POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI"

Transkripsi

1 POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2007 Yuni Retnowati NRP. P

3 ABSTRAK YUNI RETNOWATI. Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta). Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan HADIYANTO Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji pola komunikasi orang tua tunggal dalam membentuk kemandirian anak; (2) Menganalisis hubungan antara lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal dengan pola komunikasi; (3) Menganalisis hubungan antara lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal dengan kemandirian anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data menggunakan metode survey dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 25 orang tua tunggal yang ditentukan berdasarkan dokumen Pengadilan Agama Yogyakarta, dan wawancara mendalam dengan 10 orang tua tunggal. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pola komunikasi interaksi dan transaksi berperan dominan dalam membentuk kemandirian anak melalui penanaman kesadaran untuk mandiri kepada anak dan melatih anak mandiri; (2) Faktor lingkungan tidak ada hubungannya dengan pola komunikasi tetapi karakteristik orang tua tunggal ada hubungannya dengan pola komunikasi; (3) Faktor lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal ada hubungannya dengan kemandirian anak. Kata-kata kunci : pola komunikasi, orang tua tunggal, kemandirian

4 ABSTRACT YUNI RETNOWATI. The Communication Pattern of Single Parents in Transforming Children s Independency (Case in Yogyakarta City). Advised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS and HADIYANTO The aims of this research are: (1) examining communication pattern of single parents in transforming children s independency; (2) analyzing the correlation between surroundings and the characteristic of single parents to communication pattern; (3) analyzing the correlation between surroundings and the characteristic of single parents to children s independency. This research employed qualitative approach and survey method by collecting data through questionnaire with 25 single parents who are determined by having legal documents issuing by Yogyakarta Religious Court, in-depth interviewed with 10 single parents. Then, data is analyzed descriptively. The results of this research showed that: (1) the interaction and transaction communication pattern played a dominant role in transforming children s independency by internalizing consciousness to be independent and giving children some training; (2) there is no correlation between surroundings factor and communication pattern but there is correlation between the characteristic of single parents and communication pattern; (3) there is correlation between surroundings factor and the characteristic of single parents to children s independency. Key words : communication pattern, single parent, independency

5 POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

6 Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) : Yuni Retnowati : P : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Hj. Aida Vitayala S. Hubeis Ketua Ir. Hadiyanto, MS Anggota Diketahui Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sumardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 26 Pebruari 2007 Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati Jawa Tengah pada tanggal 18 Juni 1967 dari pasangan H. Sutijono dan Hj. Siti Tjahjani. Penulis yang merupakan anak ke dua dari dua bersaudara, pernah menikah dan dikaruniai satu orang anak bernama Dara Giswa Adinipuspa yang lahir pada tanggal 6 Juli 1994, namun sejak Juli 2002 berstatus sebagai orang tua tunggal. Pendidikan dasar hingga SMP ditempuh di Kabupaten Jepara, SMA ditempuh di Kota Yogyakarta, lulus tahun Tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Penelusuran Minat dan Ketrampilan (PMDK) tetapi setelah setahun menempuh TPB (Tingkat Persiapan Bersama) ditinggalkan, kemudian mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan diterima pada Program Studi Ilmu Komunikasi (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, lulus tahun Tahun 2004, penulis diterima pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan untuk Strata-2 (S-2) sekolah Pasca Sarjana IPB dengan biaya kuliah dari Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS Dikti) Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Advertising (Periklanan) Akademi Komunikasi Indonesia Yogyakarta sejak tahun 1994 sebagai dosen tidak tetap, kemudian menjadi dosen tetap sejak tahun Dari tahun menjadi dosen luar biasa pada Jurusan Advertising Program D-3 Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Dari tahun menjadi dosen luar biasa untuk mata kuliah Penulisan Naskah Iklan pada Jurusan Advertising, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dari tahun dipercaya menjadi Ketua Program Studi Advertising Akademi Komunikasi Indonesia. Sejak tahun 2005 berstatus sebagai Dosen Negeri Kopertis Wilayah V Yogyakarta yang Dipekerjakan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Penulis juga pernah bekerja sebagai Copy Writer (penulis naskah iklan) di Artek Advertising Jakarta pada tahun 1992, dan menjadi pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing di Yogyakarta Indonesian Language Center - Wisma Bahasa Yogyakarta dari tahun

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta). Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi keluarga orang tua tunggal agar bisa mengembangkan pola komunikasi yang tepat untuk membentuk kemandirian anak sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Aida Vitayala S. Hubeis (Ketua Komisi Pembimbing) dan Bapak Ir. Hadiyanto, MS (Anggota Komisi Pembimbing) yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis. Penghargaan tulus dan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku, Bapak H. Sutijono dan Ibu Hj. Siti Tjahjani, Keluarga Pak Lik Abi Kusno, serta anakku tercinta Dara Giswa Adinipuspa atas doa, dukungan dan pengorbanannya selama ini. Tak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua responden penelitian ini, yaitu ibu tunggal yang telah bersedia memberikan banyak informasi untuk kelengkapan data penelitian. Mbak Lia sekretaris KMP atas semua bantuannya selama ini. Teman-teman KMP 2004, terutama Mince, Tata, Ica, Dini, Pak Narso, Pak Bagyo, Mama Farah, dan Milki atas canda tawa, bantuan, diskusi dan kebersamaan selama perkuliahan. Teman-teman TPB IPB Angkatan 23, Iga, Ester, Dwi-Komti, Zainal, Kade, Nining dan Ufi, terima kasih atas persahabatan, dukungan dan perhatian kalian. Rosa dan keluarga atas bantuan, dan perhatian yang begitu besar terhadap kondisi kesehatan penulis. Teman-teman di Pondok Alyesha, Eva, Susan, Dian, Pipit, Nita, dan Lily, atas persaudaraan selama ini. Teman-teman di kampus AKINDO terutama Alm. Vivi dan keluarga, Rofiq, Rama, Pipit dan Pak Muntaha atas motivasi, bantuan dan dukungan moril hingga akhir masa studi di IPB. Ian, Agam, Andi, Ichan, Pak Akrab, Heni, Pak Ponti dan Abi Jufri, atas kebaikan kalian di saat-saat sulit, hanya Allah SWT yang bisa membalasnya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari tesis ini yang memerlukan banyak perbaikan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi khususnya komunikasi keluarga. Bogor, April 2007 Yuni Retnowati

9 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN. xiv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian... 5 Kegunaan Penelitian. 6 TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi dan Perubahan Perilaku... 7 Keluarga... 8 Keluarga Orang Tua Tunggal Komunikasi dalam Keluarga Orang Tua Tunggal Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi Kemandirian Anak Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak Pola Komunikasi dalam Membentuk Kemandirian Anak KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Desain Penelitian Unit Penelitian Pengumpulan Data Instrumentasi Analisis Data Validitas dan Reliabilitas Definisi Operasional GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penduduk Tingkat Pendidikan Mata Pencaharian Perceraian di Kota Yogyakarta Alasan Perceraian Karakteristik Laki-laki dan Perempuan yang Bercerai Jumlah Anak dari Keluarga Bercerai Karakteristik Anak dari Keluarga Bercerai... 58

11 Halaman HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Orang Tua Tunggal Karakteristik Responden Anak. 61 Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Hubungan Lingkungan dan Pola Komunikasi Hubungan Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Pola Komunikasi Kemandirian Anak 74 Pola Komunikasi dalam Membentuk Kemandirian Anak Hubungan Lingkungan dan Kemandirian Anak Hubungan Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kemandirian Anak SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Penduduk Berdasarkan Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta, Tahun Angka Perceraian di Kota Yogyakarta Tahun Jumlah Anak dari Keluarga Bercerai di Pengadilan Agama Yogyakarta, Tahun Karakteristik Anak dari Keluarga Bercerai di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun Pola Komunikasi pada Berbagai Situasi Komunikasi, Yogyakarta, Kecenderungan Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Faktor Lingkungan dan Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal, Yogyakarta, Faktor Lingkungan dan Kecenderungan Pola Komunikasi Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Pola Komunikasi, Yogyakarta, Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kecenderungan Pola Komunikasi Distribusi Aspek Kemandirian Anak, Yogyakarta, Pola Komunikasi dan Kemandirian Anak Pola Komunikasi dan Kecenderungan Kemandirian Anak Pola Komunikasi dalam Membentuk Kemandirian Anak, Yogyakarta, Faktor Lingkungan dan Kemandirian Anak, Yogyakarta, Faktor Lingkungan dan Kecenderungan Kemandirian Anak Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kemandirian Anak, Yogyakarta, Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kecenderungan Kemandirian Anak xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Komunikasi Sebagai Aksi, Reaksi dan Transaksi Model Komunikasi Shannon dan Weaver Model Kedua Schramm Model Ketiga Schramm Model Komunikasi Konvergen Bagan Alur Kerangka Pemikiran xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Alasan Cerai di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Tahun Responden Orang Tua Tunggal yang Diwawancarai Karakteristik Laki-laki yang Bercerai di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Tahun Karakteristik Perempuan yang Bercerai di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Tahun Karakteristik Anak dan Hak Asuh Anak Karakteristik Responden Orang Tua Tunggal, Yogyakarta, Karakteristik Responden Anak dari Orang Tua Tunggal, Yogyakarta, xiv

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Modernisasi membawa perubahan yang luas di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Di bidang ekonomi terlihat peran perempuan menjadi penting dalam menjalankan fungsi sentral keluarga, sekaligus merupakan sumber daya ekonomi. Peran mereka tidak terbatas hanya dalam pekerjaan domestik di rumah tangga namun juga dalam sektor usaha ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2001) memperlihatkan bahwa 44,20 persen kepemilikan usaha mikro berada di tangan perempuan sedangkan di sektor usaha skala besar mencapai 10,28 persen. Meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah menyebabkan kualitas dan kuantitas waktu bersama dengan anggota keluarga menurun sehingga mempengaruhi fungsi keluarga dalam menyiapkan generasi mendatang. Lembaga-lembaga di luar keluarga pelan-pelan mulai mengambil alih fungsi keluarga. Fungsi perlindungan, religi, pendidikan dan rekreasi yang semula dipenuhi oleh keluarga sekarang digantikan oleh polisi, tempat ibadah, sekolah dan fasilitas hiburan komersial. Fungsi utama keluarga yang tetap bertahan adalah fungsi pemenuhan kebutuhan emosional. Keluarga adalah satu-satunya lembaga yang bisa memberikan kasih sayang. Modernisasi juga berdampak pada terjadinya perubahan nilai sosial budaya. Suami bukan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Istri yang bekerja tidak tergantung pada suami secara ekonomi sehingga tidak lagi terjebak dalam perkawinan yang tidak berbahagia karena alasan ekonomi. Perubahan sistem nilai dalam masyarakat mengurangi tekanan pada perlunya mempertahankan kelangsungan sebuah perkawinan. Dulu perceraian dianggap tabu sehingga tidak sedikit perkawinan tetap dipertahankan meskipun sudah tidak harmonis lagi. Saat ini masyarakat tidak lagi melihat perceraian sebagai sesuatu yang memalukan dan harus dihindari. Masyarakat dapat memahami perceraian sebagai salah satu langkah untuk menyelesaikan kemelut keluarga yang terjadi antara pasangan suami istri. Sejalan dengan berubahnya gaya hidup dan datangnya modernisasi angka perceraian di seluruh dunia mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat angka

16 2 perceraian meningkat dengan tajam sejak tahun 1960-an. Pada awal tahun an satu dari setiap tiga perkawinan di Amerika berakhir dengan perceraian, di Jerman Barat perbandingannya satu dari tujuh perkawinan, di Jepang satu dari sepuluh. Angka perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun juga menunjukkan peningkatan yaitu satu dari lima perkawinan. (Gunadi, 2006) Perceraian menyebabkan struktur keluarga berubah menjadi tidak lengkap dengan hilangnya salah satu figur orang tua. Bersamaan dengan fenomena ini istilah single parent atau orang tua tunggal menjadi populer di kalangan masyarakat. Istilah single parent lebih sering digunakan untuk menyebut ibu yang berperan sebagai orang tua tunggal karena kebanyakan anak yang orang tuanya bercerai berada dalam pengasuhan ibu. Ketetapan dalam Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa di dalam suatu perceraian hak asuh anak yang belum akil bhaliq berada di tangan ibu. Dari segi budaya, masyarakat menganggap mengasuh anak adalah tugas dan kewajiban ibu sedangkan mencari nafkah adalah tugas dan kewajiban ayah. Pertimbangan lain yang mendasarinya adalah karena secara emosional anak-anak lebih dekat dengan ibu. Kecuali bila ibu secara moral dianggap tidak layak mengasuh anak maka hak asuh anak bisa dipindahkan ke pihak lain demi perkembangan jiwa anak. Keluarga tidak utuh memiliki pengaruh negatif bagi perkembangan anak. Dalam masa perkembangan seorang anak membutuhkan suasana keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang. Di dalam keluarga yang tidak utuh kebutuhan ini tidak didapatkan secara memuaskan. Anak yang diasuh oleh ibu tunggal kehilangan figur ayah dalam keluarga. Hilangnya figur ayah akibat perceraian mengakibatkan anak kehilangan tokoh identifikasi. Tokoh tempat anak belajar bertingkah laku menjadi berkurang. Figur ayah memberikan perlindungan, rasa aman dan kebanggaan pada diri anak. Ketegasan seorang ayah memberikan pengaruh kuat dalam menanamkan disiplin dan kepercayaan diri anak. Menurut Gottman dan DeClaire (1998) keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak penting karena mempengaruhi perkembangan sosial anak. Anak-anak yang mendapatkan kehangatan dari ayah sewaktu kanak-kanak cenderung mempunyai hubungan sosial yang lebih baik.

17 3 Konsep perkembangan sosial mengacu pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan dapat berinteraksi atau menjadi manusia sosial. Kemandirian adalah salah satu komponen dari kecerdasan emosional. Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa kemandirian menentukan keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Sikap mandiri yang berakar kuat dalam diri seorang anak akan membuat anak tangguh, tidak mudah diombang-ambingkan keadaan dan mampu memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Hal ini akan memberikan pengaruh yang berarti dalam kehidupan seorang anak di masa mendatang. Anak yang memiliki sikap mandiri kelak akan mampu bertahan dalam kehidupan yang penuh persaingan. Pembentukan kemandirian dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan, namun faktor yang paling berpengaruh adalah keluarga khususnya peranan orang tua. Orang tua dapat mendorong anak untuk mandiri dengan mengajar dan membimbing mereka melakukan rutinitas kecil sehari-hari. Dengan demikian mereka merasa diberi kepercayaan sehingga menumbuhkan rasa percaya diri dan mengurangi ketergantungannya. Ibu yang berperan sebagai orang tua tunggal dianggap memiliki keterbatasan dalam proses pembentukan kemandirian anak. Tidak adanya figur ayah dalam keluarga membuat anak kurang disiplin dan kurang memiliki kepercayaan diri. Ibu tunggal sering tidak konsisten dalam menjalankan disiplinnya (Frankl, 1972). Di satu sisi diyakini bahwa kedisiplinan dan kepercayaan diri merupakan dasar terbentuknya sikap mandiri anak. Tidak semua anak dari ibu tunggal tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri. Ada juga kelompok anak yang mandiri. Kita bisa melihat beberapa contoh dari kalangan selebriti Indonesia. Tiga diva Indonesia, Titi DJ, Krisdayanti dan Ruth Sahanaya pada masa kecilnya adalah anak-anak yang dibesarkan oleh ibu tunggal. Mereka tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan meraih keberhasilan dalam kehidupannya. Regy Lawalata adalah contoh ibu tunggal yang berhasil. Kedua anaknya, Oscar dan Mario dibesarkan dalam keluarga yang tidak utuh setelah kedua orang tuanya bercerai namun mereka tumbuh menjadi anak yang mandiri.

18 4 Perlakuan ibu terhadap anak dan faktor lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kemandirian anak. Mianda (2002) berpendapat bahwa ibu tunggal cenderung memberikan perlindungan yang berlebihan kepada anak sehingga anak menjadi kurang percaya diri dan akhirnya menjadi kurang mandiri. Perlakuan ibu terhadap anak bisa dilihat dari interaksi dan komunikasi yang terjalin antara ibu dan anak yang berupa komunikasi antar pribadi. Bentuk komunikasi ini dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang. Umumnya komunikasi antar pribadi berlangsung secara tatapmuka sehingga memungkinkan terjadinya personal contact. Kasih sayang dan kehangatan ibu menjadi dasar terbentuknya hubungan yang menyenangkan dalam komunikasi. Suasana menyenangkan dan hangat menjadi dasar perkembangan emosi yang stabil dan membentuk kepribadian yang percaya diri. Komunikasi adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan orang tua yang menginginkan anaknya mandiri. Melalui komunikasi, orang tua dapat membentuk kemandirian anak. Bagaimana cara ibu tunggal berkomunikasi dengan anak menentukan apakah anak tumbuh mandiri atau sebaliknya. Sikap dan perilaku mandiri dapat berkembang baik melalui latihan dan dorongan orang tua yang disampaikan melalui komunikasi. Penelitian tentang kemandirian dilakukan oleh Djunanah (1999), Lukman (2000) dan Dhamayanti (2006). Djunanah meneliti tentang pengaruh sikap penerimaan orang tua dan kemandirian siswa SMU UII Yogyakarta. Hasil penelitian Djunanah menemukan adanya hubungan antara sikap penerimaan orang tua dengan kemandirian siswa SMU. Lukman meneliti tentang kemandirian anak asuh di Panti Asuhan Yatim Islam ditinjau dari konsep diri dan kompetensi interpersonal. Penelitian Lukman menyimpulkan adanya hubungan antara konsep diri dan kompetensi interpersonal dengan kemandirian anak asuh panti asuhan yatim. Dhamayanti meneliti kemandirian anak usia 2,5 4 tahun ditinjau dari tipe keluarga dan tipe prasekolah. Hasil penelitian menemukan bahwa prasekolah full day lebih baik untuk merangsang anak dalam meningkatkan kemandirian, sedangkan tipe keluarga tidak banyak berperan dalam perkembangan kemandirian anak.

19 5 Mengingat kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan individu, kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya. Berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah orang tua tunggal di Indonesia makin meningkat dan mengingat komunikasi bisa diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang seperti halnya dalam membentuk kemandirian anak maka penelitian ini perlu dilakukan. Rumusan Masalah Beberapa praduga menyatakan bahwa anak yang dibesarkan oleh ibu tunggal dalam keluarga yang bercerai dianggap tidak mandiri. Kenyataan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, tidak semua anak dari ibu tunggal menunjukkan sikap dan perilaku tidak mandiri. Interaksi dan komunikasi antara ibu tunggal dan anak menentukan seorang anak akan tumbuh menjadi anak mandiri atau tidak. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola komunikasi orang tua tunggal dalam membentuk kemandirian anak? 2. Bagaimana hubungan antara lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal dengan pola komunikasi antara orang tua tunggal dan anak? 3. Bagaimana hubungan antara lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal dengan kemandirian anak? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan pola komunikasi orang tua tunggal dalam membentuk kemandirian anak. Dengan mengacu pada permasalahan yang ada, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengkaji pola komunikasi orang tua tunggal dalam membentuk kemandirian anak. 2. Menganalisis hubungan antara lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal dengan pola komunikasi antara orang tua tunggal dan anak.

20 6 3. Menganalisis hubungan antara lingkungan dan karakteristik orang tua tunggal dengan kemandirian anak. Kegunaan Penelitian Komunikasi antar-pribadi yang terjadi antara ibu dan anak bisa diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kemandirian anak adalah tujuan pendidikan anak dalam keluarga. Kemandirian bisa dibentuk melalui komunikasi antara ibu dan anak. Orang tua bisa memilih pola komunikasi yang sesuai sebagai pedoman dalam berkomunikasi dengan anak dan membentuk kemandirian anak. Sejalan dengan hal tersebut maka hasil penelitian ini diharapkan : 1. Memberi masukan kepada masyarakat luas khususnya orang tua tunggal dalam mengembangkan pola komunikasi yang sesuai untuk membentuk kemandirian anak. 2. Memperkaya khasanah penelitian komunikasi keluarga.

21 TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi dan Perubahan Perilaku Komunikasi Kita mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi (Mulyana, 2002). Hal ini sejalan dengan definisi komunikasi yang dinyatakan oleh Hovland, Janis dan Kelly (1953) dalam Rakhmat (2001) yaitu proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli (biasanya verbal) untuk mengubah perilaku individu lain (audience). Tujuan komunikasi menurut Effendy (2001) adalah mengubah sikap, opini, perilaku dan masyarakat. Sedangkan cara kerja untuk menimbulkan perubahan dalam diri seseorang bisa dilakukan: (1) menyampaikan informasi, (2) mengajar atau memberikan instruksi, (3) membujuk/mendesak, dan (4) dialog (Kincaid dan Schramm, 1987). Perubahan Perilaku Perubahan sikap dan perilaku memang tidak mudah dan perlu waktu lama karena prosesnya kompleks dan menyangkut komponen kognitif, komponen afektif dan komponen kecenderungan perilaku (Tarmudji, 2002). Komunikasi antar pribadi dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang karena bersifat dialogis. Masing-masing pihak menyadari dirinya sebagai pribadi yang dapat menerima dan juga dapat menyampaikan pesan sehingga terjadi suatu dialog antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya (Effendy, 1996). Behaviorisme melihat bahwa perilaku manusia dipelajari dengan membentuk asosiasi, artinya perilaku manusia terjadi melalui kebiasaan, refleksi, atau hubungan antara respon dan peneguhan yang memungkinkan dalam lingkungan. Dengan demikian, pada dasarnya perilaku manusia lebih ditentukan oleh lingkungan (Rakhmat, 2001). Dukungan terhadap behaviorisme ditunjukkan dengan lahirnya Teori Brofenbrenner (1979) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang tidak berdiri

22 8 sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya yang dibagi ke dalam beberapa lingkaran, yaitu : 1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran sistem mikro yang terdiri dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari ditemui oleh anak. 2. Lingkaran kedua adalah interaksi antar faktor-faktor di dalam sistem mikro (hubungan orang tua-guru, orang tua-teman, antar teman, guru-teman) yang dinamakannya sistem meso. 3. Di luar sistem mikro dan meso, ada lingkaran ketiga yang disebut sistem exo, yaitu lingkaran lebih luar lagi, yang tidak langsung menyentuh pribadi anak, akan tetapi masih besar pengaruhnya, seperti keluarga besar, polisi, dokter, koran, televisi, dan sebagainya. 4. Akhirnya, lingkaran yang paling luar adalah sistem makro, yang terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat, budaya dan sebagainya.. Salah satu Teori Belajar yang dapat menjelaskan proses belajar seorang individu melalui lingkungannya adalah Teori Belajar Sosial yang dikemukakan oleh Bandura (1995). Senada dengan pandangan behaviorisme, Bandura menyatakan bahwa manusia menciptakan atau membentuk suatu perilaku melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Bandura dan teori Brofenbrenner, salah satu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap proses belajar sosial seseorang adalah keluarga melalui komunikasi interpersonal. Oleh karena itu, keluarga sebagai lingkungan pertama bagi seorang anak, akan memegang peranan penting dalam proses belajar sosial serta membentuk perilaku dan kepribadiannya. Keluarga Hakikat Keluarga Secara tradisional keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama. Galvin dan Brommel (1991) dalam Tubbs dan

23 9 Moss (2001) menyatakan bahwa keluarga adalah jaringan orang-orang yang berbagi kehidupan mereka dalam jangka waktu yang lama, yang terikat oleh perkawinan, darah atau komitmen, legal atau tidak, yang menganggap diri mereka sebagai keluarga dan yang berbagi pengharapan-pengharapan masa depan mengenai hubungan yang berkaitan. Orang tua dan anak adalah jaringan yang terikat oleh hubungan darah. Orang tua mempunyai harapan-harapan tertentu pada anak-anaknya. Mussen et al. (1989) mengemukakan bahwa orang tua mempunyai tujuan khusus dan umum untuk anak-anak mereka yang meliputi nilai moral, pengetahuan dan standar perilaku yang harus dimiliki anak bila sudah dewasa. Orang tua mencoba berbagai cara untuk mendorong anak mencapai tujuan tersebut. Orang tua menggunakan diri sebagai panutan, memberi hukuman, menjelaskan harapan dan kepercayaan kepada anak-anak untuk dapat memiliki lingkungan yang baik, mencarikan teman sebaya dan sekolah untuk mencapai tujuan mereka. Sebagai sebuah lembaga, keluarga mempunyai karakteristik dan fungsi tertentu. Di antara fungsi keluarga adalah: (1) merawat anak-anak, (2) menghasilkan pertumbuhan kepribadian agar anak berhasil dalam lingkungan sosial, dan (3) memenuhi kebutuhan emosional setiap anggota keluarga (Day et al., 1995). Vembrianto (1993) menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah memelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multi fungsi. Fungsi sosialisasi, pendidikan keagamaan, perlindungan, rekreasi dan kontrol sosial dilakukan oleh keluarga namun karena proses industrialisasi, urbanisasi dan sekularisasi maka keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi-fungsi tersebut. Fungsi utama keluarga yang tetap melekat yaitu melindungi, memelihara, sosialisasi dan memberikan suasana kemesraan bagi anggotanya. Para ahli memandang keluarga sebagai suatu sistem yang menekankan hubungan antar anggotanya. Virginia Satir dalam Tubbs dan Moss (2001) membedakan sistem keluarga tertutup dengan sistem keluarga terbuka. Dalam

24 10 suatu sistem tertutup, komunikasi tidak langsung, tidak jelas, tidak spesifik, tidak sebangun, mengganggu pertumbuhan, aturan-aturan tertutup dan usang, orangorang menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan aturan-aturan. Dalam sistem yang terbuka, komunikasi langsung, spesifik, sebangun dan mendorong pertumbuhan, aturan-aturan terbuka dan baru, berubah bila kebutuhan muncul. Para peneliti telah mengembangkan model interaksi dalam keluarga yang disebut circumplex model of family interaction untuk menjelaskan fungsi efektif dan disfungsi dalam sistem keluarga. Model tersebut memiliki tiga elemen dasar, yaitu kemampuan beradaptasi, kohesi dan komunikasi. Kemampuan beradaptasi adalah kemampuan yang dimiliki sebuah keluarga untuk mengubah dan merespon perubahan struktur tugas atau peran. Kohesi berkaitan dengan ikatan emosional dan perasaan akan kebersamaan. Komunikasi merupakan penentu apakah suatu keluarga termasuk kohesif atau adaptable, dan komunikasi menjaga keberlangsungan keluarga sebagai suatu sistem (Beebe, 1999). Berbagai perubahan dan tekanan yang terjadi dalam keluarga seperti perkembangan yang terjadi pada anak-anak, kemunduran ekonomi dan perceraian menuntut kemampuan keluarga untuk menyesuaikan diri. Keluarga yang sulit menyesuaikan diri mereka dengan setiap perubahan yang terjadi dianggap kaku. Bochner dan Eisenberg (1987) dalam Moss dan Tubbs (2001) memandang kemampuan beradaptasi lebih penting daripada kohesi bagi berjalannya sebuah keluarga. Peran Keluarga dalam Perkembangan Anak Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang ada di dalam diri anak sendiri dan faktor lingkungan (Welis, 1994 dalam Kandoli, 2000). Lingkungan dibedakan menjadi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berupa alam dan benda ciptaan manusia. Lingkungan sosial adalah lingkungan yang berwujud manusia yang merupakan masyarakat di mana mereka berinteraksi (Purnomo, 1990 dalam Kandoli, 2000). Lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan

25 11 yang pertama karena di dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan dan juga karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga (Hasbullah, 1999). Sedangkan menurut Amal (1990) dalam masyarakat modern dan industrial sumber pengetahuan yang utama bagi anak tidak lagi hanya keluarga tetapi juga sekolah (pendidikan formal), teman sebaya (peer group), guru, buku dan media massa. Keluarga merupakan wadah bagi seorang anak untuk mengenal segala macam norma kehidupan. Peran keluarga adalah sebagai peletak dasar bagi pola pengembangan kepribadian yang dimiliki seseorang. Di dalam keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya di kemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spiritual. Elkin dalam Dimmick (1987) berpendapat bahwa keluarga mempunyai peran dominan dalam perkembangan ciri kepribadian dasar dan sikap-sikap serta nilai-nilai sosial lainnya. Dengan demikian, keluarga mempunyai pengaruh yang paling banyak terhadap perkembangan dan kehidupan sosial anak. Sebagai lingkungan pertama tempat anak belajar bersosialisasi, keluarga memiliki peran besar dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Hurlock (1991) keluarga memberi sumbangan besar dalam perkembangan anak, yaitu dalam hal: (1) memberi rasa aman karena menjadi anggota yang stabil, (2) memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis, (3) sumber kasih sayang dan penerimaan, (4) memberi contoh dan pengembangan pola perilaku yang disetujui, (5) memberi bantuan pemecahan masalah, (6) memberi bimbingan dan bantuan dalam mempelajari berbagai ketrampilan, (7) memberi stimulus untuk memperoleh keberhasilan di sekolah dan kehidupan sosial, (8) memberi bantuan dalam menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuan, dan (9) sebagai sumber persahabatan hingga mereka mendapat teman di luar rumah atau ketika tidak ada teman. Menurut Ahmadi (1999) faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah: (1) keutuhan keluarga, berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri sejak tahun 1938 ditemukan ada hubungan antara keluarga tidak utuh dengan gejala kenakalan pada

26 12 anak, (2) kondisi sosial ekonomi keluarga, berdasarkan penelitian eksperimental yang dilakukan Prestel dan Hetzer di Jerman (Ahmadi, 1999) disimpulkan bahwa kondisi sosial ekonomi yang sangat tinggi dan sangat rendah mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak. Keluarga kaya mampu menyediakan kebutuhan materiil bagi anak-anaknya tetapi tidak berarti anak-anak berkembang dengan wajar. Keluarga miskin juga terlalu sibuk mencari nafkah sehingga perhatian terhadap anak berkurang, (3) besar kecilnya keluarga, anak dari keluarga besar lebih toleran karena sudah biasa bergaul dengan orang lain, (4) status anak, berdasarkan penelitian tentang perkembangan sosial anak tunggal dan anak yang bersaudara didapatkan hasil bahwa anak tunggal mengalami hambatan dalam perkembangan sosial karena tidak biasa bergaul dengan anak-anak sebaya, dan (5) pola asuh orang tua, makin otoriter orang tua makin berkurang ketidaktaatan tetapi makin banyak timbul ciri pasif, kurang inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan penakut, sedangkan anak dari orang tua demokratis menunjukkan ciri berinisiatif, tidak takut, lebih giat, lebih bertujuan tetapi memberi kemungkinan berkembang sifat-sifat tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri. Zelditch dalam Gordon (1978) menyebutkan dua peran orang tua yaitu: (1) instrumental, yang dilakukan oleh bapak/suami dalam kepemimpinan di bidang ekonomi dan pembuatan keputusan sekaligus figur otoritas, dan (2) ekspresif/emosional yang biasanya dijalankan ibu/istri dalam pengungkapan kasih sayang, dukungan dan kedamaian. Kedua peran tersebut dijalankan oleh keluarga yang juga merupakan institusi dasar dalam rangka membentuk individu bertanggung jawab, mandiri, kreatif dan hormat melalui proses sosialisasi terus menerus kepada anak-anaknya. Orang tua bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan emosi anak. Agar seorang anak dapat berkembang wajar secara psikososial, anak perlu mendapat perhatian, pengertian, rasa aman, penghargaan dan penerimaan dari kedua orang tuanya. Menurut Suwondo (1981) dalam Kandoli (2000) yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara rohani, jasmani maupun sosial adalah orang tuanya. Sedangkan Gunarsa (1990) menyatakan bahwa secara khusus ibu berperan penting dalam upaya

27 13 pemenuhan kebutuhan emosi anak melalui perhatian dan sikap dalam berinteraksi serta berkomunikasi dengan anak karena ibu merupakan sosok yang dekat dengan anak dan berperan sebagai pelindung dan pengasuh utama. Keluarga Orang Tua Tunggal Galvin dan Brommel dalam Arliss (1999) menunjukkan bahwa bentuk keluarga telah berubah, yang salah satunya ditandai dengan meningkatnya jumlah single parent family. Balson (1999) mengungkapkan bahwa peristiwa khas yang menimpa keluarga ini berkaitan dengan emosi dan penyesuaian diri. Ditambahkan oleh Ahmadi (1999), tidak hadirnya salah satu orang tua, karena kematian atau perceraian, berpengaruh terhadap perkembangan anak. Berdasarkan penelitian para psikolog, anak-anak dari keluarga yang tidak utuh memperoleh nilai psikologis yang rendah terutama dalam hal fleksibilitas, penyesuaian diri, pengertian akan orang dan situasi di luarnya, dan pengendalian diri. Kebanyakan orang tua tunggal adalah perempuan sehingga riset difokuskan pada tidak adanya ayah dalam keluarga. Meskipun orang tua tunggal cenderung mempunyai banyak masalah seperti konflik antara tanggung jawab pekerjaan dan rumah tangga, peran yang terlalu berat, tekanan karena harus membuat keputusan sendiri, menemukan waktu yang cukup untuk anak dan kehidupan pribadi mereka, kebutuhan fasilitas perawatan anak yang cukup dan isolasi sosial, kita tidak bisa menganggap bahwa keluarga orang tua tunggal adalah unit yang disfungsional. Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang tua tunggal berfungsi secara efektif ( Nock, 1987). Hubungan Orang Tua Tunggal dan Anak Perceraian menghilangkan hak anak untuk mendapatkan pengasuhan dari dua orang tua. Hak asuh yang diberikan kepada ibu berarti kurangnya interaksi anak dengan ayahnya. Menurut Landis dalam Ihromi (1999) dampak lain dari perceraian bila anak berada dalam pengasuhan dan perawatan ibu adalah meningkatnya perasaan dekat anak dengan ibu serta menurunnya jarak emosional terhadap ayah.

28 14 Untuk mengisi kekosongan model peran karena anak hanya tinggal dengan satu orang tua, orang tua tunggal mencarikan tokoh pengganti yang bisa diambil dari dalam atau luar keluarga. Lewat interaksi dengan tokoh pengganti itu, anak bisa mempelajari hal-hal yang tidak didapatkan dari orang tuanya (Chairani dan Nurachmi, 2002). Para peneliti menemukan kecenderungan bahwa orang tua tunggal lebih terbuka pada anak, dengan keseimbangan yang lebih besar, lebih sering berinteraksi dan kohesi meningkat (Weiss dalam Nock, 1987). DeWitt dalam Chairani dan Nurachmi (2002) menyatakan bahwa dalam keadaan sulit sekalipun, orang tua tunggal tetap berusaha membantu anakanaknya menghadapi emosinya dengan menyediakan waktu bagi anak untuk mengungkapkan perasaannya. Orang tua tunggal mengakui perasaan terluka anaknya dan membiarkan anak menumpahkan amarahnya karena anak sedang memerlukan dukungan lebih banyak dari sebelumnya. Jika anak masih terlalu kecil, ibu akan memeluk untuk memberikan perasaan aman. Jika anak cukup besar, orang tua bisa mengajak bicara sesuai daya tangkapnya tentang kondisi keluarga. Orang tua bisa mengemukakan apa yang dirasakan dan apa saja harapannya dan bagaimana anak bisa membantunya. Jika cara itu dilakukan bisa menumbuhkan harga diri anak. Selain itu, anak bisa diajak bersama-sama menunjukkan kepada masyarakat bahwa sekalipun keluarga tidak lengkap tetapi bisa lebih baik dari keluarga yang utuh sehingga anak bisa belajar mensyukuri apa yang diperoleh. Pada saat keadaan emosi anak masih labil orang tua berusaha sedapat mungkin menciptakan suasana rumah yang stabil. Berbeda dengan hal tersebut, beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang tua tunggal tidak mengawasi anak-anaknya seperti yang terjadi pada keluarga utuh. Survai yang dilakukan terhadap para murid SMU yang berasal dari keluarga orang tua tunggal melaporkan bahwa sedikit orang tua tunggal yang mengetahui di mana anak berada sepulang sekolah dan bagaimana anak bersekolah dibanding keluarga dengan dua orang tua. Perbedaan ini tampak pada beberapa tingkat status sosial ekonomi ( Astone dan Mc. Lanahan dalam Cherlin, 2002).

29 15 Menurut sejumlah psikolog, orang tua tunggal sering kali terjebak dengan menjadikan anak sebagai mitra yang sama kedudukannya. Akhirnya, anak lakilaki terjebak menjadi lelakinya keluarga, anak perempuan menjadi ibu bagi adikadiknya. Fenomena ini biasanya terjadi secara alami, bukan karena pilihan sadar dari orang tua. DeWitt dalam Chairani dan Nurachmi (2002) berpendapat bahwa anak harus menyadari tanggung jawabnya pada keluarga adalah sebagai seorang anak atau kakak. Anak membantu orang tua dalam kehidupan sehari-hari tetapi mereka tidak menggantikan peran ayah atau ibu mereka yang hilang. Orang tua tunggal memperluas jaringan pergaulan pertemanan yang bisa memberikan dukungan tambahan untuk bantu membantu. Orang tua tunggal yang didukung lingkungan seperti itu biasanya secara mental dan fisik merasa lebih baik. Orang tua tunggal tidak perlu berambisi menjadi orang tua sempurna. Orang tua bisa menunjukkan kepada anak bahwa pada saat-saat tertentu boleh saja kita minta pertolongan seseorang (Chairani, 2002). Rasa bersalah ibu atas perceraian mengakibatkan ibu berbuat banyak hal untuk anak bahkan membiarkan kehidupannya dikontrol oleh anak-anaknya. Penyesuaian yang dilakukan ibu sebagai orang tua tunggal akan menimbulkan masalah jika ia merasa bertanggung jawab secara berlebihan terhadap anakanaknya. Para ibu sering berupaya untuk berperan sebagai ibu sekaligus sebagai ayah dengan mengambil banyak tanggung jawab sehingga anak memikul sedikit tanggung jawab (Balson, 1999). Menurut Clemes dan Bean (2001) seorang anak yang bertindak tanpa tanggung jawab akan lebih banyak mengalami hukuman dan kritik sehingga rasa harga dirinya merosot dan ia juga akan mengembangkan sikap negatif terhadap kehidupan. Permasalahan yang dihadapi Orang Tua Tunggal Banyak masalah yang dihadapi oleh ibu sebagai orang tua tunggal. Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat, masalah yang paling menonjol adalah pendapatan rendah dan konflik yang berlanjut dengan mantan pasangan. Rendahnya atau menurunnya pendapatan karena tidak ada bantuan dari ayah atau dukungan keuangan lain membuat anak dari orang tua tunggal menghadapi resiko putus sekolah Bahkan jika pendapatan orang tua turun hingga di bawah garis

30 16 kemiskinan maka anak lak-laki menunjukkan masalah penyimpangan perilaku (Mc. Lanahan dan Sandetur dalam Cherlin, 2002). Masalah lain yang muncul adalah menurunnya kemampuan sebagai orang tua yang ditunjukkan dengan menurunnya emosi secara tajam, berkurangnya hubungan yang menyenangkan antara anak dan orang tua, menurunnya perhatian pada kebutuhan dan keinginan anak serta kurangnya komunikasi dan interaksi dengan anak. Ibu sebagai pemegang hak asuh anak mengalami stress sehingga menjadi sering marah, jengkel dan depresi. Kondisi ini menimbulkan beberapa kesulitan terutama dalam memberikan dukungan emosional kepada anak yang juga mengalami kesedihan akibat perceraian orang tua. Selain itu, orang tua tunggal menjalankan pola pengasuhan yang kurang konsisten terutama dalam penerapan disiplin kepada anak. Tahap ini oleh para psikolog disebut authoritative parenting (Wallerstein dan Kelly dalam Cherlin, 2002). Pengaruh Keluarga Orang Tua Tunggal terhadap Perkembangan Anak Seorang ibu yang mempunyai posisi sebagai single parent harus memegang dua peran sekaligus yaitu sebagai ibu yang harus mengasuh dan mendidik anak juga menggantikan figur bapak yang harus mencari nafkah. Teori pengasuhan ibu tunggal pada keluarga bercerai dan teori kesehatan mental dari Frankl (1972) mengemukakan bahwa seorang ibu tunggal sering mengalami ketimpangan dan kemiskinan dalam otoritas pengasuhan. Tidak adanya sosok seorang ayah menyebabkan ibu tunggal sering tidak konsisten dalam menjalankan disiplinnya. Hilangnya ayah sebagai sumber penghasilan keluarga menyebabkan ibu tunggal harus bekerja di luar rumah. Peran ganda yang dimainkan itu pada akhirnya tidak sesuai dengan waktu mengasuh anak, kondisi serta kemampuan yang dimilikinya. Tanpa disadari semua faktor tersebut menyebabkan ketimpangan dalam pola pengasuhan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan mental seorang anak. Kurangnya kehangatan dan perhatian yang diberikan oleh seorang ibu tunggal kepada anak menyebabkan anak tidak memiliki rasa aman di dalam dirinya. Kesibukan ibu bekerja membuat anak tidak mempunyai seorang ibu yang bisa diajak bercakap-cakap ataupun bertukar pendapat. Anak seringkali merasa

31 17 takut menghadapi masa depan dan mudah putus asa. Anak juga merasa tidak memiliki kebebasan dalam membuat pilihan penting serta mengalami kesulitankesulitan lain seperti pandangan negatif dari masyarakat sehubungan dengan perceraian kedua orang tua mereka (Mianda, 2002). Sering terjadi perbedaan pendapat mengenai dampak ibu bekerja terhadap pengasuhan anak. Sebagian besar masyarakat sering beranggapan bahwa status ibu bekerja selalu negatif akibatnya terhadap pengasuhan anak. Sedangkan yang lain mengemukakan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja justru menjadi sangat mandiri. Maccoby menyimpulkan dari beberapa penelitian bahwa bekerjanya ibu bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya perkembangan negatif pada anak (Amal, 1990). Mianda (2002) mengemukakan bahwa keadaan yang timbul dari fenomena single parent tersebut dapat berpengaruh secara timbal balik terhadap hubungan ibu dengan anaknya maupun hubungan anak dengan ibu. Ibu yang memikul dua peran mempunyai kasih sayang yang berlebihan kepada anaknya yang disertai kekhawatiran yang juga berlebihan sehingga mendorongnya memberikan perlindungan yang berlebihan (over protection). Ibu selalu ingin berbuat lebih banyak untuk anaknya. Apalagi kondisi yang menimpa anak itu akhirnya menimbulkan rasa kasihan ibu. Muncul ketakutan-ketakutan lainnya, seperti takut kalau anaknya menjadi minder terhadap teman-teman sebayanya dan yang lebih ekstrim adalah takut kalau anaknya dikucilkan oleh masyarakat atau lingkungan di mana mereka tinggal. Dengan adanya perlindungan yang berlebihan dari ibu mengakibatkan anak memiliki ketergantungan yang tinggi. Orang tua yang overprotective dan terlalu dominan menimbulkan rasa kurang percaya diri dan kurang mandiri pada anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Stendler dalam Ahmadi (1999) tentang sikap over protection dari orang tua yang menyebabkan anak sangat tergantung pada orang tua. Berkaitan dengan fenomena orang tua tunggal, Mianda (2002) menemukan kelompok anak dari orang tua tunggal yang berhasil menjadi anak percaya diri, tahan banting, tidak cengeng dan mandiri adalah yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak over protection. Satoto (1990) melihat interaksi ibu dan anak sebagai pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik dan stimuli keluarga mencakup

32 18 berbagai upaya keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. Karyadi (1988) mengungkapkan bahwa peran ibu selaku pengasuh dan pendidik anak di dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak secara positif maupun negatif karena dalam berinteraksi dengan anak sehari-hari ibu dapat memainkan berbagai peran yang secara langsung akan berpengaruh pada anak. Menurut Wahab (1980) seorang ibu merupakan pemeran utama dalam proses pembentukan pribadi dan proses sosialisasi anak. Sedangkan Scanzoni dan Scanzoni dalam Suleeman (1990) menganggap komunikasi ibu dan anak sebagai indikator untuk mengukur komunikasi orang tua dan anak karena ibu diasumsikan lebih banyak berada di rumah bersama anak-anak dari pada ayah. Ditambahkan oleh Rutter (1984) bahwa untuk perkembangan anak yang normal dibutuhkan pengasuhan ibu yang berkualitas. Satoto (1990) menegaskan bahwa faktor eksternal yang paling kuat pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak adalah interaksi ibu dan anak. Sebagian besar sosiolog dan psikolog percaya bahwa dua orang tua penting dalam keluarga dan berperan dalam perkembangan anak tetapi penelitian menunjukkan bahwa satu orang tua cukup untuk mengasuh anak. Keluarga dengan dua orang tua tidak menjamin anak-anak dapat menyesuaikan diri dengan baik kepada lingkungannya, cukup bergaul, kreatif dan produktif seperti halnya keluarga dengan satu orang tua tidak secara otomatis berarti sebaliknya. Beberapa anak dari orang tua tunggal menerima perhatian yang lebih baik dari pada anakanak lain dari keluarga utuh (Saxton, 1987). Masyarakat menggambarkan keluarga ideal adalah keluarga yang lengkap. Anak-anak yang diasuh orang tua tunggal kehilangan pengalaman hidup dalam suatu keluarga yang utuh. Anak dari keluarga tidak lengkap ini tidak selalu bermasalah ataupun merasa bermasalah. Hanya saja mereka merasa dirinya kurang dibandingkan teman-temannya dari keluarga lengkap (Chairani dan Nurachmi, 2002). Anak dari orang tua tunggal dapat tumbuh sehat jasmani dan rohani, moril dan materiil atas dukungan keluarga inti dan keluarga besar, juga lingkungan yang menerima tetapi semua memerlukan proses. Menurut Duncan, keluarga dengan

33 19 orang tua tunggal selalu terfokus pada kelemahan dan masalah yang dihadapi. Menurutnya, sebuah keluarga dengan orang tua tunggal sebenarnya bisa menjadi sebuah keluarga yang efektif seperti keluarga dengan orang tua utuh asalkan mereka tidak larut dalam kelemahan dan masalah yang dihadapinya (Kompas, 2005). Komunikasi dalam Keluarga Orang Tua Tunggal Komunikasi memainkan peran utama dalam penentuan kualitas kehidupan keluarga. Komunikasi dalam keluarga merupakan aspek penting karena setiap anggota keluarga terikat satu sama lain melalui proses komunikasi. Keluarga mengembangkan serangkaian pesan, perilaku dan harapan tertentu melalui proses komunikasi (Suleeman, 1990). Keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil dalam masyarakat mempunyai ciri dan bentuk komunikasi yang berbeda dengan kelompok sosial lainnya. Komunikasi dalam keluarga biasanya berbentuk komunikasi antar persona (face to face communication) intinya merupakan komunikasi langsung di mana masing-masing peserta komunikasi dapat memilih fungsi baik sebagai komunikator maupun komunikan (Effendi,1993). Dalam komunikasi interpersonal setiap anggota keluarga dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan-perasaan yang ada dalam diri mereka masing-masing (Suleeman, 1990). Pace dalam Cangara (2004) membedakan komunikasi antar-pribadi menjadi dua macam yaitu komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap-muka yang dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam situasi yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal. Sedangkan Croskey memasukkan peralatan komunikasi seperti telpon dan teleks sebagai saluran komunikasi antar pribadi sehingga timbul istilah komunikasi antar-pribadi yang bermedia dan yang berlangsung tatap-muka. Menurut DeVito (1997) keluarga dikategorikan dalam pola kesamaan di mana masing- masing pihak berkedudukan sama, saling percaya dan masing-

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (Kasus di Kota Yogyakarta) YUNI RETNOWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi dan Perubahan Perilaku Komunikasi Perubahan Perilaku

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi dan Perubahan Perilaku Komunikasi Perubahan Perilaku TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi dan Perubahan Perilaku Komunikasi Kita mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi (Mulyana, 2002). Hal ini sejalan dengan definisi komunikasi yang dinyatakan oleh

Lebih terperinci

Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta)

Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari 2008, Vol. 06, No. 1 Orang Tua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak (Kasus di Kota Yogyakarta) Y. Retnowati a), A.V.S. Hubeis b), Hadiyanto b)

Lebih terperinci

POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA)

POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA) POLA KOMUNIKASI ORANGTUA TUNGGAL DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK (KASUS DI KOTA YOGYAKARTA) Akademi Komunikasi Indonesia (AKINDO) Jl. Ketandan Wetan No. 30 Yogyakarta E-mail : yretnowati@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SITU BABAKAN JAKARTA SELATAN USMIZA ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA BAB II PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA 2.1 Keluarga Sejahtera Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Noorfi Kisworowati F 100 050 234

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan

KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian ini dimulai dengan melihat karakteristik orang tua tunggal dan KERANGKA PEMIKIRAN Kemandirian menentukan keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Kemandirian meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian anak ditandai dengan kemampuan berinisiatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya. A.1. Perkawinan Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan, maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan bersosialisasi dengan lingkungannya, keluarga, sekolah, tempat les, komunitas, dan lainlain. Manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

PERAN DUDA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA

PERAN DUDA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA PERAN DUDA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA (Studi Deskriptif Pada Duda Yang Ditinggal Istri Akibat Kematian Di Desa Mangaran Kecamatan Ajung Kabupaten Jember) WIDOWER ROLE IN MEETING THE NEEDS OF FAMILIES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE (Kasus pada Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah sangat asing terdengar. Sejak tercetusnya gerakan emansipasi wanita oleh R.A Kartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berperan aktif dalam pembangunan suatu negara. Sebagaimana dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses perkembangan peserta didik. Pendidikan juga sebagai sebuah upaya untuk mempersiapkan peserta didik

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu tempat dimana anak bersosialisasi paling awal, keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain. Keluarga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas hidup anak yang diwakili oleh dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan cerminan kualitas bangsa dan peradaban dunia. Pertumbuhan anak, dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR CAMAT BANYUASIN II KABUPATEN BANYU ASIN TESIS

ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR CAMAT BANYUASIN II KABUPATEN BANYU ASIN TESIS ANALISIS PENGARUH MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR CAMAT BANYUASIN II KABUPATEN BANYU ASIN TESIS Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi perkembangan penyesuaian diri individu. Keluarga juga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit terkecil masyarakat yang terjalin hubungan darah, ikatan

Lebih terperinci