EFIKASI VAKSIN ULANG Streptococcus agalactiae PADA INDUK IKAN NILA TERHADAP IMUNITAS MATERNAL UNTUK PENCEGAHAN STREPTOCOCCOSIS DENDI HIDAYATULLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFIKASI VAKSIN ULANG Streptococcus agalactiae PADA INDUK IKAN NILA TERHADAP IMUNITAS MATERNAL UNTUK PENCEGAHAN STREPTOCOCCOSIS DENDI HIDAYATULLAH"

Transkripsi

1 EFIKASI VAKSIN ULANG Streptococcus agalactiae PADA INDUK IKAN NILA TERHADAP IMUNITAS MATERNAL UNTUK PENCEGAHAN STREPTOCOCCOSIS DENDI HIDAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efikasi Vaksin Ulang Streptococcus agalactiae pada Induk Ikan Nila terhadap Imunitas Maternal untuk Pencegahan Streptococcosis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Dendi Hidayatullah NIM C

4 RINGKASAN DENDI HIDAYATULLAH. Efikasi Vaksin Ulang Streptococcus agalactiae pada Induk Ikan Nila terhadap Imunitas Maternal untuk Pencegahan Streptococcosis. Dibimbing oleh SUKENDA dan SRI NURYATI. Bakteri S. agalactiae merupakan patogen utama yang menyerang ikan nila mulai fase benih hingga dewasa. Fase benih merupakan fase rawan disebabkan banyak terjadi kematian akibat belum berkembangnya sistem imun dengan sempurna. Rekayasa transfer imunitas maternal melalui vaksinasi induk ikan merupakan teknik alternatif dalam mengantisipasi tingginya angka kematian benih. Pemberian vaksin S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan pertama mampu meningkatkan imunitas induk maupun benih dan memproteksi benih dari infeksi S. agalactiae. Namun, transfer imunitas maternal pada pemijahan kedua dari induk yang telah divaksin mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena dalam jangka waktu tertentu keberadaan antibodi dalam tubuh dan proteksinya akan semakin menurun. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji efikasi vaksin ulang S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan kedua terhadap imunitas maternal untuk pencegahan streptococcosis. Vaksin dibuat dengan cara menginaktivasi bakteri S. agalactiae menggunakan formalin sebanyak 3% (v/v). Vaksin yang digunakan adalah gabungan sediaan sel utuh dan produk ekstraselular (ECP) S. agalactiae. Vaksin gabungan diinjeksi sebanyak 0,4 ml/kg induk ikan dengan perbandingan 50:50% (v/v) dari dosis penyuntikan, sedangkan kontrol diinjeksi dengan phosphate buffered saline (PBS). Vaksin diberikan ke induk ikan pada fase tingkat kematangan gonad dua (TKG 2). Penelitian terdiri dari tiga perlakuan dan tiga ulangan yaitu induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Uji tantang benih dari setiap induk perlakuan dilakukan melalui perendaman S. agalactiae 10 7 CFU/mL selama 30 menit pada umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas. Parameter yang diamati pada induk ikan meliputi level antibodi, aktivitas lisosim, gambaran darah, dan fekunditas telur. Parameter yang diamati pada telur dan benih meliputi daya tetas telur, level antibodi, aktivitas lisosim, mortalitas benih setelah uji tantang, relative percent survival (RPS) dan perubahan patologi anatomi mikroskopis jaringan otak benih setelah infeksi S. agalaciae. Hasil penelitian menunjukkan total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit induk ikan tidak berbeda signifikan (P>0,05) antara semua perlakuan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) pada total leukosit dan aktivitas fagositik. Perlakuan induk B memiliki total leukosit dan aktivitas fagositik yang signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Level antibodi induk, telur, dan benih dari perlakuan B signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Level antibodi benih dari perlakuan induk A tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan benih dari perlakuan induk K pada hari ke-20. Aktivitas lisosim induk, telur, dan benih dari perlakuan B berbeda signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Aktivitas lisosim telur dari induk perlakuan A tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan telur dari induk K. Aktivitas lisosim benih dari induk perlakuan

5 A tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan benih dari induk K mulai hari ke-10 hingga hari ke-20. Fekunditas telur tidak berbeda signifikan (P>0,05) pada semua perlakuan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap daya tetas telur. Daya tetas telur dari perlakuan induk B (94,52%) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari pada perlakuan induk lainnya. Tingkat mortalitas benih perlakuan induk B signifikan lebih rendah (P<0,05) dari perlakuan lainnya hingga hari ke-20. Namun, mortalitas benih perlakuan induk B tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan perlakuan benih dari induk A pada hari ke-5. Nilai RPS benih dari perlakuan induk B tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan perlakuan benih dari induk A pada hari ke-5 tetapi, signifikan lebih tinggi (P<0,05) pada hari ke-10 hingga hari ke-20. Hasil histologi jaringan otak ikan yang terinfeksi S. agalactiae terlihat mengalami nekrosis dan degenerasi, namun tidak terlihat pada jaringan otak benih ikan normal. Kesimpulan penelitian yaitu pemberian vaksin ulang di induk ikan nila pada pemijahan kedua dapat menstimulasi imunitas dan transfer imunitas maternal ke anaknya untuk pencegahan streptococcosis. Kata kunci: vaksin ulang, imunitas, maternal, transfer, induk, nila

6 SUMMARY DENDI HIDAYATULLAH. Efficacy of Streptococcus agalactiae Re-vaccine on Tilapia Broodstock to Maternal Immunity in Preventing Streptococcosis. Supervised by SUKENDA and SRI NURYATI. The bacteria S. agalactiae is a main pathogen attacking tilapia during the fry up to adult phase. The fry phase is the most threatened phase with high mortality rate due to under developed immunity system. The manipulation maternal immunity transfer via broodstock vaccination was the best alternative technique to anticipate the high mortality rate in fry. The administration of S. agalactiae vaccine in tilapia broodstock during the first spawning has been proven to increase the immunity of broodstock and fry against infection of S. agalactiae. However the maternal immunity transfer in the second spawning has decreased. In addition, the presence and potection of antibodies will continue to decrease over time. The purpose of the research was conducted to assess the efficacy of S. agalactiae re-vaccine in tilapia broodstock before second spawning on the maternal immunity transfer to the fry in preventing streptococcosis. The vaccine was prepared using formalin-killed whole cell and extracellular products (ECP) of S. agalactiae. Fish were vaccinated with mixed whole cell and ECP vaccine. The vaccine was administered by injection of 0.4 ml/kg fish in a 50:50% (v/v), and the control was injected by phosphate buffered saline (PBS). Vaccinated broodstock at gonad developmental stage two. The research consisted of three treatments with three replications, which were broodstock with injected PBS (K), broodstocks injected once vaccine (A), and broodstocks injected twice vaccine with interval one month (B). Challenge test for fry produced on every broodstock were performed by immersion of 10 7 CFU/mL S. agalactiae for 30 minutes at fry ages 5, 10, 15, and 20 day after hatching. The parameters observed in broodstock were level of antibodies, lysozyme activity, blood profile, and fecundity rate of eggs. Parameters observed in eggs and fry were hatching of eggs, level of antibodies, lysozyme activity, mortality rate of fry after challenge test, relative percent survival (RPS), and anatomic microscopic pathology changes in brain tissue of fry after infection with S. agalaciae. The results showed total erythrocytes, hemoglobin and hematocrit in broodstock were not significantly different (P>0.05) between all treatments. However, there were significantly different (P<0.05) in total leukocytes and phagocytic activity. The total leukocytes and phagocytic activity from broodstock B treatment were significantly higher (P<0.05) than the other broodstock. Antibody level of broodstock, eggs, and fry from B treatment (OD: 0.20) were significantly higher (P<0.05) than the other treatments. Lisozyme activity in broodstock, eggs, and fry from B treatment were significantly higher (P<0.05) than the other broodstock. The lisozyme activity of fry from broodstock A and B decreased at day 10 and than rise again until day 20. The lisozyme activity of fry from broodstock A and K were not significantly different (P<0.05) from 10 th until 20 th day. The fecundity rate of eggs from all broodstock treatments were not significantly different (P>0.05). There was significantly different (P<0.05) to

7 hatching rate. Hatching rate from broodstock B was significantly higher (P<0.05) than the other broodstock treatments. Mortality rate of fry from broodstock B was significantly lower (P<0.05) than the other treatment until 20 th day. However, mortality rate of fry from broodstock B was not significantly different (P>0.05) with fry from broodstock A at 5 th day. Relative percent survival of fry from broodstock B was not significanty different (P>0.05) with fry from broodstock A at 5 th day but, significantly higher (P<0.05) at 10 th until 20 th day. There was microscopic changes in brain of fry after S. agalactiae infection. The brain tissue which S. agalactiae infection showed necrosis and degeneration, but not shown in normal fish brain. The conclusion of this research showed re-vaccine in broodstock on second spawning can stimulate immunity and maternal immunity transfer to fry for streptococcosis prevention. Key words: re-vaccine, maternal, immunity, transfer, broodstock, tilapia

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 EFIKASI VAKSIN ULANG Streptococcus agalactiae PADA INDUK IKAN NILA TERHADAP IMUNITAS MATERNAL UNTUK PENCEGAHAN STREPTOCOCCOSIS DENDI HIDAYATULLAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc

11 Judul Tesis : Efikasi Vaksin Ulang Streptococcus agalactiae pada Induk Ikan Nila terhadap Imunitas Maternal untuk Pencegahan Streptococcosis Nama : Dendi Hidayatullah NIM : C Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Dr Sri Nuryati, SPi MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Widanarni, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian: 14 Desember 2015 Tanggal Lulus:

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata ala atas segala karunia-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2015 dengan judul Efikasi Vaksin Ulang Streptococcus agalactiae pada Induk Ikan Nila terhadap Imunitas Maternal untuk Pencegahan Streptococcosis. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini, terutama kepada Dr Ir Sukenda, MSc dan Dr Sri Nuryati, SPi MSi selaku ketua dan anggota komisi pembimbing tesis serta Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi MSi selaku wakil dari program studi Ilmu Akuakultur dan Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc selaku dosen penguji luar komisi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis sampaikan pula terima kasih dan penghargaan kepada Pak Ranta, Pak Rahman, teman-teman BDP45 (Wahyu, Fajar, Ardina, Nurina, Tira, Tiara, Yoseph, Asep, Erriza), temanteman Ilmu Akuakultur 2013, teman-teman laboratorium kesehatan organisme akuatik 2013 (Ka Ezy, Ka Dwi, Ka Vika, Windu, Abung, Asep, Ari, Lukman, Sekar, Ike, Amal, Bu Aty, Nurin), serta adik-adik tingkat (Yanti, Rudi, Ardana, Dhana, Kiki, Zani, Adel, Iqbal, Mita, Syifa, Yuri, May, Hana, Berman, Arbi) yang terus memberikan semangat, bantuan, dukungan, dan doanya kepada penulis dalam penyusunan tesis. Terimakasih juga disampaikan kepada DIKTI yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) tahun Demikian tesis ini disusun, semoga bermanfaat dan dapat berkontribusi terhadap pengembangan akuakultur di masa depan. Bogor, Januari 2016 Dendi Hidayatullah

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 2 METODE 3 Materi Uji 3 Rancangan Percobaan 3 Prosedur Penelitian 3 Parameter Penelitian 5 Analisis Data 8 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil 8 Pembahasan 13 4 SIMPULAN DAN SARAN 17 Simpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 22 RIWAYAT HIDUP 24

14 DAFTAR TABEL 1 Perlakuan pengujian efikasi vaksin ulang S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan kedua 3 2 Gambaran darah induk ikan nila setelah vaksinasi pada perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B): total eritrosit, total leukosit, hemoglobin (Hb), hematokrit (Hc), dan aktivitas fagositik (AF) 9 3 Fekunditas dan daya tetas telur ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B) Tingkat mortalitas setelah infeksi S. agalactiae dan relative percent survival benih ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B) 13 DAFTAR GAMBAR 1 Level antibodi induk ikan nila setelah vaksinasi pada perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) 9 2 Level antibodi telur ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) 10 3 Level antibodi benih ikan nila umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar pada umur benih yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) 10 4 Aktivitas lisosim induk ikan nila pada perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). setelah vaksinasi. Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) 11 5 Aktivitas lisosim telur ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) 11

15 6 Aktivitas lisosim benih ikan nila umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar pada umur benih yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) 12 7 Patologi anatomi mikroskopis pada jaringan otak benih ikan nila setelah infeksi S. agalactiae: A) Jaringan otak normal; B) Jaringan otak terserang S. agalactiae mengalami nekrosis (Ne) dan Degenerasi (De) 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Karakterisasi bakteri S. agalactiae menggunakan KIT API 20 Strep 22 2 Hasil pengukuran bobot molekul protein produk ekstraselular (ECP) S. agalactiae dengan metode sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) 23 3 Histologi jaringan gonad induk ikan nila pada tingkat kematangan gonad dua (TKG2) 23

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bakteri S. agalactiae merupakan patogen utama di ikan nila. Bakteri tersebut menyebabkan kematian massal pada budidaya ikan nila di beberapa negara produsen ikan nila seperti China, Thailand, Malaysia dan Indonesia (Sheehan et al., 2009). Bakteri ini menimbulkan penyakit streptococcosis mulai fase benih hingga fase dewasa pada ikan nila (Evans et al., 2006; Yang & Li, 2009; Jantrakajorn et al., 2014). Infeksi Streptococcus pada budidaya ikan nila intensif dapat menyebabkan tingkat kematian mencapai 90% populasi dan lebih dari 90% bakteri disebabkan oleh S. agalactiae (Ye et al., 2011; Chen et al., 2012). Streptococcosis pada ikan yang disebabkan oleh S. agalactiae menyebabkan septicemia dan meningoencephalitis (Mian et al., 2009). Hardi et al., (2011) melaporkan bahwa ikan yang terserang patogen S. agalactiae memiliki gejala seperti pembengkakan pada mata (exopthalmia), kekeruhan pada mata (opacity), mata memutih (purulens), perubahan pola renang (whirling), dan penjernihan operkulum (Clear operculum). Aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya ikan nila salah satunya adalah kualitas benih. Hal ini erat hubungannya dengan kualitas induk ikan. Menurut Swain dan Nayak (2009), kesehatan dan status imun induk ikan sangat penting bukan hanya pada saat pemijahan tetapi juga untuk kesehatan benih yang dihasilkan. Adanya imunitas maternal yang ditransfer oleh induk menjadi esensial pada fase awal pertumbuhan benih. Hal ini penting karena pada awal pertumbuhan, kemampuan embrio dan benih ikan masih belum dapat mengembangkan respon imun dengan baik (Magnadottir et al., 2005; Zapata et al., 2006). Vaksinasi ikan merupakan salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit dengan cara menginduksi kekebalan spesifik (Evans et al., 2005; Sommerset et al., 2005; Muiswinkel, 2008; Secombes, 2011; Gudding et al., 2013; Yi et al., 2014). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian vaksin dari sediaan antigen sel utuh dan produk ekstraselular S. agalactiae mampu merangsang terbentuknya antibodi spesifik dan memproteksi ikan nila dari infeksi S. aglactiae (Hardi et al., 2013; Amrullah et al., 2014; Dwinanti et al., 2014). Vaksin gabungan antara sel utuh dan produk ekstraselular S. agalactiae telah diketahui bersifat lebih imunogenik dibandingkan jika diberikan secara tunggal (Hardi et al., 2013). Akan tetapi vaksinasi pada stadia benih melalui perendaman belum menunjukkan proteksi yang optimal dengan nilai kelangsungan hidup relatif yang masih rendah (Taukhid et al., 2012; Sukenda et al., 2014). Padahal meningkatkan kekebalan pada ikan sedini mungkin adalah pendekatan yang lebih baik karena memberi proteksi terhadap serangan penyakit sedini mungkin (Bowden et al., 2005; Magnadottir et al., 2005). Rekayasa transfer kekebalan maternal pada induk ikan merupakan upaya dalam mengantisipasi tingginya angka kematian anak ikan pada umur kurang dari satu bulan (Swain et al., 2006; Wang et al., 2012; Mingming et al., 2014). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu melalui vaksinasi induk (Zang et al., 2013). Penelitian pada beberapa spesies ikan telah menunjukkan bahwa antibodi

18 2 dan lisosim induk ikan ditransfer dari induk ke anaknya dan memberikan proteksi yang baik (Nur et al., 2004; Hanif et al., 2004; Picchietti et al., 2004; Swain et al., 2006, Wang et al., 2012). Vaksinasi induk ikan nila sebelum memijah telah menunjukkan transfer imunitas maternal yang baik kepada benih di pemijahan pertama (Nur et al., 2004; Sukenda et al., 2015a). Namun transfer imunitas maternal pada pemijahan kedua dari induk yang telah divaksin ke anaknya mengalami penurunan. Hal ini disebakan karena dalam jangka waktu tertentu keberadaan antibodi dalam tubuh ikan dan tingkat proteksinya semakin menurun (Pasnik et al., 2005; Sukenda et al., 2015b). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait pemberian vaksin ulang di induk ikan nila pada pemijahan kedua dalam upaya meningkatkan transfer imunitas maternal induk ke anak ikan. Perumusan Masalah Bakteri S. agalactiae diketahui sebagai patogen utama penyebab kematian pada ikan nila. Bakteri S. agalactiae menimbulkan penyakit streptococcosis mulai fase benih hingga fase dewasa. Rekayasa transfer kekebalan maternal pada induk ikan merupakan teknik alternatif dalam upaya mengantisipasi tingginya angka kematian benih ikan nila pada umur kurang dari satu bulan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui vaksinasi induk. Vaksinasi induk dengan gabungan antara sel utuh dan produk ekstraselular S. agalactiae dipemijahan pertama mampu meningkatkan imunitas spesifik dan non spesifik induk maupun benih yang dihasilkan terhadap infeksi S. agalactiae. Namun, dalam jangka waktu tertentu keberadaan antibodi dalam tubuh ikan dan tingkat proteksinya akan semakin menurun dan berdampak pada transfer imunitas maternal pada pemijahan selanjutnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait pemberian vaksin ulang pada induk nila pada pemijahan kedua. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi vaksin ulang S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan kedua terhadap imunitas maternal yang ditransfer ke anaknya untuk pencegahan streptococcosis. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai transfer imunitas maternal induk nila yang diberi vaksin pada pemijahan kedua. Selain itu, aplikasinya dalam proses manajemen pemberian vaksin induk diharapkan dapat memberikan informasi waktu pemberian vaksin ulang pada induk yang dapat menstimulasi imunitas induk dan proteksi benih ikan nila terhadap penyakit streptococcosis.

19 3 2 METODE Materi Uji Induk ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain Nirwana yang diperoleh dari Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar, Wanayasa, Jawa Barat. Bobot induk ikan nila yang digunakan berukuran gram. Induk ikan dipisahkan antara jantan dan betina. Induk ikan dipelihara dalam bak berukuran m 3 pada temperatur air C; ph 6,58-7,76; OD 4,5-6,7 ppm. Induk ikan diberi pakan dengan kadar protein 35-40% sebanyak dua kali dalam sehari secara at satiation dan dilakukan pergantian air setiap tiga hari sekali. Bakteri S. agalactiae diperoleh dari koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan, Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan BPPBAT Bogor. Bakteri S. agalactiae yang digunakan dalam penelitian dilakukan pemulihan virulensi dengan cara difasase. Bakteri S. agalactiae hasil fasase kemudian dikarakterisasi menggunakan Kit API 20 Strept (Lampiran 1). Setelah bakteri dikarakterisasi ulang kemudian siap digunakan untuk pembuatan vaksin dan uji tantang. Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Evaluasi transfer imunitas maternal induk ke anak ikan dilakukan pada pemijahan kedua Rancangan penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perlakuan pengujian efikasi vaksin ulang S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan kedua Perlakuan Keterangan K Induk diinjeksi PBS pada pemijahan kedua A B Induk diinjeksi vaksin satu kali pada pemijahan kedua Induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan pada pemijahan kedua Prosedur Penelitian Penyediaan Vaksin Uji Vaksin yang digunakan adalah vaksin gabungan antara sel utuh dan produk ekstraselular (ECP) S. agalactiae. Metode pembuatan vaksin mengacu pada Hardi et al., (2013). Preparasi masing-masing vaksin dijelaskan sebagai berikut. Preparasi vaksin sel utuh: Bakteri dikultur dalam media brain heart infusion (BHI, BD Bacto TM ) cair dengan masa inkubasi 72 jam pada suhu C. Kepadatan akhir bakteri yang didapatkan yaitu 10 9 CFU/mL. Media yang telah ditumbuhi bakteri ditambahkan 3% neutral buffered formalin dan diinkubasi selama 24 jam. Suspensi kemudian disentrifugasi rpm selama 30 menit pada suhu 4 C. Endapan bakteri hasil sentrifugasi dicuci dengan phosphate buffered saline (PBS) sebanyak dua kali. Terakhir ditambahkan PBS sebanyak volume awal biakan bakteri. Vaksin yang telah jadi diuji viabilitasnya dengan menggores vaksin pada media BHI agar dalam cawan petri. Jika bakteri tidak tumbuh dalam waktu 72 jam, maka vaksin dapat digunakan untuk vaksinasi induk ikan.

20 4 Preparasi vaksin produk ekstraselular (ECP): Bakteri dikultur dalam media brain heart infusion (BHI, BD Bacto TM ) cair dengan masa inkubasi 72 jam pada suhu C. Media yang telah ditumbuhi bakteri ditambahkan 3% neutral buffered formalin dan diinkubasi selama 24 jam. Kemudian suspensi disentrifugasi rpm selama 30 menit pada suhu 4 C. Vaksin ECP diperoleh dengan menyaring supernatan dengan filter saring 0,22 µm. Protein di dalam supernatan kemudian dianalisis dengan sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) menggunakan metode pewarnaan Coomassie Brilliant Blue R-250 (Bio Rad) untuk mengetahui bobot molekul protein yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan ECP yang didapat memiliki kandungan beberapa protein sebesar 51,8 kda; 55,8 kda; dan 62,3 kda (Lampiran 2). Vaksin ECP kemudian diuji keamanannya dengan cara menyuntik vaksin ECP pada lima ekor ikan nila berukuran 10 gram sebanyak 0,1 ml/ekor. Jika hingga jam ke-72 tidak muncul kematian dan gejala streptococcosis maka vaksin ECP aman untuk digunakan. Vaksinasi dan Pemijahan Induk Ikan Nila Induk yang akan divaksinasi diambil sampel untuk dilihat tingkat kematangan gonadnya dengan metode kanulasi yaitu memasukkan selang kateter berdiameter 1 mm ke dalam lubang genital sedalam 2 4 cm lalu dihisap dan dicabut secara perlahan-lahan. Telur pada tingkat kematangan gonad dua selanjutnya dilakukan histologi jaringan (Lampiran 3). Vaksinasi induk diberikan pada fase tingkat kematangan gonad dua (TKG2). Vaksin diberikan melalui injeksi intraperitoneal. Vaksin diberikan ke induk ikan nila dengan dosis 0,4 ml/kg ikan. Vaksin sel utuh diberikan dengan konsentrasi 10 9 CFU/mL. Kombinasi vaksin sel utuh dan ECP adalah 50:50% (v/v) dari dosis penyuntikan, sedangkan kontrol diinjeksi dengan PBS. Sebelum divaksinasi induk ikan dipingsankan terlebih dahulu dengan bius. Interval waktu vaksinasi pertama dan kedua yaitu satu bulan. Pemijahan dilakukan dalam hapa berukuran m 3 dengan perbandingan satu jantan dan tiga betina. Pemijahan dilakukan secara alami. Jarak antara waktu vaksinasi dan pemijahan yaitu tiga minggu. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Benih Ikan yang telah memijah dihitung fekunditas dan daya tetas telurnya. Telur yang telah dibuahi diperoleh dengan membuka mulut induk betina. Telur ikan nila kemudian ditetaskan dalam wadah akuarium berukuran cm 3 dan diberi aerasi yang cukup. Setelah telur menetas benih diberi pakan alami berupa cacing sutra secara ad libitum yang dimulai pada hari ke-7 (setelah kuning telur habis). Suhu pemeliharaan benih dijaga pada temperatur C; ph 6,85-7,68; dan OD 4,1-6,1 ppm. Pergantian air dilakukan setiap hari. Uji Tantang Benih Uji tantang benih dari induk yang divaksin dan kontrol dilakukan melalui perendaman menggunakan bakteri patogen S. agalactiae 10 7 CFU/mL selama 30 menit. Uji tantang dilakukan pada umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas. Selanjutnya benih dipelihara dalam akuarium berukuran cm 3 dengan kepadatan 30 ekor setiap akuarium. Kemudian mortalitas benih diamati setelah uji tantang.

21 Preparasi Sampel Serum dari Induk, Telur, dan Benih Induk dan benih ikan dipingsankan dahulu menggunakan pembius ikan. Darah dari induk dikumpulkan melalui pembuluh vena dipangkal ekor. Darah disimpan dalam suhu ruang selama 1 jam dan selanjutnya disimpan semalaman pada suhu 4 C. Serum dikumpulkan dengan cara disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 C. Serum kemudian dipisahkan ke dalam tabung mikro dan disimpan pada suhu -20 C untuk digunakan pada pengujian antibodi dan lisosim. Telur dikumpulkan sesaat setelah induk memijah, sedangkan sampel benih diambil pada hari ke-5, ke-10, ke-15, dan ke-20 setelah menetas. Telur dan benih yang terkumpul dihomogenkan dalam larutan PBS-T (PBS+0,05% Tween-20) dengan perbandingan 1:4. Selanjutnya disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 C. Supernatan kemudian dipisahkan ke dalam tabung mikro dan disimpan pada suhu -20 C untuk digunakan pada pengujian antibodi dan lisosim. Parameter Penelitian Parameter yang diamati pada induk yaitu level antibodi, aktivitas lisosim, gambaran darah (total eritrosit, total leukosit, hemoglobin, hematokrit, aktivitas fagositik) dan fekunditas telur. Parameter yang diamati pada telur dan benih meliputi daya tetas telur, level antibodi, aktivitas lisosim, mortalitas benih setelah uji tantang, relative percent survival (RPS) benih, dan patologi anatomi mikroskopis jaringan otak benih ikan. Total Eritrosit Total eritrosit induk ikan diamati satu minggu setelah vaksinasi. Total eritrosit dihitung menggunakan metode Blaxhall dan Daisley (1973) yaitu darah sampel dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk warna merah sampai skala 0,5. Selanjutnya ditambah larutan Hayem s sampai skala 101. Darah dalam pipet diaduk dengan cara menggoyangkan pipet membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga darah tercampur rata. Dua tetes pertama larutan darah dalam pipet tersebut dibuang, selanjutnya larutan darah tersebut diteteskan di atas hemasitometer yang telah diletakkan gelas penutup di atasnya. Berikut ini adalah rumus perhitungan total eritrosit : 5 Eritrosit (sel/mm 3 ) = sel terhitung faktor pengenceran Total Leukosit Total leukosit induk ikan diamati satu minggu setelah vaksinasi. Total Leukosit dihitung menggunakan metode Blaxhall dan Daisley (1973). Darah dihisap menggunakan pipet hemasitometer berbulir merah sampai skala 0,5 lalu diencerkan dengan larutan Turk s sampai skala 11. Kedua ujung ditutup sejajar kemudian digoyangkan membentuk angka delapan selama 3-5 menit. Setelah itu, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang sebanyak dua tetes. Tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam hemasitometer yang telah dilengkapi dengan kaca penutup. Berikut ini adalah rumus perhitungan total leukosit: Leukosit (sel/mm 3 ) = sel terhitung faktor pengenceran

22 6 Kadar Hemoglobin Kadar hemoglobin induk ikan diamati satu minggu setelah vaksinasi. Kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli (Wedemeyer dan Yasutake, 1977) yaitu dengan mengisi tabung sahlinometer dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis skala 10 merah, kemudian ditempatkan diantara 2 tabung warna standar. Darah ikan dari tabung mikro diambil dengan pipet Sahli sebanyak 0,02 ml dan dimasukkan ke tabung Sahli, kemudian didiamkan selama 3 menit. Selanjutnya ditambahkan akuades dengan pipet tetes sedikit demi sedikit dan diaduk sampai berubah warna tepat sama dengan warna standar. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam g/dl pada skala kuning. Hematokrit Hematokrit diamati satu minggu setelah vaksinasi induk ikan. Hematokrit diukur menggunakan metode Anderson dan Siwicki (1993) yaitu darah dihisap dengan tabung kapiler (mikrohematokrit) hingga ¾ bagian tabung, lalu ujung tabung ditutup dengan crytoceal. Setelah itu, tabung mikrohematokrit yang berisi darah disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Perhitungan hematokrit dilakukan dengan cara membandingkan panjang endapan darah (a) terhadap panjang total seluruh darah (b). Berikut ini adalah rumus perhitungan kadar hematokrit: Hematokrit (%) = 100 Aktivitas Fagositik Aktivitas fagositik induk ikan diamati satu minggu setelah vaksinasi. Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan metode Anderson dan Siwicki (1993). Darah sebanyak 50µL dimasukkan ke dalam tabung mikro, ditambahkan 50µL suspensi bakteri Staphylococcus aureus dalam PBS, dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 28 C selama 20 menit. Selanjutnya dari campuran tersebut diambil sebanyak 5 µl untuk dibuat preparat ulas. Preparat ini difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan, kemudian direndam dalam larutan giemsa selama 15 menit. Preparat lalu dicuci dalam air mengalir dan dikeringkan. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop. Aktivitas fagositik didasarkan pada persentase dari 100 sel fagosit yang menunjukkan aktivitas fagositik. Berikut adalah rumus untuk menghitung aktivitas fagositik : Aktivitas Fagositik (%) = 100 Level Antibodi Level antibodi diamati pada induk, telur, dan benih. Level antibodi induk ikan diamati dua minggu setelah vaksinasi, sedangkan level antibodi benih diamati pada hari ke-5, ke-10, ke-15, dan ke-20 setelah menetas. Pengukuran level antibodi dilakukan dengan menggunakan metode indirect enzyme-linked imunosorbent assay (ELISA) (Shelby et al., 2001). Sebanyak 100 μl antigen yang telah diencerkan 1:1 pada PBS (ph 7,2) dimasukkan ke dalam sumur microtiter plates dan ditambahkan 100 μl carbonate-bicarbonate buffer (ph 9,6) pada setiap sumur, inkubasi suhu 4 C selama 24 jam (over night). Microtiter plates dicuci dengan menggunakan PBS-T (PBS ph 7,4 + 0,05% Tween-20). Tambahkan 100 μl bovine serum albumin (BSA, Sigma) 3% dalam H 2 O w/v dan

23 inkubasi 25 C selama 1 jam, kemudian dicuci dengan PBS-T. Sampel serum induk nila diencerkan 1:50 pada PBS-T sedangkan untuk telur dan benih diencerkan 1:16 pada PBS-T, ditambahkan ke dalam microtiter plates sebanyak 100 μl dengan 3 kali ulangan. Microtiter plates diinkubasi 25 C selama 1 jam kemudian dicuci dengan PBS-T. Imunoglobulin anti-nila rantai panjang untuk poliklonal antibodi spesifik diencerkan 1:200 pada PBS-T dan 100 μl dan ditambahkan ke setiap sumur microtiter plates. Microtiter plates diinkubasi pada suhu 25 C selama 1 jam kemudian dicuci menggunakan PBS-T. Tambahkan 100 μl peroxidase-conjugated goat anti rabbit (Sigma) yang diencerkan menjadi 1:5000 pada PBS-T ke setiap sumur microtiter plates. Microtiter plates diinkubasi pada suhu 25 C selama 1 jam kemudian dicuci dengan PBS-T. Tambahkan pada setiap sumur microtiter plates 100 μl One-Step Ultra TMB-ELISA (Sigma) (TMB 5 mg + 10 µl H 2 O 2 38% dalam 5 ml asetat buffer ph 5). Untuk blanko tambahkan 50 μl H 2 SO 4 3 M ke dalam sumur pertama dari microtiter plates dan diamkan selama 20 menit kemudian tambahkan 100 μl substrat TMB-ELISA. Setelah 20 menit, reaksi ELISA dihentikan dengan menambahkan 50 μl H 2 SO 4 3 M, dan lakukan pembacaan optical density (OD) pada panjang gelombang 405 nm dengan Microplate Reader (Kayto RT-2100C). Aktivitas Lisosim Aktivitas lisosim diamati pada induk, telur, dan benih. Lisosim induk diamati satu minggu setelah vaksinasi, sedangkan lisosim benih diamati pada hari ke-5, ke-10, ke-15, dan ke-20 setelah menetas. Aktivitas lisosim diukur dengan metode yang digunakan oleh Hanif et al., (2004). Sampel (100 μl) ditambahkan suspensi cair bakteri Micrococcus lysodeikticus (Sigma) (sebanyak 100 μl (0,4 mg/ml dalam 0,1 M Phosphate buffered saline ph 6,2 pada suhu 25 o C. Dilakukan dua kali pembacaan adsorpsi pada panjang gelombang 450 nm dengan Microplate Reader (Kayto RT-2100C) selama 30 detik pencampuran dan 30 menit pencampuran. Unit aktivitas lisosim akan dibatasi sejumlah enzim yang menyebabkan penurunan absorbans 0,001/menit. Berikut merupakan rumus perhitungan lisosim: 7 Aktivitas Lisosim (Unit/mL) = Fekunditas dan Daya Tetas Telur Nilai fekunditas dilakukan dengan cara menghitung jumlah telur yang dihasilkan dari satu ekor induk ikan nila. Selanjutnya daya tetas telur dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut. Daya tetas telur (%) = 100 Tingkat Mortalitas Benih Tingkat mortalitas benih dihitung setelah uji tantang dengan S. agalactiae. Tingkat mortalitas benih dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Mortalitas (%) = 100

24 8 Relative Percent Survival (RPS) Relative percent survival benih dihitung untuk mengetahui efektivitas transfer kekebalan maternal dari induk yang divaksin setelah uji tantang dengan S. agalactiae. Nilai RPS dihitung pada akhir uji tantang. Berikut merupakan rumus perhitungan RPS: RPS (%) = (1 ) 100 Patologi Anatomi Mikroskopis Pengamatan patologi anatomi mikroskopis yang diamati yaitu perubahan jaringan otak benih ikan nila setelah uji tantang S. agalactiae. Pengamatan dilakukan dengan membuat preparat histologi dari jaringan otak benih ikan normal dan terserang S. agalactiae. Organ otak diambil dan difiksasi dalam larutan neutral buffered formalin 10% selama 24 jam yang selanjutnya dipindahkan dalam alkohol 70% sampai dilakukan proses pembuatan preparat histologi dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin (Geten et al., 2009). Analisis Data Penelitian akan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Data yang diperoleh ditabulasi dengan program MS. Office Exel Data dianalisis menggunakan ANOVA melalui program Minitab versi 16 dengan tingkat selang kepercayaan 95%, jika signifikan maka akan diuji lanjut dengan uji lanjut Tukey s. Histologi jaringan otak benih ikan nila di analisis secara deskriptif. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Darah Induk Ikan Nila Total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit induk ikan tidak berbeda signifikan (P>0,05) antara semua perlakuan. Namun terdapat perbedaan (P<0,05) pada total leukosit dan aktivitas fagositik. Total eritrosit induk ikan berkisar antara 2,03-2, sel/mm 3. Kadar hemoglobin berkisar antara 7,33-8,33 g/dl. Hematokrit induk berkisar antara 30,76-32,78%. Total leukosit perlakuan induk B (14, sel/mm 3 ) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya. Aktivitas fagositik perlakuan induk B (69,02%) juga sinifikan lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan lainnya. Gambaran darah induk ikan nila setelah vaksinasi disajikan pada Tabel 2.

25 Tabel 2 Gambaran darah induk ikan nila setelah vaksinasi pada perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B): total eritrosit, total leukosit, hemoglobin (Hb), hematokrit (Hc), dan aktivitas fagositik (AF) Perlakuan Eritrosit Leukosit ( 10 6 sel/mm 3 ) ( 10 4 sel/mm 3 ) Hb (g/dl) Hc (%) AF (%) K 2,03±0,27 a 7,97±0,86 c 7,33±0,81 a 30,76±3,45 a 24,51±2,02 c A 2,11±0,19 a 12,03±0,57 b 7,47±0,70 a 31,43±1,82 a 49,75±3,24 b B 2,35±0,08 a 14,27±0,55 a 8,33±0,40 a 32,78±1,26 a 69,02±1,53 a Standar 1-3 (Svobodova & Vyukusova 1991) 2-15 (Svobodova & Vyukusova 1991) 6-10 (Takashima & Hibiya 1995) (Moyle & Cech 1988) Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Uji Tukey s; P<0,05). Level Antibodi Induk Ikan Nila Level antibodi induk ikan nila setelah vaksinasi berbeda signifikan pada semua perlakuan. Level antibodi perlakuan induk B (OD: 0,20) signifikan lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya. Level antibodi perlakuan induk A (OD: 0,14) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari pada perlakuan induk K (OD: 0,10). Level antibodi induk ikan nila setelah vaksinasi disajikan pada Gambar 1. Antibodi Induk Ikan Absorbansi pada ƛ=405 nm 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 c Gambar 1 Level antibodi induk ikan nila setelah vaksinasi pada perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) Level Antibodi Telur Ikan Nila Level antibodi telur dari perlakuan induk B (OD: 0,23) memiliki nilai yang signifikan lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya. Level antibodi telur dari induk A (OD: 0,20) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari pada perlakuan induk K (OD: 0,11). Level antibodi telur dari setiap perlakuan induk disajikan pada Gambar 2. b K A B Perlakuan a - 9

26 10 0,25 a Antibodi Telur Absorbansi pada ƛ=405 nm 0,2 0,15 0,1 0,05 0 c K A B Perlakuan Gambar 2 Level antibodi telur ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) Level Antibodi Benih Ikan Nila Pemberian vaksin pada induk ikan berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap level antibodi dari benih yang dihasilkan. Level antibodi benih dari semua perlakuan induk yang divaksin mengalami penurunan dari hari ke-5 hingga hari ke-20. Level antibodi benih dari perlakuan induk B (OD: 0,117-0,196) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan lainnya hingga hari ke-20. Level antibodi benih dari perlakuan induk A (OD: 0,104-0,148) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan benih dari induk K hingga hari ke-15 namun, tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan benih dari induk K (OD: 0,087) pada hari ke- 20. Level antibodi benih dari setiap perlakuan induk disajikan pada Gambar 3. 0,25 b Antibodi Benih Absorbansi pada ƛ=405 nm 0,2 0,15 0,1 0,05 a b a b a b c c c b b a K A B 0 H5 H10 H15 H20 Umur Benih (Hari) Gambar 3 Level antibodi benih ikan nila umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar pada umur benih yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05)

27 Aktivitas Lisosim Induk Ikan Nila Aktivitas lisosim perlakuan induk B (291,11 U/mL) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan induk lainnya. Aktivitas lisosim perlakuan induk A (235,67 U/mL) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk K (167,78 U/mL). Aktivitas lisosim induk ikan nila setelah vaksinasi disajikan pada Gambar Aktivitas Lisosim Induk (U/mL) a b c K A B Perlakuan Gambar 4 Aktivitas lisosim induk ikan nila pada perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). setelah vaksinasi. Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) Aktivitas Lisosim Telur Ikan Nila Aktivitas lisosim telur perlakuan induk B (151,56 U/mL) berbeda signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari telur perlakuan induk lainnya. Aktivitas lisosim telur perlakuan induk A (93,78 U/mL) tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan telur perlakuan induk K (63,56 U/mL). Aktivitas lisosim telur dari setiap perlakuan induk disajikan pada Gambar 5. Aktivitas Lisosim Telur (U/mL) a b b K A B Perlakuan Gambar 5 Aktivitas lisosim telur ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05)

28 12 Aktivitas Lisosim Benih Ikan Nila Aktivitas lisosim benih dari perlakuan induk B memiliki aktivitas lisosim yang signifikan (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya hingga hari ke-20 yaitu 100,44-228,71 U/mL. Aktivitas lisosim benih dari perlakuan induk A dan B menurun dihari ke-10 dan kemudian meningkat hingga hari ke-20. Aktivitas lisosim benih dari induk perlakuan A signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan benih dari induk K pada hari ke-5 namun, tidak berbeda signifikan (P>0,05) mulai hari ke-10 hingga hari ke-20. Aktivitas lisosim benih dari induk K dan A berkisar antara 22,78-150,67 U/mL. Aktivitas lisosim benih dari setiap perlakuan induk disajikan pada Gambar 6. Aktivitas Lisosim Benih (U/mL) c a b b a a b b b b b H5 H10 H15 H20 Umur Benih (Hari) a K A B Gambar 6 Aktivitas lisosim benih ikan nila umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Huruf yang berbeda di setiap bar pada umur benih yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Tukey s P<0,05) Fekunditas dan Daya Tetas Telur Ikan Nila Fekunditas telur dari semua induk perlakuan tidak berbeda signifikan (P>0,05). Fekunditas telur dari setiap perlakuan berkisar antara 1.362, ,33 butir. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) terhadap daya tetas telur. Daya tetas telur perlakuan induk B (94,52%) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan induk lainnya. Daya tetas telur perlakuan induk A (84,64%) tidak berbeda signifikan dengan perlakuan induk K (73,72%). Fekunditas dan daya tetas telur dari setiap perlakuan induk disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Fekunditas dan daya tetas telur ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Perlakuan Fekunditas Telur (Butir) Daya Tetas Telur (%) K 1.362,67±123,84 a 73,72±6,38 b A 1.372,33±148,50 a 82,08±3,92 b B 1.527,33±80,16 a 94,07±2,60 a Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Uji Tukey s; P<0,05).

29 Tingkat Mortalitas dan Relative Percent Survival (RPS) Benih Ikan Nila Tingkat mortalitas benih perlakuan induk B signifikan lebih rendah (P<0,05) dari perlakuan lainnya hingga hari ke-20. Namun, mortalitas benih perlakuan induk B tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan perlakuan benih dari induk A pada hari ke-5. Nilai RPS benih dari perlakuan induk B tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan perlakuan benih dari induk A pada hari ke-5. Namun, nilai RPS benih dari induk B signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan benih dari induk A mulai hari ke-10 hingga hari ke-20. Nilai RPS benih ikan nila disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Tingkat mortalitas setelah infeksi S. agalactiae dan relative percent survival benih ikan nila pada pemijahan kedua dari perlakuan induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B) Umur Benih Mortalitas(%) RPS(%) (Hari) K A B A B 5 61,11±5,09 a 8,89±3,33 b 1,11±1,92 b 85,60±7,75 a 98,33±2,89 a 10 70,00±3,33 a 22,22±5,09 b 6,67±3,33 c 68,43±5,88 b 90,61±4,32 a 15 76,67±3,33 a 37,78±6,94 b 17,78±5,09 c 50,86±7,84 b 81,20±1,80 a 20 77,78±5,09 a 62,22±3,85 b 35,56±5,09 c 19,93±6,18 b 54,17±7,53 a Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada umur benih dan parameter yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (Uji Tukey s; P<0,05). Patologi Anatomi Mikroskopis Hasil histologi organ otak benih ikan setelah uji tantang menunjukkan adanya perubahan patologi anatomi mikroskopis pada semua perlakuan. Otak ikan yang terinfeksi S. agalactiae terlihat mengalami nekrosis, sedangkan tidak terlihat pada jaringan otak ikan normal. Hasil histologi jaringan otak benih ikan nila yang terserang S. agalactiae disajikan pada Gambar Gambar 7 Patologi anatomi mikroskopis pada jaringan otak benih ikan nila setelah infeksi S. agalactiae: A) Jaringan otak normal; B) Jaringan otak terserang S. agalactiae mengalami nekrosis (Ne) dan Degenerasi (De) Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vaksin ulang pada induk ikan nila pada pemijahan kedua memberikan pengaruh yang signifikan lebih baik terhadap transfer imunitas maternal dari induk ke anak ikan nila. Huang et al., (2014) menjelaskan bahwa ikan nila yang divaksin masih memiliki antibodi yang tinggi hingga hari ke-30 dan mulai menurun pada hari ke-42 setelah vaksinasi. Namun penelitian tentang vaksin ulang pada ikan telah terbukti mampu meningkatkan imunitas spesifik dan menurunkan tingkat mortalitas ikan setelah

30 14 uji tantang (Angelidis, 2006; Ispir & Dorucu, 2010; Zhang et al., 2014; Ito & Maeno, 2015). Parameter gambaran darah telah digunakan sebagai indikator status kesehatan dibeberapa spesies ikan (Santos et al., 2009; Adedeji, 2010; Akinrotimi et al., 2012; Sayed & Moneeb, 2015). Penelitian vaksinasi ikan terkait total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit pada ikan nila yang divaksin telah dilaporkan tidak berpengaruh nyata terhadap status kesehatan ikan (Sukenda et al., 2014). Namun, terdapat pengaruh terhadap total leukosit dan aktivitas fagositik ikan yang divaksin (Hardi et al., 2013; Sukenda et al., 2015a). Hasil gambaran darah induk ikan setelah vaksinasi masih menunjukkan nilai yang normal. Akan tetapi, kesehatan induk ikan perlakuan B memiliki status yang lebih baik dari perlakuan lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai total leukosit dan aktivitas fagositik induk pada perlakuan B yang memiliki nilai yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hardi et al., (2013) dan Amrullah et al., (2014) melaporkan terjadi adanya peningkatan total leukosit dan aktivitas fagositik pada ikan nila yang diberi vaksin. Sel leukosit seperti neutrofil dan monosit merupakan sel-sel fagosit yang aktif ketika ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh sebagai pertahanan nonspesifik (Katzenback & Belosevic, 2009). Antibodi ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada serum ikan (Magnadottir, 2010). Hasil pengukuran level antibodi perlakuan induk B lebih tinggi dibandingkan induk perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan pemberian vaksin ulang pada induk (B) pada pemijahan kedua dapat meningkatkan level antibodi pada induk, telur, dan benih ikan nila. Antibodi induk A dan B secara signifikan masih lebih tinggi dibandingkan dengan induk tanpa vaksinasi (K). Pemberian vaksin gabungan sel utuh dan ECP pada ikan nila mampu menginduksi tubuh untuk memproduksi antibodi spesifik (Hardi et al., 2013). Hasil fraksinasi protein melalui SDS-PAGE diketahui bahwa ECP bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik memiliki protein dengan bobot molekul protein yaitu 51,8; 55,8 dan 62,3 kda. Hasil tersebut sama dengan yang dilakukan oleh Hardi et al., (2013) dan bersifat imunogenik. Menurut Pasnik et al., (2005) kandungan protein pada ECP bakteri S. agalactiae yang digunakan sebagai vaksin pada ikan berkisar antara kda. Sukenda et al., (2015a) melaporkan bahwa induk yang divaksin dengan sediaan vaksin gabungan sel utuh dan ECP mampu meningkatkan level antibodi induk dan benih yang dihasilkan. Selain itu menurut Zang et al., (2014) menjelaskan bahwa level antibodi ikan meningkat ketika diberi vaksin ulang. Mekanisme terbentuknya antibodi dalam tubuh diawali dengan pengikatan antigen (vaksin) oleh makrofag atau antigen presenting cell (APC). Antigen terfraksinasi pada sel makrofag dan diekspresikan ke permukaan sel APC melalui molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II yang berinteraksi dengan limposit T helper melalui molekul CD4 (cluster of differentiation) dan TCR (T-cell Receptor) (Mariuzza et al., 2010). Terjadi proliferasi limposit T- helper menghasilkan sitokinin interleukin-2 (IL-2) yang merupakan mediator komunikasi limposit T helper dan limposit B. Limposit B menangkap sinyal interleukin 2 dan berproliferasi menjadi sel plasma yang siap menghasilkan antibodi spesifik terhadap epitop antigen yang memaparnya, sedangkan sel memori akan tetap berada dalam sistem humoral dalam jangka waktu tertentu (Hirano et al., 2011). Apabila antigen yang sama masuk untuk kedua kalinya,

31 mengakibatkan terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak (Campbell et al., 2004). Pada proses pematangan gonad, sinyal lingkungan diterima oleh sistem syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang bekerja di kelenjar hipofisis. Selanjutnya hipofisis melepaskan FSH yang bekerja pada sel teka dan mensintesis testosteron. Di lapisan granulosa, enzim aromatase akan mengubah testosteron menjadi estradiol-17β yang merangsang hati mensintesis vitelogenin (bakal kuning telur). Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diserap oleh folikel oosit dan oosit membesar sampai ukuran maksimum yang dikenal dengan proses vitelogenesis. Jalur proses vitelogenesis ini memerantarai imunitas spesifik (antibodi) dan non-spesifik (lisosim) untuk masuk ke dalam kuning telur yang akan ditransfer ke anaknya (Swain dan Nayak, 2009; Wang et al., 2011). Level antibodi telur dari induk perlakuan B memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur dari induk perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan induk yang diberi vaksin ulang memiliki level antibodi paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga antibodi dari induk B ditransfer lebih banyak ke telurnya pada proses vitelogenesis. Penelitian pada beberapa spesies ikan juga menunjukkan bahwa antibodi dapat ditransfer dari induk ke anaknya melalui pembentukan kuning telur (Picchietti et al., 2004; Hanif et al., 2004; Dalmo, 2005; Swain et al., 2006). Nilai level antibodi spesifik terhadap S. agalactiae pada benih secara perlahan mengalami penurunan hingga hingga hari ke-20 diseluruh perlakuan. Antibodi benih dari perlakuan B memiliki nilai yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya hingga hari ke-20. Antibodi benih yang ditransfer dari induk yang tidak divaksin ulang (A) pada hari ke-20 memiliki nilai yang sama dengan perlakuan Induk K (kontrol). Hal tersebut menjelaskan bahwa antibodi yang ditrasfer dari perlakuan induk A lebih cepat habis dibandingkan dengan benih dari induk perlakuan B. Zhang et al., (2013) menjelaskan bahwa antibodi spesifik yang ditransfer melalui induk secara alami ikut termetabolisme bersama dengan kuning telur. Hanif et al., (2004) membuktikan bahwa benih dari induk ikan sea bream Sparus auratus yang diberi vaksin mengalami penurunan secara perlahan hingga akhir pengamatan yaitu 14 hari setelah telur menetas. Induk yang divaksin ulang (B) memiliki aktivitas lisosim lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pemberian vaksin bukan hanya meningkatkan respon imun spesifik tetapi juga meningkatkan respon imun non-spesifik (Hanif et al., 2004; Mulero et al., 2007; Swain dan Nayak, 2009; Wang et al., 2013). Selain itu, telur dan benih hasil pemijahan dari induk yang divaksinasi ulang (B) menunjukkan aktivitas lisosim yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur dan benih dari induk perlakuan lainnya. Lisosim muncul di awal pengembangan ikan, sebelum atau segera setelah menetas dan keberadaannya sangat penting terhadap kekebalan benih ikan (Magnadottir, 2006). Aktivitas lisosim benih dari perlakuan induk A dan B menurun pada hari ke- 10 dan kemudian meningkat kembali seiring bertambahnya umur benih ikan. Berbeda dengan aktivitas lisosim benih dari perlakuan induk K meningkat dari hari ke-5 hingga hari ke-20. Aktivitas lisosim benih dari induk K dan B tidak berbeda signifikan mulai hari ke-10 hingga hari ke-20. Aktivitas lisosim benih 15

32 16 dari perlakuan induk B memiliki peningkatan yang lebih cepat dibandingkan dengan benih dari induk perlakuan lainnya. Perkembangan lisosim ini terkait dengan perkembangan organ-organ limfoid seperti ginjal, timus, dan limpa (Magnadottir et al., 2005). Lisosim mengandung enzim muramidase yang dapat merusak ikatan antara asam N-asetilglukosamin dengan N-asetilmuramic dalam dinding sel bakteri gram positif (Marsh dan Rice, 2010). Pada tahap awal, lisosim adalah salah satu protein penting yang terlibat dalam pertahanan non-spesifik (Hanif et al., 2005; Huttenhuis et al., 2006; Wang & Zhang, 2010). Hasil pengukuran fekunditas telur dari semua induk perlakuan memiliki nilai yang sama. Akan tetapi, terjadi perbedaan pada nilai daya tetas telur. Daya tetas telur dari induk perlakuan B lebih tinggi dari perlakuan induk lainnya. Hal ini menunjukkan telur dari induk yang divaksin ulang terjadi peningkatan daya tetas telur, namun terjadi penurunan pada perlakuan induk A yang secara signifikan tidak berbeda dengan perlakuan induk K. Hal ini menunjukkan komponen lisosim dan antibodi yang ditransfer oleh induk telah memberikan pertahanan antibakteri untuk telur dan meningkatkan keberhasilan penetasan dan sintasan (Saino et al., 2002; Hanif et al., 2004; Hanif et al., 2005). Pemberian vaksin pada induk ikan telah diketahui mampu meningkatkan proteksi benih yang dihasilkan dari serangan patogen (Hanif et al., 2004; Nur et al., 2004; Wang et al., 2012; Sukenda et al., 2015a). Hasil uji tantang benih dengan S agalactiae, diketahui benih dari induk perlakuan B memiliki nilai RPS yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih dari induk A dari hari ke-10 hingga hari ke-20. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang dihasilkan dari induk yang diberi vaksin ulang (B) memiliki tingkat proteksi lebih tinggi dibandingkan benih dari induk yang diberi vaksin satu kali (A). Nilai RPS benih dari setiap perlakuan menurun hingga hari ke-20 setelah menetas. Hal tersebut disebabkan antibodi spesifik yang ditransfer dari induk ke anaknya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya umur benih. Tingginya nilai RPS benih dari perlakuan induk B disebabkan oleh tingginya antibodi dan lisosim yang ditransfer oleh induk ikan nila B. Imunoglobulin seperti IgM dapat mengopsonin bakteri, sehingga dapat didegradasi dan diberantas oleh sel-sel fagosit (Schroeder & Cavacini, 2010; Rauta et al., 2012). Transfer antibodi maternal ke telur dan embrio juga dilaporkan dapat bertindak sebagai opsonin yang dapat memfasilitasi proses fagositosis bakteri oleh sel fagosit serta mengaktifkan komplemen (Magnadottir et al., 2005). Antibodi maternal dari induk ikan dapat mengurangi resiko kematian selama masa perkembangan benih ikan (Grindstaff, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa antibodi spesifik memainkan peran penting dalam perlindungan ikan terhadap infeksi patogen. Hasil pengamatan anatomi mikroskopis jaringan otak benih ikan nila yang terserang S. agalactiae mengalami degenerasi dan nekrosis. Nekrosis adalah hilangnya jaringan setelah terjadinya degenerasi jaringan, degenerasi jaringan biasanya dapat dilihat pada tepian jaringan yang mengalami kerusakan. Filho et al., (2009) melaporkan bahwa S. agalactiae menyerang organ otak, hati, mata, dan ginjal ikan nila. Hardi et al., (2011) juga menjelaskan bahwa jaringan otak ikan nila yang terserang S. agalactiae mengalami degenerasi dan nekrosis sehingga menyebabkan ikan mengalami perubahan pola renang (whirling).

33 17 4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian vaksin ulang di induk nila pada pemijahan kedua dapat menstimulasi imunitas dan transfer imunitas maternal ke anaknya untuk pencegahan streptococcosis. Saran Pemberian vaksin ulang pada induk nila pada pemijahan kedua perlu dilakukan dalam manajemen teknik produksi benih ikan nila. Selain itu perlu dilakukan vaksinasi pada benih nila umur 20 hari untuk meningkatkan imunitas spesifik benih terhadap penyakit streptococcosis. DAFTAR PUSTAKA Adedeji OB Acute effect of diazinon on blood plasma biochemistry in the African catfish Clarias gariepinus. Journal of Clinical Medicine & Research. 2: 1 6. Akinrotimi OA, Agokei EO, Aranyo AA Changes in blood parameters of tilapia guineensis exposed to different salinity levels. Journal Of Environmental Engineering & Technology. 1: Amrullah, Sukenda, Harris E, Alimuddin, Lusiastuti AM Immunogenecity of the 89 kda toxin protein from extracellular products of Streptococcus in Oreochromis niloticus. Journal of Fisheries & Aquatic Science. 9: Anderson DP, Siwicki AK Basic haematology and serology for fish health programs. Paper Presented in Second Symposium on Diseases in Asia Aquaculture Aquatic Animal Health and The Environmental. Phuket Thailand th October Angelidis P Immersion booster vaccination effect on sea bass Dicentrarchus labrax L. juveniles. Journal of Animal Physiology & Animal Nutrition. 90: Blaxhall PC, Daisley KW Reutine haemotologycal methods for use with fish blood. Journal Fish Biology. 5: Bowden TJ, Cook P, Rombout JHWM Development and function of the thymus in teleosts. Fish & Shellfish Immunology. 19: Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG Biologi Edisi Kelima-Jilid III. Jakarta (ID): Erlangga. Chen M, Li LP, Wang R, Liang WW, Huang Y, Li J, Lei AY, Huang WY, Gan X PCR detection and PFGE genotype analyses of streptococcal clinical isolates from tilapia in China. Veterinary Microbiology. 159: Dalmo RA Ontogeny of the fish immune system. Fish & Shellfish Immunology Dwinanti SH, Sukenda, Yuhana M, Lusiastuti AM Toksisitas dan imunogenisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae tipe non-

34 18 hemolitik pada ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 2: Evans JJ, Klesius PH., Shoemaker CA, Fitzpatrick BT Streptococcus agalactiae Vaccination and Infection Stress in Nile Tilapia, Oreochromis niloticus. Journal of Applied Aquaculture. 16: Evans JJ, Klesius PH, Shoemaker CA An overview of Streptococcus in warmwater fish. Aquaculture Health International. 7: Filho CI, Muller EE, Pretto-Giordano LG, Bracarense AP Histological finding of experomental Streptococcus agalactiae infection in nile tilapia Oreochromis niloticus. Brazilian Journal of Veterinary Pathology. 2: Genten F, Terwinghe E, Danguy A Atlas of Fish Histology. New Hampshire US: Science Publishers. Grindstaff JL Maternal antibodies reduce costs of an immune response during development. Journal of Experimental Biology. 211: Gudding R, Willem B, Muiswinkel V A history of fish vaccination Science-based disease prevention in aquaculture. Fish & Shellfish Immunology. xxx: 1-6. doi.org/ /j.fsi Hanif A, Bakopoulos V, Dimitriadis GJ Maternal transfer of humoral specific and non-specific immune parameters to sea bream Sparus aurata larvae. Fish & Shellfish Immunology. 17 : Hanif A, Bakopoulos V, Dimitriadis GJ The effect of sea bream Sparus aurata broodstock and larval vaccination on the susceptibility by Photobacterium damsela subsp. piscicida and on the humoral immune parameters. Fish & Shellfish Immunology. 19: Hardi EH, Sukenda, Harris E, Lusiastuti AM Karakteristik dan patogenisitas Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik pada ikan nila. Jurnal Veteriner. 12: Hardi EH, Sukenda, Harris E, Lusiastuti AM Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Veteriner. 14: Hirano M, Das S, Guo P, Cooper MD The evolution of adaptive immunity in vertebrates. Advances in Immunology. 109: Huang LY, Wang KY, Xiao D, Chen DF, Geng Y, Wang J, Hea Y, Wang EL, Huang JL, Xiao GY Safety and immunogenicity of an oral DNA vaccine encoding sip of Streptococcus agalactiae from nile tilapia Oreochromis niloticus delivered by live attenuated Salmonella typhimurium. Fish & Shellfish Immunology. 38: Huttenhuis HBT, Grou CPO, Taverne-Thiele AJ, Taverne N, Rombout JHMW Carp Cyprinus carpio L. innate immune factors are present before hatching. Fish & Shellfish Immunology. 20: Ispir U, Dorucu M Effect of immersion booster vaccination with Yersinia ruckeri extracellular products (ECP) on rainbow trout Oncorhynchus mykiss. International Aquatic Research. 2: Ito T, Maeno Y Effect of booster shot and investigation of vaccination efficacy period against herpesviral haematopoietic necrosis (HVHN) in goldfish Carassius auratus. Veterinary Microbiology. 175: Jantrakajorn S, Maisak H, Wongtavatchai J Comprehensive investigation of streptococcosis outbreaks in cultured nile tilapia, Oreochromis niloticus,

35 and red tilapia, Oreochromis sp., of Thailand. Journal of the World Aquaculture Society. 45: Katzenback BA, Belosevic M Isolation and functional characterization of neutrophil-like cells, from goldfish Carassius auratus L. kidney. Developmental & Comparative Immunology. 33: Magnadottir B, Lange S, Gudmundsdottir S, Bogwald J, Dalm RA Ontogeny of humoral immune parameters in fish. Fish & Shellfish Immunology. 19: Magnadottir B Innate immunity of fish: overview. Fish & Shellfish Immunology. 20: Magnadottir B Immunological control of fish diseases. Journal of Marine Biotechnology. 12: Marsh MB, Rice CD Development, characterization, and technical applications of a fish lysozyme-specific monoclonal antibody (mab M24-2). Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Diseases. 33: Martins ML, Mourino JLP, Amara GV, Vieira FN, Dotta G, Jatoba AMB, Pedrotti FS, Jeronimo GT Haematological changes in nile tilapia experimentally infected with Enterococcus sp. Journal Biology. 68: Mian GF, Godoy DT, Leal CAG, Yuhara TY, Costa GM, Figueiredo Aspect of the natural history and virulence of Streptococcus agalactiae infection in nile tilapia. Journal of Veterinary Microbiology. 136: Mingming H, FuHong D, Zhen M, Jilin L The effect of vaccinating turbot broodstocks on the maternal immunity transfer to offspring immunity. Fish & Shellfish Immunology. xxx: 1-7. doi: org/ /j.fsi Moyle PB, JJ Cech Jr Fishes: An Introduction to Ichthyology. Prentice Hall, NJ: Englewood Cliffs Press. Muiswinkel WBV A history of fish immunology and vaccination I. The early days. Fish & Shellfish Immunology. 25: Mulero I, García-Ayala A, Meseguer J, Mulero V Maternal transfer of immunity and ontogeny of autologous immunocompetence of fish: minireview. Aquaculture. 268: Nur I, Sukenda, Dana D Ketahanan benih ikan nila gift Oreochromis niloticus L. dari hasil induk yang diberi vaksin terhadap infeksi buatan Streptococcus iniae. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3: Pasnik DJ. Evans JJ. Klesius PH Duration of protective antibodies and correlation with survival in nile tilapia Oreochromis niloticus following Streptococcus agalactiae vaccination. Journal of Fish Disease. 66: Picchietti S, Taddei AR, Scapigliati G, Buonocore F, Fausto AM, Romano N Immunoglobulin protein and gene transcripts in ovarian follicles throughout oogenesis in the teleost Dicentrachus labrax. Cell & Tissue Research. 315: Rauta PR, Bismita N, Das S Immune system and immune responses in fish and their role in comparative immunity study: A model for higher organisms. Immunology Letters. 148: Saino N, Dall ara P, Martinelli R, Møller AP Early maternal effects and antibacterial immune factors in the eggs, nestlings and adults of the barn swallow. Journal of Evolutionary Biology. 15:

36 20 Santos AA, Ranzani-Paiva MJT, Veiga ML, Faustino L, Egami MI Hematological parameters and phagocytic activity in fat snook Centropomus parallelus bred in captivity. Fish & Shellfish Immunology. 33: Sayed AEH, Moneeb RH Hematological and biochemical characters of monosex tilapia Oreochromis niloticus Linnaeus 1758 cultivated using methyltestosterone. The Journal of Basic & Applied Zoology. 72: Schroeder HW JR, Cavacini L Structure and function of immunoglobulins. Journal of Allergy & Clinical Immunology. 125: S Secombes CJ Fish immunity: the potential impact on vaccine development and performance. Aquaculture Research. 42: Sheehan B, Labrie L, Lee Y, Lim W, Wong F, Chan J Streptococcal diseases in farmed tilapia. Aquaculture Asia Pacific. 5: Shelby RA, Shoemaker CA, Evans JJ, Klesius PH Development of an indirect ELISA to detect humoral response to Streptococcus iniae infection of nile tilapia Oreochromis niloticu. Journal of Applied Aquaculture. 11: Sommerset I, Krossoy B, Biering E, Frost P Vaccines for fish in aquaculture. Review Expert Review of Vaccines. 4: Sukenda, Febriansyah TR, Nuryati S Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus melalui perendaman. Jurnal Akuakultur Indonesia. 13: Sukenda, Rahman, Nisaa K, Hidayatullah D. 2015a. The efficacy of Streptococcus agalactiae vaccine preparations on tilapia broodstock and maternal immunity transferred to offspring in preventing streptococcosis. Journal of Fisheries & Aquatic Science. Submitted. Sukenda, Rusli, Nuryati S, Hidayatullah D. 2015b. Durasi proteksi vaksin Streptococcus agalactiae untuk pencegahan streptococcosis pada ikan nila. Jurnal Akuakultur Indonesia. Submitted. Svobodova Z, Vyukusova B Diagnostik, Prevention and Therapy of Fish Disease and Intoxication. Vodnany: Research Institute of fish Culture and Hydrobiology. Swain P, Dash S, Bal J, Routray P, Sahoo PK, Sahoo SK, Saurabh S, Gupta SD, Meher PK Passive transfer of maternal antibodies and their existence in eggs, larvae and fry of Indian major carp, Labeo rohita. Fish & Shellfish Immunology. 20: Swain P, Nayak S.K Role of maternally derived immunity in fish. Fish & Shellfish immunology. 27: Takashima F, Hibiya T An Atlas of Fish Histology: Normal and Pathogical Features. 2 nd ed. Tokyo: Kodansha Ltd. Taukhid, Purwaningsih U, Lustiastuti AM Pengambangan vaksin inaktiv bakteri Streptococcus agalactiae: Penentuan teknik aplikasi dan dosis efektif vaksin melalui perendaman untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila Oreochromis niloticus. Prosiding seminar. Bogor (ID). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Wang ZP, Zhang SC The role of lysozyme and complement in the antibacterial activity of zebrafish Danio rerio egg cytosol. Fish & Shellfish Immunology. 29:

37 Wang SH, Wang Y, Ma J, Ding YC, Zhang SC Phosvitin plays a critical role in the immunity of zebrafish embryos via acting as a pattern recognition receptor and an antimicrobial effector. Journal of Biological Chemistry. 286: Wang H, Ji D, Shao J, Zhang S Maternal transfer and protective role of antibodies in zebrafish Danio rerio. Molecular Immunology. 51: Wang N, Yang Z, Zang M, Liu Y, Lu C Identification of Omp38 by immunoproteomic analysis and evaluation as a potential vaccine antigen against Aeromonas hydrophila in Chinese breams. Fish & Shellfish Immunology. 34: Wedemeyer IWT, Yasutake WT Clinical methods for the assessment of the effect on environmental stress on fish health. Journal fish & wildlife service. 89: Yang W, Li A Isolation and characterization of Streptococcus agalactiae from diseased Acipenser schrenckii. Aquaculture. 294: Ye X, Li J, Lu MX, Deng GC, Jiang XY, Tian YY, Quan YC, Jian Q Identification and molecular typing of Streptococcus agalactiae isolated from pond-cultured tilapia in China. Fisheries Science. 77: Yi T, Li WY, Liu L, Xiao XX, Li AX Protection of nile tilapia Oreochromis niloticus L. against Streptococcus agalactiae following immunization with recombinant FbsA and α-enolase. Aquaculture : Zapata A, Díez B, Cejalvo T, Gutiérrez-de CF, Cortés A Ontogeny of the immune system of fish. Fish & Shellfish Immunology. 20: Zhang S, Wang Z, Wang H Maternal immunity in fish: Review. Developmental & Comparative Immunology. 39: Zhang ZH, Wu HZ, Xiao JF, Wang OY, Liu Q, Zhang YX Booster vaccination with live attenuated Vibrio anguillarum elicits strong protection despite weak specific antibody response in zebrafish. Journal of Applied Ichthyology. 30:

38 22 LAMPIRAN Lampiran 1 Karakterisasi bakteri S. agalactiae menggunakan KIT API 20 Strep Tests Active ingredients Hasil VP Sodium pyruvate + HIP Hippuric acid + ESC Esculin ferric citrate - PYRA Pyroglutamic acid-β-naphthylamide - αgal 6-bromo-2-naphthyl-αD-galactopyranoside - βgur Naphthol ASBI-glucuronic acid - βgal 2-naphthyl-βD- galactopyranoside - PAL 2-naphthyl phosphate + LAP L-leucine-β- naphthylamide + ADH L-arginine + RIB D-ribose + ARA L-arabinose - MAN D-mannitol - SOR D-sorbitol - LAC D-lactose (bovine origin) - TRE D-trehalose - INU Inulin - RAF D-raffinose - AMD Strach (2) - GLYG Glycogen -

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI

METODOLOGI UMUM. KAJIAN ECP BAKTERI S. agalactiae MELIPUTI 15 METODOLOGI UMUM Alur pelaksanaan penelitian Pelaksanaan penelitian secara skematis disajikan pada Gambar 2, yang merupakan penelitian secara laboratorium untuk menggambarkan permasalahan secara menyeluruh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik)

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai Januari Juni 2011 di Laboratorium Patologi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2015 di Laboratorium Perikanan Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik 2.2 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik II. METODOLOGI 2.1 Penyediaan Bakteri Probiotik Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri NP5, yang merupakan bakteri dari genus Bacillus. Bakteri NP5 ini merupakan bakteri yang

Lebih terperinci

II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian 2.2 Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik

II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian 2.2 Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik II. METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 2 ulangan pada uji patogenisitas, serta 4 perlakuan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lapangan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2013 di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dan juga di

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua uji utama yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Identifikasi dan peningkatan virulensi bakteri uji, penentuan nilai LD 50 (Lethal Dosage

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR

PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR PENGGUNAAN EKSTRAK Gracilaria verrucosa UNTUK MENINGKATKAN SISTEM KETAHANAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei YUDIANA JASMANINDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

BAB HI. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Ikan Fakultas

BAB HI. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Ikan Fakultas 12 BAB HI. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Fisiologi, dan Imunologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Materi penelitian berupa larva dari nilem umur 1 hari setelah menetas, yang diperoleh dari pemijahan induksi di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

VAKSINASI INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN SEL UTUH DAN KETAHANAN BENIH YANG DIHASILKAN TERHADAP INFEKSI Aeromonas hydrophila

VAKSINASI INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN SEL UTUH DAN KETAHANAN BENIH YANG DIHASILKAN TERHADAP INFEKSI Aeromonas hydrophila VAKSINASI INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN SEL UTUH DAN KETAHANAN BENIH YANG DIHASILKAN TERHADAP INFEKSI Aeromonas hydrophila NURFITRIANI SITI YUMAIDAWATI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. UNILA dan Laboratorium Kesehatan Lingkungan Balai Besar Pengembangan dan

III. METODE PENELITIAN. UNILA dan Laboratorium Kesehatan Lingkungan Balai Besar Pengembangan dan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian UNILA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di Laboratorium dan Fasilitas Karantina Marine Research Center (MRC) PT.Central Pertiwi

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN DOSIS PREBIOTIK YANG BERBEDA DALAM PAKAN

GAMBARAN DARAH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN DOSIS PREBIOTIK YANG BERBEDA DALAM PAKAN GAMBARAN DARAH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN DOSIS PREBIOTIK YANG BERBEDA DALAM PAKAN (Tilapia Blood Parameters with The Addition of Different Dose of Prebiotics in Feed) Riski Hartika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Lokasi penelitian di 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di 21 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel

I. METODE PENELITIAN. Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel I. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dan pembuatan preparat ulas darah serta perhitungan hematokrit sel darah merah dilakukan pada bulan Juli 2012 di Laboratorium Perikanan Jurusan

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 hingga Agustus 2007. Penangkapan polen dilakukan di kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dan analisa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A KOMPOSISI PREMIX DAN KOMPOSISI PAKAN NORMAL BR 1. Premix (PT. Eka Farma, Medan)

LAMPIRAN A KOMPOSISI PREMIX DAN KOMPOSISI PAKAN NORMAL BR 1. Premix (PT. Eka Farma, Medan) LAMPIRAN A KOMPOSISI PREMIX DAN KOMPOSISI PAKAN NORMAL BR 1 Premix (PT. Eka Farma, Medan) Kandungan Premix Kalsium Fosfor Ferrum Cupprum Manganese Iodin Sodium Chlorida Magnesium Zink Cyanocobalamine Komposisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Bandar Lampung dan Laboratorium Budidaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

Whole-cell vaccine of Streptococcus agalactiae in Oreochromis sp. with immersion method

Whole-cell vaccine of Streptococcus agalactiae in Oreochromis sp. with immersion method Jurnal Akuakultur Indonesia 3 (), 83 93 (204) Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis sp. melalui perendaman Whole-cell vaccine of Streptococcus agalactiae in Oreochromis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimen Kuasi dengan rancangan penelitian After Only With Control Design 35 yang digambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA DENDI HIDAYATULLAH

EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA DENDI HIDAYATULLAH EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA DENDI HIDAYATULLAH DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Maret 2010. Lokasi pelaksanaan penelitian, yaitu : Laboratorium Lingkungan Departemen

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri A 2 lup biakan bakteri padat Inkubasi+shaker (suhu kamar, 18-24 jam) a b b b 0.1 ml 0.1 ml 0.1ml 1:10-1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Efficacy of of h le iells vaiiine of Streptococcus agalactiaee in tilapia Oreochromis niloticus bcy bath immersion method

Efficacy of of h le iells vaiiine of Streptococcus agalactiaee in tilapia Oreochromis niloticus bcy bath immersion method Jurnal Akuakultur Indonesia 3 (), 83 93 (204) Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus melalui perendaman Efficacy of of h le iells vaiiine of Streptococcus

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN PENCATATAN SEJARAH IKAN Supaya kegiatan budidaya ikan yang kita jalani dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kegiatan budidaya terdapat beberapa hal yang harus

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010) III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari 2010 sampai April 2010, bertempat Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen ITP dan SEAFAST CENTER IPB, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: Koloidal kitin 12,5% (b/v) 72,7 ml. Agar 20 g. 29 LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi Media MGMK Padat dan Cara Pembuatannya Bahan: K 2 HPO 4 0,7 g KH 2 HPO 4 0,3 g M g SO 4. 7H 2 O 0,5 g FeSO 4.7H 2 O 0,01 g ZnSO 4 0,001 g MnCl 2 0,001 g Koloidal kitin

Lebih terperinci

IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) ABSTRAK

IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 IMUNOGENISITAS HEAT KILLED VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Fredi Wintoko

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH

EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci