BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Deskripsi subjek penelitian Subjek penelitian adalah tikus putih galur Wistar (Rattus Norvegicus) jantan usia sekitar 3 bulan dengan berat badan gram. Jumlah hewan coba sebanyak 15 ekor, terbagi dalam 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (tikus normal diberimakan ad libitum), kelompok perlakuan I (tikus obesitas diberimakan ad libitum) dan kelompok perlakuan II (tikus obesitas dipuasakan 12 jam selang seling) dengan jumlah masing-masing kelompok adalah 5 ekor. Berikut ini merupakan tabel yang menggambakan karakteristik subjek penelitian berdasarkan berat badan (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik berdasarkan berat badan (berat badan awal) Kelompok Subjek Berat Badan (gram) P1 O1 O2 T2 160 T5 180 T T T T3 160 T6 160 T T T T4 180 T T T T

2 39 Dari tabel di atas (Tabel 2) didapat bahwa berat minimal 120 gram dan berat maksimal 200 gram dengan mean 170,67 dan SD ± 22,50 hal ini berarti telah memenuhi kriteria inklusi untuk berat badan tikus dan tikus dinyatakan sehat dengan melihat keadaan fisik tikus yaitu tidak terdapat abnormalitas anatomis yang tampak, bergerak aktif, tidak sakit atau terlihat lemas. Semua kelompok tidak terdapat perbedaan berat badan dengan uji Kruskal wallis p=0,226. Tabel 3. Karakteristik berdasarkan IMT dan berat badan setelah pemberian tinggi lemak Kelompok Subjek Berat Badan (gram) IMT P1 O1 O2 T ,56 T ,57 T T ,58 T ,6 T ,73 T ,74 T ,78 T ,76 T ,61 T ,64 T ,62 T ,65 T ,70 T ,68 Berat badan setelah pemberian makanan tinggi lemak terdapat perbedaan dengan hasil uji Anova p=0,021 dengan hasil Pos hoc didapatkan perbedaan signifikan antara kelompok P1 dengan

3 40 kelompok 02, dan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok O1 dengan O2, pada kelompok P1 dan O1 tidak terdapat perbedaan secara signifikan tetapi secara rata-rata kelompok O1 memiliki berat badan yang lebih dibandingkan kelompok P1. Setelah dilakukan pemberian makanan tinggi lemak, rata-rata IMT tikus kelompok obesitas >0,68 g/cm 2. Perbandingan antara berat badan awal dan berat badan setelah diberi perlakuan makan tinggi lemak didapatkan perbedaan dengan uji Wilcoxon p=0,001. Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia nomor 02/Ketua/70/KEFKUII/III/ Hasil pengamatan Mikroskopis Timus Pengamatan dilakukan pada daerah medula timus dengan menghitung jumlah rata-rata korpuskula hassal seluruh lobulus dalam satu lobus timus digunakan rumus sebagai berikut: Gambar 7. Gambaran Histologis satu lobulus timus kelompok P1 (kontrol) Keterangan: tanda (panah) menunjukan korpuskel hasall, (M) menunjukan medula timus dan (C) menunjukan kortek timus (perbesaran 400x)

4 41 Gambar 8. Gambaran Histologis satu lobulus timus kelompok O1 (Obesitas tanpa puasa) Keterangan: tanda (panah) menunjukan korpuskel hasall, (M) menunjukan medula timus dan (C) menunjukan kortek timus (perbesaran 400x) M Gambar 9. Gambaran Histologis satu lobulus timus kelompok O2 (Obesitas dengan puasa) Keterangan: tanda (panah) menunjukan korpuskel hasall, (M) menunjukan medula timus dan (C) menunjukan kortek timus (perbesaran 400x)

5 Hasil perhitungan rata-rata jumlah korpuskula hassal Hasil perhitungan rata-rata jumlah korpuskula hassal pada kelompok P1, O1 dan O2 dilihat dalam seluruh lapang pandang dapat dilihat dalam tabel 2. Gambar 10 didapatkan hasil bahwa rata-rata jumlah korpuskula hassal terendah terdapat pada kelompok O2 (obesitas yang dipuasakan) dan tertinggi adalah kelompok O1 (obesitas tanpa dipuasakan). Tabel 4. Rata-rata jumlah korpuskula hassal Kelompok Subjek Rata-rata jumlah korpuskula hassal P1 O1 O2 T2 0,75 T5 1,94 T16 1,00 T18 2,35 T23 0,62 T3 4,40 T6 3,50 T10 1,00 T12 2,00 T21 2,00 T4 0,44 T13 0,80 T15 1,10 T17 0,62 T19 0,50 Mean Standar Deviasi 1,3300 ±0, ,5800 ±1, ,6910 ±0,26750

6 P1 O1 O2 rata-rata jumlah korpuskula hassal Gambar 10. Grafik rerata jumlah korpuskula hassal antara kelompok P1, O1 dan O2 Untuk mendapatkan validitas data yang didapatkan, peneliti menggunakan metode biinterpersonal dimana penghitungan jumlah rata-rata korpuskula hassal dilakukan oleh dua orang peneliti yang dilakukan dalam waktu berbeda. Setelah didapatkan jumlah rata-rata korpuskula hassal dari kedua pengamat, dilakukan uji perbedaan dengan menggunakan uji independen T test didapatkan hasil p> 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah rata-rata korpuskula hassal pada peneliti 1 dan peneliti 2. Setalah diketahui data antara kedua peneliti valid atau tidak berbeda, data anatara kedua peneliti dibuat rata-rata dengan menggunakan Microsoft Exel Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan jumlah rata-rata korpuskula hassal pada kelompok P1, O1 dan O2 dilakukan analisis One Way ANOVA. Syarat dapat dilakukan uji ANOVA adalah data terdistribusi secara normal dan varians data sama. Maka kemudian dilakukan uji normalitas untuk mengetahui sebaran data. Analisis uji yang digunakan adalah Shapiro-Wilk karena subyek penelitian berjumlah kurang dari 50. Setelah dilakukan uji Shapiro-Wilk

7 44 didapatkan hasil sebaran data normal (p > 0,05). Kemudian dilakukan uji homogenisasi varians didapatkan hasil varians tidak sama kemudian dilakukan transformasi data agar varians menjadi sama dengan menggunakan transformasi 1/square root didapatkan varians data normal (p > 0,05) dengan p=0,598 sehingga data dapat dilakukan uji ANOVA. Setelah dilakukan pengujian ANOVA didapatkan hasil signifikan (p< 0,05) dengan p=0,008 dengan hasil post hoc seperti yang tertera pada Tabel 5 Tabel 5. Hasil uji Post Hoc Kelompok p Kelompok kontrol vs obesitas 0,089 Kelompok obesitas vs puasa 0,002 Kelomok kontrol vs puasa 0,070 Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata jumlah korpuskula hassal antara kelompok O1 (obesitas tanpa puasa) dibandingkan O2 (obesitas yang dipuasakan). Sedangkan tidak terdapat perbedaan bermakna rata-rata jumlah korpuskula hassal antara kelompok P1 dibandingkan O1 dan O Pembahasan Pada penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan bermakna antara jumlah korpuskula hassal tikus obesitas dibandingkan kontrol. Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara jumlah korpuskula hassal pada tikus obesitas dibandingkan kontrol, tetapi tikus obesitas tanpa dipuasakan memiliki jumlah korpuskula hassal yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol. Sesuai dengan penelitian sebelumnya dalam penelitian Hyunwong et al (2009) disebutkan bahwa pada tikus obesitas terjadi peningkatan involusi timus dengan

8 45 menurunnya selularitas kortikal dan medula, menurunkan progenitor lympoid, menurunkan sel epitelial timus, dan sangat signifikan meningkatka apoptosis timosit dibandingkan dengan tikus kontrol. Involusi timus dan apoptosis timosit akan meningkatkan jumlah korpuskula hassal (Leslie, 2014). Obesitas menginduksi peningkatan respon inflamasi jaringan, inflamasi akan menginduksi transisi sel epitel mesenkimal di timus melalui mekanisme epitelial mesenkimal transisi (EMT). Proses transisi tersebutakan mengakibatkan penurunan jumlah sel retikular epitelial gepeng (sel tipe IV) di timus. Hal ini ditandai dengan terjadinya fibrosis, keratinisasi dan kalsifikasi dari sel epitel di timus yang akan tampak sebagai bentukan korpuskula hassal (Hyunwon, 2009; Leslie, 2014) Obesitas menyebabkan keseimbangan energi positif secara kronis berkaitan dengan imunodefisiensi dan peradangan kronis yang meningkatkan risiko kematian dini. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan adiposa dan peningkatan infiltrasi makrofag dan sel T dalam jaringan adiposa, dan menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α dan kemokin seperti RANTES, MCP-1, IL-8 dan MIP-1. Obesitas juga meningkatkan jumlah adiposa dalam organ limfoid yang memberikan efek penuaan pada organ limfoid terutama pada organ timus (Dixit, 2008). Pada penelitian ini didapatkan hasil terdapat perbedaan bermakna antara jumlah korpuskula hassal timus obesitas tanpa dipuasakan dibanding kelompok obesitas yang dipuasakan. Dalam penelitian Hyunwon et al (2009) disebutkan bahwa pada tikus yang diberikan perlakukan restriksi kalori dapat menurunkan adipogenesis timus, mendorong tymopoesis selama penuaan, serta menginduksi penurunan mekanisme transisi epitelial mesenkimal yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah korpuskula hassal. Puasa menyebabkan keseimbangan energi negatif dan dapat memperpanjang usia dengan meningkatkan faktor orexigenik seperti

9 46 neuropeptide Y (NPY), agouti gene-related protein (AGRP), dan ghrelin serta mengurangi hormon anorexigenik seperti leptin pada tikus. Meningkatnya ghrelin karena pembatasan diet berkaitan dengan penurunan inflamasi, menghambat pelepasan sitokin proinflamasi dari sel T, monosit, dan sel endotelial dan meningkatkan tymopoesis, meningkatkan sel epitelial timus serta mencegah terjadinya involusi timus (Dixit, 2008). Selain itu puasa dapat mengurangi jumlah adiposit di timus, meningkatkan jumlah sel T naive, dan mencegah kehilangan timus epitelial sel (TEC) di korteks dan di medulla. Puasa juga dapat mereduksi fibroblas melalui proses EMT sehingga menurunkan pembentukan korpuskula hassal (Hyunwon et al, 2009). Retriksi diet juga meningkatkan adenosine monophospate (AMP) yang mengaktivasi activated protein kinase (AMPK). AMPK menghambat NF-ĸB yang meningkatkan transkripsi sitokin proinflamasi sehingga AMPK memegang kunci dalam mengurangi respon peradangan (Dixit, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hyunwon et al (2009) Restriksi kalori juga dapat menghambat dan memulihkan peningkatan activated XOR (xanthine oxidoreductase) yang menghasilkan spesies oksigen reaktif. XOR merupakan salah satu regulator kunci dalam menyebabkan penuaan timus dengan cara meregulator PPAR dengan mempercepat transisi sel stromal timus dan fibroblas menjadi adiposit. Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain waktu penelitian yang tidak terlalu lama, pemberian pakan tikus yang terkadang tidak tepat waktu, tidak dilakukannya penghitungan kalori makanan sesuai kebutuhan tikus.