ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H"

Transkripsi

1 ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN NOVI SULISTIYANI PRATIWI. Analisis Leading Indicator Pertumbuhan untuk Sektor Pertanian Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR) Sektor pertanian menjadi salah satu andalan untuk mencapai pertumbuhan di Indonesia. Selain sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, pertanian juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Untuk tahun 2007 saja pertanian mampu menyumbangkan 0,5 persen menyamai sektor konstruksi dari total pertumbuhan nasional yaitu 6,3 persen dengan laju pertumbuhan untuk sektor itu sendiri sebesar 3,5 persen. Akan tetapi angka tersebut relatif masih sangat kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang terjadi pada sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbangkan 1,3 persen dan 1,4 persen dari total pertumbuhan yang terjadi. Sama halnya dengan perekonomian secara agregat, sektor pertanian juga memiliki periode resesi dimana terjadi penurunan pada sektor pertanian, dan periode ekspansi yaitu sektor pertanian mengalami pertumbuhan. Kedua periode ini dipastikan akan muncul silih berganti membentuk suatu siklus. Hal ini dalam ilmu ekonomi, dikenal sebagai business cycle (siklus bisnis), ada juga yang menyebutnya sebagai siklus perekonomian atau siklus perdagangan. Karena sektor pertanian merupakan bagian dari perekonomian yang mengalami fenomena business cycle, maka sudah tentu fenomena ini juga akan terjadi pada setiap sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara seperti Indonesia. Menurut Wira Kusuma, et. al, (2004) Hingga saat ini paling tidak terdapat tiga alasan utama mengapa leading indicator semakin luas digunakan oleh banyak negara. Pertama, deteksi dini terhadap kapan titik balik suatu business cycles sangat penting karena membantu para pelaku ekonomi untuk mengambil langkahlangkah penting, seperti para pengambil kebijakan, dunia usaha, dan investor. Kedua, penggunaan model makroekonometri dianggap tidak dapat memprediksi kapan titik balik akan terjadi, terutama jika terjadi perubahan struktural dalam perekonomian. Ketiga, leading indicator memiliki track record yang cukup baik sehingga diyakini mempunyai kemampuan sebagai alat forecasting. Untuk memperoleh variabel yang dapat menjadi CLI terlebih dahulu harus dilakukan pembersihan dari faktor musiman, irregular dan trend sehingga didapat data siklikal. Dari data siklikal yang didapat kemudian dibandingkan dengan seri acuan PDBP dengan cross correlation, didapat 13 variabel yang termasuk ke dalam leading, satu variabel yang termasuk lagging, dan satu variabel yang menjadi coincident. Yang menjadi variabel lagging untuk sektor pertanian pada penalitian ini adalah kredit investasi dengan lag sebesar +5 dan koefisien sedangkan yang menjadi coincident adalah M2 dengan koefisien sebesar Dari 16 variabel yang digunakan sebagai calon komposit, terdapat 13 variabel yang menjadi leading indicator pertumbuhan sektor pertanian Indonesia yaitu indeks harga konsumen Indonesia, indeks harga konsumen US, indeks harga perdagangan besar sektor pertanian, kredit modal kerja, expor produk pertanian, impor produk pertanian, suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit investasi, real exchange rate, indeks harga beras dunia, indeks harga sawit dunia, indeks harga teh dunia dan PDB nasional.

3 Implikasi kebijakan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan adalah. Pertanian sangat memerlukan pembiayaan untuk dapat meningkatkan produksinya, maka sangat dibutuhkan lembaga baik perbankan maupun non perbankan untuk masuk ke dalam sektor pertanian dengan skema yang menguntungkan petani. Pengawasan dalam pelaksanaannya sangat diperlukan agar modal yang diturunkan pemerintah dapat sampai dengan tepat ke petani. Selain itu penguatan modal kolektif petani juga dapat menjadi alternatif pembiayaan di sektor pertanian. Harga output bagi petani sangat penting, untuk itu pemerintah harus mampu menstabilkan harga dengan cara membeli kelebihan supply dengan harga yang berlaku di pasaran. Selain itu pencipataan pasar alternatif dengan rantai tata niaga yang pendek (direct marketing) dapat menjadi solusi pemasaran hasil produk pertanian. Pengendalian inflasi wajib dilakukan mengingat IHK menjadi salah satu leading indicator. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan subsidi untuk input pertanian seperti pupuk, bibit dan bahan bakar. Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar untuk dapat memenuhi semua hal tersebut, maka seharusnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengurangi subsidi yang penting bagi rakyat khususnya petani yang sebagian besar masih kurang mampu.

4 ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama mahasiswa : Novi Sulistiyani Pratiwi Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Leading Indicator Pertumbuhan untuk Sektor Pertanian Indonesia Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Tanggal Lulus : Rina Oktaviani, Ph.D NIP

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN Bogor, Agustus 2008 Novi Sulistiyani Pratiwi H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Novi Sulistiyani Pratiwi lahir pada tanggal 5 November 1986 di Grobogan, sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sumarno dan Tri Lestari. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Depok Jaya 1 pada tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Depok pada tahun yang sama dan lulus pada tahun pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun Sampai saat ini penulis masih berdomisili di Depok Jawa Barat. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar memperoleh ilmu dan mampu mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalu Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis sempat mengikuti organisasi Syariah Ekonomi Student Club, dan ikut serta dalam kepanitiaan acara yang diselenggaran program studi dan fakultas.

8 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmya-nya bagi kemuliaan wajah-nya dan keagungan kekuasaan-nya. Atas anugrah, berkat dan kasih sayang-nya. Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi junjungan sampai akhir zaman, yang membawa kegelapan munuju terang benderang sehingga penulis dapat menyelesaikan pnelitian yang berjudul Analisis Leading Indicator Pertumbuhan untuk Sektor Pertanian Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departeman Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk melihat siklus ekonomi yang terjadi pada sektor pertanian dan melihat variabel apa saja yang mampu menjadi leading bagi sektor pertanian Indonesia. Variabel yang terpilih menjadi leading tersebut digabungkan menjadi CLI (Composite Leading Index) untuk agar hasilnya dapat lebih baik. Akhirnya penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT, agar penelitian ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Bogor, Agustus 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas kasih dan sayang-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabatnya. Pada kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Sumarno dan Ibu Tri Lestari orang tua tercinta yang telah ikhlas membesarkan, memberikan kasih sayang dan dorongan serta mendoakan dalam setiap langkah adinda. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan banyak membantu dengan penuh keikhlasan dan sabar mulai dari penyusunan hingga terselesainya penulisan skripsi ini. 3. Bapak Bambang Juanda, Ph.D dan Bapak Toni Irawan, M.App.Ec yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi saya. 4. Ibu Fifi D Thamrin selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama ini. 5. Ayu, Abi dan Ley atas semangat dan kasih sayangnya. Mas Tyo atas segala bantuan moril, dorongan, dan perhatian yang telah diberikan selalu. 6. Ka Irfan guru les sejak semester tiga, yang membantu mendalami mata kuliah yang sulit dipelajari sendiri. 7. Sinta, Nana dan Islam teman seperjuangan yang banyak membantu untuk bertukar pikiran. Uunk, Puspa, Prime, Iyo, Imeh, Meda, Putroz, Chabe yang membuat hari-hari lebih berwarna. Ika dan Mie yang telah menjadi sahabat terbaik dan banyak memberikan perubahan positif dalam diri saya sejak bertemu di KKP. Nene (Tami) sahabat sejak SD sampai di IPB sekarang yang selalu ada dalam suka dan duka. Akbar yang kamarnya tempat menghilangkan suntuk karena ada tvnya, Ka Yogi dan Dodol yang membantu pada awal pembuatan skripsi ini dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semangat, bantuan, dan persahabatannya. Terimakasih.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Peranan Sektor Pertanian Pada Perekonomian Indonesia Posisi Pertanian Dalam Masyarakat Indonesia Pentingnya Kredit Bagi Pertanian Indonesia Pentingnya Harga Bagi Petani Untuk Meningkatkan Produktivitas Teori Real Business Cycle Business Cycle Indicators Leading Indicator (Indikator Pendahulu) Lagging Indicator (Indikator Pengikut) Coincident Indicator (Indikator Pengiring) Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle Leading Indicator dan Penggunaannya Leading Indicator Berdasarkan Metode OECD Metode Penelitian Empirik Business Cycle Hodrick Prescott Filter Cross Correlation Indikator Business Cycle Penelitian-penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran...26 III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Penentuan Seri Acuan... 30

11 Penentuan Titik Balik Seri Acuan Cross Correlation Pemilihan Komponen Pembentuk CLI Pembentukan Komposit Leading Indicator Menentukan Volatilitas Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Sektor Pertanian Indonesia Pembentukan Data Siklikal Karakteristik dan Titik Balik Produk Domestik Bruto untuk Sektor Pertanian (PDBP) Pemilihan dan Karakteristik Kandidat Komponen Perbandingan Data Siklikal Variabel Calon Komposit Terhadap Seri Acuan PDBP Keterkaitan Kandidat Komposit dengan seri acuan Pembentukan Composite Leading Index Pertumbuhan Sektor Pertanian Indonesia Evaluasi Indeks Komposit Sintesis Terhadap Hasi-hasil Analisis V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 74

12 DAFTAR TABEL Tabel Hal. 1. Nilai PDB Tahun menurut Lapangan Usaha Data yang Digunakan dalam Penelitian Berdasarkan Jenis dan Sumber Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun Laju Pertumbuhan Sektor dan Sub Sektor Pertanian serta Sharenya terhadap PDB Distribusi Sektor Pertanian Beberapa Propinsi terhadap PDB sektor Pertanian Nasional dan PDB Nasional serta Laju Pertumbuhannya Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Level Sebelum Detrending Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Level Setelah Detrending Karakteristik Titik Balik dari Seri Acuan PDBP Perhitungan CV Variabel-variabel Calon Komposit dan Seri Acuan Pola Fluktuasi Siklikal Varibel-variabel Calon CLI Terhadap PDBP Perbandingan Titik Balik CLI dengan Seri Acuan PDBP Pola Fluktuasi CLI 2 dan CLI Karakteristik CLI... 65

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Hal. 1. Perbandingan Pergerakan PDB Sektor Pertanian Dengan PDB Indonesia Pembentukan Composite Leading Index Grafik log PDBP Grafik Trend PDBP Grafik Siklikal dan Titik Balik PDBP Perbandingan CLI dengan PDBP Titik Balik CLI untuk PDBP... 62

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Hal. 1. Data Mentah Analisis Grafis Cross Correlation Karakteristik Titik Balik CLI... 94

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu andalan untuk mencapai pertumbuhan di Indonesia. Selain sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, pertanian juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Berdasarkan data BPS, untuk tahun 2007 saja pertanian mampu menyumbangkan 0.5 persen menyamai sektor konstruksi dari total pertumbuhan nasional yaitu 6.3 persen dengan laju pertumbuhan untuk sektor itu sendiri sebesar 3.5 persen. Akan tetapi angka tersebut relatif masih sangat kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang terjadi pada sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbangkan 1.3 persen dan 1.4 persen dari total pertumbuhan yang terjadi. Tabel 1. Nilai PDB Indonesia Tahun menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha (1) Atas Dasar Hrg Berlaku (Triliun Rupiah) Atas Dasar Hrga Konstan 2000 (Triliun Rupiah) Laju (Pers en) Sumber (persen) Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan air bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, real estate 9. Jasa-jasa PDB PDB Tanpa Migas Sumber : BPS, 2008 (2) (3) (4) (5) (6) (7)

16 Sebagai salah satu penyumbang pertumbuhan yang cukup besar, maka PDB sektor pertanian harus lebih ditingkatkan lagi agar mampu memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2000 sampai dengan 2003 sektor pertanian berkontribusi sebesar 16 persen terhadap total PDB nasional, hal ini memperlihatkan bahwa sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar karena menyumbang lebih dari 10 persen dari total PDB. Akan tetapi terjadi penurunan pada tahun 2004 menjadi 15 persen, bahkan 2005 dan 2006 hanya menyumbangkan 13 persen dari total PDB nasional. Di tahun 2007 mulai terjadi peningkatan kembali menjadi 14 persen terhadap PDB nasional (diolah berdasarkan data BPS). Untuk itulah diperlukan penanganan yang lebih evisien dan efektif terhadap sektor pertanian Indonesia. Sama halnya dengan perekonomian secara agregat, sektor pertanian juga memiliki periode resesi dimana terjadi penurunan pada sektor pertanian, dan periode ekspansi yaitu sektor pertanian mengalami pertumbuhan. Kedua periode ini dipastikan akan muncul silih berganti membentuk suatu siklus. Hal ini dalam ilmu ekonomi, dikenal sebagai business cycle (siklus bisnis), ada juga yang menyebutnya sebagai siklus perekonomian atau siklus perdagangan. Karena sektor pertanian merupakan bagian dari perekonomian yang mengalami fenomena business cycle, maka sudah tentu fenomena ini juga akan terjadi pada setiap sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara seperti Indonesia. Karena itulah keberadaan posisi sektor pertanian dalam business cycle di suatu negara sangat penting untuk diketahui guna menghindari terjadinya penurunan di sektor tersebut yang berkepanjangan. Jika terjadi ancaman akan timbul suatu penurunan maka pemerintah baik otoritas fiskal maupun moneter

17 mampu mengeluarkan kebijakan agar penurunan dapat dihindari atau setidaknya dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap perekonomian secara agregat. Sebaliknya, jika sektor pertanian mengalami masa pertumbuhan atau periode ekspansi, maka pemerintah perlu menghindari kebijakan yang dapat mengganggu kondisi tersebut. Pertumbuhan pada sektor pertanian dapat digambarkan melalui perubahan indikator ekonomi setiap tahunnya, antara lain seperti harga produk pertanian di pasaran dan PDB sektor pertanian. Selain itu juga dapat dilihat melalui balance of trade produk pertanian yaitu selisih ekspor dengan impor produk pertanian. Dengan ekspor produk pertanian yang lebih besar dibangding impornya berarti sektor pertanian Indonesia mengalami masa pertumbuhan yang akan meningkatkan PDB nasional. Pada masa krisis perekonomian kita mengalami kontraksi luar biasa (tumbuh negatif 13,13 persen) pada tahun Pada masa itu karena desakan IMF, subsidi pertanian (pupuk, benih, dll) juga dicabut dan tarif impor komoditi khususnya pangan dipatok maksimum 5%. Infrastruktur pertanian pedesaan khususnya irigasi banyak yang rusak karena biaya pemeliharaan tidak ada. Penyuluh pertanian juga kacau balau karena terlalu mendadak di daerahkan. Tidak hanya itu, akibat kerusuhan, jaringan distribusi bahan pangan dan sarana produksi pertanian lumpuh, antrian beras dan minyak goreng terjadi dimana-mana. Akibat perubahan mendadak tersebut pelaku agribisnis khususnya para petani mengalami kegamangan dan kekacauan. Kredit untuk petani tidak ada, hanya pupuk melambung baik karena depresiasi rupiah maupun karena pencabutan subsidi. Perubahan mendadak waktu itu, tidak memberi waktu bagi para petani untuk menyesuaikan diri. Sehingga PDB

18 pertanian mengalami pertumbuhan terendah sepanjang sejarah yaitu sebesar 0,88 persen. Masa krisis yang cukup panjang dan sangat merugikan harus dihindari atau paling tidak diminimalisasi agar kerugian yang terjadi tidak terlalu parah. Oleh karena itu dibuat suatu alat peramalan yang dapat memprediksi kondisi perekonomian suatu negara beberapa waktu ke depan melalui analisis siklikal indikator yang didukung oleh teknologi komputer. Peramalan ekonomi yang ada pada umumnya hanya melihat perubahan ekonomi secara makro, hal ini memang sangat penting akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan juga peramalan per sektor ekonomi khususnya pertanian. Mengapa harus sektor pertanian? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan secara agregat. Salah satu perangkat yang dapat digunakan dalam memprediksi perubahan pada pertanian dalam waktu cepat dan akurat adalah dengan menganalisis indikator-indikator ekonomi. Pengidentifikasian indikator-indikator ekonomi ini bisa dimasukkan ke dalam tiga jenis indikator, yaitu leading, lagging, dan coincident indicator. Penggunaan leading indicator untuk memperkirakan arah pergerakan sektor pertanian ke depan. Lagging indictor berguna untuk mengkonfirmasi prediksi yang dibuat oleh leading indicator, sementara coincident indicator digunakan untuk menentukan kondisi pertanian pada saat ini. Melalui perangkat leading indicator yang dapat diandalkan (reliable), maka dapat diketahui pergerakan siklikal dan titik balik dari business cycle, sehingga arah kebijakan dapat diukur oleh pemerintah untuk memikirkan timing yang tepat dalam mengeluarkan suatu kebijakan. Dalam membuat suatu proyeksi

19 peramalan perubahan pada sektor pertanian menggunakan leading indicator, tentunya perlu diketahui terlebih dahulu variabel-variabel ekonomi yang mana yang dapat dijadikan acuan untuk indikator-indikator dini melalui analisis siklikal. Setelah variabel acuan ditemukan maka dapat diketahui variabel-variabel mana yang akan digunakan untuk melakukan metode peramalan pada sektor pertanian Indonesia atau yang tergolong sebagai leading indicator. Penggunaan leading indicator untuk memprediksi perubahan pada sektor pertanian memiliki beberapa alasan. Pertama, Composite Leading Index (CLI) bisa digunakan untuk mengindikasikan pendeteksian dini terhadap kapan titik balik (turning points) dari siklus yang terjadi, sehingga pemerintah dapat menyesuaikan strategi kebijakan yang akan dilakukan. Selain itu leading indicator memiliki track record yang cukup baik sehingga diyakini mempunyai kemampuan sebagai alat forecasting Perumusan Masalah Indonesia merupakan negara agraris, kekayaan alamnya baik di darat maupun di laut merupakan suatu kelebihan yang dapat dijadikan daya tarik pariwisata bagi bangsa asing. Selain menjadi daya tarik bagi bangsa asing yang ingin berwisata di Indonesia kekayaan alam tersebut menjadi salah satu sumber devisa negara dan sebagai pemasok kebutuhan domestik khususnya kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Begitu pentingnya sektor ini bagi perekonomian Indonesia mengharuskan sektor ini berada dalam kondisi yang baik dan stabil. Apabila sektor pertanian mengalami guncangan maka perekonomian secara agregat akan ikut mengalami guncangan pula. Seperti jika sektor pertanian tidak mengalami pertumbuhan yang

20 positif maka pertumbuhan Indonesia akan turun karena telah berkurang sumbangan pertumbuhan dari sektor pertanian yang pada tahun 2007 menyumbangkan 12.6 persen dari total pertumbuhan yang dicapai Indonesia. Dukungan dari pemilik modal terhadap kemajuan sektor pertanian di Indonesia sangatlah penting. Akan tetapi dengan keterbatasan informasi serta kepedulian dari pemerintah yang kurang terhadap sektor pertanian di Indonesia membuat sektor pertanian kurang dapat memaksimalkan produktifitasnya. Selama ini para pemilik modal lebih memilih menanamkan modalnya di sektor non riil seperti melalui obligasi atau surat berharga lainnya yang hasilnya lebih pasti dan terjamin keamanannya. Sektor-sektor tersebut lebih diminati investor khususnya asing karena modal yang ditanamkan dapat lebih mudah ditarik kembali sewaktuwaktu apabila dirasa sudah tidak menguntungkan lagi. Hal tersebut tidak akan terjadi jika sektor pertanian memiliki kepastian usaha yang lebih dapat dipertanggung jawabkan. Selama ini belum ada peramalan ekonomi yang secara khusus mengkaji pertumbuhan sektor pertanian di masa yang akan datang, para pelaku ekonomi cenderung mementingkan peramalan secara agregat. Untuk itu agar sektor pertanian lebih diminati oleh para investor khususnya asing, maka harus dibuat peramalan tersendiri untuk sektor tersebut agar siklusnya dapat lebih terlihat dan pemerintah dapat dengan mudah membuat kebijakan yang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian Indonesia. Salah satu metode peramalan yang telah ada dan teruji adalah dengan menggunakan leading indicator. Penggunaan CLI untuk meramalkan pertumbuhan sektor pertanian membutuhkan indikator dengan frekuensi data yang tinggi, dan untuk setiap datanya membutuhkan time series yang panjang. Oleh

21 karena itu, CLI lebih banyak diaplikasikan untuk meramalkan perekonomian secara agregat dan lebih sering pada negara maju. Hal ini umumnya disebabkan ketersediaan data di negara berkembang tidak dalam frekuensi yang tinggi dan hanya tersedia di tahun-tahun terakhir saja, biasanya data tersdia dalam bentuk triwulan, bahkan ada yang hanya tersedia dalam bentuk tahunan PDBP PDB Gambar 1. Perbandingan Pergerakan PDB Sektor Pertanian Dengan PDB Indonesia

22 Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah sektor pertanian memiliki leading, lagging, dan coincident indicator? 2. Variabel apa saja yang termasuk ke dalam leading indicator untuk sektor pertanian Indonesia? 3. Seperti apakah siklus ekonomi dari sektor pertanian Indonesia? 4. Bagaimana kinerja CLI untuk sektor pertanian Indonesia yang telah dibuat? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menjawab permasalahan di atas maka dibuat beberapa lingkup tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut : 1). Menganalisis leading, coincident, dan lagging indicator untuk sektor pertanian Indonesia. 2). Menganalisis leading indicator pertumbuhan untuk sektor pertanian Indonesia. 3). Mengkaji siklus ekonomi pada sektor pertanian yang terjadi di Indonesia. 4). Mengevaluasi kinerja CLI sektor pertanian Indonesia yang telah dibuat terhadap pergerakan seri acuan Manfaat Penelitian antaranya : Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk beberapa pihak, di

23 1). Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukkan dan pertimbangan terutama untuk antisipasi dan penetuan waktu yan tepat dalam mengeluarkan dan menetapkan kebijakan-kebijakan ekonomi. 2). Bagi penulis, penelitian ini sangat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang perkembangan teori business cycle baik secara agregat maupun sektoral. Serta menerapkannya secara khusus untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian. 3). Bagi para pelaku ekonomi, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang volatilitas business cycle sektor pertanian Indonesia. 4). Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini juga dapat dijadikan acuan dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya yang masih berhubungan dengan business cycle.

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Sektor Pertanian Pada Perekonomian Indonesia Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian. Peranan pertanian antara lain adalah menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan, menyediakan bahan baku bagi industri, sebagai pasar potensial bagi produkproduk yang dihasilkan oleh industri, sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, dan sebagai sumber perolehan devisa (Kuznets, 1964 dalam Harianto, 2007). Di samping itu, pertanian memiliki peranan penting untuk mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan menyumbang secara nyata bagi pembangunan Indonesia dan lingkungan hidup. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB memang cenderung turun, sesuai dengan semakin meningkat dan terdiversifikasinya perekonomian Indonesia. Namun yang perlu diamati juga adalah peranan pertanian dalam menyerap angkatan kerja. Pangsa sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja ternyata masih yang paling besar. Dari kenyataan itu dapat dilihat bahwa ada ketimpangan dalam struktur ekonomi Indonesia, di mana sektor yang sudah mulai menyusut perananya dalam menyumbang PDB ternyata harus tetap menampung jumlah tenaga kerja yang jauh lebih banyak daripada sewajarnya terjadi. Pertanian di Indonesia kondisinya tidak homogen, baik antara tempat maupun antar komoditas. Pertanian di Jawa memiliki karakteristik yang berbeda dengan pertanian di Luar Jawa. Demikian juga sub sektor pertanian tanaman

25 pangan memiliki karakteristik yang berbeda dengan sub sektor perkebunan ataupun peternakan. Dalam sub sektor yang sama pun belum tentu memiliki ciriciri yang juga sama. Kondisi yang beragam ini tentunya memiliki implikasi penting bagi perumusan strategi, kebijakan, dan program pembangunan pertanian ke depan. Para pemikir ekonomi pembangunan telah lama menyadari bahwa sektor pertanian memiliki peranan yang besar dalam perekonomian, terutama di tahaptahap awal pembangunan (Lewis, 1954 dalam Harianto, 2007). Sektor pertanian yang tumbuh dan menghasilkan surplus yang besar merupakan prasyarat untuk memulai proses transformasi ekonomi. Penawaran pangan yang relatif inelastis akan menyebabkan harga pangan meningkat yang pada gilirannya akan mendorong upah di sektor non-pertanian. Impor pangan merupakan salah satu alternatif yang mahal (Mellor, 1984 dalam Harianto, 2007). Oleh sebab itu sektor pertanian yang dinamis dan tumbuh dengan cepat merupakan kondisi yang diinginkan untuk mendorong transformasi ekonomi Posisi Pertanian Dalam Masyarakat Indonesia Posisi pertanian akan sangat strategis apabila kita mampu mengubah pola pikir masyarakat yang cenderung memandang pertanian hanya sebagai penghasil (output) menjadi pola pikir yang melihat multi-fungsi dari pertanian (Suyanto, 2002). a. Penghasil pangan dan bahan baku industri. Sektor pertanian sangat menentukan dalam ketahanan pangan nasional sekaligus menentukan ketahanan bangsa. Penduduk Indonesia yang mencapai

26 200 juta lebih, ketahanan nasional akan terancam bila pasokan pangan kita sangat tergantung dari impor. Dalam proses industrialisasi pertanian juga memproduksi bahan baku industri pertanian seperti sawit, karet, gula, serat, dan lainnya. b. Pembangunan daerah dan perdesaan. Pembangunan nasional akan timpang kalau daerah/perdesaan tidak dibangun, urbanisasi tidak akan bisa ditekan, dan pada akhirnya senjang desa dan kota semakin melebar. Lebih dari 83 persen kabupaten/kota di Indonesia ekonominya berbasis kepada pertanian. Agroindustri perdesaan akan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi perdesaan terutama dalam penyerapan tenaga kerja. c. Penyangga dalam masa krisis. Sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal terbukti sangat handal dalam masa krisis ekonomi, bahkan mampu menampung 5 juta tenaga kerja limpahan dari sektor industri dan jasa yang terkena krisis; kasus bom Bali yang melumpuhkan parawisata di Bali, terselamatkan oleh sektor pertanian. d. Penghubung sosial ekonomi antar masyarakat dari berbagai pulau dan daerah sebagai perekat persatuan bangsa. Masing-masing pulau/daerah memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keunggulan masing-masing. Perdagangan (trade) antar pulau ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dengan melakukan spesialasisasi masingmasing daerah. Saling ketergantungan antara daerah menjadi jaminan pengembangan ekonomi daerah dan mempererat persatuan antar daerah.

27 e. Kelestarian sumberdaya lingkungan Kegiatan pertanian berperan dalam penyagga, penyedia air, udara bersih, dan keindahan. Pada haketnya pertanian selalu menyatu dengan alam. Membangun pertanian yang berkelanjutan (sustainable) berarti juga memelihara sumberdaya lingkungan. Agrowisata merupakan contoh yang ideal dalam multi-fungsi pertanian. f. Sosial budaya masyarakat Usaha pertanian berkaitan erat dengan sosial-budaya dan adat istiadat masyarakat. Sistem sosial yang terbangun dalam masyarakat pertanian telah berperan dalam membangun ketahanan pangan dan ketahanan sosial, seperti lumbung pangan, sistem arisan dan lainnya. g. Kesempatan kerja, PDB, dan devisa. Lebih dari 25,5 juta keluarga atau 100 juta lebih penduduk Indonesia hidupnya tergantung pertanian. Sektor pertanian menyerap 46,3% tenaga kerja dari total angkatan kerja, menyumbang 6,9% dari total ekspor non migas, dan memberikan kontribusi sebesar 15 persen PDB nasional. Jika dilihat berdasarkan uraian di atas, sektor pertanian adalah sektor yang menjadi harapan untuk perekonomian masyarakat Indonesia. Akan tetapi tanpa kontribusi yang besar dari pemerintah terhadap sektor ini, maka harapan yang besar tersebut tidak akan pernah terealisasi dengan baik Pentingnya Kredit Bagi Pertanian Indonesia Badan-badan efisien, yang memberikan kredit produksi kepada petani dapat merupakan faktor pelancar penting bagi pembangunan pertanian. untuk

28 memproduksi lebih banyak, petani harus lebih banyak mengeluarkan uang untuk bibit unggul, pestisida, pupuk dan alat-alat. Pengeluaran-pengeluaran seperti itu harus dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam selama jangka waktu antara saat pembelian sarana produksi itu dan saat penjualan hasil panen (Mosher, 1966). Suku bunga sering menjadi permasalahan dalam pemberian kredit ini, penetapan suku bunga yang terlalu tinggi untuk sektor ini sering memberatkan para petani. Pada kenyataannya suku bunga yang ditetapkan memang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang lainnya. Sebagian dari alasan mengapa bunga itu lebih tinggi untuk kredit produksi pertanian, dalam tahap pemulaan pembangunan pertanian, mungkin terletak pada sukarnya memperoleh modal di masyarakat yang ekonominya sedang berkembang. Di dalam masyarakat demikian bahkan pinjaman untuk industri di kota meminta bunga 10 sampai 15 persen setahun, bahkan seringkali lebih. Alasan lain lagi ialah lebih tingginya biaya administrasi untuk pinjaman kecil kepada sejumlah besar petani yang tersebar di daerah yang luas. Dengan demikian layak atau tidak layaknya suatu suku bunga, untuk sebagian orang tergantung kepada nilai ekonomis dari sarana produksi dan alat yang tersedia setempat. Kredit untuk sektor pertanian yang efektif memerlukan dihapuskannya hambatan dalam perolehannya. Ini bergantung pada pandangan dalam penyelenggaraan usaha tani yang efisien. Juga bergantung pada suku bunga yang diselaraskan dengan biaya-biaya yang selayaknya untuk menyediakan kredit produksi itu. Pelunasan kredit biasanya terjamin oleh kenaikan pendapatan petani yang dimungkinkan oleh pengunaan kredit itu. Adalah suatu langkah besar bagi petani untuk beralih dari keengganan meminjam untuk keperluan konsumsi ke

29 kesadaran bahwa meminjam untuk membeli input tambahan dapat menguntungkan. Guna membantu petani mengambil langkah ini, perlu dipermudah cara mendapatkan kredit, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja, dan perlu adanya bimbingan cara menggunakannya Pentingnya Harga Bagi Petani Untuk Meningkatkan Produktivitas Sejauh petani memproduksi untuk dijual, maka perangsang baginya untuk menaikkan produksi tergantung kepada perbandingan antara harga yang akan diterimanya untuk hasil-hasilnya dan biaya untuk memproduksikan hasil-hasil itu. Biaya produksi ini dipengaruhi oleh harga barang-barang input yang harus dibelinya. Baik tingkat maupun stabilitas harga hasil usahatani mempengaruhi sampai di mana harga-harga itu dapat merangsang petani untuk menaikkan produksinya. Apabila syarat-syarat pokok lain bagi pembangunan pertanian sudah tersedia, maka semakin tinggi harga yang ditawarkan kepada petani untuk suatu hasil usahatani tertentu, semakin banyak pula hasil ini akan diproduksi oleh petani dan dijual ke pasar. Banyak orang tidak percaya akan pendapat ini, dan seringkali kebijakan pemerintah didasarkan pada bahwa memang tidak demikian kenyataannya. Harga yang menguntungkan bagi petani bukanlah satu-satunya syarat pokok untuk pembangunan pertanian, tapi harga ini merupakan syarat pokok yang penting. Menurut Mosher (1966) seringkali penelitian di negara bagian Punjab di India mengungkapkan bahwa petani di sana beralih dari jenis tanaman satu ke jenis tanaman lainnya sebagai respon terhadap perubahan harga, sama halnya dengan petani-petani yang sangat komersil di Amerika Serikat. Semakin banyak

30 bukti yang menunjukkan bahwa petani berusaha meningkatkan produksi pertaniannya apabila harga hasil panen tersebut naik. Di Indonesia, dimana harga hasil pertaniannya sebelumnya ditekan rendah, saat pengendalian harga tersebut ditiadakan dan harga-harga dibiarkan mencapai tingkatnya sendiri secara bebas hasilnya output dari pertanian meningkat tajam. Petani menjadi lebih tertarik kepada pupuk dan bibit unggul Teori Real Business Cycle Leading indicator sendiri berkaitan dengan teori real business cycle yang mengasumsikan harga adalah fleksibel bahkan pada jangka pendek. Karena asumsi complete price flexibility, teori ini juga menganut classical dichotomy dimana pergerakan uang tidak mempengaruhi pergerakan variabel di sektor riil seperti output dan pengangguran. Untuk menjelaskan pergerakan di sektor riil termasuk pertanian, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh faktor alami di sektor itu sendiri seperti terjadinya technological shock yang membuat produktivitas meningkat sehingga output dari perekonomian juga meningkat. Dengan kata lain semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan output, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan dalam perekonomian. Dengan mengasumsikan bahwa uang adalah netral dan ekonomi, teori ini mendapat kritik, karena data menunjukkan bahwa penurunan money supply selalu disertai dengan perubahan di sektor riil seperti tingginya pengangguran dan rengahnya output. Penganut teori ini memberikan argumentasi bahwa perubahan dalam perekonomian seperti tingginya output akibat faktor alami akan

31 mempengaruhi permintaan akan uang. Meningkatkan permintaan akan uang ini akan direspon oleh bank sentral dengan menambah money supply. Perubahan dalam perekonomian karena faktor-faktor alami ini akan menyebabkan terjadinya siklus dalam pergerakan variabel-variabel di sektor riil. Siklus ini dipercaya terjadi dalam setiap variabel di sektor riil dan dapat dilihat dengan menghilangkan faktor-faktor musiman, trend dan irregular dari data Business Cycle Indicators Business Cycle Indicators (BCI) merupakan salah satu bentuk indikator yang biasa digunakan untuk meramalkan keadaan ekonomi di masa depan atau trend ekonomi. Contohnya, statistik sosial dan ekonomi yang dipublikasikan berbagai sumber seperti departemen pemerintahan. Indikator ekonomi mempunyai dampak yang besar terhadap pasar, mengetahui bagaimana harus menginterpretasikanya dan menganalisis indikator tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi para pelaku usaha termasuk investor. Setiap indikator memenuhi beberapa aturan kriteria, di mana ada tiga kategori timing indikator, yang diklasifikasikan menurut tipe peramalan yang dihasilkannya, yaitu leading, lagging dan coincident indicator. Variabel-variabel ekonomi yang termasuk dalam setiap jenis indikator bisa berbeda-beda untuk tiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dikarenakan perbedaan sistem ekonomi yang dianut suatu negara., kondisi perekonomian, respon dari setiap kebijakan yang dikeluarkan, dan lain sebagainya.

32 Leading Indicator (Indikator Pendahulu) Dalam kamus ekonomi, pengertian dari laeding indicator (indikator periode mendatang) adalah suatu rangkaian data statistik periode lalu yang menunjukkan kecenderungan yang mencerminkan perubahan-perubahan pada waktu mendatang dalam beberapa sektor ekonomi terkait atau sebagai sinyal kejadian di masa depan. Singkatnya, leading indicaor merupakan beberapa variabel ekonomi yang bergerak mendahului pergerakan variabel utama ekonomi. Berdasarkan informasi ini, maka dapat dibuat suatu peramalan tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi pada tahun-tahun yang akan datang atau dengan kata lain dapat memprediksi siklus ekonomi yaitu kapan perekonomian akan mencapai puncak (peak), masih berlanjut (stedy), mulai menurun (contaction), sampai titik terendah (trough), dan kembali naik (expansion). Sedangkan untuk mengeahui lama periode naik atau turun dapat diprediksi dengan lagging dan coincident indicator Lagging Indicator (Indikator Pengikut) Pengertian lagging indicator merupakan kebalikan dari leading indicator. Lagging indicator atau yang disebut juga sebagai indicator periode lalu adalah suatu rangkaian data statistik yang pada periode lalu telah menunjukkan kecenderungan yang mencerminkan perubahan-perubahan pada waktu lalu dalam beberapa sektor ekonomi yang saling berkaitan, atau singkatnya adalah perubahan indikator yang bergerak naik/turun setelah pergerakan siklikal utama. Pentingnya untuk mengetahui lagging indicator adalah karena lagging indicator dapat mengkonfirmasi sebuah pola ekonomi yang sedang terjadi atau

33 akan terjadi. Ramalan tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi pada tahun berjalan dapat dibuat, karena perubahan-perubahan tersubut mengikuti pola yang tidak berubah pada kurun waktu yang relatif sama Coincident Indicator (Indikator Pengiring) Coincident indicator merupakan indikator yang bergerak naik/turun bersamaan dengan naik/turunnya variabel utama atau kondisi yang terjadi dalam perekonomian. Indikator ini tidak meramalkan peristiwa-peristiwa ekonomi yang akan terjadi di masa depan, tapi jenis indikator ini berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam perekonomian Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle Setiap variable ekonomi yang termasuk ke dalam salah satu dari indikator dini yang telah dijelaskan di atas, memiliki hubungan yang bermacam-macam terhadap business cycle. Berikut ini akan dijabarkan mengenai hubungan antara indikator-indikator ekonomi dengan business cycle, yang terbagi menjadi tiga, yaitu : Procyclical, hubungan dimana arah pergerakan dari indikator-indikator ekonomi sama dengan perubahan yang terjadi pada seri acuan. Ketika seri acuan membaik, maka dapat dipastikan bahwa indikatornya akan mengalami peningkatan. Contercyclical, hubungan dimana indikator-indikator ekonomi memiliki arah gerak yang berlawanan dengan yang terjadi pada seri acuan yang digunakan.

34 Acyclical, indikator-indikator ekonomi tidak memiliki hubungan dengan seri acuan. Apapnu yang terjadi dengan seri acuan tersebut, baik dalam kondisi yang cukup bagus ataupun buruk, perubahan yang terjadi dalam indkator tersebut tetap tidak terpengaruh dan berada pada trend-nya sendiri Leading Indicator dan penggunaannya Penggunaan leading indicator, yang dimotori oleh the National Bureau of Economic Research (NBER), telah digunakan oleh banyak negara dalam memprediksi titik balik (turning points) dari business cycles. Ide dasar dari penggunaan leading indicator didasarkan pada fakta bahwa secara statistik data time series terdiri dari empat komponen, yaitu seasonal factor, cyclical factor, trend, dan irregular component. Dalam metode ini, komponen siklikal dipisahkan dari ketiga komponen lainnya. Setelah itu, komponen siklikal tersebut dianalisis perilakunya dan dibandingkan dengan series acuannya (reference series). Apabila titik balik suatu series selau mendahului titik balik series acuan, maka series tersebut dikategorikan sebagai leading indicator. Sementara itu, suatu series dikelompokkan sebagai lagging indicator apabila titik baliknya terjadi setelah titik balik series acuan. Apabila titik balik suatu series terjadi relatif bersamaan dengan series acuan, maka series tersebut merupakan coincident indicator. Penentuan apakah suatu series disebut sebagai leading,lagging atau coincident indicator sangat penting. Jika suatu series bertindak sebagai leading indicator, maka dapat digunakan untuk memproyeksikan arah series acuan ke depan. Untuk menentukan kondisi saat ini

35 dari series acuan, penggunaan coincident indicator akan sangat membantu. Sementara itu, lagging indicator dapat digunakan untuk mengkonfirmasikan prediksi yang dibuat oleh leading indicator (Setiana, 2006). Menurut Wira Kusuma, et. al, (2004) Hingga saat ini paling tidak terdapat tiga alasan utama mengapa leading indicator semakin luas digunakan oleh banyak negara. Pertama, deteksi dini terhadap kapan titik balik suatu business cycles sangat penting karena membantu para pelaku ekonomi untuk mengambil langkahlangkah penting, seperti para pengambil kebijakan, dunia usaha, dan investor. Kedua, penggunaan model makroekonometri dianggap tidak dapat memprediksi kapan titik balik akan terjadi, terutama jika terjadi perubahan struktural dalam perekonomian. Ketiga, leading indicator memiliki track record yang cukup baik sehingga diyakini mempunyai kemampuan sebagai alat forecasting. Dalam perkembangannya, leading indicator lebih banyak diaplikasikan di negara maju, sementara penerapan di negara berkembang masih relatif jarang. Kendala utama yang dihadapi negara berkembang adalah masalah ketersediaan data yang kurang memadai, sementara pembentukan leading indicator memerlukan data yang frekuensinya cukup tinggi, dalam hal ini data bulanan, serta diperlukan pula periode pengamatan yang panjang Leading Indicator Berdasarkan Metode OECD Dalam studi ini, pembentukan leading indicator menggunakan metode yang dikembangkan oleh the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Pada dasarnya, metode ini mengacu pada metode dasar dari business cycle yang dikembangkan oleh NBER. Metode OECD

36 menggunakan pendekatan growth cycles yang dalam hal ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan classical/traditional cycles. Penggunaan growth cycles mengemuka setelah leading indicator yang berdasarkan pendekatan classical cycles tidak mampu menjelaskan masa ekspansif perekonomian, khususnya di Amerika Serikat dan Jerman, pada sekitar tahun 1960-an. Perbedaan utama antara growth dan classical cycles terletak pada perhitungan masa ekspansi dan masa kontraksi (Wira Kusuma, et. al, 2004). Pasca classical cycles, perhitungan masa ekspansi dan kontraksi tersebut menggunakan level absolutnya. Sebagai contoh, suatu ekonomi belum dikatakan mencapai titik lembah apabila nilai absolutnya tidak menunjukkan kontraksi. Sementara itu, penentuan titik balik pada growth cycles berdasarkan pada perhitungan trend jangka panjangnya atau dengan kata lain growth cycles ditunjukkan oleh pembalikan arah dari suatu cycles di sepanjang tren jangka panjangnya. Beberapa kelebihan analisis menggunakan growth cycles, yaitu : i. Lebih sensitif untuk menunjukkan adanya perubahan yang tidak terlalu drastic (mild), sehingga dalam kurun waktu yang sama, jumlah cycles yang dihasilkan oleh growth cycles lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh classical cycles; ii. Panjang dan amplitudo growth cycles lebih simetris dibandingkan dengan classical cycles; iii. Penggunaan growth cycles dalam memprediksikan cycles lebih akurat dibandingkan dengan classical cycles, sebagaimana dibuktikan oleh the US Commerce Department.

37 2.6. Metode Penelitian Empirik Business Cycle Hodrick Prescott Filter Hodrick-Prescott flter (HPF) merupakan pendekatan statistik yang secara khusus mengestimasi trend dan komponen siklikal atau untuk menghilangkan komponen trend dan siklikal dalam suatu data deret waktu (time series). Fakta secara empiris (stylized fact) menunjukkan bahwa business cycle Indonesia dianalisis dengan memisahkan komponen trend dan komponen siklikal dari data time series makroekonomi. Dalam analisis Hodrick Prescott filter, komponen siklikal variabel makroekonomi dapat dilihat pola dan karakteristiknya dengan melihat korelasinya dengan variabel referensi Cross Correlation Analisis cross correlation merupakan suatu pendekatan untuk melihat detrended berdasarkan lag (periode ke belakang) dan lead (periode ke depan). Detrended merupakan cara untuk memisahkan komponen trend, sehinggga sebelum cross correlation maka ditentukan terlebih dahulu variabel trend dan siklikal berdasarkan hasil analisis HPF. Cross correlation dapat memperlihatkan lag detrended dan lead detrended pada suatu variabel. Cross correlation menunjukkan detrended dengan komponen siklikal mempunyai korelasi atau tidak Indikator Business Cycle Indikator business cycle dibagi ke dalam tiga kelompok indikator : laeding, co-incident dan lagging. Falsafahnya adalah, leading indicator akan

38 mencapai titik balik sebelum the rest of economy sehinggga indikator ini dikatakan memiliki daya prediksi (predictive power). Informasi tentang leading indicator dapat membantu investasi dan keputusan perencanaan lainnya. Coincident indicator bergerak pada waktu bersamaan dengan ekonomi dan lagging indicator menunjukkan bahwa ekonomi telah melampaui titik balik Penelitian Terdahulu Sepanjang dilakukannya penelitian tentang Analisis Leading Indicator Pertumbuhan Sektor Pertanian untuk Indonesia ini peneliti belum menemukan hasil penelitian yang secara spesifik membahas tentang indikator dini untuk sektor pertanian. Olek karena itu peneliti lebih banyak mengambil rujukan penelitianpenelitian yang mendekati secara metode dan berhubungan dengan indikator dini. IGP Wira Kusuma, et.al (2004) meneliti tentang leading indicator investasi di Indonesia dengan metode OECD leading indicator investasi yang dengan menggunakan metode OECD. Dari hasil penelitian tersebut dapat memprediksi gerakan investasi dengan kisaran 1,4 sampai dengan 4,6 bulan ke depan. Dengan diketahuinya turning point,baik titik puncak atau titik lembah, dari leading indikator investasi dapat dilihat bagaimana kondisi investasi sampai dengan 4,6 bulan ke depan apakah dalam kondisi kontraksi ataupun ekspansi. Berdasarkan penelitian Mela Setiana (2006) yang berjudul Analisis Leading Indicator untuk Business Cycle Indonesia yang juga menggunakan metode OECD, dari 18 variabel kandidat komposit yang diteliti, terdapat 9 variabel yang menjadi leading terhadap seri acuan PDB yang merupakan single series yaitu M1, nilai tukar, IHSG, impor non migas, impor barang konsumsi,

39 impor, produksi nikel, impor bahan baku, ekspor kayu lapis. Selain itu terdapat dua variabel yang menjadi leading terhadap seri acuan IPI yang merupakan multiple series yaitu impor barang konsumsi dan produksi nikel. Pada Studi Pengembangan Indikator Ekonomi Makro Bank Indonesia (2001), terdapat beberpa penelitian tentang leading indicator yaitu : (1) Pergerakan Kurs dan Uang Beredar sebagai Leading Indicator Inflasi menggunakan OLS yang hasilnya pengaruh nilai tukar rupiah dan uang primer terhadap inflasi cukup baik dan signifikan dalam memprediksi inflasi yang akan terjadi. (2) Suku Bunga Nominal sebagai Leading Indicator Ekspektasi Inflasi metode yang digunakan adalah OLS dengan selisih suku bunga deposito sebagai varibel eksogen yang bernilai positif untuk inflasi namun kurang dapat diandalkan untuk memprediksi karena R 2 yang kecil. (3) Konsumsi Semen sebagai Leading Indicator Sektor Konstruksi yang hasil regresinya kurang terandal karena R 2 yang kecil. (4) IHK sebagai Leading Indicator PDB Deflator menggunakan regresi double log yang hasilnya ternyata terdapat heteroskedastisitas yang kemudian dilakukan pengkoreksian menggunakan weight least square dan diperoleh elastisitas sebesar Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya adalah, dengan menggunakan PDB sektor pertanian sebagai seri acuan tunggal dan 16 variabel calon komposit. Variabel calon komposit tersebut diambil berdasarkan hubungan terhadap seri acuan seperti suku bunga kredit modal kerja, ekspor pertanian, nilai tukar petani dan lain sebagainya. Untuk menentukan Leading, Lagging, dan Coincident pertumbuhan sektor pertanian tersebut peneliti menggunakan metode OECD.

ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H

ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H14104130 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H14104030 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SINTA AGUSTINA. H14104030.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H14102062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SITI MASYITHO. H14102062.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA OLEH ERY PERMATASARI H

MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA OLEH ERY PERMATASARI H MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA OLEH ERY PERMATASARI H14104048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN ERY

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan peralaman (forecasting) akan apa yang terjadi dimasa akan datang dan membuat rencana

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H

ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H14103048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH MELA SETIANA H

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH MELA SETIANA H ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH MELA SETIANA H14102115 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MELA SETIANA. H14102115.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

RINGKASAN ANGGIT GUMILAR. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penyaluran Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran UMKM

RINGKASAN ANGGIT GUMILAR. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Penyaluran Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS. Peran UMKM PENGARUH SUKU BUNGA TERHADAP PENYALURAN BERBAGAI JENIS KREDIT UMKM DI INDONESIA Oleh: ANGGIT GUMILAR H 14104103 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H

ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H ANALISIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN OBLIGASI PEMERINTAH DI INDONESIA OLEH NOVIE ILLYA SASANTI H14104095 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H14103064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, pembangunan mencerminkan adanya perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dalam segala hal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi Pengantar Makro Ekonomi Pengantar Ilmu Ekonomi Makroekonomi Mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan Bertujuan memahami peristiwa ekonomi dan memperbaiki kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu negara, sehingga dalam melakukan investasi seorang investor memerlukan suatu analisis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

II. ARAH, MASA DEPAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN INDONESIA

II. ARAH, MASA DEPAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN INDONESIA II. ARAH, MASA DEPAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN INDONESIA 2.1. Pengantar Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekanan inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang dapat dijumpai pada hampir semua negara-negara di dunia yang sedang melaksanakan proses pembangunan. Tingkat

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Uang merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Bagi seorang ekonom, uang adalah persediaan aset yang dapat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Perkembangan Indeks Harga

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2004 Kegiatan usaha pada triwulan IV-2004 ekspansif, didorong oleh daya serap pasar domestik Indikasi ekspansi, diperkirakan berlanjut pada triwulan I-2005 Kegiatan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya 1. Mikroekonomi vs Makroekonomi Untuk dapat memahami ilmu makro ekonomi, sebaiknya kita mengenali terlebih

Lebih terperinci