LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Oleh : Tahlim Sudaryanto Rudy Sunarja Rivai Muchjidin Rachmat Henny Mayrowani Herman Supriyadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Khairina M. Noekman Jefferson Situmorang Erna Maria Lokollo Yuni Marisa Muhammad Iqbal Waluyo Valeriana Darwis Chaerul Muslim Yana Supriatna Roosganda Elizabeth Rizma Aldillah PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang dan Rumusan Permasalahan 1. Kemiskinan di pedesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, sebagian besar pelaku/petani menghadapi kendala dalam permodalan, baik modal yang dari sendiri maupun akses terhadap lembaga permodalan/finansial yang ada. Dalam mengatasi keterbatasan modal petani tersebut, pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kelompok tani/gapoktan. Pola BLM telah dimulai sejak tahun 2000 dan berlanjut sampai dengan tahun 2008 melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dan berlanjut dalam tahun Untuk penyempurnaan pelaksanaan PUAP tahun 2009 dan selanjutnya diperlukan kegiatan: (a) penentuan target group penerima PUAP 2009, dan (b) mengevaluasi kegiatan PUAP sebelumnya. 3. Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, permasalahan permodalan merupakan kendala utama yang dihadapi petani. Dalam mengatasi keterbatasan modal petani tersebut, pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kelompok tani/gapoktan, melalui program PUAP. Program PUAP telah dilaksanakan sejak tahun Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan program PUAP dapat dibagi dua, yaitu : Pertama, menentukan calon lokasi desa PUAP dan Kedua adalah implementasi dari pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Tujuan Analisis : 4. Penelitian ini bertujuan (1) Pemantapan desa calon lokasi program PUAP Tahun 2009; (2) Melakukan evaluasi kinerja dan dampak awal dari pelaksanaan dana BLM PUAP tahun 2008; (3) Mencari input rekomendasi untuk pelaksanaan BLM PUAP selanjutnya. Metoda Penelitian 5. Modal finansial merupakan aspek dan masalah yang sangat penting dalam produksi pertanian. Sebagian besar petani dengan usaha kecil, umumnya terkendala oleh ketersediaan modal untuk usaha. Dengan keterbatasan aksesnya terhadap perbankan, menyebabkan modal usaha menjadi masalah besar dalam keberlanjutan dan keberhasilan usahanya. iii

3 Untuk itu, program PUAP mencoba mengatasi masalah dana dengan cara menyalurkan dana kepada petani melalui kelompok tani/gapoktan. Dana PUAP pada prinsipnya hanya sebagai stimulus dalam menggerakkan usaha tani petani yang kemudian dikelola melalui LKM. 6. Dengan ketersediaan berbagai aspek yang dibutuhkan petani dalam usaha pertaniannya diharapkan produktivitas dan pendapatan petani meningkat sehingga bisa mengembangkan usaha mereka yang dapat menyerap tenaga kerja pedesaan dan mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan. Dampak secara keseluruhan dan spesifik dari program PUAP belum bisa terlihat, namun untuk dapat memberikan masukan dalam perbaikan perencanaan dan implementasi program PUAP ke depan, dampak awal PUAP bisa dilihat dari kinerja pengembangan usaha agribisnis, serta sampai sejauh mana PUAP bisa menyerap tenaga kerja pedesaan dan manfaatnya bagi pembangunan ekonomi perdesaan. 7. Evaluasi kinerja pada kajian ini ditekankan pada Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan melalui kelembagaan Gapoktan, sesuai dengan sasaran program PUAP. Indikator kinerjanya dapat dikemukakan sebagai berikut : Input adalah kegiatan dan sumberdaya/dana yang dibutuhkan agar keluaran sesuai dengan apa yang diharapkan. Output adalah sesuatu yang langsung diperoleh/dicapai dari pelaksanaan kegiatan. Untuk memperoleh Output dari Input harus melalui suatu Proses. Dari output dihasilkan Outcomes, Outcomes adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya sesuatu keluaran. Benefit/Manfaat diperoleh dengan berfungsinya keluaran secara optimal. Setelah keluaran berfungsi secara optimal, pengaruh yang timbul dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan atau gambaran aspek makro tujuan proyek/kegiatan secara sektoral, regional maupun nasional (Dampak). 8. Penentuan lokasi PUAP 2009 didasarkan kepada usulan dari (1) Pemerintah daerah; (2) Aspirasi masyarakat dan (3) Program Departemen Pertanian. Ketiga sumber usulan desa calon lokasi desa PUAP tersebut, kemudian dioverlay dengan daftar desa PUAP 2008, setelah itu diverifikasi dengan Permendagri nomor 6 tahun 2008 tentang Data Wilayah. Kemudian menentukan kuota masing-masing kabupaten/kota. Selanjutnya adalah menetapkan desa yang sudah dioverlay dan diverifikasi tersebut kedalam kuota masing-masing kabupaten/kota. Lokasi Penelitian dan Responden 9. Untuk mencapai tujuan evaluasi PUAP, penelitian dilakukan pada tujuh agro ekosistem (AEZ) di enam provinsi. Komoditi yang dianalisis sebanyak lima komoditi atau subsektor yang tersebar di enam provinsi. Lokasi penelitian meliputi agro ekosistem lahan sawah irigasi teknis, lahan kering dataran rendah iklim kering, lahan kering dataran rendah iklim basah, lahan kering dataran tinggi iklim kering, lahan kering dataran tinggi iklim basah, lahan gambut dataran rendah dan lahan pasang surut dataran rendah iklim basah. 10. Pada setiap provinsi dipilih beberapa kabupaten yang mewakili komoditi atau subsektor yang akan di analisis, dan tergantung pada sebaran komoditi dominan pada masing-masing gapoktan Pada tiap kabupaten iv

4 dipilih 2 kecamatan, dan tiap kecamatan dipilih 1 desa penerima BLM PUAP yang sesuai dengan rencana komoditi yang akan dianalisis. Secara keseluruhan lokasi penelitian meliputi tujuh agroekosistem pada enam provinsi, 11 kabupaten, 22 kecamatan dan 22 desa peserta PUAP. Lokasi penelitian dilakukan pada desa PUAP Data primer dikumpulkan melalui wawancara kelompok (FGD) dengan pengurus dan anggota Gapoktan, penyuluh pendamping, pendamping mitra tani, dinas terkait dan aparat pemerintah daerah. Wawancara secara individu rumah tangga dilakukan secara acak mencakup 10 rumah tangga petani dalam setiap gapoktan yang diwawancarai, untuk mengumpulkan data karakteristik usaha dan pendapatan keluarga. Secara keseluruhan terdapat 220 responden keluarga petani yang diwawancarai dengan kuesioner terstruktur. Hasil Penelitian 12. Seperti pada PUAP 2008, dalam PUAP 2009 juga terdapat kriteria desa PUAP yang harus dipenuhi dalam mengusulkan calon desa PUAP, yaitu : (1) Desa miskin/ tertinggal yang mempunyai potensi pertanian; (2) Terdapat kelembagaan Gapoktan/ Poktan; (3) Desa yang belum menerima dana BLM PUAP tahun 2008; (4) Memiliki sumberdaya manusia yang memadai. Berdasarkan kriteria tersebut, maka semua usulan calon desa dari : (1) Aspirasi Masyarakat sebanyak Desa; (2) Pemerintah Kabupaten/Kota: Desa dan (3) Eselon I lingkup Deptan: Desa. 13. Dari jumlah usulan calon desa PUAP 2009, kemudian dilakukan verifikasi terhadap semua usulan tersebut berdasarkan pada kriteria desa PUAP sebagaimana yang diuraikan diatas, terutama overlay dengan PUAP 2008 dan Selain itu untuk kebenaran nomenklatur dan keberadaan desa di masing-masing kabupaten/kota, dilakukan overlay dengan Kepmendagri nomor 6 tahun 2008 tentang Data Wilayah. Hasil dari verifikasi tersebut adalah sebagai berikut : (1) Aspirasi Masyarakat: Desa; (2) Kabupaten/Kota : Desa dan (3) Eselon I lingkup Deptan : 623 Desa 14. Setelah melakukan overlay menghasilkan beberapa daftar nama desa baru yang ternyata masih ada yang overlay dengan PUAP 2008 dan diragukan keberadaannya pada kabupaten atau kota. Oleh karena itu dilakukan iterasi kedua, yaitu overlay terhadap 2008 dan verifikasi tentang keberadaan desa dengan Tim teknis kabupaten/kota. Dalam waktu yang relatif singkat, pengerjaan iterasi kedua ini belum sempurna, karena banyaknya data yang harus diverifikasi dan overlay. Hasil dari penetapan kuota desa tersebut merupakan atau menjadi bahan dalam penetapan Kepmentan nomor 1192/Kpts/OT.160/3/2009, tanggal 20 Maret 2009 adalah sebagai berikut ; (1) Aspirasi Masyarakat : Desa; (2) Kabupaten/Kota ; Desa; (3) Eselon I lingkup Deptan : 620 Desa. 15. Setelah Kepmentan nomor 1192 tahun 2009 diterbitkan kemudian muncul respon dari beberapa kabupaten/kota yang mengatakan terdapat beberapa kesalahan sebagai berikut : (1) Berimpit dengan desa 2008 : 139 desa; (2) Double dengan 2009: 64 desa; (3) Nama desa tidak ada: v

5 51 desa; (4) Desa salah kabupaten: 5 desa dan (5) Desa tidak potensi pertanian : 12 desa, sehingga jumlah seluruhnya 271 desa. Selain itu terdapat dua kabupaten/kota yang mengundurkan diri, yaitu kota Bogor di Jawa Barat (24 kelurahan) dan kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat (15 desa). 16. Selain dari dua kabupaten/kota yang membatalkan PUAP 2009, terjadi kesalahan nama desa kaitannya dengan pengusulan Gapoktan. Jumlah dan nama desa yang telah ditetapkan Kepmentan nomor 1192 tahun 2009, tidak sesuai dengan nama desa dan gapoktan yang diusulkan oleh Bupati/Walikota. Ketidaksesuaian Kepmentan 1192/2009 dengan SK Bupati/ Walikota adalah berbeda jumlah desa (berlebih atau kurang) dan nama desa yang diusulkan. Jumlah desa/gapoktan yang tidak sesuai dengan Kepmentan 1192/2009 adalah 192 desa, sehingga total desa yang perlu diperbaiki dari Kepmentan 1192/2009 sebanyak 463 desa. Perbaikan 463 desa sudah diselesaikan dengan menerbitkan Kepmentan nomor 3601/Kpts/OT.140/10/2009. Kinerja Masukan (input) : 17. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian nomor 1192/Kpts/OT.160/3/2009 dan nomor 3601/Kpts/OT.140/10/2009 telah ditetapkan sebanyak lokasi desa program PUAP 2009 yang tersebar di 33 provinsi, 417 kabupaten/kota, dan kecamatan. Sumber usulan calon lokasi desa program PUAP terdiri dari pemerintah daerah kabupaten/kota, aspirasi masyarakat dan program Departemen Pertanian. Proses penetapan desa PUAP yang memakan waktu lama (Kepmentan nomor 3601, tahun 2009), menyebabkan terlambatnya penyaluran dana BLM PUAP ke Gapoktan, yang mengakibatkan mundurnya proses persiapan di pusat dan daerah. 18. Semua usulan calon lokasi desa PUAP 2009 yang disampaikan ke Pelaksana PUAP Pusat, belum seluruhnya memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, termasuk nomenklatur, hirarki wilayah dan tidak mengulang usulan desa Akibatnya Kelompok Kerja Identifikasi Desa bekerja ekstra berat termasuk harus melakukan verifikasi kembali ke daerah yang memakan waktu dan tenaga cukup banyak. Sehingga penetapan desa PUAP 2009 menjadi mundur, yang berakibat proses persiapan selanjutnya tertunda, termasuk menghambat proses usulan dana pendamping di daerah. 19. Walaupun sosialisasi telah dilaksanakan pada seluruh lokasi penelitian, tetapi pemahaman masyarakat sasaran terhadap program PUAP masih beragam. Demikian pula pelatihan dan workshop yang diselenggarakan belum memberikan pemahaman dan keterampilan yang memadai untuk sebagian besar Pendamping Mitra Tani (PMT), Penyuluh Pendamping dan Tim Teknis Kabupaten, yang disebabkan waktu, dana, materi dan profesionalisme nara sumber kurang, serta kurang atau tidak adanya dana pendamping (kurangnya insentif dan dana operasional bagi pelaksana). 20. Pengembangan agribisnis bagi petani sasaran banyak menghadapi berbagai masalah dan kendala, diantaranya penetapan lokasi desa PUAP yang tidak sesuai dengan kriteria, prasarana irigasi yang kurang vi

6 terpelihara, terbatasnya jalan usahatani/produksi, ketersediaan pupuk kimia bersubsidi terbatas, tingginya serangan hama dan penyakit tanaman, kurang tersedianya benih dan bibit unggul nasional yang berkwalitas, keterampilan petani dalam budidaya tanaman/ternak rendah, kekurangan pakan hijauan ternak, belum terlaksana integrasi tanaman ternak dengan baik, pengusahaan lahan usahatani tanaman pangan dan hotikultura yang kecil, skala pengolahan hasil pertanian yang belum optimal serta masih menggunakan cara tradisional, dan kekurangan bahan baku. BPTP belum dioptimalkan sebagai Nara Sumber inovasi teknologi dan kelembagaan, sebatas perpanjangan tangan dari Pelaksana PUAP Pusat. 21. Kinerja penggunaan dana BLM PUAP dan perkembangan Gapoktan beragam tergantung dari kondisi awal pembentukan Gapoktan. Kinerja Gapoktan yang baik dan maju umumnya adalah Gapoktan yang berasal dari kelompok tani bekas binaan program sebelumnya seperti Primatani, P4K, Pidra, Desa Mandiri Pangan, kelompok tani BLM lainnya. Pada Gapoktan ini kelembagaan Gapoktan telah mantap, program kerja telah terbangun dan penyuluh pembina telah dipersiapkan dengan baik sehingga pelaksanaan pengembangan agribisnis dapat di laksanakan dengan baik. Sedangkan pada Gapoktan bentukan baru penggunaan dana BLM PUAP terkesan hanya bagi bagi bantuan saja, yang disebabkan rendahnya kwalitas SDM pengurus Gapoktan. Kinerja Proses: 22. Selain kurangnya dana operasional bagi tim teknis kabupaten, tim teknis kecamatan dan peyuluh pendamping (terbatasnya dana pendamping), seringnya terjadi mutasi personil dalam struktur organisasi pemerintah daerah, yang menyebabkan perubahan personil tim teknis dan penyuluh pendamping. Akibatnya petugas yang baru belum memahami dan terampil dalam melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan PUAP dilapangan. 23. Hubungan baik PMT dengan tim pembina (BPTP), tim teknis kabupaten dan penyuluh pendamping memperlancar pelaksanaan tugas PMT, terutama dalam menyiapkan laporan reguler. Banyak PMT masih kesulitan dalam menyusun format rekapitulasi laporan keuangan, karena dinamisnya cash flow keuangan Gapoktan/LKM dan belum adanya standar program (soft file) sistim pengelolaan keuangan yang dapat digunakan. Di luar Pulau Jawa, ada beberapa PMT yang kesulitan dalam memanfaatkan jaringan internet untuk mengirim e-form laporan reguler. 24. PMT merasa kesulitan dalam melakukan pembinaan dan bimbingan teknis sistim keuangan untuk pengelolaan dana BLM PUAP Gapoktan/LKM. Kesibukan PMT dalam pembinaan dan bimbingan teknis keuangan, menyebabkan terbatas waktunya untuk melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pengembangan agribisnis dan ekonomi usaha perdesaan. Cakupan wilayah kerja PMT yang beragam, dan luasnya wilayah binaan, baik dari segi jumlah Gapoktan (Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah) maupun penyebarannya (terutama diluar Pulau Jawa). vii

7 25. Kesulitan penyuluh pendamping dalam melakukan pendampingan dan bimbingan teknis dilapangan, selain disebabkan keterbatasan dalam pengetahuan dan keterampilan, juga insentif, sarana (komputer dan motor) dan biaya operasional yang kurang memadai. Terutama bagi penyuluh pendamping yang tidak tinggal di desa tempat kerjanya dan mempunyai wilayah kerja lebih dari satu desa atau luasnya wilayah kerja desa binaannya. 26. Tim Pembina (tingkat Provinsi) dan Tim Teknis (tingkat kabupaten dan kecamatan) sudah memberikan pembinaan dan arahan yang baik dan bijaksana sesuai dengan ketentuan dan peraturan PUAP Pusat, dan direspon baik oleh Gapoktan dalam implemetasi dan ketentuan pelaksanaan dilapangan. Hal ini terbukti dalam realisasi penyaluran dana BLM PUAP ke petani/anggota. Sehingga penyaluran dana BLM bervariasi ada yang sudah 100 persen, dan kebanyakan berkisar persen, terendah di Kalimantan Tengah baru mencapai persen. 27. Belum semua Gapoktan memiliki unit usaha simpan pinjam, kalaupun Gapoktan sudah memiliki unit atau seksi usaha simpan-pinjam, tetapi mereka belum seluruhnya menguasai pengelolaan keuangan termasuk sistim pembukuan yang standar. Belum signifikan Gapoktan yang dapat mengembangkan modal usahanya diluar dana BLM PUAP, hanya ada beberapa saja yang telah berhasil. Kebanyakan Gapoktan mematok bunga pinjaman satu persen per bulan, dan hal ini sudah cukup membantu kebutuhan anggota untuk pengadaan input usahatani. 28. Di beberapa Gapoktan pengelolaan dana BLM dilakukan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk khusus untuk mengelola dana tersebut (seperti di Sumatera Barat dan beberapa Gapoktan lainnya). Sedangkan sebagian besar lainnya, pengelolaan dana cukup (hanya) dikelola oleh Bendahara Gapoktan (melalui kegiatan seksi usaha simpan pinjam). Keberadaan LKM sangat tergantung dari peran dinas teknis (pemerintah daerah) tim pembina dan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk mengarahkan, melatih dan pembinaan kearah terbentuknya LKM. Model LKM/UKM berkembang lebih baik, terutama dalam menjaring dana diluar BLM PUAP, termasuk memberikan produk jasa perbankan lainnya dengan sistim bunga yang kompetitif (LKMA Penampung Prima, di Kabupaten Agam, Sumatera Barat). 29. Tersalurnya dana BLM PUAP tahun 2008 ke rekening Gapoktan umumnya pada bulan November - Desember Akibat keterlambatan realisasi dana tersebut menyebabkan sebagian realisasi dana tidak sesuai dengan rencana (RUA, RUK dan RUB). Penggunaan dana disesuaikan dengan situasi kebutuhan pada saat dana disalurkan atau dimanfaatkan oleh petani/peserta PUAP. Perubahan tersebut tanpa didukung oleh berita acara revisi RUA, RUK dan RUB. 30. Sebagian besar pemanfaatan dana digunakan untuk penyediaan pupuk (pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan), bibit atau benih, dan bakalan sapi/domba. Pada beberapa Gapoktan yang relatif maju (misalnya telah terbentuk LKM) dana PUAP juga dimanfaatkan untuk pengembangan usaha industri rumahtangga pangan atau pemasaran hasil pertanian bagi wanita/istri petani (sering disebut Bakulan). viii

8 Pemanfaatan dana untuk menambah modal usaha pengolahan hasil pangan di Sumatera Barat (Kabupaten Agam) memperluas usaha (produksi, diversifikasi dan pemasaran) sampai lebih dari lima kali lipat dibanding sebelumnya. 31. Sebagian penyediaan pupuk dan bibit tersebut dikelola oleh Gapoktan dan sebagian besar dikelola oleh masing masing petani. Adanya bantuan dana BLM PUAP telah membantu petani memperoleh dana lebih mudah dan bunga lebih murah dibandingkan pinjaman dari pemberi utang (tengkulak) yang biasa dilakukan petani sebelumnya. Tetapi karena jumlah BLM PUAP yang terbatas (Rp 100 juta/gapoktan), sedangkan jumlah anggota Gapoktan cukup banyak (lebih dari 200 anggota), sehingga BLM PUAP ini hanya dapat membantu relatif sedikit dari jumlah yang mereka butuhkan. 32. Besarnya dana yang dialokasikan ke peserta/petani antar Gapoktan sangat bervariasi, tergantung dari Juklak atau Juknis dan pengaturan dari Tim Teknis (termasuk Tim Pembina) masing-masing Kabupaten/Provinsi. Ada yang membagi kepada semua anggota Gapoktan dengan jumlah yang kecil (misalnya maksimal Rp ,-/peserta) juga ada yang mengalokasikan pada sebagian kecil saja peserta/petani anggota dengan seleksi yang ketat, kemudian petani/peserta lainnya memperoleh BLM PUAP dari hasil perguliran berikutnya. 33. Di tingkat Kabupaten/Kota pembinaan teknis PUAP umumnya berada di Dinas Pertanian atau di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP3). Masih besarnya egoisme dari masing masing dinas/skpd menyebabkan adanya kendala dalam koordinasi program dan pelaksanaan antara PUAP dengan program Dinas teknis. Apabila pelaksanaan PUAP di BKP3 umumnya dinas tidak terlalu/ mau campur tangan meskipun secara formal sebagai anggota tim teknis. Pada kondisi demikian pelaksanaan PUAP seolah lepas dari program program dinas teknis, sehingga seolah ada dua jalur teknis pembinaan yaitu (1) Dinas Provinsi Dinas Kabupaten - Penyuluh; dan (2) BPTP - BKP3 - PMT Penyuluh. 34. Sebagian kecil saja anggota yang memanfaatkan dana BLM PUAP mengembangkan usaha agribisnis dengan memanfaatkan inovasi teknologi, umumnya usahatani yang dilakukan hanya memperbaiki teknologi yang telah ada, tidak berbeda jauh dengan sebelumnya. Sehingga kinerja usahatani belum meningkat dan berkembang secara signifikan, yang mengakibatkan peningkatan produksi dan pendapatan usahatani yang menjadi tujuan dan sasaran program PUAP belum tercapai secara optimal. Pemanfatan dana BLM PUAP digunakan untuk memperluas/mengembangakan usahatani yang lama atau berdiversikasi usahatani dengan mengembangkan komoditi baru. Dari semua varian pemanfaatan dana BLM PUAP, jenis usaha pengolahan hasil dan perdagangan yang perguliran dan pengembalian dananya paling cepat dibanding usahatani tanaman dan ternak. ix

9 Kinerja Luaran (Output) 35. Secara umum tingkat pengembalian dana BLM sudah cukup baik, dari 22 Gapoktan yang disurvai, hanya 5 Gapoktan yang belum melakukan revolving, karena pengembalian pinjaman putaran pertama belum selesai (belum jatuh tempo) pada komoditi ternak dan tanaman perkebunan. Beberapa kasus belum mengembalikan pinjaman sama sekali, disebabkan (1) Belum menjual ternak, karena berat minimal belum tercapai; (2) Serangan hama dan penyakit pada cabai; (3) Terjadi puso akibat perubahan iklim; (4) Belum jatuh tempo pengembalian. 36. Walaupun dalam pandum PUAP pembentukan LKMA/UKM direncanakan pada tahun ke tiga, tetapi kenyataannya pada tahun pertama ini sudah ada beberapa Gapoktan yang membentuk LKMA untuk mengembangkan dan menyalurkan dana BLM PUAP (Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah). Pengembangan BLM PUAP yang dikelola oleh LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) relatif lebih baik dibanding yang dikelola oleh Gapoktan langsung, karena modal usaha bertambah dan dapat memberikan produk jasa bank lainnya. 37. Baik dana BLM yang dikelola LKMA maupun Gapoktan, telah menerapkan simpanan pokok (sebanyak 72,3 %), simpanan wajib (sebanyak 68,2 %) dan simpanan sukarela (sebanyak 50 %) bagi anggota/petani yang telah memperoleh pinjaman dana BLM PUAP. Pinjaman yang dilakukan sebanyak 73 persen menggunakan sistem konvensional dan sisanya menggunakan sistem syariah (tetapi tidak sepenuhnya). Jumlah maksimal pinjaman bervariasi diantara Gapoktan/LKMA, ada yang nilainya sama untuk setiap peminjam, ada yang berbeda dengan kisaran Rp. 100,000,- sampai Rp ,- (60%), juga ada yang menetapkan maksimalnya saja Rp ,- atau Rp ,-. Tahapan pinjaman ada yang menerapkan satu kali pertahun (55 %), ada yang dua kali pertahun (19 %) sisanya menerapkan pinjaman sesuai kebutuhan anggota. 38. Penggunaan dana BLM PUAP untuk pengadaan input produksi yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan produksi dan produktivitas pada semua komoditi yang diusahakan. Pada usahatani padi terjadi peningkatan rata-rata 33,33 persen, pada tanaman hortikultura yang banyak menggunakan benih unggul meningkat sampai 50 persen. Perbaikan pemeliharaan dan pemupukan pada tanaman perkebunan dapat meningkatkan produksi sampai 33,8 persen dan pada usaha penggemukan ternak (sapi) dapat meningkatkan nilai jual sampai 16,95 persen dibanding sebelumnya. 39. Walaupun umur Gapoktan masih relatif muda, tetapi pada beberapa Gapoktan terjadi pengembangan usaha. Sembilan persen Gapoktan yang disurvai telah mengembangkan empat kegiatan usaha; 45 persen Gapoktan telah memiliki tiga kegiatan usaha; 31 persen Gapoktan telah memiliki 2 kegiatan usaha dan hanya 14 persen yang memiliki satu kegiatan usaha. Kinerja Outcome dan Benefit 40. Berdasarkan hasil analisa usahatani komoditi utama dari anggota Gapoktan yang telah menerima pinjaman dana BLM PUAP, telah terjadi x

10 peningkatan pendapatan usaha. Pada usahatani tanaman padi, peningkatan pendapatan usahatani rata-rata mencapai 30,01 persen dari sebelumnya. Usahatani tanaman hortikultura yang sebagian anngotanya telah memanfaatkan benih unggul nasional, peningkatan pendapatannya rata-rata mencapai 48,84 persen. Usahatani tanaman perkebunan yang hanya memperbaiki komponen teknologi saja juga telah dapat meningkatkan pendapatan sampai 38,12 persen dan kelompok anggota Gapoktan yang mengusahakan peternakan, kenaikan itu hanya sekitar 11,5 persen dibanding usahatani sebelumnya. 41. Tujuan program PUAP untuk mengurangi kemiskinan melalui penyerapan tenaga yang lebih banyak di perdesaan, kiranya masih perlu pengkajian lebih mendalam. Dari sedikit contoh beberapa Gapoktan yang disurvai, memang sudah ada tambahan tenaga kerja yang diperlukan bagi anggota/petani yang memanfaatkan dana PUAP untuk mengembangkan usahataninya. Misalnya pada kelompok komoditi ternak tambahan tenaga kerja yang diperlukan bisa mencapai 17,12 persen, tanaman perkebunan yang tidak menambah luas areal, hanya 4,19 persen. Pada kelompok anggota yang mengusahakan tanaman pangan dan hortikultura, pertambahan tenaga kerja yang dibutuhkan menjadi meningkat lebih besar, masing-masing sebesar 30,02 dan 51,48 persen dibanding penyerapan tenaga kerja sebelumnya. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 42. Baik pada Kepmentan nomor 1192 tahun 2009 dan Kepmentan nomor 3601 tahun 2009 penyebaran lokasi desa PUAP 2009, kurang merata disemua wilayah maupun kabupaten/kota. Berazaskan pemerataan, keadilan dan membantu daerah yang terbelakang, baiknya usulan calon lokasi desa PUAP 2010 lebih merata dan meyebar diwilayah yang memang memerlukan bantuan BLM PUAP, serta sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 43. Untuk mempercepat proses identifikasi desa dan mengurangi langkah verifikasi ulang di daerah, maka usulan calon lokasi desa PUAP dari aspirasi masyarakat dan program lingkup Departemen Pertanian agar berkoordinasi dengan Kepala Wilayah (Bupati dan Walikota), sehingga semua usulan calon lokasi desa PUAP sudah diketahui dan diverifikasi oleh Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk kemampuan pengelolaan dalam implementasinya di daerah (kasus Kota Bogor, Jawa Barat, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat dan lokasi lainnya). 44. Perlu dibentuk Tim Sosialisasi PUAP yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan/memobilisasi masyarakat, termasuk dalam sosialisasi ini melakukan Forum Group Diskusi (FGD) secara partisipatif sebagai bahan dalam menyusun RUK dan RUB. Perlu diberikan waktu yang cukup, tenaga yang terampil dan dana yang memadai untuk meningkatkan kinerja Tim Sosialisasi PUAP ini. 45. Rendahnya kinerja sebagian PMT, Penyuluh pendamping dan Tim Teknis kabupaten serta kecamatan, salah satunya disebabkan kurang memadai penyelenggaraan pelatihan dan workshop yang dilakukan secara TOT. xi

11 Perlu dibentuk Tim TOT yang profesional baik ditingkat pusat maupun di daerah agar peserta training/workshop dapat memahami dan terampil dalam mengelola sistem keuangan mikro serta membuat laporannya. Materi yang bersifat pemahaman teknis dan pengelolaan keuangan mikro perlu diperbaharui termasuk memperbaiki Pandum, Juklak dan Juknis agar hasil pelatihan langsung dapat diterapkan dilapangan, dengan formulasi yang sama untuk semua Gapoktan. Untuk ini peserta latihan perlu dibekali dengan software sistem pengelolaan keuangan mikro yang langsung dapat diterapkan. 46. Kemampuan manajerial, pemahaman teknis pengelolaan keuangan mikro dan pengetahuan pengembangan agribisnis yang minimal harus dimiliki oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) harus diperketat dalam seleksi penerimaan PMT baru. Selain itu PMT lama yang kinerjanya dibawah standar, agar segera diganti oleh yang lebih profesional. Hal ini akan memberikan dampak positif pada PMT lainnya. Kewajiban PMT bekerja dan tinggal di wilayah kerjanya (kabupaten/kota) mutlak harus dilakukan (selama hari kerja). 47. Saat ini peran PMT lebih kepada pembinaan administratif keuangan Gapoktan dan menyusun laporan progres PUAP saja. Keberadaan PMT ini perlu lebih diberdayakan sebagai konsultan dan fasilitator pengembangan usaha agribisnis perdesaan Gapoktan. Misalnya bersama dengan BPTP dapat menjadi media dan fasilitator pengembangan inovasi teknologi komoditi utama yang dikembangkan. 48. Perlu lebih diberdayakan lagi Tim Teknis Kabupaten dan Penyuluh Pendamping, bukan hanya melalui pelatihan dan workshop saja, tetapi insentif/honor, dana operasional dan perlengkapan/sarana yang diperlukan agar dapat dipenuhi. Tidak mungkin dapat ditingkatkan kinerja Tim Teknis Kabupaten dan Penyuluh Pendamping tanpa persyaratan tersebut diatas terpenuhi. Karena salah satu sumber dana untuk hal tersebut adalah dana pendamping, maka kewajiban Pemerintah daerah untuk memfasilitasinya. Oleh karena itu penetapan lokasi desa PUAP di awal tahun harus segera dilakukan dan dapat dijadikan justifikasi untuk memperoleh anggaran dana pendamping di daerah 49. Perlu dikaji lagi peran dan tugas BPTP dalam program PUAP yang sesuai dengan tupoksinya. Sebaiknya peran BPTP bukan hanya koordinasi (Sekretariat PUAP) di tingkat Provinsi saja. Tetapi yang lebih penting dan lebih sesuai dengan tupoksinya adalah sebagai fasilitator dan nara sumber dari pengembangan inovasi teknologi komoditi utama yang dikembangkan (seperti pada PRIMA TANI). Sehingga BPTP dapat tetap eksis sebagai lembaga pengkaji dan pengembangan inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi bagi masing masing daerah. 50. Dalam rangka pengembangan agribisnis komoditi utama, banyak ditemukan berbagai masalah dan kendala yang tidak mungkin dapat diatasi oleh Pelaksana PUAP saja. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan koordinasi dan integrasi dengan Program Strategis Departemen Pertanian lainnya, misalnya dengan program SLPTT, PS2DS, Pengembangan Kawasan Hortikultura, FEATI, dan Pengembangan Agropolitan serta program terkait lainnya. Bila xii

12 memungkinkan dapat diintegrasikan (lokasi dan komoditi) dengan program Dinas terkait yang memperoleh dana dari anggaran Tugas Pembantuan, yang dirancang untuk mengembangkan komoditas unggulan. 51. Untuk menumbuhkembangkan keuangan mikro, perlu diwajibkan kepada semua Gapoktan dan LKM/UKMnya agar berusaha untuk menggalang dana dilaur dana BLM PUAP. Minimal semua penerima pinjaman dana BLM, diwajibkan untuk memberikan simpanan wajib, simpanan pokok dan simpanan sukarela. Lebih dari itu adalah menggalang sumber dana diluar anggota untuk menyimpan dana di LKM/UKM Gapoktan dengan bunga yang menarik. Membuat prduk jasa bank yang lainnya juga dapat dilakukan, termasuk usaha diluar usahatani. Untuk maksud ini perlu dilakukan training/workshop lanjutan bagi Manajer LKM/UKM dan Ketua Gapoktan. 52. Karena penyaluran dana BLM PUAP 2009 terlambat lagi seperti tahun lalu, maka RUA, RUK dan RUB yang dibuat belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan anggota, agar nanti dalam implementasi pengembangan usaha agribisnis dapat dilakukan revisi/perbaikan RUA, RUK dan RUB, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bila ketentuan Juklaknya belum ada perlu ditambahkan. 53. Perlu dihimbau pada Tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten agar membuat ketentuan untuk mengantisipasi kondisi darurat (force major), seperti gagal panen akibat, serangan hama dan penyakit, banjir dan kekeringan serta perubahan iklim yang tidak dapat diantisipasi. Ketentuan tersebut dapat berupa Juklak yang diterbitkan oleh Tim Pembina atau Tim Teknis. 54. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pengelolaan dana BLM PUAP oleh LKM/UKM relatif lebih baik dibanding yang dikelola oleh Gapoktan langsung. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk merevisi Pandum PUAP, yang menyatakan pembentukan LKM pada tahun ke tiga dirubah menjadi paling lambat pada tahun ke dua. Sebagai contoh di Sumatera Barat, pembentukan LKMA sebagai syarat pencairan dana BLM PUAP. Sehingga dana BLM tersebut dapat langsung dikelola oleh LKMA. Persyaratan ini dikeluarkan oleh Tim Pembina Provinsi dalam bentuk Juklak yang diberlakukan pada semua kabupaten. xiii

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) 2010

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) 2010 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) 2010 Oleh : Rudy Sunarja Rivai Kedi Suradisastra Dewa Ketut Sadra Swastika Khairina

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) PROPOSAL EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) Oleh : Rudy S. Rivai Kedy Suradisastra Dewa K. Sadra Khairina M. Noekman Sri Wahyuni Julia F. Sinuraya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP. 1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunia-nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaa (PUAP) tahun 2010 ini dapat tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.149 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TANGGAL : 1 Pebruari 2012 PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENENTUAN DESA CALON LOKASI PUAP 2011 DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENENTUAN DESA CALON LOKASI PUAP 2011 DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENENTUAN DESA CALON LOKASI PUAP 2011 DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Oleh : Sahat M. Pasaribu Julia F. Sinuraya Erizal Jamal Bambang Prasetyo

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia justru paling tidak dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi masalah utama lambatnya

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI

PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI Bambang Sayaka Henny Mayrowani Sri Hery Susilowati Prayogo Utomo Hadi Rudy Rivai Sunarya Sugiyarto Azhari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan 2011 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi Oleh : Ade Permana (H34096001), Desy Kartikasari (H34096017), Devi Melianda P (H34096020), Mulyadi(H34096068)

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 Sugiarto dan Hendiarto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 09/PERMENTAN/OT.140/2/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007 GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) BERGULIR PADA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI LAMPUNG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Monitoring Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin memperingatkan, dipandang sebagai teknik manajemen

Lebih terperinci

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian PENDAHULUAN 1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat di perdesaan, Departemen Pertanian memfokuskan

Lebih terperinci

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB)

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB) NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB) RINGKASAN Kinerja input, proses dan output PNPM-PB secara

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Laporan Kinerja DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Tahun 2014 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Pembiayaan, Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU KODE: 26/1801.019/012/RDHP/2013 PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU PENELITI UTAMA Dr. Wahyu Wibawa, MP. BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian Oleh : Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Henny Mayrowani Ashari Bambang Winarso Waluyo PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi perkebunan yang sebagian terbesar merupakan perkebunan rakyat, perjalanan sejarah pengembangannya antara usaha perkebunan rakyat dan perkebunan besar, berjalan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 2013, No.149 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah memberikan berbagai macam subsidi kepada petani, dan salah satu bentuk subsidi yang menonjol adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

II. GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

II. GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN II. GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN A. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi A.1. Kedudukan 1. Dinas Pertanian dan Peternakananian merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentuk Bantuan Modal Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

Prima Tani Kota Palu (APBN) Tuesday, 27 May :32 - Last Updated Tuesday, 27 October :40

Prima Tani Kota Palu (APBN) Tuesday, 27 May :32 - Last Updated Tuesday, 27 October :40 Kegiatan Prima Tani Kota Palu yang dilaksanakan di Kelurahan Kayumalue Ngapa Kecamatan Palu Utara merupakan salah satu kegiatan Prima Tani yang dilaksanakan pada Agroekosistem Lahan Kering Dataran Dataran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, perdebatan masalah konsep ekonomi kerakyatan terus berlangsung. Banyak pihak yang mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan sebagai dasar pijakan pembangunan

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Sholih Nugroho Hadi, Harun Kurniawan dan Achmad

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 17 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP)

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP) PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Pengembangan Usaha Agribisn nis Perdesaan (PUAP) KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 DAFTAR ISI Peraturan Menteri Pertanian........ Daftar Isi... Daftar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Workshop Penumbuhan LKM-A pada Gapoktan PUAP di Jawa Timur 29-30 Agustus 2012 Di Hotel Pelangi Malang Oleh: Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Pendahuluan Menurut definisinya, workshop atau lokakarya bisa

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Khairunnisyah Nasution Dosen Fakultas Pertanian UISU, Medan ABSTRAK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, Sumarjo Gatot Irianto

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, Sumarjo Gatot Irianto KATA PENGANTAR Pendamping PUAP merupakan salah satu komponen pendukung pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertugas untuk membangun kapasitas Gapoktan sebagai kelembagaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sumarjo Gatot Irianto. Jakarta, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat,

KATA PENGANTAR. Sumarjo Gatot Irianto. Jakarta, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, KATA PENGANTAR Pendamping PUAP merupakan salah satu komponen pendukung pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertugas untuk membangun kapasitas Gapoktan sebagai kelembagaan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci