BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis Teori Permintaan Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode tertentu. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Dalam menganalisa permintaan perlu dibedakan antara permintaan dan jumlah barang yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan hubungan antara harga dan jumlah permintaan. Sedangkan jumlah barang yang diminta merupakan banyaknya permintaan pada tingkat harga tertentu. Hubungan antara jumlah permintaan dan harga ini menimbulkan adanyanya hukum permintaan. Hukum permintaan pada hakekatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan atas barang tersebut, begitupun sebaliknya. Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat dilihat pada Gambar 2.1. P P 0 P 1 D Q 0 Q 1 Q Gambar 2.1 Kurva Permintaan Untuk barang normal, pada harga yang sama bertambahnya pendapatan konsumen dan meratanya pendapatan bisa menyebabkan meningkatnya permintaan. Dengan demikian, kurva permintaan barang yang arahnya negatif ini akan bergeser ke kanan, dengan syarat ceteris paribus. Sebaliknya untuk barang inferior, bertambahnya pendapatan justru mengakibatkan berkurangnya permintaan. Ini berarti dengan 9

2 10 naiknya pendapatan, kuva permintaan akan bergeser ke kiri, ceteris paribus. Untuk barang netral, bertambah atau berkurangnya pendapatan tidak akan mempengaruhi fungsi permintaan. Barang-barang normal, seperti kacang kedelai, pakaian, dan sebagainya, selalu mengikuti hukum permintaan yang menyatakan bahwa makin tinggi harga, makin berkurang permintaan, atau sebaliknya. Sedangkan pada barang netral, seperti garam, tinggi rendahnya harga tidak akan (sedikit sekali) mempengaruhi fluktuasi. Sebab, walaupun harga garam turun, orang tidak akan menambah konsumsi garam. Begitu juga sebaliknya bila harga garam naik, konsumen tidak bisa mengurangi kebutuhannya akan garam, kecuali bagi konsumen yang mengalami penyakit tertentu. (Daniel, M., 2001) Menurut Sukirno (1994) ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan, yaitu : a. Pendapatan konsumen Perubahan dalam pendapatan selalu menimbulkan perubahan atas permintaan berbagai jenis barang. Berdasarkan sifat perubahan permintaan yang akan berlaku apabila pendapatan berubah, berbagai jenis barang dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: i. Barang normal, yaitu barang yang mengalami kenaikan dalam permintaan sebagai akibat dai kenaikan pendapatan. Kebanyakan barang yang ada dalam masyarakat termasuk dalam holongan ini. Ada dua faktor yang menyebabkan barang-barang seperti itu, permintaannya akan mengalami kenaikan jika pendapatan konsumen bertambah, yaitu : pertambahan pendapatan menambah kemampuan untuk membeli lebih banyak barang-barang, dan konsumen dapat menukar konsumsinya dari barang yang kurang baik mutunya ke barang-barang yang lebih baik. ii. Barang inferior, yaitu barang yang banyak diminta oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Jika pendapatan bertambah, maka permintaan barang-barang inferior berkurang. Konsumen yang mengalami kenaikan pendapatan akan mengurangi pengeluarannya

3 11 untuk barang-barang inferior dan menggantinya dengan barangbarang yang lebih baik mutunya. b. Jumlah penduduk Pertambahan jumlah penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan bertambahnya permintaan. Akan tetapi biasanya pertambahan penduduk akan diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan, sehingga menambah daya beli masyarakat. Penambahan ini akan menambah jumlah permintaan. c. Harga barang yang lain Berkaitan diantara sesuatu barang dengan berbagai jenis barang lainnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan barang, yaitu : i. Barang substitusi (pengganti), yaitu barang yang menggantikan barang lainnya, jika barang tersebut dapat menggantikan fungsinya. Harga barang pengganti dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat digantikannya. Sekiranya harga barang pengganti bertambah murah, maka barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan. ii. Barang komplementer (pelengkap), yaitu barang yang dikonsumsi bersama-sama atau berpasangan. Kenaikan atau penurunan permintaan barang pelengkap selalu sejalan dengan perubahan permintaan barang yang dilengkapinya. Jika permintaan barang yang dilengkapi naik, maka permintaan barang pelengkap juga naik. iii. Barang netral (barang yang tidak berkaitan), yaitu barang yang tidak memiliki kaitan yang rapat. Perubahan permintaan salah satu barang tidak akan mempengaruhi permintaan barang lainnya. d. Selera konsumen Semakin tinggi selera konsumen terhadap suatu barang, semakin banyak barang yang diminta. Selera konsumen dapat dinyatakan dalam indeks preferensi konsumen. Indeks ini dapat diperbaharui setiap saat

4 12 dengan dasar survei mengenai tingkah laku konsumen terhadap barang yang bersangkutan. e. Ramalan mengenai masa datang Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa yang akan datang dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan konsumen bahwa harga-harga akan menjadi bertambah tinggi di msa datang akan mendorong untuk lebih banyak membeli di masa sekarang. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat di masa mendatang. Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya permintaan atas hasil produksi pertanian yaitu bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan perilaku konsumen. Disamping itu adanya kenaikan jumlah pendapatan mengakibatkan konsumen cenderung untuk meningkatkan pola konsumsinya. Faktor lain yang menentukan bertambahnya jumlah permintaan adalah harga dari komoditas pertanian tersebut serta harga barang substitusi dan harga barang komplementer Elastisitas Elastisitas permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya (ceteris paribus). Ada tiga faktor terpenting yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lain dan pendapatan. Elastisitas yang dikaitkan dengan harga barang itu sendiri disebut elastisitas harga. Sedangkan elastisitas yang dikaitkan dengan harga barang lain disebut elastisitas silang, dan bila dikaitkan dengan pendapatan disebut elastisitas pendapatan. Biasanya komoditas pertanian termasuk barang yang inelastis. Semakin mudah faktor produksi disubstitusi oleh faktor produksi yang lain sebagai reaksi perubahan harga faktor produksi tersebut maka makin besar elastisitas faktor produksi tersebut. Menurut Daniel, Moehar (2001), Elastisitas harga adalah besaran perubahan jumlah barang yang diminta konsumen sebagai akibat

5 13 perubahan harga. Konsep ini menyatakan perbandingan antara persentase perubahan jumlah barang yang diminta dengan persentase perubahan harga. E d = Elastisitas merupakan rasio atau perbandingan dari dua ukuran. Oleh karena itu, besaraa elastisitass tergantungg pada besaran persentase perubahan, baik perubahan barang yang diminta maupun perubahan harga. Elastisitas dinyatakan dengan angka dengan kisaran masksimum lebih besar dari 1 dan minimum tidak terhingga. Berikut kisaran besara elastisitas permintaan terhadap hargaa barang. a. b. c. d. e. Bila elastisitas permintaan (E d ) lebih besar dari angka satu, E d > 1), dikatakan elastis maka setiap perubahan harga perubahan lebih besar dari jumlah yang diminta. mengakibatkan Bila E d < 1, dikatakan inelastis makaa setiap perubahan harga mengakibatkan perubahan lebih kecil dalam jumlah yang diminta. Bila E d = 1, dikatakan unitary elasticity maka setiap perubahan harga mengakibatkan perubahan proporsional dalam jumlah yang diminta. Bila E d = 0, dikatakan elastisitas sama dengan nol maka berapun harga barang mengakibatkann jumlah yang diminta tidak akan terpengaruh. Bila E d = ~, dikatakan elastisitas tidak terhingga maka perubahan harga barang hanya mempunyai dua akibat, yaitu jumlah yang diminta tak terhingga atau sama dengan nol, dimana kurvanya berbentuk garis horizontal. Dengan memperhatikan besaran elastisitas, para perencanaa atau pengambil kebijakan (maanjer perusahaan/petani produsen dan lainnya) dapat dengan mudah merencanakann besarnya permintaann terhadap suatu komoditas bila terjadi perubahan pada harga komoditas tersebut. Dalam menulis angkaa elastisitass ini sering kita melihat tanda negatif dimukanya.

6 14 Ini menunjukkan bahwa apabila harga naik diikuti oleh penurunan jumlah yang diminta, dan sebaliknya apabila haraga turun diikuti kenaikan jumlah yang diminta. yaitu : Pengukuran angka elastisitas dapat dilakukan dengan dua cara, a. b. Elastisitas pada satu titik di dalam kurva permintaan (point elasticity). Elastistas di antara dua titik pada kurva (arc elasticity) Dalam praktek banyak orang menghitung elastisitass ini dengann cara yang kedua yang disebutkan di atas, yaitu arc elasticity/elastisitas busur, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Q ΣP/n Ed p = x P ΣQ/n atau Q (P1 + P2 ) / 2 Ed p = x P (Q + Q ) / Elastisitas silang terhadap permintaan adalah perubahan hargaa satu barang tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah permintaan atas barang itu, tetapi juga berpengaruh pada jumlah permintaan terhadap barang lainnya. Contoh di Jawa Timur, beras dan jagung merupakan bahan makanan pokok, bila terjadi perubahan hargaa pada beras maka jumlah permintaan terhadap beras akan berubah, disamping itu terjadi pula perubahan permintaan terhadap jagung. Pernyataan ini dapt dituliskan sebagai berikut : E s = Dengan pengertian bahwa perubahan jumlah barang X yang diminta tersebut adalah semata-mata diakibatkan oleh perubahan harga barang Y. Dalam arti ekonomi, selain besaran angka elastisitas silang, yang lebih penting lagi adalah tandanya. Tandaa yang positif berarti barang X dan Y merupakan barang substitusi, sedangkan bila tandanya negatif

7 15 maka barang X dan Y adalah barang komplementer. Makin besar angka elastisitas itu makin bersangkutan. dekat hubungan antara kedua barang yang Elastisitas pendapatan atas permintaann adalah perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan pendapatan dari konsumen. Pernyataan inii dapat dituliskan sebagai berikut : E s = Dengan pengertian bahwa pendapatann merupakan satu-satunya faktor pengubah, sementar faktor-faktor lainnya terutama harga barang yang bersangkutan tetap. Pada elastisitas hargaa atas permintaan tandanya hampir selalu negatif, sedangkann pada elastisitas pendapatan atas permintaan tandanya hampir selalu positif. Konsumen yang menjadi lebih kaya karena naik pendapatannya, daya belinya akan meningkat dan ia akan membeli barang-barang konsumsi lebih banyak menurut kebutuhannya, paling tidak akan terjadi peningkatann kualitas. 2.2 Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditi Kedelai di Indonesia Melihat kebelakang sejarah kebijakan kedelai yang pernah terjadi di Indonesia, sebenarnya berbagai kebijakan tentang perkedelaian pernah dilakukan oleh pemerintah. Segala macam kebijakan tersebut dilakukan dalam upaya meningkatkann kualitas perkedelaian di Indonesia, yaitu untuk peningkatan produksi, perbaikan tataniaga, perbaikan harga produsen dan yang pasti mengurangi jumlah impor Harga Dasar Kedelai Kebijakan penetapan harga dasar kedelai dilakukan selama lima Pelita dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian, yaitu pada tahun 1969, 1973, 1974, 1978, 1979, 1983, 1984, 1988 dan Pada tahun 1988 harga dasar kedelai Rp 733/kg menjadi Rp 889/kg pada tahun Kebijakan harga dasar dimulai sejak tahun 1979/80 sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun ditetapkan melalui Inpres pada tanggal 1 Nopember

8 16 kecuali untuk tahun 1991 yang ditetapkan sebulan lebih awal. Seperti terlihat pada Tabel 2.1 harga dasar kedelai dimulai pada tingkat Rp 210 per kg dan berakhir pada tingkat Rp 500 per kg selama kurun waktu 12 tahun tersebut. Kebijakan harga dasar telah dihentikan pemerintah sejak tahun 1991 sampai sekarang. Tabel 2.1 Kebijakan Harga Dasar Kedelai Tahun Harga dasar kedelai (HDK) (Rp/kg) Tanggal Berlaku 1979/ /11/ / /11/ / /11/ / /11/ / /11/ / /11/ /11/ /11/ /11/ /11/ /11/ /10/1991 Sumber : Departemen Pertanian Bea Masuk Impor Kebijaksanaan pengenaan bea masuk kedelai impor perlu diterapkan agar dapat memberikan tingkat proteksi yang diperlukan untuk melindungi produsen kedelai di dalam negeri. Dengan tingkat bea masuk tertentu akan dapat dibentuk tingkat harga yang tidak akan menyaingi harga kedelai lokal. Strategi ini sejalan dengan era tarifikasi yang dikehendaki dalam globalisasi perdagangan untuk menggantikan segala bentuk kebijaksanaan pengaturan tata niaga untuk melindungi produsen dalam negeri. Pemerintah menunjuk Bulog untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut dengan dukungan penuh. Tarif bea masuk impor kedelai yang berlaku pada tahun adalah sebesar sepuluh persen, kemudian pada tahun tarif

9 17 diturunkan menjadi lima persen, dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan World Trade Organization melalui UU No.7/1994. Konsekuensinya adalah Indonesia dituntut untuk segera melakukan penyesuaian kebijaksanaan pertanian dan kebijaksanaan perdagangannya. Bentuk penyesuian tersebut antara lain adalah penurunan tarif impor produk pertanian dan pengurangan subsidi input pertanian. Terhitung 29 September 1998, tarif bea masuk kedelai impor yang semula lima persen dihilangkan menjadi nol persen. Kebijakan tersebut justru memperburuk kondisi petani kedelai dalam negeri. Berdasarkan teori perdagangan Salvatore, kebijakan tersebut akan menyebabkan turunnya harga kedelai pada tingkat petani. Sebaliknya, kebijakan tersebut menguntungkan industri pengolahan kedelai, karena dapat menikmati murahnya harga kedelai impor dengan kualitas dan pasokan yang lebih menjamin kontinuitas produknya. Berdasar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK.01/2003, pada tahun 2003 tarif bea masuk impor kedelai menjadi 15 persen dan diperbaharui lagi menjadi 10 persen pada tahun 2006 serta yang terakhir yaitu tahun 2008 tarif bea masuk impor kedelai diubah menjadi nol persen kembali, yang untuk kali ini bukan hanya melalui satu keputusan menteri saja melainkan juga dengan dikeluarkannya Keppres. Hal tersebut dilakukan karena terjadi sangat tingginya perubahan harga kedelai di dalam negeri yang mencapai lebih dari 100 persen. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557 tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, peningkatan konsumsi dan semakin tingginya harga dalam negeri Tata Niaga Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tataniaga kedelai adalah Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 406/MPP/Kep/11/1997, yang berlaku mulai 1 Januari Kebijakan tersebut menerangkan bahwa impor kedelai yang semula hanya dilakukan oleh Bulog diubah menjadi boleh dilakukan oleh importir

10 18 umum. Kebijakan tersebut memberikan dampak memacu peningkatan impor kedelai dari Amerika Serikat, China, Argentina dan Brazil dalam jumlah besar. Sehingga hal tersebut akan memperngaruhi pasokan kedelai di dalam negeri dan kestabilan harga domestik. Dampak yang lebih buruk adalah akan mempengaruhi motivasi petani produsen secara negatif untuk menanam kedelai. Pada akhirnya dampak kebijakan tersebut menurunkan produksi kedelai nasional. Berdasarkan penelitian Hadipurnomo (2000), dijelaskan bahwa sebelum era perdagangan bebas, Bulog masih memonopoli kedelai impor. Bulog menyalurkan kedelai impor ke KOPTI (Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia), KPKD (Kelompok Pedagang Kacang Kedelai) dan industri pengolah pangan. Kopti belum dapat memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe. Sebelum tahun 1997, pemerintah masih memberlakukan impor terbatas (kuota), sehingga tidak semua industri dapat menggunakan kedelai impor. Hal ini dilakukan agar produksi kedelai lokal dapat terlindungi, mengingat harga kedelai lokal lebih mahal daripada kedelai impor. Dalam hal ini Bulog menjual kedelai impor dengan harga lebih tertentu kepada industri tahu dan tempe sehingga selisih harga kedelai lokal tidak terlalu besar dengan kedelai impor. Harga impor yang ditetapkan telah dipertimbangkan dari segi daya beli industri sehingga petani kedelai dapat berproduksi. KOPTI dan KPKD yang mendapat jatah kedelai dari pemerintah dapat beroperasi dengan baik karena mampu bersaing harga dengan pedagang besar. 2.3 Perkembangan Komoditi Kedelai di Indonesia Produksi Dalam perekonomian nasional, peranan kedelai sangat penting, tidak hanya sebagai bahan baku industri pakan ternak berupa bungkil kedelai tetapi juga sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat terutama dalam bentuk produk olahan seperti tahu, tempe dan kecap. Kedelai telah lama dikenal di Indonesia, diperkirakan dibawa oleh pedagang Cina. Mengingat peranannya yang sangat penting dan permintaan terus

11 19 meningkat, baik pada masa pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru, telah mengupayakan untuk peningkatan produksi kedelai terutama melalui perluasan areal dan terfokus di Pulauu Jawa. Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Saat ini, rata-rata produktivitas nasional kedelai baru 1,3 ton/ha dengann kisaran 0,6-2,0 ton/ha di tingkat petani, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,,7-3,2 ton/ha, bergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Angka-angka ini menunjukkan bahwa produksi kedelai di tingkat petani masih bisa ditingkatkan melalui inovasi teknologi. Perluasan areal tanam kedelai dapat diarahkan pada lahan sawah, lahan kering, dan lahan pasang surut. Gambar 2.2 Data Produksi Kedelai Sumber : Departemen Pertanian, 2008 Produksi kedelai Indonesia tertinggi dicapai pada tahun 1992 sebesar Ton dengan luas panen Ha, luas panen ini tertinggi sepanjang periode Setelah tahun 1992 produksi kedelai cenderung menurun, hal ini disebabkan semakin sedikitnya luas lahan yang ditanami kedelai. Peningkatan produksi juga terlihat pada tahun 2008 sebesar Ton sebelumnya menurun sebesar Ton. Pengembangan kedelai di Indonesia selain ditentukan oleh ketersediaan lahan, juga ditentukan oleh faktor lingkungann dan kondisi sosial petani.

12 20 Walaupun dibeberapa daerah, tanaman kedelai sudah mulai berkembang, tetapi sampai saat ini produksi kedelai masih terpusat di pulau Jawa. Hal ini secara implisit mencerminkan adanya perbedaan sumberdaya antar daerah yang mempengaruhi petani dalam memilih usahatani kedelai. Perbandingan luas tanam dan produksi di Indonesia pada tahun 2004 seperlima puluh bagian dari luas tanam dan produksi di Amerika Serikat. Demikian juga produktivitas kedelai Indonesia seperdua dari Amerika Serikat. Namun masa panen kedelai di negara subtropis selama 6 bulan. Sedangkan di Indonesia masa panen kedelai hanya 3 bulan, sehingga Indonesia memungkinkan untuk tanam kedelai 2 kali setahun. Pengelolaan usahatani, panen dan pasca panen di Amerika sudah dilakukan secara modern dengan menggunakan alat dan mesin pertanian dikarenakan kepemilikan lahan milik petani cukup luas. Berbeda dengan usahatani di Indonesia yang masih secara tradisional dan kepemilikan lahannya sempit. Ukuran benih kedelai Amerika berbiji besar. Secara nasional, kita memiliki benih berbiji besar seperti varietas Argomulyo dan Burangrang (untuk kebutuhan benih 50 kg/ha) tidak jauh berbeda dengan benih kedelai Amerika (59,7 kg/ha), namun varietas ini masih belum lama dilepas dan perlu banyak dikembangkan, sehingga sebagian besar petani masih menggunakan benih berbiji kecil (40 kg/ha). Total produksi kedelai dunia selama kurun waktu tahun masih didominasi oleh produksi dari negara Amerika Serikat dan Brazil yang menguasai 60% pangsa produksi. Masing-masing negara tersebut telah mencapai produksi 72 juta dan 28 juta ton per tahun (FAO, 2007). Selama 10 tahun terakhir, diketahui bahwa perkembangan luas areal tanam kedelai di Indonesia di Tingkat dunia masih berada di bawah Amerika Serikat, Brazil, dan India. Sementara dari aspek produktivitas per hektarnya, Indonesia dan India selalu berada pada posisi sekitar 1,0 ton/ha. Angka ini jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Brazil yang produktivitas per hektarnya sudah melebihi 2,0 ton/ha. Hanya saja India terus mengupayakan penambahan luas areal panennya hingga 21,8% per

13 21 tahun, dari sekitar 1 juta hektar pada tahun 1991 menjadi 5 juta hektar pada tahun Dengan demikian, dalam kurun waktu lima tahun terakhir India telah berkembang menjadi salah satu negara eksportir kedelai dunia. Peningkatan luas areal panen tersebut berasal dari 60% di lahan bukaan baru dan 40% mengganti tanaman lain. Hal ini merupakan pelajaran pelajaran yang berharga bagi Indonesia bahwa pendekatan penambahan luas areal panen tersebut sangat memungkinkan untuk dilaksanakan terutama di daerah di luar Pulau Jawa melalui pengembangan areal tanam baru, serta tumpangsari dengan ubi kayu atau tanaman tahunan muda (kelapa sawit dan karet). (Adisarwanto, 2008) Harga Kedelai Dalam Negeri Harga kedelai pada tingkat produsen dan konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: harga faktor produksi, dan kebijaksanaan pemerintah dalam pemasaran kedelai. Faktor yang menyebabkan harga kedelai lokal dan harga kedelai impor tidak menunjukkan fluktuasi yang berarti, adalah karena pengaruh dari mekanisme pengendalian harga yang dilakukan pemerintah melalui Bulog, terutama terhadap kedelai impor. Pemilihan kedelai impor oleh industri tempe karena butiran kedelainya cukup besar, sehingga volume kedelai impor yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan dengan kedelai lokal untuk membuat tempe dengan ukuran yang sama. Sedangkan industri tahu memerlukan pati, kedelai lokal mengandung pati yang lebih banyak dibandingkan dengan kedelai impor. Di samping itu, karena rasio harga grosir di daerah produsen dan konsumen cukup tinggi (0,8-0,9), maka di dalam pemasaran kedelai akan terjadi kerjasama grosir di daerah konsumen dengan grosir di daerah produsen. Hal ini harus dilakukan karena selisih harga grosir pada daerah produsen dan konsumen cukup kecil. (Amang, et.al, 1996)

14 22 Gambar 2.3 Hargaa kedelai dalam negeri Sumber : Departemen Pertanian, 2008 Kenaikan harga pangan domestik berasal dari kenaikan harga pangan dunia. Kenaikan harga pangan dunia itu merupakan akibat excess demand dunia terhadap pangan. Excess demand terjadi karena pangan dibutuhkan bukan hanya untuk kebutuhan perut manusia, tapi juga dibutuhkan sebagai sumber energi substitusi bahan bakar minyak. Dengan memberikan insentif yang tinggii kepada para importir, pemerintah berlogika bahwa kekurangan supply domestik akan dicukupi dari impor. Dengan demikian, harga pangan domestik bisa ditekan. Penghilangan bea masuk impor baru akan efektif menurunkan harga pangan domestik jika harga internasionalnya lebih murah dibanding harga pangan domestik. Ketika harga pangan internasional dalam keadaan tinggi, karena adanya excess demand seperti saat ini, masuknya pangan impor ke negaraa kita tidak akan menurunkan harga secaraa berarti. Di samping itu, karena struktur pasar pangan domestik di tingkat konsumen (masyarakat) cenderung bersifat oligopoli, bahkan kartel, para pedagang dan importir dapat dengan mudah menentukan harga pasar. Salah satu cara yang biasa mereka lakukan adalah menimbun komoditas impor tersebut. Mereka baru mau menyalurkan ke pasar setelah harga dinilai akan memberikan superprofit bagi mereka.

15 Harga Kedelai Internasional Meningkatnya permintaan kedelai oleh Cina mendorong naiknya harga kedelai internasional, sementara produksi kedelai Argentina berkurang. Disamping itu, adanya spekulasi pemotongan suku bunga AS dan spekulasi pelemahan nilai tukar dolar AS telah mengakibatkan permintaan terhadap komoditas kedelai di pasar global mengalami kenaikan. Kedua hal tersebut menjadi pemicu naiknya harga kedelai di pasar internasional, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Sebagai dampaknya, terjadi pula kenaikann harga kedelai dalam negeri karena Indonesia masih mengalami ketergantungan terhadap kedelai impor. Gambar 2. 4 Data harga kedelai internasional Sumber : Departemen Pertanian Kenaikan harga kedelai ini disebabkan kenaikan harga sejumlah barang pangan termasuk kedelai di tingkat internasional sebagai akibat dipindahkannya sebagian penggunaan kacang-kacangan dan ketela untuk pembuatan biodiesel dan methanol akibat harga minyak yang semakin mahal. Salah satu upaya untuk mengendalikan lonjakan harga pangann yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya kedelai, pemerintah telah menerapkan kebijakan fiskal. Kebijakan ini hanya akan efektif untuk jangka pendek. Sedangkan untuk jangka panjang, intrumen ini dianggap tidak akan efektif. Oleh sebab itu, kita perlu menciptakan kemandirian di bidang pangan, antara lain dengan meningkatkan produktivitas di bidang pertanian.

16 Pendapatan Perkapita BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dapat digunakan untuk melihat gambaran konsumsi penduduk Indonesia dan pola konsumsinya berkaitan dengann perubahan pendapatan masyarakat, menemukan fakta empiris bahwa rata-rata penduduk Indonesia lebih banyak mengalokasikan pengeluarannya untuk makanan. Perubahan pendapatan penduduk selain mempengaruhi pola konsumsi antar kelompok makanann dan bukan makanan juga dapat mengubah pola konsumsi. Semakin tinggi pendapatan per kapita, penduduk akan beralih dari makanan yang mengandung karbohidrat ke komoditi non karbohidrat. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan pendapatan perkapita periode meningkat sebesar 18,09%, sedangkann permintaan kedelai juga meningkat sebesar 7,22% %. Gambar 2.5 Data pendapatan per kapita Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik, Jumlah Penduduk Persaingan hargaa pasar, dimana hargaa kedelai impor jauh lebih murah daripada kedelai lokal, menyebabkan arus impor semakin deras dan berimplikasi pada menurunnya harga kedelai lokal, sehingga petani tidak bergairah untuk menanamm kedelai. Sementara itu jumlah penduduk terus mengalami peningkatan, dan ditambah juga dengan semakin banyaknya

17 25 industri pengolahan berbahan baku kedelai, seperti industri tahu, kecap, tempe, tauco dan lain-lain mengakibatkan permintaan terhadap kedelai tidak bisa terpenuhi oleh produksi domestik (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005). Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan kedelai adalah konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku kedelai. Gambar 2.6 Data Jumlah Penduduk Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik, Karakteristik Permintaann Kedelai Menurut Pratama dan Mandalaa (2002) permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat hargaa selama periode tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis ingin mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai. Model ekonometrika yang digunakan peneliti adalah berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maupun dari tulisan-tulisann lainnya. sesuai teori ekonomi, permintaan suatu barang dipengaruhi oleh faktor-faktor: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan perkapita, selera atau kebiasaan, jumlah

18 26 penduduk, prakiraan harga dimasa mendatang, distribusi pendapatan, usahausaha produsen meningkatkan penjualan. Menurut peneliti, maka permintaan kedelai diduga dipengaruhi oleh harga kedelai dalam negeri, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk. Seperti halnya teori, harga barang itu sendiri dalam hal ini adalah harga kedelai dalam negeri. Jumlah penduduk Indonesia mencerminkan besarnya kebutuhan kedelai di Indonesia. Sedangkan pendapatan perkapita mencerminkan kemampuan atau daya beli masyarakat dalam mengkonsumsi kedelai. 2.5 Karakteristik Harga Dalam Negeri Pada saat perdagangan internasional dibuka, maka suatu negara memiliki dua kemungkinan posisi. Misal apakah Indonesia akan menjual kedelai ke pasar internasional, ataukah sebaliknya membeli kedelai dari pasar internasional. Selanjutnya kita harus membandingkan harga kedelai yang tengah berlaku di pasar dalam negeri dengan yang berlaku di negara-negara lain atau pasar dunia. Jika harga internasional lebih tinggi daripada harga dalam negeri, maka ketika hubungan dagang dibuka, Indonesia akan menjadi pengekspor kedelai. Sebaiknya jika harga internasional kedelai lebih rendah daripada harga dalam negri, maka ketika hubungan dagang dibuka, Indonesia akan menjadi pengimpor kedelai. Berdasarkan keadaan tersebut, maka peneliti menduga harga kedelai dalam negeri dipengaruhi oleh harga internasional. 2.6 Karakteristik Impor Kedelai Konsumsi kedelai di Indonesia semakin meningkat, sedangkan produksi kedelai dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, hal ini mengakibatkan impor kedelai semakin meningkat dari tahun ke tahun. Impor kedelai di Indonesia telah dimulai sejak tahun Pemerintah terpaksa mengambil kebijakan impor untuk mengatasi kesenjangan antara jumlah permintaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan jumlah produksi kedelai nasional yang cenderung mengalami penurunan. Menurut Swastika et. al. (2007), hambatan impor yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah peningkatan bea masuk impor.

19 27 Menurut Salvatore (1997), dampak pemberlakukan bea masuk impor terhadap konsumsi yakni berkurangnya konsumsi domestik. Dampak pengenaan bea masuk impor terhadap produksi adalah peningkatan produk domestik (khususnya terhadap komoditi yang semula lebih banyak di impor). Dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan yaitu turunnya impor akibat kenaikan harga di negara pengimpor. Dampak dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif impor dapat dilihat pada Gambar 2.7. P Sq E P2 G J H Sr + T P1 A C M N B T Sr Dq Q1 Q2 Q3 Q4 Q Gambar 2.7 Dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif Pada Gambar 2.7, Dq dan Sq melambangkan kurva permintaan dan penawaran komoditi (barang) Q di negara pengimpor atau diistilahkan dengan Negara 2, dalam kondisi perdagangan bebas harga komoditi C adalah P1. Negara 2 akan mengkonsumsinya sebanyak Q4 (AB); Q1 (AC) diantaranya merupakan produksi domestik, sedangkan Q4-Q1 (CB) harus diimpor dari negara lain. Jika Negara 2 memberlakukan bea masuk impor sebesar T persen terhadap komoditi Q, maka Pq akan naik menjadi P2 yang sebelumnya di P1, itulah harga yang harus ditanggung oleh konsumen di Negara 2, sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya, penduduk pada Negara 2 akan menurunkan tingkat konsumsinya sebanyak Q3 (GH), serta akan

20 28 merubah seluruh komposisinya menjadi Q2 (GJ) merupakan produksi domestik, sedangkan Q3-Q2 (JH) harus diimpor dari negara lain untuk menutupi kekurangan kebutuhan domestik. Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi domestik bersifat negatif, adalah sebesar (-(Q4-Q3)) (BN), dampak terhadap produksi bersifat positif, yakni sebsar (Q2-Q1) (CM). Namun secara keseluruhan, pemberlakuan bea masuk impor akan merugikan perdagangan, yakni [-{(Q4-Q3) + (Q2-Q1)}] (BN + CM), meskipun bea masuk impor memberikan penerimaan kepada pemerintah Negara 2 sebanyak [(Q4-Q3) + (Q2-Q1)] (MJHN) dikali dengan kenaikan harga akibat adanya bea masuk impor (P2-P1). Adanya kebijakan bea masuk impor impor menyebabkan harga kedelai yang berlaku di pasar dalam negeri (P2) lebih tinggi daripada harga dunia (P1) dengan selisih T. Pada posisi ini, jumlah penawaran adalah QM1 = Q3-Q2, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor adalah sebesar daerah segiempat (JHNM). Sedangkan jika tidak ada kebijakan tarif impor, harga yang berlaku di pasar dalam negeri turun dari P2 menjadi P1, jumlah permintaan naik menjadi Q4, jumlah impor meningkat menjadi QM2 = Q4- Q1, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor hilang (menjadi nol). Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada persamaan impor kedelai peneliti memasukkan variabel bea masuk impor dan produksi kedelai. Variabel tersebut diduga mempengaruhi impor kedelai di Indonesia. 2.7 Penelitian Terdahulu Tidar Hadipurnomo (2000) dalam tesisnya yang berjudul Dampak Kebijakan Produksi dan Perdagangan Terhadap Penawaran dan Permintaan Kedelai. Penelitian tersebut menggunakan data sekunder dalam bentuk times series dari tahun 1969 dampai Model ekonometrik yang dirumuskan merupakan suatu sistem persamaan simultan dan semua persamaan struktural dalam model adalah over identified. Metode pendugaan yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa respon luas areal panen lebih besar daripada respon produktivitas

21 29 terhadap perubahan harga produsen, harga benih, harga pupuk, upah tenaga kerja dan harga pestisida. Baik luas areal panen maupun produktivitas bersifat responsif terhadap intensifikasi produksi. Impor hanya responsif dalam jangka panjang terhadap tarif impor, tetapi kurang responsif baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek terhadap harga pedagang besar, harga impor, nilai tukar rupiah, GNP dan dalam jangka pendek terhadap tarif impor. Permintaan kedelai untuk industri tahu, tempe dan kacang kurang responsif terhadap harga pedang besar, harga kedelai impor, harga output, dan upah tenaga kerja, kecuali permintaan kedelai untuk industri kecap responsif terhadap harga pedagang besar dalam jangka panjang. Surifani (2004) dalam penelitiannya membahas mengenai Permintaan Impor Kedelai Indonesia dari Amerika Serikat dan Aliran Impor Kedelai Ke Indonesia. Penelitiannya menggunakan data sekunder dalam bentuk data time series dari tahun dan data cross section tahun 2001, dengan menggunakan model permintaan impor yang diestimasi dengan teknik kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square). Pada model permintaan impor kedelai Indonesia dari Amerika Serikat, peubah yang berpengaruh nyata adalah harga impor dan nilai tukar. Sementara sisanya yaitu lag volume impor, pendapatan perkapita, penggunaan oleh industri, harga kedelai domestik dan kebijakan kredit ekspor GSM 102 tidak berpengaruh nyata terhadap model. Widjajanti (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Komoditas Gula di Indonesia Periode menggunakan metode persamaan simultan dengan pendekatan Two Stage Least Square (TSLS). Pada model permintaan, variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah jumlah penduduk dan harga gula, sedangkan pada persamaan impor gula, variabel yang berpengaruh nyata adalah produksi gula, permintaan gula dan kebijakan bea masuk impor, sementara variabel dummy kebijakan monopoli Bulog tidak signifikan. Variabel permintaan gula, kebijakan harga provenue berpengaruh positif terhadap harga gula dalam negeri.

22 30 Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai di Indonesia. Sesuai teori ekonomi, permintaan suatu barang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan perkapita, selera atau kebiasaan, jumlah penduduk, perkiraan harga di masa mendatang, distribusi pendapatan, dan usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan (Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, 2002). Model persamaan pada analisis permintaan kedelai ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, peneliti lebih memusatkan terhadap permintaan dengan menggunakan persamaan simultan, penulis menggunakan tiga persamaan yaitu persamaan permintaan kedelai, harga kedelai dalam negeri, dan impor kedelai. Menurut penulis, maka permintaan kedelai diduga dipengaruhi oleh harga kedelai dalam negeri, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk. Harga kedelai dalam negeri diduga dipengaruhi oleh harga kedelai internasional. Impor kedelai juga diduga dipengaruhi permintaan kedelai, produksi kedelai, dan kebijakan bea masuk impor. Impor kedelai akan dilakukan bila produksi kedelai dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri. Bea masuk impor juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap impor kedelai, hal ini dikarenakan bahwa setiap negara dalam melakukan perdagangan dengan negara lain akan melakukan kebijakan tertentu, seperti bea masuk impor. Hal ini dilakukan dalam upaya membatasi jumlah impor kedelai, agar sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Sedangkan pada persamaan harga kedelai dalam negeri diduga dipengaruhi oleh harga kedelai internasional.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

Elastisitas Permintaan dan Penawaran. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

Elastisitas Permintaan dan Penawaran. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB Elastisitas Permintaan dan Penawaran Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB ELASTISITAS PERMINTAAN TERHADAP HARGA Elastisitas Permintaan Elastisitas permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Konsep Pemikiran Teoritis Pada pasar kopi (negara kecil), keinginan untuk memperdagangkannya adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendugaan Model Permintaan Kedelai di Indonesia Model yang disusun dalam penelitian ini merupakan persamaan simultan metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia tidaklah dapat dihindarkan. Indonesia merupakan negara yang sedang

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Permintaan Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al (2012:23)

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Komoditi Pertanian subsektor Peternakan Pertanian adalah salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dan sektor industri merupakan sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia, sektor industri berkaitan erat dengan sektor pertanian terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo fuad.hsn@gmail.com Telp. 081578753458 Kedelai merupakan salah satu dari lima komoditas yang menjadi prioritas dalam swasembada dan swasembada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia karena menjadi salah satu tanaman pangan penting setelah beras dan jagung, sehingga kedelai menjadi sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

ELASTISITAS TEAM TEACHING I. ELASTISITAS PERMINTAAN

ELASTISITAS TEAM TEACHING I. ELASTISITAS PERMINTAAN ELASTISITAS TEAM TEACHING I. ELASTISITAS PERMINTAAN Jika terjadi kegagalan panen maka dapat digambarkan sebagai pergeseran kurva penawaran kekiri, yaitu dari S ke S Gambar 4.1(i) menggambarkan suatu kasus

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL PERTANIAN

PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL PERTANIAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL PERTANIAN Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember http://www.adamjulian.net Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan daripada hubungan diantara harga dan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Permintaan Dan Kurva Permintaan Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan komoditas yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi suatu negara, karena pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

Modul 3. Elastisitas Permintaan Dan Penawaran

Modul 3. Elastisitas Permintaan Dan Penawaran Modul 3. Elastisitas Permintaan Dan Penawaran Deskripsi Modul Ketika diperkenalkan tentang konsep permintaan, kita lihat bahwa para konsumen biasanya membeli lebih dari satu barang ketika harga turun,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan oleh semua komponen usaha, mulai dari usaha besar, usaha kecil dan menengah, maupun koperasi. Salah satu faktor yang mempercepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci