kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok OO bermakna fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok OO dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok OO bermakna fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok OO dengan"

Transkripsi

1 kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok OO (2,26+0,08). Berdasarkan hasil uji post hoc Mann Whitney terdapat perbedaan bermakna fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok OO dengan kelompok NO (p=0,021). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yu et al. (1998) bahwa pemberian NaCl 8% selama 8 minggu mengakibatkan peningkatan fraksi volum kolagen di tubulus ginjal secara signifikan (p<0,01). Perbedaan fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok NO dengan kelompok NK10 memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,021), begitu juga antara kelompok NO dengan NK20 juga memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,021). Nilai rerata+sem fraksi volum kolagen tubulus kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan NK10 (5,25+0,49), dan kelompok NK20 (1,92+0,20). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis 10 mg/kgbb dan 20 mg/kgbb menurunkan fraksi volum kolagen jika dibandingkan dengan kelompok NO. Hal ini sesuai dengan penelitian Yan et al. (2013) bahwa fraksi volum kolagen kardiomiosit pada tikus SHR yang mendapatkan dosis kuersetin 10 mg/kgbb lebih rendah dibandingkan dengan tikus SHR yang mendapatkan CMC 1% dan kelompok tikus SHR yang mendapatkan dosis kuersetin 5 mg/kgbb dengan nilai p<0,05. Pada penelitian Verma et al. (2013) pada tikus Wistar dengan fibrosis paru diketahui bahwa kuersetin memiliki efek pneumoprotektif dengan meminimalkan akumulasi kolagen.

2 Menurut Gosh et al. (2009) ligan PPAR-γ menghambat stimulasi transkripsi gen kolagen yang dirangsang oleh TGF β1 melalui penghambatan pada pembentukan TGF β1 serta jalur penjalaran sinyal pembentukan kompleks R Smad(2/3) dan Co-Smad. Selain itu ligan PPAR-γ juga melakukan represi pada transkripsi gen kolagen dengan cara mencegah terjadinya rekruitmen koaktifator p300. Koaktifator p 300 mendorong terjadinya asetilasi histon yang memiliki peran penting sebagai profibrosis aktivitas TGF-β1 (Gosh dan Varga, 2007). Gressner et al. (2008) juga menyatakan bahwa PPAR-γ melakukan transrepresi tidak hanya pada level koaktivator nuclear receptor dan TGF-β tetapi juga pada level komponen spesifik RS/TK signaling misalnya protein Smad. IV.2.1. Hubungan kadar TGF-β1 dengan fraksi volum kolagen tubulus dan glomerulus Uji korelasi Spearman antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen tubulus menunjukkan ada hubungan yang bermakna (p < 0,005), kemudian korelasi antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen glomerulus juga menunjukkan hubungan yang bermakna (p < 0,005). Hubungan keduanya memiliki keeratan sedang dan positif dimana ketika kadar TGF-β1 ginjal tinggi maka fraksi volum kolagen glomerulus dan tubulus ginjal akan tinggi juga, begitu pun sebaliknya. Produksi berlebihan dari kolagen merupakan kontributor utama dari fibrosis ginjal diregulasi oleh faktor fibrogenik seperti TGF-β1 (Cheng et al., 2013). Aktifitas fibrogenik TGF-β menstimulasi kolagen dibuktikan pada

3 penelitian Robert et al. (1986) injeksi TGF-β secara sub kutan dapat menstimulasi produksi kolagen fibroblas tikus baru lahir. Menurut Poncelet et al (1998) peningkatan kadar TGF-β1 merangsang ekspresi mrna kolagen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Kagami et al., (1994) bahwa kultur sel mesangial tikus memperlihatkan peningkatan TGF-β disertai dengan meningkatnya mrnas matriks protein seperti biglikan, fibronektin dan kolagen I. Pemberian antibody yang menetralisasi TGF-β dapat menghambat kolagen (Kagami et al., 1994). TGF-β1 mengaktifasi progenitor miofibroblas dan meningkatkan regulasi sintesis protein kolagen (Tsoutsou and Koukourakis, 2006). Penelitian pada kultur sel tubulus proksimal manusia diketahui bahwa TGF-β1 dan CTGF merangsang sekresi fibronektin dan kolagen tipe IV pada sel di tubulus proksimal dan fibroblast di daerah kortikal ginjal (Qi et al., 2004). Pada kultur sel mesangial manusia, TGF-β1 menstimulasi ekspresi mrna kolagen tipe IV dan fibronektin (Hansch et al., 1995). Pada penelitian lain yang dilakukan Mizuno et al. (2013) menunjukkan bahwa ekspresi CTGF dan kolagen dimediasi oleh TGF-β1 yang diekspresikan paling banyak di sel mesangial glomerulus, sel epitel viseral dan sel parietal epitel. Pada nefropati diabetes ketiganya terakumulasi bersama matriks ektrasel lainnya. Menurut Grande et al. (1993) TGF-β1 menginduksi ekspresi gen kolagen pada kedua sel NIH-3T3 yang merupakan fibroblast-like line derived dari embrio tikus dan NRK-49F yang merupakan sel ginjal tikus, penelitian ini menunjukkan produksi matriks ekstraglomerulus memiliki peran yang besar pada perkembangan penyakit ginjal.

4 Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa TGF-β dan kaskade downstream penjalaran sinyalnya mengaktifasi patomekanisme seluler yang mengakibatkan perkembangan penyakit ginjal. Secara teoritis mekanisme penjalaran sinyal TGF-β pada penyakit ginjal adalah dengan mengaktifkan reseptor serin/treonin kinase (RS/TK) yang akan merangsang fosforilasi protein Smad 2/3 (R Smad). Protein R Smad akan membentuk kompleks dengan Co Smad di sitosol. Kompleks tersebut akan pindah ke inti sel lalu berikatan dengan reseptor inti dan merekrut faktor transkripsi, selanjutnya akan terjadi proses transkripsi gen yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel, diferensiasi sel dan pembentukan matriks ektrasel. Mekanisme inilah yang mendasari terjadinya fibrosis pada ginjal (Hovater dan Sanders, 2012). Pada beberapa bagian ginjal perkembangan fibrosis lebih cepat dibandingkan dengan bagian yang lain, seperti sel mesangial di glomerulus dan fibroblas di daerah tubulus. Sel tersebut akan mengalami proliferasi dan meningkatkan produksi matrik ekstra sel. Sel epitel endotel dan podosit akan mengalami apoptosis. Sel epitel akan berdiferensiasi dan mengakibatkan sel kehilangan kemampuannya untuk memproduksi molekul adhesi seperti E-cadherins dan meningkatkan matriks ekstra sel lain seperti kolagen. Kondisi ini menyebabkan perubahan sitoskeletal, ruptur pada basal membran tubulus, dan berpindahnya sel epitel yang telah berdiferensiasi menuju ruang interstitial. Perubahan pada struktur sel akan menyebabkan gangguan pada fungsi organ (Hovater dan Sanders, 2012). Fibrosis ginjal yang tidak diatasi akan menyebabkan CKD kemudian akan mengarah pada ESRD, dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang

5 irreversible dan memerlukan bantuan dialisis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup (Thomas et al., 2009). BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Kadar TGF-β1 pada ginjal tikus Wistar jantan yang mendapatkan NaCl 8% dan diberikan kuersetin lebih rendah seiring dengan peningkatan dosis kuersetin namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna. 2. Fraksi volum kolagen pada ginjal tikus Wistar jantan yang mendapatkan NaCl 8% dan diberikan kuersetin lebih rendah seiring dengan peningkatan dosis kuersetin dan terdapat perbedaan bermakna pada kuersetin dosis 20 mg/kgbb. 3. Terdapat hubungan positif yang bermakna antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen tubulus dan glomerulus. V.2. Saran Untuk penelitian di masa yang akan datang disarankan untuk melihat efek pemberian kuersetin pada tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% terhadap organ lain seperti jantung dan pembuluh darah selain itu dapat juga diteliti efeknya terhadap faktor lain yang berperan pada fibrosis seperti ekspresi α-sma, fibronectin, Smad2, Smad3 serta pengaruhnya terhadap fungsi ginjal seperti kadar ureum, kadar kreatinin, keseimbangan cairan dan elektrolit serta volum urin.

6 V.3. Ringkasan V.3.1. Latar Belakang Fibrosis disebabkan oleh pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al.,1996). Di Amerika Serikat fibrosis dihubungkan dengan sekitar 45% kematian (Wynn, 2004). Ginjal adalah salah satu organ yang sering mengalami fibrosis, ditandai dengan pembentukan jaringan parut karena deposisi, kontraksi dan 53 produksi berlebihan matriks ekstrasel. Proses pembentukan fibrosis berjalan selama beberapa bulan hingga beberapa tahun, fibrosis ginjal yang tidak diatasi merupakan penyebab utama CKD (Chronic Kidney Disease) yang berakhir dengan ESRD (End Stage Renal Disease) serta kematian. Transplantasi organ adalah tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan ESRD, namun organ transplantasi yang dibutuhkan sangat sulit didapat sehingga pasien seringkali meninggal sebelum mendapatkan organ yang cocok (Asakura et al., 1999; Leaks dan Abraham, 2004; Bartram dan Speer, 2004). Efek merusak NaCl telah diketahui sejak 100 tahun terakhir. Percobaan laboratorium yang lebih spesifik terhadap efek garam pada ginjal menggambar kan tingginya tingkat gagal ginjal dan hipertensi pada Kelompok albino, pembatasan garam ternyata dapat meningkatkan masa hidupkelompok (Meneely et al., 1952; Tucker et al., 1957). Penelitian awal yang dilakukan oleh Ying dan Sanders (1998) menunjukkan bahwa pemberian suplementasi NaCl 8% pada hewan coba dapat meningkatkan kadar TGF-β1 glomerulus dan tubulus ginjal. Peningkatan ini terjadi secara signifikan satu hari setelah diberi

7 diet tersebut dan terjadi sebelum adanya hipertensi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa efek garam di pembuluh darah lebih kompleks dari hanya meningkatnya tekanan darah saja. Penelitian Yuet al. (1998) dengan pemberian suplementasinacl 8% selama 8 minggu, dapatmeningkatkan kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen pada ginjal, ventrikel kiri dan intramiokardial arteri tanpa ada peningkatan tekanan darah yang signifikan. Famili TGF-β merupakan sitokin yang terdapat di seluruh tubuh, multi fungsi dan penting untuk bertahan hidup, namun jika berada dalam jumlah besar sinyal dari TGF-β akan menyebabkan fibrosis. TGF-β1 adalah mediator kunci sitokin profibrosis yang berperan terhadap kerusakan glomerulus, tubulointerstisial dan fibrosis ginjal. Fibrogenesis ginjal berlebihan merupakan proses yang mengawali terjadinya fibrosis ginjal yang selanjutnya akan meningkat menjadi penyakit gagal ginjal kronis (Botinger dan Bitzer, 2002; Leask dan Abraham, 2004). Kuersetin merupakan kelompok senyawa flovanol dari 6 subkelas senyawa flavonoid. Flavonoid adalah kelompok senyawa pada tanaman yang memiliki struktur molekul flavon yang sama. Kuersetin memiliki efek antioksidan, menghambat protein kinase, menghambat DNA topoisomerase dan meregulasi ekspresi gen ( Moskaug et al., 2004). Pada penelitian Yan et al. (2013) didapatkan hasil bahwa kuersetin 10mg/kgBB paling dapat menghambat pembesaran jantung melalui peningkatan ekspresi PPAR-γ dan penghambatan jalur sinyal AP-1. Hasil uji histopatologi juga menunjukkan bahwa pada Kelompok Spontaneus Hypersensitive Rats (SHR) yang diberi

8 terapi kuersetin 10mg/kgBB memiliki volum kolagen yang paling rendah. Phan et al. (2004) menyatakan bahwa kuersetin dapat mensupresi TGF-β, ekspresi TGF-β reseptor 1 dan 2 serta menurunkan ekspresi basal Smad2, Smad3 dan Smad4. Selain itu pemberian kuersetin dapat menghambat fosforilasi Smad2, Smad3 dan Smad4 serta pembentukan kompleks Smad2-3-4 pada kultur keloid fibroblas. Penelitian Kawai et al. (2009) pada Kelompok C57BL/6J yang merupakan kelompok model renal interstisial fibrosis yang diberikan terapi PPAR-γ agonis yaitu thiazolidinedione didapatkan hasil terjadi penurunan kadar TGF-β secara signifikan. Pemberian kuersetin diharapkan dapat memberikan wacana baru penggunaan senyawa flavonoid dalam melindungi ginjal terhadap fibrosis karena asupan garam yang berlebihan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis perlu meneliti pengaruh pemberian kuersetin sebagai renoprotektif terhadapfibrosis ginjaldengan mengukurkadar TGF-βdan fraksi volum kolagen sebagai penanda adanya perkembangan fibrosis pada ginjal. V.3.2. Tinjauan Pustaka Pemberian NaCl dengan jumlah tinggi mengaktifkan potensial listrik dalam jumlah besar yang kemudian akan mengaktifkan kanal voltage- and calcium-activated potassium chanel (BK Ca ) yang berada di sel endotel. Aktifnya kanal BK Ca akan mendorong sinyal melalui jalur prolin-rich tyrosine kinase-2 (Pyk2) yang kemudian akan merekrut c-src sebagai pasangan untuk membentuk kompleks. Pembentukan kompleks Pyk2 dan c-src merangsang terjadinya fosforilasi dan mengaktifkan mitogen-activated protein

9 kinase(mapk) yang mengarah pada produksi TGF-β. Sinyal TGF-β sebagai ligan akanmengaktifkan reseptor serin/treonin kinase (RS/TK) yang merangsang fosforilasi protein Smad 2/3 (R Smad). Protein R Smad akan membentuk kompleks dengan Co Smad di sitosol. Kompleks tersebut akan pindah ke inti sel untuk berikatan dengan p-300, diikuti denganrekruitmen faktor transkripsi. Selanjutnya akan terjadi proses transkripsi gen yang akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel, diferensiasi sel dan pembentukan ekstramatriks selular termasuk kolagen (Hovater dan Sanders, 2012; Rotman et al., 2010). TGF pertama kali dideskripsikan pada tahun 1980 pada literatur kanker karena perannya dalam proliferasi dan transformasi sel. Famili TGF-β merupakan sitokin yang terdapat di seluruh tubuh, multifungsi dan penting untuk bertahan hidup, selain itu TGF-β juga berperan dalam pertumbuhan, peradangan dan perbaikan serta imunitas bagi tubuh. Peran TGF-β pada homeostasis dan proses patogen saat ini digunakan secara luas pada diagnosis dan pengobatan berbagai penyakit peradangan dan fibrosis (Wharton dan Derynck et al.,2009; Shi dan Massagu, 2003). Bermacam-macam struktur protein dihubungkan dengan keluarga TGF-β. Ada beberapa isoform dari TGFβ yang telah diidentifikasikanpada mamalia, yaitu TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3 (Massagu, 1998). TGF-β1 adalah prototipe dari anggota keluarga TGF dan memiliki peran yang beragam pada perkembangan dan mengatur homeostasis. Perubahan pada pemberian sinyal TGF-β1 dihubungkan dengan fibrosis, kanker, perkembangan dan penyakit kardiovaskular (Robert et al., 1986;

10 Rosenbloom et al., 2010; Blobe et al., 2000; Prud homme, 2007; Proetzel et al., 1995; Goumans et al., 2009). TGF-β1 disintesis oleh semua tipe sel yang berada di ginjal (Lan, 2012). Kolagen merupakan komponen utama sebagian besar jaringan ikat, di jaringan manusia ditemukan sedikitnya 25tipe kolagen yang terbentuk oleh lebih dari 30 rantai polipeptida yang berbeda yang masing-masing dikode oleh gen yang terpisah (Kalluri, 2003). Kolagen merupakan komponen utama dari glomerular basement membran (GBM) dan tubulus. Fungsinya penting dalam menyediakan dukungan struktural dan fungsional pada berbagai tipe sel. Kolagen di GBM bersama protein lain yaitu laminin, nidogen dan komponen lain dalam bentuk agregat supramolekul 2 dimensi yang stabil. Kolagen dan komponen lain di glomerulus membentuk lamina basalis dimana strukturnya ditunjang oleh 2 lembaran terpisah lapisan endotel dan lapisan epitel (Gilbert et al., 1998; Boutaud et al., 2000; Gelse et al., 2003; Murray et al., 2009). Produksi berlebihan dari kolagen merupakan kontributor utama dari fibrosis ginjal, yang diregulasi oleh faktor fibrogenik seperti TGF-β1 (Cheng et al., 2013). Mizuno et al. (2013) menyatakan bahwa CTGF dan kolagen dimediasi oleh TGF-β1 dan ketiganya diekspresikan paling banyak di sel mesangial glomerulus, sel epitel viseral dan sel parietal epitel. Pada nefropati diabetes ketiganya terakumulasi bersama matriks ektrasel lainnya. Menurut Grande et al. (1993) TGF-β1 menginduksi ekspresi gen kolagen pada kedua sel NIH-3T3 yang merupakan fibroblast-like line derived dari embrio Kelompok dan NRK-49Fyang merupakan sel ginjal pada

11 Kelompokdimana menunjukkan bahwa produksi matriks ekstraglomerulus memiliki peran yang besar pada perkembangan penyakit ginjal. Kuersetin merupakan kelompok senyawa flavonol dari 6 subkelas senyawa flavonoid. Pemberian kuersetin sebagai ligan PPAR-γ akan mengaktifasi PPAR-γ dan mensupresi TGF-β serta mencegah ikatan antara protein p-300 dengan protein Smad. Selain itu PPAR-γ dapat menghambat ikatan antara protein Smad (R-Smad dan Co-Smad) dan respon element yang berada di inti sel. Ikatan protein p-300, protein Smad dan respon element akan menginisiasi pembentukan matriks ekstrasel diantaranya kolagen. V.3.3. Jalannya Penelitian Tikus putih (Rattus novergitus) diambil dari pusat penelitian LPPT UGM sebanyak 30 ekor tikus Wistar jantan. Usia hewan coba 4-5 minggu dengan bobot g dalam kondisi sehat. Tikus dipelihara di laboratorium hewan coba peminatan faal. Pakan berupa AD II produksi Jafpa dan minum diberikan dengan air yang berasal dari keran secara ad libitum. Kandang hewan ditempatkan dalam suhu ruangan dan dibuat siklus terang-gelap 12 jam. Sebelum dilakukan perlakuan, tikus dilakukan adaptasi selama tujuh hari. Tikus dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan yaitu: Kelompok OO : Tikus putih jantan (Rattus norvegitus) galur Wistar tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor. Kelompok NO : Tikus putih jantan (Rattus norvegitus) galur Wistar sehat, diberikan NaCl 8% (NaCl 8 gram dilarutkan dalam 100

12 ml aquadest) dengan dosis 2% berat badan perhari selama 8 minggu. Kelompok NC : Tikus putih jantan (Rattus norvegitus) galur Wistar sehat, diberikan NaCl 8% (NaCl 8 gram dilarutkan dalam 100 ml aquadest) dengan dosis 2% berat badan perhari disertai dengan pemberian CMC 0,5% selama 8 minggu. Kelompok NK5 : Tikus putih jantan (Rattus norvegitus) galur Wistar sehat, diberikan NaCl 8% (NaCl 8 gram dilarutkan dalam 100 ml aquadest) dengan dosis 2% berat badan perhari disertai dengan pemberian kuersetin 5 mg/kgbb/hari peroral selama 8 minggu. Kelompok NK10 : Tikus Tikus putih jantan (Rattus norvegitus) galur Wistar sehat, diberikan NaCl 8% (NaCl 8 gram dilarutkan dalam 100 ml aquadest) dengan dosis 2% berat badan perhari disertai dengan pemberian kuersetin 10 mg/kgbb/hari peroral selama 8 minggu. Kelompok NO20 : Tikus Tikus putih jantan (Rattus norvegitus) galur Wistar sehat, diberikan NaCl 8% (NaCl 8 gram dilarutkan dalam 100 ml aquadest) dengan dosis 2% berat badan perhari disertai dengan pemberian kuersetin 20 mg/kgbb/hari peroral selama 8 minggu. Larutan NaCl 8% dibuat dengan cara menambahkan 8 gram NaCl dengan 100 ml aquadest. Larutan kuersetin dibuat dengan menambahkan

13 serbuk kuersetin ke dalam larutan CMC 0,5% dengan perbandingan 1 mg kuersetin : 1 ml larutan CMC 0,5%. Kadar TGF-β1 diukur 1 kali, yaitu setelah perlakuan berakhir. Kelompok yang telah diberi perlakuan selama 8 minggu dikorbankan, irisan ginjal diambil untuk diperiksa kadar TGF-β1 dengan metode Sandwich ELISA. Fraksi volum kolagen diukur 1 kali, yaitu setelah perlakuan berakhir. Kelompok yang telah diberi perlakuan selama 8 minggu dikorbankan, irisan ginjal diambil untuk dilakukan pewarnaan dengan picrosirius red. Fraksi volum kolagen ditentukan dengan menghitung area dari jaringan yang terwarnai pada tiap lapang pandang menggunakan software image J. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 lapang pandang di glomerulus dan tubulus yang terdapat pada korteks ginjal. V.3.4. Hasil dan Pembahasan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rerata kadar TGF-β1 pada kelompok NO (1,49+0,49) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar TGFβ1 kelompok OO (1,03+0,14). Berdasarkan uji post hoc LSD diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok OO dengan kelompok NO dengan nilai p= 0,007. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yu et al. (1998) bahwa pemberian NaCl 8% selama 8 minggu mengakibatkan peningkatan rerata kadar TGF-β1 pada ginjal kelompok tikus yang diberi NaCl 8% (1,37+0,05) dibandingkan dengan kelompok tikus yang hanya diberikan NaCl 1% (0,94+0,14). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Ying dan Sanders (1998) bahwa terjadi peningkatan kadar TGF-β1 pada tikus Wistar

14 jantan berusia 4 minggu yang diberikan NaCl 8% selama 15 hari. Hasil observasi 1 hari hingga hari ke-15 setelah pemberian diketahui bahwa saat kadar TGF-β1 plasma tidak mengalami perubahan, rerata kadar TGF-β1 urin mengalami peningkatan sebesar 76,6%. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan kadar TGF-β1 di glomerulus dan tubulus ginjal sebagai tempat diproduksinya urin. Kultur sel tubulus dan glomerulus juga menunjukkan bahwa tikus yang diberikan NaCl 8% menghasilkan TGF-β1 dalam jumlah yang besar. Perbedaan kadar TGF-β1 antara kelompok NO dengan kelompok NK5, NK10 dan NK20 yang diuji dengan menggunakan uji post hoc LSD, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,050). Walaupun begitu pada Gambar 9 kadar TGF-β1 terlihat lebih rendah pada kelompok NK5 (1,31+0,07), NK10 (1,26+0,13) dan NK20 (1,19+0,14) jika dibandingkan dengan kelompok NO (1,49+0,49). Kadar TGF-β1 semakin rendah ketika dosis kuersetin ditambahkan, kadar TGF-β1 paling rendah terdapat pada kelompok NK20 yang diberikan kuersetin dosis 20 mg/kgbb. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa percobaan in vivo dan in vitro yang menunjukkan bahwa kuersetin memiliki efek menghambat ekspresi TGF-β1. Pada penelitian Guo et al. (2014) pemberian kuersetin dengan dosis 20µM pada kultur glomerular endothelial cells (GEnCs) yang diinduksi Asymmetric dimethylarginine (ADMA) dapat menurunkan ekspresi TGF-β. Penelitian Lai et al. (2012) juga menyatakan pemberian kuersetin selama 12 minggu pada tikus DM yang diinduksi STZ menunjukkan hasil bahwa kuersetin dapat

15 meningkatkan fungsi ginjal dengan menghambat peningkatan TGF-β1. Penelitian Phan et al. (2004) pada kultur keloid fibroblast juga diketahui bahwa kuersetin mensupresi TGF-β dan ekspresi reseptor TGF-β. Penelitian lain menyatakan pemberian 50 mg/kgbb kuersetin secara intraperitonial selama 2 minggu menurunkan ekspresi TGF-β1 jaringan paru dan plasma pada tikus silikosis (Peng, 2014). Regulasi kuersetin menghambat ekspresi TGF-β1 belum diketahui dengan jelas (Gosh et al., 2004). Diperkirakan kuersetin sebagai ligan PPAR-γ bekerja meningkatkan aktifitas PPARγ. Peningkatan PPAR-γ akan menghambat TGF-β sebaliknya ketika aktifitas PPAR-γ diturunkan maka terjadi respon peningkatan TGF-β. Mekanisme PPAR-γ dalam menghambat TGF-β diduga melalui interaksi dengan aktivator protein-1 (AP-1) dan faktor transkripsi lainnya dengan PPAR-γ (Deleverin et al., 1999). Walaupun kadar TGF-β1 yang dimiliki lebih rendah namun belum mendekati nilai rerata yang sama dengan kelompok OO (1,03+0,14). Perbedaan yang tidak signifikan ini kemungkinan disebabkan karena dosis kuersetin yang diberikan masih belum cukup tinggi sehingga hambatan terhadap pembentukan TGF-β1 belum cukup besar. Pada penelitian Phan et. al. (2004) pemberian 50 mg/kgbb secara intraperitonial selama 2 minggu pada tikus yang mengalami silikosis baru dapat mensupresi TGF-β. Uji Kruskal Wallis fraksi volum kolagen glomerulus menunjukkan hasil ada perbedaan yang bermakna antar kelompok (p=0,005). Berdasarkan uji post hoc Mann Whitney diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antara

16 kelompok OO dengan kelompok NO (p = 0,021), dengan rerata NO (19,05+0,99) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok OO (3,78+0,12). Hasil ini sesuai dengan penelitian Yu et al. (1998) yang menunjukkan bahwa fraksi volum kolagen di glomerulus kelompok tikus yang diberikan NaCl 8% selama 8 minggu lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberikan NaCl 1% dalam waktu yang sama dengan nilai p < 0,01. Menurut Martinez (2007) Analisis post hoc Mann Whitney kelompok NO dibandingkan dengan kelompok NK5 tidak ada perbedaan bermakna (p=0,773), kelompok NO dibandingkan dengan kelompok NK10 juga tidak ada perbedaan bermakna (p=149). Sedangkan kelompok NO dibandingkan dengan NK20 memiliki beda bermakna (p=0,20) dengan nilai rerata+sem fraksi volum kolagen glomerulus kelompok NO (19,05+0,99), lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kelompok NK20 (3,22+0,81). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tang et al (2011) bahwa kuersetin memiliki efek proteksi terhadap glomerulosklerosis pada diabetes nepropati dengan menurunkan produksi kolagen. Pada penelitian Verma et al. (2013) pemberian kuersetin 100 mg/kgbb selama 20 hari dapat menurunkan akumulasi kolagen pada fibrosis paru. Regulasi pembentukan kolagen secara normal diatur secara ketat, karena akumulasi kolagen berlebihan akan mengakibatkan fibrosis. Pada fibrosis hampir semua sel di ginjal seperti fibroblas, tubular epitelial sel, perisit, sel endotel, sel otot polos pembuluh darah, sel mesangial dan podosit memiliki peran serta (Liu, 2011).

17 Fraksi volum kolagen tubulus antar kelompok berdasarkan uji Kruskal Wallis menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,02) dengan nilai rerata+sem fraksi volum kolagen tubulus kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok OO (2,26+0,08). Berdasarkan hasil uji post hoc Mann Whitney terdapat perbedaan bermakna fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok OO dengan kelompok NO (p=0,021). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yu et al. (1998) bahwa pemberian NaCl 8% selama 8 minggu mengakibatkan peningkatan fraksi volum kolagen di tubulus ginjal secara signifikan (p<0,01). Perbedaan fraksi volum kolagen tubulus antara kelompok NO dengan kelompok NK10 memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,021), begitu juga antara kelompok NO dengan NK20 juga memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,021). Nilai rerata+sem fraksi volum kolagen tubulus kelompok NO (9,79+0,53) lebih tinggi dibandingkan dengan NK10 (5,25+0,49), dan kelompok NK20 (1,92+0,20). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis 10 mg/kgbb dan 20 mg/kgbb menurunkan fraksi volum kolagen jika dibandingkan dengan kelompok NO. Hal ini sesuai dengan penelitian Yan et al. (2013) bahwa fraksi volum kolagen kardiomiosit pada tikus SHR yang mendapatkan dosis kuersetin 10 mg/kgbb lebih rendah dibandingkan dengan tikus SHR yang mendapatkan CMC 1% dan kelompok tikus SHR yang mendapatkan dosis kuersetin 5 mg/kgbb dengan nilai p<0,05. Pada penelitian Verma et al. (2013) pada tikus Wistar dengan fibrosis paru diketahui bahwa

18 kuersetin memiliki efek pneumoprotektif dengan meminimalkan akumulasi kolagen. Menurut Gosh et al. (2009) ligan PPAR-γ menghambat stimulasi transkripsi gen kolagen yang dirangsang oleh TGF β1 melalui penghambatan pada pembentukan TGF β1 serta jalur penjalaran sinyal pembentukan kompleks R Smad(2/3) dan Co-Smad. Selain itu ligan PPAR-γ juga melakukan represi pada transkripsi gen kolagen dengan cara mencegah terjadinya rekruitmen koaktifator p300. Gressner et al. (2008) juga menyatakan bahwa PPAR-γ melakukan transrepresi tidak hanya pada level koaktivator nuclear receptor dan TGF-β tetapi juga pada level komponen spesifik RS/TK signaling misalnya protein Smad. Uji korelasi Spearman antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen tubulus menunjukkan ada hubungan yang bermakna (p < 0,005), kemudian korelasi antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen glomerulus juga menunjukkan hubungan yang bermakna (p < 0,005). Hubungan keduanya memiliki keeratan sedang dan positif dimana ketika kadar TGF-β1 ginjal tinggi maka fraksi volum kolagen glomerulus dan tubulus ginjal akan tinggi juga, begitu pun sebaliknya. Produksi berlebihan dari kolagen merupakan kontributor utama dari fibrosis ginjal diregulasi oleh faktor fibrogenik seperti TGF-β1 (Cheng et al., 2013). Aktifitas fibrogenik TGF-β menstimulasi kolagen dibuktikan pada penelitian Robert et al. (1986) injeksi TGF-β secara sub kutan dapat menstimulasi produksi kolagen fibroblas tikus baru lahir. Menurut Poncelet et

19 al (1998) peningkatan kadar TGF-β1 merangsang ekspresi mrna kolagen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Kagami et al., (1994) bahwa kultur sel mesangial tikus memperlihatkan peningkatan TGF-β disertai dengan meningkatnya mrnas matriks protein seperti biglikan, fibronektin dan kolagen I. Pemberian antibody yang menetralisasi TGF-β dapat menghambat kolagen (Kagami et al., 1994). TGF-β1 mengaktifasi progenitor miofibroblas dan meningkatkan regulasi sintesis protein kolagen (Tsoutsou and Koukourakis, 2006). Penelitian pada kultur sel tubulus proksimal manusia diketahui bahwa TGF-β1 dan CTGF merangsang sekresi fibronektin dan kolagen tipe IV pada sel di tubulus proksimal dan fibroblast di daerah kortikal ginjal (Qi et al., 2004). Pada kultur sel mesangial manusia, TGF-β1 menstimulasi ekspresi mrna kolagen tipe IV dan fibronektin (Hansch et al., 1995). Pada penelitian lain yang dilakukan Mizuno et al. (2013) menunjukkan bahwa ekspresi CTGF dan kolagen dimediasi oleh TGF-β1 yang diekspresikan paling banyak di sel mesangial glomerulus, sel epitel viseral dan sel parietal epitel. Pada nefropati diabetes ketiganya terakumulasi bersama matriks ektrasel lainnya. Menurut Grande et al. (1993) TGF-β1 menginduksi ekspresi gen kolagen pada kedua sel NIH-3T3 yang merupakan fibroblast-like line derived dari embrio tikus dan NRK-49F yang merupakan sel ginjal tikus, penelitian ini menunjukkan produksi matriks ekstraglomerulus memiliki peran yang besar pada perkembangan penyakit ginjal. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa TGF-β dan kaskade downstream penjalaran sinyalnya mengaktifasi patomekanisme seluler yang

20 mengakibatkan perkembangan penyakit ginjal. Secara teoritis mekanisme penjalaran sinyal TGF-β pada penyakit ginjal adalah dengan mengaktifkan reseptor serin/treonin kinase (RS/TK) yang akan merangsang fosforilasi protein Smad 2/3 (R Smad). Protein R Smad akan membentuk kompleks dengan Co Smad di sitosol. Kompleks tersebut akan pindah ke inti sel lalu berikatan dengan reseptor inti dan merekrut faktor transkripsi, selanjutnya akan terjadi proses transkripsi gen yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel, diferensiasi sel dan pembentukan matriks ektrasel. Mekanisme inilah yang mendasari terjadinya fibrosis pada ginjal (Hovater dan Sanders, 2012). Pada beberapa bagian ginjal perkembangan fibrosis lebih cepat dibandingkan dengan bagian yang lain, seperti sel mesangial di glomerulus dan fibroblas di daerah tubulus. Sel tersebut akan mengalami proliferasi dan meningkatkan produksi matrik ekstra sel. Sel epitel endotel dan podosit akan mengalami apoptosis. Sel epitel akan berdiferensiasi dan mengakibatkan sel kehilangan kemampuannya untuk memproduksi molekul adhesi seperti E-cadherins dan meningkatkan matriks ekstra sel lain seperti kolagen. Kondisi ini menyebabkan perubahan sitoskeletal, ruptur pada basal membran tubulus, dan berpindahnya sel epitel yang telah berdiferensiasi menuju ruang interstitial. Perubahan pada struktur sel akan menyebabkan gangguan pada fungsi organ (Hovater dan Sanders, 2012). Fibrosis ginjal yang tidak diatasi akan menyebabkan CKD kemudian akan mengarah pada ESRD, dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang irreversible dan memerlukan bantuan dialisis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup (Thomas et al., 2009).

21 V.3.5. Kesimpulan 1. Kadar TGF-β1 pada ginjal tikus Wistar jantan yang mendapatkan NaCl 8% dan diberikan kuersetin lebih rendah seiring dengan peningkatan dosis kuersetin namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna. 2. Fraksi volum kolagen pada ginjal tikus Wistar jantan yang mendapatkan NaCl 8% dan diberikan kuersetin lebih rendah seiring dengan peningkatan dosis kuersetin dan terdapat perbedaan bermakna pada kuersetin dosis 20 mg/kgbb. 3. Terdapat hubungan positif yang bermakna antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen tubulus dan glomerulus. V.3.6. Saran Untuk penelitian di masa yang akan datang disarankan untuk melihat efek pemberian kuersetin pada tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% terhadap organ lain seperti jantung dan pembuluh darah selain itu dapat juga diteliti efeknya terhadap faktor lain yang berperan pada fibrosis seperti ekspresi α-sma, fibronectin, Smad2, Smad3 serta pengaruhnya terhadap fungsi ginjal seperti kadar ureum, kadar kreatinin, keseimbangan cairan dan elektrolit serta volum urin.

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al., 1996). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada monyet asam urat akan didegradasi menjadi alantoin oleh urikase. Kadar serum asam urat diatur melalui sintesis

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah kasusnya terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan yang semakin banyak ditemukan. Menurut Coresh et al. (2007), sekitar 13% populasi dewasa di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan. fibrosis ginjal pada mencit jantan dengan Unilateral Ureteral Obstruction (UUO),

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan. fibrosis ginjal pada mencit jantan dengan Unilateral Ureteral Obstruction (UUO), 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Pemberian vitamin D (1,25(OH) 2 D 3 ) terbukti dapat mencegah terjadinya fibrosis ginjal pada mencit jantan dengan Unilateral Ureteral Obstruction (UUO), dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney. Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney. Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/CKD) merupakan epidemi di seluruh dunia. Prevalensi penyakit ini terus bertambah dengan peningkatan jumlah populasi sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada hewan uji tikus putih yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model 50 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb dan 252 mg/kgbb dibandingkan kontrol negatif. 2. Pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. dunia, yakni sekitar 36 jutakematian setiap tahun atau 63% dari semua kematian

BAB I. PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. dunia, yakni sekitar 36 jutakematian setiap tahun atau 63% dari semua kematian BAB I. PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, yakni sekitar 36 jutakematian setiap tahun atau 63% dari semua kematian secara global.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan buruknya prognosis gagal ginjal kini merupakan masalah yang menjadi

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Penentuan waktu hewan coba mencapai DM setelah induksi STZ. Kriteria hewan coba mencapai DM adalah apabila kadar GDS 200

HASIL PENELITIAN Penentuan waktu hewan coba mencapai DM setelah induksi STZ. Kriteria hewan coba mencapai DM adalah apabila kadar GDS 200 62 HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil uji pendahuluan Uji pendahuluan pada penelitian ini ada 2 macam, meliputi penentuan waktu yang diperlukan untuk hewan uji mencapai DM setelah diinduksi STZ ip dosis 40 mg/kgbb,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan 30 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Desain penelitian ini memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat experimental laboratorium dengan rancangan penelitian post test only control group, karena pengukuran hanya dilakukan setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang berfungsi dalam proses penyaringan dan pembersihan darah. Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan 52 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Desain penelitian ini memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit metabolik kronik yang dapat berdampak gangguan fungsi organ lain seperti mata, ginjal, saraf,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subyek penelitian ini yaitu tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar, usia 90 hari dengan berat badan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Kadar Glukosa Darah

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Kadar Glukosa Darah BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Kadar Glukosa Darah Ekstrak daun salam memiliki kandungan alkaloid, saponin, quinon, fenolik, triterpenoid, steroid dan flavonoid. Stres oksidatif

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

BAB V PEMBAHASAN. post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan the post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experiment menggunakan pendekatan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experiment menggunakan pendekatan 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experiment menggunakan pendekatan the post test only control group design. Percobaan dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre and post test with control group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, desain Post-test control group desain. Postes untuk menganalisis perubahan gambaran histopatologi pada organ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperglikemia merupakan manifestasi penyakit diabetes mellitus (DM). Pada saat ini prevalensinya makin meningkat di negara maju. Penyakit ini menempati peringkat empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. 1,2 Hiperglikemia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. 1,2 Hiperglikemia merupakan 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik akibat defisiensi insulin atau defisiensi kerja insulin, yang ditandai dengan perubahan metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi BAB V PEMBAHASAN A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan 95 RINGKASAN Aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara berkembang dan melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan berbagai tipe sel yang saling berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi pada tahun 2030 jumlah penyandang diabetes mellitus di dunia mencapai 388 juta dan di Indonesia mencapai sekitar 21,3 juta.

Lebih terperinci

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Oleh: PIGUR AGUS MARWANTO J 500 060 047 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% peningkatan prevalensi pertahun.

Lebih terperinci

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design.

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design. 53 4.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Disain penelitian ini memberikan efisiensi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat. Akan tetapi, masih belum diketahui efek sampingnya (Pasaribu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek penelitian ini adalah anak yang diperoleh dari induk tikus Rattus norvegicus galur Sprague-dawley yang telah diinduksi hipoksia iskemik pada usia kehamilan 7

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian: a. Tempat pemeliharaan dan induksi hewan dilakukan di kandang hewan percobaan Laboratorium Histologis Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian post test only with control group

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk. mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk. mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di Laboratorium MIPA UNNES dan dilakukan pemberian warfarin LD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silika adalah senyawa kimia silikon dioksida (SiO2) yang merupakan salah satu mineral dengan jumlah terbanyak di bumi. Sebagian besar silika terdapat dalam bentuk kristalin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Deskripsi subjek penelitian Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar (Rattus Norvegicus) jantan usia sekitar 3 bulan dengan berat badan 120-220 gram.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan the post test only control group design karena pengukuran. dilakukan sesudah perlakuan pada hewan coba.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan the post test only control group design karena pengukuran. dilakukan sesudah perlakuan pada hewan coba. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium dengan the post test only control group design karena pengukuran dilakukan sesudah perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. pendekatan post test only control group design. Disain penelitian ini memberikan

BAB IV METODE PENELITIAN. pendekatan post test only control group design. Disain penelitian ini memberikan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Disain penelitian ini memberikan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan masalah dunia dan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 lebih dari 600 juta penduduk dunia mengalami obesitas dan 13% remaja berusia 18

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Toksikologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin majunya zaman, mulai timbul berbagai macam penyakit tidak menular, yang berarti sifatnya kronis, dan tidak menular dari orang ke orang. Empat jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Study preliminary / uji pendahuluan dan proses penelitian ini telah

BAB V HASIL PENELITIAN. Study preliminary / uji pendahuluan dan proses penelitian ini telah 1 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil Uji Pendahuluan 5.1.1 Penentuan DM setelah Induksi Streptozotosin Study preliminary / uji pendahuluan dan proses penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme yang tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan yang serius tidak hanya di Indonesia tetapi juga

Lebih terperinci