KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG
|
|
- Widya Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SKRIPSI KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Oleh LISTYAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2 KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : LISTYAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU GILING BERAS VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : LISTYAWATI F Dilahirkan pada tanggal 22 November 1984 Di Bekasi, Jawa Barat Tanggal lulus : 21 Juni 2007 Menyetujui: Bogor, Juli 2007 Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc. Ketua Departemen ITP
4 Listyawati. F Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Di bawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA. (2007) RINGKASAN Beras varietas Ciherang merupakan salah satu beras varietas unggul, namun dalam pemasarannya beras ini belum banyak dikenal oleh masyarakat banyak. Hal ini disebabkan karena beras Ciherang biasa dipasarkan tanpa merek. Beras varietas Ciherang ini banyak ditanam di daerah Karawang, Jawa Barat dikarenakan iklim dan keadaan tanah yang cocok untuk pertumbuhan beras varietas Ciherang ini. Salah satu daerah yang menanam beras varietas Ciherang ini adalah Kecamatan Telagasari, yang terletak di Kabupaten Karawang. Keberhasilan dari upaya peningkatan produksi beras selain dengan upaya pembudidayaan dan perluasan lahan, juga sangat dipengaruhi oleh jumlah loss atau susut yang terjadi mulai dari pemanenan padi hingga penggilingan gabah menjadi beras. Salah satu kendala besar yang dihadapi oleh petani adalah masih tingginya loss pasca panen. Apabila kita dapat menekan jumlah loss yang terjadi selama pasca pemanenan, maka produktivitas beras secara nasional juga akan meningkat dan hal ini dapat memberikan keuntungan bagi berbagai pihak, mulai dari petani, masyarakat, juga pemerintah. Oleh sebab itu peneliti mencoba untuk menganalisis susut pasca panen yang terjadi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil pengamatan, susut pasca panen yang terjadi di Kecamatan Telagasari adalah sebesar 8%, yang meliputi susut pemanenan sebesar 0.3%, susut perontokan sebesar 4.6%, susut pengeringan sebesar 1.3%, dan susut penggilingan sebesar 1.8% Pada penelitian ini juga dilakukan pengaruh kadar air gabah kering giling terhadap mutu dan rendemen beras yang dihasilkan. Pengujian dilakukan dengan mengkondisikan gabah pada kadar air yang berbeda kemudian digiling dengan metode dan alat yang sama. Berdasarkan pengamatan, gabah dengan kadar air 14% menghasilkan rendemen beras giling dan persentase beras kepala tertinggi dibandingkan gabah dengan kadar air 12% dan 16%. Kekerasan butiran beras akan berbeda bila gabah digiling pada kadar air yang berbeda-beda. Kadar air yang disarankan untuk gabah kering giling yaitu 14%. Bila kadar air gabah lebih atau kurang dari itu maka akan menyebabkan terjadinya penurunan rendemen dan mutu beras giling.
5 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Bekasi, 22 November 1984 dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikannya di TK Mardi Yuana, dan selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di SD Mardi Yuana, SLTP Mardi Yuana, dan SMUN 3 Bogor. Pendidikan terakhirnya dia tempuh di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan melakukan penelitian yang berjudul Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang ( Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2006 sampai dengan bulan April Penelitian ini bertempat di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, dan juga laboratorium ITP. Penulis berkesempatan menjadi finalis lomba Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa (PPKM 2006) dan Lomba Karya Tulis Mahasiswa-Lingkungan Hidup (LKTM_LH) 2006 yang keduanya diadakan oleh DIKTI (Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi). Penulis juga berkesempatan menjadi 5 besar Mahasiswa Berprestasi tingkat Departemen ITP. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai koordinator bendahara di UKM KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik IPB) pada masa jabatan , dan juga pernah menjabat sebagai anggota fgw Student Forum yang berpusat di Universitas Atmajaya. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), LCTIP 2005, dan 5 th NSPC (National Student Paper Competition) Saat ini penulis bertempat tinggal di Citeureup, Bogor bersama keluarganya.
6
7 i KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-nya lah skripsi ini dapat saya selesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Bapak selama ini. 2. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas masukan, dorongan dan saran Bapak selama saya menyelesaikan tugas akhir saya. 3. Dr.Ir. Yadi Haryadi, Msc selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaan bapak sebagai penguji. 4. Keluargaku : Papa, Mama, Novi. Terima kasih telah memberikan semangat, keceriaan, penghiburan, dan dukungannya. I love u all 5. Bapak Ujang, selaku pengurus KUD yang telah membantu saya selama di Karawang 6. Bapak Hasanuddin dan Ibu Kurnia yang telah bersedia rumahnya ditumpangi oleh saya selama berada di Karawang 7. Para petani di Kecamatan Telagasari, karawang yang telah membantu saya memperoleh data untuk penelitian saya 8. Petugas Dinas Pertanian Karawang, terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama saya menjalankan penelitian di Karawang 9. Kak Pahrudin, terima kasih karena sudah mau bersusah-susah menemani saya dan menjadi guide selama saya di Karawang. 10. Bapak Sulyaden yang telah membantu saya di Laboratorium Metatron 11. Sahabat-sahabatku : Rika, Aji, Agnes, Anas, Fena, Titin, Thia, Dina. Thanks for all. Thanks for our beautiful friendships, thanks for your supports, thanks for everything. 12. Teman-teman satu bimbinganku, Beti dan Natalia. Tetap semangat yah dalam menjalankan penelitian dan tugas akhir. Perjuangan kita selama 4 tahun akan ditentukan disini. Terima kasih atas dukungan dan persahabatan kalian.
8 ii 13. Teman-teman TPG 40 : Andreas, Agus, Eko, Bebe, Lasty, Dion, Andal, Wayan, Ari, Angel, Gilang, dan semua teman-teman sekalian yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semua dukungannya. 14. Teman-teman SMPku : Ribkah, Heny, Kurniawan, Ito makasih yah buat dukungannya selama penelitian dan pembuatan skripsi ini. 15. Para teknisi di Laboratorium ITP : Ibu Rubiyah, Teh Ida, Pak Gatot, Pak Koko, Pak Rojak, Ibu Sri, dan teknisi lainnya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian saya 16. Program B dan Teh Dewi, terima kasih atas bantuannya dan dukungannya. 17. Semua pihak yang telah membantu, dan tidak dapat disebutkan satupersatu.
9 iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN...1 A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN...2 C. MANFAAT...2 II. TINJAUAN PUSTAKA...3 A. BERAS...3 B. TANAMAN PADI...7 C. BERAS CIHERANG...8 D. PASCA PANEN...8 E. KADAR AIR GABAH...14 III. METODOLOGI PENELITIAN...16 A. BAHAN...16 B. ALAT...16 C. METODE PENELITIAN Analisis Karakteristik Fisik Analisis Susut Pasca Panen Analisis Pengaruh Kadar Air terhadap Beras Giling...22 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...23 A. ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK...23 B. ANALISIS SUSUT PASCA PANEN Susut Pemanenan Susut Perontokan Susut Pengeringan Susut Penggilingan...39
10 iv C. ANALISIS PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP BERAS GILING...40 V. KESIMPULAN DAN SARAN...47 A. KESIMPULAN...47 B. SARAN...47 DAFTAR PUSTAKA...49 LAMPIRAN...54
11 v DAFTAR TABEL Tabel 1. Standardisasi tipe beras berdasarkan ukuran dan bentuk biji... 4 Tabel 2. Klasifikasi dan jumlah rekomendasi parameter kualitas beras... 5 Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu beras giling (SNI )... 6 Tabel 4.Mutu beras : RSNI x... 6 Tabel 5. Mutu gabah menurut SNI Tabel 6. Beras varietas Ciherang... 9 Tabel 7. Persentase susut pasca panen menurut BPS Tabel 8. Ukuran dan Nisbah Gabah dan Beras Ciherang Tabel 9. Kualitas Gabah Varietas Ciherang Tabel 10. Karakteristik Fisik Beras Varietas Ciherang Tabel 11. Pemisahan Beras Pecah Kulit Tabel 12. Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling... 41
12 vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Hama lembing yang menyerang padi di Kecamatan Telagasari Gambar 2. Skema pengaruh perlakuan prapanen terhadap mutu beras Gambar 3. Grafik perhitungan susut pasca panen di Kecamatan Telagasari Gambar 4. Proses perhitungan susut pemanenan untuk perhitungan gabah yang hilang (a), dan perhitungan gabah total hasil panen (b) Gambar 5. Sabit biasa (kiri) dan sabit bergerigi (kanan) Gambar 6 (a) Proses perhitungan susut perontokan dengan menggunakan alas kontrol dan alas petani dan (b). Penggebotan dengan menggunakan alas kontrol Gambar 7. Grafik hubungan antara kadar air dengan kekerasan gabah... 45
13 vii DAFTAR LAMPIRAN Istilah-istilah... 54
14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain rasanya yang enak, nasi juga memiliki kecocokan untuk dipadukan dengan berbagai lauk. Oleh sebab itu sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai nasi sebagai makanan pokok. Nasi yang rasanya enak akan dihasilkan dari beras yang berasal dari beras yang berkualitas bagus, yang salah satunya ditentukan oleh varietasnya. Beras varietas Ciherang tergolong ke dalam beras unggulan. Hanya saja masyarakat belum banyak mengetahui jenis beras ini. Hal ini disebabkan karena jenis beras ini banyak dijual tanpa merek di pasaran. Padahal luas produksi beras Ciherang ini menempati urutan nomor satu di Jawa Barat pada musim tanam 2004 (Hermanto, 2006). Beras yang akan diteliti oleh penulis adalah beras varietas Ciherang yang berasal dari Karawang. Varietas Ciherang ini sekarang mulai meluas penyebarannya. Uji yang dilakukan terhadap beras varietas Ciherang ini diantaranya meliputi uji fisik untuk mengetahui karakteristik fisik dari beras ini. Mutu gabah dan kadar air gabah sebelum digiling dapat mempengaruhi rendemen dan mutu beras giling yang dihasilkan. Bila gabah yang akan digiling mencapai kadar air yang optimum maka akan diperoleh rendemen dan mutu beras giling yang baik pula. Oleh sebab itu perlu adanya pengeringan gabah yang tepat hingga mencapai kadar air optimum tersebut. Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi, perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. Masing-masing tahapan pasca panen tersebut memungkinkan terjadinya susut atau loss pasca panen. Perlakuan pasca panen yang tepat akan membantu petani untuk mendapatkan produksi
15 2 gabah dalam jumlah yang lebih besar. Oleh sebab itu diperlukan suatu perhitungan besarnya penyusutan yang terjadi selama pemanenan, mulai dari pemanenan padi, hingga pengeringan dan penggilingan, yang akan berguna untuk menentukan tindakan dan upaya berlanjut yang berguna untuk meningkatkan produksi beras ke depannya dengan mengurangi penyusutan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan studi lapang langsung ke Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, untuk menghitung penyusutan yang terjadi selama pemanenan. Selain itu penulis juga mempelajari pengaruh kadar air gabah terhadap rendemen dan mutu beras giling varietas Ciherang yang dihasilkan. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari karakteristik fisik beras varietas Ciherang 2. Menghitung susut pasca panen beras varietas Ciherang di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang 3. Mempelajari pengaruh kadar air gabah terhadap rendemen dan mutu beras giling yang dihasilkan C. MANFAAT Manfaat yang bisa diperoleh melalui penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui mutu fisik beras varietas Ciherang yang dapat dijadikan acuan untuk produksi beras berlabel 2. Mengetahui penyebab terjadinya kehilangan saat pemanenan dan mendapatkan solusi untuk mengurangi kehilangan hasil panen tersebut 3. Mengetahui kadar air gabah yang optimum untuk mendapatkan beras dengan rendemen yang banyak dan mutu yang baik
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BERAS Beras merupakan tanaman Graminae yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Ada dua macam spesies yang biasa ditanam, yaitu spesies Oryza sativa Linn dan Oryza glaberrina. Spesies Oryza sativa Linn merupakan jenis spesies yang banyak ditanam di berbagai belahan dunia, sedangkan spesies Oryza glaberrina merupakan beras spesifik yang biasa ditanam di daerah kecil di Afrika Barat (Grist, 1959). Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54,3%, atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001). Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standardisasi mutu beras di pasaran internasional terdapat empat tipe ukuran panjang beras, yaitu biji sangat panjang (extra long), biji panjang (long grain), biji sedang (medium grain), dan biji pendek (short grain). Berdasarkan nisbah panjang/ lebar, beras juga dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender), sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Damardjati dan Purwani, 1991). Secara umum, mutu beras dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok, yaitu (i) mutu giling, (ii) mutu rasa dan mutu tanak, (iii) mutu gizi, dan (iv) standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar dan bentuk beras, kebeningan (transluency), dan beras chalky). Sedangkan dalam program pemuliaan padi, komponen mutu beras dapat dikelompokkan atas (i) rendemen giling, (ii) penampakan, bentuk, dan ukuran biji, dan (iii) sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Purwani, 1991). Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya
17 4 dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala utama bagi produksi beras adalah banyaknya beras yang pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya mutu beras (Allidawati dan Kustianto, 1989) Penggolongan beras berdasarkan ukuran dan bentuk biji telah ditentukan oleh USDA seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standardisasi tipe beras berdasarkan ukuran dan bentuk biji Ukuran Skala USDA Beras pecah kulit Beras giling Panjang (mm) Sangat panjang (extra long) Panjang (long grain) Sedang (medium grain) Pendek (short grain) Bentuk (rasio : panjang/lebar) Lonjong (slender) Sedang (medium) Agak bulat (bold) Bulat (round) Selain skala USDA, penggolongan tipe beras juga dilakukan oleh Ayap et al. (2001) seperti terlihat pada Tabel 2.
18 5 Tabel 2. Klasifikasi dan jumlah rekomendasi parameter kualitas beras (Ayap et al., 2001). Parameter Klasifikasi Jumlah Beras pecah kulit (Brown rice) Beras giling (Milled rice) Beras kepala (Head rice) Panjang beras (Grain length) Bentuk beras (Grain shape) Pengapuran grains) (Chalky Kadar amilosa (Amylose content) Suhu Gelatinisasi (Gelatinization temperature) Rekomendasi Good (G) 80,0% 75.0 % Fair (F) 75,0-79,0% (F hingga G) Poor (P) 75,0% Premium (Pr) 70,1% 65.1 % Tingkat 1 (G1) 65,1-70,0% (G1 hingga Pr) Tingkat 2 (G2) 60,1-65,0% Tingkat 3 (G3) 55,1-60,0% Premium (Pr) 57,0% 48.0 % Tingkat 1 (G1) 48,0-56,9% (G1 hingga Pr) Tingkat 2 (G2) 39,0-47,9% Tingkat 3 (G3) 30,0-38,9% Extra Long 7,5 mm 6.5 mm (EL) (L hingga EL) Long (L) 6,6-7,4 mm Medium (M) mm Short (S) 5.4 mm Slender (S) Intermediate (Slender) (I) Bold (B) 2.0 Premium (Pr) 2.0 % 5.0 % Tingkat 1 (G1) % (G hingga Pr) Tingkat 2 (G2) % Tingkat 3 (G3) % Ketan (W) % % Sangat rendah % (Sedang) (VL) Rendah (L) 10,1-15,0% Sedang (I) 20,1-25,0% Tinggi (H) >25% Tinggi (H) 1-2 Tinggi-sedang 3 (HI) Sedang (I) 4-5 Rendah (L) 6-7 Spesifikasi persyaratan mutu beras giling telah diatur dalam SNI Mutu beras giling menurut SNI ini dibedakan menjadi beras mutu I, mutu II, mutu III, mutu IV, dan mutu V. Persyaratan mutu beras giling menurut SNI ini dapat dilihat pada Tabel 3.
19 6 Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu beras giling (SNI ) No. Komponen Mutu Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V 1 Derajat sosoh (%) (min) 2 Kadar air (max) (%) Beras kepala (min) (%) Butir utuh (min) Butir patah (max) (%) Butir menir (max) (%) Butir merah (max) (%) Butir kuning/ (%) rusak (max) 8 Butir mengapur (%) (max) 9 Benda asing (max) (%) Butir gabah (max) (%) Campuran varietas (%) lain (max) Saat ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling untuk menggantikan SNI tahun 1999 tersebut. Beberapa perubahan yang terjadi misalnya derajat sosoh untuk beras mutu III, pada SNI tahun 1999 yaitu sebesar 100%, sedangkan berdasarkan RSNI, derajat sosoh untuk beras giling mutu III yaitu sebesar 95%. Selain itu pada RSNI juga perubahan terhadap komponen mutu beras lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 4. Tabel 4.Mutu beras : RSNI x No Komponen mutu Satuan Mutu I II III IV V 1 Derajat sosoh (min) (%) Kadar air (max) (%) Butir kepala (min) (%) Butir patah total (max) (%) Butir menir (max) (%) Butir merah (max) (%) Butir kuning/rusak (%) (max) 8 Butir mengapur (max) (%) Benda asing (max) (%) Butir gabah (max) Butir/ 100gr
20 7 Berbeda dengan beras, persyaratan mutu gabah tidak mengalami perubahan hingga saat ini. Persyaratan mutu gabah ini diatur dalam SNI , yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Mutu gabah menurut SNI No. Parameter Mutu Mutu I II III 1 Kadar air (% maksimum) 14,0 14,0 14,0 2 Gabah hampa (% maksimum) 1,0 2,0 3,0 3 Butir rusak +butir kuning (% maksimum) 2,0 5,0 7,0 4 Butir mengapur +gabah muda 1,0 5,0 10,0 (% maksimum) 5 Butir merah (% maksimum) 1,0 2,0 4,0 6 Benda asing (% maksimum) - 0,5 0,1 7 Gabah varietas lain (% maksimum) 2,0 5,0 10,0 B. TANAMAN PADI Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapat sinar matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi ini berkisar antara o C (Grist, 1959). Pertumbuhan tanaman padi ini dipengaruhi oleh suhu daerah penanaman, lamanya daerah tersebut terkena sinar matahari, keadaan tanah, ph tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan salinitas tanah (Grist, 1959). Padi baru dapat dipanen setelah mencapai kematangan, yaitu berkisar antara hari, tergantung kepada lingkungan dan kondisi iklim (Grist, 1959). Varietas padi sawah yang berpotensi menghasilkan gabah dalam jumlah yang tinggi dapat ditentukan dari tipe tanaman padinya. Tipe tanaman padi yang dapat menghasilkan gabah dalam jumlah yang banyak yaitu padi yang tanamannya pendek, tidak rebah, penyebaran cahayanya baik, daunnya tegak, daun benderanya lebih tinggi daripada malai, daunnya pendek dan tegak, pembentukan anakannya baik, dan anakan yang dihasilkan tegak (Anonim, 1980).
21 8 Tanaman padi juga dapat mengalami rebah dalam kondisi tertentu. Tentu saja tanaman padi yang rebah ini akan merugikan petani karena dapat padi akan menjadi lebih rentan dari kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerebahan tanaman padi yaitu tinggi tanaman, dimana semakin tinggi tanaman maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk rebah; cara bertanam, dimana cara bertanam pindah lebih tahan terhadap rebah karena dasar tanamannya lebih terbenam; tipe pelepah daun; ketebalan batang, dimana semakin tebal batang semakin tahan terhadap rebah; hujan dan angin; intensitas cahaya; jarak tanam; dan jumlah pupuk (Anonim, 1980). C. BERAS CIHERANG Beras Ciherang merupakan salah satu beras varietas unggul. Berdasarkan data survei MT 2005, beras Ciherang menempati urutan pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan beras varietas IR 64, terutama di daerah Jawa Barat. Beras Ciherang unggul dengan luas tanam 0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64 (Hermanto, 2006). Ciherang ini merupakan beras hasil persilangan beras IR 64 dengan beras varietas lain, oleh sebab itu beras varietas Ciherang ini memiliki sifat unggul yang mirip dengan IR 64, yaitu memiliki hasil dan mutu beras yang tinggi. Ciri-ciri umum dan morfologi beras varietas Ciherang ditampilkan pada Tabel 6. D. PASCA PANEN Secara umum mutu beras dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu sifat genetik, lingkungan dan kegiatan prapanen, perlakuan pemanenan, dan perlakuan pasca panen (Damardjati, 1988). Rangkaian kegiatan pasca panen di tingkat petani sangat mempengaruhi terjadinya butir patah pada beras. Rangkaian kegiatan pasca panen ini meliputi kegiatan pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan, pengemasan, penyimpanan, dan penggilingan. Allidawati dan Kustianto (1989) menyatakan bahwa varietasvarietas padi memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap moisture
22 9 stress. Ketahanan ini dikenal sebagai crack resistance. Secara umum, varietas atau galur yang berukuran beras panjang (6.61 mm) dan yang mempunyai pengapuran dalam endospermanya akan menghasilkan beras kepala lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang berukuran medium ( mm). Sifat ini dapat diturunkan secara genetik. Jumlah beras kepala ini akan sangat menentukan mutu dan harga beras di pasaran. Tabel 6. Beras varietas Ciherang *) Komoditas: Padi sawah Tahun: 2002 Anakan produktif: batang Anjuran: Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl Asal persilangan: IR /IR //IR ///IR 64////IR 64 Bentuk Gabah : Panjang ramping Bobot Gabah : 1000 butir gr Dilepas Tahun : 2000 Golongan : Cere Hasil: 5-8,5 t/ha Nomor Pedigri : S3383-id-Pn Tahan hama : Wereng coklat biotipe 2 dan 3 Tahan penyakit : Bakteri Tawar Daun (HDB) strain III dan IV Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Umur tanaman : hari Warna Gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang,., E. Sumadi dan Aan A. Daradjat. Status : Non komersial Kontak: Balai Penelitian Tanaman Padi *) Litbang Deptan, 2002 Umur panen padi dapat ditentukan berdasarkan beberapa hal, yaitu umur tanaman menurut deskripsi varietas, kadar air gabah, metode optimalisasi (hari setelah berbunga rata), dan kenampakan malai (Setyono
23 10 dan Hasanuddin, 1997). Waktu (umur) panen berdasarkan umur tanaman sesuai dengan deskripsi varietas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda berkisar antara 5-10 hari. Berdasarkan kadar air, padi yang dipanen pada kadar air 21-26% memberikan hasil produksi optimum dan menghasilkan beras bermutu baik (Damardjati,1979; Damardjati et al.,1981). Cara lain dalam penentuan umur panen yang cukup mudah dilaksanakan adalah metode optimalisasi.dengan metode optimalisasi, padi dipanen pada saat malai berumur hari setelah berbunga rata (HSB) sehingga dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi (Rumiati dan Soemadi,1982). Penentuan saat panen yang umum dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu % gabah dari malai tampak kuning (Rumiati, 1982). Berdasarkan pengamatan secara visual, pemanenan sudah dapat dilakukan apabila bagian ujung malai sudah berwarna jernih dan keras serta sebagian besar biji pada pangkal malai sudah dalam keadaan keras (Damardjati, 1979). Secara praktis, maka cara penetapan panen dengan melihat warna bulir banyak dilakukan oleh petani Indonesia. Penetapan warna bulir ini berkaitan erat dengan fase pematangan bulir secara fisiologis. Menurut Tjiptadi dan Nasution (1976), berdasarkan hal ini maka dikenal beberapa stadia matang bulir padi sebagai berikut : a. Stadia matang susu Stadia matang susu terjadi pada saat malai padi mulai terlihat terkulai. Apabila butir gabah dipijit akan terdapat cairan berwarna putih susu. Pengangkutan zat-zat hara dari daun ke bulir terjadi pada stadia ini. Sekalipun gabahnya sudah memiliki daya untuk berkecambah, namun demikian panen pada stadia ini akan sangat merugikan hasilnya, karena walaupun gabah ini memiliki volume maksimum namun pada waktu dikeringkan, bobotnya akan banyak berkurang
24 11 b. Stadia matang kuning Seluruh pertanaman tampak menguning, dan bagian yang masih hijau adalah bagian buku-buku daun sebelah atas. Isi gabah sudah mengeras, tetapi dengan pijitan tangan isi gabah masih patah. Pengangkutan zat-zat hara dari daun ke malai sudah berakhir. c. Stadia matang penuh Buku-buku daun sebelah atas telah menjadi berwarna kuning tua, sedangkan batang-batang mulai kering. Isi gabah tidak dapat dipecahkan dengan pijitan tangan. Isi gabah (tepung) menjadi putih / bening tergantung dari varietas. Bagi varietas padi yang mudah rontok, pada stadia ini gabah masih belum rontok dari malainya. d. Stadia matang mati (mutlak) Seluruh pertanaman sudah terlihat mati, dan isi gabah mudah mengeras dan kering. Pada varietas yang mudah rontok, dengan menggoyangkan tanaman sedikit saja maka gabah dapat jatuh. Menurut Tjiptadi dan Nasution (1976), pemanenan sebaiknya dilakukan pada stadia matang kuning agar menghindari pencurian dan cuaca buruk seperti angin kencang yang dapat merontokkan gabah, menghindari gabah rontok karena apabila dipanen terlambat berakibat kehilangan butir gabah yang lemas, rontok terlebih dahulu. Pemanenan dilakukan pada stadia matang kuning ini juga untuk mendapatkan rendemen yang maksimum. Menurut Setyono et al.(2001), titik kritis kehilangan hasil pada pemanenan padi terutama terjadi pada tahap : 1) pemotongan padi, 2) pengumpulan potongan padi, dan 3) pada proses perontokan. Kehilangan tersebut umumnya disebabkan oleh perilaku para pemanen, baik disengaja maupun tidak disengaja. Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi, adalah (1) ani ani, (2) sabit biasa dan (3) sabit bergerigi (BPS, 1996). Dengan
25 12 diintroduksikannya varietas varietas unggul baru padi yang memiliki potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke penggunaan sabit biasa/sabit bergerigi. Dalam pemanenan padi tersebut menyebabkan kehilangan hasil rendah (Damardjati et al.,1988, Nugraha et al., 1990). Data kehilangan hasil nasional menurut BPS tahun 1996 ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Persentase susut pasca panen menurut BPS 1996 No. Tahap Kegiatan Susut (%) 1 Pemanenan Perontokan Pengangkutan Pengeringan Penggilingan Penyimpanan 1.61 Total (BPS, 1996). Cara panen dengan mesin perontok akan menimbulkan kerusakan mekanis pada gabah yang berupa keretakan biji akibat pukulan oleh alat perontok yang berbentuk jeruji-jeruji. Keretakan tersebut mempunyai hubungan erat dengan kepatahan beras setelah digiling (Damardjati dan Purwani, 1991). Persentase beras kepala yang tinggi akan mempengaruhi mutu pasar, dimana semakin tinggi persen beras kepala maka harganya akan semakin tinggi pula. Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian maupun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988). Nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok (Nugraha et al., 1998). Kelompok pertama
26 13 adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu: teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras, terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan semakin rendah. Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat pula. Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983). Susut giling juga dipengaruhi oleh mutu gabah pra penggilingan. Faktor mutu gabah yang paling berpengaruh adalah kadar air dan persentase gabah hampa serta kotoran atau benda asing. Selain itu susut giling dipengaruhi oleh perlakuan pra penggilingan seperti pengeringan, pembersihan, maupun teknologi penggilingan yang digunakan (Anonim, 1983). Damardjati (1988), telah mengamati perubahan struktur biji beras selama proses pematangan biji hingga lewat matang yang diamati menggunakan mikroskop elektron scanning. Apabila umur gabah yang dipanen masih muda, maka umumnya terbentuk biji mengapur yang berwarna putih kelam karena ikatan antar granula pati masih longgar dan belum kompak. Ikatan antar granula pada biji yang telah matang menjadi padat dan kompak, dengan butiran-butiran protein yang terdapat di selasela granula pati yang berfungsi sebagai pengepak. Sebaliknya pada biji lewat matang, akan tampak struktur retakan-retakan dalam biji dan terjadi pengkerutan granula-granula pati sehingga mengurangi kekompakan ikatan antar granula. Biji yang dipanen muda, karena ikatan antar granula pati masih longgar dan kadar air kesetimbangannya tinggi, lebih mudah pecah oleh
27 14 penggilingan, dan lebih mudah rusak dalam penyimpanan oleh infestasi serangga dan penyakit. Sebaliknya, biji yang dipanen lewat matang banyak mengalami keretakan sejak dari lapang yang menyebabkan mudah pecah sewaktu penggilingan (Damardjati, 1988). E. KADAR AIR GABAH Gabah dan serealia lainnya dipandang merupakan bahan pangan yang penting karena sifatnya yang mampu mempertahankan mutu selama penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan faktor utama yang menentukan daya simpan gabah yang dipengaruhi oleh suhu, oksigen, kondisi biji, lama penyimpanan, dan faktor biologik (cendawan dan serangga) (Damardjati, 1988). Dalam kondisi normal, sekam memiliki peranan besar dalam melindungi beras terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cendawan, walaupun secara tidak langsung. Biji padi yang disimpan dalam kelembaban nisbi 80% dan suhu o C, memiliki kadar air kesetimbangan 13.9% untuk gabah dan 14,9% untuk beras pecah kulit dan beras giling. Selain sebagai barrier terhadap penetrasi cendawan, sekam juga dapat mencegah timbulnya ketengikan dengan melindungi lapisan dedak yang kaya akan minyak dari kerusakan mekanis selama pemanenan, penggilingan, dan penanganan selanjutnya (Damardjati, 1988). Beras dan gabah sama seperti organisme hidup lainnya, mengalami respirasi. Pada proses respirasi ini akan dihasilkan CO 2, air dan energi. Bersama dengan gabah maupun itu sendiri, organisme yang berasosiasi dengannya akan bernapas dan berkontribusi terhadap keseluruhan aktivitas pernapasan, terutama di dalam kondisi dimana kadar air gabah, kelembaban relatif (RH), dan suhu mendukung pertumbuhan mikrobial (Siebenmorgen dan Meullenet, 2004). Laju respirasi yang tinggi, terutama respirasi yang terjadi dalam waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan pada beras maupun gabah. Kerusakan ini diantaranya perubahan warna dari biji menjadi berwarna kuning atau sering disebut stackburn, yang merupakan efek negatif yang paling sering terjadi akibat meningkatnya laju respirasi pada gabah yang
28 15 disimpan dalam keadaan kadar air yang tinggi. Laju respirasi ini dihitung berdasarkan laju terbentuknya CO 2. Laju respirasi ini juga akan meningkatkan suhu dan menyebabkan timbulnya hot spot (titik panas) pada gabah (Siebenmorgen dan Meullenet, 2004). Menurut Webb dan Calderwood (1977) diacu dalam Wadsworth (1994), kadar air gabah berkaitan erat dengan rendemen beras kepala dan derajat gilingnya. Dalam percobaannya, Webb dan Calderwood ini melakukan penggilingan pada berbagai varietas beras dengan berbagai range kadar air (6-18%). Gabah dengan kadar air yang berbeda ini kemudian digiling dengan menggunakan alat penggiling yang telah diatur pada tekanan yang berbeda-beda, untuk mendapatkan empat derajat giling yang berbeda (well milled, reasonably well milled, lightly milled, dan undermilled). Gabah dengan kadar air rendah (6-10%) lebih tahan terhadap penggilingan pada setiap setting penggilingan dibandingkan dengan gabah dengan kadar air tinggi (14-16%). Selain itu gabah dengan kadar air rendah membutuhkan tekanan yang lebih tinggi daripada gabah dengan kadar air tinggi agar didapatkan beras dengan derajat giling/ derajat sosoh yang tinggi pula. Pada derajat sosoh yang sama, gabah dengan kadar air yang tinggi menghasilkan rendemen beras kepala yang lebih tinggi 1-3% dibandingkan dengan rendemen beras kepala yang dihasilkan oleh gabah dengan kadar air rendah.
29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah, beras pecah kulit, dan beras varietas Ciherang. B. ALAT Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cera Moisture Tester, plastik, terpal 6 x 8 m, terpal 6 x 4 m, sabit, alat penggebot padi, karung, kotak pengukur densitas beras, tali rafia, tampah, mesin penggiling padi, mesin penyosoh beras, husker skala lab merek Satake, alat penyosoh beras skala lab Satake, oven pengering, Whiteness Meter Kett, Grain Moisture Tester G-Won, timbangan, jangka sorong, Hardness Meter. C. METODE PENELITIAN 1. Analisis Karakteristik Fisik a. Ukuran dan Bentuk Gabah serta Beras Giling Pengukuran panjang dan lebar gabah dan beras dilakukan dengan menggunakan alat jangka sorong merek Carnier Valiper, 150x 0.05 mm, 6 x 1/128 in. Gabah dan diukur dengan 3 kali ulangan dan pada masing-masing ulangan diambil 10 gabah untuk diukur panjang, lebar, dan nisbah panjang/ lebarnya. b. Densitas Beras Densitas beras dihitung dengan menuangkan beras kepala utuh pada alat pengukur densitas berbentuk kubus dengan volume 1 liter. Beras yang sudah dituang kemudian diratakan dan ditimbang bobotnya. c. Persentase Butir Hampa dan Kotoran Sampel gabah sebanyak 100 gram ditempatkan pada tampah. Kemudian, gabah tersebut ditampi beberapa kali hingga
30 17 seluruh kotoran dan butir hampa jatuh ke tanah karena perbedaan bobot. d. Butir Hijau, Butir Kuning/ Rusak, dan Butir Berkapur Sampel BPK (beras pecah kulit) diambil sebanyak 50 gram. Kemudian dari sampel tersebut dianalisis secara manual butir hijau, butir kuning rusak, dan butir berkapur, kemudian masingmasing ditimbang dan dihitung presentasenya terhadap bobot awal contoh. Beras pecah kulit ini adalah beras yang masih mempunyai lapisan dedak, dan merupakan hasil dari gabah yang digiling menggunakan alat Testing Husker Roll. Perhitungan butir hijau, butir kuning/ rusak, butir mengapur adalah sebagai berikut : Bobot masing-masing tipe butir B(%) = x 100% Bobot sampel awal (50 gr) e. Derajat Sosoh Beras Penentuan derajat sosoh dilakukan secara visual dengan indera mata. Derajat sosoh 100% yaitu jika dari hasil penyosohan semua lembaga, seluruh lapisan katul bagian luar, semua kulit ari bagian dalam, dan sedikit endosperm telah dilepaskan dari butir beras tersebut, sedangkan derajat sosoh 95% adalah tingkat terlepasnya sebagian besar bekatul dan lembaga dari butir beras sehingga sisa yang terlepas sebesar 5%, demikian juga dengan derajat sosoh 85%, lapisan bekatul dan lembaga yang melekat atau belum terlepas pada butir beras sekitar 15%. Penentuan derajat sosoh dengan cara ini bersifat subyektif, tapi cara penentuan ini masih dipakai dalam analisis mutu beras karena mudah, murah, dan cepat. f. Derajat Putih Pengukuran derajat putih beras dilakukan dengan menggunakan alat Whiteness Meter Kett. Whiteness Meter Kett ini
31 18 menggunakan MgO yang memiliki derajat putih 81.6 sebagai standarnya. Pengukuran derajat putih beras dilakukan pada beras utuh maupun beras yang sudah ditepungkan. g. Chalkiness Chalkiness pada beras Ciherang ini ditentukan dengan melakukan pengamatan secara visual. Beras kepala varietas Ciherang dilihat secara visual apakah terdapat kekeruhan atau adanya pengapuran, yang ditandai dengan adanya warna putih keruh yang terdapat pada butiran beras. Tingkat kekeruhannya dinilai dengan score, yaitu 0 (bening), 1 (sedikit berkapur/ kurang dari 10%), 5 (pengapuran sedang/ 10-20%), dan 9 (pengapuran besar/ >20%). h. Sudut Curah (Angle of Repose) (AOAC, 1984) Pengukuran sudut curah dilakukan dengan menuangkan secara langsung beras dan gabah varietas Ciherang, masingmasing sebanyak 300 gram melalui suatu corong. Jarak antara ujung corong dengan alas yaitu 15 cm. Selanjutnya beras yang membentuk gunungan tersebut diukur diameter dan tingginya. Pengukuran sudut curah dihitung dengan mengunakan rumus : tinggi Sudut curah = arc tan ½ diameter i. Bobot Seribu Butir Beras Giling dan Gabah Beras giling dipilih beras kepalanya kemudian dihitung sampai seribu butir. Selanjutnya beras tersebut ditimbang bobotnya. Perhitungan bobot seribu butir ini dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Perhitungan bobot seribu butir gabah juga dilakukan dengan cara yang sama dengan perhitungan bobot seribu butir beras giling.
32 19 2. Analisis Susut Pasca Panen a. Susut Pemanenan Susut atau losses pemanenan dilakukan dengan cara menghitung jumlah gabah yang hilang atau tercecer pada saat panen atau pemotongan padi. Mula-mula dibuat ubinan secara acak pada petak sawah yang berbeda, sebesar 1.5 m x 1.5 m, sebanyak 4 ulangan. Selanjutnya dilakukan pemotongan padi dengan menggunakan sabit biasa, dan hasil pemotongan tersebut langsung dimasukkan ke dalam karung untuk menjaga agar butiran gabah tidak berceceran. Gabah atau padi yang tertinggal pada ubinan 1.5 m x 1.5 m dikumpulkan dan ditimbang bobotnya (BH). Selanjutnya padi yang sudah dikarungkan digebot/ dirontokkan dengan menggunakan alas 6 m x 4 m, dan dihitung bobotnya (BP). Gabah yang masih tertinggal di malai padi diasag satu per satu dan ditimbang bobotnya (BA). Perhitungan susut dilakukan dengan membandingkan jumlah gabah yang tercecer sewaktu panen dengan jumlah gabah total yang dihasilkan. Perhitungan susut panen adalah sebagai berikut : BH Spn = x 100% BH+ BP+ BA Dengan : BH: Bobot yang hilang BP : Bobot hasil perontokan ubinan BA : Bobot asag b. Susut Perontokan (Puspitasari, 2001) Susut perontokan dilakukan dengan membandingkan perontokan yang biasa dilakukan petani dengan kontrol. Kegiatan yang dilakukan adalah, petani melakukan perontokan di atas alas/ lamporan miliknya tetapi di bawah alas tersebut dialasi oleh alas kontrol. Ukuran alas petani sekitar 2 m x 3 m dan alas kontrol
33 20 berukuran 6 m x 8 m. Setelah berangkasan padi digebot, dilakukan asag atau penyisiran pada malai untuk merontokan butiran gabah yang masih tertinggal. Hasil perontokan pada alas petani dihitung sebagai hasil produksi, sedangkan hasil dari alas kontrol dan asag dihitung sebagai gabah yang tercecer. Kemudian hasil panen di alas petani ditambah hasil di alas kontrol dan asag dihitung sebagai hasil panen yang seharusnya. Perhitungan susut perontokan adalah sebagai berikut : BT + BA SSpr = x 100% BT + BP + BA Keterangan : BP : Bobot gabah hasil perontokan petani BT : Bobot gabah yang tercecer di alas kontrol BA : Bobot gabah hasil asag c. Susut Pengeringan (Puspitasari, 2001) Perhitungan susut pada saat pengeringan dilakukan dengan cara membandingkan cara penjemuran petani dengan kontrol. Untuk cara kontrol yaitu dengan menjemur gabah di atas lamporan dan selama penjemuran relatif diawasi. Sedangkan cara petani adalah dengan menjemur gabah di atas lantai jemur dan tidak diawasi. Kemudian bobot akhir masing-masing perlakuan dihitung lalu dibandingkan dengan bobot awal sebelum dijemur. Hasil kontrol dikurangi hasil dengan cara petani dihitung sebagai susut. Perhitungan susut penjemuran adalah sebagai berikut : Spj (%) = Sbk-Sbp Sbk : Susut bobot kontrol ( %) Sbp : Susut bobot petani ( %)
34 21 Bm Ba Sbk/Sbp = x 100 Bm Bm : Bobot sampel awal Ba : Bobot sampel akhir setelah dijemur Bm dan Ba dihitung dalam keadaan kadar air 14%, konversi bobot dalam keadaan kadar air 14 % adalah sebagai berikut : 100 Ka BK = x BB BK : Bobot sampel pada kadar air 14 % BB : Bobot sampel pada kadar air sebenarnya Ka : Kadar air sampel d. Susut Penggilingan (Puspitasari, 2001) Susut penggilingan dihitung dengan membandingkan rendemen beras yang digiling di Penggilingan KUD Telagasari, Kabupaten Karawang dengan rendemen beras yang digiling di laboratorium. Kegiatan ini dilakukan dengan 2 kali ulangan. Bobot gabah yang digiling di laboratorium sebanyak 500 gram masingmasing ulangan, sedangkan bobot gabah yang digiling di KUD Telagasari jumlahnya tidak tentu, karena bergantung dari bobot gabah per karungnya. Rumus perhitungan susut penggilingan adalah sebagai berikut : Rk Rp Spg = x 100% Rk Rk : Rendemen beras giling kontrol ( %) Rp : Rendemen beras giling penggilingan
35 22 Bobot beras giling (output) Rk/Rp = x 100% Bobot gabah ( input ) 3. Analisis Pengaruh Kadar Air terhadap Beras Giling Pengukuran pengaruh kadar air gabah terhadap mutu dan rendemen beras dilakukan dengan memvariasikan kadar air gabah sebelum digiling. Gabah sebanyak masing-masing 200 gram dikeringkan dengan hingga mencapai 3 kadar air yang berbeda, yaitu 12%, 14%, dan 16%. Pengeringan gabah dilakukan pada suhu 40 o C - 50 o C hingga gabah memiliki kadar air sebesar 16%, 14%, dan 12%. Pengkondisian gabah ini dilakukan masing-masing sebanyak 2 ulangan untuk kadar air yang berbeda. Gabah yang sudah mencapai kadar air yang diinginkan ini selanjutnya digiling hingga dihasilkan beras giling. Beras giling yang dihasilkan dihitung sebagai rendemen hasil. Dan selanjutnya beras giling ini dipisahkan beras kepala, butir patah, dan menir, dan dihitung persentasenya untuk dilihat mutu beras yang dihasilkan. Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala merupakan merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh, dan menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2,0 mm (Waries, 2006). Selain itu tingkat kekerasan dari masingmasing butiran gabah juga diukur dengan menggunakan alat Hardness meter. Perhitungan rendemen beras giling adalah sebagai berikut : Bobot beras giling + menir Rendemen (%) = x 100% Bobot gabah awal
36 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK Analisis karakteristik fisik merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui mutu dan sifat fisik dari beras varietas Ciherang ini. Analisa ini dapat digunakan untuk standardisasi mutu beras yang merupakan bagian dari penanganan pasca panen primer. Karakteristik fisik dari beras Ciherang ini juga dapat berguna untuk identifikasi lainnya. Hasil analisis ukuran dan lebar gabah dan beras Ciherang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Ukuran dan nisbah gabah dan beras Ciherang Produk Panjang (mm) Lebar (mm) Panjang/lebar (p/l) Gabah 9.79 ± ± ± 0.16 Beras 6.81 ± ± ± 0.07 Berdasarkan perhitungan nisbah panjang/ lebar beras varietas Ciherang dapat disimpulkan bahwa beras varietas Ciherang ini merupakan beras berukuran panjang (Long ( mm)), dan berbentuk lonjong (Slender, 3.0) (Ayap et al., 2001). Menurut Allidawati dan Kustianto (1989), konsumen beras di Indonesia biasanya menyukai beras dengan ukuran panjang medium (M) sampai panjang (L), dan pasaran internasional lebih menyukai beras berukuran panjang (L). Hal ini menunjukkan bahwa beras Ciherang ini dapat menjadi beras yang dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tabel 9. Kualitas gabah varietas Ciherang Komponen Mutu Besaran Bobot seribu butir gabah g/ 1000 butir Butiran hampa dan kotoran 4,3% Angle of repose ± 2.24 o Berdasarkan data pada Tabel 9. bobot seribu butir gabah Ciherang yaitu sebesar g/1000 butir gabah. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan bobot seribu butir gabah yang dikeluarkan oleh Litbang Deptan
37 24 (2002), yaitu sebesar g/1000 butir gabah. Bobot gabah yang berkurang atau tidak sesuai dengan bobot yang diharapkan dapat disebabkan karena kondisi setelah pembungaan yang tidak menguntungkan, misalnya karena kurangnya unsur-unsur hara yang tersedia (Taslim, H et al.,1989). Butir hampa dan kotoran yang terdapat pada gabah varietas Ciherang ini adalah sebesar 4.3%. Jumlah ini tergolong besar, dan bahkan tidak memenuhi mutu gabah III menurut SNI mengenai mutu gabah. Kemungkinan hal ini disebabkan adanya gabah selain butir hampa yang ikut terbuat sewaktu diayak. Selain itu menurut Damardjati (1979), pemanenan yang dilakukan pada kematangan yang tidak tepat akan menghasilkan penurunan mutu giling dan rendemen beras. Beras yang dipanen sebelum masak akan banyak mengandung gabah hampa, butir kapur, dan beras pecah yang tinggi. Berdasarkan pengamatan peneliti, sebagian besar sawah di Kecamatan Telagasari telah dipanen sebelum waktunya karena pengaruh cuaca yang buruk dan adanya hama lembing/ kepinding tanah (Scotinophara coarctata). Hama lembing ini juga diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya jumlah gabah hampa karena hama lembing ini menyerang butiran-butiran gabah, sehingga gabah menjadi kopong. Gambar 1. Hama lembing yang menyerang padi di Kecamatan Telagasari. Sudut curah suatu bahan dapat dijadikan suatu indikator kasar untuk menentukan kemudahan suatu bahan tersebut mengalir dalam sistem pengepakan dan penyimpanan. Carr dalam Peleg (1983)
38 25 menyatakan bahwa sudut curah sebesar 35 o menandakan bahwa bahan tersebut mudah mengalir, sudut curah o menandakan bahwa bahan tersebut sedikit bersifat kohesif, sudut curah sebesar o menandakan bahwa bahan bersifat kohesif (kehilangan sifat mudah mengalir), dan sudut curah 55 o menandakan bahan bersifat sangat kohesif dan sulit mengalir. Gabah Ciherang ini memiliki sudut curah sebesar o. Nilai ini menunjukkan bahwa gabah Ciherang ini termasuk ke dalam bahan yang mudah mengalir, sehingga ini termasuk bahan yang mudah dikemas dan disimpan. Tabel 10. Karakteristik fisik beras varietas Ciherang Komponen mutu Besaran Densitas g/ liter Derajat sosoh 100 % Derajat putih 42.3 % Chalkiness 0 Bobot seribu butir beras 19.2 g/ 1000 butir Sudut curah (angle of repose) 23.8 ± 1.61 o Berdasarkan data pada Tabel 10, densitas beras merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan karakteristik fisik dari beras Ciherang sekaligus untuk membedakan beras Ciherang dengan beras varietas lainnya. Berdasarkan pengukuran, diperoleh densitas beras Ciherang sebesar g/ liter. Pengukuran derajat sosoh meskipun dinyatakan secara kuantitatif, namun pengukurannya masih dilakukan dengan cara visual, sehingga masih bersifat subjektif. Derajat sosoh merupakan tingkat pembuangan lembaga, lapisan perikarp, dan aleuron dari butiran beras dalam proses penyosohan. Derajat sosoh dan persentase beras patah merupakan komponen utama yang menentukan mutu beras di Indonesia. Beras Ciherang berdasarkan penelitian ini memiliki derajat sosoh 100%. Beras dengan derajat sosoh 100% menunjukkan bahwa seluruh lapisan katul bagian luar, semua kulit ari bagian dalam, dan sedikit endosperm telah dilepaskan dari butir beras tersebut. Semakin tinggi derajat sosohnya, maka beras akan semakin putih. Beras yang derajat
39 26 sosohnya rendah biasanya akan cepat mengalami ketengikan, karena beras tersebut masih memiliki lapisan dedak aleuron yang memiliki kandungan lemak yang tinggi (15-20%) (Kunze et al., 2004). Sebagian besar konsumen menyukai beras dengan derajat sosoh yang tinggi, karena beras dengan derajat sosoh yang tinggi memiliki penampakan yang putih dan bersih. Namun sebenarnya beras dengan derajat sosoh yang tinggi justru memiliki nilai gizi yang lebih redah dibandingkan dengan beras dengan derajat sosoh rendah ataupun beras pecah kulit. Hal ini disebabkan karena pada beras dengan derajat sosoh yang tinggi, semua bagian yang mengandung nilai gizi tinggi seperti aleuron telah dihilangkan. Meskipun begitu, beras dengan derajat sosoh yang tinggi lebih tahan dalam hal penyimpanan dibandingkan dengan beras dengan derajat sosoh rendah, karena beras dengan derajat sosoh rendah mudah mengalami ketengikan. Berbeda halnya dengan konsumen, derajat sosoh yang tinggi kadang dianggap merugikan bagi para produsen. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi derajat sosoh beras maka bobotnya akan berkurang. Selain itu semakin tinggi derajat sosoh juga kemungkinan menyebabkan butir patah semakin besar. Oleh sebab itu biasanya para produsen menggiling beras sampai derajat sosoh tertentu yang dianggap menguntungkan. Derajat putih beras diukur dengan alat Whiteness Meter Kett, dengan menggunakan standar MgO yang memiliki derajat putih 81.6%. Beras Ciherang ini memiliki derajat putih sebesar 42.3%. Menurut Damardjati dan Purwani (1991), kadar protein beras berkorelasi negatif dengan derajat putih beras tetapi berkorelasi positif dengan rendemen beras kepala. Diduga hubungan ini terutama disebabkan oleh struktur protein beras yang sebagian besar berbentuk butiran protein (protein bodies). Butiran protein di dalam endosperm beras berperan sebagai pengepak granula pati. Makin tinggi protein maka beras akan semakin meningkat kekerasannya dan juga akan semakin tahan terhadap gesekan selama penyosohan biji, sehingga endosperm yang tersosoh semakin
KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG
SKRIPSI KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Oleh LISTYAWATI F24103050 2007 FAKULTAS
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3
LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)
Lebih terperinciKARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH
KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN
Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri
Lebih terperinciDeskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman
Lebih terperinciTEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS
TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian
Lebih terperinciKK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,
Lebih terperinciBEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH
BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.
Lebih terperinciMETODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian
15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan
Lebih terperinciJember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak
Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang
Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan
Lebih terperinciUNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1
UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu
26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi
II. TINJAUAN PUSTAKA Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan
Lebih terperinciPerhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014
Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi
Lebih terperinciDukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon
PENGARUH UMUR PANEN DAN KULTIVAR PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi umur panen
Lebih terperinciPengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik
Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak
Lebih terperinciLAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2
LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga
Lebih terperinciJ3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5
Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5
Lebih terperinci: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit
LAMPIRAN 52 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong Nomor pedigri : BP1924-1E-5-2rni Asal persilangan : Sitali/Way Apo Buru//2*Widas Golongan : Cere Umur tanaman : 108-125 hari Bentuk tanaman : Tegak
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.
11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)
Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan
Lebih terperinci: Kasar pada sebelah bawah daun
Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64
Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125
Lebih terperinciPENGUJIAN MUTU BERAS
PENGUJIAN MUTU BERAS RINI YULIANINGSIH Good Equipment Good Paddy Rice Skilled Miller Jika Anda memilik padi berkualitas tinggi dengan unit penggiling yang bagus dan dioperasikan oleh tenaga yang ahli Jika
Lebih terperinciMutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan
TEKNIK PENGUJIAN TAMPILAN BERAS UNTUK PADI SAWAH, PADI GOGO, DAN PADI PASANG SURUT Ade Santika 1 dan Gusnimar Aliawati 2 Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan varietas unggul padi. Perbaikan
Lebih terperinciPersyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang
PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas
Lebih terperinciMenurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1999) tujuan. pemanenan padi adalah untuk mendapatkan gabah dari lapangan pada tingkat
I. PENANGANAN PANEN A. Kriteria Panen Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1999) tujuan pemanenan padi adalah untuk mendapatkan gabah dari lapangan pada tingkat kematangan optimal,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan
10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari
Lebih terperinciPENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA
PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah
Lebih terperinciTeknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP
Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP
Lebih terperinciPENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG
PENGARUH KETEBALAN DAN JENIS ALAS PENJEMURAN GABAH (Oryza Sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING KULTIVAR CIHERANG R. Hempi Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk
Lebih terperinciPANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI
PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi 11: PANEN DAN
Lebih terperinciLampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.
Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman
Lebih terperinciPANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG
PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara
Lebih terperinciLampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE
Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Nomor seleksi : B2484B-PN-28-3-MR-1 Asal persilangan : Pelita I-1/B2388 Golongan : Cere, kadang-kadang berbulu Umur tanaman : 135-140 hari Bentuk tanaman :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya
Lebih terperinciV4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)
64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)
Lebih terperinciII. MENEKAN KEHILANGAN HASIL
II. MENEKAN KEHILANGAN HASIL 1. Faktor-faktor penyebab kehilangan hasil panen Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada gabah yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat
Lebih terperinciTEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA
AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik
Lebih terperinciISSN eissn Online
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (1):66-76 http://www.jptonline.or.id ISSN 1410-5020 eissn Online 2047-1781 Evaluasi Kualitas Beras Giling Beberapa Galur Harapan Padi Sawah (Oryza Sativa L.)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)
40 LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64
Lebih terperinciLampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan
Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95
Lebih terperinciPotensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit
LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN
LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN ACARA V PENGENALAN RICE MILL UNIT Disusun Oleh: Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : B Kelompok : 4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL
Lebih terperinciYang termasuk persyaratan umum adalah hama/penyakit, bau apek atau asing, bahan
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Gudang BULOG 206 Rembang. Gudang ini berada di Desa Kedungrejo Kabupaten Rembang. Tepatnya adalah di Jalan Raya Rembang- Blora
Lebih terperinciBeras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian
Ade Santika dan Rozakurniati: Evaluasi mutu beras ketan dan beras merah pada beberapa galur padi gogo 1 Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 1-5 TEKNIK EVALUASI MUTU BERAS KETAN DAN BERAS MERAH
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan
Lebih terperinciPETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG
PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.05 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.05 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.02 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.02 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP
ALAT DAN MESIN PANEN HASIL PERTANIAN drh. Saiful Helmy, MP Proses panen padi dimulai dengan pemotongan bulir padi yang sudah tua (siap Panen) dari batang tanaman padi, dilanjutkan dengan perontokan yaitu
Lebih terperinciALAT DAN MESIN PANEN PADI
ALAT DAN MESIN PANEN PADI Sejalan dengan perkembangan teknologi dan pemikiran-pemikiran manusia dari jaman ke jaman, cara pemungutan hasil (panen) pertanian pun tahap demi tahap berkembang sesuai dengan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,
18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI
KAJIAN PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS ALAT/MESIN PERONTOK TERHADAP SUSUT PERONTOKAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: RISKA INDARYANI F14051033 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat
10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter
Lebih terperinciPENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN
PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai
9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian
III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
JRPB, Vol. 6, No. 1, Maret 2018, Hal. 53-59 DOI: https://doi.org/10.29303/jrpb.v6i1.72 ISSN 2301-8119, e-issn 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/ KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 130/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 130/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI KETAN PUTIH B10299B-MR-116-2-4-1-2 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA CIASEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciDaun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super
Lebih terperinciPENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI
PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PTT menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan. Bergantung kondisi daerah setempat, komponen teknologi pilihan dapat digunakan sebagai komponen teknologi : Varietas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping itu Indonesia merupakan daerah agraris dengan profesi utama penduduknya sebagai petani terutama
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,
Lebih terperinciPertemuan ke-14. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa
Pertemuan ke-14 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian 2. Khusus
Lebih terperinciPENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A
PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - 11H SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 11 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPEMBUATAN TEPUNG JAGUNG
PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. GABAH 1. Struktur Gabah Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Klasifikasi ilmiah tanaman padi yang menjadi bahan baku beras adalah sebagai berikut.
Lebih terperinciVI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL
VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya
Lebih terperinciKOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT
KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang
17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kilang Padi Bersama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan padi menjadi beras atau penggilingan padi (Rice Milling
Lebih terperinciTEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS
TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi
Lebih terperinciCARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS
CARA PENGUJIAN MUTU FISIK GABAH DAN BERAS FAUZIAH AR, NOORTASIAH DAN TAZRIN NOR Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, ii Kebun Karet, Loktabat, Banjarbaru 70712 RINGKASAN Mutu gabah dan beras yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran
Lebih terperinciSNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Klasifikasi...4
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 1012/Kpts/SR.120/7/2008
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 1012/Kpts/SR.120/7/2008 TENTANG PELEPASAN GALUR MUTAN PADI SAWAH Obs-1692/PsJ SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA BESTARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciTeknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling
A R T I K E L Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling Rokhani Hasbullah a dan Anggitha Ratri Dewi b a Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan
Lebih terperinci