EKSTRAKSI FITUR BENTUK DAN VENASI CITRA DAUN DENGAN PEMODELAN FOURIER DAN B-SPLINE RAHMADHANI M

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSTRAKSI FITUR BENTUK DAN VENASI CITRA DAUN DENGAN PEMODELAN FOURIER DAN B-SPLINE RAHMADHANI M"

Transkripsi

1 EKSTRAKSI FITUR BENTUK DAN VENASI CITRA DAUN DENGAN PEMODELAN FOURIER DAN B-SPLINE RAHMADHANI M DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 EKSTRAKSI FITUR BENTUK DAN VENASI CITRA DAUN DENGAN PEMODELAN FOURIER DAN B-SPLINE RAHMADHANI M Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

3 ABSTRACT RAHMADHANI M. Shape and Vein Extraction on Plant Leaf Images with Fourier and B-Spline Modeling. Under the supervision of YENI HERDIYENI and IWAN HILWAN. Leaf features extraction on plant leaf image is still be a problem on automatic plant leaf identification. Shape and venation of leaf are a significant part of leaf for distinguishing a species of leaf from each other. Shape feature extraction with Hough transform and Fourier descriptor were implemented and their effectiveness on leaf shape recognition were compared. Effectiveness of both shape recognition methods were evaluated by recall-precision measurement. Recall-precision evaluation showed that leaf shape represented by Fourier descriptors is more effective than represented by Hough transform. Plant leaf image vein extraction using b spline representation was implemented. An automatic initialitation of vein search parameter using Standard Hough Transform was proposed. Keywords: leaf shape extraction, leaf vein extraction, fourier descriptor, b-spline.

4 Judul : Ekstraksi Fitur Bentuk dan Venasi Citra Daun dengan Pemodelan Fourier dan B-Spline Nama : Rahmadhani M NIM : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. Ir. Iwan Hilwan, MS. NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. Drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

5 PRAKATA Alhamdulillahi Rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta ala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga tugas akhir dengan judul Ekstraksi Fitur Bentuk dan Venasi Citra Daun dengan pemodelan Fourier dan B-Spline dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan mulai Oktober 2008 sampai dengan Juli 2009, bertempat di Departemen Ilmu Komputer. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1 Ibu Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Ir. Iwan Hilwan, MS selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, 2 Ayah, Ibu, Abang Adie, Abang Nofri, Arif dan seluruh keluarga besar Guci doa dan kasih sayangnya, 3 Annisa sebagai rekan satu penelitian bantuan dari awal sampai akhir penelitian, 4 Ferry Pratama, Fitria Yuningsih, Vera Yunita, Indra Nugraha Abdullah, Dimas Perdana CKP dan Muhammad Abi Rafdi sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan, saran dan semangat kepada penulis, 5 Idaliana Kusumaningsih dan Siti Fatimah yang selalu menjadi teman diskusi, 6 Netty Laora Sitohang, Damas Widyatmoko, Dewi Marise dan Abi Supiyandi bantuan, doa, dukungan dan semangat yang diberikan, 7 Renaldo Arnel Putra YR dan DS Handri Suwanda bantuan dan dukungan sebagai teman sewisma NEVADA. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2009 Rahmadhani M

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Mei 1987 di Dolok Sanggul sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Murjalis Hasan dan Asnida Tanjung. Pada tahun 2001, penulis menempuh pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Solok, masuk program IPA dan lulus tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), IPB. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di Direktorat Komunikasi dan Sistem Informasi IPB selama tujuh minggu. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Algoritme dan Pemrograman ( 2007 dan 2008), Metode Kuantitatif (2008) dan Data Mining (2009). Pada tahun 2008 penulis memenangi lomba Data Mining Contest sebagai juara II bersama rekan setim Prodigies pada Pagelaran Mahasiswa Nasional bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (gemastik) 2008.

7 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... Halaman v DAFTAR TABEL... v PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Ruang Lingkup Penelitian... 1 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Daun Kelas Dikotiledon... 1 Fitur Daun... 1 Content Based Image Retrieval... 1 Ekstraksi Fitur... 1 Deteksi Tepi Canny... 1 Hough Transform... 2 Fourier Descriptor... 2 Kurva B-Spline... 3 Ekstraksi Venasi pada Citra Daun... 4 Recall dan Precision... 4 METODE PENELITIAN Data Citra Daun... 5 Segmentasi Citra... 5 Ekstraksi Fitur Bentuk dan Venasi Daun... 5 Evaluasi Hasil Ekstraksi... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Fitur Bentuk... 6 Hasil Praproses... 6 Hasil Metode HT dan Pemodelan Fourier... 7 Pengukuran Tingkat Kemiripan... 7 Penentuan Relevansi Citra... 7 Ekstraksi Venasi Daun... 9 Hasil Praproses... 9 Hasil Deteksi Garis Hasil Pemodelan B-spline Venasi Daun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

8 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Metode Penelitian Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling Hasil deteksi tepi Canny dan segmentasi histogram-based thresholding pada citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang Histogram Fourier descriptor citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang Contoh hasil temu kembali menggunakan fitur bentuk HT Contoh hasil temu kembali menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor Hasil transformasi Hough elips pada citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang Grafik recall-precision hasil temu kembali citra menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor dan HT Citra venasi hasil deteksi tepi Canny pada citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka Hasil deteksi garis dengan SHT pada citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka Hasil ekstraksi venasi citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai rataan precision hasil temu kembali citra Hasil ekstraksi dan skor penilaian pada citra daun nangka Hasil ekstraksi dan skor penilaian pada citra daun manggis Total skor penilaian hasil ekstraksi setiap jenis citra sampel Total penilaian ekstaksi venasi daun sisi depan Total penilaian ekstaksi venasi daun sisi belakang v

9 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Dewasa ini, kemampuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasikan daun menjadi kebutuhan yang besar bagi taksonomis dalam mengetahui keanekaragaman tanaman (Hickey et al. 1999). Namun, identifikasi daun secara automatis masih terkendala pada isu jenis informasi kuantitatif yang bisa direpresentasikan dari suatu citra daun sebagai pembeda terhadap citra daun jenis lain. Hickey et al. (1999) telah mendeskripsikan dengan rinci morfologi daun dari kelas Dikotiledon berhabitus pohon di Amerika Utara. Berdasarkan rincian morfologi daun yang dikembangkan oleh Hickey, Rasnovi (2001) mendapatkan bahwa karakter turunan dari bentuk dan venasi (pertulangan) daun termasuk karakter yang efektif untuk beberapa famili Dikotiledon berhabitus pohon di Sumatera. Ekstraksi fitur bentuk merupakan pendekatan yang sering digunakan pada berbagai kasus pengindeksan di dalam content based image retrieval (CBIR). Metode yang sering digunakan di antaranya Hough transform (HT) dan Fourier descriptor. Ta-Te et al. (2002) melakukan ekstraksi fitur bentuk daun kubis di daratan Cina dengan tiga pendeskripsi bentuk daun: basic morphological descriptors, Bezier curve descriptors dan Fourier descriptors. Ekstraksi venasi pada citra daun diperkenalkan oleh Kirchgeβner et al. (2002). Ekstraksi venasi dilakukan pada daun jarak (Ricinus communis) dengan bantuan beberapa data masukan dari pengguna pada pencarian awal venasi. Venasi yang ditemukan direpresentasikan sebagai suatu set b-spline berhierarki. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan dan menganalisis kinerja Fourier descriptor dalam mengekstraksi ciri bentuk dari citra daun serta mengimplementasikan ekstraksi venasi pada citra daun dengan pemodelan b-spline. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah mengenali ciri bentuk pada citra daun tunggal beberapa jenis pohon buah-buahan di kampus IPB Darmaga dengan Fourier descriptor serta pengekstraksian venasi citra daun dengan pemodelan b-spline. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Daun Kelas Dikotiledon Morfologi daun telah cukup rinci dideskripsikan oleh Hickey et al. (1999). Kelompok ciri morfologi daun tersebut adalah (1) bangun daun yang meliputi helaian daun, ujung daun dan pangkal daun, (2) tepi daun, (3) tekstur daun, (4) letak kelenjar, (5) tangkai daun, (6) tipe pertulangan dan (7) pengelompokan. Fitur Daun Menurut Söderkvist (2001), daun memiliki empat fitur: bentuk daun, struktur, warna dan keadaan permukaan daun. Söderkvist mengemukakan bahwa fitur yang paling stabil dan umum adalah bentuk daun. Dengan memakai rincian morfologi daun yang dikembangkan Hickey, Rasnovi (2001) mendapatkan bahwa karakter turunan dari bentuk dan venasi daun termasuk karakter yang efektif sebagai pembeda jenis daun dari beberapa famili Dikotiledon berhabitus pohon di Sumatera. Pendeskripsi bentuk daun yang telah dikembangkan diantaranya basic morphological descriptors, Bezier curve descriptors dan Fourier descriptors (Ta-Te et al. 2002). Venasi daun memuat informasi penting untuk pengenalan spesies tanaman, tetapi cara mendapatkan informasi tersebut masih sangat kompleks (Fu & Chi 2006). Content Based Image Retrieval CBIR merupakan suatu pendekatan pada temu kembali citra yang didasarkan pada ciri atau informasi yang terkandung di dalam citra seperti warna, bentuk, tekstur dan informasi spasial (Osadebey 2006). Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur adalah proses mendapatkan fitur atau penciri dari suatu citra. Secara umum, fitur citra berupa warna, bentuk dan tekstur. Acharya dan Ray (2005) mendefinisikan fitur bentuk sebagai pendeskripsi suatu objek yang bebas terhadap posisi, orientasi dan ukuran. Fitur tekstur didefinisikan sebagai pengulangan pola atau pola-pola yang ada pada suatu daerah bagian citra. Deteksi Tepi Canny Deteksi tepi Canny diperkenalkan oleh John Canny pada tahun Deteksi tepi Canny didesain untuk memenuhi tiga kriteria untuk deteksi tepi: (1) error rate deteksi yang rendah,

10 2 (2) Lokalisasi tepi dan (3) respon tunggal. Algoritme tidak seharusnya mengembalikan lebih dari satu tepi jika hanya ada satu tepi (McAndrew 2004). Algoritme diawali dengan pengan citra dari noise dan menemukan kandidat piksel garis tepi dengan filter Gaussian, diikuti turunan Gaussian satu dimensi:. (1) Kandidat garis tepi merupakan piksel dengan gradien yang cukup besar. Langkah selanjutnya adalah non-maximum supression. Hanya piksel garis tepi yang dipertahankan dan membuang yang lain. Kemudian algoritme Canny menggunakan nilai threshold untuk memperoleh citra biner. Canny menerapkan hysteresis thresholding, menggunakan dua nilai threshold: t L dan t H. Setiap piksel dengan nilai lebih besar daripada t H diasumsikan sebagai piksel tepi. Setiap piksel dengan nilai p, : t L p t H, yang berdekatan dengan suatu piksel tepi juga diasumsikan sebagai suatu piksel tepi. Hough Transform Hough transform (HT) didesain untuk menemukan garis pada suatu citra. HT diperkenalkan oleh Paul Hough pada tahun Ide dari HT adalah membuat persamaan dari suatu piksel dan mempertimbangkan semua pasangan yang memenuhi persamaan ini. Semua pasangan ditempatkan pada suatu larik akumulator, yang disebut larik transformasi (McAndrew 2004). HT telah dikembangkan untuk mendeteksi bentuk-bentuk umum dalam citra seperti lingkaran, elips dan parabola. Konsep dasar dari HT adalah terdapat garis dan kurva potensial yang tak terhitung jumlahnya pada suatu citra yang melalui titik mana saja pada berbagai ukuran dan orientasi. Transformasi dilakukan untuk menemukan garis dan kurva yang melewati banyak titik-titik di dalam citra, yaitu garis dan kurva yang terdekat dan paling sesuai dengan data pada matriks citra. Standard Hough Transform (SHT) menggunakan parameter normal untuk garis lurus berupa persamaan, dengan sebagai jarak suatu garis terhadap titik asal dan sebagai orientasi garis tersebut terhadap sumbu-. Setiap titik pada citra ditransformasi menjadi suatu kurva sinusiodal pada ruang. Akumulator mencatat semua perpotongan kurva dan mengambil perpotongan terbanyak. Parameterisasi HT dengan pendekatan bentuk elips dinyatakan dengan, dengan adalah titik pusat dari elips, dan sebagai sumbu mayor dan minor elips dan adalah orientasi dari sumbu mayor. Persamaan elips yang umum digunakan adalah:. (2) Persamaan (2) dapat dituliskan dalam bentuk:. (3) Setiap titik tepi pada citra dapat mendefenisikan elips-elips dengan berbagai kemungkinan nilai dan. Voting dilakukan pada setiap titik yang dilalui oleh elips-elips yang terbentuk. Fourier Descriptor Pitas (1993) mendeskripsikan bahwa jika suatu kurva tertutup dilintasi (closed curve traversing), bentuk kurva tersebut dapat dideskripsikan dengan koordinat kurva. Bentuk gelombang yang dihasilkan bersifat periodik dengan periode 2. Bentuk gelombang periodik dapat di-sampling dan dikombinasikan yang menghasilkan bentuk gelombang periodik kompleks dengan periode N: ; (4) Suatu sinyal periodik bisa direpresentasikan dengan koefisien transformasi Fourier diskret, disebut juga Fourier descriptors: (5). (6) Representasi Fourier (5) dan (6) punya beberapa properti yang sangat menarik. Koefisien merepresentasikan center of gravity kurva. Koefisien Fourier merepresentasikan kecenderungan variasi bentuk secara lambat untuk indeks kecil dan secara cepat untuk indeks besar. Translasi koordinat kurva oleh : (7) hanya berpengaruh pada dengan representasi:. (8)

11 3 Rotasi koordinat kurva oleh sudut : (9) menghasilkan pergeseran fase koefisien transformasi dengan besaran yang sama:. (10) Dili oleh faktor, dengan sistem koordinat mempunyai asal center of gravity kurva, menghasilkan pengskalaan koefisien Fourier dengan besaran yang sama: (11). (12) Terakhir, pengubahan pada titik awal kurva traversal: (13) menghasilkan modulasi dari Fourier descriptors:. (14) Fourier descriptors bisa memberikan deskripsi bentuk yang berguna, bebas terhadap posisi, orientasi dan ukuran objek pada suatu citra. Besaran koefisien fourier,, invarian terhadap rotasi. Besaran koefisien,, invarian terhadap translasi juga. Terakhir, informasi fase,, invarian terhadap dili/pengskalaan. Jadi, Fourier descriptors punya properti invarian yang menarik yang bisa digunakan untuk aplikasi pengenalan objek. Besaran mean square error (MSE): (15) bisa digunakan sebagai ukuran error dalam mencari kemiripan dua kurva dan. Error ini sangat kecil (ideal = 0) jika merupakan versi rotasi dari kurva. Jika dipilih berupa bilangan berpangkat 2, Fourier descriptors bisa dihitung dengan mudah dengan menggunakan radix-2 fast Fourier transform (Oppenheim & Schafer 1989 diacu dalam Pitas 1993). Jika bukan merupakan bilangan berpangkat 2, algoritme transformasi Fourier yang lain bisa digunakan, seperti algoritme prime factor (Nussbaumer 1981 diacu dalam Pitas 1993). Pitas (1993) lebih lanjut menkan bahwa properti-properti yang disebutkan sebelumnya valid untuk kurva-kurva hasil sampling secara seragam. Ini tidak berlaku jika 8- connected neighbourhood digunakan dalam penelusuran kurva, karena interval sampling bisa 1 atau. Informasi fase rusak jika dilakukan sampling kurva secara tidak seragam (non-uniform curve sampling). Jadi, jika penelusuran kurva 8-connected digunakan pada bidang segiempat, hanya besaran transformasi yang memiliki informasi yang berguna. Fourier desciptors bisa digunakan untuk membangkitkan ulang kontur atau garis bentuk dengan menerapkan invers transformasi (Persamaan 6). Akan tetapi, jika koefisien transformasi diproses, seperti dipotong atau dikuantisasi, invers DFT tidak lagi menghasilkan representasi kontur yang akurat. Modifikasi koefisien Fourier bisa menghasilkan kurva yang tidak lagi tertutup. Kurva B-Spline Pada terminologi drafting, spline merupakan suatu landasan fleksibel yang digunakan untuk menghasilkan kurva yang mulus melalui suatu set titik-titik tertentu. Di dalam grafika komputer, istilah kurva spline mengacu pada suatu kurva komposit yang terbentuk dari bagian-bagian polinomial yang memenuhi sembarang kondisi kontinuitas yang dispesifikasikan pada ban setiap potongan kurva (Hearn & Baker 2004). Ekspresi umum untuk perhitungan posisiposisi koordinat sepanjang kurva B-spline menggunakan formula blending-function: (16) dengan, satu set masukan control points. Rentang parameter tergantung pada bagaimana parameter-parameter lain dipilih. B- spline blending functions merupakan polinomial-polinomial berderajat, dengan merupakan degree parameter (Kadangkadang parameter disinggung sebagai orde polinomial, tetapi ini bisa menyesatkan karena istilah orde juga biasa dimaksudkan hanya untuk derajat suatu polinomial, yang berupa ). Degree parameter bisa berupa sebarang nilai integer pada rentang 2 sampai dengan banyaknya control points ( ). Kontrol lokal untuk B-spline dicapai dengan mendefinisikan blending functions pada subinterval-subinterval rentang. Blending-functions untuk kurva B-spline didefinisikan sebagai suatu fungsi rekursif CoxdeBoor:

12 4 (17) dengan setiap blending-function didefinisikan pada subinterval-subinterval rentang total. Setiap titik ujung subinterval mengacu sebagai suatu knot dan keseluruhan set dari titik-titik ujung terpilih dari suatu subinterval dinamakan vektor knot. Sebarang nilai bisa dipilih sebagai titik-titik ujung subinterval, dengan syarat. Nilai dan bergantung pada banyaknya control point yang dipilih, nilai degree parameter yang dipilih dan bagaimana subinterval-subinterval (knot vector) disiapkan. Karena sangat memungkinkan untuk memilih elemen-elemen vektor knot sedemikian sehingga beberapa denominator pada kalkulasi Cox-deBoor dievaluasi sebagai 0, formula ini mengasumsikan bahwa setiap istilah yang terevaluasi sebagai 0/0 dinyatakan sebagai nilai 0. Kurva B-spline mempunyai properti-properti sebagai berikut: Kurva polinomial mempunyai derajat dan kontinu pada rentang ; Untuk control point, kurva digambarkan dengan blending function; Setiap blending function didefinisikan pada subinterval-subinterval rentang total, dimulai dari nilai knot ; Rentang paramater dibagi ke dalam subinterval oleh nilai yang dispesifikasikan di dalam knot vector; Dengan nilai knot, kurva B-spline yang dihasilkan didefinisikan hanya pada interval dari nilai knot sampai dengan nilai knot (beberapa blending function tidak terdefenisi di luar interval ini); Setiap bagian kurva spline (di antara dua nilai knot berturut-turut) dipengaruhi oleh control point; Setiap control point bisa mempengaruhi bentuk paling banyak bagian kurva. Sebagai tambahan, kurva B-spline berada di dalam convex hull paling banyak control point, jadi B-spline dibi dengan ketat terhadap posisi-posisi masukan. Untuk setiap nilai di dalam interval dari nilai knot sampai dengan, jumlah dari semua fungsi basis adalah 1:. (18) Ekstraksi Venasi pada Citra Daun Ekstraksi venasi daun dengan pemodelan b- spline diperkenalkan oleh Kirchgeβner et al. (2002). Proses ekstraksi melibatkan pencarian struktur dengan menginterpretasikan informasi spasial ke dalam suatu nilai. Informasi spasial venasi utama direpresentasikan dalam bentuk b- spline S m. Dengan bantuan S m, dilanjutkan pencarian venasi samping daun dan pada akhirnya direpresentasikan juga berupa senarai b-spline S s. Untuk kompensasi iluminasi yang tidak homogen dan pemantulan, diterapkan suatu filter high-pass, dengan merupakan filter smoothing binomial. Kemudian dilakukan inisialisasi parameter titik awal dan arah pencarian struktur secara interaktif. Setelah inisialisasi parameter, venasi dicari secara terpisah. Pencarian venasi utama dilakukan pertama kali. Titik-titik venasi utama yang ditemukan menjadi titik dasar dari suatu b- spline dan didapatkan deskripsi kontinu dari venasi utama, dinamakan dengan S m. Pencarian venasi samping dilakukan dengan mengambil area contoh di sekitar venasi utama dengan metode b-spline. Sampling dilakukan sepanjang garis normal terhadap semua b-spline yang ditemukan pada setiap panjang b-spline diukur dalam piksel. Diperoleh citra area adjacent dari venasi utama. Semua nilai maksimum pada garis yang paralel terhadap venasi utama diambil sebagai titik-titik awal yang memungkinkan dalam pencarian struktur venasi samping. Dari setiap posisi maksimum, pencarian struktur dilakukan dalam arah normal terhadap venasi utama yang diperoleh dari S m dan mengonversi titik-titik yang ditemukan ke dalam interpretasi b-spline S s. Recall dan Precision Recall dan precision merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur keefektifan dari hasil temu kembali. Recall menyatakan proporsi materi relevan yang ditemukembalikan terhadap seluruh materi relevan pada pangkalan data (korpus). Sementara itu, precision menyatakan proporsi materi relevan yang ditemukembalikan terhadap seluruh materi yang ditemukembalikan (Baeza-Yates & Ribeiro- Neto 1999). Recall dan precision diformulasikan sebagai berikut: (19)

13 5. (20) Rataan precision merupakan suatu ukuran evaluasi yang diperoleh dengan menghitung rata-rata tingkat precision pada berbagai tingkat recall (Baeza-Yates & Ribeiro-Neto 1999). METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Metode Penelitian. 1 Data Citra Daun Citra yang digunakan diperoleh dari pemotretan sebelas jenis daun di IPB Darmaga sebanyak 1100 citra daun tunggal. Citra daun berformat JPG dan berukuran 200x150 piksel. Penelitian ini menggunakan 11 jenis daun yaitu avokad (Persea americana), bisbul (Diospyros philippensis), kakao (Theobroma cacao), durian (Durio zibethinus), jamblang (Syzygium cumini), jambu biji (Psidium guajava), jambu bol (Syzygium malaccense), kepel (Stelechocarpus burahol), manggis (Garcinia mangostana), menteng (Baccaurea racemosa) dan nangka (Artocarpus heterophyllus). Beberapa contoh citra daun yang digunakan disajikan pada Lampiran 1. 2 Segmentasi Citra Tahap segmentasi citra dilakukan untuk mempersiapkan citra yang digunakan sebelum diproses lebih lanjut. Masukan bagi ekstraksi bentuk dengan pemodelan Fourier berupa citra biner hasil segmentasi thresholding. Masukan bagi ektraksi venasi berupa citra biner hasil deteksi tepi. Histogram-based thresholding digunakan untuk mensegmentasi objek daun dari latar belakang berdasarkan posisi dua histogram objek dan latar belakang. Nilai threshold merupakan suatu nilai yang memisahkan histogram objek dan latar belakang citra atau titik dimana kedua histogram saling berpotongan. Deteksi tepi dilakukan dengan pendeteksi tepi Canny dengan threshold dua kali nilai threshold keluaran algoritme pendeteksi tepi Canny. Hal ini dimaksudkan agar citra hasil memuat garis tepi daun dan garis venasi (Gambar 9). Garis venasi diisolasi terhadap garis tepi daun sehingga diperoleh citra venasi. Hal ini dilakukan dengan pengurangan matriks citra hasil deteksi tepi dengan matriks citra hasil segmentasi thresholding. 3 Ekstraksi Fitur Bentuk dan Venasi Daun Pada penerapan pemodelan Fourier untuk ekstraksi fitur bentuk daun, citra biner hasil thresholding diproses untuk menemukan serangkaian titik-titik lintasan kurva bentuk daun. Titik-titik yang dilintasi direpresentasikan sebagai bilangan kompleks. Barisan bilangan kompleks ini dinamakan boundary. Transformasi Fourier dari barisan bilangan kompleks ini merupakan Fourier descriptor dari suatu objek. Untuk memenuhi syarat fitur bentuk yang invarian terhadap rotasi, dili (pengskalaan) dan translasi, dilakukan beberapa penyesuaian pada Fourier descriptors hasil transformasi Fourier. Pada Persamaan 8, translasi hanya berpengaruh pada Fourier descriptor yang pertama ( ). diabaikan sebagai pendeskripsi bentuk dengan hanya mengambil barisan dengan. Efek rotasi tidak mempengaruhi barisan Fourier descriptor ini (Persamaan 10). Di lain pihak, efek dili masih berpengaruh dengan besaran yang sama untuk setiap Fourier descriptor (Persamaan 12). Pembagian setiap Fourier descriptor dengan salah satu suku pada barisan, misal, akan menghilangkan efek faktor pengskalaan. Banyaknya fourier descriptor yang diambil sebagai pembeda antar bentuk objek adalah sebanyak 32 descriptor, dipilih 16 pertama dan 16 terakhir. Pemilihan ini dibenarkan dengan properti Fourier descriptors yang sederhana:

14 6 kebanyakan informasi tentang suatu garis tepi objek akan berada pada frekuensi rendah dari transformasi Fourier diskret (Petković & Krapac 2002). Pada penerapan ekstraksi venasi daun, inisialisasi parameter pencarian struktur venasi secara automatis diusulkan dengan menggunakan SHT. Citra biner venasi menjadi masukan bagi SHT untuk menemukan garis pada citra. Dari setiap titik hasil deteksi tepi dibuat sejumlah garis dengan panjang (rho) dan orientasi (theta) yang berbeda-beda. Pada penelitian ini digunakan resolusi rho = 1 dan resolusi theta = 10. Jumlah peak yang digunakan sebesar 50 peak. Panjang garis yang akan ditemukan minimal 7 piksel. Garis-garis yang terdeteksi dari penerapan SHT menjadi acuan pencarian struktur venasi daun. Setiap titik awal dari suatu garis hasil deteksi menjadi titik awal pencarian venasi dan titik akhir dari garis tersebut menjadi panduan arah pencarian. Pencarian titik-titik venasi memindai areaarea A s dengan panjang 5 piksel dan lebar 3 piksel pada arah pencarian yang telah dispesifikasikan. Jika suatu garis berorientasi θ, rentang arah pencarian dari suatu titik dispesifikasikan sebagai rentang θ-35 sampai θ+35 (lihat Gambar 2a). Setiap area sampling dibandingkan dengan ukuran kualitas masingmasing. Titik akhir dari area terbaik diambil sebagai titik inisial awal yang baru dan orientasi dari area terbaik sebagai orientasi pencarian yang baru. Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: Kirchgeβner et al. 2002). Venasi pada citra venasi hasil deteksi tepi merupakan garis yang lebih terang daripada latar belakang. Jadi, penambahan semua garis pada area sampling (lihat Gambar 2b) menghasilkan suatu vektor jumlah nilai piksel sepanjang garis pada area. Turunan kedua dari setiap vektor jumlah nilai piksel dihitung dengan Laplacian diskret [1, -2, 1] dan menjadi ukuran kualitas area. Nilai maksimum mengindikasikan arah venasi yang paling signifikan. Struktur venasi yang ditemukan direpresentasikan berupa suatu set b-spline (Kirchgeβner et al. 2002). 4 Evaluasi Hasil Ekstraksi Evaluasi hasil ekstraksi fitur bentuk dilakukan dengan sistem, yaitu dengan penilaian tingkat keberhasilan dalam proses temu kembali terhadap semua koleksi citra daun pada pangkalan data. Proses ini melibatkan pengukuran tingkat kemiripan dan penghitungan nilai recall dan precision hasil temu kembali. Perbandingan dengan metode ekstraksi fitur bentuk HT juga dilakukan. Pengukuran tingkat kemiripan pada fitur bentuk dari Fourier descriptor menggunakan ukuran MSE (Persamaan 15). Ukuran MSE menentukan kemiripan dua kurva dan hasil transformasi Fourier terhadap boundary citra daun. Kurva atau Fourier descriptors dari setiap daun disimpan sebagai indeks dalam proses temu kembali citra daun. Perhitungan recall dan precision berdasarkan penilaian relevansinya (gugus jawaban). Perhitungan nilai recall dilakukan dengan membandingkan citra hasil temu kembali dengan citra yang relevan di dalam pangkalan data. Precision diperoleh dengan membandingkan citra hasil temu kembali yang relevan dengan semua citra yang berhasil ditemukembalikan. Evaluasi hasil ekstraksi venasi dilakukan secara visual. Persentase banyaknya hasil ekstraksi yang sempurna pada beberapa contoh citra daun yang diekstraksi menjadi acuan evaluasi ekstraksi venasi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Ekstraksi Fitur Bentuk Pengekstraksian fitur bentuk pada citra daun melibatkan perbandingan penerapan pemodelan Fourier dengan metode HT. Metode HT yang digunakan adalah HT dengan pendekatan elips hasil penelitian Wahyuningsih (2006). Hasil Praproses Pada tahap awal praproses, dilakukan pembersihan data secara manual sehingga citra hanya memuat satu daun dengan latar belakang putih. Selanjutnya, dilakukan proses pendeteksian tepi untuk penerapan metode HT dan segmentasi thresholding untuk penerapan ekstraksi fitur bentuk daun dengan pemodelan Fourier. Pendeteksi tepi yang digunakan pada metode HT hasil penelitian Wahyuningsih (2006) adalah pendeteksi tepi Canny. Hasil deteksi tepi dan segmentasi dapat dilihat pada Gambar 3.

15 7 Hasil Metode HT dan Pemodelan Fourier Pada penerapan pemodelan Fourier, citra biner hasil segmentasi dilintasi dengan interval satu piksel sehingga semua titik garis tepi terlintasi dan kembali ke titik asal lintasan dan akhirnya membentuk suatu kurva tertutup. Titik-titik yang dilintasi direpresentasikan sebagai bilangan kompleks dan ditransformasi dengan transformasi Fourier. Hasil transformasi dinamakan Fourier descriptors. Histogram Fourier descriptor untuk empat citra daun diperlihatkan pada Gambar 4. kedekatan ciri hasil HT dan ukuran MSE antar dua kurva digunakan untuk mengukur kedekatan kurva hasil transformasi Fourier. Penentuan Relevansi Citra Pada pangkalan data terdapat 1100 buah citra dari kesebelas jenis daun yang digunakan dengan 100 buah citra untuk setiap jenis daun. Dengan demikian, untuk setiap kueri terdapat 100 buah citra relevan di dalam pangkalan data yang penilaian relevansinya berdasarkan kesamaan jenis daun. Gambar 3 Hasil deteksi tepi Canny dan segmentasi histogram-based thresholding pada citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang. Pada penerapan metode HT, dari titik tepi hasil deteksi tepi dibuat sejumlah elips dengan panjang sumbu mayor dan minor yang berbedabeda. Titik tepi menjadi titik pusat elips-elips yang dibangkitkan. Jumlah peak pada HT yang digunakan sebesar sepuluh peak. Hasil HT diperlihatkan pada Gambar 7. Pengukuran Tingkat Kemiripan Dengan menggunakan semua koleksi sebagai pengujian dilakukan proses temu kembali citra untuk mengukur tingkat kemiripan berdasarkan kedekatan ciri yang diperoleh dari HT dan pemodelan Fourier. Perhitungan jarak Euclidean digunakan untuk mengukur Gambar 4 Histogram Fourier descriptor citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang. Penilaian relevansi tersebut digunakan sebagai acuan pada saat melakukan evaluasi terhadap hasil temu kembali untuk setiap citra kueri. Gambar 5 dan 6 memperlihatkan bahwa citra hasil temu kembali tidak sepenuhnya berasal dari jenis yang sama dengan citra kueri.

16 8 Gambar 5 Contoh hasil temu kembali menggunakan fitur bentuk HT. Gambar 6 Contoh hasil temu kembali menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor.

17 9 Gambar 7 Hasil transformasi Hough elips pada citra daun (a) avokad, (b) kepel, (c) bisbul dan (d) jamblang. Untuk melihat tingkat keberhasilan temu kembali dengan fitur bentuk dari HT dan Fourier descriptor, dilakukan evaluasi dengan menghitung nilai recall dan precision dari proses temu kembali citra. Nilai rataan precision hasil temu kembali citra dan grafik recall-precision untuk kedua metode disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 8 secara berurutan. Tabel 1 Recall Nilai rataan precision hasil temu kembali citra Hough Transform Precision Fourier Descriptor Rataan Precision Gambar 8 Grafik recall-precision hasil temu kembali citra menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor dan HT. Gambar 8 memperlihatkan grafik pemodelan Fourier pada setiap recall berada di grafik HT. Hal ini menunjukkan bahwa pemodelan Fourier lebih efektif daripada metode HT dalam pengekstraksian fitur bentuk pada citra daun. Rataan precision yang lebih rendah pada temu kembali menggunakan fitur bentuk HT dikarenakan HT tidak menjamin ditemukembalikan citra relevan yang berbeda orientasi, skala maupun posisi. Pada Gambar 5 terlihat bahwa temu kembali dengan fitur bentuk HT hanya menemukembalikan citra yang memiliki orientasi, skala dan posisi daun yang hampir sama dengan orientasi, skala dan posisi daun pada citra kueri. Pada Gambar 6 temu kembali menggunakan fitur bentuk Fourier descriptor bisa menemukembalikan citra relevan dengan objek daun berbeda orientasi, skala dan posisi. Properti fourier descriptors yang invarian terhadap efek rotasi, dili dan translasi mampu meningkatkan rataan precision. 2 Ekstraksi Venasi Daun Penelitian ini mengusulkan SHT untuk inisialisasi parameter pencarian struktur venasi secara automatis. SHT mendeteksi garis-garis yang terdapat pada citra venasi daun dan menjadi acuan dalam pencarian venasi lebih lanjut. Struktur venasi yang ditemukan dimodelkan berupa suatu set b-spline. Hasil Praproses Pada tahap awal praproses, dihasilkan citra yang memuat garis tepi daun dan garis venasi. Isolasi garis venasi terhadap garis tepi daun menghasilkan citra yang memuat garis venasi saja. Beberapa citra venasi ditampilkan pada Gambar 9a s.d 9e.

18 Hasil Pemodelan B-spline Venasi Daun 10 Garis-garis yang terdeteksi dari penerapan SHT menjadi acuan pencarian struktur venasi daun. Setiap titik awal dari suatu garis hasil deteksi menjadi titik awal pencarian venasi dan titik akhir dari garis tersebut menjadi panduan arah pencarian. Hasil pencarian struktur venasi yang ditemukan direpresentasikan berupa suatu set b-spline. Gambar 11 memperlihatkan suatu set b-spline yang diperoleh dalam pencarian venasi pada beberapa citra daun. (a) (b) Gambar 9 Citra venasi hasil deteksi tepi Canny pada citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka. Hasil Deteksi Garis Citra biner venasi menjadi masukan bagi SHT untuk menemukan garis pada citra. Hasil deteksi garis disajikan pada Gambar 9. Gambar 10 Hasil deteksi garis dengan SHT pada citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka. (c) (e) (d) Gambar 11 Hasil ekstraksi venasi citra daun (a) avokad, (b) jambu biji, (c) jambu bol, (d) menteng dan (e) nangka. Gambar 11 memperlihatkan bahwa venasi pada citra daun dapat diekstraksi dengan melibatkan SHT dalam penentuan parameter pencarian struktur secara automatis. SHT mampu mengestimasi titik awal dan arah pencarian struktur. Ketidakpekaan SHT terhadap noise dan kemampuan menemukan garis bahkan pada area dengan ketidakhadiran piksel (pixel gaps) mendukug estimasi titik awal dan arah pencarian struktur yang benar. Namun berbeda dengan metode orisinal, informasi hierarki venasi hilang, tidak lagi dikenal venasi utama dan venasi samping. Kelebihan dari perbaikan ini selain automasi parameter

19 11 pencarian struktur adalah pencarian garis venasi tidak tergantung pada hasil pencarian venasi utama. Pada metode orisinal, venasi samping dicari berdasarkan titik-titik venasi utama yang telah ditemukan sebelumnya. Evaluasi Visual Ekstraksi venasi dicobakan pada beberapa citra daun, dengan 10 sampel citra daun dari setiap spesies. Hasil ekstraksi dinilai secara visual dengan penilaian 0, 1 dan 2. Penilaian 0 untuk hanya venasi utama yang terdeteksi, 1 untuk venasi utama dan samping terdeteksi dengan kurang sempurna serta 2 untuk venasi utama dan samping terdeteksi sempurna. Hasil ekstraksi dan skor penilaian untuk jenis daun nangka dan manggis disajikan pada Tabel 2 dan 3. Hasil ekstraksi citra jenis daun lainnya disajikan pada Lampiran 2. Tabel 2 Hasil ekstraksi dan skor penilaian pada citra daun nangka Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan ujung daun tertekuk

20 Tabel 3 Hasil ekstraksi dan skor penilaian pada citra daun manggis Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan 12 Perhatikan hasil deteksi tepi pada Tabel 2 dan 3. Deteksi tepi citra daun nangka dapat menemukan garis-garis venasi daun, sedangkan deteksi tepi citra daun manggis hanya mendeteksi garis venasi utama. Deteksi tepi tidak mampu mendeteksi garis venasi samping pada citra daun manggis. Hasil deteksi tepi berpengaruh pada hasil ekstraksi venasi. Tabel 2 memperlihatkan bahwa hasil ekstraksi venasi umumnya pada penilaian 2. Sebaliknya, Tabel 3 memperlihatkan bahwa hasil ekstraksi venasi umumnya pada penilaian 0 dan 1. Bila diperhatikan citra daun yang ada, kondisi daun kedua jenis tersebut berbeda. Venasi pada citra daun nangka terlihat, sedangkan venasi pada citra daun manggis kurang. Daun manggis secara fisik relatif tebal dan struktur tulang daun terbenam pada organ daun. Kondisi fisik daun menentukan hasil deteksi tepi dan pada akhirnya menentukan hasil ekstraksi venasi. Tabel 4 menyajikan secara ringkas total masing-masing skor penilaian hasil ekstraksi untuk setiap jenis daun. Hasil ekstraksi dengan penilaian 2 hanya berkisar 20%, penilaian 1 sebanyak 43,64% dan penilaian 0 sebanyak 36,36%. Hal ini mengindikasikan hasil ekstraksi venasi secara langsung pada citra daun secara umum kurang sempurna. Hasil ekstraksi dengan penilaian 0 secara umum merupakan hasil ekstraksi citra daun bisbul (10/10), durian (9/10), jamblang (8/10) dan manggis (7/10). Venasi daun keempat jenis daun ini secara kasat mata sama-sama tidak terlihat. Daun bisbul dan manggis relatif tebal sehingga terbenam pada organ daun. Daun durian dan jamblang memiliki

21 13 yang sehingga tersamar dengan organ daun. Seperti yang dibahas sebelumnya, kondisi fisik daun mempengaruhi hasil deteksi tepi dan pada akhirnya mempengaruhi hasil ekstraksi venasi. Venasi daun kepel dan menteng secara fisik juga kurang. Terlihat pada Tabel 4 bahwa hasil ekstraksi kedua jenis daun ini berada pada penilaian 1. Venasi utama dan samping dapat tergambarkan ulang dengan representasi b- spline, tetapi kurang sempurna. Lima jenis daun lainnya secara fisik memiliki venasi daun yang. Total penilaian hasil ekstraksi venasi kelima jenis daun ini disajikan ulang pada Tabel 5 dan 6 dengan memperhatikan sisi daun yang dipotret. Tabel 5 menyajikan total penilaian untuk daun sisi dan Tabel 6 menyajikan total penilaian untuk daun sisi. Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar hasil ekstraksi venasi citra daun dengan sisi berada pada penilaian kurang sempurna. Tabel 6 memperlihatkan bahwa lebih banyak hasil ekstraksi venasi citra daun dengan sisi berada pada penilaian sempurna. Namun, persentase penilaian kurang sempurna masih relatif besar. Tabel 4 Total skor penilaian hasil ekstraksi setiap jenis citra sampel Penilaian Hasil Ekstraksi Total Tidak Sesuai Total Kurang Sesuai Total Sesuai Advokad Bisbul Kakao Durian Jamblang Jambu Biji Jambu Bol Kepel Manggis Menteng Nangka Total Persentase 36,36% 43,64% 20,00% Hasil ekstraksi dengan penilaian kurang sempurna secara umum merupakan hasil ekstraksi citra daun avokad dan jambu bol. Jika diperhatikan citra daun tersebut (Lampiran 2), pencahayaan dan kualitas citra hasil pemotretan daun dengan penilaian 1 ternyata kurang bagus. Berarti teknik akuisisi gambar (pemotretan) mempengaruhi hasil ekstraksi. Dengan kata lain, hasil ekstraksi venasi yang sempurna mensyaratkan teknik pemotretan yang baik. Tabel 5 Total penilaian ekstaksi venasi daun sisi Penilaian Hasil Ekstraksi Total Tidak Sesuai Total Kurang Sesuai Total Sesuai Advokad Kakao Jambu Biji Jambu Bol Nangka Total Persentase 0% 78,95% 21,05% Tabel 6 Total penilaian ekstaksi venasi daun sisi Penilaian Hasil Ekstraksi Total Tidak Sesuai Total Kurang Sesuai Total Sesuai Advokad Kakao Jambu Biji Jambu Bol Nangka Total Persentase 3,23% 45,16% 51,61% Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Ekstraksi bentuk dengan pemodelan Fourier berhasil diimplementasikan. Penciri dari pemodelan Fourier lebih efektif sebagai fitur bentuk daun daripada penciri HT. Hal ini dikarenakan properti fourier descriptors yang bebas terhadap posisi, orientasi dan ukuran objek pada citra. Ekstraksi venasi pada citra daun dengan pemodelan b-spline dengan automasi inisialisasi parameter pencarian awal berhasil diimplementasikan. Hasil ekstraksi venasi pada citra daun sangat dipengaruhi kondisi fisik daun, pemilihan sisi daun dan kualitas citra hasil pemotretan. Ekstraksi venasi dapat membedakan daun dengan venasi kurang dan venasi tampak. Pemilihan sisi daun bagian dan teknik pemotretan yang baik mendukung hasil ekstraksi yang sesuai. Saran Penelitian ukuran kesamaan antara satu set b-spline dengan satu set b-spline lainnya perlu dilakukan sehingga venasi dapat dipakai sebagai

22 14 penciri, bersama dengan penciri bentuk, dalam pengenalan jenis daun secara automatis. DAFTAR PUSTAKA Acharya T, Ray AK Image Processing Principles and Applications. New Jersey : John Wiley & Sons Inc. Baeza-Yates R, Ribeiro-Neto R Modern Information Retrieval. New York: Addison Wesley. Fu H, Chi Z Combined thresholding and neural network approach for vein pattern extraction from leaf images. IEEE proceedings. Vision, image and signal processing. vol. 153 no 6 hlm Hearn D, Baker MP Computer Graphics with OpenGL. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hickey, LJ et al Manual of Leaf Architecture - morphological description and categorization of dicotyledonous and net-veined monocotyledonous angiosperms by Leaf Architecture. Washington DC: Leaf Architecture Working Group. Kirchgeβner N, Scharr H, Schurr U Robust Vein Extraction on Plant Leaf Images. Ruprecht Karls University, Germany. McAndrew Introduction to Digital Image Processing with Matlab. Australia: Thomson Course Technology. Osadebey ME Integrated Content-Based Image Retrieval using Texture, Shape, and Spatial Information. Master Thesis. Umea University. Petković T, Krapac J Technical Report, Shape Description with Fourier Descriptors. Pitas I Digital Image Processing Algorithms. London: Prentice Hall. Rasnovi S Kajian Pemakaian Morfologi Daun untuk Identifikasi Jenis pada Beberapa Famili Dikotiledon Berhabitus Pohon di Sumatera. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Söderkvist OJO Computer Vision Classification of Leaves from Swedish Trees. Master Thesis. Ta-Te L, Yud-Tse C, Wen-Chi L Leaf Boundary Extraction and Geometric Modeling of Vegetable Seedlings. National Taiwan University. Wahyuningsih Y Metode Hough Transform untuk Ekstraksi Ciri Bentuk pada Citra Bunga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

23 LAMPIRAN

24 16 Lampiran 1 Beberapa Citra Daun dari Semua Jenis Daun pada Pangkalan Data Contoh citra daun avokad Contoh citra daun bisbul Contoh citra daun kakao

25 17 Lampiran 1 Lanjutan Contoh citra daun durian Contoh citra daun jamblang Contoh citra daun jambu biji

26 18 Lampiran 1 lanjutan Contoh citra daun jambu bol Contoh citra daun kepel Contoh citra daun manggis

27 19 Lampiran 1 lanjutan Contoh citra daun menteng Contoh citra daun nangka

28 20 Lampiran 2 Contoh hasil ekstraksi venasi beberapa citra daun Hasil Ekstraksi Venasi Daun Avokad Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan ujung daun mengkerut ujung daun mengkerut Urat daun daun mengkerut daun melengkung daun mengkerut ujung daun mengkerut daun mengkerut Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Avokad Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

29 21 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Bisbul Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Bisbul Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

30 22 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Kakao Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Bawah Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Kakao Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

31 23 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Durian Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Skor Fisik daun: Fisik daun: Fisik daun: Fisik daun: Fisik daun: Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Durian Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

32 24 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Jamblang Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Jamblang Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

33 25 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Jambu Biji Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan daun melengkung Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Jambu Biji Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

34 26 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Jambu Bol Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Keterangan Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Jambu Bol Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

35 27 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Kepel Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Skor Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Skor kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Kepel Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

36 28 Lampiran 2 lanjutan Hasil Ekstraksi Venasi Daun Menteng Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Skor Hasil Deteksi Tepi dan Venasi Skor kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang kurang Tabulasi Penilaian Hasil Ekstraksi Venasi Daun Menteng Penilaian Sisi Atas Sisi Bawah Total

Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002).

Gambar 2 Prinsip pencarian: (a) struktur dan area-area pencarian, (b) jumlah dari garis-garis sampling (Sumber: (Kirchgeβner et al. 2002). 6 kebanyakan informasi tentang suatu garis tepi objek akan berada pada frekuensi rendah dari transformasi Fourier diskret (Petković & Krapac 2002). Pada penerapan ekstraksi venasi daun, inisialisasi parameter

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data dengan menggunakan model Bayesian Network. Nilai kemiripan dapat dihitung dengan Persamaan 21. P(I j Q)=n[1-(1-P(CS j CS)) x(1-p(ct j CT))] (21) dengan n adalah jumlah citra pada basis data, P(CS j CS)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang ENDHULUN Saat ini kemampuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi daun menadi kebutuhan yang besar bagi taksonomis dalam mengetahui keanekaragaman tanaman (Hickey et al 999).

Lebih terperinci

PENCOCOKAN CITRA DAUN MENGGUNAKAN KURVA B-SPLINE IKRIMA NURNY HIKMAWATI

PENCOCOKAN CITRA DAUN MENGGUNAKAN KURVA B-SPLINE IKRIMA NURNY HIKMAWATI PENCOCOKAN CITRA DAUN MENGGUNAKAN KURVA B-SPLINE IKRIMA NURNY HIKMAWATI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 11 PENCOCOKAN CITRA DAUN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi.

Gambar 15 Contoh pembagian citra di dalam sistem segmentasi. dalam contoh ini variance bernilai 2000 I p I t 2 = (200-150) 2 + (150-180) 2 + (250-120) I p I t 2 = 28400. D p (t) = exp(-28400/2*2000) D p (t) = 8.251 x 10-4. Untuk bobot t-link {p, t} dengan p merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang ENDHULUN Dalam ilmu biologi dan kehutanan, diketahui terdapat banyak enis daun dengan karakteristik (ciri) yang berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengenalan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA

EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA EKSTRAKSI FITUR MENGGUNAKAN ELLIPTICAL FOURIER DESCRIPTOR UNTUK PENGENALAN VARIETAS TANAMAN KEDELAI HERMAWAN SYAHPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor Tabel 1 Operator descriptor Operator (P, R) Ukuran Blok (piksel) Kuantisasi Sudut (8, 1) 3 x 3 45 derajat (8, 2) 5 x 5 45 derajat (16, 2) 5 x 5 22.5 derajat (24, 3) 7 x 7 15 derajat Penentuan ukuran blok

Lebih terperinci

Arga Wahyumianto Pembimbing : 1. Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT 2. Christyowidiasmoro, ST., MT

Arga Wahyumianto Pembimbing : 1. Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT 2. Christyowidiasmoro, ST., MT IDENTIFIKASI DAUN BERDASARKAN FITUR TULANG DAUN MENGGUNAKAN ALGORITMA EKSTRAKSI MINUTIAE Arga Wahyumianto 2209 105 047 Pembimbing : 1. Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT 2. Christyowidiasmoro, ST., MT LATAR

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b 7 dengan nilai σ yang digunakan pada tahap pelatihan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat akurasi SVM terhadap citra yang telah diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model klasifikasi.

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA

EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA EKSTRAKSI CIRI MORFOLOGI DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HELAI DAUN ANNISA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i EKSTRAKSI CIRI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

100% Akurasi = (11) Lingkungan Pengembangan

100% Akurasi = (11) Lingkungan Pengembangan Algoritme Dekomposisi Wavelet Dekomposisi wavelet Haar dapat dijelaskan sebagai berikut : 1 Transformasi linear digunakan untuk mengubah ruang warna secara linear menjadi warna dasar. Karena citra yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output,

II TINJAUAN PUSTAKA. * adalah operasi konvolusi x dan y, adalah fungsi yang merepresentasikan citra output, 5 II INJAUAN PUSAKA.1 Fitur Scale Invariant Feature ransform (SIF) Fitur lokal ditentukan berdasarkan pada kemunculan sebuah objek pada lokasi tertentu di dalam frame. Fitur yang dimaksudkan haruslah bersifat

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 DETEKSI KEMUNCULAN BULAN SABIT MENGGUNAKAN METODE CIRCULAR HOUGH TRANSFORM ARTIKEL Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program

Lebih terperinci

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA Dina Indarti Pusat Studi Komputasi Matematika, Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya no. 100, Depok 16424, Jawa Barat

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT Andhika Pratama, Izzati Muhimmah Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM : EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA (Menggunakan Transformasi Wavelet Untuk Penghalusan Citra ) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penelitian ini adalah: 1. Objek citra adalah data citra daun tumbuhan obat dan citra pohon tanaman hias di Indonesia. 2. Dalam penelitian ini operator MBLBP yang

Lebih terperinci

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Metode contour tracing digunakan untuk mengidentifikasikan boundary yang kemudian dideskripsikan secara berurutan pada FD. Pada aplikasi AOI variasi

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Junia Kurniati Computer Engineering Department Faculty of Computer Science Sriwijaya University South Sumatera Indonesia

Lebih terperinci

Bulu mata. Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola

Bulu mata. Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola Generalisasi Hasil penelitian ini diukur menggunakan nilai konvergen dan generalisasi. Nilai konvergen adalah tingkat kecepatan jaringan untuk mempelajari pola input yang dinyatakan dalam satuan iterasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan diuraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra merupakan hasil representasi atau duplikasi dari sebuah objek ataupun merupakan imitasi dari sebuah objek atau benda. Citra memiliki beberapa karakteristik yang

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6. Intan Nur Lestari

Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6. Intan Nur Lestari Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6 Intan Nur Lestari Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya, 100, Pondok Cina, Depok

Lebih terperinci

METODE CLUSTER SELF-ORGANIZING MAP UNTUK TEMU KEMBALI CITRA

METODE CLUSTER SELF-ORGANIZING MAP UNTUK TEMU KEMBALI CITRA 1 METODE CLUSTER SELF-ORGANIZING MAP UNTUK TEMU KEMBALI CITRA Chita Ralina Rahardjo, Yeni Herdiyeni, Firman Ardiansyah Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS DETEKSI TEPI PADA ARM 11 OK6410B

IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS DETEKSI TEPI PADA ARM 11 OK6410B IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS DETEKSI TEPI PADA ARM 11 OK6410B Heri Setiawan, Iwan Setyawan, Saptadi Nugroho IMPLEMENTASI PENTERJEMAH KODE ISYARAT TANGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER ACHMAD FAHRUROZI 1 1 Universitas Gunadarma, achmad.fahrurozi12@gmail.com Abstrak Masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah bagaimana

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra

Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer, Vol 15 No. 2, Desember 2010 : 38-41 Klasifikasi Citra Menggunakan Metode Minor Component Analysis pada Sistem Temu Kembali Citra Vera Yunita, Yeni Herdiyeni Departemen Ilmu

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) CIG4E3 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Disusun oleh: Bedy Purnama PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS INFORMATIKA TELKOM UNIVERSITY LEMBAR PENGESAHAN Rencana Pembelajaran

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN 22 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Video dan Ektraksi Frame Video yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan gabungan dari beberapa cuplikan video yang berbeda. Tujuan penggabungan beberapa

Lebih terperinci

DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK

DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK Nanik Suciati, Rosdiana Rahmawati Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Karakteristik Spesifikasi

Karakteristik Spesifikasi Sinyal yang masuk difilter ke dalam sinyal frekuensi rendah (low-pass filter) dan sinyal frekuensi tinggi (high-pass filter) Lakukan downsampling pada kedua sinyal tersebut Low-pass frekuensi hasil downsampling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya aneka ragam tanaman yang dapat dijumpai dimana saja membuat sulitnya penentuan jenis tanaman. Salah satu masalah nyata yang ditemukan di bidang biologi atau

Lebih terperinci

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007 Pengantar PENGOLAHAN CITRA Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007 TUJUAN Mahasiswa dapat membuat aplikasi pengolahan citra Mahasiswa dapat menerapkan konsep-konsep pengolahan citra untuk menghasilkan suatu

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila, Handayani Tjandrasa, dan Nanik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi iyah 1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom 2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Email: nafik_unisla26@yahoo.co.id 1, ymp@stts.edu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Digital Image 2.1.1 Definisi Digital Image Menurut Gonzalez dan Woods (1992, p6), digital image adalah image f(x,y) yang telah dibedakan berdasarkan koordinat tata letak dan

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM

Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM Pengolahan Citra Digital FAJAR ASTUTI H, S.KOM., M.KOM PENILAIAN TUGAS : 30% UTS : 30% UAS : 40% REFERENSI Slides & Hand outs; Digital Image Processing; Rafael C. Gonzalez & Richard E Woods; Addison Wesley

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

ANALISIS PENELUSURAN TEPI CITRA MENGGUNAKAN DETEKTOR TEPI SOBEL DAN CANNY

ANALISIS PENELUSURAN TEPI CITRA MENGGUNAKAN DETEKTOR TEPI SOBEL DAN CANNY Proceeding, Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 28) Auditorium Universitas Gunadarma, Depok, 2-21 Agustus 28 ISSN : 1411-6286 ANALISIS PENELUSURAN TEPI CITRA MENGGUNAKAN DETEKTOR

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA DIGITAL TPE 418

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA DIGITAL TPE 418 RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) TEKNIK PENGOLAHAN CITRA DIGITAL TPE 418 OLEH: Dr. ANDASURYANI, S.TP, M.Si PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Bab III ANALISIS&PERANCANGAN Pada penelitian sebelumnya yaitu ANALISIS CBIR TERHADAP TEKSTUR CITRA BATIK BERDASARKAN KEMIRIPAN CIRI BENTUK DAN TEKSTUR (A.Harris Rangkuti, Harjoko Agus;

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra

Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (2): 85 91 Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna Identifikasi Tumbuhan Obat Berbasis Citra (Utilization of Computer Technology for

Lebih terperinci

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT Tulus Sepdianto 1206100002 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan internet secara global Distribusi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN BERDASARKAN TULANG DAUN MENGGUNAKAN ALIHRAGAM WAVELET

IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN BERDASARKAN TULANG DAUN MENGGUNAKAN ALIHRAGAM WAVELET IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN BERDASARKAN TULANG DAUN MENGGUNAKAN ALIHRAGAM WAVELET Anang Setiaji *), Achmad Hidayatno, and Yuli Christyono Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro Semarang Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Retrival Citra Saat ini telah terjadi peningkatan pesat dalam penggunaan gambar digital. Setiap hari pihak militer maupun sipil menghasilkan gambar digital dalam ukuran giga-byte.

Lebih terperinci

Deteksi Lokasi Bibir Otomatis Pada Citra Wajah Berbasis Ciri Bentuk dan Warna

Deteksi Lokasi Bibir Otomatis Pada Citra Wajah Berbasis Ciri Bentuk dan Warna F7 bentuk [5]. Pendekatan berbasis bentuk bibir menggunakan Deteksi Lokasi Bibir Otomatis Pada Citra Wajah Berbasis Ciri Bentuk dan Warna Shinta Puspasari, STMIK lobal Informatika MDP Abstrak Metode yang

Lebih terperinci

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kain batik merupakan ciri khas dari bangsa I

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kain batik merupakan ciri khas dari bangsa I Pembuatan Perangkat Lunak Untuk Menampilkan Deskripsi Mengenai Batik dan Pola Citra Batik Berdasarkan Segmentasi Objek Maulana Sutrisna, maulanasutrisna@gmail.com Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Konsep dan Pendekatan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengenalan objek 3 dimensi adalah kemampuan untuk mengenali suatu objek dalam kondisi beragam. Salah satu faktor

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. 6 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. Informasi Multi Media pada database diproses untuk mengekstraksi fitur dan gambar.pada proses pengambilan, fitur dan juga atribut atribut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci

Identifikasi Tumbuhan Berdasarkan Minutiae Tulang Daun Menggunakan SOM Kohonen

Identifikasi Tumbuhan Berdasarkan Minutiae Tulang Daun Menggunakan SOM Kohonen Identifikasi Tumbuhan Berdasarkan Minutiae Tulang Daun Menggunakan SOM Kohonen Arga Wahyumianto 1, Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT 2, Christyowidiasmoro, ST., MT 2 1 Mahasiswa S1 Teknik Elektro Institut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang

PENDAHULUAN. Latar belakang Latar belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara megabiodiversity yang memiliki kekayaan tumbuhan obat. Indonesia memiliki lebih dari 38.000 spesies tanaman (Bappenas 2003). Sampai tahun 2001 Laboratorium

Lebih terperinci

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN WAVELET

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN WAVELET CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN WAVELET Nana Ramadijanti RG. Computer Vision, Program Studi Teknologi Informasi, Politeknik Elektronika Negri Surabaya E-mail: nana@eepis-its.edu

Lebih terperinci

Pengubahan Data Image Ikan Air Tawar ke Data Vektor menggunakan Edge Detection Metode Canny

Pengubahan Data Image Ikan Air Tawar ke Data Vektor menggunakan Edge Detection Metode Canny SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Pengubahan Data Image Ikan Air Tawar ke Data Vektor menggunakan Edge Detection Metode Canny Fety Fatimah 1, Gibtha Fitri Laxmi 2, Puspa Eosina 3 Universitas

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI KURVA PARAMETRIK CATMULL-ROM SPLINES SKRIPSI AZWAR SYARIF

STUDI MENGENAI KURVA PARAMETRIK CATMULL-ROM SPLINES SKRIPSI AZWAR SYARIF STUDI MENGENAI KURVA PARAMETRIK CATMULL-ROM SPLINES SKRIPSI AZWAR SYARIF 090823006 PROGRAM STUDI SARJANA MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deteksi kulit manusia berperan penting dan digunakan secara luas sebagai langkah awal pada aplikasi pengolahan citra seperti gesture analysis, content based

Lebih terperinci

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI

PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI PELABELAN OTOMATIS CITRA MENGGUNAKAN FUZZY C MEANS UNTUK SISTEM TEMU KEMBALI CITRA MARSANI ASFI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH

EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH EKSTRAKSI CIRI WARNA, BENTUK DAN TEKSTUR UNTUK TEMU KEMBALI CITRA HEWAN IDALIANA KUSUMANINGSIH DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : NAZRIAH PRATIWI / AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN

SKRIPSI. Oleh : NAZRIAH PRATIWI / AGROEKOTEKNOLOGI PEMULIAAN TANAMAN IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGIS DAN HUBUNGAN KEKERABATAN BEBERAPA GENOTIPE DURIAN (Durio zibethinus Murr) DI KECAMATAN TIGALINGGA DAN PEGAGAN HILIR KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : NAZRIAH

Lebih terperinci

PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL

PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL Makalah Nomor: KNSI-472 PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL Barep Wicaksono 1, Suryarini Widodo 2 1,2 Teknik Informatika, Universitas Gunadarma 1,2 Jl.

Lebih terperinci

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR Naser Jawas STIKOM Bali Jl. Raya Puputan, No.86, Renon, Denpasar, Bali Email: naser.jawas@gmail.com ABSTRAK Meter air adalah sebuah alat yang

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UNTUK KLASIFIKASI TANAMAN DENGAN METODE PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

APLIKASI PENGENALAN DAUN UNTUK KLASIFIKASI TANAMAN DENGAN METODE PROBABILISTIC NEURAL NETWORK APLIKASI PENGENALAN DAUN UNTUK KLASIFIKASI TANAMAN DENGAN METODE PROBABILISTIC NEURAL NETWORK 1 Gregorius Satia Budhi 2 Tok Fenny Handayani 3 Rudy Adipranata 1, 2, 3 Teknik Informatika Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian merupakan bagian yang berisi rancangan yang akan dilakukan dalam penelitian. Dimana tahap-tahapan pembangunan sistem ini dapat dilihat

Lebih terperinci

Identifikasi Tanaman Buah Tropika Berdasarkan Tekstur Permukaan Daun Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Identifikasi Tanaman Buah Tropika Berdasarkan Tekstur Permukaan Daun Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jika Volume 2 Nomor 2 halaman 73-82 ISSN: 2089-6026 Identifikasi Tanaman Buah Tropika Berdasarkan Tekstur Permukaan Daun Menggunakan Jaringan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM) PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM) Rima Tri Wahyuningrum *) Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada citra, terutama citra digital dapat disebabkan oleh noise sehingga mengakibatkan penurunan kualitas citra tersebut (Gunara, 2007). Derau atau noise merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Proses pencocokan citra dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur pasangan titiktitik sekawan antara citra satu dengan citra lainnya untuk objek yang sama pada

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Interpolasi Terhadap Fitur Statistik pada Citra

Analisis Kualitas Interpolasi Terhadap Fitur Statistik pada Citra Analisis Kualitas Interpolasi Terhadap Fitur Statistik pada Citra Meirista Wulandari Jurusan Teknik Elektro, Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia meiristaw@ft.untar.ac.id Diterima 10 Desember 016

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang terkait dengan Content Based Image Retrieval, ekstraksi fitur, Operator Sobel, deteksi warna HSV, precision dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam bahasa Inggris ada pepatah yang mengatakan a picture is worth a

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam bahasa Inggris ada pepatah yang mengatakan a picture is worth a BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bahasa Inggris ada pepatah yang mengatakan a picture is worth a thousand words yang memiliki arti sebuah gambar bernilai beribu kata yang secara tidak sengaja

Lebih terperinci

APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA

APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA Seminar Nasional Teknologi Informasi 2007 1 APLIKASI TRANSFORMASI HOUGH UNTUK EKSTRAKSI FITUR IRIS MATA MANUSIA Murinto 1) Rusydi Umar 2) Burhanuddin 3) 1,2,3) Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan

Lebih terperinci

Pengantar Mata Kuliah Pengolahan Citra

Pengantar Mata Kuliah Pengolahan Citra Achmad Basuki Nana R Fadilah Fahrul Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Pengantar Mata Kuliah Pengolahan Citra Content: 1. Tujuan mata kuliah Pengolahan Citra 2. Apa saja yang bisa dikerjakan dengan

Lebih terperinci

BINERISASI CITRA DOKUMEN DENGAN FILTERISASI HOMOMORPHIC

BINERISASI CITRA DOKUMEN DENGAN FILTERISASI HOMOMORPHIC BINERISASI CITRA DOKUMEN DENGAN FILTERISASI HOMOMORPHIC Naser Jawas STMIK STIKOM BALI naser.jawas@stikom-bali.ac.id Abstrak Binerisasi citra dokumen adalah sebuah langkah awal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA BERBASIS ISI DENGAN FITUR TITIK-TITIK SIGNIFIKAN

IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA BERBASIS ISI DENGAN FITUR TITIK-TITIK SIGNIFIKAN IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA BERBASIS ISI DENGAN FITUR TITIK-TITIK SIGNIFIKAN Rifky Alif Tama 1, Nanik Suciati 2, Arya Yudhi Wijaya 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS email : rifkyalif@gmail.com

Lebih terperinci