ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH MELA SETIANA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH MELA SETIANA H"

Transkripsi

1 ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH MELA SETIANA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN MELA SETIANA. H Analisis Leading Indicator untuk Business Cycle Indonesia (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR). Perekonomian suatu negara yang naik turun (business cycle) sepanjang waktu membuat para pelaku usaha seperti investor dan pemerintah membutuhkan kepastian akan kestabilan kondisi perekonomian negara di masa depan agar para investor dapat merencanakan kegiatan usahanya dan menghindari kebangkrutan, sedangkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan (policy maker) dapat membuat kebijakan yang lebih terarah. Salah satu solusinya dengan menggunakan Composite Leading Index (CLI) yang diyakini kemampuannya sebagai alat peramalan yang dapat dipercaya. Pembentukan CLI Indonesia selama ini terhambat karena beberapa sebab, antara lain : tidak dimilikinya software untuk mengolah data, keterbatasan dalam penyediaan data, serta masih terbatasnya pemilihan seri acuan menggunakan single series daripada multiple series. Saat ini, Indonesia melalui Bank Indonesia bekerjasama dengan lembaga internasional OECD, dan melakukan pelatihan dengan Cabinett-office Jepang dalam mengembangkan konsep pembentukan CLI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung CLI Indonesia dengan menggunakan dua seri acuan, yaitu PDB dan IPI, membandingkan hasil analisis keduanya, dimana proses pembentukan CLInya menggunakan konsep yang dikembangkan OECD. Selain itu, mengidentifikasi variabel-variabel ekonomimakro yang digunakan dalam penelitian ini ke dalam tiga jenis business cycle indicator (BCI), yaitu leading, lagging, dan coincident indicator. Setelah CLI dibentuk, maka kinerjanya dievaluasi terhadap pergerakan siklikal seri acuan. Metode yang digunakan untuk membentuk CLI dalam penelitian ini adalah metode OECD. Proses penghilangan unsur musiman dan irregular menggunakan program seasonally adjusted, dan estimasi trend dilakukan menggunakan metode Hodrick-Prescott filter. Kedua program ini terdapat dalam software Eviews. Penentuan titik balik mengacu pada prosedur Bry-Boschan, sedangkan penentuan kriteria BCI dilakukan melalui analisis visual grafik dan hasil analisis korelasi silang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada lima titik balik dalam PDB, yang terdiri dari tiga titik lembah dan dua titik puncak, sehingga untuk PDB terdapat dua siklus panjang dengan masing-masing durasi siklus adalah 16 dan 23 triwulan. Sementara untuk IPI, terdapat enam titik balik, yang terdiri dari tiga titik lembah dan tiga titik puncak, sehingga untuk IPI juga terdapat dua siklus panjang dengan masing-masing durasi siklus 18 dan 13 triwulan. Dilihat dari pergerakan siklikalnya, titik balik IPI terjadi lebih dulu daripada titik balik PDB, berarti dapat disimpulkan bahwa IPI merupakan leading bagi PDB. Dari 18 variabel yang dianalisis, hanya ada sembilan yang tergolong sebagai leading indicator untuk PDB, yaitu: M1, nilai tukar, indeks harga saham

3 gabungan, impor non migas, total impor, impor barang konsumsi, produksi nikel, impor bahan baku, dan ekspor kayu lapis. Hanya ada dua variabel yang termasuk sebagai leading indicator IPI, yaitu: impor barang konsumsi dan produksi nikel. CLI yang dibentuk dari kumpulan leading indicators baik untuk PDB maupun IPI terlihat mampu mengikuti pergerakan siklikal dari masing-masing seri acuannya. Kemampuan prediksi CLI untuk PDB mempunyai kisaran jarak 1.2 triwulan s/d 7.4 triwulan. CLI IPI memiliki kemampuan prediksi antara 2.4 triwulan s/d 5.8 triwulan. Berdasarkan hasil penelitian, meskipun CLI yang dibentuk mampu mengikuti pergerakan siklikal dari seri acuan, tetapi nilai koefisien korelasi untuk kedua CLI masih rendah, hanya sekitar 0.50 yang berarti masih membutuhkan penelitian lanjutan. Kinerja dari komposit ini perlu terus diuji dengan data terbaru untuk dinilai tingkat kerelevanannya dengan kondisi perekonomian yang terus berubah Sangat diharapkan bagi lembaga pemerintah maupun swasta dapat terus bekerja sama dengan lembaga atau universitas untuk mengembangkan metodologi pembentukan CLI yang lebih balik dan hasilnya yang dapat lebih dipercaya keakuratannya dengan software yang mudah diperoleh dan diaplikasikan untuk perekonomian Indonesia. Pemerintah sebagai otoritas fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dapat bekerja sama membuat kebijakan yang memperhatikan leading indicators. Seperti jika BI menjaga agar nilai tukar rupiah tidak terlalu berfluktuasi, maka kegiatan perdagangan luar negeri bisa berjalan baik, didukung oleh kebijakan dari pemerintah agar kegiatan ekspor bisa meningkat, seperti memudahkan perizinan dan pemberian kredit kepada pengusaha ekspor.

4 ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK BUSINESS CYCLE INDONESIA Oleh MELA SETIANA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan judul Analisis Leading Indicator untuk Business Cycle Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Topik mengenai business cyle sangat menarik untuk dikaji, dan leading indicator sebagai bagian dari jenis business cycle indicator (BCI) diyakini memiliki kemampuan sebagai alat peramalan yang dapat dipercaya, sehingga dapat memprediksi arah pergerakan perekonomian negara untuk beberapa waktu ke depan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi para pelaku bisnis, pemerintah, dan juga bagi masyarakat umum. Karena alasan itulah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik tersebut, dan juga dikarenakan penelitian mengenai topik business cycle ini belum banyak dilakukan di Indonesia. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc, yang telah memberikan bimbingan dan arahan baik secara teknik maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MSc yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, MSi, atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

6 4. Kedua orang tua penulis, yang selalu ada saat penulis membutuhkan, kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Mas Ipung, yang tanpa lelah dan selalu bersedia memberi bantuan, masukan, dan motivasi kepada penulis. 5. Yati Nuryati, Spi, MSi, atas kebaikannya untuk mengajarkan penulis dalam proses pengolahan data. 6. Siti Masyitho, yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian skripsi penulis dan banyak memberikan masukan yang sangat bermanfaat. 7. Teman-teman seperjuangan, Ulan dan Diana, terima kasih atas kebersamaan, diskusi, saran, kritik, dan segala bentuk bantuan yang telah diberikan dengan ikhlas. 8. Peserta seminar hasil penelitian skripsi penulis, atas masukan, saran dan kritik yang sangat membantu penulis dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. 9. Sahabat dan teman-teman penulis, atas segala dukungan dan bantuan bahkan tanpa diminta saat penulis membutuhkan, serta pihak-pihak lain yang telah sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacanya. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Bogor, Juli 2006 Mela Setiana H

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2006 Mela Setiana H

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR SINGKATAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan Penelitian... 8 Manfaat Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi Definisi Business Cycle Fluktuasi Ekonomi Real Business Cycle Teori Ekonomi New Keynessian Business Cycle Indicator Leading Indicator Lagging Indicator Coincident Indicator Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle Teknik Analisis Siklikal Classical Cycle Analysis Growth Cycle Analysis Growth Rate Cycle Analysis Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran... 25

9 III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Pembentukan CLI Berdasarkan Metode OECD Kategori Volatilitas Penentuan Kategori Jenis Indikator IV. TINJAUAN SINGKAT PEMBENTUKAN CLI Pembentukan CLI di Luar Negeri Pembentukan CLI di Indonesia V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola dan Karakteristik Indikator Business Cycle Karakteristik dan Titik Balik PDB Karakteristik dan Titik Balik IPI Perbandingan Seri Acuan PDB dan IPI Pemilihan dan Karakteristik Kandidat Komponen Perbandingan Terhadap PDB Perbandingan Terhadap IPI Keterkaitan Kandidat dengan Seri Acuan Pembentukan CLI Indonesia CLI untuk PDB CLI untuk IPI Evaluasi Indeks Komposit Dokumentasi Fakta Empirik Business Cycle Perbandingan dengan Hasil Penelitian Sebelumnya VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran Saran Penelitian Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 94

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Indikator Dasar Makroekonomi Indonesia Perbandingan Metodologi Pembentuk CLI Karakteristik Titik Balik dari Seri Acuan PDB Karakteristik Titik Balik dari Seri Acuan IPI Perbandingan Titik Balik PDB dan IPI Perhitungan CV Variabel-variabel Ekonomimakro Pola Fluktuasi Siklikal Ekonomi Indonesia Terhadap PDB Pola Fluktuasi Siklikal Ekonomi Indonesia Terhadap IPI Perbandingan Titik Balik CLI dan PDB Perbandingan Titik Balik CLI dan IPI Karakteristik CLI Perbandingan Titik Balik Beberapa Negara Komponen Indikator Pembentuk CLI... 87

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tahapan Business Cycle Pembentukan CLI Berdasarkan Metode OECD Grafik log PDB Grafik Trend PDB Grafik Siklikal dan Titik Balik PDB Grafik log IPI Grafik Trend IPI Grafik Siklikal dan Titik Balik IPI Grafik Siklikal PDB dan IPI Seri Acuan PDB dan CLI Titik Balik CLI untuk PDB Seri Acuan IPI dan CLI Titik Balik CLI untuk IPI... 78

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Ekonomimakro yang Digunakan dalam Analisis Grafik Fluktuasi Siklikal Variabel dan PDB Grafik Fluktuasi Siklikal Variabel dan IPI Hasil Cross Corelation Variabel dan PDB Hasil Cross Corelation Variabel dan IPI Hasil Cross Corelation PDB dan IPI Hasil Cross Corelation CLI dan Seri Acuan

13 DAFTAR SINGKATAN BCD BCI BPS CIND CLI CSIS CV DSM ECRI HPF IHSG IPI MODBI MPI NBER OECD PAT PDB QPS REER SBI SEKI SOFIE SMGR TSP : Business Cycle Development : Business Cycle Indicator : Badan Pusat Statistik : Conjungtuur Indonesia : Composite Leading Index : Centre for Strategic and International Studies : Coefficient Variation : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter : Economic Cycle Research Institute : Hodrick Prescott Filter : Indeks Harga Saham Gabungan : Industrial Production Index : Macroeconometric Model of Bank Indonesia : Manufacturing Production Index : National Bureau of Economic Research : Organization for Economic Co-operation and Development : Phase Average Trend : Produk Domestik Bruto : Quadratic Probability Score : Real Effective Exchange Rate : Sertifikat Bank Indonesia : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia : Short Term Forecast Model of Indonesian Economy : Smooth Growth Rate : Time Series Program

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak selalu berjalan maju, ada kalanya dimana pertumbuhan ekonomi terganggu oleh berbagai macam faktor, baik faktor ekonomi maupun faktor nonekonomi. Faktor-faktor pengganggu ini dapat membuat negara berada dalam periode resesi, yaitu periode di mana terjadi penurunan tingkat produksi, pendapatan, dan belanja yang diikuti naiknya tingkat pengangguran. Periode resesi ini dapat berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi dapat juga dalam jangka waktu cukup panjang, tergantung dari respon yang diberikan oleh para pembuat kebijakan dalam proses penanggulangannya. Periode resesi tersebut tidak akan berlaku untuk selamanya, tetapi selalu diikuti oleh kembalinya masa pertumbuhan ekonomi negara (periode ekspansi). Kedua periode ini dipastikan akan muncul silih berganti membentuk suatu siklus. Hal ini dalam ilmu ekonomi, dikenal sebagai business cycle (siklus bisnis), ada juga yang menyebutnya sebagai siklus perekonomian atau siklus perdagangan. Fenomena business cycle ini tidak hanya terjadi di negara maju saja, tetapi di seluruh negara di dunia. Perekonomian Indonesia pun tidak terlepas dari keadaan ini, dimana selama lebih dari dua dasawarsa terakhir telah mengalami perkembangan yang sangat cepat dan kondisi perekonomian yang naik turun. Oleh karena itu, keberadaan posisi perekonomian suatu negara dalam business cycle sangat penting untuk diketahui guna menghindari terjadinya resesi yang berkepanjangan. Jika terjadi ancaman akan timbulnya resesi maka

15 pemerintah atau otoritas moneter seperti Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan agar resesi dapat dihindari atau setidaknya dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkannya. Sebaliknya, jika perekonomian berada pada periode ekspansi, maka pemerintah dan Bank Indonesia perlu menghindari kebijakan yang dapat mengganggu kondisi tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat digambarkan melalui perubahan indikator-indikator ekonomimakro setiap tahunnya, antara lain seperti tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), dan inflasi. Tabel berikut ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia periode sebelum krisis dinilai cukup stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang positif, yang mana banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor swasta yang relatif pesat. Tingkat inflasi pun masih berada pada posisi satu digit (kurang dari 10 persen) dinilai masih cukup stabil. Tabel 1. Indikator Dasar Makroekonomi Indonesia Waktu Tingkat Pertumbuhan PDB (%) Inflasi (%) Sumber: Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, berbagai edisi.

16 Kondisi sebaliknya dapat dilihat saat terjadi krisis moneter di beberapa negara di Asia, Amerika Latin, maupun Eropa Timur sekitar tahun yang ditandai dengan jatuhnya nilai mata uang Baht kemudian merambat ke negara-negara di Asia, melalui efek menular (contagion effect) karena semakin terintegrasi dan terbukanya perekonomian internasional, termasuk ke Indonesia. Untuk kasus krisis di Indonesia, diperburuk dengan kondisi situasi politik yang rumit, dimana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kepemimpinan pada masa tersebut mulai menurun yang membuat kondisi pertumbuhan perekonomian negara melemah dan terkontraksi dari rata-rata sekitar tujuh persen sebelum krisis menjadi minus 13.2 persen. Tingkat inflasi naik sangat tinggi menjadi dua digit, dari 11.1 persen tahun 1997 sampai 77.6 persen ditahun 1998, yang merupakan kondisi terparah dari dampak krisis. Indonesia termasuk negara yang sangat lambat dalam usaha pemulihan ekonomi negara dikarenakan banyak peristiwa tak terduga yang merugikan citra negara dimata internasional. Banyak perusahaan yang terpaksa tutup, terjadi disintermediasi perbankan dimana fungsi bank dalam menyalurkan dana ke masyarakat melalui kredit semakin dibatasi karena tingginya resiko yang harus ditanggung. Hal ini membuat para pelaku usaha seperti investor dan pemerintah membutuhkan kepastian akan kestabilan kondisi perekonomian negara di masa depan agar para investor dapat merencanakan kegiatan usahanya dan menghindari kebangkrutan, sedangkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan (policy maker) dapat membuat kebijakan yang lebih terarah untuk mencegah terjadinya kondisi resesi yang buruk sehingga

17 pertumbuhan ekonomi bisa lebih berkesinambungan dengan tingkat inflasi yang moderat. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu alat peramalan yang dapat memprediksi kondisi perekonomian suatu negara beberapa waktu ke depan melalui analisis siklikal indikator yang didukung oleh teknologi komputer. Salah satu perangkat yang dapat digunakan dalam memprediksi kondisi perekonomian dalam waktu cepat dan akurat adalah dengan menganalisis indikator-indikator ekonomi. Pengidentifikasian indikator-indikator ekonomi ini bisa dimasukkan ke dalam tiga jenis indikator, yaitu leading, lagging, dan coincident indicator. Penggunaan leading indicator untuk memperkirakan arah pergerakan perekonomian negara ke depan. Lagging indicator berguna untuk mengkonfirmasi prediksi yang dibuat oleh leading indicator, sementara coincident indicator digunakan untuk menentukan kondisi perekonomian negara saat ini Menurut Zhang dan Zhuang (2002), hingga saat ini paling tidak terdapat tiga alasan utama mengapa leading indicator semakin luas digunakan oleh banyak negara. Pertama, Composite Leading Index (CLI) bisa digunakan untuk mengindikasikan pendeteksian dini terhadap kapan titik balik (turning points) dari business cycle itu terjadi, sehingga para pelaku bisnis bisa menyesuaikan strategi penjualan atau investasinya, dan para investor bisa merealokasikan asetnya diantara alternatif investasi lain untuk meningkatkan pendapatannya. Kedua, penggunaan model makroekonometrik, seperti Macroeconometric Model of Bank Indonesia (MODBI) dan Short Term Forecast Model of Indonesian Economy (SOFIE) dianggap tidak dapat memprediksi kapan titik balik akan terjadi,

18 terutama jika terjadi perubahan struktural dalam perekonomian, karena sifat parameter-parameternya yang tidak stabil. Ketiga, leading indicator memiliki track record yang cukup baik sehingga diyakini mempunyai kemampuan sebagai alat forecasting. Sifat dari leading indicator yang mengarah ke depan (forward looking) sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena saat ini Bank Indonesia sudah merubah kerangka kebijakan moneternya dari base money targetting menjadi inflation targetting yang juga bersifat forward looking, artinya kebijakan moneter pada saat ini ditujukan untuk merespon tekanan inflasi ke depan. Hal ini dikarenakan single objective Bank Indonesia yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari tingkat inflasi. Melalui perangkat leading indicator yang dapat diandalkan (reliable), maka dapat diketahui pergerakan siklikal dan titik balik dari business cycle, sehingga arah kebijakan moneter dapat diukur oleh pemerintah untuk memikirkan timing yang tepat dalam mengeluarkan suatu kebijakan. Dalam membuat proyeksi peramalan perekonomian menggunakan leading indicator, tentunya perlu diketahui terlebih dahulu variabel-variabel ekonomi yang mana yang dapat dijadikan acuan untuk indikator-indikator dini melalui analisis siklikal. Setelah variabel acuan ditentukan maka dapat diketahui variabel-variabel ekonomimakro mana yang akan digunakan untuk melakukan metode peramalan perekonomian Indonesia atau yang tergolong sebagai leading indicator.

19 1.2. Perumusan Masalah Meskipun konsep penggunaan CLI nampaknya sangat jelas dan straight forward, tetapi untuk mengaplikasikannya banyak menghadapi kendala. Untuk membentuk suatu CLI yang dapat dipercaya, diperlukan sejumlah indikator dengan frekuensi data yang tinggi, dan untuk setiap indikatornya membutuhkan time series yang panjang. Oleh karena itu, CLI lebih banyak diaplikasikan di negara maju daripada di negara berkembang. Hal ini umumnya disebabkan oleh ketersediaan data di negara berkembang tidak dalam frekuensi yang tinggi dan hanya tersedia di tahun-tahun terakhir saja, biasanya data tersedia dalam bentuk triwulan, bahkan ada yang hanya tersedia dalam bentuk tahunan. Setelah terjadi krisis moneter di Asia sekitar tahun lalu, banyak negara berkembang yang mulai menyadari pentingnya pembentukan CLI untuk membuat peramalan ekonomi sehingga berusaha memperbaiki sistem statistikal nasionalnya yang dimulai oleh negara Rusia pada pertengahan tahun 1990an. Hal ini akan sangat berguna di masa depan agar selanjutnya data dapat tersedia dalam frekuensi tinggi, tidak terputus dan dengan periode time series yang panjang. Kendala lain adalah tidak dimilikinya perangkat lunak (software) untuk mengolah data, seperti pada tahun 1997, pembentukan CLI Indonesia dilakukan oleh lembaga Economic Cycle Research Institute (ECRI) di New York yang bekerja sama dengan Bank Indonesia. Perbaikan dan pengembangan teknologi pembentukan CLI memang terus dilakukan tetapi software yang digunakan untuk mengolah data sulit untuk diaplikasikan karena tidak bersifat user friendly dan

20 membutuhkan seseorang yang memiliki dasar-dasar pemrogaman untuk mengoperasikannya (Wuryandari et. al, 2002). Keterbatasan pengetahuan dan teknologi para peneliti Indonesia membuat Indonesia melalui Bank Indonesia melakukan kerjasama dan pelatihan dengan lembaga-lembaga internasional. Saat ini Bank Indonesia bekerjasama dengan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan melakukan pelatihan dengan Cabinet-Office Jepang untuk menyempurnakan pembentukan CLI agar dapat lebih diandalkan. Dari sisi metodologi, permasalahan terdapat pada penentuan indikator sebagai seri acuan yang merupakan dasar dari pembentukan CLI, karena kandidat komponen akan merujuk pada seri acuan tersebut. Perbedaan pendapat para peneliti business cycle menekankan apakah siklus acuan diturunkan dari data time series ekonomi tunggal (single series) atau kumpulan beberapa data time series menjadi indeks komposit (multiple series). Penggunaan pendekatan indeks komposit banyak dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Spanyol, dan Inggris. Sementara penggunaan pendekatan single series dilakukan oleh institusi OECD dan Statistics Canada. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian yang dapat mengevaluasi perbedaan antara hasil analisis dari kedua seri acuan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang berhubungan dengan proses pembentukan CLI untuk meramalkan kondisi perekonomian Indonesia sekarang dan di masa depan. Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana

21 perhitungan CLI Indonesia dengan menggunakan konsep OECD yang dijadikan referensi oleh Bank Indonesia saat ini? Adakah perbedaan dari analisis kedua seri acuan (single series dan multiple series) yang digunakan untuk membentuk CLI? Selain itu, variabel-variabel apa sajakah yang memenuhi kriteria untuk dapat dijadikan sebagai leading, lagging, dan coincident indicator? Setelah didapat kandidat komposit berupa leading indicators, maka dapat dibuat CLI Indonesia yang kembali menimbulkan pertanyaan: Apakah CLI yang telah dibuat mampu mengikuti pergerakan dari seri acuan? Untuk selanjutnya, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1). menghitung CLI Indonesia menggunakan konsep yang dikembangkan oleh OECD; (2). menganalisis perbedaan dari hasil analisis single series dan multiple series sebagai seri acuan dalam pembentukan CLI Indonesia; (3). menganalisis leading, coincident, dan lagging indicator untuk business cycle Indonesia; (4). menghasilkan dan mengevaluasi kinerja CLI Indonesia yang telah dibuat terhadap pergerakan seri acuan.

22 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk beberapa pihak, diantaranya : (1). Bagi pemerintah dan Bank Indonesia selaku otoritas fiskal dan moneter, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan terutama untuk antisipasi dan penentuan timing yang tepat dalam mengeluarkan dan menetapkan kebijakan-kebijakan ekonomi. Selain itu, penelitian ini bisa menjadi bahan evaluasi dari aplikasi metode pembentukan CLI Indonesia yang dikembangkan OECD bekerja yang pernah dilakukan oleh Bank Indonesia sebelumnya. (2). Bagi penulis, penelitian ini sangat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang perkembangan teori business cycle, jenis-jenis business cycle dan manfaatnya serta penerapannya dalam kajian pertumbuhan ekonomi negara. (3). Bagi para pelaku ekonomi dan forecaster, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang volatilitas business cycle di Indonesia selama kurun waktu tiga belas tahun terakhir dengan menggunakan dua seri acuan. (4). Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini juga dapat dijadikan acuan dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya yang masih berhubungan dengan business cycle.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi negara merupakan cerminan dari proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Sasaran utama dari pertumbuhan ekonomi berupa kenaikan tingkat produktivitas riil (pendapatan nasional) dan taraf hidup masyarakat (pendapatan riil perkapita). Banyak ekonom yang berpendapat bahwa proses pertumbuhan ekonomi ini bersifat self generating yang berarti pertumbuhan terjadi bila kecenderungan output perkapita naik, dan kecenderungan itu berasal dari perekonomian itu sendiri bukan berasal dari luar dan yang bersifat sementara. Setiap negara pasti memiliki tujuan mencapai kondisi perekonomian yang terus tumbuh. Oleh karenanya pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan output nasionalnya. Hal ini disebabkan adanya pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi yang positif berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, dikenal model pertumbuhan Solow, dimana model tersebut menunjukkan tingkat output perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu dipengaruhi oleh tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi (teknik, proses, metode produksi yang baru, dan produk-produk baru) memainkan suatu peranan penting dalam menyeimbangkan pengembalian yang menurun pada saat jumlah modal meningkat (Mankiw, 2000).

24 Pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia sekarang dinilai lebih stabil daripada beberapa tahun sebelumnya, dilihat dari PDB riilnya yang kurang volatil. Terutama karena banyak negara di dunia saat ini mulai mengeluarkan kebijakan yang arahnya demi kemajuan negara, menganut kerangka inflation targetting serta meningkatkan kemandirian bank sentral dalam menjalankan fungsinya. Volatilitas berhubungan negatif dengan bank lending dan berhubungan positif dengan trade flow (Ceccheti, Lagunes, dan Krause, 2006) Definisi Business Cycle Definisi business cycle atau trade cycle (siklus perekonomian atau siklus perdagangan) menurut Wesley C. Mitchell dan Arthur F. Burns dalam Niemira dan Klein (1994) adalah: Business cycles are a type of fluctuation found in the aggregate economic activity of nations that organize their work mainly in business enterprises: a cycle consist of expansion occuring at about the same time in many economic activities, followed by similarly general recessions, contractions, and revival which merge into the expansion phase of the next cycle; this sequence of changes is recurrent but not periodic; in duration business cycle vary from more than one year to ten or twelve years; they are not divisible into shoerter cycles of similar character with amplitudes approximating their own Sedangkan definisi business cycle yang tercantum dalam kamus ekonomi adalah sebagai fluktuasi dari tingkat kegiatan perekonomian (PDB riil) yang saling bergantian antara masa depresi dan masa kemakmuran (boom). Ada empat tahapan dalam siklus perekonomian: tahap pertama adalah masa depresi (depression), yaitu suatu periode penurunan permintaan agregat yang cepat yang dibarengi dengan rendahnya tingkat output dan tingkat

25 pengangguran yang tinggi yang secara bertahap mencapai dasar yang paling rendah; tahap yang kedua adalah tahap pemulihan (recovery), yaitu peningkatan permintaan agregat yang dibarengi dengan peningkatan output dan penurunan tingkat pengangguran; tahap yang ketiga adalah masa kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang mencapai dan kemudian melewati taraf output yang terus-menerus (PDB potensial) pada saat puncak siklus telah dicapai, dimana tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dicapai dan adanya kelebihan permintaan mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga umum (inflasi); tahap keempat adalah masa resesi (recession), dimana permintaan agregat menurun, yang mengakibatkan penurunan yang kecil dari output dan tenaga kerja, seperti yang terjadi pada tahap awal, seiring dengan hal ini maka akan muncul masa depresi. Tahapan-tahapan ini dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut ini : Gambar 1. Tahapan Business Cycle Sumber: Pass dan Lowes (1994)

26 Setiap siklus memiliki 2 jenis titik balik (turning points), yaitu titik puncak (peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik balik ini menandakan sinyal apabila arah dari pergerakan siklikal suatu indikator berubah dari periode ekspansi ke periode kontraksi atau jika terjadi sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan menggunakan data time series yang merupakan deviasi dari trendnya, yaitu merupakan definisi dari business cycle yang digunakan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam perkonomian suatu negara Fluktuasi Ekonomi Dalam perkembangan teori tentang fluktuasi ekonomi, dunia ekonomi dihadapkan pada dua pandangan yang berbeda dalam menjelaskan terjadinya fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Perbedaan pandangan ini terletak pada perbedaan penyebab fluktuasi ekonomi yang merupakan deviasi dari tingkat alami atau sebagai perubahan dalam tingkat output alami. Dua teori tentang fluktuasi ekonomi yang paling umum saat ini adalah teori Real Business Cycle dan teori New Keynessian Teori Real Business Cycle Teori Real Business Cycle memberi kontribusi penting dalam ilmu ekonomi dengan memberi sudut pandang baru yang berbeda dalam mengkaji fluktuasi jangka pendek dari output dan kesempatan kerja (employment) yang dijelaskan dengan menggunakan substitusi tenaga kerja antar-waktu, dimana

27 dalam teori ini fluktuasi dianggap sebagai perubahan dalam tingkat output alami, atau keseimbangan. Dengan tetap mempertahankan model klasik sebagai acuan, teori ini mengasumsikan bahwa harga dan upah adalah fleksibel, bahkan dalam jangka pendek. Dengan asumsi complete price flexibility, teori ini menganut classical dichotomy dimana variabel-variabel nominal, seperti pergerakan uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi pergerakan variabel di sektor riil seperti output dan pengangguran (Mankiw, 2000). Untuk menjelaskan pergerakan sektor riil, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh faktor alami di sektor itu sendiri seperti terjadinya technological shock yang membuat produktivitas meningkat berakhir pada perekonomian yang juga meningkat. Dengan kata lain semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individu-individu terhadap perubahan dalam perekonomian. Sementara selama periode resesi atau yang disebut sebagai kemunduran teknologi, output dan insentif untuk bekerja akan berkurang yang dikarenakan teknologi produksi yang menurun. Asumsi lain yang juga penting dalam teori ini adalah netralitas uang dalam perekonomian, yang juga berlaku untuk jangka pendek, dimana kebijakan moneter tidak akan mempengaruhi variabel-variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja. Teori ini banyak mendapat kritik, karena para pengeritik berpendapat bahwa kemunduran teknologi adalah hal yang tidak masuk akal, dimana akumulasi pengetahuan teknologi hanya akan melambat dan tidak mungkin terjadi

28 sebaliknya. Bukan hanya technological shock yang dikritik tetapi mereka juga tidak mendukung netralitas uang, dengan pemberian bukti bahwa data menunjukkan penurunan money supply selalu disertai dengan perubahan di sektor riil seperti tingginya pengangguran dan rendahnya output. Penganut teori ini memberikan keterangan sebaliknya dengan argumentasi bahwa perubahan dalam perekonomian seperti tingginya output akibat faktor alami akan mempengaruhi permintaan akan uang. Meningkatnya permintaan akan uang ini akan direspon oleh bank sentral dengan menambah money supply (Mankiw, 2000). Perubahan dalam perekonomian karena faktor-faktor alami ini akan menyebabkan terjadinya siklus dalam pergerakan variabel-variabel di sektor riil. Siklus ini dipercaya terjadi dalam setiap variabel di sektor riil dan dapat dilihat dengan menghilangkan faktor-faktor musiman, trend dan irregular dari data. Sampai saat ini teori real business cycle yang dianut oleh sedikit ekonom namun cukup signifikan ini terus berkembang. Bahkan, ada sebuah organisasi di Amerika Serikat yang terus melakukan penelitian dan menciptakan terobosan baru dalam model-model ekonomi untuk menjelaskan teori real business cycle ini Teori Ekonomi New Keynessian Para pengeritik teori real business cycle umumnya berasal dari penganut aliran new keynessian. Banyak dari mereka percaya bahwa fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek disebabkan oleh terjadinya fluktuasi dalam permintaan agregat akibat lambatnya upah dan harga dalam menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang berubah. Dengan kata lain teori ini percaya

29 bahwa upah dan harga bersifat kaku/sulit berubah, sehingga peranan pemerintah melalui kebijakan moneter dan fiskal sangat diperlukan untuk menstabilkan perekonomian. Karena teori ini dibangun di atas model permintaan agregat dan penawaran agregat tradisional, maka dalam teori ini dikatakan bahwa perubahan harga dari biaya sekecil apapun akan memiliki dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas permintaan agregat. Teori ini telah memasukkan guncangan pada sisi penawaran, ketidakstabilan moneter dan guncangan terhadap permintaan uang dalam modelnya (Mankiw, 2000) Business Cycle Indicators Business Cycle Indicators (BCI) merupakan salah satu bentuk indikator yang biasa digunakan untuk meramalkan keadaan ekonomi di masa depan atau trend ekonomi. Contohnya, statistik sosial dan ekonomi yang dipublikasikan berbagai sumber seperti departemen pemerintahan. Indikator ekonomi mempunyai dampak yang besar terhadap pasar, mengetahui bagaimana harus menginterpretasikannya dan menganalisis indikator tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi para pelaku usaha, termasuk investor. Setiap indikator harus memenuhi beberapa aturan kriteria, dimana ada tiga kategori timing indikator, yang diklasifikasikan menurut tipe peramalan yang dihasilkannya, yaitu leading, lagging, dan coincident indicator. Variabel-variabel ekonomi yang termasuk dalam setiap jenis indikator bisa berbeda-beda untuk tiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dikarenakan

30 perbedaan sistem ekonomi yang dianut suatu negara, kondisi perekonomian, respon dari setiap kebijakan yang dikeluarkan, dan lain sebagainya Leading Indicator (Indikator Pendahulu) Dalam kamus ekonomi, pengertian dari leading indicator (indikator periode mendatang) adalah suatu rangkaian data statistik periode lalu yang menunjukkan kecenderungan yang mencerminkan perubahan-perubahan pada waktu mendatang dalam beberapa sektor ekonomi terkait atau sebagai sinyal kejadian di masa depan. Singkatnya, leading indicator merupakan beberapa variabel ekonomi yang bergerak mendahului pergerakan variabel utama ekonomi. Berdasarkan informasi ini, maka dapat dibuat suatu peramalan tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi pada tahun-tahun yang akan datang atau dengan kata lain dapat memprediksi siklus ekonomi yaitu kapan perekonomian akan mencapai puncak (peak), masih berlanjut (steady), mulai menurun (contraction), sampai di titik terendah (trough), dan kembali naik (expansion) seperti yang telah dibahas dalam definisi dari business cycle sebelumnya, karena perubahan-perubahan tersebut selalu mengikuti pola yang konsisten pada kurun waktu yang relatif konstan. Sedangkan untuk mengetahui lama periode naik atau turun dapat diprediksi dengan lagging dan coincident indicator Lagging Indicator (Indikator Pengikut) Pengertian lagging indicator merupakan kebalikan dari leading indicator. Lagging indicator atau yang disebut juga sebagai indikator periode lalu adalah

31 suatu rangkaian data statistik yang pada periode lalu telah menunjukkan kecenderungan yang mencerminkan perubahan-perubahan pada waktu lalu dalam beberapa sektor ekonomi yang saling berkaitan, atau singkatnya adalah perubahan indikator yang bergerak naik/turun setelah pergerakan variabel utama. Pentingnya untuk mengetahui lagging indicator adalah karena lagging indicator dapat mengkonfirmasi sebuah pola ekonomi yang sedang terjadi atau akan terjadi. Ramalan tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi pada tahun berjalan dapat dibuat, karena perubahan-perubahan tersebut mengikuti pola yang tidak berubah pada kurun waktu yang relatif sama Coincident Indicator (Indikator Pengiring) Coincident indicator merupakan indikator yang bergerak naik/turun bersamaan dengan naik/turunnya variabel utama atau kondisi yang terjadi dalam perekonomian. Indikator ini tidak meramalkan peristiwa-peristiwa ekonomi yang akan terjadi di masa depan, tapi jenis indikator ini berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam perekonomian atau pasar saham. Contoh coincident indikator yang paling umum adalah pendapatan perkapita, dimana pendapatan perkapita yang tinggi akan mengindikasikan perekonomian yang kuat Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle Setiap variabel-variabel ekonomi yang termasuk ke dalam salah satu dari indikator dini yang telah dijelaskan di atas, memiliki hubungan yang bermacammacam terhadap business cycle. Berikut ini akan dijabarkan mengenai hubungan

32 antara indikator-indikator ekonomi dengan business cycle, yang terbagi menjadi tiga, yaitu: Procyclical, hubungan dimana arah pergerakan dari indikator-indikator ekonomi sama dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Ketika perekonomian membaik, maka dapat dipastikan bahwa indikatornya akan mengalami peningkatan. Countercyclical, hubungan dimana indikator-indikator ekonomi memiliki arah gerak yang berlawanan dengan perekonomian suatu negara yang sedang terjadi. Acyclical, indikator-indikator ekonomi tidak memiliki hubungan dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Apapun kondisi perekonomian tersebut, baik dalam kondisi yang cukup bagus maupun dalam kondisi buruk, perubahan yang terjadi dalam indikator tersebut tetap tidak terpengaruh dan berada pada trend-nya sendiri Teknik Analisis Siklikal Dalam metode pembentukan CLI, terdapat tiga jenis metode yang dapat digunakan untuk menganalisis pergerakan siklikal. Tiga metode tersebut adalah classical cycle analysis, growth cycle analysis, dan growth rate cycle analysis. Berikut ini akan dijabarkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teknik analisis siklikal :

33 Classical Cycle Analysis Dalam metode klasik ini, analisis siklikal dilakukan dengan melihat pergerakan business cycle dari gerakan ekspansi dan kontraksi seluruh aktivitas perekonomian secara absolut. Perekonomian akan dikatakan berada dalam kondisi ekspansi jika secara absolut business cycle menunjukkan kenaikan. Sebaliknya jika secara absolut business cycle menunjukkan penurunan, maka perekonomian berada dalam kondisi resesi (Buchori, 1998). Mitchell dan Burns sebagai peneliti pertama yang membentuk leading indicator menggunakan pendekatan klasik dalam mendefinisikan business cycle tahun Tetapi metode ini tidak dapat diterapkan di Indonesia karena perekonomian negara yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang sejak tahun 1966, kecuali saat terjadi krisis tahun 1997, karena nantinya tidak akan ada gerakan business cyclenya Growth Cycle Analysis Pendekatan growth cycle adalah modifikasi dari teori real business cycle, dimana growth cycle merupakan siklus naik/turun pertumbuhan PDB relatif terhadap trend-nya. Dalam hal ini, yang termasuk dalam kontraksi growth cycle adalah perlambatan seperti penurunan absolut dalam aktivitas ekonomi, sementara yang termasuk kontraksi business cycle hanya penurunan absolut (resesi). Penggunaan growth cycle mengemuka setelah leading indicator yang berdasarkan pendekatan classical cycles tidak mampu menjelaskan masa ekspansif perekonomian, khususnya di Amerika Serikat dan Jerman, pada sekitar

34 tahun 1960an. Perbedaan utama antara growth cycle dan classical cycles terletak pada perhitungan masa ekspansi dan masa kontraksi. Pada classical cycles, perhitungan masa ekspansi dan kontraksi tersebut menggunakan level absolutnya. Sebagai contoh, suatu ekonomi belum dikatakan mencapai titik lembah apabila nilai absolutnya tidak menunjukkan kontraksi. Sementara itu, penentuan titik balik pada growth cycle berdasarkan pada perhitungan trend jangka panjangnya atau dengan kata lain growth cycles ditunjukkan oleh pembalikan arah dari suatu cycles di sepanjang trend jangka panjangnya. Menurut Niemira dan Klein (1994), pendekatan growth cycle ini juga dianggap memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan classical/traditional cycles. Beberapa kelebihan analisis menggunakan growth cycles, yaitu: i. Jumlah cycles yang dihasilkan oleh growth cycles lebih banyak karena growth cycle lebih sensitif dalam menunjukkan perubahan, bahkan untuk perubahan yang tidak terlalu drastis (mild) sekalipun, dalam kurun waktu yang sama, bila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh classical cycles; ii. Panjang dan amplitudo growth cycles lebih simetris dibandingkan dengan classical cycles; iii. Dalam memprediksi cycles menggunakan pendekatan growth cycles, hasilnya akan lebih akurat bila dibandingkan dengan classical cycles.

35 Growth Rate Cycle Analysis Metode ini menganalisis business cycle dengan cara membandingkan pertumbuhan perekonomian dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya melalui proses pemulusan (smoothing). Proses pemulusan ini dilakukan untuk menghilangkan titik-titik ekstrem apabila pertumbuhan point-to-point dihitung langsung. Pertumbuhan ekonomi dikatakan meningkat apabila Smooth Growth Rate (SMGR) positif dan sebaliknya menurun apabila SMGR negatif. Pada saat SMGR menurun, kemungkinan akan mendahului atau dapat bersamaan dengan penurunan business cycle sebagai sinyal terjadinya resesi. Metode perhitungannya dikembangkan oleh Geoffrey H. Moore dan Victor Zarnowitz, yaitu sebagai berikut: Untuk data dalam bentuk value level, SMGR = 12/ 6.5 i= t 13 X t X t 1 1 (2.1) i= t 1 Untuk data dalam bentuk rate (growth), SMGR = 12/ 6.5 i= t 13 X t X t 1 (2.2) i= t Penelitian-penelitian Terdahulu Meskipun telah banyak dilakukan penelitian tentang indikator dini dari business cycle untuk berbagai negara di dunia, tetapi hasil yang didapatkan berbeda-beda, terutama dalam pemilihan variabel yang menjadi indikator dini, karena perbedaan kondisi dan sejarah perekonomian suatu negara. Beberapa penelitian terus mengembangkan model yang terbaik yang dapat dipergunakan untuk memprediksi perekonomian negara beberapa waktu ke depan.

36 Hubungan antarvariabel bisa dilihat dari hasil korelasi silangnya. Siregar dan Ward (2002), menemukan dalam penelitiannya bahwa output nasional dan tingkat suku bunga bisa berhubungan negatif atau positif, tergantung dari angka lead atau lag yang digunakan. Berdasarkan ukuran dari korelasi dalam tingkat absolutnya, terlihat bahwa kedua variabel tersebut berhubungan negatif. Korelasi silang yang digunakan adalah korelasi silang Pearson. Zhang dan Zhuang (2002) yang meneliti leading indicator untuk business cycle Malaysia dan Filipina menunjukkan dalam periode penelitian selama January 1981-Maret 2002, composite leading index yang dianalisis dengan menggunakan metode HP filter dalam proses estimasi trendnya, dengan seri acuan adalah monthly index of industrial production (IPI) untuk Malaysia dan monthly index of manufacturing production (MPI) untuk Philippines yang menghasilkan komposit yang terdiri dari enam leading indicator untuk masing-masing negara. Proses penentuan titik baliknya menggunakan penghitungan Quadratic Probability Score (QPS), dimana nilai QPS berada antara 0 dan dua. Jika nilai QPS sama dengan nol berarti prediksi yang dibuat tepat, sementara jika nilai QPSnya sama dengan dua berarti tidak ada satu sinyal yang benar. Di Indonesia sendiri, telah dilakukan beberapa penelitian yang berhubungan dengan business cycle, seperti penelitian Wuryandari, et.al (2002) tentang leading economic indicator dengan menggunakan metode OECD dan PDB sebagai seri acuannya. Dengan menggunakan pendekatan growth cycle, CLI dapat memprediksi titik balik dari siklus pertumbuhan PDB sekitar enam bulan sebelumnya. Komponen pembentuknya adalah produksi batu bara, penjualan

37 BBM, PDB Jepang, total impor, Real Effective Exchange Rate (REER), dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam mengembangkan CLI di Indonesia, BPS juga melakukan penelitian sendiri dan menemukan enam titik balik dari business cycle Indonesia selama periode Januari 1985-Desember 2003 dengan menggunakan metode Phase Average Trend (PAT), dan menggunakan PDB sebagai series acuan (Sutomo dan Irawan, 2003). Nilsson dan Brunet (2005) meneliti Composite Leading Index (CLI) untuk beberapa negara yang bukan anggota OECD, salah satunya adalah Indonesia. Dengan menggunakan metode PAT dan Hodrick-Prescott (HP) filter, mereka menemukan bahwa hanya ada lima indikator yang bisa dikategorikan sebagai CLI yang mempengaruhi business cycle Indonesia dari luar (komponen eksternal), yaitu impor, ekspor, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, sedangkan dari sisi keuangan (financial), yaitu call money rate dan the Jakarta composite price share index. Umumnya penelitian-penelitian yang mirip di luar negeri menganalisis banyak sekali indikator sebelum akhirnya mendapatkan indikator terbaik yang dapat digunakan untuk membuat peramalan. Seperti penelitian Kibritcioglu, Kose dan Ugur (1999) yang berusaha menginvestigasi dan mendiskusikan daya prediksi akan krisis mata uang menggunakan pendekatan leading economic indicator dengan studi kasus negara Turki. Mereka menganalisis pergerakan siklikal dari 51 indikator untuk mendapatkan LEI. Unsur musimannya dihilangkan dengan program X-11, dan proses estimasi trend yang menggunakan HP filter. Hasilnya dari 51 indikator,

38 hanya lima yang bisa diidentifikasikan sebagai leading indicator, yaitu terms of trade, opini kemungkinan ekspor dibanding bulan sebelumnya, jumlah pesanan dari pasar ekspor tiga bulan terakhir, jumlah pesanan dari pasar ekspor tiga bulan ke depan, dan nilai tukar. Perbedaan utamanya adalah penelitian tersebut menggunakan foreign exchange market pressure index sebagai seri acuannya. Hasilnya ternyata LEI yang dihasilkan masih mungkin memprediksi tipe krisis yang disebabkan oleh peran dasar kebijakan yang rendah, tetapi untuk jenis krisis yang lain akan sangat sulit untuk diprediksi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang mirip di Indonesia adalah penelitian ini menggunakan dua seri acuan dalam penentuan leading, lagging, dan coincident indicatornya, yaitu PDB dan IPI yang dianalisis dalam bentuk triwulanan. Penelitian ini berusaha membandingkan hasil analisis dari kedua seri acuan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga berusaha menyempurnakan pemilihan variabel-variabel yang dianalisis menjadi bagian dari business cycle indicator dari penelitian-penelitian sebelumnya dan mengevaluasi apakah variabel-variabel tersebut masih relevan untuk dijadikan sebagai leading indicator dengan kondisi perekonomian sekarang Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran penelitian ini akan dijabarkan prosedur penentuan leading, lagging, dan coincident indicator, menggunakan metode OECD. Penelitian ini menggunakan dua seri acuan yaitu single series yang diwakili oleh PDB dan multiple series yang diwakili oleh IPI, dalam bentuk data

39 triwulan. Sebelum dapat ditentukan titik balik dari pergerakan siklikal seri acuan, maka data dibersihkan dari unsur musiman dan irregular menggunakan program seasonally adjusted. Estimasi trend dilakukan menggunakan metode HP filter, sedangkan proses detrending (pemisahan unsur trend dan siklikal) dilakukan dengan mengurangi nilai seri data yang telah dihilangkan unsur musimannya dengan seri data trend yang telah diestimasi sebelumnya. Penentuan titik balik baik untuk seri acuan maupun variabel-variabel ekonomimakro yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada kriteria Bry-Boshan. Komposit hanya menggabungkan variabel-variabel yang tergolong dalam leading indicator setelah memenuhi kriteria statisitik, dan pergerakan siklikalnya terjadi lebih dulu daripada pergerakan siklikal seri acuan. Proses pembentukan CLI dilakukan setelah data diseragamkan periodenya, selanjutnya menormalisasi data detrended variabel-variabel ekonomimakro yang merupakan komponen komposit, dan merubahnya ke dalam bentuk indeks. Tahapan terakhir dalam pembentukan komposit adalah agregasi seluruh variabel yang tergolong dalam leading indicator yaitu dengan dicari nilai rata-ratanya. Tanda panah yang terdapat dalam gambar berikut (Gambar 2) menunjukkan urutan dalam prosedur pembentukan composite leading indicator. Setiap tahapan memiliki prosedur ataupun bahan pertimbangannya masingmasing. Output merupakan hasil yang diharapkan dapat diperoleh jika prosedur dan pertimbangan tersebut telah dilakukan. Untuk lebih rincinya, penjelasan setiap tahapan akan dibahas dalam bab berikutnya, yaitu bab metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H

ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H ANALISIS LEADING INDICATOR UNTUK PAJAK DI INDONESIA OLEH SINTA AGUSTINA H14104030 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SINTA AGUSTINA. H14104030.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H

ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H ANALISIS PENGARUH UANG TERHADAP BUSINESS CYCLE INDONESIA OLEH SITI MASYITHO H14102062 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SITI MASYITHO. H14102062.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh orang orang saat ini adalah melakukan peralaman (forecasting) akan apa yang terjadi dimasa akan datang dan membuat rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H

ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H14104130 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan

I. PENDUHULUAN. Index PDB Bulan I. PENDUHULUAN I.1. Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan dampak akumulasi agregat ekonomi yang tercermin dari aktifitas bisnis, meskipun fluktuasinya tidak tergambar secara jelas, dengan demikian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA OLEH ERY PERMATASARI H

MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA OLEH ERY PERMATASARI H MEMBANGUN LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS UNTUK INFLASI DI INDONESIA OLEH ERY PERMATASARI H14104048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN ERY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H

ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H14103048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

LEADING INDIKATOR INVESTASI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE OECD

LEADING INDIKATOR INVESTASI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE OECD Leading Indikator Investasi Indonesia dengan Menggunakan Metode OECD 13 LEADING INDIKATOR INVESTASI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE OECD IGP Wira Kusuma, Ndari Surjaningsih, Benny Siswanto* Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H

ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H ANALISIS LEADING INDICATOR PERTUMBUHAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN INDONESIA OLEH NOVI SULISTIYANI PRATIWI H14104130 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR DAN KRISIS PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE OLEH ULAN DANIH H

SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR DAN KRISIS PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE OLEH ULAN DANIH H SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR DAN KRISIS PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE 1995-2005 OLEH ULAN DANIH H14102026 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia. Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat tukarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Business Cycle Sepanjang sejarah, pertumbuhan ekonomi kerap diganggu oleh penurunan output. Meski berlangsung dalam periode yang relatif singkat, penurunan PDB biasanya

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek dalam perekonomian; itulah sebabnya proses kebijakan moneter

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied I. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied Descriptive Reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H

ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H ANALISIS KETERKAITAN BESARAN MONETER BEBAS BUNGA DAN MENGANDUNG BUNGA DENGAN BUSINESS CYCLE DAN INFLASI INDONESIA OLEH RICO RICARDO H14103048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia hingga saat ini telah mengalami beberapa tahap perubahan. Salah satunya adalah ketika terjadi krisis moneter pada pertengahan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil kebijakan untuk selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Karena apabila salah langkah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh faktor makro ekonomi terhadap harga saham properti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian pertama yang dilakukan oleh Purwanti (2005) dengan obyek penelitian Indeks LQ45. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Pada Bab II akan dibahas mengenai teori leading indicator, teori penggunaan indeks harga saham gabungan dan indeks industri sebagai proxy untuk memprediksikan pertumbuhan GDP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan kegiatan investasi telah mengalami kemajuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan kegiatan investasi telah mengalami kemajuan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kegiatan investasi telah mengalami kemajuan yang pesat. Investasi menjadi sangat penting bagi suatu negara, organisasi maupun individu untuk melindungi

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab-bab yang telah dijelaskan sebelumnya pengamatan terhadap variabel Y yang tersedia dari waktu ke waktu disebut data time series. Pengamatan-pengamatan tersebut seringkali dicatat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Konsep 1. Pengertian Siklus Bisnis Siklus bisnis (business cycle) merupakan keadaan yang menunjukkan fluktuasi ekonomi suatu negara yang tercermin pada tingkat PDB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, kebijakan moneter yang dijalankan di Indonesia adalah dengan cara menetapkan kisaran BI Rate yaitu

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP VOLATILITAS RETURN DI PASAR SAHAM BURSA EFEK INDONESIA OLEH : MARIO DWI PUTRA H14050206 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H14102107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NOVA MARDIANTI. Analisis

Lebih terperinci

Analisis Indikator Pendahulu, 2010

Analisis Indikator Pendahulu, 2010 BADAN PUSAT STATISTIK Analisis Indikator Pendahulu, 2010 ABSTRAKSI Latar Belakang: Perekonomian di suatu negara pasti pernah mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh gangguan dari berbagai faktor, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat melakukan kontrol langsung atas penawaran uang (Iljas, 1997). Implementasi kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabungan memiliki peranan penting dalam membentuk dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Tabungan merupakan indikator penting

Lebih terperinci

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1977-2007 SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Jenjang Strata I Jurusan Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan ekonomi merupakan bagian penting dalam mencapai pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, tanpa adanya kebijakan ekonomi maka segala tujuan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

1 Universitas indonesia

1 Universitas indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa pertanyaan menggelitik dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelarian modal yang terjadi di suatu Negara cukup menarik perhatian untuk dicermati oleh

Lebih terperinci

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 69 VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 6.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Eksternal Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator sebuah negara apakah negara tersebut berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang meningkat setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Uang merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Bagi seorang ekonom, uang adalah persediaan aset yang dapat dengan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Penelitian yang meneliti pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga

BAB I. Pendahuluan. Penelitian yang meneliti pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penelitian yang meneliti pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham sudah sering dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Penelitian tersebut memberikan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu negara, sehingga dalam melakukan investasi seorang investor memerlukan suatu analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi global pada tahun 1998 yang tidak hanya melanda di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci