassen. Tahun Produk Domestik Regional Bruto Laju Pertumbuhan PDRB (PDRB) (jutaan Rp) PDRB (%) per Kapita (Rp) , , , , , , , , , ,20 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah Dalam Angka, Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita Propinsi Jawa Tengah selalu mengalami kenaikan selama periode tahun PDRB pada 2003 sebesar Rp ,- menjadi Rp ,- pada Laju pertumbuhan PDRB pada 2003 sebesar 4,98% menjadi 5,59% pada 2007, atau mengalami pertumbuhan rata-rata 5,28% per tahun. PDRB per kapita pada 2003 sebesar Rp ,16 menjadi Rp ,20 pada LANDASAN TEORI 1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada, dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Jika dibuat suatu fungsi, pembangunan daerah merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja, investasi, entrepreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah,

3 Desember Henry Sarnowo 171 pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan-bantuan pembangunan (L. Arsyad, 1999). 2. Strategi Pembangunan Seimbang Strategi pembangunan seimbang diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis industri secara bersamaan sehingga industri tersebut saling menciptakan pasar bagi yang lain. Selain itu dapat juga diartikan sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor (L. Arsyad, 1999). Menurut Abipraja, pembangunan seimbang dalam hubungannya dengan pembangunan daerah adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata di berbagai daerah sehingga setiap daerah mencapai tingkat laju pembangunan yang sama (Wardana, 2007). 3. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industriindustri yang menggunakan sumberdaya lokal akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job creation). Kelemahan model ini adalah ketergantungan pada permintaan ekternal, sehingga menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi (L. Arsyad, 1999). 4. Teori Kausasi Kumulatif Konsep dasar tesis kausasi komulatif (cumulative causation) ditunjukkan oleh kondisi daerah-daerah di sekitar kota yang semakin buruk. Kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerahdaerah tersebut. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif daripada daerah-daerah yang lain. Hal inilah yang disebut oleh Myrdal sebagai backwash effect (L. Arsyad, 1999). 5. Klassen Typology (Tipologi Klassen) Klassen Typology (Tipologi Klassen) adalah alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Klasifikasi daerah kabupaten / kota menurut Tipologi Klassen adalah sebagai berikut (H. Aswandi dan M. Kuncoro, 2002: 30): a. daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah daerah kabupaten/kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah propinsi; b. daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah daerah kabupaten/ kota yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah propinsi; c. daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah kabupaten/kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, tetapi memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah propinsi; d. daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah daerah kabupaten/ kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapat per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah propinsi. Dikatakan tinggi apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan dengan indikator di propinsi, dan dikatakan rendah apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan indikator di propinsi.

4 172 Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Desember 6. Hasil Penelitian Sebelumnya a. Hairul Aswandi dan Mudrajat Kuncoro (2002) Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 10 (sepuluh) kabupaten/ kota di Propinsi Kalimantan Selatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh terdiri atas Kabupaten Kotabaru. Kedua, Daerah Maju tetapi Tertekan terdiri atas Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Banto Kuala. Ketiga, Daerah Berkembang Cepat terdiri atas Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, dan Tapin. Keempat, Daerah Relatif Tertinggal terdiri atas Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Tengah. b. Elia Radianto (2003) Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 5 (lima) kabupaten/kota di Propinsi Maluku dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, tidak ada kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Kedua, Daerah Maju tetapi Tertekan terdiri atas Kota Ambon. Ketiga, Daerah Berkembang Cepat terdiri atas Kabupaten Maluku Tenggara, dan Maluku Tenggara Barat, Keempat, Daerah Relatif Tertinggal terdiri atas Kabupaten Maluku Tengah, dan Pulau Buru. c. Bank Indonesia (2006) Berdasarkan data pada kedua tabel di atas, dapat dibagi kabupaten/kota di Propinsi Bali menjadi 4 klasifikasi sesuai dengan Tipologi Klassen. Pertama, daerah cepat maju dan cepat tumbuh terdiri atas Kabupaten Badung, Kabupaten Klungkung dan Kota Denpasar. Kedua, daerah berkembang cepat terdiri atas Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Gianyar. Ketiga, daerah maju tapi tertekan. Keempat, daerah relatif tertinggal terdiri atas Kabupaten Bangli dan Kabupaten Karangasem. Hal ini menunjukkan bahwa tidak satupun kabupaten/kota yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Propinsi Bali. d. I Made Wardana (2007) Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 9 (sembilan) kabupaten/kota di Propinsi Bali dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh terdiri atas Kabupaten Badung, dan Kota Denpasar. Kedua, tidak ada kabupaten/ kota yang termasuk dalam klasifikasi Daerah Maju tetapi Tertekan. Ketiga, Daerah Berkembang Cepat terdiri atas Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar, Klungkung, dan Buleleng. Keempat, Daerah Reratif Tertinggal terdiri atas Kabupaten Bangli, dan Karangasem. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 9 (sembilan) sektor di Propinsi Bali dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Sektor Cepat Maju dan Cepat Tumbuh adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Kedua, Sektor Maju tetapi Tertekan terdiri atas Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, serta Sektor Jasa-jasa. Ketiga, Sektor Berkembang Cepat terdiri atas Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta Sektor Bangunan. Keempat, Sektor Reratif Tertinggal terdiri atas Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Sektor Industri Pengolahan, serta Sektor Pertambangan dan Penggalian. e. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis (2007) Berdasarkan Tipologi Klassen, pada tahun 2006 kabupaten/kota di Propinsi Riau terbagi menjadi 4 klasifikasi. Pertama, daerah cepat maju dan cepat tumbuh (Kuadran I) terdiri atas Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kuantan Singingi, karena di kedua daerah ini baik pertumbuhan ekonominya maupun PDRB perkapitanya di atas rata-rata

5 Desember Henry Sarnowo 173 besaran ini dari seluruh kabupaten/kota. Kedua, daerah maju tapi tertekan (Kuadran II) terdiri atas Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan. Ketiga, daerah berkembang cepat (Kuadran III) terdiri atas Kota Dumai. Kempat, daerah relatif tertinggal (Kuadran IV) terdiri atas Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Bengkalis. Kabupaaten/kota tersebut dapat berada pada Kuadran IV karena penghitungan Tipologi Klassen ini menggunakan PDRB per Kapita tanpa migas, sedangkan di kabupaten/ kota tersebut migas menjadi komponen utama dalam perekonomiannya. f. Ernawati Pasaribu (2009) Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, 14 kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Tengah dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh terdiri atas Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur. Kedua, Daerah Maju tetapi Tertekan terdiri atas Kabupaten Sukamara, Lamandau, Seruyan, Katingan, Barito Utara, dan Murung Raya. Ketiga, tidak ada kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi Daerah Berkembang Cepat, Keempat, Daerah Relatif Tertinggal terdiri atas Kota Palangkaraya, Gunung Mas, Barito Timur, Barito Selatan, Kapuas, dan Pulang Pisau. Konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun c. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Data ini merupakan data di tingkat propinsi maupun data di tingkat kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. yang sesuai dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 3. Alat Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Klassen Typology (Tipologi Klassen), yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Klasifikasi berdasarkan wilayah ditunjukkan dalam tabel 2 berikut. METODE PENELITIAN 1. Variabel a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun ; c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Atas Dasar Harga

6 174 Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Desember Tabel 2. Klasifikasi Daerah Menurut Klassen Typology (Tipologi Klassen). PDRB per kapita (y) Laju pertumbuhan PDRB (g) g i > g g i < g di mana : g i = Laju pertumbuhan PDRB kabupaten/ kota i y i = Pendapatan per kapita kabupaten/ kota i g = Laju pertumbuhan PDRB propinsi y = Pendapatan per kapita propinsi ANALISIS DATA DAN HASIL PENELI- TIAN Berdasarkan data Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah dapat ditentukan peringkat tinggi atau rendah terhadap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah tersebut. Dikatakan tinggi apabila Laju y i > y Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh Daerah Maju tapi Tertekan y i < y Daerah Berkembang Cepat Daerah Relatif Tertinggal Pertumbuhan PDRB suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan dengan Laju Pertumbuhan PDRB propinsi, dan PDRB per kapita suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB per kapita propinsi. Dikatakan rendah apabila laju pertumbuhan PDRB suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB propinsi, dan PDRB per kapita suatu kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan PDRB per kapita propinsi. Hasil peringkat tersebut ditunjukkan dalam tabel 3. Dari hasil peringkat dalam tabel 3, kabupaten/kota tersebut kemudian diklasifikasikan dengan pendekatan Tipologi Klassen yang hasilnya seperti ditunjukkan dalam tabel 4. Tabel 3. Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah Tahun No. Kabupaten/Kota Laju Pertumbuhan PDRB PDRB per Kapita Rerata (%) Tinggi/Rendah Rerata (ribu Rp) Tinggi/Rendah 1. Kab. Cilacap 4.97 Tinggi Tinggi 2. Kab. Banyumas 4.17 Rendah Rendah 3. Kab. Purbalingga 4.39 Tinggi Rendah 4. Kab. Banjarnegara 4.01 Rendah Rendah 5. Kab. Kebumen 3.18 Rendah Rendah 6. Kab. Purworejo 4.79 Tinggi Rendah 7. Kab. Wonosobo 2.93 Rendah Rendah 8. Kab. Magelang 4.56 Tinggi Rendah 9. Kab. Boyolali 4.12 Rendah Rendah

7 Desember Henry Sarnowo Kab. Klaten 4.00 Rendah Rendah 11. Kab. Sukoharjo 4.41 Tinggi Tinggi 12. Kab. Wonogiri 4.01 Rendah Rendah 13. Kab. Karanganyar 5.59 Tinggi Tinggi 14. Kab. Sragen 4.93 Tinggi Rendah 15. Kab. Grobogan 3.82 Rendah Rendah 16. Kab. Blora 3.78 Rendah Rendah 17. Kab. Rembang 4.09 Rendah Rendah 18. Kab. Pati 3.14 Rendah Rendah 19. Kab. Kudus 4.87 Tinggi Tinggi 20. Kab. Jepara 4.18 Rendah Rendah 21. Kab. Demak 3.65 Rendah Rendah 22. Kab. Semarang 3.37 Rendah Tinggi 23. Kab. Temanggung 3.72 Rendah Rendah 24. Kab. Kendal 3.21 Rendah Tinggi 25. Kab. Batang 2.69 Rendah Rendah 26. Kab. Pekalongan 4.17 Rendah Rendah 27. Kab. Pemalang 3.89 Rendah Rendah 28. Kab. Tegal 5.25 Tinggi Rendah 29. Kab. Brebes 4.80 Tinggi Rendah 30. Kota Magelang 3.88 Rendah Tinggi 31. Kota Surakarta 5.66 Tinggi Tinggi 32. Kota Salatiga 4.44 Tinggi Rendah 33. Kota Semarang 5.00 Tinggi Tinggi 34. Kota Pekalongan 3.72 Rendah Tinggi 35. Kota Tegal 5.38 Tinggi Rendah Propinsi Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, Data diolah.

8 176 Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Desember Tabel 4. Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Klassen Typology (Tipologi Klassen) PDRB per kapita (y) Laju pertumbuhan PDRB (g) g i > g g i < g Sumber: Data diolah. y i > y Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh: Kab. Cilacap, Kab. Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab. Kudus, Kota Surakarta, Kota Semarang. Daerah Maju tapi Tertekan: Kab. Semarang, Kab. Kendal, Kota Magelang, Kota Pekalongan. y i < y Daerah Berkembang Cepat: Kab. Purbalingga, Kab. Purworejo, Kab. Magelang, Kab. Sragen, Kab. Tegal, Kab. Brebes, Kota Salatiga, Kota Tegal. Daerah Relatif Tertinggal: Kab. Banyumas, Kab. Banjarnegara, Kab. Kebumen, Kab. Wonosobo, Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Kab. Wonogiri, Kab. Grobogan, Kab. Blora, Kab. Rembang, Kab. Pati, Kab. Jepara, Kab. Demak, Kab. Temanggung, Kab. Batang, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang. Tabel 4 menunjukkan bahwa kabupaten/ kota yang termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Kudus, Kota Surakarta, dan Kota Semarang. Kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kota Magelang, dan Kota Pekalongan. Kabupaten/kota yang termasuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat adalah Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Salatiga, dan Kota Tegal. Kabupaten yang lainnya termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal. Dari tabel 4 juga terlihat bahwa sebagian besar kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal, yaitu sebanyak 17 kabupaten, 2 kabupaten

9 Desember Henry Sarnowo 177 dan 2 kota termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan, 6 kabupaten dan 2 kota termasuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat, sedangkan 4 kabupaten dan 2 kota termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menggunakan analisis Tipologi Klassen pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh sebanyak 4 kabupaten dan 2 kota. Kedua, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat sebanyak 6 kabupaten dan 2 kota. Ketiga, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan sebanyak 2 kabupaten dan 2 kota. Keempat, daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal sebanyak 17 kabupaten. 2. Saran Berdasarkan hasil-hasil analisis dapat ditarik implikasi kebijakan sebagai berikut. Pertama, kebijakan pengeluaran pembangunan daerah hendaknya lebih ditujukan kepada kabupaten-kabupaten yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal, mengingat jumlahnya yang masih cukup banyak. Meskipun demikian kabupaten/kota lainnya tetap mendapatkan perhatian sesuai dengan potensi dan peluang pengembangannya, terutama yang termasuk dalam klasifikasi daerah maju tapi tertekan, dan daerah berkembang cepat. Kedua, untuk meningkatkan perekonomian kabupaten yang termasuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal, diperlukan kebijakan yang memberikan insentif bagi investasi di daerah tersebut. Insentif dapat berupa perbaikan prasarana maupun lingkungan yang kondusif untuk berinvestasi di daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Piter, dkk Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta. Arsyad, Lincolin, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta. Aswandi, Hairul dan Mudrajad Kuncoro Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan , Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 17, Nomor 1. Bank Indonesia, Analisis Klassen Typology Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis, Pendapatan Regional Bengkalis, Bahl, Roy and Wallace, Sally Fiscal Decentralization: The Provincial-Local Dimension. Public Finance in Developing and Transition Countries: A Conference in Honor of Richard Bird Conference Papers. April 3. Georgia State University, Atlanta, Georgia. Carrol, Michael C. and Stanfield, James R Sustainable Regional Economic Development. Journal of Economic Issues. Volume XXXV, Nomor 2. Pasaribu, Ernawati, Tinjauan Kinerja Ekonomi Regional: Studi Empiris Provinsi Kalimantan Tengah

10 178 Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Desember Radianto, Elia Evaluasi Pembangunan Regional Pasca Kerusuhan di Maluku, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Volume 51, Nomor 4. Reksohadiprodjo, Sukanto Ekonomika Publik. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta. Sidik, Machfud Kebijakan, Implementasi dan Pandangan ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Seminar Nasional: Menciptakan Good Governance demi Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. 20 April. Yogyakarta. Wardana, I Made Analisis Strategi Pembangunan Provinsi Bali Menuju Balance Growth, Buletin Studi Ekonomi, Volume 12, Nomor 2. Widodo, Tri Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah), UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI WILAYAH PROVINSI DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN TIPOLOGI KLASSEN

KLASIFIKASI WILAYAH PROVINSI DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN TIPOLOGI KLASSEN 45 KLASIFIKASI WILAYAH PROVINSI DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN TIPOLOGI KLASSEN Henry Sarnowo Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta hensnine@yahoo.co.id ABSTRACT The purpose of this study was

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Nomor : 7569 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli Daftar Undangan

Lampiran 1 Nomor : 7569 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli Daftar Undangan Lampiran 1 Nomor : 7569 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli 2017 Daftar Undangan 1. Kepala Badan Pengembangan SDM Kabupaten Banjarnegara 2. Kepala Badan Pengembangan SDM Kabupaten Banyumas 3. Kepala Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

Jumlah No. Provinsi/ Kabupaten Halaman Kabupaten Kecamatan 11. Provinsi Jawa Tengah 34 / 548

Jumlah No. Provinsi/ Kabupaten Halaman Kabupaten Kecamatan 11. Provinsi Jawa Tengah 34 / 548 4. Kota Bekasi 23 109 5. Kota Bekasi 10 110 6. Kabupaten Purwakarta 17 111 7. Kabupaten Bandung 43 112 8. Kodya Cimahi 3 113 9. Kabupaten Sumedang 26 114 10. Kabupaten Garut 39 115 11. Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PANGSA EKONOMI SEKTORAL DAN TIPOLOGI DAERAH DI WILAYAH JAWA BAGIAN TENGAH Oleh: Agus Arifin 1) dan Dijan Rahajuni 2)

PANGSA EKONOMI SEKTORAL DAN TIPOLOGI DAERAH DI WILAYAH JAWA BAGIAN TENGAH Oleh: Agus Arifin 1) dan Dijan Rahajuni 2) EKO-REGIONAL, Vol 2, No.2, September 2007 PANGSA EKONOMI SEKTORAL DAN TIPOLOGI DAERAH DI WILAYAH JAWA BAGIAN TENGAH Oleh: Agus Arifin 1) dan Dijan Rahajuni 2) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh: Riyadi Nurrohman 06630011 ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

Laut, Kota Baru, Tanah Bumbu, dan Banjar. Di provinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di 11 kabupaten/kota,

Laut, Kota Baru, Tanah Bumbu, dan Banjar. Di provinsi Nusa Tenggara Timur tersebar di 11 kabupaten/kota, Hulu Sungai Selatan, Balangan, Tanah Laut, Kota Baru, Tanah Bumbu, dan Banjar. Wilayah lokasi Pamsimas Selatan; dan kota : Pasaman, Sawahlunto, Payakumbuh, Padang. Provinsi Riau tersebar di 6 kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth :

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth : Lampiran Surat No : KL.01.01.01/BIII.1/1022/2017 Kepada Yth : Provinsi Banten 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak 3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Suhartono (tono@ut.ac.id) Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka ABSTRACT The purpose of article is to analyze the potential

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 1 (1) (2012) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN DALAM KAWASAN BARLINGMASCAKEB

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

Provinsi Jawa Tengah. Daftar Lampiran:

Provinsi Jawa Tengah. Daftar Lampiran: Daftar Lampiran: 1. Daftar Lokasi Program Pamsimas 2. Daftar Kegiatan Program Pamsimas Tahun 2013 3. Status pemenuhan kewajiban replikasi sampai dengan Tahun 2013 4. Matriks Laporan Kesiapan Dukungan Anggaran

Lebih terperinci

ANALISIS KETEPATAN PENETAPAN KAWASAN ANDALAN (STUDI KASUS DI JAWA TENGAH ) Oleh: Sri Mulyani 1), Herman Sambodo 2), Lilis Siti Badriah 3)

ANALISIS KETEPATAN PENETAPAN KAWASAN ANDALAN (STUDI KASUS DI JAWA TENGAH ) Oleh: Sri Mulyani 1), Herman Sambodo 2), Lilis Siti Badriah 3) EKO-REGIONAL, Vol. 3, No.1, Maret 2008 ANALISIS KETEPATAN PENETAPAN KAWASAN ANDALAN (STUDI KASUS DI JAWA TENGAH 2000 2005) Oleh: Sri Mulyani 1), Herman Sambodo 2), Lilis Siti Badriah 3) 1) Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat ditentukan menggunakan indeks Williamson yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

RINCIANALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2007, TAHUN ANGGARAN 2008, DAN TAHUN ANGGARAN 2009 YANG DIALOKASIKAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

C. REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN)

C. REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) C. REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) DAFTAR ISI No. 01. Propinsi Nangroe Aceh Darussalam 10 / 136 23 1. Kabupaten Aceh Selatan 14 24 2. Kabupaten Aceh Sungkil

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

HASIL PENGAWASAN TAHAPAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2018 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

HASIL PENGAWASAN TAHAPAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2018 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA HASIL PENGAWASAN TAHAPAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2018 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PENGANTAR Badan Pengawas Pemilihan Umum melaksanakan pengawas terhadap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci