LAPORAN KINERJA TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KINERJA TAHUN 2014"

Transkripsi

1 LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI (i) DAFTAR TABEL (ii) DAFTAR GAMBAR (iii) KATA PENGANTAR (v) IKHTISAR EKSEKUTIF (vii) I PENDAHULUAN (1) A. Gambaran Umum (1) B. Permasalahan dan Aspek Strategis (5) C. Metode Pengumpulan Data Kinerja (9) D. Tujuan Penulisan Pelaporan Kinerja (11) II PERENCANAAN KINERJA (12) A. Metode Pengukuran Kinerja (12) B. Perjanjian Kinerja Tahun 2014(15) C. Target Kinerja Lainnya (17) III AKUNTABILITAS KINERJA (18) A. Capaian Kinerja (18) B. Analisa Efisiensi Penggunaan Sumber Daya (43) C. Akuntabilitas Keuangan (49) D. Capaian Kinerja Lainnya (50)) IV PENUTUP (57) LAMPIRAN i

3 Daftar Tabel Tabel 1 Perjanjian Kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2014 (16) Tabel 2. Rincian Target Jumlah Tanah dilegalisasi (17) Tabel 3. Capaian Kinerja Sasaran Strategis 1 (19) Tabel 4. Capaian Kinerja Legalisasi Asset 2014 dan selama 4 tahun terakhir (21) Tabel 5. Capaian Kinerja Sasaran Strategis 2 (24) Tabel 6. Capaian kinerja konsolidasi tanah tahun 2014 (29) Tabel 7. Output konsolidasi tanah Tahun (30) Tabel 8. Capaian Kinerja Konsolidasi Tanah Tahun 2014 (32) Tabel 9. Realisasi Pencapaian Kinerja (34) Tabel 10. Capaian Kinerja Penyelesaian Kasus Pertanahan Tahun 2014 (36) Tabel 11. Peningkatan cakupan Peta Dasar, Peta Tematik dan Peta Potensi (39) Tabel 12. Capaian Kinerja cakupan Peta Dasar, Peta Tematik dan Peta Potensi (39) Tabel 13. Kategorisasi Indeks Kepuasan Masyarakat (43) Tabel 14. Jenis Program Prioritas dan Realisasi Input dan Output Tahun 2014 (46) Tabel 15. Tingkat Efisiensi Anggaran Terhadap Output Program Prioritas (47) Tabel 16. Realisasi dan Sisa pada Input dan Output Program Prioritas (48) Tabel 17. Realisasi Anggaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2014 (49) Tabel 18. Nilai Hak Tanggungan (HT) dari Produk Sertipikat HAT yang Dikeluarkan oleh BPN selama tahun 2014 (54) ii

4 Daftar Gambar Gambar 1. Kontribusi BPN-RI dalam pencapaian Program Prioritas Nasional (1) Gambar 2. Sasaran Strategis Badan Pertanahan Nasional tahun 2014.(2) Gambar 3. Kondisi Kantor Unit Kerja (2) Gambar 4. Kondisi Fisik Bangunan Kantor Milik BPN-RI (3) Gambar 5. Pegawai Berdasarkan Lokasi Kerja (4) Gambar 6. Proporsi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin (4) Gambar 7. Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan (4) Gambar 8. Permasalahan Pertanahan Strategis (5) Gambar 9. Sasaran Stretegis BPN-RI (7) Gambar 10. Luas Wilayah dan Cakupan Peta (8) Gambar 11. Cakupan Peta Dasar Pertanahan Sampai dengan Akhir 2014 (9) Gambar 12. Skematis sistem Pelaporan pada SKMPP (10) Gambar 13. Persentase capaian kinerja legalisasi Aset tahun (20) Gambar 14. Perbandingan target Renstra dan Capaian (21) Gambar 15. Persentase pencapaian legalisasi Aset berdasarkan kegiatan Tahun 2014 (21) Gambar 16. Persentase capaian legalisasi asset Rupiah Murni (RM) dan PNBP (22) Gambar 17. Skema pencegahan dan penetapan tanah terlantar (25) Gambar 18. Kinerja usulan untuk penetapan (26) Gambar 19. Capaian Kinerja pencegahan tanah terlantar (26) Gambar 20. Perbandingan Target Renstra dengan Capaian (27) Gambar 21. Perbandingan Capaian (%) Konsolidasi Tanah Tahun (30) Gambar 22. Perbandingan Capaian Konsolidasi Tanah Renstra dan Ketersediaan Anggaran(30) Gambar 23. Capaian Kinerja (%) Redistribusi Tanah Tahun (33) Gambar 24. Perbandingan capaian Kinerja berupa output Redistribusi Tanah tahah sampai dengan 2014 dibandingkan Renstra (33) Gambar 25. Penyelesaian kasus pertanahan berdasarkan katagori penyelesaian (36) Gambar 26. Capaian Kinerja Penyelesaian Kasus Pertanahan dibandingkan dengan Tahun (37) Gambar 27. Capaian Penyelesaian Kasus Pertanahan Sampai Tahun 2014 dibandingkan dengan Renstra (37) iii

5 Gambar 28. Capaian Kinerja Infrastruktur Pertanahan Tahun 2014 dibandingkan capaian 2010, 2011, 2012, 2013 (40) Gambar 29. Capaian Kinerja Pemetaan Dasar sampai Tahun 2014 dibandingkan dengan Renstra (40) Gambar 30. Realisasi Pencapaian PNBP (50) Gambar 31. Realisasi PNBP (Rupiah) (50) Gambar 32. Perbandingan Legalisasi Aset 2014 Rupiah Murni dengan PNBP (51) Gambar 33. Perbandingan antara APBNP 2014 dengan Capaian Hak Tanggungan (56) iv

6 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja (LKj) atau dulu dikenal dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) sejatinya merupakan dokumen pertanggung jawaban pelaksanaan tugas dan fungsi BPN-RI kurun waktu tahun 2014 kepada pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu Masyarakat Indonesia. Laporan Kinerja ini juga dapat di upload di website BPN RI yaitu : Laporan Kinerja BPN RI Tahun 2014 merupakan tahun terakhir dari Pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI periode tahun sehingga secara akumulutatif capaian kinerja dari tahun menggambarkan juga capaian kinerja Renstra BPN RI yang dimaksud. Dengan kata lain, asumsi-asumsi penyusunan Rencana Strategis tahun telah disimpulkan benar ataukah ada yang kurang tepat. Hasil evaluasi semacam ini sangat berguna untuk merumuskan asumsi-asumsi yang relevan untuk penyusunan perencanaan yang akan datang. Penyusunan Laporan Kinerja BPN RI Tahun 2014 telah mengacu pada Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun Dalam Peraturan ini penyusunan laporan kinerja tampak lebih sederhana, padat dan komunikatif dibandingkan penyusunan laporan akuntabilitas tahun-tahun sebelumnya. Hal ini Nampak dari struktur pelaporan yang secara tepat telah mampu merangkum semua capaian kinerja. Tentu saja capaian kinerja sangat berbeda dengan capaian hasil. Dalam capaian kinerja, penekanannya pada sasaran dan indikator program. Seluruh sasaran dan indikator kegiatan tentu mengarah pada capaian sasaran dan indikator program. Manfaat atau benefit tercermin dari rumusan sasaran dan indikator program di setiap level eselon satu. Dalam laporan kinerja ini menggunakan seluruh bahan-bahan yang ada dalam setiap sasaran dan indikator program baik di pusat dan Daerah. v

7 Telah diupayakan dengan segala daya baik pikiran dan tenaga bahkan melalui diskusi yang hangat, penyusunan Laporan Kinerja BPN RI Tahun 2014 masih dijumpai kekurangan disana sini. Namun besar harapan, kiranya Laporan Kinerja BPN RI Tahun 2014 diapresiasi seluruh masyarakat sehingga upaya menjadikan tanah dan pertanahan bagi sebesar-besarnya kemamuran rakyat Indonesia segera terwujud. Laporan Kinerja ini juga menjadi bahan masukan yang sangat baik untuk perbaikan mutu perencanaan ke depan. Jakarta, 2015 MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, FERRY MURSYIDAN BALDAN vi

8 IKHTISAR EKSEKUTIF Indonesia merupakan salah satu dari 10 Negara di dunia yang memiliki wilayah daratan terluas. Dengan luas daratan mencapai 191,09 juta Hektar. Luasnya wilayah daratan ini merupakan berkah dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus pekerjaan besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mengelolanya. Seiring dengan pertambahan penduduk dan pergeseran ke Negara IndustrI telah menyebabkan semakin strategis dan semakin rumitnya pengelolaan pertanahan di Indonesia. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melaksanakan sebagian tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral; melalui tugas dan fungsi dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan manajemen dan pelayanan pertanahan. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya ini BPN-RI harus dapat menjawab permasalahan-permasalahn strategis bidang pertanahan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini yaitu; tingginya konflik pertanahan, berlarutnya penyelesaian kasus pertanahan, rendahnya cakupan peta dasar, kurangnya SDM pengukuran, sulitnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebagian besar petani kusasi lahan dibawah setengah hektar serta permasalahan tanah adat dan tanah ulayat, berkurangnya kasus pertanahan. Pada tahun , Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berkonstribusi dalam pencapaian Program Prioritas Nasional yaitu Prioritas nomor 5 (penanggulangan kemiskinan), nomor 6 (infrastruktur), nomor 7 (iklim investarsi dan iklim usaha), nomor 8 (energi) dan nomor 10 (daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik), untuk kontribusi tersebut BPN-RI menetapkan enam sasaran stretegis yang ditetapkan pada Renstra , yaitu (1) terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah (dengan indikator kinerja utama adalah jumlah bidang tanah yang dilegalisasi), (2) terkendalinya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (dengan indikator kinerja utama; (3) terciptanya pengaturan dan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara optimal(dengan indikator kinerja utama jumlah bidang tanah yang ditata melalui konsolidasi tanah dan jumlah bidang tanah yang ditata melalui redistribusi tanah),(4) berkurangnya kasus pertanahan (dengan indicator kinerja utama Jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan) (5) terpenuhinya infrastruktur pertanahan(jumlah cakupan peta Dasar, peta Tematik dan peta Potensi), (6) meningkatnya kualitas layanan pertanahan (dengan indikator kinerja utama Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah). Capaian kinerja BP-RI tahun 2014 terhadap kegiatan untuk mendukung sasaran trategis diuraikan sebagai berikut ; jumlah bidang tanah yang dilegalisasi dari target bidang terealisasi sebanyak bidang (target kinerja untuk penambahan jumlah relatif sertipikat tanah di seluruh Indonesia dari target 2,07% terealisasi 1,99% atau capaian kinerja 97,76%) terjadi peningkatan capai kinerja selama lima tahun sebelumnya masing-masing 59,83% (tahun 2010), 77,23%(tahun 2011), 86,65%(tahun 2012), 90,44%(tahun 2013). Target Renstra yaitu sebanyak vii

9 bidang sedangkan capaian selama sebanyak bidang atau 123,22%. Pada pelaksanaan kegiatan legalisasi asset semua hambatan dan kendala umumnya bisa diatasi, kecuali untuk kegiatan legalisasi asset transmigrasi, hal ini disebabkan adanya perbedaan data subyek dan obyek tanah yang disampaikan, beberapa wilayah transmigrasi telah ditetapkan sebagai kawasan hutan. Capaian kinerja terkendalinya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berupa kepustusan tanah terlantar yang ditetapkan sampai dengan akhir 2014 sebanyak 161 Surat Keputusan (SK) tercapai penambahanya sebanyak 15 SK dari target penambahan 65 SK artinya capaian kinerja 23,77%. Ada dua prespektif dalam pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, pertama prespektif penetapan tanah terlantar yang diukur dari jumlah usulan penetapan tanah terlantar capaian kinerja sebanyak 89,13%, sedangkan prespektif pencegahan 116,67%. Besarnya pencapaian prespektif pencegahan ini diyakini telah menyebabkan para pemegang hak menjadi sangat serius dan berupaya maksimal dalam memanfaatkan lahan yang mereka kuasai sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak. Hal ini terlihat dari berkurangnya secara drastis luas tanah terlantar darai 7,3 juta ha (tahun 2010) menjadi 4 juta ha (akhir 2014). Jika diperhatikan maka dari tahun capaian kinerja pencegahan tanah terlantar lebih dominan. Di dalam Renstra target luas untuk diindtifikasi dan diteliti ha capaian selama seluas ha atau 540%. Kendala utama dalam penetapan tanah terlantar adalah adanya perlawanan hukum yang dilakukan dari pemegang hak untuk membatalkan SK penetapan tanah terlantar. Namun jumlah penetapan bukanlah otcome yang diharapkan, keberhasilan dari seluruh rangkaian kegiatan ini adalah berkurangnya luas tanah terlantar dari tahun ke tahun di Indonesia dan meyakinkan kalau semua sumberdaya lahan telah digunakan secara optimal untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Capaian kinerja terciptanya pengaturan dan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara optimal (dengan indikator kinerja utama jumlah bidang tanah yang ditata melalui konsolidasi tanah dan jumlah bidang tanah yang ditata melalui redistribusi tanah). Dari target bidang tanah (29,97% dari rencana di Renstra ) tercapai bidang (11,42%) dengan capaian kineja 38,11%. Terjadi penurunan capaian kinerja dari tahun Untuk mengantisipasinya BPN-RI telah melakukan kegiatan pendukung berupa pemetaan potensi konsolidasi tanah untuk mengetahui daerah yang berpotensi sebagai lokasi kegiatan prioritas tahun berikutnya. Kegiatan redistribusi tanah dari target bidang (6,59%) tercapai bidang (5,91%), artinya capaian kinerja 89,68%. Secara umum capaian kinerja selama tahun cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan rencana dalam Renstra tingkat capaianya 70,15%. Capaian kinerja berkurangnya kasus pertanahan (dengan indikator kinerja utama jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan, dari target kasus (target sangat optimis 100%) dapat diselesaikan kasus (96,42%) artinya capaian kinerja 96,42%. Capaian kinerja selama lima tahun cukup tinggi. Target Renstra sebanyak kasus yang berhasil diselesaikan sebanyak kasus (84,09%). Keberhasilan kinerja ini terlihat dari jumlah tidak bertambahnya jumlah kasus dari tahun ketahun, kerana pasti ada kasus-kasus baru yang muncul dari waktu kewaktu. Hal terpenting adalah penambahan kasus tidak lebih banyak dari kasus yang diselesaikan. Capaian kinerja terpenuhinya infrastruktur pertanahan (jumlah cakupan peta Dasar, peta Tematik dan peta Potensi, dari target yang ditetapkan Ha (ada penambahan cakupan 3,77% viii

10 tercapai seluas Ha (2,10%), artinya capaian kinerja 55,75%. Capaian kinerja tahun 2014 paling kecil dibandingkan empat tahun sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan target Renstra capaiannya 277,66%. Capaian kinerja meningkatnya kualitas layanan pertanahan (dengan indikator kinerja utama Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah), target nilai A, tercapia B. Capaian kinerja lainnya adalah legalisasi asset dari PNBP (dana dari pemohon) tahun 2014 tercapai sebanyak bidang, artinya lebih banyak dari legalisasi asset yang dibiayai Rumpiah Murni. Disamping itu dalam tahun 2014 hak tanggungan yang tercapai sebanyak Trilium, angka yang pastastif untuk mendukung peningkatan ekonomi di Negara kita. Efisiensi penggunaan angaran ratarata 100%, Sedangkan efisiensi SDM (Petugas Ukur ) 290% (menjadi mendesak untuk dilakukan penambahan jumlah petugas ukur). Realisasi penggunaan angaran di tahun 2014 adalah sebesar 84,74%. ix

11 I. PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Indonesia merupakan salah satu dari 10 Negara di dunia yang memiliki wilayah daratan terluas. Dengan luas daratan mencapai 191,09 juta Hektar. Luasnya wilayah daratan ini merupakan berkah dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus pekerjaan besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mengelolanya. Seiring dengan pertambahan penduduk dan pergeseran ke Negara industri telah menyebabkan semakin strategis dan semakin rumitnya pengelolaan pertanahan di Indonesia. Luas wilayah Indonesia adalah lebih kurang 840 juta Ha, terdiri 191 Juta Ha daratan dan 649 juta Ha lautan. Dari luas daratan, sekitar 124,19 juta hektar (64,93%) masih berupa hutan seperti hutan lebat, hutan sejenis, dan hutan belukar. Sisanya seluas 67,08 juta hektar (35,07%) telah dibudidayakan dengan berbagai kegiatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pertanahan baik secara nasional, regional dan sektoral, diatur pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun Pada tahun , Badan Pertanahan Nasional berkonstribusi dalam pencapaian Program Prioritas Nasional yaitu Prioritas nomor 5, 6, 7, 8 dan 10 : Gambar 1. Kontribusi BPN-RI dalam pencapaian Program Prioritas Nasional Berdasarkan, Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 (dinyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat), UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (di dalamnya dijelaskan bahwa Negara menjamin hak-hak masyarakat atas bumi, 1

12 air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya), dan TAP MPR Nomor IX/2001 tentang Pembaruan Agraria, dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang selanjutnya menetapkan prinsip-prinsip dan arah kebijakan pembaruan agraria dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan, kegiatan Reforma Agraria telah menjadi komitmen Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya memperbaiki permasalahan utama pada ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T). Dalam pelaksanaan anggaran tahun 2014 Badan Pertanahan Nasional menetapkan enam sasaran strategis Sesuai Renstra , dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 tahun 2012 dalam mencapai visi organisasi dinyatakan sebagai berikut : Gambar 2. Sasaran Strategis Badan Pertanahan Nasional tahun Gambar 3. Kondisi Kantor Unit Kerja 2

13 Terdapat 334 satker yang telah memiliki tanah dan bangunan sendiri 238 satker dalam kondisi baik, 69 satker kondisi rusak ringan dan 27 satker rusak berat, Gambar 4. Kondisi Fisik Bangunan Kantor Milik BPN-RI Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memiliki tugas dan fungsi pokok sebagai lembaga Pemerintah yang melakukan penataan dan pengelolaan bidang pertanahan di seluruh wilayah Republik Indonesia. (Berdasarkan mandate Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 jo Perpres Nomor 85 Tahun 2012). Wilayah kewenangan Badan Pertanahan Nasional meliputi wilayah nasional daratan non hutan seluas kurang lebih 67,08 juta Ha. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi di atas, pada akhir tahun 2014 BPN RI memiliki pegawai negeri sipil sebanyak orang dengan rincian (1) Pegawai BPN Pusat berjumlah orang, atau 7,14 %; (2) sebanyak orang atau sekitar 18,39 %, tersebar di 33 Kantor Wilayah BPN Propinsi, serta (3) sebanyak orang 74,47%. tersebar di 426 Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan 29 Perwakilan Kantor Pertanahan seluruh Indonesia. Perlu disampaikan bahwa pada awal tahun 2014 jumlah SDM BPN RI justru mengalami pengurangan yang cukup signifikan sehingga tinggal sekitar orang. 3

14 Gambar 5. Pegawai Berdasarkan Lokasi Kerja Gambar 6. Proporsi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 7. Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan 4

15 B. Permasalahan dan Aspek Strategis Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berada dalam suatu posisi yang sejalan dengan tujuan nasional yaitu: untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian program-program yang direncanakan dan dilaksanakan merupakan langkah kongkrit dalam tahapan yang terukur dan berkesinambungan dalam mewujudkan tujuan nasional. Isu strategis dalam pengelolaan pertanahan di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian serius dan ditindaklanjuti secara berkesinambungan sebagaimana disajikan pada gambar 8. Gambar 8. Permasalahan Pertanahan Strategis Masalah pertanahan di Indonesia tidak bisa di tangani dan diselesaikan dengan menggunakan pendekatan hukum saja, melainkan dengan pendekatan holistik (komperhensif) seperti politik, sosial budaya, ekonomi (kesejahteraan) dan ekologi. Yang tidak kalah penting adalah penanganan dan penyelesaian konflik dilapangan harus didukung oleh kelembagaan pertanahan yang kuat dan berwibawa, koordinasi antar instansi pemerintah yang efektif, administrasi pertanahan yang berbasis teknologi dan penerapan prinsip-prinsip good governance, manajemen konflik yang efektif dan efisien, 5

16 strategi penanganan dan penyelesaian yang cepat, tepat dan efektif ditopang sumber daya manusia yang handal, baik di pusat maupun di daerah. Saat ini penyelesaian sengketa atau permasalahan terkait bidang pertanahan di Indonesia dapat dilakukan baik melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan (mediasi). Kebijakan Pemerintah saat ini lebih mengutamakan penyelesaian di luar pengadilan terlebih dahulu, apabila tidak dapat terselesaikan melalui jalur mediasi, penyelesaian dapat dilanjutkan ke acara pengadilan. Jalur pengadilan itu dapat berupa Pengadilan Umum, Pengadilan Tata Usaha Negara (misalnya pada kasus tuntutan pembatalan sertifikat tanah), serta Pengadilan Agama dalam hal sengketa tanah warisan dan tanah wakaf. Setiap konflik pertanahan kemudian diselesaikan dalam pengadilan umum, Dalam praktiknya, tiga pengadilan yang berbeda tersebut dapat melakukan acara peradilan pada kasus yang sama dengan hasil keputusan yang berbeda-beda. Intensitas kebutuhan pembangunan yang semakin meningkat serta kondisi makin terbatasnya ketersediaan tanah, secara signifikan berakibat pada semakin sulitnya optimalisasi pemanfaatan penggunaan tanah, khususnya bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Yang terjadi kemudian adalah pertentangan kepentingan antar pihak atas sebidang tanah yang sama. Akibatnya, Pemerintah pun mengalami kesulitan dalam melakukan proses pembebasan lahan, terutama terkait eksekusi pembebasan penguasaan lahan dan pembiayaannya yang menjadi sangat mahal. Itu semua terlihat melalui banyaknya kasus pembebasan lahan yang berlarut-larut. Di sisi lain, hak penduduk yang lebih membutuhkan dan mampu memanfaatkan bidang tanah tersebut tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan yang seharusnya akan didapat menjadi tidak terwujud. Dari hasil evaluasi sementara, Badan Pertanahan Nasional secara ideal diharapkan memiliki kekuatan pegawai negeri sipil sebanyak orang, dengan proporsi kompetensi ideal untuk juru ukur diharapkan 30 % dari jumlah pegawai. Saat ini jumlah sumber daya manusia juru ukur masih sangat kurang, yaitu baru mencapai sekitar orang dari jumlah pegawai keseluruhan sebanyak orang atau hanya 8%. Cakupan Peta Dasar Pertanahan secara nasional saat ini hanya meliputi 40% dari luas total wilayah daratan nasional. Ketersediaan peta dasar pertanahan menjadi penting karena merupakan dasar dalam penyusunan peta pertanahan lainnya, seperti peta pendaftaran tanah, peta zona nilai tanah, peta land use, peta neraca penggunaan tanah kesesuaian rencana, dan peta cadangan tanah. Berdasarkan Data November 2014, jumlah total tanah yang telah bersertipikat mencapai bidang atau (48,61%) dari total bidang tanah nasional ± bidang. 6

17 Indonesia memiliki hukum pertanahan yang mengatur secara jelas mengenai tata cara baik kepemilikan maupun proses jual beli. Namun penerapan hukum pertanahan nasional tidak dapat dilakukan khususnya pada wilayah ulayat/adat terutama wilayah timur Indonesia. Adanya perbedaan penerapan hukum tanah di berbagai wilayah di Indonesia seringkali menimbulkan konflik pertanahan. Sehingga sistem tenurial dan pola kerjasama pemanfaatan berdasarkan hukum pertanahan nasional tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa upaya matrikulasi penyamaan pemahaman konsep terlebih dahulu. Dalam rangka menyikapi permasalahan strategis pertanahan dan untuk mewujudkan cita-cita rakyat Indonesia, maka Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah menetapkan Rencana Strategis , sebagai perwujudan dari prosedur penyelenggaraan pemerintahan yang dibebankan kepada setiap Kementerian dan atau Lembaga Pemerintah, setiap periode lima tahunan diwajibkan menyusun dokumen Rencana Strategis Pembangunan Nasional di bidang Kementerian/ Lembaga masing masing. Dalam Rencana Strategis telah ditetapkan capaikan kinerja yang akan dilaksanakan selama lima tahun dalam bentuk sasaran strategis yang terukur oleh Indikator Kinerja Utama (IKU), dalam penjabarannya untuk pelaksanaan tahun 2014 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah menetapkan target kinerja, dengan enam sasaran strategis yang hendak dicapai, sasaran strategis yang ditetapkan sebagaimana Gambar 9. TANAH DIPERGUNAKAN BAGI SEBESAR-BESARNYA KEMAKMURAN RAKYAT (Pasal 33 UUD 1945) Gambar 9. Sasaran Strategis BPN-RI 7

18 Dalam hal cakupan peta dasar pertanahan, dari luasan juta Ha wilayah daratan NKRI, komposisi data yang dimiliki BPN RI dengan dalam bentuk peta dasar dan potensi data yang dapat di sajikan pada gambar 10. Gambar 10. Luas Wilayah dan Cakupan Peta Unit kerja pusat (BPN RI) melaksanakan kegiatan pemetaan pertanahan. Informasi spasial peta dasar pertanahan diperlukan untuk mengidentifikasi cakupan wilayah nasional yang telah memiliki peta dasar pertanahan. Total luas wilayah nasional diperkirakan mencapai sekitar 191,09 juta hektar. Dari jumlah luasan tersebut, data citra satelit yang telah tersedia mencapai 102,51 juta hektar (53,64%), sedangkan sisanya belum tersedia data citra satelit. Kemudian dari data citra satelit yang tersedia dan telah diolah menjadi Peta Dasar Pertanahan serta tersedia dengan format digital dengan cakupan seluruh wilayah nasional sampai dengan Bulan November 2013 adalah sekitar 8

19 25,44 juta Ha atau sekitar 13,31% dari total luas wilayah nasional secara keseluruhan (191,09 juta hektar). BPN melalui Direktorat Pemetaan Dasar telah menyusun peta dasar pertanahan tersebut pada 3 (tiga) besaran skala berbeda, yakni sekitar 19 Juta ha dipetakan pada peta skala 1:10.000, sekitar 4 Juta hektar pada peta skala 1:2.500, dan sekitar 2 Juta hektar pada skala 1: Data tersebut mencakup wilayah kabupaten/kota di seluruh Indonesia sedangkan 77,07 juta hektar sisanya belum diolah menjadi peta dasar pertanahan. Gambar 11. Cakupan Peta Dasar Pertanahan Sampai dengan Akhir 2014 C. Metode Pengumpulan Data Kinerja Untuk mendapatkan data kinerja dengan tingkat presisi yang memenuhi standar keakuratan dan dapat dipertangungjawabkan dalam menyusun sebuah data pelaporan yang baik dan benar, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah memilki dan terus mengembangkan Sistem pelaporan Online yang berbasis Web, dan terintegrasi dengan seluruh Satuan Kerja, mulai dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota diseluruh Indonesia. 9

20 Sistem ini dikenal dengan nama Sistem Kendali Mutu Program Pertanahan (SKMPP), secara skematis sistem Pelaporan ini sebagaimana terlihat pada Gambar 12. Gambar 12. Skematis sistem Pelaporan pada SKMPP Aplikasi SKMPP adalah perangkat lunak yang dibangun dan dikembangkan sebagai instrumen dalam rangka pengendalian pelaksanaan program pertanahan dan kinerja yang terintegrasi di dalam infrastruktur jaringan komunikasi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Program yang dipantau dalam aplikasi SKMPP saat ini berjumlah 49 kegiatan pertanahan, diantara kegiatan tersebut, beberapa ditetapkan sebagai kegiatan prioritas Sesuai dengan Renstra Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Indikator Kinerja Utama (IKU) serta Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). Tujuan SKMPP ini adalah terwujudnya Sistem Informasi Eksekutif tentang Program Pertanahan yang mudah digunakan, sebagai sistem Informasi yang cepat, akurat, dan up to date, serta sebagai sistem pengendalian. Secara eksplisit mereka yang ditugaskan dalam pengelolaan SKMPP ditetapkan dalam Surat Keputusan secara berjenjang, yaitu sebagai penagungjawab di Tingkat Pusat Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama, di Provinsi Kepala Bagian Tata Usaha Kator Wilayah dan di tingkat Kabupaten/Kota Kepala Sub.Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan, sedangkan petugas yang melakukan entri data masing-masing tingkatan ditunjuk admin. Untuk menjamin keakuratan data sistem ini mengharuskan menyampaikan eviden (bukti) atas semua rangkaian laporan kinerja yang disampaikan. 10

21 Disamping itu untuk lebih menjamin akurasi data, maka Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia secara periodik melakukan monitoring langsung ke lapangan atas kebenaran data yang disampaikan, termasuk melakukan validasi data kepada masyarakat dan pihak lainnya yang berhubungan dengan kegiatan yang dilaporkan. Dengan system SKMPP, pemerintah Indonesia melalui Kementerian ATR/BPN telah menjadi salah satu Negara di dunia yang memiliki system pemantauan, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan dan kendala program pertanahan, yang berbasis web dan terintegrasi antara ukuran kinerja input, proses dan output. D. Tujuan Penulisan Pelaporan Kinerja Laporan Kinerja tahun 2014 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ini disusun dengan tujuan (1). Memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat dalam hal ini Presiden Reupublik Indonesia atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai selama tahun 2014, (2). Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) bagi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. 11

22 II. PERENCANAAN KINERJA A. Metode Pengukuran Kinerja Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja disusun agak fleksibel, karena hasil kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia cukup sulit untuk ditetapkan dalam periode satu tahun, hal ini disebabkan capaian dan outcomenya merupakan akumulasi dan salalu berhubungan dari capaian kinerja sejak berdirinya NKRI sampai dengan akhir tahun pelaporan. Misalnya dalam hal jumlah bidang tanah yang dilegalisasi penghitungan kinerjanya berupa penambahan bidang tanah yang terdaftar dalam satu tahun anggaran dibandingkan dengan total jumlah bidang tanah yang terdaftar, demikian juga dengan infrastruktur pertanahan, dalam hal sengketa pertanahan umumnya sengketa mulai timbul dan terselesaikan memakan waktu lebih dari satu tahun, bahkan puluhan tahun, itupun banyak sekali pihak yang berperan dalam penyelesaiannya, terhadap indikator penyelasaian sengketa ukuran kinerja dibuat dalam dua prespektif pertama dalam hal pencegahan munculnya masalah baru dan kedua dalam hal upaya penyelesaian masalah. Dalam hal penenetapan tanah sebagai tanah terlantar juga harus dipandang dalam dua prespektif yaitu kinerja dalam hal pencegahan dan kinerja penetapan sebagai tanah terlantar berupa pembatalan hak, oleh karena itu dalam menghitung capaian kinerja agak spesifik dibandingkan kinerja instansi pemerintah yang lain. Cara dalam penghitungan kinerja yang berbasis Outcome dan persamaan yang digunakan akan diuraikan lebih lanjut untuk masing-masing sasaran strerategis diuraikan sebagai berikut: 1. Terwujudnya Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Diukur dengan indikator bertambahnya Jumlah bidang tanah yang dilegalisasi, dengan asumsi semakin bertambahnya jumlah bidang tanah yang bersertipikat maka akan terjadi juga peningkatan jaminan kepastian hukum hak atas tanah, penambahanya sendiri dapat diukur dari dua pendekatan, yaitu berapa penambahan jumlah bidang tanah yang bersertifikat dari awal berdirinya negara kesatuan republik indonesia dibandingkan capaiaan selama tahun Persamaan yang digunakan dalam asumsi ini adalah 12

23 Sedangkan pendekatan kedua adalah membandingkan capaian kinerja Selama 5 Tahun (sesuai Renstra ) dengan capaian kinerja yang dicapai selama tahun 2014, persamaan yang digunakan sebagai berikut: 2. Terkendalinya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah Penatapan tanah indikasi terlantar memiliki dua makna strategis hubungannya dengan kinerja, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pedndayagunaan Tanah Terlantar, bahwa tujuan pengendalian dan pendayagunaan tanah terlantar tidak hanya penertiban tapi juga pencegahan terjadinya tanah terlantar. Untuk mengukur kinerja dari penetapan Surat Keputusan Tanah terlantar digunakan persamaan sebagai berikut: Untuk mengukur kinerja dalam prespektif pencegahan terjadinya tanah terlantar digunakan persamaan sebagai berikut: Prespektif pencegahan ini merupakan capaian kinerja, karena setelah dilakukan tahapan awal yaitu identifikasi tanah terlantar, Panitia C dan Peringatan-peringatan, telah memacu pemegang hak yang diindikasikan memiliki tanah terlantar melakukan upaya maksimal untuk segera memanfaatkan lahan yang diindikasikan terlantar, sehingga tidak diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar. Upaya pencegahan ini tentunya sangat besar manfaatnya terutama dalam mencegah kerugian yang ditimbulkan baik kerugian ekonomi, sosial, politik kerana adanya tanah terlantar. 3. Terciptanya pengaturan dan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara optimal Indikator yang digunakan adalah Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Konsolidasi Tanah dan Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Redistribusi Tanah, Persamaan yang digunakan dalam mengukur kinerja untuk konsolidasi tanah sebagai berikut: 13

24 Sedangkan untuk mengukur kinerja redistribusi tanah dengan persamaan sebagai berikut : 4. Berkurangnya Kasus Pertanahan Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu Jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan, menggunakan persamaan sebagai berikut: 5. Terpenuhinya infrastruktur pertanahan Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu Jumlah cakupan Peta Dasar, Jumlah cakupan Peta Tematik dan Jumlah cakupan Peta Potensi. Persamaan yang digunakan untuk pengukuran kinerja sebagai berikut: 6. Meningkatnya kualitas layanan pertanahan Badan Pertanahan Nasional melakukan kajian indeks kepuasan masyarakat secara rutin, dengan harapan mampu memberikan gambaran mengenai kualitas pelayanan masyarakat. Indeks tersebut diperoleh berdasarkan pendapat masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah, dalam hal ini diprioritaskan untuk kegiatan prona. Pengolahan data indeks kepuasan masyarakat mengikuti petunjuk dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/

25 tanggal 24 Februari 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Pada tahun 2014, pengukuran IKM dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, tahap I dilakukan pada bulan Maret di 32 Provinsi dan tahap II di 31 provinsi dengan mengambil sampel 1 (satu) kantor pertanahan kabupaten/kota di setiap provinsi. IKM terhadap pelayanan legalisasi aset tanah dinilai dari 13 unsur sebagimana lampiran 5. Untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat secara nasional menggunakan persamaan sebagai berikut: Menggunakan persamaan-persamaan di atas dalam mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis dan agar indikator kinerja memenuhi kriteria spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, dan sesuai dengan kurun waktu tertentu. Penetapan kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun Disamping penelitian terhadap indeks kepuasan masyarakat oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, pada bagian analisa juga disajikan beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan pihak lain (Skripsi, Tesis, dan hasil penelitian lainnya) terhadap kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan. B. Perjanjian Kinerja Tahun 2014 Perjanjian kinerja (dikutip dari penetapan kinerja Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, tanggal 12 Maret 2014) yang merupakan dokumen berisikan pernyataan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan program selama tahun 2014, yang memuat indikator kinerja. Dalam pelaksanaan perjanjian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melaksanakannya secara berjenjang. Pimpinan Eselon I melakukan perjanjian kinerja kepada Kepala Badan, Pimpinan Eselon II di Lingkungan BPN RI melakukan perjanjian kinerja dengan Para Deputi, Pimpinan Eseleon II di Wilayah (Kepala Kantor Wilayah) membuat perjanjian kinerja dengan Sekretaris Utama. Perjanjian ini terus berjenjang dari Kakanwil ke Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dari perjanjian yang disusun secara hirarki tersebut maka setiap unit kerja dapat secara pasti mengetahui kinerja yang diharapkan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi perihal komitmen, evaluasi, penilaian keberhasian dan kegagalan, pemberian 15

26 penghargaan dan sanksi, monitoring, evaluasi dan supervisi serta penetapan sasaran kinerja pegawai. Perjanjian kinerja tahun 2014 disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Perjanjian Kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2014 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) 1. Terwujudnya Jaminan Kepastian Hukum Hak Jumlah bidang tanah yang dilegalisasi ,07 Bidang % Atas Tanah 2. Terkendalinya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan Jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan 161 Penetapan Pencegahan SK 60 % 40 % pemanfaatan tanah 3. Terciptanya pengaturan dan penataan Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Konsolidasi ,97 Bidang % penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara optimal Tanah Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Redistribusi Tanah ,59 Bidang % 4. Berkurangnya Kasus Jumlah kasus pertanahan Kasus Pertanahan yang terselesaikan 100 % 5. Terpenuhinya infrastruktur a. Jumlah cakupan Ha pertanahan Peta Dasar b. Jumlah cakupan Peta Tematik Ha 3,77 % c. Jumlah cakupan Ha Peta Potensi 6. Meningkatnya kualitas Indeks Kepuasan layanan pertanahan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset A tanah dengan nilai Sangat Baik (A) 16

27 Sasaran strategis 1 Terwujudnya Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah, dengan indikator kinerja utama Jumlah bidang tanah yang dilegalisasi dan target sebanyak bidang ditetapkan capaian kinnerjanya target capaian 2,07 % pada tahun 2014 (artinya jika tercapai target bidang maka terjadi peningkatan jumlah tanah yang dilegalisasi di seluruh NKRI sebanyak 2,07 % dibandingkan pencapaian sampai dengan akhir 2013) terdiri dari beberapa kegiatan sertipikasi, namun produk akhirnya sama-sama legalisasi aset berupa sertipikasi tanah, dirinci berdasarkan Indikator Kinerja Kegiatan sebagai mana tabel 2. Tabel 2. Rincian Target Jumlah Tanah dilegalisasi NO PROGRAM/ KEGIATAN TARGET ( Bidang ) 1 Prona Petani Transmigrasi UKM Nelayan Menpera (MBR) JUMLAH C. Target Kinerja Lainnya Kinerja lain yang dilaksanakan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang merupakan kegiatan yang sifatnya sangat strategis yaitu : - Kegiatan Legalisasi Asset yang didukung oleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), - Peran Produk pertanahan dalam memberikan EVA (economic value added) Pembangunan Kegiatan diatas merupakan kegiatan yang juga sangat berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dalam pencapaian Program Prioritas Nasional. 17

28 III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja merupakan perwujudan kewajiban Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mempertangungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan Program dan Kegiatan yang telah dilaksanakan selama tahun Sebagai bahan evaluasi kinerja juga dibandingkan dengan kinerja empat tahun sebelumnya serta kinerja yang diharapkan pada rencana strategis yang telah disusun yaitu tahun Pada bagian ini juga akan diuraikan tentang Akuntabilitas dalam penggunaan anggaran serta Capaian Kinerja lainnya yang dicapai Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan, dalam hal mewujudkan Kehadiran Negara dalam Kebijakan Pertanahan Sebagai Ruang Hidup Rakyat A. Capaian Kinerja Capaian kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2014, diuraikan masing-masing tiap sasaran strategis dan indikator kinerja, meliputi; capaian kinerja tahun 2014, perbandingan antara capaian kinerja tahun 2014 dengan empat tahun sebelumnya (2010,2011,2012, dan 2013), membandingkan kinerja sampai dengan tahun 2014 dengan target Renstra BPN-RI , analisa kegagalan dan keberhasilan. Sedangkan analisa efisiensi terhadap pemanfaatan sarana prasarana, sumberdaya manusia dan sumberdaya dana/anggaran disampaian secara umum pada lingkup BPN RI yang dihubungnkan dengan kegiatan yang dilaksanakan. Berikut disampaikan uraian capaian kinerja: 18

29 Percepatan legalisasi aset merupakan sebuah keharusan untuk mewujudkan fokus dari arah pembangunan nasional di bidang pertanahan. Masih banyaknya bidang tanah yang belum terdaftar dan diberikan legalitas asetnya berupa sertipikat hak atas tanah, akan berpengaruh terhadap kepastian hukum atas tanah, baik bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah yang dilaksanakan pada tahun 2014 berdasarkan penetapan kinerja terdiri dari enam kegiatan yaitu Prona, Petani, Transmigrasi, UKM, Nelayan dan Menpera dengan target sebagaimana disajikan pada tabel 2. Capaian legalisasi asset sebagaimana disajikan pada tabel 4. No. Tabel 3. Capaian Kinerja Sasaran Strategis 1 Indikator Kinerja Target Kinerja Realisasi Capaian Kinerja 1 Persen penambahan 2,07 % 1,99% 95,76% jumlah bidang tanah yang dilegalisasi ( Bidang) ( Bidang) Kinerja tahun 2014 juga dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya yaitu tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013 dengan maksud untuk mengkaji trend peningkatan atau penurunan kinerja yang dilakukan BPN-RI, harapan yang ingin dicapai organisasi tentu saja jika masih rendah capaiannya akan diupayakan meningkat, jika sudah tinggi capaiannya harus dipertahankan. Perbandingan Kinerja ini disajikan pada tabel 4 dan grafik perbandingan capaian kinerja dari empat tahun sebelumnya disajikan pada gambar

30 Tabel 4. Capaian Kinerja Legalisasi Asset 2014 dan selama 4 tahun terakhir NO TAHUN TARGET (Bidang) REALISASI (Bidang) CAPAIAN KINERJA (%) % Peningkatan 2,07 1,99 95, % Peningkatan 2,27 2,06 90, , % Peningkatan 2,70 2,34 86, , % Peningkatan 4,80 3,71 77, , % Peningkatan 4,35 2,60 59,83 Jumlah ,81 Gambar 13. Persentase capaian kinerja legalisasi Aset tahun Bahwa target kinerja tahunan merupakan sub sistem dari rencana kinerja selama lima tahun yang tertuang dalam Renstra, untuk mengukur apakah kinerja yang dicapai telah mengarah pada rencana lima tahunan yang ditetapkan maka di sajikan data capaian kinerja sampai akhir 2014 dibandingkan dengan target kinerja pada renstra. 20

31 Target Kinerja yang direncanakan pada Rencana Strategis yaitu bertambahnya bidang tanah yang dilegalisasi sebanyak bidang, sedangkan penambahan yang berhasil dilakukan sampai dengan akhir 2014 sebanyak bidang (capaian 123,22%). Penambahan ini sebagaimana gambar 14. Sedangkan capaian kinerja masing-masing kegiatan terlihat pada gambar 15. Gambar 14. Perbandingan target Renstra dan Capaian Gambar 15. Persentase pencapaian legalisasi Aset berdasarkan kegiatan Tahun 2014 Disamping legalisasi asset berasal dari Rupiah Murni (RM) sebagaimana diuraikan sebelumnya Badan Pertanahan Nasional juga melakukan legalisasi aset melalui kegiatan PNBP yang dananya bersumber dari pemohon. Pada tahun 2014 legalisasi output asset melalui PNBP sebanyak Bidang, jika diakumulasi capaian 21

32 legalisasi asset yang dilakukan BPN sebanyak, Bidang selama tahun 2014, Proporsi legalisasi asset berdasarkan sumberdana ini dapat dilihat pada gambar 16. Gambar 16. Persentase capaian legalisasi asset Rupiah Murni (RM) dan PNBP Ukuran Capaian kinerja legalisasi asset selama tahun 2014 tentunya tidak hanya dilihat dari penetapan kinerja tahun 2014 saja, karena penghitungan terhadap peningkatan jaminan kepastian hukum hak atas tanah merupakan akumulasi dari jumlah total bidang tanah yang dilegalisasi dari berbagai sumber dana (Rupiah Murni dan PNBP), jika digabungkan maka BPN-RI selama tahun 2014 berhasil meningkatkan persentase bidang tanah yang dilegalisasi sebanyak 4,42 % atau sebanyak Bidang. Gambar 15 menunjukkan ada kegiatan yang capaian kinerjanya masih rendah yaitu kegiatan legalisasi aset transmigrasi (52,46%), berapa faktor yang berhasil diidentifikasi sebagai rendahnya capaian kinerja ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Transmigrasi : Subjek dan obyek kegiatan ditentukan oleh instansi yang membidangi Transmigrasi tanpa memperhitungkan kondisi terakhir sumbyek dan objek tanah Ketika pengukuran ternyata sebagian obyek masuk kawasan hutan, hal ini disebabkan karena penetapan batas kawasan hutan dilakukan setelah lokasi dijadikan Transmigrasi. 2. Prona: Masyarakat enggan membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) karena dianggap memberatkan 22

33 3. UKM Ketika pengukuran ternyata sebagian obyek masuk kawasan hutan, untuk dialihkan ke lokasi lain sudah tidak ada obyeknya lagi Subyek dan obyek tidak disertakan oleh SKPD yang membidangi UKM Pengumpulan data/berkas dari SKPD sangat sulit dilakukan Meskipun banyak hambatan dan masalah yang dihadapi dalam kegiatan legalisasi asset dalam rangka meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah yang dilakukan BPN RI selama tahun 2014, ternyata dengan usaha keras dan semangat pengabdian yang baik, telah membuat capaian kinerja total (RM dan PNBP) bisa mencapai 123,22%. Selama lima tahun terakhir, hal ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan. Banyak upaya yang ditempuh namun yang dianggap signifikan dalam menentukan keberhasilan diidentifikasi sebagai berikut : - Melakukan perencanaan pekerjaan teknis dan keuangan secara baik, sehingga dapat diterapkan diseluruh wilayah NKRI dengan kondisi wilayah yang berbeda-beda; - Terus menerus meningkatkan kemampuan teknis terhadap SDM yang berkaitan langsung dengan kegiatan legalisasi aset; - Menambahkan sentuhan teknologi yang dapat mendukung percepatan dan akurasi produk yang dihasilkan; - Secara intensif melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pihak lain di luar BPN-RI dalam pelaksanaan kegiatan; - Terus menerus memberikan pemahaman yang dibutuhkan masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan; - Dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik terhadap pelaksanaan kegiatan di lapangan; - Memanfaatkan SKMPP secara optimal untuk mengetahui capaian kinerja yang up to date. 23

34 Yang dimaksud dengan tanah yang terindikasi terlantar adalah tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. Untuk memperoleh data tanah terindikasi terlantar dilaksanakan kegiatan inventarisasi Dalam pengukuran kinerja penetapan tanah terlantar ditargetkan sampai dengan akhir tahun 2014 sebanyak 161 Surat Keputusan Penetapan Tanah Terlantar dari Kepala BPN-RI. Sampai dengan akhir 2013 telah berhasil ditetapkan sebanyak 96 SK, artinya untuk mencapai target 161 SK dalam tahun 2014 akan ditetapkan sebanyak 65 SK. Selama tahun 2014 berhasil ditetapkan sebanyak 15 SK. Maka capaian kinerja selama tahun 2014 sebagaimana tabel 5. Tabel 5. Capaian Kinerja Sasaran Strategis 2 No. Indikator Kinerja Target Kinerja Realisasi Kinerja 1 Jumlah keputusan penetapan tanah 161 SK 96 SK = 65 SK 15 SK 23,77 % terlantar yang ditetapkan Meskipun capaian kinerja penetapan tanah terlantar relatif kecil, namun berbanding terbalik dengan capaian kinerja pencegahan penelantaran tanah, secara skematis capain kedua kinerja tersebut diilustrasikan pada skema berikut : 24

35 Skema pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 KINERJA PENCEGAHAN KINERJA PENETAPAN Identifikasi dan penelitian Panitia C Peringatan I Peringatan II Peringata III PEMEGANG HAK TELAH MENGGUNAKAN SESUAI MAKSUD DAN TUJUAN PEMBERIAN HAK TIDAK DIUSULKAN SEBAGAI TANAH TERLANTAR Identifikasi dan penelitian Panitia C Peringatan I Peringatan II Peringatan III Usulan Penetapan Tanah Terlantar PENETAPAN TANAH TERLANTAR TANAH CADANGAN UNTUK NEGARA (TCUN) OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBER DAYA LAHAN Gambar 17. Skema pencegahan dan penetapan tanah terlantar Dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan penertiban 25

36 tanah terlantar, dijelaskan bahwa ada dua prospektif dalam penertiban pertama untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar dan kedua adalah mencegah terjadinya tanah terlantar. Prespektif pertama outputnya adalah pemerintah mendapatkan tanah dengan luasan tertentu sebagai tanah yang dikuasai pemerintah dalam hal ini BPN-RI, Prespektif kedua outputnya adalah pemegang hak sesegera mungkin dalam masa peringatan I, Peringatan II dan Peringatan III untuk memanfaatkan tanahnya sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian haknya, sehingga jumlah total luas tanah terlantar secara nasional menjadi berkurang. Kedua prespektif ini menguntungkan pemerintah dalam mewujudkan sasaran strategis kedua yaitu Terkendalinya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Capaian kinerja penatapan tanah terlantar berdasarkan usulan penetapan dan capaian kinerja pencegahan tanah terlantar selama tahun masing-masing terlihat pada gambar 18 dan 19. Gambar 18. Kinerja usulan untuk penetapan Gambar 19. Capaian Kinerja pencegahan tanah terlantar 26

37 Jika dibandingkan antara target luas tanah yang dilakukan identifikasi dan penelitian pada Renstra dibandingkan dengan capaian sampai dengan akhir 2014, terlihat ada capaian realisasi yang melebih target, dimana adanya capaian identifikasi dan penelitian sebanyak 540,20 %. Luas yang berhasil dilakukan identifikasi dan penelitian dibandingkan target Renstra sebagaimana gambar 20. Gambar 20. Perbandingan Target Renstra dengan Capaian Mekipun uraian diatas menunjukkan masih rendahnya capaian kinerja penetapan tanah terlantar, namun hal yang sangat menggembirakan dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2010 ini telah berhasil melakukan pencegahan terhadap terjadinya tanah terlantar dan secara signifikan berhasil mengurangi luas tanah yang diduga diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah. Untuk menjawab pertanyaan apakah pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar akan mempengaruhi sasaran strategis ke dua yang telah ditetapkan pada renstra dan penetepan kinerja yaitu Terkendalinya penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, digunakan dua pendekatan yang menyebabkan keberhasilan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini yaitu: Pertama; pemegang hak atas tanah, terutama hak atas tanah skala besar (Hak Guna Usaha) akan terpacu untuk memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki untuk sesegera mungkin memanfaatkan sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak terhadap seluruh luas tanah yang telah mereka kuasai, jika tidak ada ancaman pembatalan dari Pemerintah dalam hal ini BPN-RI. Pendekatan pertama ini hasilnya 27

38 sangat signifikan terlihat dari berkurangnya luas tanah yang diindikasikan terlantar di indonesia dari 7,3 (tahun 2010) juta hektar hanya menjadi 4 juta hektar (tahun 2014), Kedua ; Pemerintah mendapatkan tanah sebagai hasil penetapan suatu bidang tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar yaitu Tanah Cadangan Untuk Negara (TCUN) yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Dalam pelaksanaanya kegiatan ini tak terlepas dari hambatan dan kendala diantaranya perlawanan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak yang tanahnya ditetapkan sebagai tanah terlantar, data tanah terlantar, koodinasi dengan pihak lain di luar BPN-RI (Panitia C) untuk usulan penetapan tanah terlantar. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini diataranya : Pertama: dalam penetapan sebagai tanah terlantar diperlukan kehati-hatian dan dasar hukum yang tepat, untuk mengantisipasi jika pemegang hak melakukan upaya perlawana hukum dan menggagalkan keputusan penetapan sebagai tanah terlantar melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kedua: meningktatkan keakuratan database tanah terlantar melalui up dating terus menerus diseluruh wilayah secara berjenjang (kabupaten, Propinsi dan Nasional) untuk mengatisipasi perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah indikasi terlantar di lapangan, sehingga tiadak ada satu bidang tanahpun (skala besar) yang tidak terpantau penggunaan dan pemanfaatanya setelah 3 tahun pemberian hak atas tanah. Ketiga; melakukan koordinasi secara sistematis kepada semua pihak, terutama panitia C dan Pemegang Hak, baik yang terindikasi menelantarkan tanah maupun yang tidak terindikasi sebagai upaya pencegahan. 28

39 Untuk pencapaian sasaran strategis ini, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengusulkan 2 (dua) indikator kinerja utama (IKU), yaitu, Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Konsolidasi Tanah dan Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Redistribusi Tanah. 1. Jumlah Bidang Tanah Yang Ditata Melalui Konsolidasi Tanah Penyelenggaraan konsolidasi tanah merupakan kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Capaian kinerja konsolidasi tanah tahun 2014 disajikan pada tabel 6. Tabel 6. Capaian kinerja konsolidasi tanah tahun 2014 No Indikator Kinerja Target Kinerja Realisasi Kinerja 1 Jumlah bidang tanah yang ditata melalui Konsolidasi Tanah 29,97 % ( Bidang) 11,42 % (4.287 Bidang) 38,11 % Capaian kinerja selama tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 disajikan pada tabel 7 dan gambar

40 Tabel 7. Output konsolidasi tanah Tahun Capaian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Target Realisasi Gambar 21. Perbandingan Capaian (%) Konsolidasi Tanah Tahun Gambar 22. Perbandingan Capaian Konsolidasi Tanah Renstra dan Ketersediaan Anggaran 30

41 Pencapaian kinerja selama tahun 2014 relatif kecil yaitu hanya 38,11 %, dan capaian kinerja dari tahun terjadi penurunan dari tahun ke tahun, sedangkan perbandingan antara capaian dibandingkan renstra adalah 39,48 %, sedangkan jika di bandingkan dengan ketersediaan dana pada DIPA adalah sebesar 68,36 %. Kondisi capaian ini diidentifikasi penyebab utamanya adalah: Pertama; kegiatan konsolidasi berupa penataan posisi bidang-bidang tanah menyebabkan perubahan posisi dan letak tanah dari posisi sebelum dilakukan konsolidasi tanah, yang ditetapkan melalui kegitan musyawarah penetapan kaveling baru, umumnya musyawarah sulit mencapai kata sepakat, dan berpacu dengan tahun anggaran. Kedua; kegiatan konsolidasi mengharuskan adanya disumbangkan tanah secara bersama-sama untuk kepentingan umum, misalnya tanah untuk jalan, saluran dan fasilitas lainnya, konsekuensinya adalah berkurangnya luas tanah peserta setelah dilakukan konsolidasi tanah, hal ini membutuhkan kesepakatan yang kadang-kadang berlarut-larut. Ketiga; Belum diketahui secara pasti potensi konsolidasi tanah pada suatu wilayah berupa ketersediaan lokasi, dukungan masyarakat dan dukungan Pemerintah Daerah serta dukungan pemangku kepentingan lainnya. Untuk mengatasi permasalahan ini telah dilakukan upaya-upaya secara sistematis dan terencana, untuk mendukung pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah ini, diantaranya telah dilakukan pemetaan potensi konsolidasi tanah dengan satuan kabupaten/kota untuk mengetahui lokasi potensial untuk konsolidasi tanah pada masa-masa berikutnya. Disamping itu secara terus-menerus dan berjenjang dilakukan sosialisasi dan promosi kegiatan konsolidasi tanah untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. 2. Jumlah Bidang Tanah Yang Ditata Melalui RedistribusiTanah Salah satu program utama landreform adalah redistribusi tanah obyek landreform atau biasa dikenal redistribusi tanah. Redistribusi tanah adalah pembagian tanah terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara sebagai obyek landreform dengan hak milik kepada petani penggarap yang memenuhi syarat menurut ketentuan Pasal 8 dan 9 PP No. 224 Tahun 1961 jo. PP No. 41 tahun Berdasarkan Keputusan Kepala BPN RI Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara menjadi Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Landreform, khususnya Pasal 1 menyebutkan bahwa Tanah Negara Lainnya yang akan ditegaskan menjadi obyek pengaturan penguasaan tanah/landreform oleh Kepala BPN meliputi: (a) Tanah Negara Bebas, (b) Tanah-tanah bekas Hak Erpacht, 31

42 (c) Tanah-tanah bekas Hak Guna Usaha yang telah berakhir waktu dan tidak perpanjang oleh pemegang hak atau telah dicabut/dibatalkan oleh Pemerintah, (d) Tanah-tanah Kehutanan yang telah digarap/dikerjakan oleh rakyat dan telah dilepaskan haknya oleh Instansi yang bersangkutan, (e) Tanah-tanah bekas Gogolan, dan (f) Tanah-tanah bekas Hak Adat/Ulayat. Selain itu, Tanah-tanah Obyek Landreform Lama (SK Kinag) harus segera diidentifikasi dan diredistribusikan kepada penggarap yang memenuhi persyaratan. Pelaksanaan redistribusi tanah tidak hanya berhenti pada pembagian tanah tetapi harus ditindaklanjuti dengan bina penerima manfaat/akses reform yang sampai saat ini belum maksimal dilaksanakan. Sasaran strategis ini (SS3) bertujuan agar pelaksanaan redistribusi tanah semakin maksimal dengan obyek yang berasal dari TOL Baru maupun TOL Lama, serta potensi obyek lainnya. Jumlah Bidang Tanah yang diberikan kepada Penerima Manfaat melalui Kegiatan Redistribusi Tanah merupakan salah satu indikator untuk menilai hasil pelaksanaan landreform, yaitu jumlah bidang yang telah diredistribusikan.direktorat Landreform sebagai pengemban kegiatan landreformdiharapkan mampu meningkatkan jumlah redistribusi tanah dalam rangka mengurangi ketimpangan penguasaan pemilikan tanah, kemiskinan sertameningkatkan kesejahteraan petani. Jumlah bidang tanah yang telah di redistribusi dari tahun adalah sebanyak bidang, Sedangkan yang berhasil di redistribusi di tahun 2014 adalah sebanyak bidang, artinya ada penambahan sebanyak 5,91% bidang tanah yang diredistribusikan kepada masyarakat dari total pencapaian dari tahun capaian kinerja disajikan pada tabel 9. Tabel 8. Capaian Kinerja Redistribusi Tanah Tahun 2014 No. Indikator Kinerja Target Kinerja Realisasi Kinerja 1 Persentase peningkatan bidang tanah yang ditata melalui Konsolidasi Tanah 6,59 % ( Bidang) 5,91 % ( Bidang) 89,68 % 32

43 Tabel 9. Realisasi Pencapaian Kinerja Target Realisasi Gambar 23. Capaian Kinerja (%) Redistribusi Tanah Tahun Gambar 24. Perbandingan capaian Kinerja berupa output Redistribusi Tanah tahah sampai dengan 2014 dibandingkan Renstra Dalam upaya untuk meningkatan capain kinerja tahun 2014 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia akan menempuh langkah-langkah sebgaia berikut : Pertama : melakukan identifikasi lokasi potensi TOL (Tanah Obyek Landreform) lebih awal atau sebelum tahun angran dimulai. 33

44 Kedua : mengidentifikasi SK TOL Lama (SK Kinag) yang tanahnya belum diredistribusikan untuk segera diredistribusikan. Ketiga : Mencari sumber-sumber potensi obyek landreform baru, misalnya obyek hasil penyelesaian sengketa/pertanahan, tanah negara bekas tanah terlantar atau tanah Negara bekas kawasan Hutan/Pertambangan. Telah dilakukan Kegiatan Kajian Implikasi Pelaksanaan Redistribusi TOL yang merupakan penunjang capaian kinerjanya untuk perbaikan tahun-tahun berikutnya. Implikasi Pelaksanaan Redistribusi Tol bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat khususnya bekas pemilik tanah yang terkena ketentuan landreform terhadap besaran ganti rugi sesuai ketentuan atau peraturan yang berlaku. Hasil kajian ini bermanfaat untuk masukan perumusan kebijakan teknis landreform Berapa faktor yang berhasil diidentifikasi sebagai rendahnya capaian kinerja ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama : penguasaan tanah masyarakat di lokasi kegiatan belum didukung dengan bukti yuridis yang memenuhi persyaratan, sehingga dalam kegiatan pendataan memerlukan ketelitian dan memerlukan waktu yang relatif lama Kedua : petunjuk batas/pemilik tanah tidak berdada di tempat pada saat pelaksanaan pengukuran dan sebagian masyarakat tidak mau diukur tanahnya sehingga tidak dapat diikutsertakan menjadi peserta Ketiga : lokasi sebagian masuk kawasan hutan Keempat : usul penegasan TOL maupun pernerbitan keputusan TOL sering mengalami keterlambatan, sehingga mengakibatkan keterlambatan proses pendaftaran hak, Kelima : adanya penolakan dari masyarakat di beberapa tempat terhadap program redis terkait adanya ketentuan larangan pengalihan hak selama 10 tahun Keenam : subyek penerima manfaat pada SK TOL tidak dapat diproses karena sudah berubah pemilikannya, bukan tanah pertanian, tanahnya telah disertipikatkan melalui kegiatan lain 34

45 Dalam rangka menindaklanjuti mandat Presiden Republik Indonesia kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada bulan Agustus 2012 yang antara lain agar menuntaskan kasus-kasus pertanahan di Indonesia. Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah mengambil langkah strategis untuk mendorong jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melakukan peningkatan dan percepatan penanganan dan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertenahan, telah ditetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan selesai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, yaitu: a. Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa; b. Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan; c. Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain; disetujui oleh para pihak; d. Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai; 35

46 e. Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain. Selama tahun 2014, jumlah kasus pertanahan yang masuk ke Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mencapai kasus, yang terdiri dari sisa kasus tahun 2013 yang belum diselesaikan sebanyak kasus serta kasus baru sebanyak kasus. Jumlah kasus yang telah selesai sebanyak kasus atau 57,92% dari seluruh kasus yang masuk yang tersebar di 33 Provinsi seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan target penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan tahun 2014 sebanyak kasus sebagaimana yang tercantum dalam Penetapan Kinerja tahun 2014, maka kasus-kasus yang telah diselesaikan adalah sebanyak kasus atau 96,42 % dari yang ditargetkan (capaian kinerja tahun 2014 disajikan pada tabel 10). Penyelesaian kasus pertanahan tersebut dapat dirinci berdasarkan kriteria penyelesaian, sebagai berikut: Gambar 25. Penyelesaian kasus pertanahan berdasarkan katagori penyelesaian. Tabel 10. Capaian Kinerja Penyelesaian Kasus Pertanahan Tahun 2014 IndikatorKinerja Target Kinerja Realisasi Kinerja Kinerja% Jumlah kasus pertanahan yang terselesaikan Kasus (100%) Kasus (96,42%) 96,42 % 36

47 Gambar 26. Capaian Kinerja Penyelesaian Kasus Pertanahan dibandingkan dengan Tahun Gambar 27. Capaian Penyelesaian Kasus Pertanahan Sampai Tahun 2014 dibandingkan dengan Renstra Untuk penanganan kasus yang bersifat strategis dan berdampak sosio politis telah dibentuk Tim Ad Hoc yang terdiri dari 14 tim sebagaimana Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 227/KEP-25.2/IV/2013 Tanggal 4 April 2013 Tentang Pembentukan Tim Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Yang Berpotensi Konflik Strategis jo. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 702/KEP-25.2/IX/2013 Tanggal 27 September 2013 Tentang Perubahan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 227/KEP- 25.2/IV/2013 Tanggal 4 April 2013 Tentang Pembentukan Tim Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Yang Berpotensi Konflik Strategis. 37

48 Beberapa faktor keberhasilan maupun ketidakberhasilan dalam penyelesaian kasus pertanahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Permasalahan yang dihadapi sangat kompleks dan sudah berlangsung lama; 2. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dalam menyelesaikan konflik pertanahan; 3. Sikap arogansi dari suatu institusi/lembaga dalam menghadapi masalah/konflik; 4. Putusan pengadilan yang tidak dapat dilanjuti; 5. Tidak adanya kejelasan perkembangan blokir yang diajukan oleh penyidik; 6. Anggaran kegiatan penyelesaian masalah pertanahan, baik penyelesaian sebelum proses pengadilan, proses sidang pengadilan serta mediasi relatif masih memiliki anggaran yang sangat terbatas. Untuk mempertahankan capaian kinerja tahun-tahun berikutnya agar tetap tinggi maka enam permasalahan yang diidentifikasi dapat mempengaruhi kinerja tersebut akan dilakukan upaya-upaya perbaikan. 38

49 Sasaran ini dimaksudkan untuk mengembangkan infrastruktur pertanahan secara sektoral, regional dan nasional dalam hal ini cakupan wilayah peta pertanahan. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 11. Peningkatan cakupan Peta Dasar, Peta Tematik dan Peta Potensi No Indikator Kinerja Target Kinerja Realisasi Kinerja 1 Persentase Peningkatan cakupan Peta Dasar, Peta Tematik dan Peta Potensi 3,77 % ( Ha ) 2,10 % ( Ha) 55,75% Tabel 12. Capaian Kinerja cakupan Peta Dasar, Peta Tematik dan Peta Potensi TAHUN Realisasi Kinerja Target Kinerja TAHUN Ha Ha (20.62%) (20.62%) TAHUN Ha Ha (33.08%) (33.08%) TAHUN Ha(57.72%) Ha(58.64%) TAHUN Ha(7.03%) Ha (6.61%) TAHUN Ha(2.10%) Ha (3.77%) Capaian Kinerja (%)

50 Gambar 28. Capaian Kinerja Infrastruktur Pertanahan Tahun 2014 dibandingkan capaian 2010, 2011, 2012, 2013 Gambar 29. Capaian Kinerja Pemetaan Dasar sampai Tahun 2014 dibandingkan dengan Renstra Meskipun capaian kinerja tahun 2014 relatif kecil yaitu 55,75 %, namun jika diakumulasikan capaian kinerja berupa cakupan peta dasar selama dibandingkan renstra adalah 277,66%. Sedangkan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tahun 2014 dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama : masih terbatasnya citra satelit atau foto udara yang memiliki resolusi tinggi, dalam membangun infrastruktur cakupan peta dasar pertanahan dengan skala peta yang 40

51 diinginkan dibutuhkan jumlah cakupan citra satelit dan foto udara sehingga terbatas juga cakupan peta yang dihasilkan. Kedua : adanya ketimpangan keahlian dan pengalaman petugas serta keterbatasan kemampuan dan jumlah staf yang mengelola infrastuktur pertanahan. Ketiga : akses untuk mencapai lokasi pengamatan di lapangan belum ada, atau jikapun ada sangat minim, sehingga membutuhkan sumberdaya yang sangat besar untuk melakukan pemetaan. 41

52 Pelayanan publik merupakan barometer dari transparansi dan akuntabilitas lembaga. Penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat harus berparadigma penyelenggaraan good governance yakni menjadi entrepreneurial competitive government (pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan accountable government (pemerintahan tanggap/responsif), serta global-cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global). Penerapan prinsip pelayanan prima yang meliputi metode dan prosedur pelayanan, produk dan jasa pelayanan, penetapan standar pelayanan, indeks kepuasan masyarakat, pengembangan model dan penanganan keluhan masyarakat, modernisasi administrasi melalui otomatisasi administrasi perkantoran elektronis di setiap Kantor Pertanahan, penerapan dan pengembangan e-government, serta publikasi secara terbuka prosedur, biaya dan waktu pelayanan. Setelah melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap pelayanan publik, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melakukan uji kepuasan publik akan pelayanan yang diberikan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional berupaya menyajikan indeks kepuasan masyarakat secara rutin, dengan harapan mampu memberikan gambaran mengenai kualitas pelayanan di Badan Pertanahan Nasional kepada masyarakat. Indeks tersebut diperoleh berdasarkan pendapat masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah, dalam hal ini diprioritaskan untuk kegiatan prona. Pengolahan data indeks kepuasan masyarakat mengikuti petunjuk dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Februari 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Hasil pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat tahun 2014 sebagai berikut: 42

53 Tabel 13. Kategorisasi Indeks Kepuasan Masyarakat Interval Mutu Kinerja 81, A SANGAT BAIK 61,26-81,25 B BAIK 43,76-61,25 C CUKUP BAIK 25-43,75 D KURANG BAIK 0 24 E TIDAK BAIK Hasil pengukuran Indeks Kepuasan Mayarakat yang penelitiannya dilakukan di 33 provinsi di seluruh Indonesia di diambil dilakukan penjumlahan nilai total yang kemudian dibagi banyaknya sampel, hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai IKM tahun 2014 untuk nasional adalah adalah 74,05 dengan mutu kinerja yang baik (B). Metode yang digunakan dalam penelitian, lokasi penelitian, jumlah sampel serta hasil masing-masing sampel secara lengkap dilampirkan pada lampiran 2. B. Analisa Efisiensi Penggunaan Sumber Daya 1. Efisiensi Penggunaan Sarana dan Prasarana Pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Ruang lingkup manajemen sarana dan prasarana, meliputi perencanaan, pengadaan, pengaturan, dan penggunaan sarana dan prasarana. Kegiatan manajemen sarana dan prasarana meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penginventarisasian, pemeliharaan, dan penghapusan sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana kantor khususnya penyediaan aset tanah dan bangunan kantor di lingkungan satuan kerja BPN RI menjadi perhatian yang sangat serius, baik penyediaanya maupun efisiensi dalam pemanfaatanya. Untuk melihat efisiensi tingkat efisiensi pemanfaatan gedung kantor beserta fasilitas pendukungnya, dilakukan tinjauan dengan pendekatan sebagai berikut : 43

54 BPN-RI memiliki 512 satuan kerja, namun hanya memiliki 354 saja gedung kantor milik sendiri, artinya dari segi efisiensi pemanfaatan gedung kantor untuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi memiliki tingkat efisiensi sebesar 145%. Kondisi tidak seimbangnya jumlah satker dibandingkan dengan gedung milik sendiri ini tentunya tidak membuat BPN-RI menjadi tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, untuk itu dilakukan beberapa upaya diantaranya dengan bekerjasama untuk pinjam tanah dan bagunan kepada Pemerintah Daerah dan malakukan Sewa ke Pihak lain. Untuk menjamin agar layanan tetap berjalan sebanyak 32 satker melakukan sewa, sedangkan sebanyak 81 satker memakai aset Pemerintah Daerah. 2. Efisiensi Pengunaan Sumber Daya Manusia Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsinya yang efektif dan efisien adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang tinggi serta profesional sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Perencanaan SDM adalah sebagai proses untuk menentukan jumlah dan jenis manusia yang dibutuhkan oleh suatu organisasi dalam waktu dan tempat yang tepat serta melakukan tugas sesuai dengan yang diharapkan. Penyusunan rencana SDM pada kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dimaksudkan untuk menjamin agar kebutuhan SDM dapat terpenuhi secara konstan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk itu perencanaan SDM sudah merupakan bagian integral dari fungsi manajemen SDM bahkan dianggap sangat vital bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kementerian. Manajemen sumberdaya manusia adalah suatu proses merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan menghasilkan segala bentuk aktivitas kerja untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai. Kaitan antara manajemen sumberdaya manusia dengan peningkatan kinerja sangat berkaitan erat, sehingga menjadi perhatian bagi Kementerian mengembangkan adanya peningkatan sumberdaya manusia sesuai dengan peningkatan kinerja yang dicapainya. Untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan sumber daya manusia digunakn pendekatan membandingkan output dengan sumberdaya manusia yang digunakan dalam mendukung kinerja. Karena masalah yang dihadapi oleh BPN-RI adalah 44

55 keterbatasan jumlah petugas ukur, untuk analisa efisiensinya diguanakan persamaan sebagai berikut : Secara Nasional pekerjaan yang dilakukan oleh petugas ukur adalah melakukan pengukuran bidang tanah dari berbagai kegiatan (legalisasi asset, IP4T, Konsolidasi Tanah, redistribusi tanah, PNBP dan pengukuran bidang skala besar) baik pekerjaan lapangan maupun pengolahan data. Hasil perhitungan efisiensi sebagai berikut : Jumlah total beban pekerjaan/tahun = Bidang Jumlah total petugas ukur = Orang Asumsi hari Kerja = 24 hari/bulan Jumlah Bulan Efektif/tahun = 8 bulan Pekerjaan lain selain Pengukuran bidang = 0 bidang Beban kerja/hari = 14,5 bidang/orang/hari Kemampuan Normal petugas ukur/hari = 5 Bidang Efisiensi = 14,5 bidang/ 5 bidang x 100% = 290% Untuk mengatasi permasalahan kekurangan petugas ukur dan tetap menjamin kualitas hasil ukuran yang bisa dipertangungjawabkan maka BPN-RI telah melakukan penggunaan teknologi Continously Opration Reverens Station (CORS) yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan SDM Pengukuran dalam melakukan pengukuran bidang tanah. 3. Efisiensi Penggunaaan Anggaran Dari total penyerapan anggaran DIPA Badan Pertanahan Nasional RI tahun 2014, yaitu Rp ,- atau 84,74% sebesar Rp ,- atau 79,57 % adalah realisasi program pengelolaan pertanahan yang merupakan induk program dari beberapa program kegiatan strategis atau prioritas yang merupakan target Renstra dan RPJM Efisensi penggunaan anggaran sangat bermanfaat dalam rangka melakukan optimalisasi pencapaian target-target fisik 45

56 dengan alokasi anggaran yang ada, sehingga potensi capaian output program kegiatan prioritas tersebut dapat dipertahankan pada level target yang telah ditetapkan. Tabel 14. Jenis Program Prioritas dan Realisasi Input dan Output Tahun 2014 Realisasi / Capaian No Program/Kegiatan Anggaran Fisik/Bidang % (Input) (Output) % 1 Prona ,- 93, ,43 2 Petani ,- 88, ,74 3 Nelayan ,- 93, ,47 4 UKM ,- 93, ,13 5 MBR-Menpera ,- 97, ,29 6 Transmigrasi HM ,- 49, ,46 7 Redistribusi Tanah ,- 73, ,31 Rata-Rata 84,00 89,69 *) Data SKMPP 2014 diolah Efisiensi Penggunaan Anggaran pada program Prioritas Pertanahan Dengan mengacu pada kajian teori, untuk menganalisis efisiensi pada penggunaan anggaran program/kegiatan prioritas BPN RI yang dilaksakan pada tahun 2014 dapat dirumuskan sebagaimana berikut: Asumsi yang digunakan adalah : - Jika E = 1, artinya Penggunaan anggaran untuk program prioritas adalah efisien. - Jika E > 1, artinya penggunaan anggaran untuk program prioritas adalah sangat efisien. - Jika E < 1, artinya penggunan anggaran untuk program prioritas adalah tidak efisien. 46

57 Tabel 15. Tingkat Efisiensi Anggaran Terhadap Output Program Prioritas Tingkat Efisiensi Realisasi / Capaian Anggaran Terhadap No Program/Kegiatan Output yang % Input % Output dihasilkan 1 Prona 93,33 97,43 1,044 2 Petani 88,88 95,74 1,077 3 Nelayan 93,03 97,47 1,047 4 UKM 93,02 98,13 1,054 5 MBR-Menpera 97,13 98,29 1,011 6 Transmigrasi HM 49,00 52,46 1,070 7 Redistribusi Tanah 73,59 88,31 1,200 Rata-Rata 84,00 89,69 1,055 Dari perhitungan dalam tabel diatas dapat diketahui bahwa: Seluruh 7 (tujuh) kegiatan/program prioritas nasional tersebut memiliki tingkat efisiensi E > 1 yang berarti Sangat Efisien, dengan rata-rata tingkat efisiensi adalah E = O : I = 1,055; Dengan tingkat Efisiensi sebesar rata-rata 1,055 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keluaran (output) dari program/kegiatan prioritas ini yaitu sertipikat tanah (legalisasi aset) dapat dilaksanakan dan mencapai target dengan proporsi output (bidang tanah yang disertipikatkan) lebih besar dari input (anggaran yang digunakan); Dengan masing-masing program/kegiatan prioritas tersebut masih memiliki proporsi persentase anggaran yang tidak terserap maka dapat disimpulkan bahwa masih ada potencial improvement area variables dan potencial risk area variables; Potencial improvement area variables tersebut adalah variabel-variabel potensi kinerja yang bisa meningkatkan jumlah bidang tanah yang disertipikatkan (output) jika serapan anggaran (input) bisa ditingkatkan sebesar volume sisanya. Misalnya : Desa/Kelurahan sebagai lokasi baru atau tambahan, Juru Ukur Tambahan, Penggunaan Teknologi tambahan dan lain sebagainya; Potencial risk area variables adalah variabel-variabel potensi resiko yang bisa menurunkan kualitas sertipikat (output) jika serapan anggaran (input) 47

58 terlalu efisien. Misalnya : Kualitas hasil ukur, kualitas data yuridis, motivasi dan lain sebagainya; Kedua Potensi diatas mengingat keuntungan (andvantages) dan resiko (risks) masing-masing harus mendapatkan perhatian selain dari tingkat efisiensi penggunaan anggaran. Perbaikan Variabel input dan output Meskipun memiliki tingkat efisiensi penggunaan anggaran program prioritas yang cukup baik (E > 1) namun analisis efisiensi ini juga sekaligus dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan terhadap variabel input dan output seperti yang tergambar didalam tabel dibawah ini: Tabel 16. Realisasi dan Sisa pada Input dan Output Program Prioritas No Program/Kegiatan Realisasi / Sisa Tingkat % % % % Output Efisiensi Input Sisa Sisa 1 Prona 93,33 6,67 97,43 2,57 1,044 2 Petani 88,88 11,12 95,74 4,26 1,077 3 Nelayan 93,03 6,97 97,47 2,53 1,047 4 UKM 93,02 6,98 98,13 1,87 1,054 5 MBR-Menpera 97,13 2,87 98,29 1,71 1,011 6 Transmigrasi HM 49,00 51,00 52,46 47,54 1,070 7 Redistribusi Tanah 73,59 26,41 88,31 11,69 1,200 Secara berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah, efisiensi penggunaan anggaran untuk kegiatan/program prioritas nasional adalah : - Redistribusi Tanah (1,200) - Petani (1,077) - Transmigrasi (1,070) - UKM (1,054) - Nelayan (1,047) - Prona (1,044) - MBR-Menpera (1,011) 48

59 Dari perspektif Efisiensi, maka seluruh kegiatan/program telah sangat Efisien menggunakan anggaran dalam rangka melakukan pensertipikatan tanah/legalisasi aset. Realisasi anggaran untuk program/kegiatan Transmigrasi, Redistribusi dan Petani harus mendapatkan perhatian dan kajian lebih dalam untuk perbaikan kedepan mengingat tingkat ketidak terserapannya (sisa) berada persentase 2 (dua) digit. Realisasi Fisik untuk program Transmigrasi dan Redistribusi Tanah harus mendapatkan perhatian dan kajian lebih dalam untuk perbaikan kedepan mengingat ketidak capaiannya (sisa) berada pada persentase 2 (dua) digit. C. Akuntabilitas Keuangan. 1. Realisasi Anggaran Berdasarkan alokasi anggaran Badan Pertanahan Nasional RI tahun 2014, pagu anggaran adalah sebesar Rp ,-(empat triliun empat ratus enam puluh tujuh milyar lima ratus enam puluh lima juta lima ratus empat puluh satu ribu rupiah). Realisasi penyerapan anggaran pada masing-masing program sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 adalah sebesar Rp ,- (Tiga triliun tujuh ratus delapan puluh lima miliar tujuh ratus lima puluh delapan delapan ratus empat puluh empat ribu empat ratus enam puluh rupiah) atau 84,74% dari pagu anggaran. Pencapaian realisasi anggaran masing-masing program disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Realisasi Anggaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2014 NO PROGRAM TARGET (Rp) REALISASI (Rp) % 1 Program Pengelolaan Pertanahan Program Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Program Pengawasan Dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BPN Program Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Aparatur BPN-RI , Total

60 D. Capaian Kinerja Lainnya 1. Penerimaan PNBP Disamping menggunakan dana Rupiah Murni (RM) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BPN-RI juga menggunakan dana PNBP yang dihimpun dari masyarakat. Data tentang target dan realisasi penerimaan PNBP dapat juga dijadikan gambaran kinerja yang dilakukan dan pelayanan yang diberikan oleh BPN-RI. Capaian kinerja penerimaan PNBP (%) tahun sebagaimana gambar 30 dan jumlah penerimaan (Rupiah) tahun sebagaimana gambar 31. Gambar 30. Realisasi Pencapaian PNBP Gambar 30. Realisasi PNBP (Rupiah)

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i Sapta Tertib Pertanahan Daftar Isi Daftar Tabel, Grafik dan Gambar Kata Pengantar Ikhtisar Eksekutif i ii iv vii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

Lebih terperinci

Materi : Peran SKMPP ATR/BPN dalam Optimalisasi Kinerja Program Kegiatan Strategis di Lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN

Materi : Peran SKMPP ATR/BPN dalam Optimalisasi Kinerja Program Kegiatan Strategis di Lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN Materi : Peran SKMPP ATR/BPN dalam Optimalisasi Kinerja Program Kegiatan Strategis di Lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ BPN Oleh : Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama selaku Plt. Sekretaris

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Tabel I. Alokasi Anggaran Tahun 2012 (dalam ribuan rupiah) KODE PROGRAM

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

Total Tahun

Total Tahun RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH 2010-2014 KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL DAN KEGIATAN PRIORITAS BIDANG REFORMA AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (BERDASARKAN PERPRES NO.5 TAHUN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i Sapta Tertib Pertanahan Daftar Isi Daftar Tabel, Grafik dan Gambar Kata Pengantar Ikhtisar Eksekutif i ii iv vii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM KENDALI

Lebih terperinci

PELAPORAN KINERJA dan PERJANJIAN KINERJA

PELAPORAN KINERJA dan PERJANJIAN KINERJA PELAPORAN KINERJA dan PERJANJIAN KINERJA DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Tim Penyusun PK, LKj Kementerian, Setjen dan Biro Perencanaan dan Kerjasama pada Biro Perencanaan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa dan masyarakat Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tanah harus dipergunakan bagi sebesar-besar

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS. 1 P e t u n j u k T e k n i s P e n g e l o l a a n K e n d a l i M u t u P r o g r a m P e r t a n a h a n T a h u n

PETUNJUK TEKNIS. 1 P e t u n j u k T e k n i s P e n g e l o l a a n K e n d a l i M u t u P r o g r a m P e r t a n a h a n T a h u n PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN KENDALI MUTU PROGRAM PERTANAHAN DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTA DAN KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI TAHUN 2014 I. Pendahuluan Badan Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : BADAN PERTANAHAN NASIONAL 1 PROGRAM PENGELOLAAN PERTANAHAN NASIONAL 1.444,6 1.631,8 1.862,0 2.033,3 1.1 Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis BPN RI B. Penetapan Kinerja

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis BPN RI B. Penetapan Kinerja Daftar Isi PENGANTAR........... RINGKASAN EKSEKUTIF....... DAFTAR ISI............. i ii iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................. 1 B. Tugas dan Fungsi....... 2 C. Peran Strategis Sektor

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.317, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Indikator Kinerja. Pengukuran. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas KATA PENGANTAR Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

PENGANTAR. Jakarta, 14 Maret 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA HENDARMAN SUPANDJI

PENGANTAR. Jakarta, 14 Maret 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA HENDARMAN SUPANDJI PENGANTAR Segala puja, puji, dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat-nya pula maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Pertanahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan

Lebih terperinci

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015 Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta 10720 Phone : (62 21) 65866230, 65866231, Fax : (62

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR D engan memanjatkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata No.1275, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. PRONA. Percepatan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA 2012 Kedeputian Pelayanan Publik Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Akuntabilitas sebagai salah satu pilar tata kepemerintahan

Lebih terperinci

2015 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BOGOR

2015 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI DENGAN KOMISI II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI. Kamis, 8 Maret 2012

RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI DENGAN KOMISI II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI. Kamis, 8 Maret 2012 RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI DENGAN KOMISI II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI Kamis, 8 Maret 2012 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Selamat malam, salam sejahtera bagi kita

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.316, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Data Kinerja. Pengumpulan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGUMPULAN

Lebih terperinci

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 BAPPEDA LITBANG KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang P

2013, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2013 PERTAHANAN. Pengadaan. Pembangunan. Badan Pertanahan Nasional. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat. Rencana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat. Rencana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun Rencana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun 2010-2014 Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat TANAH UNTUK KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 1 KATA PENGANTAR KEPALA BPN RI

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 1.1. Latar Belakang Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Instansi Pemerintah (LKJiP) Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN KANTOR PERTANAHAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang I. A. Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. PENDAHULUAN Latar Belakang S ebagaimana diketahui bahwa tahun 2009 adalah tahun terakhir pelaksanaan visi, misi dan program prioritas Presiden

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Wasit Saronto

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Wasit Saronto 1 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Asisten Deputi Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Kelembagaan Tahun 2014 disusun sebagai bentuk komitmen untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tujuan dan sasaran strategis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN

Lebih terperinci

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW)

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) 1 RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) Renja Bagian Pertanahan Tahun 2015 (Review) Page 1 2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Rencana Kerja Bagian Pertanahan Sekretariat

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010 MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG: WILAYAH DAN TATA RUANG (dalam miliar rupiah) PRIORITAS/ KEGIATAN PRIORITAS 2012 2013 2014 I PRIORITAS BIDANG PEMBANGUNAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL A

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR KEPALA BADAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Laporan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DITJEN IDP 2016 LAPORAN KINERJA. Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik

LAPORAN KINERJA DITJEN IDP 2016 LAPORAN KINERJA. Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik LAPORAN KINERJA DITJEN IDP 2016 LAPORAN KINERJA 2016 Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik LKJ DITJEN IDP 2016 2016 LKJ DITJEN IDP KATA PENGANTAR Menjadi penjuru penguatan citra positif Indonesia

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Serang, Januari 2013 KEPALA,

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Serang, Januari 2013 KEPALA, KATA PENGANTAR Assamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas ijinnya sehingga Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek kehidupan manusia selalu mempunyai hubungan dengan tanah termasuk sumberdaya alam yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap aspek kehidupan manusia selalu mempunyai hubungan dengan tanah termasuk sumberdaya alam yang memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) ASISTEN DEPUTI BIDANG MATERI PERSIDANGAN 2014 KATA PENGANTAR Dalam rangka melaksanakan amanah Inpres Nomor 7 Tahun 1999, Asisten Deputi Bidang Materi

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV A. Simpulan Laporan kinerja Sekretariat Kabinet tahun 2015 ini merupakan laporan pertanggungjawaban atas pencapaian visi dan misi Sekretariat Kabinet dalam rangka menuju organisasi yang efektif,

Lebih terperinci

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Kinerja Ditjen dan Penguasaan Tanah Tahun merupakan media untuk mempertanggungjawabkan capaian kinerja Direktorat Jenderal selama tahun, dalam melaksanakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan yang berkeadilan dan demokratis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dengan tersusunnya LAKIP Bagian Hukum, maka diharapkan dapat :

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dengan tersusunnya LAKIP Bagian Hukum, maka diharapkan dapat : BAB I PENDAHULUAN I.1 KONDISI UMUM ORGANISASI B agian Hukum dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala BSN Nomor 965/BSN-I/HK.35/05/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Standardisasi Nasional. Bagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PROGRAM NASIONAL AGRARIA MELALUI PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.570, 2016 KEMEN-ATR/BPN. IKU. Penetapan. Tahun 2015-2019. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS Rencana Strategis Ditjen Bina Marga memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan jalan sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL MELALUI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BAGIAN PERTANAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MALANG BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA BAGIAN PERTANAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MALANG BAB I PENDAHULUAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN PERTANAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR : 188.45/ /KEP/421.014/2015 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA BAGIAN PERTANAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MALANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN AGRARIA DANTATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEMENTERIAN AGRARIA DANTATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 KEMENTERIAN AGRARIA DANTATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BPN 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI (i) DAFTAR TABEL (ii) DAFTAR GAMBAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.242, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKN. Kinerja Instansi Pemerintah. Akuntabilitas. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG Pedoman Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI

BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI BAB III DESKRIPSI LEMBAGA/INSTANSI A. Sejarah Berdirinya Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988, telah beberapa kali

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah No.1183, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. SAKIP. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS INSTANSI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan IKHTISAR EKSEKUTIF Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016 i KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirrabbil alamin serta dengan memanjatkan puji dan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu : Bentuk Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit) Tujuan : Praja dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa atau kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan oleh

Lebih terperinci