BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS Dalam penelitian tugas akhir yang saya lakukan ini, yaitu tentang Studi Deformasi dari Gunung Api Batur dengan menggunakan Teknologi SAR Interferometri (InSAR), studi yang saya lakukan ini tujuan utamanya adalah melihat besar deformasi yang terjadi terutama pergerakan ke arah vertikalnya dalam kurun waktu pengamatan InSAR selama , dengan jumlah data sebanyak 15 citra SAR. Dari tahapan pengolahan SAR yang saya lakukan, hasilnya hanya dua pasangan citra dari 15 pasangan citra yang berhasil sempurna dilakukan prosesnya, yaitu pasangan dan , sisanya sebanyak 13 pasangan citra (dipilih berdasarkan pertimbangan diatas) tidak berhasil dilakukan proses SAR-nya. V.1 Analisis Data Kegagalan dalam pembuatan interferogram (Intereferogram Generation) Pembuatan interferogram atau biasa disebut dengan interferogram generation merupakan proses mendapatkan informasi fasa dan amplitudo dari kedua SLC yang saling bertampalan dan berkorelasi dengan jelas. Artinya disini setelah proses interferogram generation ini interferogram yang dihasilkan itu terdapat 3 diantaranya interferogram fasa, amplitudo, dan koherensinya. Dengan demikian jika kedua SLC data itu tidak memiliki korelasi yang jelas, maka ketiga informasi tersebut tidak dapat diperoleh. Contohnya pada gambar 5.1 merupakan pasangan citra dibawah ini : 72

2 Gambar 5.1 Citra SLC amplitudo (sebelah kiri) dan (sebelah kanan) terlihat sekali kecilnya korelasi antara kedua citra tersebut Hal ini disebabkan oleh dekorelasi geometrik, artinya kedua data tersebut memiliki korelasi yang kecil yang disebabkan oleh pengaruh geometrik pengamatan. Terbukti dengan nilai squint yang berbeda signifikan yaitu untuk citra nilai squintnya adalah , sementara untuk citra memiliki nilai squint sebesar karena nilai squint ini merupakan suatu besaran dari sudut yang dibentuk untuk arah pandang sorot sensor dalam melakukan pengambilan atau perekaman data SAR dari suatu area tertentu dipermukaan bumi. Untuk lebih jelasnya tentang squint ini, dapat dilihat pada ilustrasi gambar 5.2 dibawah ini : Satelit (T1) Satelit (T2) θ o2 θ o2 θ S2 θ S2 Gambar 5.2 Ilustrasi perekaman data SAR dengan nilai squint berbeda signifikan, dimana θ o1-2 ialah observation angle θ S1-2 merupakan Squint angle 73

3 Dengan perbedaan squint yang signifikan ini, menyebabkan dekorelasi geometrik antara kedua pasangan tersebut, sehingga pada saat dilakukan proses offset yang merupakan proses penentuan parameter transformasi dari area yang sama pada kedua citra SAR sulit dilakukan karena proses pencarian area yang sama dari kedua pasangan tesebut melalui korelasi amplitudo membutuhkan korelasi geometrik tadi. Selain pengaruh squint yang dapat mengakibatkan kecilnya korelasi antar kedua data pasangan tersebut, pada dekorelasi geometrik juga dipengaruhi oleh panjang baseline, contohnya pada gambar 5.3 dibawah ini interferogram fasa dan amplitudo hasil pasangan data antara memiliki panjang baseline 440 meter. Gambar 5.3 Interferogram fasa dan amplitudo pasangan , memperlihatkan korelasinya keduanya kecil Kegagalan dalam proses phase unwrapped Sementara untuk proses unwrapped ini merupakan proses untuk memecahkan atau menentukan jumlah fasa (nilai integer fasa) lalu merubah fasa relatif menjadi fasa absolut dikarenakan pengaruh noise yang ada (atmosfer, tutupan lahan dsb) mengakibatkan fasa yang ada tidak kontinyu sehingga tahapan konversi fasa menjadi ketinggian tidak dapat dilakukan. Hal yang menyebabkan proses ini gagal ialah rendahnya koherensi (low coherence) pada kedua pasangan citra karena area studi (gunung batur-bali) tersebut kualitas datanya banyak dipengaruhi alam diantaranya perairan (danau batur), pepohonan dsb, serta penggunaan band c yang tidak terlalu baik dalam penetrasi menembus kanopi. 74

4 Formula umum penentuan residu pada suatu nilai fasa tertentu [Buckley, 2000]: [ ( )] (5.1.1) residue( i, j)= 1 2π ΔΦ i( i, j) ΔΦ j i, j Dengan demikian jika mayoritas residu tiap pikselnya memiliki nilai yang besar akibat dari koheren rendah dari kedua citra tersebut sehingga koreksi yang diberikan akan besar pula, akibatnya mengalami perubahan fasa melebihi batas ½ siklus atau 1π, oleh karena itu terjadi failed phase unwrapped. Dapat dilihat pada gambar 5.4 ini salah satu pasangan citra dibawah ini yang mengalami kegagalan unwrapped, Gambar 5.4 flattening interferogram dari pasangan citra Selain itu pasangan , juga beberapa pasangan citra SAR diantaranya , , , yang mengalami kegagalan phase unwrapped. 75

5 V.2 Analisis Hasil Dikaitkan dengan Aktifitas Gunung Api Dari 15 pasangan data yang dilakukan proses pengolahan SAR-nya, hanya ada 2 pasangan data dengan berhasil sempurna yaitu pasangan data dan , dibawah ini adalah masing masing final interferogram yang telah ditumpang tindihkan dengan citra teregistrasi, sehingga kita bisa melihat area mana saja yang terjadi penurunan (deflasi) atau penaikan permukaan tanah (inflasi) dan penyebab deformasinya tersebut. Final interferogram pasangan m Gambar 5.5 Final Interferogram pasangan citra Dapat kita lihat pada Gambar 5.5 merupakan final interferogram diatas, warna merah merupakan level kenaikan permukaan tanah (inflasi) yang tertinggi, posisinya tersebut terletak pada sekitar area yang sekarang telah menjadi kawah dan meletus pada tahun 1998, dengan kenaikan permukaan sekitar m ini pada tahun 1996 merupakan indikasi dari akan terjadinya letusan pada kawah 1998 tersebut. 76

6 Final interferogram pasangan m Gambar 5.6 Final Interferogram pasangan citra Sementara untuk interferogram Gambar 5.6 diatas untuk pasangan , pada warna biru tua yang mengindikasikan penurunan muka tanah tersebut yang berkisar pada m, posisinya terletak pada kawah yang meletus tahun 1998, disini artinya setelah terjadi letusan disekitar kawah tersebut permukaannya tanahnya turun (sekitar ), akibat penurunan aktifitas magma dari gunung api setelah letusan tetapi penurunan (deflasi) dari permukaan tanah gunung api ini hanya 1/10 dari kenaikan yang mengindikasikan letusannya. 77

7 m Gambar 5.7 Grafik Deformasi vertikal pada tahun 1996 dan dari sebelah barat ke timur laut gunung api batur Dapat dilihat fenomena perubahan bentuk atau deformasi dilihat dari salah satu penampang (dapat dilihat pada Gambar 5.7) area pada saat 2 tahun sebelum terjadinya letusan tahun 1998 dan 2 setelah letusannya, sangat signifikannya deformasi yang terjadi sebelum terjadinya letusan (garis warna merah) yaitu sekitar 0.1 meter inflasi atau kenaikannya. Sementara setelah terjadi letusan (garis warna biru) deformasi menjadi sebaliknya yaitu subsidence atau penurunan muka tanah akibat penurunan aktifitas vulkanisnya. 78

8 m Gambar 5.8 Grafik Deformasi vertikal pada tahun 1996 dan dari sebelah barat ke tenggara gunung api batur Sama halnya dengan penampang yang pertama, untuk fenomena deformasi untuk kenaikan dan penurunannya terlihat secara umum tidak berbeda jauh namun, sedikit perbedaan pada penampang 2 (dapat dilihat pada Gambar 5.7) ini kenaikannya deformasinya hanya terjadi pada beberapa piksel pertama, ini dapat diartikan bahwa area yang lebih terdeformasi uplift pada penampang pertama dan juga lebih dekat dengan aktifitas magmanya. 79

9 V.3 Analisis Perbandingan Deformasi Vertikal antara GPS dengan InSAR Setelah kita mengetahui (pembahasan analisis hasil) nilai deformasi vertikal dari pengamatan dan , untuk lebih meyakinkan bahwa teknologi ini sudah mampu melihat sinyal deformasi, disini saya akan bandingkan dengan pengamatan titik deformasi dengan teknologi GPS, memang yang saya akan membandingkan nilai deformasi pada satu Gambar 5.9 Visualisasi titik pengamatan GPS titik hasil pengamatan GPS dengan satu nilai pada piksel (model deformasi dengan ukuran pikselnya adalah 90 x 90m) yang ditempati oleh titik GPS tersebut, yang saya akan bandingkan adalah perbandingan deformasi vertikal pada kedua titik (DB09 dan DB11) baik antara pengamatan GPS dengan pengamatan InSAR. Hasilnya adalah nilai perbandingan penurunan disekitar area DB09 dengan DB11 (dapat dilihat pada gambar 5.9) dengan metode InSAR yaitu 1.75 : 1 (-5.25 : mm), sementara dengan metode GPS perbandingan penurunannya pada titik tersebut yaitu 1.76 : 1 ( : m), artinya bisa dikatakan sama perbandingan deformasi kedua titik tersebut, dengan demikian dapat disimpulkan benar terdapat sinyal deformasi pada sekitar area tersebut yang nilainya tertentu. 80

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI IV.1 Sekilas Tentang Gunung Api Batur Area yang menjadi kajian (studi) untuk dilihat sinyal deformasinya (vertikal) melalui Teknologi InSAR selama kurun waktu

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Deformasi diambil dari kata deformation yang artinya perubahan bentuk, yaitu merupakan suatu fenomena dimana objek- objek alamiah maupun buatan manusia terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Diagram Alir Pengolahan Data Pengolahan data dimulai dari pengolahan data citra ALOS-PALSAR level 1.0 yaitu data mentah (RAW) hingga menjadi peta deformasi. Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan BAB IV ANALISIS Koordinat yang dihasilkan dari pengolahan data GPS menggunakan software Bernese dapat digunakan untuk menganalisis deformasi yang terjadi pada Gunungapi Papandayan. Berikut adalah beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR)

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR) BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR) II.1 Radar Radar (Radio Detection and Ranging) adalah salah satu sistem penginderaan jauh (inderaja) yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data

BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data BAB IV ANALISIS Dari studi pengolahan data yang telah dilakukan pada tugas akhir ini, dapat dianalisis dari beberapa segi, yaitu: 1. Analisis data. 2. Analisis kombinasi penggunaan band-x dan band-p. 3.

Lebih terperinci

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR STUDI DEFORMASI GUNUNG MERAPI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) Eko Yudha 1, Bangun Mulyo 1, Yuwono 1,Wiweka 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR (DInSAR) STUDY OF DETECTED LAND SUBSIDANCE AND UPLIFT USING DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 o LU hingga 11 o LS dan 95 o hingga 141 o BT sehingga Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis. Selain itu, Indonesia juga terletak

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Synthetic Aperture Radar (SAR)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Synthetic Aperture Radar (SAR) BAB II TEORI DASAR Bab ini memberikan deskripsi singkat mengenai SAR berwahana satelit, InSAR, penggunaan metode InSAR dalam penentuan deformasi dan gambaran singkat mengenai Gunung Semeru dan aktivitas

Lebih terperinci

Jupi Nurul Azkiya Retnadi Heru Jatmiko

Jupi Nurul Azkiya Retnadi Heru Jatmiko Studi Perbandingan Dua Algoritma Phase Unwrapping (Region Growing dan Minimum Cost Flow) pada Teknik Interferometric Synthetic Aperture Radar (INSAR) dalam Menghasilkan Digital Surface Model (DSM) Jupi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

BAB II DASAR TEORI. II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) BAB II DASAR TEORI II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Remote sensing dalam bahasa Indonesia yaitu penginderaan jauh, dapat diartikan suatu teknik pengumpulan data atau informasi objek permukaan bumi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Gunung Merapi [http://www.wikipedia.org]

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Gunung Merapi [http://www.wikipedia.org] BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Gunung Merapi Gunung api merupakan pembukaan ataupun retakan pada permukaan Bumi sehingga objek yang berada di bawah kulit Bumi seperti magma, debu vulkanik serta gas dapat keluar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis terhadap data, hasil yang diperoleh beserta kaitannya dengan aktivitas Gunung Semeru, kinerja dari perangkat lunak GMTSAR. 4.1

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 TUGAS AKHIR atau SKRIPSI Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN ROI PAC

BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN ROI PAC BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN ROI PAC III.1 Sekilas Tentang ROI PAC ROI_PAC merupakan kepanjangan dari Repeat Orbit Interferometry Package, software ini memberikan kesempatan untuk para peneliti dalam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

Eko Yudha ( )

Eko Yudha ( ) Eko Yudha (3507 100 045) Fenomena letusan Gunung Berapi Teknologi InSAR Terjadinya perubahan muka tanah (deformasi) akibat letusan gunung Berapi Penggunaan Teknologi InSAR untuk pengamatan gunung api Mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90 BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari setiap proses yang telah dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya baik dari kalibrasi kamera sampai pada pengolahan data yang telah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS Briliana Hendra Prasetya (3507100004) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS Lalu Muhamad Jaelani,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Terhadap Hasil Pengolahan Data Gambar IV-1 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi

Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi Roni Kurniawan dan Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Pengolahan Fasa untuk Mendapatkan Model Tinggi Permukaan Dijital (DEM) pada Radar Apertur Sintetik Interferometri (INSAR) Data Satelit

Pengolahan Fasa untuk Mendapatkan Model Tinggi Permukaan Dijital (DEM) pada Radar Apertur Sintetik Interferometri (INSAR) Data Satelit PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No., 2004, -32 Pengolahan Fasa untuk Mendapatkan Model Tinggi Permukaan Dijital (DEM) pada Radar Apertur Sintetik Interferometri (INSAR) Data Satelit Departemen Teknik

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan

Lebih terperinci

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4. Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Nilai pergeseran kala I kala II setelah sunda block

Lebih terperinci

DETEKSI PENURUNAN MUKA TANAH KOTA SEMARANG DENGAN TEKNIK DIFFERENTIAL INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR

DETEKSI PENURUNAN MUKA TANAH KOTA SEMARANG DENGAN TEKNIK DIFFERENTIAL INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR DETEKSI PENURUNAN MUKA TANAH KOTA SEMARANG DENGAN TEKNIK DIFFERENTIAL INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (DINSAR) MENGGUNAKAN SOFTWARE ROI_PAC BERBASIS OPEN SOURCE Eko Andik Saputro 1), Sutomo Kahar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan yang menjadi dasar dari Perbandingan Penggunaan

Lebih terperinci

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya 2) Pertamina Asset 3

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya 2) Pertamina Asset 3 ANALISIS AVO MENGGUNAKAN GRAFIK RESPON AVO (AVO SIGNATURE) DAN CROSSPLOT INTERCEPT DAN GRADIENT DALAM PENENTUAN KELAS AVO STUDI KASUS : LAPISAN TAF-5 FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN LMG CEKUNGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat lebih dari 1800 gunung lumpur yang tersebar di dunia (Dimitrov, 2002). Mayoritas distribusi dari gunung lumpur terdapat di benua Asia, Eropa, dan Amerika.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis Pra-Pengolahan Citra Radarsat

BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis Pra-Pengolahan Citra Radarsat BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Pra-Pengolahan Citra Radarsat 1. Citra Radarsat yang digunakan merupakan data mentah (Raw data) dan tersimpan dalam format biner. Agar Citra tersebut lebih mudah diolah maka

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum BAB 3 HASIL DAN ANALISA 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum Zonasi kedalaman diperlukan untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Nilai batas penetrasi akan digunakan dalam konversi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

Analisis Deformasi Gunung Merapi Berdasarkan Data Pengamatan GPS Februari- Juli 2015

Analisis Deformasi Gunung Merapi Berdasarkan Data Pengamatan GPS Februari- Juli 2015 A427 Analisis Deformasi Gunung Merapi Berdasarkan Data Pengamatan GPS Februari- Juli 2015 Yuandhika Galih Wismaya, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, dilakukan pemisahan atau koreksi terhadap medan magnet bumi utama, dan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT)

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) Ana Rizka Sari 1, Hepi Hapsari H 1, Agustan 2 1 Teknik

Lebih terperinci

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN 2.1 Daerah Penelitian Daerah studi penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota Bogor (Gambar 2.1). Secara geografis Kabupaten Bogor terletak di Propinsi Jawa Barat bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas vulkanisme dapat mengakibatkan bentuk bencana alam yang menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara (Hariyanto, 1999:14) mengemukakan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Mahasiswa : Cherie Bhekti Pribadi (3509100060) Dosen Pembimbing : Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc Udiana Wahyu D, ST. MT Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

Pencocokan Citra Digital

Pencocokan Citra Digital BAB II DASAR TEORI II.1 Pencocokan Citra Digital Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri dijital yang lebih praktis, murah dan otomatis.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkah Laku ikan Dalam Karamba Perekaman suara dilakukan dengan meletakkan hidrofon dekat dengan permukaan air. Hal ini karena gerakan ikan secara dominan berada di permukaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal. DAFTAR ISI Halaman Judul... No Hal. Intisari... i ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2.

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI PERMUKAAN GUNUNG RAUNG MENGGUNAKAN TEKNOLOGI

ANALISIS DEFORMASI PERMUKAAN GUNUNG RAUNG MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TUGAS AKHIR RG 141536 ANALISIS DEFORMASI PERMUKAAN GUNUNG RAUNG MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DIFFERENTIAL INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (DInSAR) BERDASARKAN ERUPSI 28 JUNI 2015 RANI FITRI FEBRIYANTI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dari data deformasi dengan survei GPS dan data seismik. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Inovasi di dalam teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat dan selaras dengan perkembangan karakteristik masyarakat modern yang memiliki mobilitas tinggi, mencari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data pada penelitian ini meliputi pemilihan data penelitian, penentuan titik pengamatan pada area homogen dan heterogen, penentuan ukuran Sub Citra Acuan (SCA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu penginderaan jauh berkembang sangat pesat dari masa ke masa. Teknologi sistem sensor satelit dan berbagai algoritma pemrosesan sinyal digital memudahkan pengambilan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval

Lebih terperinci

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan Gambar 4.15 Data seismic CDP gather yang telah dilakukan supergather pada crossline 504-508. 4.2.4.3 Angle Gather Angle Gather dilakukan untuk melihat variasi amplitudo terhadap sudut dan menentukan sudut

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei )

EVALUSI DAN ANALISIS ISU AKTUAL DINAMIKA POSTUR DAN PERILAKU SEMBURAN LUSI MENUJU WHAT NEXT? LUSI 9 TAHUN (29 Mei ) 0 LUSI 9 TAHUN, 29 MEI 2006-2015 9 TAHUN TRAGEDI BENCANA GEMPABUMI YOGYAKARTA, TERPAUT 2 HARI DENGAN BENCANA MUD VOLCANO LUSI 4 TAHUN SIMPOSIUM INTERNASIONAL LUSI 25 MEI 2011 MENDEKATI "GOLDEN TIME 2015"!

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D SEMINAR TUGAS AKHIR Oleh: Aninda Nurry M.F (3510100010) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D PENDAHULUAN Contoh: Bagian Tengah :Danau, Waduk Contoh: Sub DAS Brantas Landsat 7 diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin banyak penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan perkembangan pemanfaatan energi dan sumber daya alam di laut Indonesia, maka ini

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek 4.1.1 Ketelitian koordinat objek Pada kajian ketelitian koordinat ini, akan dibandingkan ketelitian dari koordinatkoordinat objek berbahaya pada area

Lebih terperinci

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02.

01. Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. 01. t = 0.4s Panjang gelombang dari gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0 m (D) 4,0 m (E) 6,0 m 02. t = 0.4s Amplituda dari gelombang pada gambar di atas adalah. (A) 0,5 m (B) 1,0 m (C) 2,0

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Citra MODIS Terra/Aqua Jawa 24 Terkoreksi Radiometrik Data CH Koreksi Geometrik Bogor & Indramayu Malang *) & Surabaya *) Eo Lapang Regresi Vs Lapang Regeresi MODIS Vs lapang Hubungan dengan Kekeringan

Lebih terperinci

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR

Lebih terperinci

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian. BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah Pulau Semak Daun (Gambar 2.1) yang terletak di utara Jakarta dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun adalah pulau yang memiliki

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data seismik dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh penampang seismik yang merepresentasikan penampang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci