BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia turut berpartisipasi sebagai produsen oksigen (O 2 ) dunia karena memiliki hutan tropis yang cukup luas. Sebagai ekosistem hayati yang dapat diperbaharui, hutan berperan dalam penyangga kehidupan ekosistem lain di bumi. Hutan yang merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup di bumi, memiliki manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat ekonomis maupun non ekonomis, namun dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul faktor faktor yang dapat menjadi pembatas tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal. Sumberdaya hutan berfungsi ekonomi sebagai sumber pendapatan masyarakat yang digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan seperti bahan makanan, bahan bangunan dan dimanfaatkan dalam komoditas dagang. Fungsi sosial berkaitan dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar hutan dan juga di luar kawasan hutan. Ekosistem hutan berperan membentuk berbagai budaya masyarakat yang muncul sebagai akibat dari adanya interaksi manusia dengan alam, sehingga nantinya akan memungkinkan munculnya teknologi tepat guna dalam aktivitas masyarakat setempat. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan manusia di sekitarnya (Dephut, 2000 dalam Utomo, 2011). Fungsi ekologis hutan lebih terarah kepada peran hutan dalam menghasilkan oksigen (O 2 ) dan menyerap gas yang dibuang (karbondioksida dan gas gas beracun lainnya), menjaga keseimbangan sumberdaya air sesuai dengan siklusnya sepanjang musim serta turut menciptakan iklim mikro di suatu wilayah. Selain itu, hutan juga difungsikan sebagai cagar alam, suaka margasatwa dan laboratorium alam yang mendukung pembangunan nasional. Dewasa ini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada di hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis dimana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari eksploitasi kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kondisi sumberdaya alam utamanya ekosistem hutan yang mengalami kerusakan akan menimbulkan dampak seperti sulit memperoleh 1

2 sumber air saat kemarau sehingga terjadi kekeringan. Sebaliknya, disaat musim hujan, memungkinkan terjadi bencana tanah longsor dan banjir. Hutan di daerah berbukit dengan kondisi tanah yang kritis disertai kondisi tanaman yang tidak sehat dapat menimbulkan permasalahan di lingkungan ekosistem hutan. Hutan sejenis (heterogen) berpotensi lebih besar terjadi kerusakan tanaman yang diakibatkan hama dan penyakit. Oleh karena itu, penyelamatan fungsi hutan dan perlindungannya sudah saatnya dilakukan bagi kelangsungan kebutuhan mahkluk hidup. Hutan mempunyai banyak manfaat untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Namun, kesadaran tentang pentingnya perlindungan dan pemantauan kesehatan hutan (Forest Health Monitoring) hingga saat ini masih rendah. Kerusakan hutan mulai dirasakan sebagai salah satu masalah penting. Usaha perlindungan hutan pada umumnya baru dilakukan ketika tanaman sudah menunjukkan gejala serangan hama atau penyakit. Usaha perlindungan hutan diarahkan pada usaha menekan kerusakan tanaman yang terjadi tetap berada di bawah ambang yang tidak merugikan. Kerusakan hutan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Monitoring kesehatan hutan yang dilakukan secara periodik akan membantu dalam menekan resiko kerusakan hutan. Hutan yang merupakan salah satu penggunaan lahan di Kabupaten Purworejo yang dikelola pula oleh masyarakat. Hutan yang ada merupakan hutan negara (hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap) dan hutan rakyat. Pola hutan rakyat yang berkembang di Jawa Tengah dibedakan menjadi 3 macam berdasarkan jenis tanamannya, yaitu didominasi satu jenis tanaman (Jati, Akasia, Mahoni), didominasi 2 atau lebih jenis tanaman kehutanan (Jati dan Mahoni atau Jati dan Sengon) serta pola hutan rakyat Agroforestry yang merupakan campuran antara tanaman kehutanan, perkebunan, tanaman pangan semusim dan tanaman obat obatan (Potret Hutan Provinsi Jateng, 2008). Hutan rakyat yang ada di Purworejo ditanami tanaman berkayu, baik sejenis maupun campuran. Hutan rakyat sebagai sistem penggunaan lahan semakin dapat diterima oleh masyarakat karena adanya hutan rakyat ini memberikan keuntungan pada pembangunan sosial ekonomi masyarakat dan pelestarian sumberdaya alam dan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (Ariyanto, 2004 dalam Utomo, 2011). Kawasan hutan Purworejo termasuk pola hutan rakyat yang didominasi 2 atau lebih jenis tanaman yaitu Jati, Sengon dan Mahoni. Jenis tanaman tersebut rentan terhadap 2

3 permasalahan seperti rusaknya daun dan batang akibat hama. Strategi pencegahan atau penanggulangan serangan hama dan penyakit sering mengalami kegagalan karena kurangnya informasi kondisi kesehatan hutan. Hasil pemantauan kesehatan hutan sangat berguna dalam tindakan mengenali sumber - sumber kerusakan yang potensial dan mengevaluasi sebelum kerusakan besar terjadi, sehingga tindakan yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien lebih mudah ditentukan. Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, wilayah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Informasi dari Penginderaan Jauh diperoleh dari sistem satelit yang dilengkapi dengan sensor yang juga melakukan perekaman. Teknologi Penginderaan Jauh dimanfaatkan dalam melakukan pemantauan kesehatan hutan. Salah satu sumber data yang dapat digunakan dalam bidang kehutanan adalah citra satelit Landsat 8. Mulai beroperasi merekam data sejak 2013, Landsat 8 memiliki band lebih banyak dari seri sebelumnya. Penambahan jumlah band ini menyebabkan perbedaan kombinasi band untuk membuat komposit RGB (Red Green Blue) dibandingkan dengan seri Landsat terdahulu. Misalnya, komposit true colour padat Landsat 7 menggunakan kombinasi 321, sedangkan kombinasi yang digunakan pada Landsat 8 adalah 432. Range julat gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor memungkinkan Landsat 8 untuk mengidentifikasi tampilan air laut pada kedalaman berbeda serta membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer. Selain itu, terdapat pula band yang berfungsi untuk mendeteksi awan Cirrus. Landsat 8 dilengkapi dengan 2 sensor yaitu OLI dan TIRS. Dua buah band thermal memberikan informasi lebih akurat mengenai suhu permukaan. Citra Landsat 8 disinyalir memiliki akurasi geodetik dan geometrik yang lebih baik. Pemetaan kesehatan hutan menggunakan data Penginderaan Jauh akan memberikan informasi mengenai status kesehatan hutan tersebut sehingga dimungkinkan dapat terbentuk ekosistem yang lebih baik. Pemantauan kesehatan hutan berfungsi sebagai alat bantu untuk memperoleh gambaran status kesehatan hutan pada saat ini dan prediksi kondisi kesehatan hutan pada saat yang akan datang sehingga usaha perlindungan hutan akan lebih baik. 3

4 1.2 Rumusan Masalah Pemetaan kesehatan hutan merupakan pembuatan peta yang mempunyai informasi mengenai sebaran tingkat kesehatan vegetasi (hutan) pada daerah kajian. Analisis dilakukan guna mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan hutan. Pemetaan kesehatan hutan menggunakan pemrosesan citra satelit Landsat pada kawasan hutan yang menjadi obyek kajian. Pemetaan kesehatan hutan ini dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk perencanaan sumberdaya hutan di masa mendatang dan pemanfaatannya secara tepat. Menurunnya kondisi hutan rakyat mempengaruhi produktifitas hutan itu sendiri. Pemetaan kesehatan hutan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan kedepannya. Berdasar dari latar belakang yang ada, memunculkan pertanyaan sebagai berikut : 1. Seberapa besar ketelitian Landsat 8 untuk pemetaan kesehatan hutan? 2. Bagaimana persebaran hutan sehat di kawasan hutan Kabupaten Purworejo? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui ketelitian citra Landsat 8 untuk pemetaan kesehatan hutan. 2. Pemantauan persebaran hutan sehat di kawasan hutan Kabupaten Purworejo. 1.4 Manfaat Penelitian Tugas Akhir ini mempunyai manfaat, baik secara ilmiah maupun praktis, yaitu : a. Ilmiah Hasil penelitian (tugas akhir) memberi gambaran sejauh mana data citra satelit Landsat dapat digunakan untuk pemetaan kesehatan hutan. Studi terapan Pemrosesan Citra Digital untuk memperoleh informasi dari citra satelit mengenai pemetaan kesehatan hutan. Penyajian informasi dalam bentuk peta hasil identifikasi kesehatan hutan. b. Praktis Memberikan informasi daerah hutan sehat di Kabupaten Purworejo. Melatih dalam penggunaan software pengolah citra seperti ENVI 4.5 untuk memperoleh indeks vegetasi. Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan hutan. 4

5 1.5 Sasaran Pengelolaan hutan secara tepat terutama pada daerah yang kurang sehat. Mengetahui persebaran hutan yang sehat. 1.6 Tinjauan Pustaka Penginderaan Jauh Teknologi penginderaan jauh dimanfaatkan untuk memperoleh data menggunakan alat pengindera atau sensor. Komponen yang ada pada sistem penginderaan jauh diantaranya yaitu sumber tenaga (aktif dan pasif), panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, interaksi panjang gelombang dengan obyek, obyek itu sendiri, atmosfer dan sensor satelit. Hasil perekaman oleh alat yang dibawa oleh suatu wahana ini selanjutnya disebut sebagai data penginderaan jauh. Setiap obyek di permukaan bumi akan memberikan reaksi yang berbeda - beda terhadap sumber tenaga dalam salah satu komponen penginderaan jauh. Ada obyek yang menyerap (absorption), memantulkan (reflection) dan meneruskan (transmition) tenaga - tenaga tersebut. Sifat - sifat obyek atau interaksi terhadap gelombang elektromagnetik tersebutlah yang ditangkap oleh sensor satelit penginderaan jauh untuk bisa dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Hasil dari interaksi komponen - komponen tersebut berupa citra penginderaan jauh. Gambar 1.1 Skema Penginderaan Jauh Sumber : Beberapa contoh manfaat dalam aplikasi penginderaan jauh adalah: 1. Identifikasi penutupan lahan (landcover) 5

6 2. Identifikasi dan monitoring pola perubahan lahan 3. Identifikasi kondisi cuaca dan atmosfer 4. Manajemen dan perencanaan wilayah 5. Manajemen sumber daya hutan 6. Manajemen eksplorasi mineral 7. Pertanian dan perkebunan 8. Manajemen sumber daya air 9. Manajemen sumber daya laut Teknologi penginderaan jauh menghasilkan data digital berupa citra, yang dihasilkan melalui proses perekaman dengan bantuan sensor. Sensor secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sensor fotografik (kamera) dan sensor non - fotografik. Sensor non - fotografik dapat dirinci menjadi sensor pemindai (pelarik atau penyiam atau scanner) dan sensor radar atau gelombang mikro. Sensor tersebut merekam pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di bumi. Citra digital hasil perekaman tersusun atas piksel piksel sebagai tingkat keabuan gambar. Sifat data yang dihasilkan oleh sensor kamera dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti variasi warna yang muncul akan tergantung pada sistem lensa, diafragma dan filter yang digunakan untuk menerima cahaya, serta spektrum panjang gelombang yang diizinkan masuk dalam sistem kamera. Sistem perekaman data penginderaan jauh dengan menggunakan sensor satelit dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu sistem pasif dan sistem aktif Karakteristik Citra LANDSAT - 8 NASA (National Aeronautics and Space Administration) melakukan peluncuran satelit Landsat Data Continuity Mission (LDCM) tepat tanggal 11 Februari Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA menyerahkan satelit LDCM kepada USGS (U.S. Geological Survey) sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan Landsat versi sebelumnya. 6

7 Gambar 1.2 Satelit Landsat 8 Sumber: Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Landsat 1 yang awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1 diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari Landsat 8 disebut mempunyai misi melanjutkan Landsat 7, terlihat dari karakteristik yang mirip, baik resolusi (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Namun terdapat beberapa tambahan sebagai penyempurnaan dari Landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Publikasi yang dilakukan oleh USGS, satelit LDCM dirancang mempunyai massa saat meluncur 2623 kg (massa kering 1512 kg), terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan Landsat versi sebelumnya). Landsat 8 dirancang diorbitkan pada orbit mendekati lingkaran sinkron-matahari, inklinasi: 98,2º dan waktu melintasi khatulistiwa (Local Time on Descending Node -LTDN) nominal pada jam 10:00-10:15 pagi. Satelit LDCM NASA mempunyai target mengemban misi 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Namun umur produktif Landsat 8 dapat lebih panjang dari yang direncanakan seperti terjadi pada Landsat 5 (TM) yang pada awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun kenyataannya dapat bertahan hingga tahun Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Yaitu 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) 7

8 pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan Landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band pada Landsat 8 dibandingkan dengan Landsat 7 ditunjukkan pada Tabel 1.1. Band Tabel 1.1 Perbandingan band Landsat 7 dan Landsat 8 Landsat 7 ETM+ Panjang gelombang ( m) Resolusi (m) Band Landsat 8 (LDCM OLI/TIRS) Panjang gelombang ( m) Resolusi (m) Band 1 - Coastal aerosol Blue Band 2 - Blue Green Band 3 - Green Red Band 4 - Red NIR Band 5 - Near Infrared (NIR) 5 SWIR Band 6 - SWIR SWIR Band 7 - SWIR Pan Band 8 - Panchromatic 6 LWIR Band 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 Band 11 - Thermal Infrared (TIRS) 2 Sumber: NASA Landsat Data Continuity Mission Brochure Band 9 - Cirrus Keunggulan Landsat 8 Dibandingkan versi - versi sebelumnya, Landsat 8 memiliki beberapa keunggulan khususnya terkait spesifikasi band yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap. Sebagaimana telah diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar, yaitu Red, Green dan Blue (RGB). Dengan makin banyaknya band sebagai penyusun RGB komposit, maka warna obyek menjadi lebih bervariasi. Beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band Landsat 8 khususnya pada band 1, 9, 10, dan 11. Beberapa keunggulan Landsat 8 sebagai berikut : Band 1 (ultra blue) dapat menangkap panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah daripada band yang sama pada Landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau aerosol. Band ini unggul dalam 8

9 membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer dan mengidentifikasi karakteristik tampilan air laut pada kedalaman berbeda. Disebut juga Coastal Blue, dapat digunakan untuk kajian pesisir seperti penelitian terhadap kerumbu karang. Saluran ini sebelumnya muncul pada satelit Worldview-2. Deteksi terhadap awan Cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya kanal 9 pada sensor OLI. Saluran ini mungkin dapat digunakan untuk kajian cuaca seperti yang terdapat juga pada Satelit MODIS. Band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 meter. Pemanfaatan sensor ini dapat membedakan bagian permukaan bumi yang memiliki suhu lebih panas dibandingkan area sekitarnya, dengan kondisi obyek yang suhunya lebih panas, pada citra Landsat 8 terlihat lebih terang dari pada area - area sekitarnya. Tingkat keabuan (DN) pada citra Landsat berkisar antara Pada Landsat 8, nilai DN memiliki interval lebih panjang, yaitu Kelebihan ini merupakan akibat dari peningkatan sensitifitas Landsat dari yang semula tiap piksel memiliki kuantifikasi 8 bit, sekarang telah ditingkatkan menjadi 12 bit sehingga lebih membedakan tampilan obyek di permukaan bumi untuk mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi. Tampilan citra menjadi lebih halus, baik pada band multispektral maupun pankromatik. Terkait resolusi spasial, Landsat 8 memiliki kanal - kanal dengan resolusi tingkat menengah, setara dengan kanal Landsat 5 dan 7. Umumnya kanal pada OLI memiliki resolusi 30 meter, kecuali untuk pankromatik 15 meter, sehingga produk citra yang dihasilkan oleh Landsat 5 dan 7 pada beberapa dekade masih relevan bagi studi data time series terhadap Landsat 8. Kelebihan lainnya adalah akses data yang terbuka dan gratis. Produk citra ini bersifat time series tanpa stripping (kelemahan Landsat 7 setelah tahun 2003). Peluang Pemanfaatan Bidang Kehutanan Ketersediaan data citra time series yang cukup panjang meliputi seluruh wilayah Indonesia, tidak berbayar dan resolusi (spasial, temporal, radiometrik) baik (tingkat menengah) merupakan 3 keunggulan yang dimiliki sekaligus oleh citra Landsat. Keunggulan sekaligus ini tidak dimiliki oleh citra lainnya, sehingga sangat mendukung upaya pemanfaatan Landsat 8 untuk berbagai keperluan, 9

10 seperti monitoring perubahan penutupan lahan, deforestasi dan degradasi pada kawasan hutan, yang merupakan proyek konservasi dibawah program REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation). Laju degradasi atau deforestasi dapat diketahui dengan membandingkan penutupan lahan hutan pada tahun tertentu dengan tahun - tahun sebelumnya (mencakup pula karakteristik indeks vegetasinya). Untuk keperluan tersebut, citra Landsat masih menjadi andalan bagi para analis bidang kehutanan. Perubahan penutup lahan lebih mudah dianalisis. Ketersediaan informasi spasial mengenai kawasan yang rawan degradasi akan memberi peluang lebih dini bagi upaya pencegahan kerusakan lebih lanjut. Permasalahan yang muncul sebelum hadirnya Landsat 8 khususnya pasca kerusakan kanal pada landsat 7 adalah adanya stripping pada data setelah tahun Hal tersebut sangat mengganggu khususnya dalam melakukan koreksi radiometrik pada tahap pra pengolahan. Secara visual, perbedaan tampilan obyek antara hutan yang relatif belum terganggu dengan yang telah terganggu pada citra Landsat 8 dengan kombinasi band berbasis true color dapat dilihat lebih baik. Informasi tentang tingkat deforestasi dan degradasi tersebut membantu para analis dalam memprediksi perubahan potensi cadangan karbon di dalam kawasan hutan. Dengan dukungan Sistem Informasi Geografis dan Remote Sensing, perhitungan cadangan karbon dalam skala luas akan lebih efisien. Hal ini mengingat kawasan hutan di Indonesia memiliki luasan yang cukup besar dengan bentang lahan (biogeofisik) yang sangat beragam. Jenis data citra yang dapat dimanfaatkan untuk monitoring cadangan karbon tersebut diantaranya adalah Landsat dan MODIS. Gangguan pada kawasan hutan berupa kebakaran hutan dan lahan dapat pula diidentifikasi dengan memanfaatkan data Landsat 8. Citra ini dapat memberikan informasi tentang area yang diduga sedang terbakar dengan pemanfaatan kombinasi band yang ada pada 11 kanal Landsat (khususnya kanal 10 dan 11). Pemasangan 2 kanal (10 dan 11) pada Landsat 8 sebagai penyempurnaan 1 kanal LWIR pada Landsat 7 meningkatkan sensitifitas sensor untuk membedakan sifat obyek berdasarkan karakteristik suhunya. Kombinasi band Landsat 8 juga memperbaiki tampilan vegetasi yang rusak akibat kebakaran sehingga mempermudah pemetaan area bekas kebakaran. Sebagaimana instrumen remote sensing lainnya, produk satelit Landsat 8 ini juga dapat digunakan untuk 10

11 monitoring perkembangan bencana alam, gunung merapi dan gempa bumi (Sugiarto, 2013) Software ENVI 4.5 ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu image processing system yang dibuat oleh Research System, Inc (RSI). Dari permulaannya ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan spesifik yang secara teratur menggunakan data penginderaan jauh dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data visualisasi yang menyeluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe, semuanya dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan. ENVI digunakan untuk memproses dan menganalisis citra dalam berbagai keperluan. ENVI menggunakan format data raster dan ASCII (text) sebagai header file. Data raster disimpan sebagai 'binary stream of bytes' berupa format Band Sequential (BSQ), Band Interleaved by Pixel (BIP) dan Band Interleaved by Line (BIL). ENVI juga mendukung berbagai tipe format lainnya seperti byte, integer, long integer, floating-point, double-precision, complex dan double-precision complex. ENVI memiliki tiga jendela utama yaitu The Main Display Window yaitu untuk menampilkan semua tampilan citra dalarn full resolution yang dibatasi oleh kotak pada scroll, The Scroll Window yaitu untuk menampilkan seluruh citra pada file, dan The Zoom Window yaitu untuk menampilkan perbesaran dari main display window yang dibatasi oleh kotak pada window. ENVI memiliki beberapa menu utama diantaranya adalah : File Management, Display Management, Interactive Display Functions, Basic Tools, Classification, Transform, Filters, Spectral Tools, Map Tools, Vector Tools, Topographic Tools, Radar Tools. Tabel 1.2 Spesifikasi Software ENVI 4.5 No Spesifikasi Uraian Keterangan 1 Nama Software ENVI Merupakan salah satu (The Enviroment for Visualizing Images) software pengolahan citra digital yang dibuat oleh RSI 2 Versi (Release) 4.2 Versi yang terbaru adalah 3 Diluncurkan tahun versi Tahun diluncurkannya software ENVI Versi

12 Lanjutan Tabel 1.2 No Spesifikasi Uraian Keterangan 4 Vendor atau Research System, Inc Perusahaan pembuat Pembuat (RSI) software Image Processing berasal dari Amerika Serikat. 5 Minimum Software ini menggunakan Hardware Pentium x86 spesifikasi hardware yang - Processor 64 MB cukup besar karena data - RAM 32 bit yang dapat diolah - VGA 400 MB harddisk merupakan data yang kompleks baik data raster Card maupun vector. Semakin - Free space tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan lebih mempercepat dalam proses pada saat analisis. 6 Operating System Windows 98, NT 4.0, Software ini dapat 2000, XP, Linux beroperasi di berbagai macam sistem windows minimal windows Kategori GIS Software GIS ini termasuk Software - Viewer viewer karena kurang memiliki fasilitas lengkap dalam pengolahan data SIG. IP - Profesional Image processing software ini termasuk profesional dengan fasilitas pengolahan data digital yang lengkap. 8 Struktur Data Raster dan vektor Mampu menampilkan data atau File baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff dll. Format data vektor yang didukung antara lain format data ArcView yaitu *.shp. 9 Format Data/File *.evf *.evf merupakan format data vektor asli yang ada pada ENVI. *.hdr *.hdr (header) merupakan jenis format data untuk membuka data raster. 10 Fasilitas paket IDL 6.2 Merupakan bahasa program yang pemrograman yang terintegrasi dengan software digunakan untuk membuat suatu project pada ENVI. inti 12

13 Lanjutan Tabel 1.2 No Spesifikasi Uraian Keterangan 11 Fasilitas pada Software Inti (core) Input + editing Processing Output (layout) Citra dengan format data baik raster maupun vektor Koreksi geometrik dan radiometrik, transformasi, pemfilteran, perhitungan statistik, klasifikasi supervised dan unsupervised Print, export file, layout 12 Format I/O data Input : Data raster (format data asli dari satelit), software IP, GIS. Data vektor dapat berupa *.evf, *.shp, *.mif, *.dgn, *.dxf, *e00, *.ddf dan *dlg. Output: *.ENVI standar *.ENVI meta *.ERDAS IMAGINE *.PCI *.ArcView raster *.ASCII *.ER Mapper *.JPEG2000 *.NITF *.TIFF/GeoTIFF *.ESRI GRID 13 Fasilitas khusus Radar tools atau fasilitas lainnya Analisis hiperspektral Input data yang ada yaitu dapat menggunakan citra baik berupa data raster maupun data vektor. Proses dalam ENVI menggunakan formulaformula tertentu sehingga dapat menghasilkan data yang akurat. Output dapat berupa print citra, layout dan eksport file. Format input data yang mendukung software ENVI sangat banyak berupa format raster dan format vektor. Format output data didukung beberapa software IP maupun GIS lainnya seperti ERDAS, PCI, ArcView, dan ER Mapper. Tools standard dan advanced untuk analisa deteksi citra radar Analisis dengan meng gunakan beberapa bahkan puluhan saluran. Sumber : Modul Praktikum Pemanfaatan Perangkat Lunak Komputer 13

14 1.6.4 Pola Spektral Pengenalan pola spektral obyek dapat menjadi pemandu yang bermanfaat dalam upaya mengenali obyek pada citra. Kurva pantulan spektral menunjukkan pantulan obyek yang dominan di muka bumi yaitu air, tanah dan vegetasi dan rentang panjang gelombang 0,4 2,6 µm. Vegetasi memberikan pantulan yang sangat rendah pada spektrum biru, meningkat agak tinggi pada spektrum hijau (oleh karena itu vegetasi tampak hijau dimata manusia), menurun lagi di spektrum merah (karena serapan kuat oleh spektrum daun), dan meningkat sangat tajam di spektrum inframerah dekat, sebagai akibat dari pantulan oleh ruang antar sel oleh ruang antar sel pada jaringan spongi daun. Tanah bertekstur relatif kasar ataupun relatif lembab memberikan pantulan yang semakin meningkat dari spektrum biru ke inframerah dekat, kemudian semakin turun ke spektrum inframerah tengah karena pengaruh serapan oleh lengas tanah. Tanah yang bertekstur relatif halus atau memiliki rona cerah dilapangan dan sangat tipis cenderung memberikan pantulan tinggi pada spektral. Gambar 1.3 Kurva Pantulan Spektral Obyek Sumber : Dedaunan kering akan memberikan pantulan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya panjang gelombang. Pantulan spektral vegetasi pada saluran merah akan cenderung semakin rendah dengan semakin rapatnya vegetasi karena konsentrasi klorofil yang semakin banyak akan meningkatkan daya serap terhadap pantulan saluran merah tersebut. Sebaliknya pada saluran hijau, nilai spektral vegetasi yang semakin tinggi menunjukkan kerapatan vegetasi tinggi 14

15 pula. Klorofil menyerap radiasi pada panjang gelombang merah dan biru, sehingga daun terlihat hijau dengan 10% dipantulkan. Pantulan sinar yang mengenai bagian penyusun tanaman seperti daun dan batang serta obyek yang ada di permukaan tanah seperti batuan, tanah dan mineral tanaman merupakan interaksi pantulan kanopi. Kanopi merupakan lapisan atau strata cabang pohon serta daun yang terbentuk oleh rapatnya pohon pohon hutan hujan (Wibowo, 2008). Howard (1991) dalam Hartono (1996) menjelaskan keadaan struktur tegakan dengan kanopi yang memiliki tinggi relatif sama akan mencerminkan luas daun atau leaf area index yang tinggi dibandingkan dengan keadaan tegakan yang mempunyai variasi tinggi kanopi. Kerapatan kanopi vegetasi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kerapatan horizontal dan kerapatan vertikal. Kerapatan horizontal berkaitan dengan tingkat penutupan permukaan tanah oleh vegetasi, sedangkan kerapatan vertikal berkaitan dengan ketebalan kanopi secara vertikal yang pada umumnya berhubungan dengan jumlah strata (layer). Tabel 1.3 Klasifikasi Kerapatan Kanopi No Kerapatan Kanopi Kelas Klasifikasi 1 20% Sangat Buruk 2 21% - 40% Buruk 3 41% - 60% Sedang 4 61% - 80% Baik 5 > 80% Sangat Baik Sumber : Departemen Kehutanan (1998) dalam Ismanto (2005) Indeks Vegetasi Indeks vegetasi menggambarkan tingkat kehijauan (greenness) tanaman, yang merupakan kombinasi matematis antara saluran merah dan saluran inframerah dekat yang digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Pada ENVI terdapat 27 indeks vegetasi yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan pigmen air dan karbon yang dapat diidentifikasi dengan spektrum pantulan cahaya tampak (400 mm 2500 mm). Setiap indeks tergantung pada respon sensor dua atau lebih spektral band, dimana indeks dapat dikombinasikan untuk membentuk sebuah nilai single indeks 15

16 yang sesuai pada intensitas atau parameter biofisik yang signifikan pada vegetasi (ENVI Tutorial Vegetation Analysis, 2005). Terdapat tools pada ENVI sebagai bentuk pengaplikasian dari indeks vegetasi yang ada, yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan hutan sehat dan hutan tidak sehat, yaitu Forest Health Tools. Fungsi tersebut mengkombinasikan beberapa indeks vegetasi dalam pengolahannya untuk dapat memperoleh peta yang menunjukkan kesehatan hutan pada suatu wilayah. Pemetaan kesehatan hutan memiliki manfaat untuk mendeteksi kondisi vegetasi sehata dan tidak sehat. Vegetasi dengan tingkat stress rendah menunjukkan vegetasi yang sehat, sedangkan kondisi stress yang tinggi dapat mengindikasikan kerapatan kanopi jarang atau tanaman dalam kondisi kering. Pemilihan kategori indeks vegetasi yang paling penting dan indeks perwakilan terbaik dalam setiap kategori dilakukan oleh Dr. Gregory P. Asner (2008) dari Carnegie Institution of Washington, Departemen Ekologi Global. Pilihan didasarkan pada ketahanan, dasar ilmiah, dan diterapkan secara umum. Beberapa kategori indeks vegetasinya yang ada pada Forest Health Tools antara lain sebagai berikut : a. Broadband Greenness Menunjukkan distribusi vegetasi hijau, beberapa indeksnya adalah : Normalized Difference Vegetation Index Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan. Kombinasi dari formula perbedaan normalisasi dan penggunaan penyerapan dan reflektansi tertinggi klorofil membuat indeks ini baik pada berbagai kondisi. Tanaman hidup menyerap gelombang tampak (visible) biru dan merah serta memantulkan gelombang hijau, oleh karenanya mata manusia melihat daun tanaman hidup berwarna hijau. = (1) Nilai indeks ini berkisar antara -1 hingga 1. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah 0,2 hingga 0,8. (Vegetation Indices ENVI User s Guide, 2005) b. Light Use Efficiency Memperlihatkan kemampuan tumbuh vegetasi, contoh indeksnya yaitu : Structure Insensitive Pigment Index (SIPI) 16

17 Structure Insensitive Pigment Index merupakan pengukuran reflektansi yang dirancang untuk memaksimalkan sensitivitas indeks untuk rasio karotenoid massal, untuk klorofil sekaligus mengurangi sentivitas terhadap variasi dalam struktur kanopi. Peningkatan SIPI diperkirakan menunjukkan peningkatan stres kanopi (pigmen karotenoid). Aplikasi SIPI termasuk aplikasi yang dimanfaatkan untuk pemantauan kesehatan vegetasi, deteksi stress fisiologis tanaman dan produksi tanaman dan analisis hasil. = (2) Nilai indeks ini berkisar dari 0 hingga 2. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah 0,8 hingga 1,8. (Vegetation Indices ENVI User s Guide, 2005) c. Canopy Water Content Menunjukkan konsentrasi air, salah satu indeksnya adalah : Normalized Difference Water Index (NDWI) Indeks vegetasi yang mendeteksi konsentrasi air pada kanopi. Daun pada tumbuhan sehat memiliki kandungan air yang tidak berlebihan maupun tidak kurang sehingga menyebabkan daun menjadi kering. Tanaman yang sehat memiliki proses metabolisme air yang baik dari tanah ke tumbuhan terutama daun sebagai alat untuk fotosintesis. NDWI sensitif terhadap perubahan kandungan air pada kanopi vegetasi karena pantulan pada 857 nm dan 1241 nm memiliki sifat penyerapan zat cair yang mirip, tapi sedikit berbeda dengan penyerapan air. Hamburan cahaya oleh kanopi vegetasi meningkatkan penyerapan zat cair pada nm. Aplikasi yang termasuk pemanfaatan indeks ini antara lain analisis stress kanopi hutan, pemodelan produktivitas tanaman dan studi kerentanan kebakaran. = (3) Nilai indeks ini berkisar antara -1 hingga 1. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah -0,1 hingga 0,4. (Vegetation Indices ENVI User s Guide, 2005) Masing masing kategori indeks memiliki beberapa kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengestimasi keberadaan suatu sifat tanaman. Beberapa indeks dapat dikombinasikan dengan pertimbangan hubungan antar 17

18 indeks sehingga mampu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan hasil maksimal (Vegetation Indices, ENVI User s Guide, 2005). Tabel 1.4 Klasifikasi Tingkat Kesehatan Hutan No Klasifikasi Range 1 Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik 8 9 Sumber : ENVI Tutorial, 2005 dalam Utomo, Hutan Menurut Undang Undang RI No. 41 Tahun 1999, terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan kehutanan, diantaranya hutan dan kawasan hutan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara merupakan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan yang berada pada tanah yang dibebani atas hak disebut hutan hak. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat. Hutan mempunyai 3 fungsi yaitu konservasi, lindung dan produksi. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang emmpunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Salah satu cara pengelolaan hutan adalah pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat 18

19 secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan negara dapat dilakukan dengan pemberian izin usaha baik kepada perorangan maupun kelompok melalui koperasi. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat ikut mengelola hutan negara. Sedangkan pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Keputusan Menteri Nomor 101/KPR-V/1996 menyebutkan, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap hektar. Pada umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) di lahan hak milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok (Potret Hutan Provinsi Jawa Tengah, 2008). Pengertian hutan rakyat secara sederhana adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat, baik perorangan, kelompok ataupun lembaga. Menurut Raharjo (2007) dalam Kurniawan (2011), hutan rakyat diartikan sebagai kelompok pohon - pohonan yang didominasi oleh tumbuhan berkayu, luas dan kerapatannya cukup sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan di luarnya, dikelola dan dikuasai oleh rakyat. Kementerian Kehutanan mendefinisikan hutan rakyat sebagai suatu lapangan di luar hutan negara yang didominasi oleh sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya. Proses terjadinya hutan rakyat dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi secara alami, tetapi proses terjadinya hutan rakyat adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah - tanah kritis. Beberapa manfaat hutan rakyat diantaranya adalah : Meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Memanfaatkan lahan yang tidak produktif secara maksimal dan lestari agar menjadi lahan yang subur sehingga akan lebih baik untuk usaha tani tanaman pangan. Meningkatkan produksi kayu dalam mengatasi kekurangan kayu bakar, kayu perkakas, bahan bangunan dan alat rumah tangga. 19

20 Menyediakan bahan baku industri yang memerlukan bahan baku kayu, seperti pabrik kertas, pabrik korek api. Menambah lapangan kerja bagi penduduk pedesaan. Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan dan mewujudkan terbinanya lingkungan hidup sehat dan kelestarian sumber daya alam. Pola hutan rakyat yang berkembang berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya berdasarkan Departemen Kehutanan (1990) digolongkan dalam bentuk : Hutan rakyat murni yaitu hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur, misalnya Jati, Akasia, Mahoni. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon - pohon yang ditanam secara campuran, misalnya Jati dan Mahoni atau Jati dan Sengon. Hutan rakyat agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usaha tani lainnya, seperti perkebunan, pertanian, peternakan secara terpadu pada satu lokasi. Hutan rakyat ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan baik dari segi ekonomi maupun ekologi (Potret Hutan Provinsi Jawa Tengah, 2008) Kriteria Hutan Sehat Hutan yang sehat merupakan sumber air minum, sumber makanan dan obat - obatan, pencegah banjir dan sumber penghidupan bagi masyarakat lokal. Kimmins (1997) dalam Irwanto (2010) berpendapat, hutan sehat terbentuk apabila faktor - faktor biotik dan abiotik dalam hutan tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan pengelolaan hutan saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai oleh adanya pohon - pohon yang tumbuh subur dan produktif, siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan, serta membentuk ekosistem yang khas. Kesehatan hutan menekankan pada kondisi suatu tegakan dalam hubungannya dengan manfaat yang diperoleh. Kelompok yang mendalami ekologi (ecosystem centered) mengemukakan bahwa ekosistem hutan yang sehat tercapai bila tempat tumbuhnya dapat mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya sendiri secara alami, mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin stabilitas 20

21 habitat untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di antara komunitas tumbuhan, hewan dan lingkungan (Irwanto, 2010). Kriteria hutan sehat dapat dinilai dari kemampuan hutan sebagai rumah ekologi bagi kehidupan hayati. Banyaknya jenis tumbuhan, hewan dan mikroorganisme dalam sebuah ekosistem hutan, maka hutan tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat. Hutan tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya tanpa pengelolaan yang mendukung tumbuhan untuk tumbuh, reproduksi dan daur ulang nutrisi tanah. Vegetasi yang sehat merupakan vegetasi yang berwarna hijau yang diakibatkan oleh adanya zat hijau daun. Pengelolaan kesehatan hutan merupakan upaya dalam memadukan pengetahuan tentang ekosistem, dinamika populasi dan genetika organisme pengganggu tumbuhan dengan pertimbangan ekonomi untuk menjaga agar resiko kerusakan berada di bawah ambang kerugian (Irwanto, 2010). Dengan kata lain, pengelolaan kesehatan hutan secara modern berusaha untuk mengendalikan kerusakan tetap di bawah ambang ekonomi yang masih dapat diterima. Konsep penilaian kesehatan hutan menurut kerusakannya (Mangold, 1997 dalam Irwanto, 2010) menilai kesehatan hutan berdasarkan kesehatan pohon penyusunnya, sedangkan kesehatan pohon dipengaruhi oleh kerusakan yang terjadi pada pohon tersebut. Kerusakan atau cacat yang dimaksud adalah segala macam kerusakan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman selanjutnya. Kerusakan pohon dalam hutan dapat terjadi karena aktivitas patogen, serangga atau faktor alami, termasuk aktivitas manusia. Kerusakan ini pada batas tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon dalam hutan dan secara keseluruhan dapat mempengaruhi kesehatan hutan. Apabila kerusakan itu terjadi pada areal yang luas dan mematikan seluruh pohon - pohon di dalam tegakan, maka akan menimbulkan kerusakan yang disebut katastropi. Apabila kerusakan terjadi pada individu pohon namun berlangsung dalam jangka panjang, dimungkinkan dapat menyebabkan kerusakan yang fatal dari segi ekonomi. Dalam pengelolaan hutan masa kini dan masa depan, informasi tentang kerusakan hutan sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan kondisi hutan Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, 21

22 yaitu pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis keluaran (Aronoff, 1989). Informasi Geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Jadi informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut dan waktu. SIG dapat mempresentasikan dunia nyata diatas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata diatas kertas, tetapi SIG memliki kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada lembaran pada kertas. Model data spasial SIG adalah raster dan vektor, tetapi dengan prioritas tinggi kepada model data vektor. Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan stuktur matriks atau piksel - piksel yang membentuk grid, sedangkan data vektor menggunakan titik, garis atau poligon disertai atribut. SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur - unsurnya sebagai atribut - atribut didalam basis data. Kemudian SIG membentuk dan menyimpannya didalam tabel - tabel (relational) dan menghubungkan unsur - unsur diatas dengan tabel - tabel yang bersangkutan sehingga atribut dapat diakses melalui lokasi - lokasi unsur - unsur peta, dan sebaliknya unsur - unsur peta juga dapat diakses melalui atribut - atributnya Software ArcGIS 9.3 ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Desktop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox dan model builder. Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta dan mendesain secara kartografis. Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur management file file, seperti fungsi Explorer dalam Windows. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D dan menampilkan Google Earth. Model Builder digunakan untuk membuat diagram alur. 22

23 Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools tambahan. ArcGIS memiliki kemampuan analisis yang baik dalam bidang spasial yaitu overlay. Overlay merupakan proses tumpangsusun atau penggabungan dua atau lebih data grafis sehingga diperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan gabungan dari beberapa data grafis tersebut. Beberapa proses overlay yang dapat dilakukan yaitu : a. Identity, tumpang susun antara dua data grafis dengan batas terluar yang digunakan sebagai acuan adalah data grafis pertama. b. Intersect, proses tumpang susun antara dua data grafis, dimana data hasil overlay berasal dari dua atau lebih data grafis yang bertampalan. c. Union, tumpang susun antara dua data grafis, dimana batas luar yang dihasilkan adalah data grafis masukan yang mempunyai batas terluar. d. Dissolve, tumpang susun antara dua data grafis dengan penggabungan dua data berdasarkan pada nilai yang berbeda pada atribut tertentu. Tampilan peta dalam ArcGIS dibuat di ArcMap dan ditampilkan dalam sebuah layout. Dalam tampilan layout terdapat tools yang berfungsi mengatur tampilan peta pada sebidang media cetak ukuran tertentu. Tabel 1.5 Spesifikasi Software ArcGIS 9.3 No Spesifikasi Uraian Keterangan 1 Nama ArcGIS Merupakan paket software yang Software digunakan oleh masyarakat geographic imaging (pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang untuk image processing dan GIS. 2 Versi/Release 9.2 Merupakan versi yang terbaru 3 Diluncurkan tahun 4 Vendor atau Pembuat 5 Operating System dari seri ArcGIS 9.X 2006 Software ini mulai dipasarkan dan dipakai oleh banyak pengguna mulai tahun 2006 Environment System Research Institute (ESRI) Windows server 2003, NT 4.0, 2000, XP, Linux Perusahaan pembuat software Sistem Informasi Geografi yang berasal dari USA. Produk terkenal lainnya adalah Arc/Info dan ArcView GIS Software ini dapat beroperasi di berbagai macam sistem windows minimal windows

24 Lanjutan Tabel 1.5 No Spesifikasi Uraian Keterangan 6 Minimum Hardware - Processor - RAM - VGA Card - Free space 7 Kategori Software 8 Struktur Data (File) 9 Format Data (File) 10 Fasilitas paket program yang terintegrasi dengan software inti Pentium X 800 MHz minimum 512 MB 800 X color resolution 207 MB harddisk GIS - Profesional IP - Viewer Raster dan vektor *.shp *.shx *.dbf *.sbn *.sbx *.prj Database Manager dan Avenue Software ini menggunakan spesifikasi hardware yang besar karena data yang dapat diolah merupakan data yang kompleks baik data raster maupun vektor. Semakin tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan lebih mempercepat proses pada saat analisis data. Software GIS ini termasuk profesional karena memiliki berbagai fasilitas input data hingga output data yang lengkap. Image processing software ini termasuk hanya viewer saja karena kurang memiliki fasilitas format data yang lengkap. Mampu menampilkan data baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff dll. Format data vektor yang didukung antara lain format data ErMapper yaitu *.ers. *.shp format file yang menjelaskan feature geometri *.shx format file yang menjelaskan index pada feature geometri *.dbf format dbase yang menjelaskan tentang atribut feature *.prj format file hasil output Database manager meng gunakan query bulder dan fasilitas table (dbf) sedangkan avenue merupa kan fasilitas paket program yang berupa bahasa pemrograman untuk costumize data. 24

25 Lanjutan Tabel 1.5 No Spesifikasi Uraian Keterangan 11 Fasilitas pada Software Inti (core) Input + editing Process ing 12 Format I/O data Output (layout) 13 Fasilitas khusus atau fasilitas lainnya On screen digitizing dan register and transform tools Editing : edit theme dan atributnya. Overlay, buffering, 3D scene dan manipulasi analisis data lainnya. Peta data grafis dan atribut Data Raster : *.tiff *.prj *.bmp *.hdr Data Vektor : *.arc *.pnt *.shp *.mif *.dxf *.sdl *.xyz - 3D analyst - Image analyst - Spasial analyst - Edit tools - X-tools - dsb Input (Digitasi on screen), yaitu proses pengubahan data grafis menjadi data grafis digital, dalam struktur data vektor yang disimpan dalam bentuk point, garis dan area dengan mengguna kan mouse langsung pada komputer. Kesalahan hasil input dapat dikoreksi atau diedit dengan menggunakan fasilitas yang ada. Processing merupakan fasilitas untuk menganalisis data yang ada seperti overlay peta, buffering dsb. Fasilitas layout merupakan fungsi untuk membuat komposisi peta untuk dicetak dalam bentuk hardcopy. Format input data yang mendukung software ArcGIS sangat banyak berupa format raster dan format vektor. Fasilitas - fasilitas khusus lainnya dapat digunakan dengan terlebih dahulu membuka ekstension yang ada. Sumber: Modul Praktikum Pemanfaatan Perangkat Lunak Komputer Batasan Istilah Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 25

26 lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang Undang RI No. 41 Tahun 1999). Hutan Negara merupakan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (Undang Undang RI No. 41 Tahun 1999). Hutan Rakyat merupakan hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik (Undang Undang RI No. 41 Tahun 1999). Hutan Sehat merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri ciri adanya pohon pohon yang tumbuh subur dan produktif, siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan, serta membentuk ekosistem yang khas (Irwanto, 2010). Indeks Vegetasi merupakan indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan (greenness) tanaman, yang merupakan kombinasi matematis antara saluran merah dan saluran inframerah dekat yang digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan. Kombinasi dari formula perbedaan normalisasi dan penggunaan penyerapan dan reflektansi tertinggi klorofil membuat indeks ini baik pada berbagai kondisi. (Vegetation Indices ENVI User s Guide, 2005). Structure Insensitive Pigmen Index (SIPI) adalah pengukuran reflektansi yang dirancang untuk memaksimalkan merupakan pengukuran reflektansi yang dirancang untuk memaksimalkan sensitivitas indeks untuk rasio karotenoid massal, untuk klorofil sekaligus mengurangi sentivitas terhadap variasi dalam struktur kanopi (Vegetation Indices ENVI User s Guide, 2005). Normalized Difference Water Index (NDWI) merupakan indeks vegetasi yang mendeteksi konsentrasi air pada kanopi dimana tumbuhan yang sehat memiliki air pada daun yang tidak berlebihan dan tidak kurang atau daun kering (Vegetation Indices ENVI User s Guide, 2005). 26

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, TINJAUAN PUSTAKA Cagar Alam Dolok Sibual-buali Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Suaka Alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya pemanfaatan dan penggunaan data citra penginderaan jauh di berbagai segi kehidupan menyebabkan kebutuhan akan data siap pakai menjadi semakin tinggi. Beberapa

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature ABSTRAK Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki hamparan hutan yang luas tidak terlepas dengan adanya masalah-masalah lingkungan yang dihasilkan, khususnya kebakaran hutan. Salah satu teknologi yang

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KECAMATAN SILAT HILIR KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KECAMATAN SILAT HILIR KABUPATEN KAPUAS HULU PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KECAMATAN SILAT HILIR KABUPATEN KAPUAS HULU Ajun Purwanto Program Sudi Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian dari ekosistem alam sebagai assosiasi flora fauna yang didominasi oleh tumbuhan berkayu yang menempati areal yang sangat luas sehingga menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk pasti membutuhkan lahan atau tempat, sesuai dengan definisi penduduk yakni kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali  address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung ISSN 0216-8138 73 SIMULASI FUSI CITRA IKONOS-2 PANKROMATIK DENGAN LANDSAT-7 MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN METODE PAN-SHARPEN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS CITRA DALAM UPAYA PEMANTAUAN KAWASAN HIJAU (Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Oleh : NIKEN SUSILOWATI NIM.140 500 212 POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016 KATA PENGANTAR Assalammu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah.

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah. 62 PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM Rita Juliani Rahmatsyah Bill Cklinton Simanjuntak Abstrak Telah dilakukan penentuan kerapatanmangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini peta telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Peta memuat informasi spasial yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu objek di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem manajemen berupa informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini 57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia yang dapat memberikan manfaat yang besar untuk kehidupan makluk hidup. Salah satu

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jarak Jauh Lillesand dan Kiefer (1997), mendefenisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

alternatif, contoh perdagangan usaha mikro kecil diantaranya apotek, toko alat tulis, warung kelontong, salon, pusat perbelanjaan kecil, warung

alternatif, contoh perdagangan usaha mikro kecil diantaranya apotek, toko alat tulis, warung kelontong, salon, pusat perbelanjaan kecil, warung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan adalah kegiatan ekonomi yang mengaitkan antara para produsen dan konsumen. Sebagai kegiatan distribusi, perdagangan menjamin peredaran, penyebaran, dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii LEMBAR KEASLIAN... v ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Lanskap Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruh kelimpahan dan distribusi organisme. Ekologi lanskap juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan itra Hartanto Sanjaya Pemanfaatan cita satelit sebagai bahan kajian sumberdaya alam terus berkembang, sejalan dengan semakin majunya teknologi pemrosesan dan adanya

Lebih terperinci