BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Dewi Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi perkawinan. Teori yang serupa juga dikemukakan oleh Lewis & Spanier (dalam Noller & Fitzpatrick, 1993 ) yang menjelaskan kepuasan pernikahan merupakan evaluasi subjektif dari hubungan perkawinan yang merujuk pada keadaan baik, bahagia dan puas. Sedangkan Bird & Meville (1994) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan perkawinan mereka, apakah baik, buruk atau memuaskan. Dan Lemme (1995) mengatakan kepuasan perkawinan merupakan evaluasi suami istri terhadap hubungan perkawinannya yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri. Kepuasan perkawinan menurut Santrock (2006) memberikan pengaruh yang sangat baik bagi pasangan antara lain dapat mengurangi tingkat stress, baik secara psikologis maupun fisik. Definisi kepuasan perkawinan bagi pasangan suami istri akan bersifat subjektif. Setelah menikah, individu mengalami banyak perubahan dan harus melakukan banyak penyesuaian diri terhadap pasangan, keluarga pasangan dan penyesuaian-penyesuaian lainnya. Penyesuaian ini kiranya perlu dilakukan agar kedua pasangan dapat merasa bahagia dan puas terhadap hubungan perkawinannya. Menurut Hughes & Noppe (1985), kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan perkawinannya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Hawkins (dalam Olson dan Hamilton, 1983) berpendapat bahwa kepuasan perkawinan merupakan perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri, berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu perkawinan, seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya yang bersifat individual. Kepuasan perkawinan merupakan sebentuk persepsi terhadap kehidupan perkawinan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam
2 jangka waktu tertentu (Roach dkk, 1981). Kepuasan pernikahan adalah tingkat kesenangan yang dapat dicapai oleh pasangan suami istri dan mendapat pengaruh dari berbagai macam aspek di dalam nya. Jadi dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah evaluasi mengenai kehidupan pernikahan yang diukur dengan melihat area-area dalam pernikahan meliputi komunikasi kegiatan di waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak, kepribadian, dan kesetaraan peran Faktor-Faktor Kepuasan Pernikahan Duvall & Miller (1985) menyebutkan bahwa kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu latar belakang (background characteristics) dan keadaan sekarang (current characteristic). Faktor latar belakang meliputi perkawinan orangtua, masa kecil, disiplin, pendidikan seks, pendidikan, dan kedekatan. Sementara faktor keadaan sekarang meliputi ekspresi kasih sayang/afeksi, tingkat kepercayaan, tingkat kesetaran, komunikasi, kehidupan seksual, kehidupan sosial, tempat tinggal, dan pendapatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor masa lalu (background characteristics) juga menjadi faktor pendukung tercapainya kepuasan dalam perkawinan, namun tidak ada yang bisa dilakukan dengan apa yang telah terjadi selain menerima dan mencoba untuk memahami hal tersebut. Secara umum, kepuasan perkawinan ini dipengaruhi oleh dua hal, faktor interpersonal dan faktor intrapersonal. Faktor interpersonal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi perkawinan, sedangkan faktor intrapersonal menunjuk pada karakteristik yang cenderung menetap pada individu seperti kepribadian (Karney & Brabbury, dalam Bird & Meville, 1994). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Hendrick & Hendrick (1992) yang menyatakan ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan, yaitu: 1. Premarital factors : Latar belakang ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai harapan dapat menimbulkan bahaya dalam perkawinan.
3 Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stresor seperti penghasilan atau tingkat penghasilan yang rendah. Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, perkawinan dan perceraian. 2. Postmarital factors : Kehadiran anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan perkawinan, terutama pada wanita. Lama perkawinan, dimana dikemukakan oleh Duvall & Miller bahwa tingkat kepuasan perkawinan tinggi di awal perkawinan, kemudian menurun setelah kelahiran anak pertama, dan kemudian meningkat kembali setelah anak mandiri Aspek Kepuasan Pernikahan Banyak aspek-aspek kepuasan perkawinan. Salah satunya adalah menurut Olson & Fowers (1993), ada beberapa area-area dalam perkawinan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan perkawinan. Area-area tersebut antara lain: Communication Area ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Area ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi, dimana mereka saling berbagi dan menerima informasi tentang perasaan dan pikirannya. Laswell (1991) membagi komunikasi perkawinan menjadi lima elemen dasar, yaitu: keterbukaan diantara pasangan (opennes), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy) dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill). Leisure Activity Area ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan individu atau pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan.
4 Religious Orientation Area ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang peduli teradap hal-hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut. Conflict Resolution Area ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri teradap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain. Financial Management Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam perkawinan (Hurlock, 2002) Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya juga tidak percaya terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan. Sexual Orientation Area ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri.
5 Family and Friends Area ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Area ini merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman- teman. Perkawinan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock, 2002). Children and Parenting Area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam perkawinan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud. Personality Issue Area ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. Egalitarian Role Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan perkawinan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.
6 Sedangkan menurut Rumondor, Paramita, Geni, dan Francis (2012) dalam membangun Alat Ukur Kepuasan Pernikahan Masyarakat Urban menjelaskan ada sembilan aspek kepuasan pernikahan: 1. Komunikasi Komunikasi yang khas dan memuaskan karena, satu dengan yang lain saling memahami maksud masing-masing pasangannya. Baik dalam hal pekerjaan atau pendidikan yang dijalani oleh pasangannya. 2. Keseimbangan pembagian peran Peranan yang seimbang diantara pasangan. 3. Kesepakatan Diskusi yang setara diantara pasangan dan diantarannya yang lebih mamahami situasi dapat mengambil keputusan sehingga mencapai kesepakatan bersama. 4. Keterbukaan Bersedia mengungkapkan informasi tentang diri, pikiran, dan perasaan secara terbuka terhadap pasangan, termasuk didalamnya perencanaan keuangan dan gaji. 5. Keintiman Waktu dihabiskan dengan pasangan untuk melakukan aktifitas bersama-sama, tanpa ada kehadiaran dari pihak yang lain. 6. Keintiman sosial dalam relasi Perasaan nyaman sebagai pasangan untuk secara bersama-sama melakukan kegiatan yang terkait dengan lingkup sosial, seperti: menghadiri acara keluarga atau membantu kerabat/teman yang perlu bantuan. 7. Seksualitas Secara bebas pasangan menentukan aktifitas seksualnya, baik dari tempat dan waktu, untuk memenuhi kebutuhan seksual dan timbul juga kesetiaan dalam berhubungan seksual dengan pasangan. 8. Finansial Pemenuhan kebutuhan finansial keluarga baik dari jumlah dan pembagian akan tanggung jawab finansial dengan pasangan.
7 9. Spiritualitas Pemenuhan kebutuhan spiritualitas tercukupi selama ada dalam ikatan pernikahan dengan pasangan Tingkat Kepuasan Pernikahan Tingkat kepuasan perkawinan berubah seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rollins & Cannon, 1974; Rollins & Feldman, 1970; Spanier, Lewis, & Cole, 1975 dalam Vembry (2010) menyimpulkan suatu indikasi kepuasan pernikahan dalam kehidupan pernikahan mengikuti kurva U. Tingkat kepuasan tertinggi dirasakan pada periode sebelum memiliki anak, tingkat kepuasan terendah dirasakan pada saat anak-anak berada pada usia sekolah dan remaja, lalu tingkat kepuasan tertinggi sekali lagi dirasakan pada saat anak-anak telah tumbuh dewasa dan telah meninggalkan rumah (Bradburry & Fincham dan Gottman dalam Fuller & Fincham dalam Abate, 1994). Duvall & Miller (1985) menyebutkan bahwa masa-masa awal dari perkawinan adalah puncak dari kepuasan perkawinan. Beragamnya pendapat yang dikemukakan oleh masing-masing ahli memberikan suatu gambaran tidak adanya tingkat kepuasan perkawinan absolut yang mengesankan pada beragam periode perkawinan (Fuller & Fincham dalam Abate, 1994). Menurut Papalia, Sterns, Feldman dan Camp (2007) tanggung jawab sebagai orangtua mempengaruhi hubungan suami-istri. Saat ini, dengan meningkatnya harapan hidup dan perceraian, sekitar 1 dari 5 pernikahan bertahan hingga 50 tahun. Secara umum, kepuasan pernikahan mengikuti kurva bentuk U. Dari point yang tinggi di awal, menurun hingga usia tengah baya dan kemudian meningkat lagi pada tahap pertama dewasa akhir. Masa yang paling tidak membahagiakan adalah periode dimana sebagian besar orangtua dilibatkan secara menyeluruh dalam membesarkan anak dan karir. Aspek positif dari pernikahan (seperti kerjasama, diskusi, dan berbagi tawa) mengikuti pola kurva U. Aspek negatif (seperti sarkasme, kemarahan, dan ketidaksetujuan terhadap masalah-masalah penting) berkurang dari dewasa muda hingga usia 69 tahunan dan mungkin karena banyak konflik pernikahan berakhir begitu saja (Papalia, Sterns, Feldman dan Camp, 2007).
8 Dari sebuah penelitian 175 orang, yang mengkonfirmasi kurva bentuk U, peneliti mengikuti 22 pasangan selama 30 tahun dan yang lainnya dalam jangka waktu yang lebih pendek. Penemuan yang menarik adalah, semakin lama pasangan menikah, semakin mirip mereka satu sama lain, dalam pandangan mereka terhadap kehidupan, dan cara berpikir, bahkan kemampuan matematika. Kecendrungan terhadap kemiripan ini terhenti sementara dengan menurunnya kepuasan pernikahan di masa membesarkan anak. Dalam penelitian lain terhadap 17 pernikahan yang bertahan selama 50 hingga 69 tahun, hamper 75% yang digambarkan, berdasarkan observasi dan wawancara selama 50 tahun, mengikuti salah satu dari 2 pola ini : mengikuti kurva U atau tingkat kebahagiaan yang hampir konsisten. Tidak ada dari pernikahan yang diteliti menunjukkan kenaikan atau penurunan yang berkelanjutan dalam kepuasan (Papalia, Sterns, Feldman dan Camp 2007). 2.2 Pernikahan Perkawinan memiliki tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa seperti yang dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan begitu pernikahan bertujuan untuk menyatukan dua individu yang berbeda agar dapat mencapai satu tujuan yang akan diusahakan agar dapat dicapai secara bersama-sama. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerd) tidak memuat suatu ketentuan arti atau definisi tentang perkawinan, namun pemahaman perkawinan dapat dilihat dalam Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam pasal tersebut dikatakan bahwa undang-undang memandang perkawinan hanya dari sudut perhubungannya dengan hukum perdata saja, lain dari itu adalah tidak. Dengan kata lain, bahwa Kitab Undangundang Hukum Perdata masih menjunjung tinggi nilai-nilai perkawinan yang tata cara dan pelaksanaannya diserahkan kepada adat masyarakat atau agama dan kepercayaan dari orang-orang yang bersangkutan. Dari Pasal 1 Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan pengertian perkawinan dapat dirumuskan unsur-unsur dari perkawinan sebagai berikut : Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita.
9 Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal dan bahagia. Perkawinan dilaksanakan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memnuhi berbagai kebutuhan esensial seperti keintiman, persahabatan, perhatian atau kasih saying, kebutuhan seksual serta kebersamaan. (Papalia, Sterns, Feldman & Camp, 2007). Selain itu, perkawinan juga merupakan jalan terbaik untuk melegitimasi pengasuhan anak (Duvall&Miller, 1985). Menurut Landis & Landis (1963) pernikahan merupakan suatu komitmen antara sepasang manusia untuk hidup bersama. Mereka akan menghabiskan sebagian besar dari waktu mereka untuk melakukan aktivitas secara bersama-sama. Dengan kebersamaan itu diharapkan masing-masing individu bisa saling membantu dan mengisi sehingga kedua nya bisa memperoleh pemenuhan bersama Pernikahan Beda Agama Pasangan beda agama didefiniskan sebagai dua orang heteroseksual dewasa sebagai pasangan yang menikah dan menggambarkan diri mereka berada di dalam hubungan yang signifikan. Menurut Brian, Stacey & Carl (2006) pernikahan beda agama adalah mereka yang berpasangan namun memiliki pendidikan, etnis, ras, agama dan kelas social yang berbeda. Menurut Mandra & Artadi (dalam Eoh, 1996), pernikahan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. 2.3 Dewasa Madya Dengan tidak bermaksud membatasi rentang usia secara kaku, dapat dikatakan bahwa secara teoritis-psikologis dan fisiologis rentang usia antara tahun merupakan masa tengah baya bagi banyak orang menurut Mappiare (1983 : 173). Hurlock (1980:320) juga memiliki anggapan yang sama tentang pengertian masa dewasa pertengahan (madya) yang disebut juga dengan usia setengah baya dalam terminology kronologis yaitu pada umum nya berkisar antara usia tahun, dimana pada usia ini
10 ditandai dengan berbagai perubahan fisik maupun mental. Usia dewasa madya dipilih karena menurut penelitian nasional menunjukan bahwa tingkat perceraian menurun tajam seiring dengan meningkatnya usia pasangan dan lama pernikahan. Teori ini didukung pula oleh Greestein (1996) di dalam penelitiannya bahwa pernikahan semakin lama justru menjadi semakin stabil. 2.4 Kerangka Berpikir Kepuasan pernikahan adalah evaluasi mengenai kehidupan pernikahan yang diukur dengan melihat area-area dalam pernikahan meliputi komunikasi kegiatan di waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan pengasuhan anak, kepribadian, dan kesetaraan peran. Aspek-aspek kepuasan perkawinan. Seperti yang dikemukakan oleh Olson & Fowers (1993), terdiri dari komunikasi, aktivitas waktu luang dengan pasangan, agama, resolusi konflik, manajemen keuangan, hubungan seksual, hubungan dengan teman & pasangan, anak & pola asuh, isu kepribadian dan yang terakhir kesetaraan peran. Chinitz dan Brown (dalam Boyle, 2002) menyebutkan bahwa penyebab permasalahan pernikahan beda agama bukanlah perbedaan agama, akan tetapi konflik tak terselesaikan dalam
11 permasalahan keagamaan. Dalam suatu pernikahan aspek kepuasan pernikahan adalah aspek yang memiliki peranan penting agar tercapainya keluarga yang bahagia. Petersen (1986) menyatakan bahwa penikahan beda agama menghasilkan komitmen yang lebih kuat dibandingkan dengan pernikahan seagama. Didukung pula dengan teori dari Eaton (1994) yang mengatakan apabila pasangan yang menikah beda agama mampu mendiskusikan mengenani perbedaan agama dan menghormati sudut pandang serta tradisi dari pasangannya, mereka bisa membuat kegunaan konstruktif dari perbedaan mereka dan memberikan dukungan pada perkembangan pasangan dalam pelatihan dan identitas keagamaan secara individual, sementara mereka menciptakan perpaduan kultur yang baru yang menyatakan tujuan dan nilai mereka. Pasangan yang menikah beda agama dapat berfungsi dengan baik ketika mereka meminimalkan perbedaan agama dan fokus kepada kesamaan perilaku yang mereka miliki seperti yang dikatakan oleh Joanides, Mayhew dan Mamalakis (2002). Laserwitz menyatakan bahwa pernikahan beda agama menghasilkan peningkatan dalam kebahagian dalam pernikahan dan mengurangi tingkat perceraian seperti yang dikutip oleh dalam Chinitz & Brown (2001) Seperti yang dikemukakan oleh Mandra & Artadi (dalam Eoh, 1996), pernikahan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Usia dewasa madya dipilih karena menurut penelitian nasional menunjukan bahwa tingkat perceraian menurun tajam seiring dengan meningkatnya usia pasangan dan lama pernikahan. Teori ini didukung pula oleh Greestein (1996) di dalam penelitiannya bahwa pernikahan semakin lama justru menjadi semakin stabil. Dengan adanya uraian diatas, peneliti ingin mengetahui gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan beda agama pada dewasa madya di Jakarta. 2.5 Hipotesis Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang masih harus diuji kebenarannya melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris. Hipotesis dalam penelitian ini adalah
12 gambaran mengenai kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah beda agama dengan usia pernikahan pada dewasa madya di Jakarta.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap
BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara
166 PEDOMAN WAWANCARA Untuk Suami Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi: I. Pandangan responden terhadap pernikahan dengan pariban - Bagaimana pendapat responden terhadap pernikahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.
12 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Devinisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan merupakan suatu hal yang di hasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang di harapkan, atau perbandingan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Perkawinan Perkawinan merupakan hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak dan saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan merupakan suatu ikatan antara pria dan wanita yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis
19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan salah satu aspek yang penting perkembangan individu dewasa (Kelley & Convey dalam Lemme, 1995).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan
Lebih terperinciGAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK
GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciGAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Kehidupan pekerjaan saat ini sangat dipengaruhi oleh globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas
BAB II LANDASAN TEORI A. Pacaran 1. Definisi Pacaran Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan Antara Penyesuaian Perkawinan dengan Kepuasan Perkawinan. B. Identifikasi Variabel Variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugastugas perkembangan dari
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Bhrem (1992) menyatakan bahwa pernikahan merupakan ekspresi akhir dari suatu hubungan yang mendalam, dimana dua individu berikrar di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri
Lebih terperinciBAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini difokuskan pada pasangan yang sudah menikah dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan pernikahan, tidak ada pernikahan yang sempurna. Setiap individu yang memiliki pasangan untuk berbagi waktu,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia atau dengan kata lainmerasakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Pada latar belakang, penulis telah menjelaskan seberapa penting kesiapan menikah untuk individu memasuki jenjang pernikahan. Hal ini dijelaskan oleh Olson dan
Lebih terperinciGAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PERNIKAHAN BEDA AGAMA PADA DEWASA MADYA DI JAKARTA
GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PERNIKAHAN BEDA AGAMA PADA DEWASA MADYA DI JAKARTA Nikita Kayes Kumaranti Nikita Kayes Kumaranti Dosen Pembimbing : Lisa Ratriana Chairiyati, S. Psi., M. Si Binus University
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah suatu hubungan yang sah dan diketahui secara sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang meliputi seksual, ekonomi dan hak serta tanggung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian kepuasan pernikahan Fowers dan Olson (1993) mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai sebuah evaluasi menyeluruh mengenai hubungan pernikahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Autisme 1. Definisi autisme Istilah autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan
Lebih terperincimemberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang butuh orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Manusia memerlukan rasa aman, nyaman, dan kasih sayang yang diberikan oleh orang lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.
Lebih terperinci2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh. sesuai dengan fenomena penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepuasan Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh Diener (2003). Teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan adalah komitmen yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Perkawinan. menyeluruh.sejalan dengan itu Gullota, Adams dan Alexander (dalam
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Olson, dkk.(2010) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan suami istri mengenai perasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan hidup adalah dengan peningkatan ekonomi. Didalam orang yang sudah berkeluarga tentunya mempunyai berbagai
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pernikahan dan Keluarga Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pernikahan merupakan suatu tindakan untuk membentuk sebuah ikatan sebagai suami istri yang dilakukan sesuai dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciHubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf
Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pernikahan 2.1.1. Definisi pernikahan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, didalam bab 1 pasal 1 dinyatakan definisi perkawinan
Lebih terperinciKomitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan
Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy
12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan
Lebih terperinciBAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran
BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai simpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menikah merupakan peristiwa yang membahagiakan bagi sebagian orang. Hal senada diungkapkan oleh pasangan artis TS dan MA (Kapanlagi.com,2010), yang mengatakan bahwa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pernikahan Menurut Dariyo (dalam Sukmadiarti, 2011) pernikahan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah
7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciKEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK
KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK OLEH PUJI KRISTANTI 802013107 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.
Lebih terperinci