REMOTE SENSING UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI GUNUNGAPI. Seri Pertama: Interferometric Synthetic-Aperture Radar (InSAR) Estu KRISWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REMOTE SENSING UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI GUNUNGAPI. Seri Pertama: Interferometric Synthetic-Aperture Radar (InSAR) Estu KRISWATI"

Transkripsi

1 REMOTE SENSING UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI GUNUNGAPI Seri Pertama: Interferometric Synthetic-Aperture Radar (InSAR) Estu KRISWATI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Deformasi gunungapi adalah perubahan bentuk dan dimensi gunungapi. Perubahan dimensi menyangkut perubahan geometri sehingga dalam pengukuran deformasi, parameterparameter yang umum diukur adalah jarak antar titik, posisi titik, besarnya ungkitan, dan beda tinggi antar titik. Dalam hal ini deformasi diartikan sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik di tubuh gunungapi secara absolut maupun relatif. Pengukuran deformasi di tubuh gunungapi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran langsung di lapangan dengan metode EDM, GPS, tilt, dan leveling. Metode-metode tersebut memberikan ketelitian data yang tinggi tetapi dalam pelaksanaannya terdapat berbagai keterbatasan yang berhubungan dengan sumberdaya manusia, konsumsi waktu dan dana yang tinggi, medan yang berat, titik ukur yang sering hilang atau rusak, keamanan dan keselamatan, ketergantungan terhadap cuaca, dan terbatasnya data yang diperoleh. Dengan banyaknya keterbatasan yang dihadapi, adakah metode pengukuran deformasi lainnya yang dapat mengatasinya? Keterbatasan yang paling penting diperhatikan adalah yang berhubungan dengan dimensi data. Informasi yang dicari dalam pengukuran deformasi adalah deformasi bidang, tetapi pada pengukuran menggunakan metode di atas yang diperoleh adalah deformasi titik. Dengan demikian untuk memodelkan mekanisme aktivitas gunungapi dibutuhkan jaringan titik ukur yang sangat rapat sehingga perubahan yang terjadi pada semua titik secara bersamaan dianggap bisa mewakili perubahan bidang. Data radar menawarkan jawabannya. What a boon it would be to train a magical geodetic camera on a deforming volcano and take a picture of the entire deformation field, rather than trying to piece it together benchmark by benchmark! (Dzurisin, 2007). Data radar mempunyai kemampuan untuk memberikan informasi deformasi bidang tanpa keterbatasan seperti yang dialami pada metode lapangan. Meskipun saat ini ketelitian data radar belum bisa menyamai ketelitian hasil pengukuran lapangan tetapi pada saatnya nanti dapat menyediakan informasi deformasi gunungapi secara lebih teliti. RADAR Istilah radar berasal dari radio detection and ranging. Radar menggunakan microwave dari spektrum elektromagnetik, dengan rentang frekuensi 1 hingga 1,000 GHz dan panjang gelombang 30 cm hingga 0.3 mm (Tabel 1). Radar dengan panjang gelombang yang pendek lebih sensitif terhadap perubahan yang kecil (resolusi tinggi) tetapi tidak bisa menembus awan maupun vegetasi seperti halnya sinyal dengan panjang gelombang tinggi (resolusi lebih rendah). Semua sistem radar menggunakan radio transmitter yang mengirimkan sinyal microwave. Radar diklasifikasikan menjadi tracking radar dan imaging radar (Dzurisin, 2007). Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : Hal :31

2 1. Tracking radar. Jarak ke obyek ditentukan berdasarkan waktu tempuh radar berkecepatan cahaya dari transmitter ke obyek dan kembali ke receiver. Obyek yang bergerak terhadap transmitter, kecepatannya ditentukan dari frekuensi sinyal balik yang berbeda dari sinyal yang dipancarkan karena adanya efek Doppler. Jika receiver diatur untuk menolak sinyal balik yang sama frekuensinya dengan yang dipancarkan dan memperbesar hanya sinyal yang berbeda frekuensi, maka obyek yang bergerak dapat terdeteksi. Radar pengontrol lalulintas udara dan detektor kecepatan yang digunakan oleh polisi menggunakan teknologi ini. 2. Imaging radar. Pada radar untuk keperluan imaging, saat sinyal microwave mencapai target, sebagian dari energi dipantulkan kembali ke sumbernya yang kemudian diterima, diperbesar, dan diproses. Jarak antara obyek dan transmitter dan sifat dari obyek ditentukan oleh waktu tempuh dan karakter dari sinyal yang diterima. Tidak semua target memantulkan microwave secara sama. Daya pantul benda tergantung pada ukuran, bentuk, kekasaran permukaan, arah, dan sifat dielectric (sangat dipengaruhi oleh kandungan uap air). Obyek berbahan metal adalah reflektor terbaik, sementara kain dan plastik menghasilkan pantulan lemah. Air laut yang bergerak dan danau es adalah reflector yang baik, sementara jalan dan jalan tol sebaliknya. Permukaan yang kasar biasanya lebih terang pada image radar dibandingkan dengan permukaan yang halus, karena bagian dari elemen yang kasar berarah tegak lurus terhadap datangnya sinyal dan memantulkan energi kembali ke sumbernya. Dengan permukaan yang halus, hampir semua energi terbelokkan menjauh dari sumber yang menyebabkan obyek tampak gelap di image radar. Contohnya adalah pada saat tenang, tubuh air akan berwarna gelap dan pada cuaca berangin akan tampak terang. Dua karakteristik radar yang menjadikannya penting dalam pemantauan gunungapi adalah : (1) radar adalah sensor aktif yang menyediakan sinyal sendiri sehingga efektif pada siang maupun malam hari, pada cuaca baik maupun buruk (tidak tergantung cuaca) dan (2) dengan panjang gelombangnya yang lebih panjang sehingga mampu untuk menembus awan dan vegetasi. Untuk imaging radar rentang frekuensi dari 1 hingga 12 GHz, terbagi atas X-band (λ ~ 3 cm), C-band (λ ~ 5 cm), dan L-band (λ ~ 20 cm). Hal ini memberikan keuntungan dalam pemantauan gunungapi terutama pada saat terjadi erupsi atau pada peningkatan aktivitas vulkanik. Hal :32 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 32-37

3 Tabel 1. Satelit radar ERS-1 ERS-2 JERS-1 Satelit Institusi Periode RADARSAT-1 SIR-C/X-SAR SRTM Envisat ALOS European Space Agency (ESA) National Aeronautics and Space Development Agency of Japan (NASDA) dan Ministry of International Trade and Industry (MITI) Canadian Space Agency (CSA) National Aeronautics and Space Administration (NASA), German Space Agency (DARA), and Italian Space Agency (ASI) National Aeronautics and Space Administration (NASA) European Space Agency (ESA) Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) Juli 1991 Maret 2000 (ERS-1) April 1995 sekarang (ERS-2) Februari 1992 Oktober 1998 November sekarang 9 20 April 1994 (STS-59) 30 September 11 Oktober 1994 (STS-68) Februari 2002 (Space Shuttle mission STS-99) Maret sekarang Sejak 24 Januari 2006 Orbit repeat cycle 35 hari 44 hari 24 hari N/A N/A 35 hari 46 hari Frekuensi 5.3 GHz L-Band GHz 5.3 GHz L-Band GHz GHz X-Band 9.6 GHz 5.3 GHz X-Band 9.6 GHz GHz L-Band GHz Panjang gelombang Incidence angle at swath center Resolusi 5.66 cm 23º 30 m 23.5 cm 5.66 cm 24 cm 5.66 cm 3.1 cm 5.8 cm 3.1 cm 39º 10º - 59º 17º 63º (L dan C- band) 54º (X-band) 17º 63º (L dan C- band) 54º (X-band) 18 m m m 30 m 5.63 cm 14º - 45º 30 m 23.5 cm 8º - 60º m Sumber : Dzurisin, 2007 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : Hal :33

4 SYNTHETIC-APERTURE RADAR (SAR) Berbeda dengan foto udara yang diambil secara vertikal terhadap obyek, pengambilan data radar dilakukan dari arah samping dengan tujuan untuk memudahkan dalam membedakan target-target yang berlokasi pada jarak yang berbeda dari radar. Informasi yang diperoleh adalah berupa ketinggian permukaan (misalnya topografi) dan faktor lain yang mempengaruhi reflektivitas radar, termasuk kekasaran permukaan benda dan kandungan uap air. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan karakteristik SAR, diantaranya adalah: 1. Keterlambatan (delay) perambatan sinyal di ionosfer dan troposfer juga berpengaruh terhadap waktu tempuh sinyal. Ketidakseragaman kerapatan elektron di ionosfer atau konsentrasi kandungan air di troposfer menghasilkan variasi delay dalam dimensi ruang yang kemudian menghasilkan fringe pada interferogram. 2. Foreshortening, layover, dan shadowing. Kondisi yang dikenal sebagai foreshortening dan layover sangat umum dijumpai pada radar image. Efek dari sinyal radar yang bervariasi sudut dan arahnya saat dipancarkan, dapat secara signifikan merubah tampilan dan informasi pada radar image. Arah pancaran sinyal balik sangat berkaitan dengan sinyal yang dipancarkan dan posisi obyek terhadap satelit sangat menentukan dimensi atau kenampakan citra yang dihasilkan. Secara umum, lebar dari suatu permukaan baik horizontal maupun miring akan meningkat seiring meningkatnya jarak perjalanan sinyal. Pada radar citra dimana topografinya berbukit-bukit dengan lereng bergelombang, muncul karakteristik geometrik yang tidak biasa. Istilah layover dan foreshortening diaplikasikan pada fenomena tersebut. Keduanya menggambarkan kompresi atau kontraksi (thinning) pada lereng yang menghadap dan memanjang pada sisi yang terkena bayangan. Pada banyak kejadian, layover dan foreshortening menghasilkan kenampakan akhir yang sama. Perubahan kenampakan tersebut lebih terlihat di jarak yang dekat ke satelit dibandingkan yang jauh. Sementara shadowing terjadi jika sinyal radar tidak dapat menjangkau suatu area karena tertutupi oleh banyangan obyek yang tinggi di antara area tersebut dengan satelit sehingga tidak ada sinyal yang dipantulkan kembali dan pada citra akan terlihat gelap. Gambar 1. Ilustrasi terjadinya foreshortening, layover, dan shadowing. Pada tampakan topografi A, sinyal radar mencapai puncak dari lereng yang menghadap arah datang sinyal sebelum mencapai lereng bagian bawah. Sinyal balik bagian atas akan diterima lebih dulu oleh antenna penerima daripada bagian bawah dan menghasilkan efek layover. Hal ini terjadi pada area yang berjarak lebih dekat dan menurun seiring dengan meningkatnya jarak obyek ke satelit; layover mulai menghilang di tampakan topografi B. Foreshortening dimulai saat muka gelombang mencapai bagian dasar sebelum bagian atas. Pada tampakan topografi D, foreshortening terjadi pada lereng yang terjal dan pada area dibelakang bukit akan terjadi shadowing. Panjang dan tingkat gelapnya bayangan meningkat dari tampakan A ke D. ( INTERFEROMETRIC SAR Pertama yang harus disiapkan untuk menghasilkan data digital elevation model (DEM) dan deformasi pada skala sentimeter adalah radar image yang berpasangan dan overlap. Radar yang overlap bisa diperoleh dengan 2 cara, yaitu: (1) satelit dilengkapi dengan antenna yang terpisah, satu antenna berfungsi sebagai transmitter dan receiver sementara antenna lain berfungsi sebagai receiver kedua. Image yang dihasilkan oleh kedua antenna Hal :34 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 34-37

5 mirip tetapi dengan sudut pandang yang berbeda. NASA menggunakan satelit jenis ini untuk Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan (2) membuat citra yang overlap dengan cara mengambil data citra setidaknya dua kali dengan titik/sudut yang berdekatan pada waktu yang berbeda. Prinsip ini sama dengan pengambilan data deformasi menggunakan metode lapangan secara episodik. Kedua, co-registration dan membuat interferogram untuk mendapatkan beda phase antara dua radar image. Hasil yang baik ditentukan oleh nilai koherensi kedua image. Nilai koherensi dipengaruhi terutama oleh baseline/jarak satelit pada waktu pengambilan data yang berbeda. Pada baseline yang panjang, perbedaan yang disebabkan oleh topografi dan sudut datang sinyal akan menyulitkan tercapainya koherensi yang baik. Interferogram dihasilkan dari geometri sudut pandang kedua image (orbital fringe), topografi (topographic fringe), delay karena perbedaan kondisi atmosfer, gangguan, dan perubahan range yang disebabkan oleh deformasi permukaan bumi (deformation fringe) selama rentang dua waktu pengambilan data. Untuk menghasilkan informasi deformasi permukaan, efek dari geometri dan topografi harus dihilangkan. Pada pengambilan data radar, sinyal yang kembali dan ditangkap oleh receiver sangat bervariasi dan random termasuk perubahan fase yang disebabkan oleh sinyal radar yang berinteraksi dengan permukaan suatu benda. Pembuatan interferogram dimaksudkan untuk menghilangkan variasi dan data yang acak tersebut dengan cara meregistrasi dua citra yang diambil pada waktu yang berbeda namun dari titik dan sudut yang hampir sama, menghilangkan efek geometri dan topografi, dan pada akhirnya hanya menghasilkan perubahan/deformasi di permukaan. InSAR UNTUK PEMANTAUAN GUNUNGAPI Banyak contoh keberhasilan penggunaan InSAR untuk mengukur adanya deformasi di gunungapi. Meskipun metode ini tidak selalu berhasil di semua gunungapi terutama di daerah tropis dan subtropis dimana koherensi yang baik antar image sulit untuk didapatkan karena pengaruh vegetasi dan perbedaan cuaca serta iklim yang berimbas pada perbedaan kandungan uap air di atmosfer serta kenampakan bentang alamnya yang berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ditempuh beberapa cara, yaitu diantaranya: 1. Menggunakan data satelit dengan panjang gelombang yang lebih tinggi, dalam hal menghilangkan pengaruh vegetasi akan lebih baik digunakan L-band radar dibandingkan dengan C-band atau X-band. 2. Hanya menggunakan pasangan image yang diambil pada musim yang sama untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh perubahan permukaan bumi karena cuaca misalnya karena tertutup salju, dan reduksi efek atmosfer yang berbeda. Karena meskipun temporal decorrelation tidak menjadi masalah, anomali yang disebabkan oleh delay karena efek atmosfer dapat menyulitkan interpretasi. Delay karena efek atmosfer terjadi di ionosfer atau troposfer dan disebabkan oleh ketidak homogenan kandungan air, suhu, tekanan, atau kerapatan elektron. Akan lebih baik lagi kalau pengambilan data dilakukan pada malam hari pada saat kondisi atmosfer stabil. Bagaimana data InSAR bisa diinterpretasikan sebagai deformasi di tubuh gunungapi? Ilustrasi pada Gambar 2a memperlihatkan bagaimana interferogram menginformasikan adanya inflasi. Suatu tubuh gunungapi yang menggembung menghasilkan pola fringe konsentrik pada interferogram yang efek geometri dan topografinya sudah dihilangkan (Massonnet, 1997 dalam Dzurisin, 2007). Pada gambar tersebut, jika tinggi gunungapi berubah dari garis tegas ke garis putus-putus pada radar yang diambil pada waktu t1 dan t2, range R(t) dari SAR ke permukaan akan menurun setengah panjang gelombangnya (δr=λ/2) di beberapa area, δr= λ di area lain, dan δr = 3λ/2 di area berikutnya, dan seterusnya. Untuk setiap setengah panjang gelombang perubahan, akan terbentuk fringe yang diperlihatkan dengan perubahan warna dari merah ke biru pada interferogram.deformasi berupa inflasi dengan sumber titik (point-source) akan diperlihatkan Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : Hal :35

6 oleh pola fringe yang konsentrik di sekitar gunungapi dengan interval kontur λ/2. Penurunan (subsidence) akan ditunjukkan dengan perubahan warna ke arah sebaliknya (Gambar 2b). Pola fringe yang berhubungan dengan sumber tidak simetrik seperti misalnya pada model pipa terbuka maupun tertutup tidak berbentuk melingkar karena radar melihatnya dari samping dan peka terhadap perubahan vertikal maupun horizontal. 1. Gunung Sinabung, Sumatera Utara Gunung Sinabung memperlihatkan adanya inflasi sebesar 4 cm selama periode Februari dengan kecepatan deformasi 2.2 cm/tahun (Chaussard, 2010). Pada bulan September 2010 Gunung Sinabung meletus setelah lebih dari 300 tahun istirahat. Deformasi teramati di puncak Gunung Sinabung merupakan gejala awal letusan tersebut. Data lain (komunikasi pribadi) menunjukkan bahwa terjadi inflasi sebesar 2 cm pada rentang waktu Februari Juli 2010 (Gambar 3). (a) Gambar 3. Hasil InSAR G. Sinabung Februari Juli 2010 (Agustan, dkk, 2010) 2. Gunung Slamet, Jawa Tengah Setelah tidak ada letusan selama 7 tahun, Gunung Slamet kembali meletus pada April Data satelit menunjukkan adanya inflasi sebesar 12 cm selama periode Mei 2007 hingga Mei 2009 dengan kecepatan inflasi sebesar 7.7 cm/tahun (Chaussard, 2010). (b) Gambar 2. (a) Ilustrasi deformasi di tubuh gunungapi dan perubahan range dan (b) interferogram yang menginformasikan adanya inflasi dan deflasi di gunungapi (Dzurisin, 2007). Berikut ini adalah contoh penggunaan metode InSAR memakai data ALOS untuk pemantauan/pengukuran deformasi di gunungapi Indonesia: 3. Gunung Merapi Dari data InSAR terdeteksi inflasi yang cukup besar di Gunung Merapi hingga September 2010 di lereng barat kawah. Inflasi terukur sebesar 5 cm, bersesuaian dengan hasil pengukuran lapangan sebesar 11 mm/hari pada 16 September Inflasi juga masih terdeteksi hingga 1 November 2010 selama letusan berlangsung (Agustan, 2011). Hal :36 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 36-37

7 KESIMPULAN Informasi yang diperoleh dari data satelit sangat berguna untuk membantu dalam mitigasi bencana gunungapi. Data deformasi yang diperoleh jauh sebelum letusan terjadi, atau sebelum gempagempa dangkal muncul menjelang letusan sangat dibutuhkan. Untuk keperluan tersebut memang dibutuhkan ketelitian yang lebih tinggi, pengambilan data yang lebih rapat, serta proses yang lebih baik untuk menghilangkan efek atmosfer dan koherensi yang rendah. Setidaknya, pada saat ini data satelit sudah dapat memberikan informasi yang dibutuhkan mengingat kelebihannya dibandingkan dengan metode pengukuran lapangan. DAFTAR ISTILAH (Dzurisin, 2007) Fringe (radar interferometry) : Color band corresponding to h a meters of topographic relief in a radar interferogram that retains topographic information; or to half a wavelength of groundrange change in a topography removed interferogram; where ha is the altitude of ambiguity for the interferogram. Foreshortening : a type of spatial distortion in radar images whereby terrain slopes facing a side-looking radar s illumination are mapped as having a compressed ground-range scale relative to flat-lying areas. The effect is more pronounced for steeper slopes and for radars using steeper incidence angles. Range-scales expansion, the complementary effect, occurs for slopes that face away from the radar. Layover : an extreme form of foreshortening in radar images in which the top of a reflecting object such as mountain is closer to the radar than are the lower parts of the object. The image of such a feature appears to lean toward the radar. The effect is more pronounced for radars that use steeper incidence angles. Shadowing : the effect of side-looking radar images produced by steep topography or other obstructions that block down-range areas from being illuminated by radar beam. Shadowed areas produce no radar backscatter and, therefore. Appear dark in the radar image. The effect is more pronounced for radars that use shallow incidence angles. Ground range : Distance measured from the near-range line to particular point in the footprint of an imaging radar systems (i.e., the area illuminated by the radar beam) in the direction perpendicular to the flight path of the radar. The resolution of an imaging-radar system in the ground-range direction improves with higher radar frequency, greater signal bandwidth, and higher (more grazing) incidence angle. Slant range : The straight-line distance from a sensor to a target (e.g., from an imaging radar antenna to a point in the antenna footprint (i.e., the area on the ground illuminated by the radar beam) or from a GPS satellite to a receiver). DAFTAR PUSTAKA Agustan, Kriswati, E., and Kimata, F., 2011, The 2010 Merapi Eruption: Observation System based on Remote Sensing Technique, abstract for Asia Oceania Geosciences Society (AOGS) Taipei 2011 Dzurisin, 2007, Volcano Deformation, Geodetic Monitoring Techniques, Springer-Praxis Books in Geophysical Sciences Chaussard, E., and Amelung, F., 2010, Monitoring the ups and downs of Sumatra and Java with D-InSAR timeseries, a presentation file, American Geophysical Union, Fall Meeting Remote Sensing Tutorial Page 8-4, Section 8 Radar and Microwave Remote Sensing. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : Hal :37

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI IV.1 Sekilas Tentang Gunung Api Batur Area yang menjadi kajian (studi) untuk dilihat sinyal deformasinya (vertikal) melalui Teknologi InSAR selama kurun waktu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 TUGAS AKHIR atau SKRIPSI Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

Eko Yudha ( )

Eko Yudha ( ) Eko Yudha (3507 100 045) Fenomena letusan Gunung Berapi Teknologi InSAR Terjadinya perubahan muka tanah (deformasi) akibat letusan gunung Berapi Penggunaan Teknologi InSAR untuk pengamatan gunung api Mengetahui

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data BAB V ANALISIS Dalam penelitian tugas akhir yang saya lakukan ini, yaitu tentang Studi Deformasi dari Gunung Api Batur dengan menggunakan Teknologi SAR Interferometri (InSAR), studi yang saya lakukan ini

Lebih terperinci

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar Spektrum Gelombang Pengantar Synthetic Aperture Radar Bambang H. Trisasongko Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University. Bogor 16680. Indonesia. Email: trisasongko@live.it

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 o LU hingga 11 o LS dan 95 o hingga 141 o BT sehingga Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis. Selain itu, Indonesia juga terletak

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR)

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR) BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR) II.1 Radar Radar (Radio Detection and Ranging) adalah salah satu sistem penginderaan jauh (inderaja) yang tidak

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

BAB II DASAR TEORI. II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) BAB II DASAR TEORI II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Remote sensing dalam bahasa Indonesia yaitu penginderaan jauh, dapat diartikan suatu teknik pengumpulan data atau informasi objek permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri Pengukuran pada satelit altimetri adalah pengukuran jarak dari altimeter satelit ke permukaan laut. Pengukuran jarak dilakukan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Diagram Alir Pengolahan Data Pengolahan data dimulai dari pengolahan data citra ALOS-PALSAR level 1.0 yaitu data mentah (RAW) hingga menjadi peta deformasi. Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR STUDI DEFORMASI GUNUNG MERAPI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) Eko Yudha 1, Bangun Mulyo 1, Yuwono 1,Wiweka 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Deformasi diambil dari kata deformation yang artinya perubahan bentuk, yaitu merupakan suatu fenomena dimana objek- objek alamiah maupun buatan manusia terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR (DInSAR) STUDY OF DETECTED LAND SUBSIDANCE AND UPLIFT USING DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super BAB 11 MICROWAVE ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai antenna microwave desain, aplikasi dan cara kerjanya. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing). Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Pengertian GPS Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang berfungsi dengan baik. Sistem ini menggunakan

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV Transmisi Signal Wireless Pertemuan IV 1. Panjang Gelombang (Wavelength) Adalah jarak antar 1 ujung puncak gelombang dengan puncak lainnya secara horizontal. Gelombang adalah sinyal sinus. Sinyal ini awalnya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis terhadap data, hasil yang diperoleh beserta kaitannya dengan aktivitas Gunung Semeru, kinerja dari perangkat lunak GMTSAR. 4.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM (Digital Elevation Model) Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk 3 dimensi dari permukaan bumi yang memberikan data berbagai morfologi permukaan bumi, seperti kemiringan

Lebih terperinci

Aplikasi microwave pada Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Microwave Imagener untuk mengukur curah hujan 2012

Aplikasi microwave pada Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Microwave Imagener untuk mengukur curah hujan 2012 GELOMBANG OPTIK Aplikasi microwave pada Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Microwave Imagener untuk mengukur curah hujan Oleh : KOMANG SUARDIKA 0913201034 Kelas : VIC JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Synthetic Aperture Radar (SAR)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Synthetic Aperture Radar (SAR) BAB II TEORI DASAR Bab ini memberikan deskripsi singkat mengenai SAR berwahana satelit, InSAR, penggunaan metode InSAR dalam penentuan deformasi dan gambaran singkat mengenai Gunung Semeru dan aktivitas

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Pengukuran Kekotaan Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Contoh peta bidang militer peta topografi peta rute pelayaran peta laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia seringkali terjadi bencana alam yang sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Fenomena bencana alam dapat terjadi akibat ulah manusia maupun oleh

Lebih terperinci

REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI ORBIT REDUCTION IN INSAR FOR DEFORMATION OBSERVATIONS MOUNT MERAPI.

REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI ORBIT REDUCTION IN INSAR FOR DEFORMATION OBSERVATIONS MOUNT MERAPI. REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI ORBIT REDUCTION IN INSAR FOR DEFORMATION OBSERVATIONS MOUNT MERAPI Agustan

Lebih terperinci

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band Ultra High Frequency (HF).

Lebih terperinci

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk Mendukung Quick Response dan Rapid Mapping Bencana (Studi Kasus: Deteksi Banjir Karawang, Jawa Barat) Oleh: Fajar Yulianto, Junita

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA AKTUALITA DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari Anneke KS Manoppo dan Yenni Marini Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh e-mail: anneke_manoppo@yahoo.co.id Potret kenampakan bumi di malam hari (Sumber: NASA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada tahun 1973. Saat ini, satelit altimetri mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE INSAR UNTUK PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNG SEMERU

PEMANFAATAN METODE INSAR UNTUK PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNG SEMERU PEMANFAATAN METODE INSAR UNTUK PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNG SEMERU TUGAS AKHIR Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

PENGENALAN TEKNOLOGI RADAR UNTUK PEMETAAN SPASIAL DI KAWASAN TROPIS. Haniah, Yudo Prasetyo *)

PENGENALAN TEKNOLOGI RADAR UNTUK PEMETAAN SPASIAL DI KAWASAN TROPIS. Haniah, Yudo Prasetyo *) PENGENALAN TEKNOLOGI RADAR UNTUK PEMETAAN SPASIAL DI KAWASAN TROPIS Haniah, Yudo Prasetyo *) Abstract For tropical areas that often cloudy and experiencing rain, sensors based on optical satellite remote

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009 KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 009 Estu KRISWATI dan Oktory PRAMBADA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang adalah energi getar yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoidal. Selain radiasi elektromagnetik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi

Lebih terperinci

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB III SATELIT GRACE DAN VARIASI TEMPORAL GEOID. 3.1 Satelit GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment).

BAB III SATELIT GRACE DAN VARIASI TEMPORAL GEOID. 3.1 Satelit GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment). BAB III SATELIT GRACE DAN VARIASI TEMPORAL GEOID 3.1 Satelit GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment). Satelit GRACE (Gravity Recovery And Climate Experiment), adalah sistem satelit gravimetri hasil

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang) Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang) Subuh Pramono Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang E-mail : subuhpramono@gmail.com

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri Satelit altimetri adalah wahana untuk mengukur ketinggian suatu titik terhadap referensi tertentu. Satelit altimetri terdiri atas tiga komponen utama

Lebih terperinci

2 BAB II TEORI DASAR

2 BAB II TEORI DASAR 2 BAB II TEORI DASAR 2.1 Awan Konvektif Di wilayah tropis, sebagian besar hujan umumnya dihasilkan oleh awan-awan cumulus. Awan jenis ini tumbuh karena terjadi karena adanya konveksi, yaitu naiknya udara

Lebih terperinci

JENIS CITRA

JENIS CITRA JENIS CITRA PJ SENSOR Tenaga yang dipantulkan dari obyek di permukaan bumi akan diterima dan direkam oleh SENSOR. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kepekaannya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Gunung Merapi [http://www.wikipedia.org]

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Gunung Merapi [http://www.wikipedia.org] BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Gunung Merapi Gunung api merupakan pembukaan ataupun retakan pada permukaan Bumi sehingga objek yang berada di bawah kulit Bumi seperti magma, debu vulkanik serta gas dapat keluar

Lebih terperinci

Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi

Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi Roni Kurniawan dan Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyaknya parameter dan banyaknya jenis mekanisme sumber yang belum diketahui secara pasti, dimana parameter tersebut ikut mempengaruhi pola erupsi dan waktu erupsi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI MODIFIKASI OMNIDIRECTIONAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENERIMA SIARAN TELEVISI ULTRA HIGH FREQUENCY

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI MODIFIKASI OMNIDIRECTIONAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENERIMA SIARAN TELEVISI ULTRA HIGH FREQUENCY RANCANG BANGUN ANTENA YAGI MODIFIKASI OMNIDIRECTIONAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PENERIMA SIARAN TELEVISI ULTRA HIGH FREQUENCY Asep Saadilah 1, Fitri Imansyah 2, Dedy Suryadi 3 Prodi Teknik Elektro, Jurusn

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. Pada tanggal 18 Desember 1999, NASA (National Aeronautica and Space Administration) meluncurkan Earth Observing System (EOS) Terra satellite untuk mengamati,

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI PERMUKAAN GUNUNG RAUNG MENGGUNAKAN TEKNOLOGI

ANALISIS DEFORMASI PERMUKAAN GUNUNG RAUNG MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TUGAS AKHIR RG 141536 ANALISIS DEFORMASI PERMUKAAN GUNUNG RAUNG MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DIFFERENTIAL INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (DInSAR) BERDASARKAN ERUPSI 28 JUNI 2015 RANI FITRI FEBRIYANTI

Lebih terperinci

CUCU RATNASIH ( ) REFKA MAHERA ( )

CUCU RATNASIH ( ) REFKA MAHERA ( ) ALAT UKUR BUMI Oleh CUCU RATNASIH (10302241011) REFKA MAHERA (10302249003) ALAT SEDERHANA DALAM ILMU PENGUKURAN BUMI 1. TELESKOP 2. RADAR 3. KOMPUTER 4. SATELIT TELESKOP Definisi teleskop. Teleskop atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 1, April 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH

Lebih terperinci

POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH

POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH Potensi Longsor Daerah Maninjau Berdasarkan...(M. Natsir) POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH M. Natsir Peneliti PUSTEKDATA, LAPAN e-mail: mohnatsir@yahoo.com RINGKASAN Telah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI PARAMETER RADAR TERHADAP PERFORMANSI SYNTHETIC APERTURE RADAR PADA TAHAP AWAL PENCITRAAN SENSOR RADAR PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS DAN SIMULASI PARAMETER RADAR TERHADAP PERFORMANSI SYNTHETIC APERTURE RADAR PADA TAHAP AWAL PENCITRAAN SENSOR RADAR PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS DAN SIMULASI PARAMETER RADAR TERHADAP PERFORMANSI SYNTHETIC APERTURE RADAR PADA TAHAP AWAL PENCITRAAN SENSOR RADAR PROPOSAL SKRIPSI KONSENTRASI TELEKOMUNIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT)

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) Ana Rizka Sari 1, Hepi Hapsari H 1, Agustan 2 1 Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Bab ini berisi rangkuman hasil studi referensi yang telah dilakukan. Referensi- referensi tersebut berisi konsep dasar pengukuran 3dimensi menggunakan terrestrial laser scanner, dan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci