BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Fower dan Olson (1993) kepuasan perkawinan adalah evaluasi terhadap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Fower dan Olson (1993) kepuasan perkawinan adalah evaluasi terhadap"

Transkripsi

1 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Menurut Fower dan Olson (1993) kepuasan perkawinan adalah evaluasi terhadap area-area dalam perkawinan yang mencakup isu kepribadian, kesetaraan peran, komunikasi, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, waktu luang, hubungan seksual, pengasuhan anak, keluarga dan teman serta orientasi keagamaan. Sadarjoen (2 005) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan adalah sejauh mana pasangan suami istri mampu memenuhi kebutuhan satu sama lain serta sejauh mana kebebasan dari hubungan yang diciptakan memberi peluang bagi pasangan suami istri memenuhi kebutuhan dan harapan satu sama lain dibawa sebelum perkawinan terlaksana. Matlin (2008) juga menjelaskan bahwa perkawinan yang memuaskan adalah perkawinan yang stabil, langgeng, bahagia, saling memahami dan menghargai. Lestari (2012), menambahka n kepuasan perkawinan merujuk pada perasaan positif yang dimiliki pasangan suami istri dalam perkawinan yang maknanya lebih luas daripada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan. Dari beberapa definisi di atas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah definisi kepuasan perkawinan menurut Fower dan Olson (1993). Adapun definisi kepuasan perkawinan menurut Fower dan Olson (1993) adalah evaluasi terhadap area -area dalam perkawinan yang mencakup isu kepribadian, kesetaraan peran, komunikasi, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, waktu luang, hubungan seksual, pengasuhan anak, keluarga dan teman serta orientasi keagamaan. Definisi kepuasan perkawinan yang disampaikan oleh Fower dan Olson (1993) lebih komprehensif karena melihat kepuasan perkawinan secara keseluruhan dibandingkan dengan definisi kepuasan milik tokoh lain yang hanya berfokus pada aspek afektif. 14

2 15 2. Aspek-aspek Kepuasan Perkawinan Aspek-aspek kepuasan perkawinan menurut Fower dan Olson (1993) terdiri dari 10 aspek yaitu : a. Isu Kepribadian Aspek kepuasan ini diukur d ari bagaimana persepsi individu terhadap perilaku dan kepribadian pasangan. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa penerimaan terhadap kepribadian pasangan dapat berdampak positif terhadap kebahagiaan perkawinan yang dirasakan. b. Kesetaraan Peran Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana perasaan dan sikap pasangan suami terhadap peran dalam pernikahan. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa dalam relasi suami istri pembagian peran rumah tangga sangat diperlukan. c. Komunikasi Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana individu merasa nyaman pada pola-pola komunikasi dalam berbagi informasi baik emosional atau kognitif bersama pasangan. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan pentingnya keterampilan berkomunikasi agar tidak menimbulkan salah persepsi antar pasangan suami istri. d. Penyelesaian Konflik Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana cara individu dan pasangan menyelesaikan konflik-konflik pernikahan. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa aspek ini berfokus pada keterbukaan antar pasangan suami istri terhadap isu-isu yang menimbulkan konflik serta strategi dalam menyelesaikan konflik tersebut.

3 16 e.pengelolaan Keuangan Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana individu dan pasangan mengelola keuangan keluarga. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa keseimbangan antara pendapatan dan belanja keluarga harus menjadi tanggung jawab bersama. f.waktu Luang Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana individu dan pasangan menghabiskan waktu luang. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa pasangan harus mampu menyeimbangkan antara waktu berpisah dan waktu bersama. g. Hubungan Seksual Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana perasaan individu dan pasangan terkait hubungan seksual. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa relasi seksual merupakan kekuatan penting bagi kebahagiaan pasangan suami istri. h.pengasuhan Anak Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana cara individu dan pasangan dalam mengasuh serta membesarkan anak. Aspek ini merujuk pada bagaimana pasangan suami istri menjalani tanggung jawab sebagai orangtua. i.keluarga dan Teman Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana individu menjalin hubungan dengan anggota keluarga, keluarga dari pasangan dan teman-teman. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) menjelaskan bahwa keluarga dan teman merupakan konteks penting dalam membangun relasi yang berkualitas. j. Orientasi Keagamaan Aspek kepuasan ini diukur dari bagaimana individu dan pasangan mempercayai dan mempraktekkan agama dalam pernikahannya. Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012)

4 17 menjelaskan, keyakinan spiritual adalah pondasi penting dalam kebahagiaan perkawinan. Adapun aspek-aspek kepuasan perkawinan menurut tokoh lain seperti Clayton (dalam Pujiastuti & Retnowati, 2004), mengemukakan beberapa aspek kepuasan perkawinan yang meliputi kemampuan sosial, persahabatan dalam perkawinan, ekonomi keluarga, kekuatan perkawinan, hubungan dengan keluarga besar, persamaan ideologi, keintiman perkawinan, taktik komunikasi. Sadarjoen (2005) menyebutkan aspek-aspek kepuasan perkawinan meliputi adanya komunikasi yang baik, keintiman dan kedekatan, seksualitas, kejujuran serta kepercayaan. Walgito (2010) menjelaskan aspek-aspek kepuasan perkawinanmeliputi aspek fisiologis seperti kebutuhan seksual, aspek psikologis seperti mendapatkan kasih sayang, perlindungan, rasa aman dan dihargai, aspek sosial di mana manusia hidup dengan norma yang berlaku dimasyarakat, aspek religi di mana menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia untuk melakukan pernikahan. Dari beberapa pendapat terkait aspek-aspek kepuasan perkawinan di atas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek kepuasan perkawinan menurut Fower dan Olson (1993). Adapun aspek-aspek kepuasan menurut Fower dan Olson (1993) meliputi isu kepribadian, kesetaraan peran, komunikasi, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, waktu luang, hubungan seksual, pengasuhan anak, keluarga dan teman serta orientasi keagamaan. Aspek-aspek kepuasan perkawinan yang disampaikan oleh Fower dan Olson (1993) sangat komprehensif karena mencakup aspek yang lebih luas dibandingkan dengan aspek kepuasan milik tokoh lain. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Perkawinan Adapun faktor faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan yang disampaikan oleh beberapa tokoh diantaranya Miller (dalam Hurlock, 1980) menye butkan beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan seperti jumlah sosialisasi yang

5 18 diantisipasi, kemudahan transisi peran keluarga, lama perkawinan, jumlah anak-anak, status sosial ekonomi keluarga, jarak kelahiran anak-anak dan jumlah sahabat. Hurlock (1980) menjelaskan bahwa kemampuan orang dewasa dalam memecahkan masalah merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kepuasan dan kebahagiaan dalam menjalani sebuah perkawinan. Surya (2001) menyebutkan lima faktor penting yang dapat memengaruhi keharmonisan dan kebahagiaan perkawinan. Adapun faktor-faktor yang dimaksud meliputi landasan ketauhidan keluarga, penyesuaian perkawinan, suasana hubungan inter dan antar keluarga, kesejahteraan ekonomi dan pendidikan keluarga. Olson dan Defrain (2003) memaparkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi kebahagiaan perkawinan, faktor-faktor tersebut meliputi ekspektasi yang tidak realistik terhadap perkawinan, menikahi orang yang salah dengan alasan yang salah, perkawinan merupakan ikatan yang penuh tantangan dan adanya sedikit usaha dalam untuk meningkatkan kemampuan berelasi dengan pasangan. Faktor fisiologis juga memengaruhi kepuasan perkawinan. Adapun faktor-faktor fisiologis yang dimaksud seperti kesehatan, keturunan dan kemampuan mengadakan hubungan seksual terhadap kepuasan dalam perkawinan (Walgito, 2010). Sadarjoen (2005) menjelaskan bahwa faktor -faktor yang memengaruhi tercapainya kepuasan perkawinan meliputi komunikasi yang baik, keintiman dan kedekatan, seksualitas, kejujuran dan kepercayaan. Papalia, Old dan Feldman (2008) menyebutkan bahwa komitmen merupakan faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan sebuah perkawinan. Brubaker (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) juga menyebutkan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi kesuksesan perkawinan diantaranya, komunikasi, pembuatan keputusan dan penyelesaian konflik. Robinson dan Blanton (dalam Papalia,dkk.(2007) menyebutkan bahwa faktor - faktor penting yang menentukan suksesnya perkawinan adalah komunikasi yang baik, kesamaan persepsi akan hubungan, dan orientasi keagamaan.

6 19 Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kepuasan perkawinan menurut Marano (dalam Cahyowinarti, 2010) seperti kerjasama dalam pemecahan masalah,adanya pengalaman yang menyenangkan yang dialami bersama,kualitas dari komunikasi yang terjalin sebelum perkawinan, adanyakomunikasi cinta, penerimaan sikap dan kebiasaan dari pasangan. Calhoun dan Acocella (dalam Lestari, 2012 ) menyebutkan bahwa faktor penting yang memengaruhi tercapainya keutuhan keluarga adalah keberhasilan dalam melakukan penyesuaian antar pasangan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirangkum bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan di dalam perkawinan. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi kondisi ekonomi, penyelesaian konflik, kualitas komunikasi dan penyesuaian perkawinan. 4. Tahapan Kehidupan Perkawinan Menurut Menaghan (dalam Sadarjoen, 2005), tahapan kehidupan perkawinan mengungkapkan tentang tahap-tahap kehidupan yang terjadi di dalam perkawinan. Faktor penyebab terjadinya tahapan kehidupan di dalam perkawinan dikarenakan adanya tiga area kehidupan pasangan yang terpisah tetapi saling tumpang tindih. Adapun ketiga area kehidupan yang dimaksud meliputi perubahan dalam peran parental, perubahan dalam status ekonomi baik pendapatan atau konsumsi dan perubahan dalam peran yang dimainkan di luar kehidupan keluarga. Perubahan pada peran parental di dalam kehidupan perkawinan dapat diilustrasikan pada tiga peristiwa yaitu kelahiran anak pertama, anak pada masa remaja dan anak pada masa dewasa. Kelahiran anak pertama memberikan dampak paling besar pada pasangan suami istri. Hal itu dikarenakan kehadiran anak memaksa pasangan untuk menambah peran baru sebagai orangtua. Pada tahap anak dengan masa remaja, orangtua merasa tidak nyaman dengan pola asuh yang telah diterapkan. Tahap terakhir dengan anak pada masa

7 20 dewasa. Pada tahap ini peristiwa yang terjadi adalah anak meninggalkan rumah dan orangtua mengalami kekosongan sebagai pertanda berakhirnya aktivitas parental. Perubahan pada status ekonomi di dalam perkawinan. Perubahan status ekonomi terjadi berkaitan dengan pendidikan pasangan, pekerjaan pasangan dan jumlah serta jarak kehadiran anak. Ada dua periode di dalam tahap kehidupan perkawinan yang sangat rentan terhadap stres ekonomi. Adapun periode tersebut terjadi pada awal perkawinan dan saat pensiun tiba. Rendahnya penghasilan keluarga dapat memberikan efek negatif bagi kualitas kehidupan pasangan. Perubahan dalam peran yang dimainkan di luar kehidupan keluarga. Peran pada area ini memiliki variasi yang tidak sedikit. Salah satu contoh yang bisa diberikan adalah kembalinya istri ke tempat kerja setelah beberapa tahun tinggal di rumah untuk mengasuh anak. Perubahan peran di dalam rumah tangga dapat menjadi sumber stres bagi kelangsungan perkawinan. Perubahan tahapan kehidupan adalah faktor penting dalam memahami gaya dan pola interaksi di dalam perkawinan. Pada tahapan kehidupan terdapat grafik naik turun pada aspek biologis, emosional dan psikologis yang terjadi tanpa mempertimbangkan perbedaan latar belakang ekonomi, pendidikan, kepribadian atau kebiasaan pasangan. Glik (dalam Simanjuntak, 2013) juga menjelaskan bahwa terdapat tiga tingkatan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan perkawinan. Tahap pertama, periode pada saat pasangan melangsungkan perkawinan dan kelahiran anak pertama. Pada tahap pertama pasangan suami istri saling menyesuaikan diri satu sama lain pada peran baru yang dimiliki. Tahap kedua adalah periode mengasuh dan membesarkan anak. Istri terikat pada tugas mengurus rumah dan suami terikat pada tugas untuk mencari nafkah untuk memenhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Cinta antara istri dan suami berkembang menjadi cinta ibu dan ayah serta cinta ibu dan ayah berkembang menjadi cinta orangtua pada

8 21 perkembangan anak. Pada tahap ketiga anak-anak tumbuh besar dan menjadi dewasa, kemudian menikah dan membentuk keluarga sendiri. Orangtua pada periode ini memiliki banyak waktu untuk bermesraan satu sama lain. Adapun beberapa tokoh lain yang juga memaparkan teori tahapan kehidupan perkawinan meliputi Sorokin, Zimmerman dan Galpin (Duvall & Miller, 1985), Kirkpatrick, dkk.,(dalam Duvall & Miller, 1985), Bigelow (dalam Duvall & Miller, 1985) dan Duvall (dalam Duvall & Miller, 1985). Teori tahapan kehidupan perkawinan menurut Sorokin, Zimmerman dan Galpin (Duvall & Miller, 1985) terdapat empat tahapan yang meliputi pasangan suami istri yang baru memulai kehidupan ekonomi secara mandiri, pasangan suami istri dengan satu anak atau lebih, pasangan suami istri dengan anak dewasa yang sudah mandiri dan pasangan suami istri yang mulai menua. Teori tahapan kehidupan perkawinan menurut Kirkpatrick, dkk.,(dalam Duvall & Miller, 1985) juga terdapat empat tahapan yang meliputi keluarga dengan anak prasekolah, keluarga dengan anak bersekolah, keluarga dengan anak Sekolah Menengah Atas (SMA) dan keluarga dengan anak yang sudah dewasa. Teori tahapan kehidupan perkawinan menurut Bigelow (dala m Duvall & Miller, 1985) terdapat tujuh tahapan yang meliputi periode pembentukan, kehadiran anak dan anak dengan masa prasekolah, anak pada masa Sekolah Dasar (SD), anak pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA), anak pada masa menjadi mahasiswa, masa pemulihan dan masa pensiunan. Teori tahapan kehidupan perkawinan menurut Duvall (dalam Duvall & Miller, 1985) terdapat delapan tahapan yang meliputi pasangan suami istri tanpa adanya kehadiran anak, kehadiran anak, keluarga dengan anak pada masa prasekolah, keluarga dengan anak pada masa Sekolah Dasar (SD), keluarga dengan anak pada masa remaja, keluarga dengan anak pada masa dewasa muda, orangtua pada usia paruh baya dan penuaan anggota keluarga. Berdasarkan beberapa pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan

9 22 kehidupan perkawinan meliputi keluarga dengan kehadiran anak pertama, keluarga dengan anak pada masa remaja dan keluarga dengan anak pada masa dewasa. B. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Spanier (1976) menjelas kan bahwa penyesuaian perkawinan ditentukan oleh seberapa sering keselarasan yang dihasilkan pasangan suami istri karena perbedaan pendapat diantara keduanya. Duvall dan Miller (1985) juga menjelaskan bahwa penyesuaian perkawinan adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai pasangan suami istri dengan harapan bahwa pasangan suami istri akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Das dan Gupta (1997) mengatakan penyesuaian perkawinan adalah sebuah kesesuaian yang dikaitkan antara persepsi peran dan performa pada pasangan, dengan kata lain jika performa peran yang dilakukan suami sesuai dengan apa yang seharusnya menurut istri atau sebaliknya maka kebahagian perkawinan akan lebih tinggi. Lock dan William (dalam Das & Gupta, 1997) juga menjelaskan bahwa penyesuaian perkawinan adalah penyesuaian antara suami dan istri ke titik persahabatan, kesepakatan tentang nilai-nilai dasar keintiman perasaan, tingkah laku dan faktor-faktor lain yang tidak teridentifikasi. Laswell dan Laswell (dalam Donna & Lengkong, 2009) menambahkan bahwa penyesuaian perkawinan merupakan penyesuaian satu sama lain diantara dua individu terhadap kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan dan harapanharapan. Dari beberapa definisi di atas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah definisi penyesuaian perkawinan menurut Duvall dan Miller (1985). Adapun definisi kepuasan perkawinan menurut Duvall dan Miller (1985) adalah proses membiasakan diri

10 23 pada kondisi baru dan berbeda sebagai pasangan suami istri dengan harapan bahwa pasangan suami istri akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Definisi penyesuaian perkawinan yang disampaikan oleh Duvall dan Miller (1985) sangat komprehensif karena melihat penyesuaian perkawinan secara keseluruhan, baik dari proses sampai pada tahap dijalankannya peran dalam keluarga sebagai hasil dari penyesuaian sebagai pasangan suami istri. 2. Aspek-aspek Penyesuaian Perkawinan Aspek-aspek penyesuaian perkawinan menurut Spanier (1976) terdiri dari empat aspek yaitu : a. Kesepakatan Diadik Aspek penyesuaian ini dapat diukur dari kesepakatan antara individu dan pasangan terkait dengan urusan rumah tangga. Adapun urusan rumah tangga yang dimaksud meliputi mengatur keuangan keluarga, menentukan liburan keluarga (rekreasi), hal keagamaan, memilih teman, menentukan nilai dan norma, prinsip atau pandangan hidup, kesepahaman dalam cara menghadapi mertua, visi dan misi yang sama, jumlah waktu yang dihabiskan bersama, pengambilan keputusan besar, pembagian pekerjaan rumah tangga, waktu luang dan menjalankan hobi dan pemilihan pekerjaan (Spanier dalam Busby, dkk. 1995). b. Kepuasan Diadik Aspek penyesuaian ini dapat diukur dari tingkat kepuasan hubungan antara individu dan pasangan. Pada aspek ini disusun berdasarkan persepsi individu terhadap persoalanpersoalan yang terjadi dalam perkawinan. Aspek ini mengukur banyaknya ketegangan yang terjadi di dalam perkawinan. Ketegangan yang dimaksud meliputi penyelesaian konflik, harapan terhadap hubungan, penyesalan terhadap perkawinan, pertengkaran,

11 24 tingkat kebahagiaan dan kualitas hubungan dengan pasangan (Spanier dalam Busby, dkk. 1995). c. Kedekatan Diadik Aspek penyesuaian ini dapat diukur dari kedekatan antara individu dan pasangan dalam melakukan dan menikmati berbagai kegiatan bersama. Aspek ini berfokus kepada minat-minat dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan bersama pasangan, membangkitkan pertukaran ide, tertawa bersama, mendiskusikan sesuatu dan bekerja sama dalam suatu pekerjaan (Spanier dalam Busby, dkk. 1995). d. Pernyataan Perasaan Aspek penyesuaian ini diukur dari bagaimana individu mengekspresikan perasaan dan hubungan seksual. Aspek ini berfokus bagaimana pasangan mendemonstrasikan perasaan, hubungan seksual, menjadi lelah akan hubungan seksual dan tidak menunjukkan cinta (Spanier dalam Busby, dkk. 1995). Adapun aspek-aspek penyesuaian perkawinan menurut tokoh lain seperti Landis dan Landis (1970) meliputi hubungan dengan mertua, hubungan terkait seksual, aktivitas sosial dan rekreasi, pertemanan, keyakinan dan melatih serta mendisiplinkan anak. Atwater dan Duffy (1999), juga menyebutkan beberapa aspek-aspek penyesuaian perkawinan diantaranya pembagian tanggung jawab perkawinan, komunikasi dan konflik, seks dalam perkawinan, perubahan yang terjadi sepanjang waktu di dalam kehidupan perkawinan. Dari beberapa pendapat terkait aspek-aspek penyesuaian perkawinan di atas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek penyesuaian perkawinan menurut Spanier (1976 ). Adapun aspek-aspek kepuasan menurut Spanier (1976) meliputi kesepakatan diadik, kepuasan diadik, kedekatan diadik dan pernyataan perasaan. Aspekaspek penyesuaian perkawinan yang disampaikan oleh Spanier (1976 ) sangat

12 25 komprehensif karena lebih merepresentasikan berbagai penyesuaian yang meliputi kesepakatan aturan, kepuasan, kedekatan dan afeksi dalam perkawinan dibandingkan dengan aspek penyesuaian perkawinan oleh tokoh lain. 3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Perkawinan Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan yang disampaikan oleh Turner dan Hems (dalam Donna & Lengkong, 2009) meliputi konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, kesamaan nilai, konsep peran, perubahan dalam pola hidup. Hurlock (1980) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian perkawinan meliputi persiapan yang terbatas untuk perkawinan, peran dalam perkawinan, kawin muda, konsep yang tidak realistis tentang perkawinan, perkawinan campur, pacaran yang dipersingkat, konsep perkawinan yang romantis dan kurangnya identitas. Atwater (1983) menambahkan bahwa faktor-faktor penting yang memengaruhi penyesuaian perkawinan adalah komunikasi dan kemampuan interpersonal. Narvan (dalam Atwater, 1983) memaparkan bahwa komunikasi efektif adalah faktor penting dalam menjalankan penyesuaian perkawinan. Surya (2 001) menyebutkan tujuh faktor yang memengaruhi penyesuaian di dalam perkawinan. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi keterbatasan persiapan perkawinan, peran-peran di dalam perkawinan, perkawinan pada usia dini, perkawinan campuran atau masih ada hubungan keluarga, perkenalan yang singkat, konsep perkawinan yang romantis dan kurangnya identitas. Hanaco dan Wulandari (2013) menyebutkan bahwa kesiapan mental merupakan faktor penting dalam menghadapi penyesuaian perkawinan. Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirangkum bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penyesuaian di dalam perkawinan. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi persiapan yang terbatas untuk perkawinan, peran dalam perkawinan, kawin muda,

13 26 konsep yang tidak realistis tentang perkawinan, perkawinan campur, pacaran yang dipersingkat, konsep perkawinan yang romantis, kurangnya identitas dan kualitas komunikasi. C. Keluarga Inti dan Keluarga Batih Pada latar belakang telah disebutkan bahwa dalam masyarakat Bali masih berlaku beberapa tipe perkawinan yang meliputikeluarga intidan keluarga batih. Adapun definisi keluarga intidan keluarga batih tertera pada paragraf berikut : 1. Definisi Keluarga Inti Menurut Kimmel (1974), keluarga intiadalah struktur keluarga yang terdiri dari ibu, ayah dan anak-anak. Partowisastro (1983) berpendapat bahwa keluarga intiadalah struktur keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sussman, Steinmetz dan Peterson (1999), juga berpendapat bahwa keluarga intiadalah keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak. Georgas, dkk. (2006), menjelaskan keluarga intiadalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan keturunannya yang tinggal dalam satu atap. Elliott (2008), juga menjelaskan bahwa keluarga intiadalah keluarga yang terdiri dari seorang ayah dan ibu yang membesarkan anak di dalam rumahnya sendiri. Bjorklund dan Bee (2009) menyebutkan bahwa keluarga intiadalah keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak. Murdock (dalam Lestari, 2012), mengatakan keluarga intiadalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat keluarga inti. Lee (dalam Lestari, 2012), juga mengatakan bahwa keluarga inti adalah keluarga yang di dalamnya terdiri dari tiga posisi yang meliputi suami atau ayah, istri atau ibu, dan anak. Pengertian keluarga inti menurut Swarsi, dkk. (1988), keluarga intiadalah struktur keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.

14 27 Swarsi, dkk.(1986) menjelsakan bahwa seorang istri yang tinggal di dalam keluarga intimemiliki peranan yang lebih. Salah satunya dalam pembuatan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keberlangsungan keluarga. Istri bukan hanya sematamata sebagai anggota keluarga yang selalu menerima semua keputusan suami tetapi juga menjadi partner suami dalam membuat dan mengambil sebuah keputusan. Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa keluarga intiadalah struktur keluarga yang terdiri suami atau ayah, istri atau ibu, dan anak. 2. Definisi Keluarga Batih Tipe perkawinan kedua yang juga masih berlaku di dalam masyarakat Bali adalah keluarga batih. Menurut Kimmel (1974) keluarga batihadalah keluarga inti yang memiliki ikatan pertalian dengan anggota keluarga yang lain. Derlega dan Janda (1978) berpendapat bahwa keluarga batihadalah keluarga yang di dalamnya terdiri dari lebih dari dua generasi yang tinggal bersama. Georgas, dkk. (2006) menjelaskan bahwa keluarga batihadalah keluarga yang terdiri dari semua kerabat yang berdarah langsung. Bjorklund dan Bee (2009) juga menjelaskan bahwa keluarga batihadalah keluarga yang terdiri dari anggota keluarga lain seperti kakek nenek, bibi, paman dan sepupu. Lee (Lestari, 2012) menyebutkanbahwa keluarga batih adalah keluarga yang di dalamnya menyertakan posisi lain selain tiga posisi berikut, suami atau ayah, istri atau ibu, dan anak. Terdapat tiga bentuk keluarga batih. Bentuk keluarga batih yang pertama yaitu keluarga bercabang. Keluarga bercabang terjadi manakala seorang anak dan hanya seorang, yang sudah melangsungkan perkawinan masih tinggal dalam rumah orangtuanya. Bentuk kedua dari keluarga batih adalah keluarga berumpun. Keluarga berumpun terjadi manakala lebih dari satu anak yang sudah kawin tetap tinggal bersama kedua orangtuanya. Bentuk keluarga batih yang ketiga adalah keluarga beranting. Bentuk ini terjadi manakala di dalam keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah kawin dan tetap tinggal

15 28 bersama (Lestari, 2012). Pengertian keluarga batih menurut Swarsi, dkk.(1986) keluarga batihadalah struktur keluarga yang terdiri dari keluarga inti senior beserta keluarga inti dari anak lelaki yang telah kawin di mana mereka tinggal dalam satu rumah atau pekarangan dan makan dalam satu dapur. Baktiari (2007) menjelaskan bahwa sebelum istri resmi masuk ke dalam ke luarga batih suami, istri harus melakukan upacara pelepasan yaitu memohon izin untuk meninggalkan para leluhur di rumah istri. Upacara pelepasan dilakukan saat upacara perkawinan berlangsung. Pada saat upacara pelepasan selesai maka sejak hari itu istri ikut memuja leluhur suami dan secara otomatis menjadi anggota krama adat di banjar suami. Swarsi, dkk.(1986) juga menjelaskan bahwa tinggal dengan keluarga batih suami, berarti istri juga akan tinggal dengan anggota keluarga lain seperti mertua dan ipar. Oleh karena itu, penyesuaian perkawinan yang baik sangat dibutuhkan oleh istri agar mampu menjalani kehidupan perkawinan yang mudah di dalam lingkungan keluarga suami. Pada keluarga batih di Bali, mertua perempuan memiliki peranan yang penting pada menantu perempuan. Mertua perempuan memiliki peran untuk memberikan petunjuk dan nasihat kepada menantu perempuan. Petunjuk yang dimaksud seperti cara membina keluarga bahagia. Adapun nasihat yang diberikan meliputi gambaran hubungan, perlakuan dan sopan santun sebagai seorang istri kepada suami serta seorang ibu kepada anakanaknya. Pada saat terjadi konflik antara menantu perempuan dan anak laki-lakinya, mertua perempuan berperan menjadi penengah yang berusaha mendamaikan dan memberi petuah-petuah. Peran mertua perempuan sebagai penengah dan pemberi petuah pada anak dan menantu perempuan tidak selamanya berjalan seperti yang diharapkan. Harapan bahwa menantu perempuan selalu menerima petunjuk dan nasihat dari mertua. Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian oleh menantu perempuan dalam menerima petunjuk dan nasihat

16 29 yang diberikan oleh mertua, karena ada kalanya petunjuk dan nasihat yg diberikan oleh mertua tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh menantu perempuan. Ketidaksesuaian tersebut mampu menimbulkan ketegangan bahkan konflik antara mertua perempuan dengan menantu perempuan (Swarsi, dkk.1986). Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa keluarga batihadalah keluarga luas yang menyertakan posisi lain selain posisi siuami atau ayah, istri atau ibu, dan anak. D. Peranan Perempuan Bali di dalam Keluarga Matlin (2008) menjelaskan bahwa perempuan adalah mahkluk yang memiliki pengalaman unik. Pengalaman unik yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Adapun pengalaman unik yang dimaksud meliputi menstruasi, hamil, melahirkan dan menopause. Berbicara tentang pengalaman unik, pengalaman unik yang dialami oleh perempuan tidak hanya terbatas pada aspek biologis seperti yang telah disebutkan. Aspek-aspek lain yang memberi karakteristik tersendiri bagi perempuan seperti aspek emosi dan aspek sosial. Pada aspek emosi, Matlin (2008) memaparkan bahwa perempuan memiliki p erempuan lebih sensitif dan lebih ekspresif dalam mengungkapkan emosi yang dimiliki daripada laki-laki.pada aspek terakhir yaitu aspek sosial. Salah satu indikator jika membahas tentang aspek sosial maka tidak terlepas dari peran yang dimiliki. Matlin (2008) kembali menjelaskan bahwa peran yang dimiliki oleh laki dan perempuan dipengaruhi oleh budaya laki-laki dan perempuan berasal.. Salah satu daerah yang mengatur peran perempuan baik di dalam keluarga dan masyarakat adalah Bali. Arsana dkk.(1986) memaparkan peran-peran yang dimiliki oleh perempuan Bali yang telah melangsungkan perkawinan baik yang tinggal di dalam keluarga inti atau keluarga batih. Adapun peran domestik perempuan Bali meliputi mengatur peralatan rumah tangga, memasak, menata ruangan, mencuci, menyapu,

17 30 mengasuh dan mendidik anak-anak. Peran perempuan Bali dalam kegiatan sosial keagamaan atau adat di masyarakat meiputi menyiapkan sajen untuk upacara, gotong royong dan tolong menolong. Arsana, dkk. (1986) menambahkan bahwa dalam perkembangan yang lebih luas terdapat perubahan peran pada perempuan Bali terkait keterlibatan perempuan Bali di dalam lapangan perekonomian dengan tingkat produktivitas yang tidak kalah penting bagi pendapatan rumah tangga. Perubahan peran dalam kegiatan ekonomi lebih menonjol pada perempuan Bali yang tinggal di daerah perkotaan. Hasil penelitian menemukan sebesar 71,5% kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perempuan Bali di desa Pemecutan Kelod berada di luar rumah sedangkan sisanya sebesar 28,5% kegiatan ekonomi dilakukan di dalam rumah. Pemaparan hasil penelitian tersebut memberikan gambaran tentang keterlibatan istri dalam perekonomian keluarga semakin permanen. Keikutsertaan istri dalam kegiatan perekonomian memengaruhi peran dan kedudukan istri di dalam rumah tangga. Pada istri di pedesaan karena keterlibatan dalam kegiatan ekonomi tidak semenonjol istri di kota, maka waktu kosong yang dimiliki diisi dengan merangkai janur untuk kegiatan upacara atau berbincang mengenai masalah keluarga dengan tetangga. Pada istri di perkotaan, karena keterlibatan dalam kegiatan ekonomi sangat menonjol, maka istri tidak memiliki cukup waktu untuk merangkai janur atau berbincang mengenai masalah keluarga dengan tetangga. Oleh karena itu, istri diperkotaan dalam memenuhi kebutuhan perlengkapan upacara seperti janur memiliki kecenderungan dengan cara membeli (Arsana, dkk.1986). Menurut hasil penelitian oleh Arsana, dkk.(1986), menyebutkan bahwa pada istri yang tinggal di daerah perkotaan yaitu di desa Pemecutan Kelod dalam melakukan kegiatan merangkai janur untuk kegiatan upacara tidak seintensif di pedesaan. Pada upacara kecil sehari-hari para istri biasanya membeli janur atau perlengkapan upacara di

18 31 pasar. Pada upacara besar seperti perkawinan, kematian, atau upacara siklus hidup dilakukan secara beramai-ramai. Berdasarkan pada pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan Bali yang telah melangsungkan perkawinan baik yang tinggal di keluarga inti atau keluarga batih memiliki peran-peran yang wajib dilaksanakan dalam ranah domestik dan masyarakat. Adapun peran domestik perempuan Bali meliputi mengatur peralatan rumah tangga, memasak, menata ruangan, mencuci, menyapu, mengasuh dan mendidik anakanak. Peran perempuan Bali dalam kegiatan sosial keagamaan atau adat di masyarakat meiputi menyiapkan sajen untuk upacara, gotong royong dan tolong menolong. D. Dinamika Antar Variabel Menurut Hornby (dalam Walgito, 2010)perkawinan adalah bersatunya laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. Perkawinan memberikan tantangan kepada pasangan suami istri untuk menyesuaikan diri satu sama lain sehingga penyesuaian perkawinan mampu berjalan dengan mudah. Adapun beberapa faktor yang memengaruhi penyesuaian terhadap pasangan meliputi konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran dan perubahan dalam pola hidup (Hurlock, 1980). Hurlock (1980) menambahkan bahwa penyesuaian terhadap pasangan merupakan penyesuaian paling pokok pertama kali yang akan dihadapi oleh pasangan suami istri. Jika satu sama lain tidak bisa menyesuaikan diri pada karakter dan kebiasaan pasangan maka hal itu bisa memunculkan konflik perkawinan. Atwater (1983) menyampaikan bahwa penyesuaian perkawinan satu sama lain merupakan faktor yang memengaruhi tercapainya kepuasan perkawinan. Hasil penelitian pada 409 pasangan menyebutkan bahwa kepuasan

19 32 perkawinan akan bisa dicapai jika pasangan mampu menyesuaikan diri pada perbedaan satu sama lain (Landis & Landis, 1970). Matlin (2008) mengungkapkan bahwa perbedaan karakteristik gender berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan. Artinya, kepuasan perkawinan yang mampu dicapai oleh suami atau istri belum tentu sama. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ryne (dalam Sadarjoen, 2005) menemukan bahwa laki-laki cenderung lebuh puas terhadap perkawinannya dibandingkan dengan perempuan. Matlin (2008) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor karakteristik gender yang bisa menjadi penyebab rendahnya kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh perempuan. Adapun faktor-faktor karakteristik gender yang dimaksud meliputi perempuan lebih sensitif daripada laki-laki ketika berhadapan dengan masalah perkawinan. Perempuan lebih antisipatif terhadap kemungkinan negatif dari sebuah masalah. Perempuan juga lebih ekspresif dibanding lakilaki saat mengalami emosi tertentu. Kondisi tersebut membuat perempuan lebih rentan mengalami depresi. Bentuk penyesuaian perkawinan di mana istri hanya berfokus untuk menyesuaikan diri dengan suami berlaku pada pasangan suami istri yang tinggal dalam keluarga inti. Pada masyarakat Bali, seorang istri yang tinggal di dalam keluarga intimemiliki peranan yang lebih, salah satunya dalam pembuatan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keberlangsungan keluarga. Istri bukan hanya semata-mata sebagai anggota keluarga yang selalu menerima semua keputusan suami tetapi juga menjadi partner suami dalam membuat dan mengambil keputusan (S warsi, dkk. 1986). Pembuatan dan pengambilan keputusan dalam kehidupan perkawinan antar pasangan suami istri tidak selamanya berjalan baik karena dua individu tersebut memiliki persepsi dan harapan berbeda terhadap perkawinan yang dijalani.oleh karena itu, penyesuaian perkawinan antar pasangan suami istri bukan merupakan penyesuaian perkawinan yang mudah (Mar at, 2012).

20 33 Penyesuaian perkawinan akan semakin berat bagi istri yang tinggal bersama dengan keluarga batih, istri tidak hanya harus menyesuaikan diri dengan suami tetapi juga dengan keluarga batih suami. Salah satunya dengan mertua. Pada masyarakat Bali, seorang istri yang tinggal bersama keluarga batih perlu menyiapkan mental karena mereka akan berpisah dengan orang tua maupun kerabat dekatnya. Istri kemudian masuk ke dalam lingkungan baru yaitu keluarga batih suami dengan berbagai macam kondisi dan orangorang yang cukup heterogen sehingga dibutuhkan penyesuaian yang baik oleh istri agar mampu mengurangi ketegangan atau konflik dengan mertua. Landis dan Landis (1970) menjelaskan bahwa penyesuian dengan mertua akan lebih mudah jika masing-masing memberikan ruang privasi satu sama lain. Hanako dan Wulandari (2013) menambahkan bahwa sebenarnya hubungan dengan mertua bisa menjadi lebih mudah dibandingkan dengan ipar. Hal itu dikarenakan mertua sudah pernah menempati posisi sebagai menantu.hubungan dengan keluarga pasangan merupakan hal penting yang dapat memengaruhi keutuhan perkawinan. Apabila suami atau istri memiliki hubungan yang baik dengan keluarga pasangan khususnya mertua atau ipar, kecil kemungkinan untuk terjadi konflik dengan mertua atau ipar (Hurlock, 1980).H asil penelitian yang dilakukan oleh Wu, dkk. (2001) menemukan bahwa konflik dengan mertua menyebabkan rendahnya kepuasan perkawinan oleh perempuan Taiwan. Beranjak dari pemaparan di atas peneliti ingin mengetahui hubungan penyesuaian dan kepuasan perkawinan serta perbedaan penyesuaian dan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga inti atau keluarga batih.

21 34 Gambar 1. Dinamika Antar Variabel Keluarga inti Kepuasan perkawinan Penyesuaian perkawinan Keluarga batih Kepuasan perkawinan Keterangan : Garis korelasi : E. HIPOTESIS Pada penelitian ini hipotesa diajukan sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan. Hipotesis dari penelitian ini adalah hubungan penyesuaian dan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga inti dan keluarga batih. Adapun hipotesis yang diajukan adalah : 1. Hipotesis Mayor Hipotesis Alternatif : a. Ada hubungan antara penyesuaian dan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga inti. b. Ada hubungan antara penyesuaian dan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga batih. Hipotesis Nol : a. Tidak ada hubungan antara penyesuaian dan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga inti.

22 35 b. Tidak ada hubungan antara penyesuaian dan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga batih. 2. Hipotesis Minor Hipotesis Alternatif : a. Ada perbedaan penyesuaian perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga intidengan yang tinggal dikeluarga batih. b. Ada perbedaan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga kecildengan yang tinggal dikeluarga batih. Hipotesis Nol : a. Tidak ada perbedaan penyesuaian perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga intidengan yang tinggal dikeluarga batih. b. Tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan pada perempuan Bali yang tinggal di keluarga intidengan yang tinggal dikeluarga batih.

BAB 1 PENDALUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan manusia yaitu intimasi versus isolasi. Pada tahap ini orang dewasa muda

BAB 1 PENDALUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan manusia yaitu intimasi versus isolasi. Pada tahap ini orang dewasa muda 1 BAB 1 PENDALUHUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa muda merupakan kelompok usia yang masuk pada tahap ke enam perkembangan manusia yaitu intimasi versus isolasi. Pada tahap ini orang dewasa muda sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan sebagai suatu fase kehidupan individu. Pada sub bab kedua dijabarkan pengertian penyesuaian pernikahan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Studi yang meneliti mengenai penyebab, prediktor dan akibat dari kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

Penyesuaian dan Kepuasan Perkawinan pada Perempuan Bali yang Tinggal di Keluarga Inti dan Keluarga Batih Indri Oktavia Rospita dan Made Diah Lestari

Penyesuaian dan Kepuasan Perkawinan pada Perempuan Bali yang Tinggal di Keluarga Inti dan Keluarga Batih Indri Oktavia Rospita dan Made Diah Lestari Jurnal Psikologi Udayana 2016, Vol. 3, No. 3, 491-498 Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana ISSN:2354 5607 Penyesuaian dan Kepuasan Perkawinan pada Perempuan Bali yang Tinggal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Intimacy 2.1.1. Definisi Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost deepest yang artinya paling dalam (Caroll, 2005). Intimacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980)

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980) BAB II LANDASAN TEORI A. Perkawinan 1. Defenisi perkawinan Perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita yang kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S.

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. Hubungan Suami Istri Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri pada kelas menengah berubah dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst

Lebih terperinci

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang butuh orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Manusia memerlukan rasa aman, nyaman, dan kasih sayang yang diberikan oleh orang lain,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab sebelumnya. Teori yang digunakan antara lain, definisi pernikahan, penyesuaian pernikahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah sebuah hubungan yang menjadi penting bagi individu lanjut usia yang telah kehilangan banyak peran (Indriana, 2013). Para individu lanjut usia atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sebagai

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu tradisi dipersatukannya dua insan manusia dalam ikatan suci, dan keduanya ingin mencapai tujuan yang sama yaitu menjadi keluarga yang harmonis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam kehidupannya untuk menjalin hubungan-hubungan dengan manusia

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA. Oleh: As-as Setiawati

MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA. Oleh: As-as Setiawati MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGADALAM LINGKARAN HIDUP KELUARGA Oleh: As-as Setiawati Lingkaran hidup keluarga adalah proses perkembangan hidup keluarga sejak perkawinan sampai masa pasangan itu mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. A. Latar belakang masalah

ABSTRAK. A. Latar belakang masalah Judul Studi kasus : Penyesuaian menantu perempuan yang tinggal di rumah mertua yang berbeda suku Nama : Ika wahyuni NPM :10501147 NIRM : 20013137380050146 Pembimbing : M. Fakhrurrozi, M.psi, psi A. Latar

Lebih terperinci

SUSI RACHMAWATI F

SUSI RACHMAWATI F HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN PERKAWINAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA AWAL PERKAWINAN PASANGAN BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 HUBUNGAN ANTARA ASERTIVITAS DENGAN PENYESUAIAN PERKAWINAN PASANGAN SUAMI ISTRI DALAM USIA PERKAWINAN 1-5 TAHUN DI KECAMATAN COBLONG BANDUNG

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara drastis. Dari dua juta pernikahan dalam setahun, terdapat sekitar 200.000 kasus perceraian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, masyarakat mengganggap bahwa keluarga tersusun atas ayah, ibu dengan anak-anak. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pada struktur

Lebih terperinci