BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Intimacy Definisi Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost deepest yang artinya paling dalam (Caroll, 2005). Intimacy dapat diartikan sebagai sebuah proses berbagi di antara dua orang yang sudah saling memahami sebebas mungkin dalam pemikiran, perasaan dan tindakan (Masters,1992). Intimacy dapat terjadi melalui penerimaan, komitmen, kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah intimacy dengan orang lain tergantung bagaimana seseorang memahami diri sendiri yang didasarkan pada pengetahuan tentang diri yang sebenarnya dan berdasarkan tingkat penerimaan terhadap diri sendiri (Masters, 1992). Penerimaan terhadap diri sendiri adalah dasar yang utama terhadap kemampuan membentuk intimacy dalam hubungan dengan orang lain, karena seseorang yang menerima diri sendiri akan mampu untuk menjadi dirinya sendiri tanpa harus menutup-nutupi dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain. Schafaer dan Olson (1981) mendefinisikan intimacy sebagai suatu proses dan pengalaman yang merupakan hasil dari pengungkapan topik mengenai intimacy dan berbagi pengalaman intim. Intimacy juga dikatakan oleh Schafaer dan Olson (1981) sebagai tipe dan cara yang dilakukan pasangan dalam berbagi 10

2 11 kedekatan, yaitu meliputi perasaan yang dekat, keterbukaan, memiliki teman, menunjukan kasih sayang, berbagi ide, mendiskusikan berbagai hal yang terjadi setiap hari, dan saling berbagi mengenai hobi ataupun aktivitas mereka masingmasing. Sternberg (Papalia, 2004) intimacy adalah komponen emosi dari cinta yang meliputi perasaan dengan orang lain, seperti perasaan hangat, sharing, dan kedekatan emosi serta mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Menurut Baur and Crooks (2008) Intimacy juga merupakan salah satu upaya untuk membantu orang lain, keterbukaan dalam sharing, bertukar pikiran, dan merasakan sedih ataupun senangnya dengan seseorang yang dicintainya. Bentuk-bentuk intim yaitu dari persaudaraan, persahabatan dan percintaan. Pertama persaudaraan yaitu hubungan intim yang terhadap saudara didasarkan adanya hubungan darah. Pada persaudaraan itu di dalamnya terkandung keakraban.kehidupan bersama tersebut memungkinkan segala hubungan terjadi, misalanya keakraban, kedekatan, dan interaksi. Baumgardner dan Clothers (Hanurawan, 2010) Keintiman adalah suatu konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau perasaan keterhubungan di antara dua orang. Perasan-perasaan itu seperti pada fenomena seseorang memikirkan kesejahteraan orang lain, pemahaman timbal balik dengan orang lain, dan kemampuan berbagi (sharring) dengan orang lain. Dalam keintiman, orang yang melakukan interaksi sosial pada suatu hubungan cinta menjadi saling

3 12 memahami di antara kedua belah pihak dan terdapat fenomena kehangatan afeksi di antara kedua belah pihak. Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa intimacy mengacu kepada perasaan dekat tidak hanya secara fisik dan bermakna serta dapat saling menerima diri dan orang lain dalam sebuah hubungan dan diekspresikan secara verbal ataupun non-verbal yang dapat membuat dua orang menjadi lebih mengenal satu sama lain. Ekspresi tersebut kemudian menghasilkan pengungkapan topik mengenai intimacy meliputi perasaan yang dekat, keterbukaan, memiliki teman, menunjukan kasih sayang, berbagi ide, mendiskusikan berbagai hal yang terjadi setiap hari, dan saling berbagi mengenai hobi ataupun aktivitas mereka masing-masing Aspek Aspek Intimacy Olson (dalam Schaefer & Olson, 1981) menyebutkan bahwa terdapat tujuh tipe intimacy, yaitu: 1. Emotional Intimacy: adalah ketika dimana dua individu merasa nyaman untuk berbagi perasaan mereka satu sama lain atau ketika mereka berempati terhadap perasaan individu lainnya, benar benar berusaha untuk peka terhadap perasaan pasangannya. pengalaman dari kedekatan perasaan 2. Social Intimacy: pengalaman memiliki teman-teman yang sama dan kesamaan dalam jaringan sosial. Ditemukan bahwa wanita memiliki level sosial intimacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria pada rekan sebaya yang memiliki gender yang sama dengan mereka.

4 13 3. Intellectual Intimacy: pasangan dimana ketika bertukar pikiran, berbagi ide, serta menikmati kesamaan dan juga perbedaan dalam pendapat mereka. Ketika pasangan mampu melakukan ini dengan cara yang terbuka dan juga nyaman mereka bisa menjadi intim dalam area intelektual. 4. Sexual Intimacy: definisi intimacy yang lebih dimengerti sama banyak orang. Dalam sexual intimacy terdapat banyak aktivitas sensual, dan bukan hanya sekedar berhubungan sexual. Ini adalah bentuk dari ekpsresi sensual terhadap pasangan. pengalaman dalam berbagi kasih sayang dan aktivitas sexual. 5. Recreational Intimacy: melakukan aktivitas bersama, menemukan hal-hal yang disukai bersama dan melakukannya bersama pasangan. Intinya adalah menghabiskan waktu secara bersama-sama dengan pasangan. salah satunya dengan berbagi pengalaman dalam hal minat, hobi/kegemaran, partisipasi mutual dalam peristiwa-peristiwa olahraga. 6. Spiritual Intimacy: pengalaman dalam hal mengenai keprihatinan, arti hidup dan kepercayaan agama.berbagi keyakinan religi dan melakukan praktek-praktek religi bersama. Hal ini sesederhana seperti berdo a bersama, kerumah ibadah bersama atau membahas permasalahan spiritual sebagai pasangan. 7. Aesthetic Intimacy: ketika pasangan bisa menikmati hal-hal berkaitan dengan keindahan atau disebut estetika, misalnya selera musik, selera film, selera makan, menikmati mendekorasi rumah secara bersama dari berbagi pengalaman keindahan.

5 14 Dalam perkembangan ke tujuh aspek-aspek intimacy tersebut aspek spiritual intimacy dan aesthetic intimacy dianggap belum memiliki konsep yang jelas dan empiris sehingga kedua aspek tersebut dianggap tidak layak untuk menjadi dimensi dari intimacy. Kemudian Schaefer dan Olson (1981) hanya menggunakan lima aspek intimacy untuk digunakan sebagai konstruk alat ukur Personal Assesment of Intimacy in Relationship (PAIR). Schaefer dan Olson (1981) mengatakan bahwa kelima aspek tersebut merupakan aspek-aspek yang digunakan untuk melihat pengalaman intimacy Komponen Intimacy Menurut Masters (1992), untuk memahami proses terbentuknya intimacy dalam sebuah hubungan, intimacy itu sendiri memiliki beberapa komponen, yaitu : 1. Memahami (Caring) dan Berbagi (Sharing) Memahami (caring) adalah bentuk sikap atau perasaan yang dimiliki terhadap orang lain, yang secara umum dihubungkan dengan kuatnya perasaan positif terhadap orang tersebut. Berbagi (sharing) pemikiran, perasaan dan pengalaman mengiringi pertumbuhan intimacy dalam hubungan yang muncul melalui kebersamaan untuk saling mempelajari satu sama lain tanpa ada batasan, misalnya menutupi rahasia pribadi. Salah satu kunci dalam mengembangkan sebuah intimacy adalah adanya self-disclosure, keinginan untuk memberitahu pasangan mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakan. Berbagi perasaan khawatir,

6 15 ketidakpastian dan masalah pribadi yang lain juga akan mempengaruhi berkembangnya intimacy dalam sebuah hubungan. 2. Kepercayaan Proses self-disclosure tidak terjadi dalam sebuah ruangan yang hampa,tetapi tergantung pada tingkatan sejauh mana kepercayaan pada orang yang dipilih untuk melakukan self-disclosure. Kepercayaan merupakan bagian dari intimacy, dan sama seperti komponen memahami dan berbagi, kepercayaan juga berkembang seiring dengan waktu. Saat orang-orang berusaha membentuk hubungan yang intim, usaha tersebut akan dimulai dengan menaruh kepercayaan kepada orang lain. Pada saat kepercayaan tumbuh semakin kuat, dua orang yang saling percaya tersebut dapat lebih berbagi dalam hal informasi, perasaan, pemikiran tanpa ada rasa takut bahwa keterbukaan yang mereka lakukan akan digunakan untuk menyerang mereka. 3. Komitmen Komponen intimacy yang lainnya adalah komitmen sebagai lanjutan dari adanya saling memahami, berbagi dan percaya terhadap pasangan yangdimulai di awal hubungan. Komitmen melibatkan ke dua pribadi yang menjadi pasangan untuk berkeinginan mempertahankan intimacy yang sudah terbentuk dalam hal apapun.

7 16 4. Kejujuran Kejujuran adalah hal yang penting dalam intimacy, meskipun untuk sepenuhnya jujur tidak terlalu baik dalam sebuah hubungan. Terlalu jujur dapat menghancurkan hubungan jika tidak memahami bagaimana isi pesan yang disampaikan. Terdapat perbedaan dalam memutuskan menjaga suatuhal yang bersifat sangat pribadi dengan kebohongan. Kebohongan yang muncul dalam sebuah hubungan merupakan suatu peringatan bahwa ada manipulasi yang dilakukan salah satu pasangan dalam hubungan tersebut. 5. Empati Empati merupakan kemampuan untuk merasakan pengalaman yangdialami oleh pasangan, mengenali dan mengalami emosi pasangan, pikirandan sikap pasangan tanpa harus membicarakannya. 6. Kelembutan Salah satu hal yang paling sering ditolak dalam sebuah intimacy adalah kelembutan hati, yang hanya bisa dicapai melalui pembicaraan atau dengan bahasa tubuh, contohnya memeluk, menggenggam tangan. Komponen intimacy sering menjadi hal yang sulit bagi seorang pria, karena pria yang dipandang sosial sebagai seorang yang berpikiran rasional, berorientasi pada tindakan, sehingga pria akan merasa tidak menjadi seorang pria saat melakukan komponen ini. Beberapa pria akan mampu memberikan kelembutan secara fisik, tetapi merasa kurang nyaman dalam menyampaikan kalimat-kalimat yang lembut terhadap pasangannya.

8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intimacy Atwater (1983) mengatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intimacy, yaitu : a. Saling terbuka Saling berbagi pikiran dan perasaan yang dalam, serta rasa saling percaya diperlukan untuk membina dan mempertahankan keintiman. b. Kecocokan pribadi Adanya kesamaan atau kemiripan latar belakang, kebudayaan, pendidikan dan persamaan lain yang membuat pasangan memiliki kecocokan. Meskipun begitu, beberapa perbedaan pasti akan muncul di dalam suatu hubungan, maka yang terpenting adalah bagaimana mengatasinya. Dengan demikian, bukan tidak mungkin dengan adanya perbedaan individu tidak dapat melengkapi satu sama lain. c. Penyesuaian diri dengan pasangan Berusaha mengerti pandangan pasangan, memahami sikap dan perasaan pasangan. Dalam hal ini ditekankan pentingnya berkomunikasi secara efektif, yaitu kemampuan untuk mendengarkan secara efektif dan memberikan respon dengan cara tidak mengadili. Hal ini akan menciptakan rasa saling percaya dan penerimaan pada pasangan.

9 Gaya Interaksi yang Intim Setiap individu menunjukkan gaya interaksi intim yang berbeda-beda. Orlofsky (Santrock, 2004) membuat klasifikasi yang terdiri atas lima gaya hubungan yang intim : a. Gaya yang intim (intimate style) Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam dan lama. b. Gaya pra-intim (preintimate style) Individu menunjukkan emosi yang tercampur aduk mengenai komitmen, suatu ambivalensi yang tercermin dalam strategi menawarkan cinta tanpa kewajiban atau ikatan yang tahan lama. c. Gaya yang stereotip (stereotyped style) Individu memiliki hubungan artificial yang cenderung didominasi oleh ikatan persahabatan dengan orang yang berjenis kelamin sama daripada yang berjenis kelamin yang berlawanan. d. Gaya intim yang semu (pseudointimate style) Individu memelihara attachment seksual dalam waktu yang lama dengan kadar kedekatan yang sedikit atau tidak dalam. e. Gaya yang mandiri (isolated style) Individu menarik diri dari perjumpaan sosial dan memiliki attachment yang sedikit atau tidak sama sekali dengan individu yang berjenis kelamin sama atau yang berlawanan.

10 Penyesuaian Diri Definisi Penyesuaian Diri Schneiders (1999) menyatakan penyesuaian diri adalah usaha yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan dengan diri atau lingkungannya. Konflik dan frustrasi muncul karena individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan masalah yang timbul pada dirinya. Chaplin (2002) berpendapat penyesuaian diri adalah variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhankebutuhan serta menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Misalnya kebutuhan untuk diterima orang lain maka individu berusaha menjalin relasi sesuai dengan norma masyarakat, mengurangi perilaku seperti mudah marah, agresif. Bila individu dapat menyelaraskan kebutuhannya dengan tuntutan lingkungan yaitu orang lain maka akan tercipta penyesuaian diri yang baik. Spanier (1976) menjelaskan bahwa penyesuaian diri berarti pasangan suami istri berusaha untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada diri sendiri, pasangan, dan lingkungannya dalam kehidupan pernikahan, dengan berupaya menjaga komunikasi agar tetap berjalan baik dan sehat.

11 Aspek-Aspek penyesuaian diri terhadap pasangan Menurut Spanier (1976) penyesuaian diri yang baik dapat diukur dari sejauh mana pasangan suami istri bisa melaksanakan aspek-aspek yang terkandung di dalam penyesuaian diri secara optimal, yaitu kesepakatan antar pasangan, kepuasan antar pasangan, kelekatan antar pasangan, dan ungkapan perasaan. a. Dyadic Concensus atau Kesepakatan antar pasangan Masa awal pernikahan merupakan fase transisi yang sulit karena pasangan harus meninggalkan keluarga asalnya, melepas kemandirian mengatur hidup, dan mulai berfungsi sebagai pasangan (Olson & Defrain, 2003). Arnold dan Parker (Donna, 2009) menyatakan bahwa dalam hubungan pernikahan, pasangan akan menemukan berbagai permasalahan-permasalahan yang harus disepakati, seperti mengatur anggaran belanja dan bagaimana membagi tugas-tugas rumah tangga, dan pasangan akan menyadari bahwa mereka mempunyai perbedaan perspektif terhadap berbagai hal. Sejalan dengan penjabaran di atas, kesepahaman pasangan pada dimensi ini terkait permasalahan yang ada pada pernikahan. Kesepahaman ini mencakup masalah finansial, rekreasi, kepercayaan (agama), kesepahaman mengenai hubungan dengan teman, kesepahaman terkait hubungan seksual, kesepahaman mengenai hubungan dengan mertua, kesepahaman tujuan hidup, kesepahaman pengambilan keputusan, kesepahaman pembagian tugas-tugas rumah tangga,

12 21 kesepahaman dalam menghabiskan waktu luang, dan karir pasangan (Spanier, 1976). b. Dyadic Satisfaction atau Kepuasan antar pasangan Dyadic Satisfaction mengacu pada derajat kepuasan pasangan dalam hubungan yang mencakup rendahnya tingkat pemikiran yang mengarah pada perpisahan atau perceraian dan penyesalan, penyelesaian konflik dengan baik dan harapan mengenai masa depan hubungan yang dijalani (Spanier, 1976). Kepuasan pernikahan merujuk pada perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam pernikahan yang maknanya lebih luas daripada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan (Lestari, 2012). c. Dyadic Cohesion atau Kelekatan antar pasangan Cohesion merupakan perasaan akan kedekatan emosional dengan orang lain (Olson & Defrain, 2003). Kedekatan pasangan menggambarkan tingkat kedekatan emosi yang dirasakan pasangan dan kemampuan menyeimbangkan antara keterpisahan dan kebersamaan. Hal ini mencakup kesediaan untuk saling membantu, memanfaatkan waktu luang bersama dan pengungkapan perasaan dekat secara emosi (Gunarsa, 2012). Dyadic cohesion merupakan dimensi untuk melihat kedekatan hubungan serta melihat seberapa banyak pasangan menghabiskan waktu bersama danmenikmati kebersamaan. Kedekatan ini mencakup kebersamaan mengerjakan suatu tugas/pekerjaan, terlibat dalam diskusi bersama dan bertukar ide (pemikiran), dan tertawa bersama (Spanier, 1976).

13 22 d. Affectional Expression atau Ungkapan perasaan Kesepakatan dalam menyatakan perasaan dan hubungan seksual serta masalah-masalah yang terkait hal tersebut. Kesepakatan ekspresi perasaan dan hubungan seksual disini mencakup bagaimana cara pasangan menyatakan perasaan, penilaian pasangan mengenai relasi seksual (Spanier, 1976). Komunikasi seksualitas akan membantu pasangan untuk saling memahami perspektif masing-masing terhadap kebutuhan dan ketertarikan seksual. Dalam komunikasi seksual, komunikasi non verbal dapat membantu menunjukkan afeksi terhadap pasangan (Lestari, 2012). Dalam ke empat aspek-aspek penyesuaian diri tersebut aspek Affectional Expression atau ungkapan perasaan tidak terpakai karena subskala nya dianggap tidak baik, sehingga aspek tersebut dianggap tidak layak untuk menjadi dimensi dari penyesuaian diri. Busby, dkk (1995) hanya menggunakan tiga aspek intimacy untuk digunakan sebagai konstruk alat ukur Revision Dyadic Adjustment Scale (RDAS) Dimensi Penyesuaian Diri Haber dan Runyon (Siregar, 2010) membagi penyesuaian diri menjadi lima dimensi, yaitu : a. Persepsi akurat terhadap realita persepsi terkait dengan keinginan dan motivasi pribadi, sehingga terkadang persepsi tersebut tidak murni sama dengan realita dan lebih merupakan keinginan individu. Penyesuaian diri individu dianggap baik

14 23 apabila ia mampu untuk mempersepsikan dirinya sesuai dengan realita. Selain itu, ia juga mempunyai tujuan yang realistis, mampu memodifikasi tujuan tersebut apabila situasi dan kondisi lingkungan menuntutnya untuk itu, serta menyadari konsekuensi tindakan yang diambil dan mengarahkan tingkah laku sesuai dengan konsekuensi tersebut. b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan Halangan yang dialami individu disetiap proses pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan, dapat menimbulkan kegelisahan dan stres. Penyesuaian diri dikatakan baik apabila mampu mengatasi halangan, masalah, dan konflik yang timbul dengan baik. c. Citra diri yang positif Individu harus mempunyai citra diri yang positif dengan tetap menyadarisisi negatif dari dirinya, di mana individu menyeimbangkan persepsinya dengan persepsi orang lain. d. Kemampuan mengekspresikan perasaan Individu yang sehat secara emosional mampu untuk merasakan dan mengekspresikan seluruh emosinya. Pengekspresian emosi dilakukan secara realistis, terkendali dan konstruktif, serta tetap menjaga keseimbangan antara kontrol ekspresi yang berlebihan dengan kontrol ekspresi yang kurang.

15 24 e. Mempunyai hubungan interpersonal yang baik Individu yang penyesuaian dirinya baik, mampu untuk saling berbagi perasaan dan emosi. Mereka mempunyai kompetensi menjalin hubungan dengan orang lain, mampu untuk mencapai kadar keintiman yang layak dalam hubungan sosial, dan menyadari bahwa suatu hubungan tidaklah selalu mulus Faktor-Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri Menurut Schneiders (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah: a. Keadaan fisik Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan penyesuaian diri. b. Perkembangan dan kematangan Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang.

16 25 Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri. c. Keadaan psikologis Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri. d. Keadaan lingkungan Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggotaanggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu dalam melakukan penyesuaian diri.susunan individu dalam keluarga, banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu serta pola hubungan orang tua dan anak dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri. Keluarga dengan jumlah anggota yang banyak mengharuskan anggota untuk menyesuaikan perilakunya dengan harapan dan hak anggota keluarga yang lain. Situasi tersebut dapat mempermudah penyesuaian diri, proses belajar, dan sosialisasi atau justru memunculkan persaingan, kecemburuan, dan agresi.

17 26 Setiap individu dalam keluarga memainkan peran sosial sesuai dengan harapan dan sikap anggota keluarga yang lain. e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1999). Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri Definisi Pernikahan Jarak Jauh Pernikahan jarak jauh (long distance relationship) oleh Jones (1995) adalah pernikahan antara pasangan suami istri yang tinggalnya terpisah. Torsina (1991), menyatakan bahwa pernikahan jarak jauh adalah pernikahan yang karena alasan khusus menyebabkan pasangan suami istri tidak bisa tinggal serumah. Maines (1993), menjelaskan bahwa pernikahan jarak jauh adalah pernikahan terpisah antara suami dengan istri yang didasari atas komitmen sebelum pernikahan karena tuntutan karier atau pekerjaan.

18 Aspek-Aspek Dalam Pernikahan Jarak Jauh Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan pernikahan jarak jauh pada subyek, mengacu pada teori Robinson dan Blanton (2003) yang mengemukakan beberapa faktor terpenting dalam sebuah pernikahan yang memuaskan, antara lain: a. Keintiman Keintiman antara pasangan di dalam pernikahan mencakup aspek fisik, emosional, dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam keintiman adalah saling berbagi baik dalam minat, aktivitas, pemikiran, perasaan, nilai serta suka dan duka. Keintiman akan tercipta melalui keterlibatan pasangan satu sama lain baik dalam situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan Selain itu, keintiman dapat ditingkatkan melalui kebersamaan, saling ketergantungan atau interindependensi, dukungan dan perhatian. Meskipun pasangan memiliki keintiman yang sangat tinggi, bukan berarti pasangan selalu melakukan berbagai hal bersama. Suami atau istri juga berhak melakukan aktivitas dan minat yang berbeda dengan pasangannya. b. Komitmen Salah satu karakteristik pernikahan yang memuskan adalah komitmen yang tidak hanya ditujukan terhadap pernikahan sebagai sebuah intuisi, tetapi juga terhadap pasangannya. Beberapa pasangan berkomitmen terhadap perkembangan hubungan pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri dengan pasangan, perkembangan pasangan, serta terhadap pengalaman dan situasi baru yang dialami pasangan.

19 28 c. Komunikasi Kemampuan berkomunikasi yang baik mencakup berbagi pikiran dan perasaan, mendiskusikan masalah bersama-sama, dan mendengarkan sudut pandang satu sama lain. Pasangan yang mampu berkomunikasi secara konstruktif, mereka dapat mengantisipasi kemungkinan terjadi konflik dan dapat menyesuaikan kesulitan yang dialaminya. d. Kesesuaian Untuk dapat mencapai pernikahan yang memuaskan, pasangan harus memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam mempersepsi kekuatan dan kelemahan dari hubungan pernikahannya. Pasangan yang mempersepsikan hubungan pernikahannya kuat, cenderung merasa lebih nyaman dengan pernikahannya. e. Keyakinan Beragama Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan beragama merupakan komponen penting dalam pernikahan, pasangan yang dapat berbagi dalam nilainilai agama yang dianutnya dan beribadah secara bersama-sama dapat menciptakan ikatan kuat dan nyaman diantara mereka serta berpengaruh positif bagi kepuasan pernikahan pasangan memperoleh dukungan sosial, emosional, dan spiritual melalui agama yang dianutnya. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengemukakan beberapa faktor terpenting dalam sebuah pernikahan yang memuaskan, yaitu: keintiman, komitmen, komunikasi, kongruensi, dan keyakinan beragama.

20 Hasil dari penelitian sebelumnya : Hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Patrick, 2002) menemukan bahwa intimacy merupakan faktor yang paling signifikan dalam memprediksi kepuasan hubungan pernikahan. Dengan demikian, intimacy merupakan hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa seseorang akan menjadi lebih intim, selama ada keterbukaan, saling responsif pada kebutuhan satu sama lain, serta adanya penerimaan dan penghargaan yang saling menguntungkan (Papalia, Old & Feldman, 2008). Dalam perkembangan psikososial intimacy dapat terjalin karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu gaya kelekatan dengan orang tua (attachment style with parents), keterbukaan diri (selfdisclosure), kecocokan pribadi, dan penyesuaian diri antara individu dengan pasangannya (Duffy & Atwater, 2005). (Hurlock, 1993) mengatakan bahwa keberhasilan sebuah proses penyesuaian diri pada pernikahan dapat dilihat dari kualitas hubungan interpersonal dan perilaku yang tampak. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tercapainya kebahagiaan antara pasangan suami-istri yang berdasarkan atas kepuasan peran dan hubungan seksual, tercapainya hubungan yang baik antara orang tua dan anak, terselesaikannya perbedaan pendapat, kebersamaan dengan pasangan, penyesuaian yang baik pada keuangan dan penyesuaian yang baik pada keluarga pasangan.

21 30 Subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik, untuk faktor yang mempengaruhi dalam penyesuaian diri pada pasangan suami istri adalah kesehatan fisik, kesehatan mental, kemampuan stabilitas emosi, stabilitas ekonomi, mengenal pasangan, penyesuaian menghadapi kenyataan, kemampuan untuk saling memahami dan memperhatikan pasangan, juga penyesuaian terhadap keluarga besar (Trimingga, 2008) Kerangka Berpikir Penyesuaian diri seseorang dapat dipengaruhi oleh kondisi psikologisnya, termasuk kepribadiannya. Pasangan suami-istri yang memiliki penyesuaian diri yang efektif baik dengan pasangan maupun dengan lingkungan dapat mempengaruhi terhadap keadaan intimacy nya. Tingkat intimacy diasumsikan berbeda (tinggi dan rendah). Suami atau istri yang menjalin intimacy akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri sepanjang kehidupan pernikahannya, termasuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan kritis yang terjadi. Intimacy di awal-awal pernikahan dapat menjadi landasan yang kuat untuk menjalani kehidupan pernikahan selanjutnya. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Erickson (Papalia, Old & Feldman, 2008) bahwa intimacy yang dibawa sejak masa awal pernikahan memberikan kemampuan mendasar untuk dapat menghadapi tantangan selanjutnya. Jika pasangan berhasil melewati tahap pertama dengan baik, maka kemungkinan mereka akan melewati tahap berikutnya dengan mulus pula.

22 31 Namun, jika tahap awal tak dapat dilewati dengan baik, maka tahap selanjutnya akan menimbulkan masalah yang lebih parah. Meskipun intimacy penting dalam suatu hubungan, namun pada kenyataannya tidak semua orang dapat menjalin hubungan intimacy yang baik dengan orang lain atau pasangan romantis mereka. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Setiani (2011) yang mengungkapkan salah satu hal yang dapat mempengaruhi terbangunnya sebuah hubungan, yaitu jarak (proximity). Kedekatan atau jarak dapat mempengaruhi tingkat kedekatan hubungan interpersonal. Meningkatnya intensitas kedekatan fisik dapat membuat seseorang lebih tertarik dan semakin dekat pada orang lain. Sedangkan hubungan jarak jauh atau LDR memiliki kelemahan keterpisahan fisik antara keduanya (DeVito, 2007). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Yudistriana, dkk (2010) dalam penelitiannya mengenai intimacy dalam pria dewasa yang memiliki hubungan jarak jauh, bahwa keterpisahan fisik yang terdapat dalam hubungan percintaan jarak jauh berpotensi menimbulkan perubahan dalam komponen cinta yang harus dipenuhi dalam suatu hubungan. Dalam sebuah hubungan jarak jauh atau LDR individu akan berpotensi mengalami konflik dalam pemenuhan hubungan akan keintiman. Keberhasilan sebuah proses penyesuaian diri pada pernikahan dapat dilihat dari kualitas hubungan interpersonal dan perilaku yang tampak. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tercapainya kebahagiaan antara pasangan suami-istri yang berdasarkan atas kepuasan peran dan hubungan

23 32 seksual, tercapainya hubungan yang baik antara orang tua dan anak, terselesaikannya perbedaan pendapat, kebersamaan dengan pasangan, penyesuaian yang baik pada keuangan dan penyesuaian yang baik pada keluarga pasangan (Hurlock, 1993). Seseorang yang merasakan intimacy tinggi terhadap pasangannya akan di prediksikan memiliki tingkat yang rendah dalam keputusan untuk berpisah, karena pasangan ini sudah dapat memiliki rasa intim satu sama lain meskipun mereka berada pada jarak yang berjauhan. Seseorang yang memiliki intimacy rendah terhadap pasangannya akan di prediksikan memiliki tingkat keputusan yang lebih tinggi dengan pasangannya, karena pasangan ini memiliki kelekatan yang kurang dengan hubungan jarak jauhnya. Bagan Kerangka berpikir Penyesuaian Diri Intimacy 2.6. Hipotesis Penelitian H0: Tidak Terdapat pengaruh positif penyesuaian diri terhadap intimacy pada pasangan suami-istri yang menjalani pernikahan jarak jauh. H1/a : Terdapat pengaruh positif penyesuaian diri terhadap intimacy pada pasangan suami-istri yang menjalani pernikahan jarak jauh

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya disebut juga dengan mahluk sosial, karena membutuhkan keberadaan individu lain untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kehadiran individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta aruf dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua pasangan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan 58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Gambaran responden Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan responden penelitian. Tabel 4.1. tabel persentase responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas tujuh sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai pernikahan sebagai suatu fase kehidupan individu. Pada sub bab kedua dijabarkan pengertian penyesuaian pernikahan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI HUBUNGAN ANTAR PRIBADI Modul ke: Fakultas Psikologi Macam-macam hubungan antar pribadi, hubungan dengan orang belum dikenal, kerabat, hubungan romantis, pernikahan, masalah-masalah dalam hubungan pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang diolah dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain. B A B I I L A N D A S A N T E O RI I. INTIMACY I. A. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam (Caroll,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan manusia juga akan berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam sebagai salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, sangat menekankan tentang bagaimana seorang muslim seharusnya menjalankan pernikahan. Namun sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab sebelumnya. Teori yang digunakan antara lain, definisi pernikahan, penyesuaian pernikahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam kehidupannya untuk menjalin hubungan-hubungan dengan manusia

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah suatu hubungan yang sah dan diketahui secara sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang meliputi seksual, ekonomi dan hak serta tanggung

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan Antara Penyesuaian Perkawinan dengan Kepuasan Perkawinan. B. Identifikasi Variabel Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya, termasuk manusia yang dipercaya Tuhan untuk hidup di dunia dan memanfaatkan segala yang ada dengan bijaksana. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilla Tria Febrina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilla Tria Febrina, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase dewasa awal (young adulthood) atau disebut masa muda (youth) merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan

Lebih terperinci