BAB IV ANALISIS. 4.1 Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS. 4.1 Data"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis terhadap data, hasil yang diperoleh beserta kaitannya dengan aktivitas Gunung Semeru, kinerja dari perangkat lunak GMTSAR. 4.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mentah yang direkam oleh satelit ALOS PALSAR. Dari data tersebut dibentuk 7 pasang data yang memiliki interval pengambilan data terkecil. Setelah itu, data diolah dengan menggunakan perangkat lunak bernama GMTSAR. Ada dua mode data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mode FBS (Fine Beam Single Polarisation) dan FBD (Fine Beam Double Polarisation). Data dengan mode FBS dimiliki oleh data , , , , , dan Untuk mode FBD datanya adalah dan Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada enam perbedaan nilai parameter (ditandai dengan warna kuning) yang ada pada kedua mode tersebut. Enam parameter ini mencirikan karakteristik dari perekaman yang dilakukan oleh satelit. Sedangkan parameter berbeda lainnya seperti waktu dan tinggi satelit dianggap wajar karena kedua hal tersebut memang selalu berubah. Paket program pengolahan DInSAR yang disediakan oleh GMTSAR mampu mengolah citra yang memiliki range sample rate yang berbeda. Akan tetapi, untuk melakukan itu perlu kejelian, karena pengolahan yang dilakukan adalah penukaran citra master. Sehingga hasil yang diperoleh harus disesuaikan tandanya. Data FBS memiliki informasi orbit yang kurang baik karena orbit satelit ALOS tidak terkontrol dengan baik. Hal ini menyebabkan pasangan yang terkait dengan data mode FBS masih memiliki efek orbit pada interferogramnya. Sehingga perlu dilakukan penanganan khusus pada pasangan tersebut. Efek orbit ini masih tetap ada walaupun panjang baseline tegaklurus pasangan tersebut kecil (< 1000 m). Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan penghapusan trend pada citra unwrap yang telah terbentuk. 38

2 Tabel 4.1 Perbandingan file PRM citra dengan citra Parameter Citra Citra num_valid_az nrows first_line 1 1 deskew n n caltone 0 0 st_rng_bin 1 1 Flip_iq n n offset_video n n az_res 5 5 nlooks 1 1 1) chirp_ext scnd_rng_mig n n rng_spec_wgt 1 1 rm_rng_band 0 0 rm_az_band 0 0 Rshift 0 0 Ashift 0 0 stretch_r 0 0 stretch_a 0 0 a_stretch_r 0 0 a_stretch_a 0 0 first_sample SC_identity 5 5 2) rng_samp_rate input_file IMG-HH- ALPSRP H1.0 A.raw IMG-HH- ALPSRP H1.0 A.raw 3) num_rng_bins ) bytes_per_line ) good_bytes_per_line PRF pulse_dur 2.70E E-05 near_range num_lines num_patches 3 3 SC_clock_start SC_clock_stop led_file LED-ALPSRP LED-ALPSRP H1.0 A H1.0 A date

3 Tabel 4.1 Perbandingan file PRM citra dengan citra (lanjutan) Parameter Citra Citra orbdir A A radar_wavelength ) chirp_slope -5.19E E+12 2) rng_samp_rate 1.60E E+07 I_mean Q_mean SC_vel earth_radius equatorial_radius polar_radius SC_height SC_height_start SC_height_end fd1 0 0 fdd1 0 0 fddd1 0 0 sub_int_r 0 0 sub_int_a 0 0 Model tinggi digital yang digunakan adalah DEM eksternal SRTM3. Kegunaan model tinggi digital ini adalah untuk mengurangi fase topografi yang ada pada fase interferogram yang terbentuk dari dua citra untuk mendapatkan fase deformasi. Akan tetapi, fase topografi yang ada tidak 100% hilang karena resolusi citra SAR dan model tinggi berbeda. Sehingga ada kemungkinan interferogram yang diperoleh tidak menunjukkan adanya deformasi karena efek topografi tersebut masih ada dan besarnya lebih besar dari fase deformasi itu sendiri. Hal ini akan dibahas dibagian tiga bab ini. Model tinggi digital tersebut kemudian disimulasikan dengan menggunakan data parameter dari citra master. Simulasi ini akan mengakibatkan DEM tersebut menjadi fase topografi dan merepresentasikan kondisi DEM saat dilakukan pemindaian citra master. 4.2 Hasil Untuk melakukan analisis interferogram yang terbentuk dengan aktivitas Gunung Semeru, terlebih dahulu akan dibahas hubungan antara data dengan aktivitas yang terekam seperti yang dijelaskan di bab 2. Agar lebih mudah dipahami hubungan tersebut, penyajian yang lebih sederhana diperlihatkan pada gmbar

4 Gambar 4.1 Hubungan data dengan aktivitas yang terekam Karena penelitian ini tujuannya untuk memantau, pasangan yang akan diperhatikan adalah pasangan dari data yang berurutan. Penelitian ini menggunakan 8 data, artinya terdapat 7 pasang interferogram dengan menggunakan interval waktu data terpendek. Dengan menganalisis setiap pasangan, dapat diperoleh hubungan antara aktivitas Gunung Semeru yang direkam dan dilaporkan seperti pada tabel 2.1. Dari analisis setiap pasangan tersebut kemudian digabungkan sehingga dapat dianalisis aktivitas Gunung Semeru secara periodik menurut data yang ada. Untuk itu, dalam penelitian ini akan dianalisis hasil yang diperoleh pasangan demi pasangan agar analisisnya lebih mendalam. 1. Pasangan Gambar 4.2 menunjukkan hasil interferogram yang telah difilter dari pasangan Daerah yang ada di dalam lingkaran merupakan lokasi Gunung Semeru. Tampak di dalam gambar tersebut ada banyak piksel piksel yang memiliki efek noise terutama di daerah di sebelah utara Gunung Semeru. Hal ini apabila dikorelasikan dengan citra koherensi seperti yang tampak pada gambar 4.3 daerah yang mengandung banyak noise itu memiliki nilai koherensi yang rendah. Nilai koherensi yang tampak pada gambar 4.2 menunjukkan koherensi yang kecil di sekitar Gunung. Hal tersebut disebabkan oleh tutupan lahan di gunung ini adalah hutan hujan tropis yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi sehingga dengan periode 46 hari, sinyal pantulan dari daerah tersebut akan memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Ditambah selang Indonesia sedang musim penghujan. 41

5 Gambar 4.2 Citra fase yang telah difilter pasangan (daerah di dalam lingkaran merupakan lokasi gunung) Gambar 4.3 Citra koherensi pasangan Agar lebih fokus ke lokasi penelitian, dilakukan pemotongan di daerah Gunung Semeru. Gambar 4.4 menunjukkan interferogram (a) Gunung Semeru dan hasil unwrapping-nya (b). Dari kedua gambar tersebut tampak bahwa adanya pemendekan LOS sekitar 6 radian (~11 cm) sepanjang arah timur laut barat daya melalui badan Gunung Semeru. 42

6 a) b) Gambar 4.4 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan (segitiga merupakan lokasi kawah gunung) 2. Pasangan Hasil filter interferogram yang terbentuk dari pasangan dapat dilihat pada gambar 4.5. Pasangan ini memiliki panjang baseline tegaklurus dan interval waktu paling panjang dari semua pasangan (lihat tabel 3.2). Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, lamanya waktu antara kedua data mengurangi koherensi pasangan ini sehingga banyak piksel yang kosong karena pada tahap pemfilteran dan unwrapping, fase fase yang kecil di-mask. Nilai koherensi pasangan ini merupakan nilai yang paling buruk dari semua pasangan yang ada. Tampak pada gambar 4.6 citra koherensi dari pasangan ini. Ini mengindikasikan perlunya suatu teknik untuk meningkatkan koherensi pasangan citra. Tutupan lahan juga mempengaruhi rendahnya koherensi pasangan ini. Gambar 4.5 Interferogram pasangan (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) 43

7 Gambar 4.6 Citra koherensi pasangan Interferogram dan citra unwrap pada daerah sekitar Gunung Semeru dapat dilihat pada gambar 4.7. Banyaknya piksel yang kosong pada gambar tersebut menyebabkan sukarnya menganalisis pergeseran LOS pada badan gunung. Akan tetapi, di daerah sekitar kawah gunung dapat dilihat dengan jelas bahwa adanya pemendekan LOS sekitar -18 rad (~33 cm). Besarnya pemendekan LOS ini lebih disebabkan karena kelemahan perangkat lunak. Karena banyak piksel yang kosong maka proses unwrapping yang dilakukan tidak memberikan hasil yang baik. a) b) Gambar 4.7 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan (segitiga merupakan lokasi kawah gunung) 3. Pasangan Pasangan ini memiliki nilai koherensi yang baik seperti tampak pada gambar 4.8. Hal ini diantaranya disebabkan oleh musim pada saat pemindaian kedua citra adalah musim kemarau sehingga perubahan tutupan lahannya tidak signifikan. Selain itu, interval pemindaian data juga pendek. 44

8 Gambar 4.8 Citra koherensi pasangan Hasil interferogram pasangan ini dapat dilihat pada gambar 4.9. Di gambar itu, ada fringe yang aneh di selatan Gunung Semeru (lihat anak panah). Fringe tersebut menunjukkan adanya pemanjangan LOS. Ada kemungkinan fringe ini merupakan pseudo deformasi yang disebabkan oleh atmosfer. Apabila fringe tersebut disebabkan oleh atmosfer, cara menghilangkannya adalah dengan memberikan koreksi atmosfer. Akan tetapi, ini tidak dilakukan karena paket program pada GMTSAR tidak menyediakan program untuk hal tersebut. Untuk membuktikan fringe tersebut adalah efek atmosfer, harus dibandingkan dengan pasangan sebelumnya dan setelah pasangan ini. Pada pasangan sebelum ini fringe serupa tidak ditemukan. Gambar 4.9 Interferogram pasangan (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) 45

9 Gambar 4.10 menunjukkan interferogram daerah Gunung Semeru dan unwrap-nya. Karena efek dari fringe yang berada di selatan gunung, pergeseran LOS pada badan gunung sukar dianalisis. Sedangkan di daerah puncak menunjukkan adanya pemendekan LOS sekitar 3 radian (~6 cm). a) b) Gambar 4.10 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 4. Pasangan Pada interferogram pasangan ini juga dijumpai kasus fringe seperti pada pasangan sebelumnya seperti tampak pada gambar 4.11 (lihat anak panah). Apabila dibandingkan dengan fringe yang terbentuk pada pasangan sebelumnya, pola keduanya berlawanan yang artinya fringe tersebut disebabkan oleh efek atmosfer. Data yang mengandung efek tersebut adalah data Gambar 4.11 Interferogram pasangan (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) 46

10 Nilai koherensi dari pasangan data ini cukup baik seperti yang ditunjukkan pada gambar Gambar 4.12 Citra koherensi pasangan Interferogram dan citra unwrap untuk daerah sekitar Gunung Semeru, tampak pada gambar Karena adanya fringe akibat efek atmosfer, pergeseran LOS di badan gunung sukar dideskripsikan. Dari gambar b), tampak bahwa mayoritas daerah yang ada di sekitar Gunung Semeru mengalami pemendekan yang bervariasi dari nol hingga 1.5 rad (0 3 cm/ warna kuning dan hijau). a) b) Gambar 4.13 Interferogram Gunung Semeru dan unwrap-nya pasangan (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 5. Pasangan Gambar 4.14 dan 4.15 secara berurutan adalah citra koherensi dan interferogram yang terbentuk dari pasangan Nilai koherensi di puncak Gunung Semeru diindikasikan dengan warna putih yang artinya baik. Hal ini disebabkan oleh tutupan lahan di puncak Gunung Semeru adalah batuan vulkanik 47

11 dan tidak ada tumbuhan. Sedangkan di kaki gunung, tampak koherensinya lebih kecil (tampak pada gambar berwarna lebih hitam). Gambar 4.14 Citra koherensi pasangan Gambar 4.15 Interferogram pasangan (daerah di dalam lingkaran menunjukkan lokasi gunung) Hasil pemotongan di bagian Gunung Semeru dapat dilihat pada gambar Pada gambar tersebut (b) tampak di badan gunung terdapat pemendekan LOS (warna ungu) sekitar 18 radian (~30 cm). Besarnya pergeseran LOS pada pasangan ini mengindikasikan adanya fase bukan deformasi yang masih terdapat dalam interferogram. Pada gambar 4.16 b), tampak ada dua daerah yang mengalami pemendekan (lihat anak panah). Diperkirakan hal tersebut disebabkan oleh adanya awan panas yang dikeluarkan oleh Gunung Semeru di daerah tersebut dan terekam 48

12 pada data master namun pada data slave awan tersebut telah hilang. Untuk mengkonfirmasi hal tersebut harus dilakukan pengecekan di lapangan aatau dari data sekunder lainnya yang mendukung seperti satelit optis yang merekam pada saat yang sama dengan pemindaian data master. a) b) Gambar 4.16 Potongan interferogram dan unwrap pasangan (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 6. Pasangan Pasangan data ini adalah pasangan data mode FBS dan FBD. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila tidak dilakukan pemrosesan lebih lanjut maka interferogram yang dihasilkan memiliki efek orbit dan tampak seperti pada gambar 4.17 a). Efek orbit pada interferogram yang terbentuk dapat dikurangi dengan melakukan detrending. Akan tetapi, walaupun telah di-detrend, bukan berarti efek orbitnya hilang. Pada penelitian ini digunakan planar trend dalam proses detrending. Citra yang di-detrend adalah citra unwrap. Gambar 4.18 merupakan citra unwrap sebelum dan setelah di-detrend. a) b) Gambar 4.17 Interferogram pasangan

13 a) b) Gambar 4.18 Citra unwrap yang belum dan telah di-detrend Pada gambar 4.18 tampak efek dari proses detrend yang dilakukan secara visual tidak banyak. Secara kuantitas, efeknya besar yaitu sekitar 12 radian. Ini dapat dilihat dari batasan nilai yang ada pada scalebar. Citra unwrap yang telah di-detrend dari daerah Gunung Semeru dapat dilihat pada gambar Dari gambar tersebut terdeteksi pemendekan LOS sekitar 12 radian (~23 cm) pada hampir seluruh daerah. Ini mengindikasikan masih adanya efek orbit dalam citra ini. Gambar 4.19 Citra unwrap bagian Gunung Semeru pasangan (segitiga merupakan lokasi puncak gunung) 7. Pasangan Pasangan ini merupakan pasangan data mode FBS-FBS. Interferogam dari pasangan data ini tampak seperti pada gambar 4.20 a). Apabila dibandingkan dengan pasangan sebelumnya, fringe pada interferogram pasangan ini tampak lebih rapat ini menunjukkan pada pasangan ini kedua citra memiliki efek kesalahan orbit yang besar dan tidak terkoreksi. Gambar 4.20 b) merupakan citra koherensi dari pasangan ini. Tampak bahwa koherensi pasangan ini cukup baik untuk proses pengolahan. 50

14 a) b) Gambar 4.20 Interferogam pasangan Sama seperti pasangan sebelumnya, untuk dapat melihat lebih baik hasil yang ditampilkan oleh pasangan ini, interferogram yang ada harus di-unwrap dan didetrend. Gambar 4.21 menunjukkan hasil unwrap dan detrend dari pasangan Dari gambar tersebut, tampak bahwa pola fringe yang terbentuk telah membaik walaupun hasilnya juga belum memuaskan. Secara kuantitatif, selang fase mutlak pada kedua citra berbeda jauh yaitu hingga 36 radian. Ini mengindikasikan adanya efek efek lain diluar efek orbit dalam interferogram yang terbentuk dan GMTSAR belum bisa mengatasi masalah tersebut. a) b) Gambar 4.21 Hasil unwrap dan detrend pasangan Gambar 4.22 menunjukan potongan daerah sekitar Gunung Semeru. Tampak pada gambar tersebut adanya pemendekan LOS sekitar 12 radian (~23 cm) disebelah utara Gunung Semeru dan sekitar 3 radian (~6 cm) di selatan gunung. 51

15 Gambar 4.22 Citra unwrap yang telah di-detrend dari Gunung Semeru pasangan Hubungan Aktivitas Gunung Semeru dengan Hasil Secara garis besar gambar 4.23 merangkum rekaman aktivitas Gunung Semeru, data SAR dan hasilnya. Dari gambar tersebut tampak bahwa ada ketidak konsistenan antara hasil yang diperoleh dengan rekaman aktivitas yang ada. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil yang diperoleh dari pengolahan data ALOS PALSAR dengan perangkat lunak GMTSAR masih mengandung efek efek lain yang tidak diinginkan, seperti adanya efek atmosfer, orbit, dan lain lain. Kemudian, paket program GMTSAR masih belum mampu mengatasi masalah tersebut sehingga diperlukan pengetahuan dan keahlian tambahan untuk dapat memperoleh hasil yang representatif. Gambar 4.23 Hubungan aktivitas Gunung Semeru dengan hasil pengolahan 52

16 Terkait dengan analisis aktivitas Gunung Semeru dari hasil yang diperoleh, tahapan tersebut belum dapat dilakukan karena banyaknya kesalahan yang masih terdapat pada hasil yang diperoleh. Apabila diasumsikan tidak ada kesalahan pada hasil, artinya hasil yang diperoleh sudah merupakan fase deformasi saja, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik aktivitas Gunung Semeru selama bulan Oktober 2009 hingga Februari 2011 selalu inflasi (mengembang). Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil yang diperoleh masih mengandung banyak kesalahan sehingga tahapn analsis aktivitas Gunung Semeru dari pengolahan data SAR dengan menggungakan GMTSAR belum dapat dilakukan. 53

BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN GMTSAR

BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN GMTSAR BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN GMTSAR Hasil dan karakteristik data yang dibutuhkan sangat tergantung pada perangkat lunak yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan perangkat lunak GMTSAR untuk

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Diagram Alir Pengolahan Data Pengolahan data dimulai dari pengolahan data citra ALOS-PALSAR level 1.0 yaitu data mentah (RAW) hingga menjadi peta deformasi. Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 o LU hingga 11 o LS dan 95 o hingga 141 o BT sehingga Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis. Selain itu, Indonesia juga terletak

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI IV.1 Sekilas Tentang Gunung Api Batur Area yang menjadi kajian (studi) untuk dilihat sinyal deformasinya (vertikal) melalui Teknologi InSAR selama kurun waktu

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Synthetic Aperture Radar (SAR)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Synthetic Aperture Radar (SAR) BAB II TEORI DASAR Bab ini memberikan deskripsi singkat mengenai SAR berwahana satelit, InSAR, penggunaan metode InSAR dalam penentuan deformasi dan gambaran singkat mengenai Gunung Semeru dan aktivitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE INSAR UNTUK PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNG SEMERU

PEMANFAATAN METODE INSAR UNTUK PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNG SEMERU PEMANFAATAN METODE INSAR UNTUK PEMANTAUAN AKTIVITAS GUNUNG SEMERU TUGAS AKHIR Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data BAB V ANALISIS Dalam penelitian tugas akhir yang saya lakukan ini, yaitu tentang Studi Deformasi dari Gunung Api Batur dengan menggunakan Teknologi SAR Interferometri (InSAR), studi yang saya lakukan ini

Lebih terperinci

Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi

Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi Pemanfaatan Metode Differential Intermerometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) untuk Pemantauan Deformasi Akibat Aktivitas Eksploitasi Panasbumi Roni Kurniawan dan Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 TUGAS AKHIR atau SKRIPSI Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR

STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR (DInSAR) STUDY OF DETECTED LAND SUBSIDANCE AND UPLIFT USING DIFFERENTIAL INTERFEROMETRI

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT)

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) Ana Rizka Sari 1, Hepi Hapsari H 1, Agustan 2 1 Teknik

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN 2.1 Daerah Penelitian Daerah studi penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota Bogor (Gambar 2.1). Secara geografis Kabupaten Bogor terletak di Propinsi Jawa Barat bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya pemanfaatan dan penggunaan data citra penginderaan jauh di berbagai segi kehidupan menyebabkan kebutuhan akan data siap pakai menjadi semakin tinggi. Beberapa

Lebih terperinci

Eko Yudha ( )

Eko Yudha ( ) Eko Yudha (3507 100 045) Fenomena letusan Gunung Berapi Teknologi InSAR Terjadinya perubahan muka tanah (deformasi) akibat letusan gunung Berapi Penggunaan Teknologi InSAR untuk pengamatan gunung api Mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Gunung Merapi [http://www.wikipedia.org]

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Gunung Merapi [http://www.wikipedia.org] BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Gunung Merapi Gunung api merupakan pembukaan ataupun retakan pada permukaan Bumi sehingga objek yang berada di bawah kulit Bumi seperti magma, debu vulkanik serta gas dapat keluar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif Bab IV Hasil dan Analisis IV.1 Pola Konveksi Diurnal IV.1.1 Pengamatan Data OLR Pengolahan data OLR untuk periode September 2005 Agustus 2006 menggambarkan perbedaan distribusi tutupan awan. Pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis DEM Pembuatan DEM (Digital Elevation Model) dilakukan dari dua data yang berbeda yaitu dari Peta Rupa Bumi (topografi) dan data SRTM. Hal ini perlu dilakukan karena

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur) A411 Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur) Wahyu Teo Parmadi dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM) ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM) Yogyrema Setyanto Putra, Muhammad Taufik Program Studi Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan 36 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan minyak Montara yang dipasang di Laut Timor. Laut Timor merupakan perairan yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian simulasi pemindaian dan reonstuksi, juga rekonstruksi tomogram dari citra sinar-x. Sistem rekonstruksi citra yang telah

Lebih terperinci

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR

Kata Kunci : Deformasi; Gunung Merapi; InSAR STUDI DEFORMASI GUNUNG MERAPI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INTERFEROMETRY SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) Eko Yudha 1, Bangun Mulyo 1, Yuwono 1,Wiweka 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ALOS PRISM Pemetaan baku sawah pada penelitian ini menggunakan citra ALOS PRISM dan citra radar ALOS PALSAR pada daerah kajian Kabupaten Subang bagian Barat. ALOS PRISM adalah

Lebih terperinci

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

Jupi Nurul Azkiya Retnadi Heru Jatmiko

Jupi Nurul Azkiya Retnadi Heru Jatmiko Studi Perbandingan Dua Algoritma Phase Unwrapping (Region Growing dan Minimum Cost Flow) pada Teknik Interferometric Synthetic Aperture Radar (INSAR) dalam Menghasilkan Digital Surface Model (DSM) Jupi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Informasi tentang pemasangan iklan di suatu radio (antara lain mengenai, jam berapa suatu iklan ditayangkan, dalam sehari berapa kali suatu iklan ditayangkan dan berapa

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan

Lebih terperinci

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing). Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry

Lebih terperinci

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR)

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR) BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR) II.1 Radar Radar (Radio Detection and Ranging) adalah salah satu sistem penginderaan jauh (inderaja) yang tidak

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 25 3.1 Eksplorasi Data Lapangan III HASIL DAN PEMBAHASAN Data lapangan yang dikumpulkan merupakan peubah-peubah tegakan yang terdiri dari peubah kerapatan pancang, kerapatan tiang, kerapatan pohon, diameter

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN ROI PAC

BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN ROI PAC BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN ROI PAC III.1 Sekilas Tentang ROI PAC ROI_PAC merupakan kepanjangan dari Repeat Orbit Interferometry Package, software ini memberikan kesempatan untuk para peneliti dalam

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN LAPANGAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA SEISMOELEKTRIK

BAB IV HASIL PENGUKURAN LAPANGAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA SEISMOELEKTRIK BAB IV HASIL PENGUKURAN LAPANGAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA SEISMOELEKTRIK 4.1 Data Hasil Pengukuran Lapangan Dalam bab ini akan dijelaskan hasil-hasil yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 1, April 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

JUDUL TUGAS AKHIR PEMETAAN GEOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS DI DAERAH PEGUNUNGAN SELATAN ( Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah )

JUDUL TUGAS AKHIR PEMETAAN GEOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS DI DAERAH PEGUNUNGAN SELATAN ( Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah ) JUDUL TUGAS AKHIR PEMETAAN GEOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA ALOS DI DAERAH PEGUNUNGAN SELATAN ( Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah ) Rendy Arta Hanafi 3506 100 057 Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Deformasi diambil dari kata deformation yang artinya perubahan bentuk, yaitu merupakan suatu fenomena dimana objek- objek alamiah maupun buatan manusia terjadi perubahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data

BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data BAB IV ANALISIS Dari studi pengolahan data yang telah dilakukan pada tugas akhir ini, dapat dianalisis dari beberapa segi, yaitu: 1. Analisis data. 2. Analisis kombinasi penggunaan band-x dan band-p. 3.

Lebih terperinci

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas manusia memungkinkan terjadinya perubahan kondisi serta menurunnya kualitas serta daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan rumah berbagai

Lebih terperinci

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 ESTU KRISWATI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Selama Januari - Maret 2008 terdapat 2 gunungapi berstatus Siaga (level 3) dan 11

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Secara Keseluruhan Antara Pengolahan Baseline Pengamatan GPS Dengan RTKLIB dan TTC 4.1.1 Kualitas Pengolahan Baseline GPS Dengan RTKLIB

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pengindraan Jauh dan Intepretasi Citra, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kajian Pendahuluan Berdasarkan pada peta geohidrologi diketahui siklus air pada daerah penelitian berada pada discharge area ditunjukkan oleh warna kuning pada peta,

Lebih terperinci

REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI ORBIT REDUCTION IN INSAR FOR DEFORMATION OBSERVATIONS MOUNT MERAPI.

REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI ORBIT REDUCTION IN INSAR FOR DEFORMATION OBSERVATIONS MOUNT MERAPI. REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI REDUKSI ORBIT PADA INSAR UNTUK PENGAMATAN DEFORMASI GUNUNG MERAPI ORBIT REDUCTION IN INSAR FOR DEFORMATION OBSERVATIONS MOUNT MERAPI Agustan

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN

IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN Soegianto Soelistiono, Ardan Listya Romdhoni Departemen Fisika Fakultas Sains dan

Lebih terperinci