LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENENTUAN DESA CALON LOKASI PUAP 2011 DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENENTUAN DESA CALON LOKASI PUAP 2011 DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENENTUAN DESA CALON LOKASI PUAP 2011 DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Oleh : Sahat M. Pasaribu Julia F. Sinuraya Erizal Jamal Bambang Prasetyo Saptana Sri Wahyuni Sugiarto Muhammad Iqbal Nur K. Agustin Supadi Yuni Marisa Yana Supriatna Juni Hestina PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

2 PENDAHULUAN RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang 1. Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, sebagian besar pelaku/petani menghadapi kendala permodalan, baik modal sendiri maupun akses terhadap lembaga permodalan yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan modal petani tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal finansial yang berasal dari APBN dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ke kelompok tani/gapoktan. Pola BLM telah dimulai tahun 2000 dan sejak tahun 2008 pola BLM ini diperkenalkan dalam bentuk program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilanjutkan pada tahun Evaluasi program di desa penerima BLM PUAP merupakan lanjutan dari pelaksanaan penelitian tahun sebelumnya dan untuk tahun 2011, akan dilakukan evaluasi kinerja pelaksanaan program PUAP 2008, 2009 dan Kegiatan untuk tahun 2011 akan difokuskan pada evaluasi program secara keseluruhan dan mempelajari pengembangan agribisnis dalam kaitan dengan sumber-sumber permodalan mikro dan mengusulkan alternatif model lembaga keuangan mikro agribisnis (LKM-A) yang tepat untuk diterapkan di desa penerima BLM PUAP. Pada waktunya LKM-A diharapkan dapat membentuk badan hukum sendiri, sementara untuk jangka pendek lembaga keuangan ini dapat bekerjasama dengan lembaga yang sudah memiliki badan hukum seperti koperasi, BPR, dan lembaga keuangan mikro lainnya. 3. Evaluasi program PUAP dan pelaksanaan kegiatan PUAP sangat dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana mengarahkan kegiatan PUAP agar tepat sasaran dan efektif. Hasil evaluasi tentang kinerja program PUAP yang mencakup kinerja input, proses, output dan outcome akan digunakan sebagai pengetahuan yang akan mendukung evaluasi yang sama tahun 2011 ini dan evaluasi program secara keseluruhan. Tujuan Penelitian 4. Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menyempurnakan cara penentuan calon dan lokasi penerima bantuan dalam rangka program PUAP 2011 serta mendapatkan data, informasi dan pengetahuan melalui evaluasi program terhadap program PUAP secara keseluruhan. 5. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah: (a) Membantu menyusun daftar desa calon dan lokasi penerima BLM PUAP tahun 2011, (b) Melakukan evaluasi program dan kinerja pelaksanaan program PUAP Tahun 2008, 2009 dan 2010, dan (c) Merumuskan rekomendasi kebijakan tentang program PUAP. 6. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai parameter yang layak digunakan oleh Pemerintah sebagai input dalam pengambilan keputusan kebijakan BLM PUAP. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi tentang manfaat yang diperoleh petani pangan, kebun, hortikultura, ternak dan non budidaya (off farm) dalam program PUAP. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan: (a) Data dan informasi tentang desa calon penerima dana BLM PUAP tahun 2011, (b) Data dan informasi tentang hasil evaluasi kinerja dan program pelaksanaan PUAP tahun 2008, 2009 dan 2010, dan (c) Rekomendasi kebijakan tentang program PUAP. Metoda Penelitian (Lokasi, Responden dan Pendekatan Analisis) 7. Penelitian ini mempunyai dua aspek yang perlu dilaksanakan, yaitu: (1) Membantu penyusunan calon desa penerima PUAP 2011 serta (2) Evaluasi program dan kinerja xi

3 pelaksanaan program PUAP. Dampak program PUAP bisa dilihat dari kinerja pengembangan usaha/agribisnis, pengembangan kelembagaan gapoktan, serta sampai sejauh mana PUAP bisa menyerap tenaga kerja perdesaan dan manfaatnya bagi pembangunan ekonomi perdesaan. 8. Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi PUAP, ada dua jenis analisis yang dikembangkan pada level petani, yaitu: (1) Analisis kualitatif dan (2) Analisis kuantitatif. Analisis kualitatif diarahkan pada kinerja program, yaitu input, proses, output dan outcome dari dua aspek utama yang dikaji (pengembangan kelembagaan gapoktan dan pengembangan agribisnis). Analisis deskriptif dilakukan juga dalam kaitannya dengan: (1) Deskripsi kebijakan pemberdayaan masyarakat secara nasional yang dilakukan oleh program PUAP dan (2) Deskripsi potensi dan permasalahan dalam pelaksanaan program PUAP, terutama dalam upaya membangun agribisnis perdesaan dan pemberdayaan gapoktan. Sementara itu, analisis kuantitatif diarahkan untuk melihat kelayakan usahatani yang dihitung atas dasar analisis usahatani untuk meningkatkan pendapatan, termasuk perhitungan Marginal Benefit Cost Ratio (MBCR). 9. Evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan PUAP 2008, dan 2009 difokuskan mulai dari input, proses, output, dan outcome. Sedangkan pada evaluasi Program, model yang digunakan untuk mengetahui faktor pendorong atau penghambat program PUAP ini adalah analisis faktor. Analisis faktor menggunakan metode TEV (Tree-diagram and Expected Value) dan metode PCA (Principal Component Analysis). 10. Data yang diperlukan untuk analisis TEV dan PCA adalah lingkungan (internal dan eksternal), indikator dan faktor yang ditetapkan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. berikut. Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap program PUAP didasarkan atas 8 (delapan) indikator utama yang akan dievaluasi pada Program PUAP, yakni: (a) kelembagaan; (b) organisasi dan SDM; (c) keragaan usaha; (d) kelengkapan prasarana dan sarana; (e) penggunaan dana BLM (bergulir); (f) kebijakan pemerintah; (g) pembinaan/peningkatan kapasitas; dan (h) infrastruktur daerah. 11. Penelitian difokuskan pada evaluasi program PUAP dan pengembangan LKM-A di 4 (empat) provinsi, yakni Provinsi Sumatera Utara, Banten, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Komoditas yang dianalisis disesuaikan dengan yang ada di gapoktan terpilih. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada tahun pelaksanaan/menerima dana BLM PUAP, tingkat perkembangan gapoktan dan keberadaan LKM. Disamping itu pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas kategori penilaian kinerja pelaksanaan program PUAP tingkat provinsi oleh tim PUAP Pusat. 12. Pada setiap provinsi lokasi penelitian dipilih dua kabupaten yang mewakili Gapoktan yang pengelolaan keuangannya telah dilakukan oleh LKM-A atau sejenisnya yang terpisah dari pengelolaan gapoktan. Pada tiap kabupaten dipilih 4 desa/gapoktan penerima dana BLM PUAP tahun 2008, 2009, dan atau 2010 yang pengelolaan keuangaannya sudah dilakukan oleh LKM-A. Secara keseluruhan lokasi penelitian meliputi 4 (empat) provinsi, 8 kabupaten, 32 desa/gapoktan. 13. Data primer dikumpulkan melalui wawancara kelompok dengan pengurus dan anggota gapoktan, Penyuluh Pendamping, PMT, Dinas terkait dan aparat Pemerintah Daerah. Wawancara individu dilakukan pada dua jenis responden yaitu, Tim Pakar yang dilakukan dengan memilih individu independen atau yang tidak memiliki keterkaitan dengan program PUAP secara langsung. Tim pakar berjumlah 13 orang yang berasal dari Perguruan Tinggi (IPB), Kementan/Staf Ahli Menteri, Bappenas, PSEKP, PNPM Mandiri, Kemendagri, dan Kepala BPTP Banten. Wawancara individu lainnya adalah, rumahtangga dilakukan secara acak mencakup 9 rumahtangga petani dalam setiap desa/gapoktan yang diwawancarai, untuk mengumpulkan data karakteristik usaha dan pendapatan keluarga. Secara keseluruhan terdapat 288 responden keluarga petani yang xii

4 diwawancarai dengan kuesioner terstruktur, yaitu 192 responden penerima dana BLM PUAP dan 96 responden yang bukan penerima BLM PUAP. HASIL PENELITIAN Penyusunan Calon Penerima Program PUAP Pada tahun 2011 di Kementerian Pertanian terjadi perubahan struktur organisasi. Sejak tahun 2008 hingga 2010 Tim PUAP Pusat diketuai oleh Kepala Badan SDM Pertanian tetapi dilakukan perubahan pada tahun 2011 yang diketuai oleh Dirjen Prasana dan Sarana Pertanian. Sementara untuk sekretariat tetap di Pembiayaan Pertanian hanya saja berganti nama dari Pusat Pembiayaan Pertanian (eselon 2 di bawah Sekretariat Jenderal) sekarang menjadi Direktorat Pembiayaan Pertanian (eselon 2 di bawah Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian). Begitu juga dengan Ketua Pokja identifikasi dan penetapan desa penerima PUAP 2011 berubah menjadi Direktur Pembiayaan Pertanian dari yang tahun sebelumnya adalah Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP). Untuk itu pada tahun 2011 ini PSEKP tidak lagi menjadi penanggungjawab identifikasi dan penetapan desa PUAP tetapi hanya membantu Direktorat Pembiayaan dalam melaksanakan tugasnya. 15. Hasil penetapan desa dan Gapoktan penerima PUAP tahun 2011 sampai dengan bulan Nopember 2011 menunjukkan bahwa telah disalurkan ke gapoktan atau terealisasi 66,97 persen dari target gapoktan atau telah ditetapkan sekitar 83,10 persen dari jumlah dokumen yang masuk. Evaluasi Kinerja Pelaksanaan PUAP 16. Kinerja Input : sumber utama fasilitas untuk Penyuluh Pendamping (PP) berupa Pedum (58%), Juklak (61%), dan Juknis (54%) adalah diperoleh dari BPTP, sedangkan lainnya diperoleh dari Tim Teknis dan sesama penyuluh, seperti yang terjadi di Propinsi Sumut dan Banten. Namun sebaliknya, di Jawa Timur justru Tim Teknis yang berperan dalam memfasilitasi Pedum, Juklak dan Juknis sementara di Nusa Tenggara Barat disamping BPTP peran sesama penyuluh dalam mendapatkan input sangat bagus. Hal ini memberikan indikasi adanya kerjasama antar penyuluh 17. Sosialisasi Program PUAP dilakukan berjenjang mulai dari tim pusat hingga ke tim teknis kabupaten dan tingkat desa, khususnya pengurus gapoktan. BPTP dalam kapasitasnya sebagai sekretaris/sekretariat tim pembina provinsi sangat memegang peranan penting dalam sosialisasi Program PUAP. Selama sosialisasi, PP diberi informasi tentang strategi dan tujuan PUAP dengan tujuan agar mereka lebih mampu memfasilitasi Gapoktan yang didampingi. 18. Kemampuan PP dan Penyelia Mitra Tani (PMT) terus ditingkatkan melalui pelatihan sehingga memberikan kinerja yang maksimal dengan melakukan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelatihan baik dari aspek waktu, praktikum dan kualitas narasumber. Secara keseluruhan mayoritas PP berpendapat bahwa pelatihan ke depan perlu perbaikan untuk semua materi, khusus identifikasi potensi desa mayoritas PP menyatakan perlu perbaikan terutama dalam hal waktu dan praktikum yang lebih lama. Ke depan, perlu ditambahkan waktu untuk empat materi yaitu bimbingan teknis usaha agribisnis melaksanakan pelatihan agribisnis, akses sarana produksi, teknologi dan pasar serta pembuatan laporan. Berdasarkan persepsi PMT, ke depan masih diperlukan perbaikan dengan xiii

5 prioritas pertama pada e-form (100%), kedua sistem pelaporan (89%), ketiga kelembagaan (88%), keempat dinamika kelompok (85%) diikuti oleh sosialisasi kemudian pengetahuan dasar pertanian dan keuangan mikro. 19. Beberapa saran perbaikan dari pengurus gapoktan untuk kemajuan Program PUAP ke depan adalah peningkatan pelatihan yang terkait dengan pengembangan usaha dan teknologi pertanian, manajemen pembukuan serta kegiatan pembinaan dan monitoring dari dinas terkait yang berkelanjutan. 20. Kinerja Proses : sejak program PUAP diluncurkan tahun 2008, penyaluran dana dari pusat ke gapoktan selalu mengalami keterlambatan karena proses yang harus dilalui cukup banyak menyita waktu. Hal ini berakibat di seluruh gapoktan termasuk gapoktan di lokasi penelitian umumnya menerima dana di penghujung tahun berjalan, baik penerima BLM PUAP 2008 dan Hal ini berdampak gapoktan harus melakukan revisi atau penyesuaian RUB yang disesuaikan dengan waktu turunnya dana. Keberhasilan dalam program PUAP dalam bentuk bantuan permodalan akan sangat tergantung pada keberhasilan penyaluran, penggunaan dan pengembaliannya, serta pengelolaan lebih lanjut di kelembagaan gapoktan/lkm-a. 21. Penarikan dana BLM PUAP dari bank oleh gapoktan umumnya dilakukan dua tahap. Sebagian dana awal BLM PUAP masih ada di rekening gapoktan karena berbagai alasan, yakni agar rekening gapoktan tidak ditutup, bertahap sesuai dengan kinerja kelompok tani dan persyaratan administrasi yang belum lengkap. Keberhasilan dalam program PUAP dalam bentuk bantuan permodalan akan sangat tergantung pada keberhasilan penyaluran, penggunaan dan pengembaliannya, serta pengelolaan lebih lanjut di kelembagaan gapoktan/lkma. 22. Pemanfaatan dana PUAP sebagian besar digunakan oleh petani untuk bidang usaha on- farm, khususnya komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Jumlah pinjaman bervariasi, tergantung bidang usaha yang dilakukan. Selain dari dana PUAP, petani menggunakan modal sendiri untuk membiayai usahataninya. 23. Pendampingan teknologi pertanian oleh BPTP Banten dilakukan dengan berbagai cara untuk meningkatkan pemahaman dan adopsi teknologi pertanian kepada gapoktan. Pendampingan dilakukan dalam penyusunan RUB, kemudian dilakukan pelatihan, pertemuan reguler dengan gapoktan, dan monitoring dilapangan. Teknologi yang didesiminasikan disesuaikan dengan kebutuhan gapoktan. Selain itu BPTP juga mencetak booklet/lealet SLPTT padi, jagung, kedele, SPO sayuran dan lainnya yang didistribusikan ke gapoktan, Penyuluh Pendamping dan lainnya. 24. Kinerja Output : dana PUAP yang ada di masing-masing gapoktan pada umumnya sudah disalurkan kepada anggota. Gapoktan yang masih belum menyalurkan dana awal ke anggota relatif kecil, yakni hanya sekitar 12,5 37,5 persen. Nilai dana awal yang belum disalurkan bervariasi antar provinsi, yakni dari Rp hingga Rp. 4,4 juta. Perputaran (revolving) dana PUAP bervariasi antar provinsi, rata-rata sekitar perputaran kedua hingga keempat. Namun dijumpai pula pada gapoktan penerima BLM PUAP tahun 2009 di Provinsi Banten dan Jawa Timur yang menyalurkan dana ke anggota baru pada tahap perputaran pertama. Di sisi lain, pada Provinsi Jawa Timur juga ditemui gapoktan yang memiliki perputaran dana cepat, yakni lebih dari empat kali. xiv

6 25. Dana BLM PUAP yang disalurkan dari Kementerian Pertanian kepada gapoktan dimanfaatkan sebagai modal usaha produktif di sektor pertanian, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan secara berkelanjutan oleh gapoktan sebagai modal dasar unit usaha otonom simpan pinjam yang selanjutnya di arahkan untuk dikembangkan menjadi LKM-A. Sebagai unit usaha simpan pinjam rata-rata gapoktan juga telah menetapkan adanya simpanan pokok dan simpanan wajib serta ada juga yang menerapkan simpanan sukarela. Besaran simpanan pokok dan simpanan wajib di setiap gapoktan bervariasi. 26. Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan pada berbagai komoditas pangan, terlihat bahwa usahatani komoditas pangan dan hortikultura memberikan tingkat keuntungan yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai B/C ratio di atas 1 (satu), kecuali untuk komoditas ternak sapi. Sedangkan untuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil juga menunjukkan keuntungan yang positif. 27. Untuk usaha industri dan perdagangan program PUAP umumnya mampu meningkatkan omzet usaha dan tingkat keuntungan usaha. Secara umum dari dana yang disalurkan melalui program PUAP dimanfaatkan untuk kegiatan produktif. Persoalannya adalah masalah keberlanjutan usaha, dengan bantuan modal yang berkisar Rp ,- sampai satu juta rupiah, maka sulit bagi rumah tangga untuk secara konsisten menyisihkan atau melipatgandakan modalnya bagi pengembangan usaha. Dengan bantuan dana yang kecil tersebut sulit bagi rumah tangga untuk mengembangkan usaha karena dana tidak memadai bagi pengembangan peralatan. Terbatasnya ketersediaan bahan baku juga menyebabkan usaha relatif sulit berkembang menjadi skala usaha yang besar dan layaknya tetap dalam skala rumahan. Nampaknya program PUAP mempunyai dampak namun keberlanjutan dari dampak itu lemah, hal ini utamanya karena kecilnya dana yang disalurkan pada penerima, sehingga tidak cukup memadai dalam pengembangan usaha. 28. Kinerja Outcome : secara umum dana PUAP berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani meskipun dalam skala yang kecil. Hal tersebut dapat terlihat dari kemampuan untuk mengembalikan pinjaman PUAP dan dapat memenuhi kebutuhan modal untuk musim tanam berikutnya tanpa menunda terlalu lama. Selain itu petani juga mampu untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga seperti pendidikan bagi anggota keluarga. Sebelum PUAP petani sering menunda masa tanam usahataninya karena kekurangan modal (lebih mengutamakan kebutuhan rumah tangga) dan sering meminjam kepada toko pupuk dan lembaga keuangan lainnya. Pada kegiatan usahatani tanaman pangan, untuk skala usaha sebelum dan sesudah PUAP relatif tetap. 29. Secara umum tingkat partisipasi penyerapan tenaga kerja penerima dana BLM PUAP pada kegiatan usahatani terlihat ada peningkatan serapan tenaga kerja sebelum ada PUAP dan setelah adanya PUAP. Hal ini mengindikasikan bahwa petani lebih banyak memberikan curahan waktu kerjanya pada kegiatan usahatani. 30. Pemanfaatan dana PUAP tidak hanya sekedar membantu pembiayaan budidaya petani tetapi dapat juga digunakan untuk pengembangan diversifikasi usaha, perluasan skala usaha maupun untuk pengembangan teknologi baru. Pemanfaatan dana PUAP di gapoktan contoh ada juga yang telah dipergunakan xv

7 untuk melakukan usaha baru serta perluasan skala usaha agribisnis namun untuk pengembangan teknologi baru belum ada yang memanfaatkan. Hingga saat ini pemanfaatan dana PUAP terbesar adalah untuk usaha budidaya (onfarm) dengan sistem pengembalian setelah panen dengan jasa sekitar 1 hingga 2 persen per bulan. Hal ini mengakibatkan pengembangan modal usaha relatif lamban. 31. Gapoktan dan LKM yang menerima program PUAP saat ini umumnya belum berbadan hukum. Ke depan diharapkan gapoktan dan LKM-A yang ada dapat berbadan hukum. Untuk tahap awal LKM-A disarankan dapat bergabung dengan koperasi setempat dan menjadi bagian dari usaha koperasi yang bersangkutan. Ke depan transformasi atau pengembangan dari USP ke LKM-A harus jelas payung hukumnya dan arah bentuk kelembagaan LKM-A (lembaga koperasi, badan usaha milik petani, atau lembaga perbankan). Pengembangan ke arah koperasi dapat disinergikan dengan Dinas Koperasi. Sedangkan ke arah Badan Usaha Milik Petani dapat disinergikan dengan BUMD dan BUMN. Sementara itu, pengembangan ke arah lembaga perbankan dapat dilakukan pembinaan dari lembaga perbankan pemerintah. 32. Diharapkan bahwa program PUAP dapat berdampak untuk dapat mengatasi kebutuhan modal petani. Dengan demikian perlu kebijakan lanjutan untuk percepat usaha ekonomi gapoktan dimana untuk mempercepat usaha ekonomi gapoktan fokus pada gapoktan yang sudah memiliki usaha ekonomi. Adapun untuk penguatan kelembagaan unit usaha gapoktan, maka diperlukan kelembagaan LKMA dan kios saprodi. Evaluasi Kinerja Program PUAP Program PUAP Menurut Penilaian Tim Pakar 33. Penilaian terhadap pelaksanaan Program PUAP oleh Tim Pakar dengan menggunakan model TEV dibutuhkan untuk memperoleh gambaran umum tentang program itu sendiri melalui persepsi masing-masing menurut indikator yang diberikan. Tim Pakar adalah 20 orang responden dari kalangan pemerintahan, akademisi dan praktisi yang diidentifikasi sebagai pakar dan diberikan kuesioner untuk diisi menurut persepsi mereka terhadap indikator yang ditanyakan. Penilaian Tim Pakar ini diperlukan untuk menelusuri bagaimana respon petani penerima bantuan yang tergabung dalam Gapoktan terhadap uraian lebih lanjut atas indikator dimaksud. Kombinasi persepsi Tim Pakar dengan persepsi petani ini akan membangun persepsi indikatif dengan kecenderungan tertentu terhadap Program PUAP secara umum. 34. Dengan nilai bobot antara 0 hingga 1, persepsi Tim Pakar terhadap pentingnya peran kelembagaan atau organisasi yang mengelola pelaksanaan kegiatan Program PUAP masuk dalam kategori tinggi (0,157) sebagai faktor yang mendorong keberhasilan program tersebut. Hal ini juga memberikan indikasi pentingnya efisiensi lembaga dengan perangkat administratifnya (peraturan, pendanaan, dan pengelola/manajemen) untuk mencapai keberhasilan program. xvi

8 Perspektif Petani terhadap Program PUAP 35. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa tiga komponen, berturut-turut, adalah komponen utama yang diberi nama SDM dan fasilitasi usaha, kemudian komponen kedua manajemen dan infrastruktur dan komponen ketiga dukungan finansial. Komponen utama mempunyai tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan dua komponen lainnya, demikian juga dengan komponen ketiga sebagai komponen yang paling rendah diantara ketiganya. 36. Pada komponen utama (SDM dan fasilitasi usaha), tiga variabel yang paling penting untuk dikembangkan adalah: kelembagaan (X1), kelengkapan sarana dan prasarana kantor (X4), dan pembinaan (X7). Dari penelusuran terhadap ketiga variabel tersebut dapat diketahui bahwa prioritas utama yang perlu ditingkatkan untuk keberhasilan Program PUAP adalah (a) memiliki keanggotaan Gapoktan yang aktif dan memiliki usaha produktif, (b) memperoleh pendampingan dalam kegiatan usaha, dan (c) memiliki sarana dan prasarana operasional perkantoran. 37. Pada komponen kedua (manajemen dan infrastruktur), yang tingkat prioritas pengembangannya lebih rendah dibandingkan dengan komponen utama adalah (a) dimilikinya kualifikasi pengurus gapoktan, (b) dijalankannya mekanisme pemanfaatan bantuan, dan (c) dimanfaatkannya sarana transportasi yang tersedia. Selanjutnya, pada komponen ketiga (dukungan finansial), yang paling rendah tingkat prioritasnya dalam model ini, adalah: (a) adanya diversifikasi usaha dan (b) dilakukannya pemanfaatan kapital dan efisiensi modal kerja. Komponen ketiga ini dipandang sebagai kebalikan dari kenyataan yang berkembang pada masyarakat tani di perdesaan. 38. Secara faktual, persoalan utama yang dihadapi petani adalah keterbatasan modal kerja, namun di dalam model ini, komponen menyangkut dukungan financial terdapat pada urutan prioritas terendah jika akan mengembangkan Program PUAP di masa depan. Namun demikian, perlu dicatat bahwa ketiga komponen dalam pengolahan dengan model PCA ini hanya mampu menjelaskan kurang dari 60 persen atas model yang digunakan. Sisa sekitar 40 persen lagi tidak dapat dijelaskan. Artinya, masih ada faktor lain yang tidak tercakup didalam model ini yang berpengaruh terhadap keberhasilan Program PUAP. Hasil pengolahan data yang diberikan model PCA dapat dinilai sebagai indikasi yang cukup kuat untuk meningkatkan kinerja kebijakan Program PUAP, yakni dengan menata ulang kelembagaan yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan secara komprehensif untuk memperoleh manfaat yang optimal. Peran Program PUAP Dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Penyediaan Lapangan Kerja di Perdesaan 39. kinerja pinjaman petani dari Program PUAP cukup bervariasi. Pada Gapoktan dengan pimpinan yang kuat dalam kepengurusan, tingkat pengembalian pinjaman umumnya berjalan lancar dan segera berputar dan menghasilkan pendapatan bagi kelompok tani dan Gapoktan. Namun, juga terdapat sejumlah Gapoktan yang kurang agresif memutarkan dana melalui kegiatan simpan-pinjam karena lemahnya kepemimpinan. Memerhatikan hal ini, patut dicatat bahwa pada akhirnya, aspek kepemimpinan dengan pemimpin yang tegas dan agresif serta mendukung aturan dan peraturan yang disepakati yang dapat bertahan dan xvii

9 berkembang memperluas usaha pengelolaan dana yang tersedia. Kedepan, hanya Gapoktan yang kuat ini yang layak dikembangkan lebih jauh untuk meningkatkan usahanya dengan berbagai peluang ekonomi yang ada di wilayah yang bersangkutan, seperti penyaluran sarana produksi pertanian, pengelolaan alsintan, jual-beli produksi pertanian, dan lain-lain. Peran Program PUAP Dalam Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro 40. Program PUAP telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengembangkan lembaga keuangan mikro di perdesaan, setidaknya dapat menjangkau petani yang tergabung dalam Gapoktan. Peran Program PUAP terlihat dari pemanfaatan dana yang disediakan dan usaha yang dilakukan untuk mengembangkannya. Kedepan, LKM-A yang melekat pada Gapoktan perlu lebih diformalkan agar dapat mengembangkan usaha ekonomi yang lebih bervariasi, mungkin tidak hanya menjangkau anggota Gapoktan, tetapi juga masyarakat luas. Untuk itu, upaya-upaya pembinaan perlu terus ditingkatkan, misalnya mendorong Gapoktan untuk berbadan hukum, sehingga pengelolaa dalam bentuk usaha ekonomi seperti yang dilakukan oleh koperasi dapat dilaksanakan secara legal. LKM-A tidak harus menjadi koperasi dalam arti termasuk dalam pembinaan Kementerian Koperasi dan UKM dan mengubah namanya menjadi Koperasi ABC, misalnya. LKM-A dapat berbentuk seperti apa adanya saat ini, namun perlu didukung oleh dokumen legal untuk mengembangkan usaha ekonomi sebagaimana dilakukan oleh lembaga koperasi atau lembaga keuangan mikro lainnya. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Penyusunan Calon Penerima Program PUAP Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Kementerian Pertanian telah merealisasikan pencairan dana BLM PUAP sebanyak gapoktan yang tersebar di 33 Provinsi wilayah Indonesia, yakni gapoktan pada tahun 2008, 9884 gapoktan (2009) dan 8587 gapoktan (2010). Hingga bulan November 2011, berdasarkan lima SK penetapan dana BLM PUAP mencakup 6697 gapoktan dengan nilai penyaluran Rp Hal ini berarti bahwa sampai dengan tahun 2011, dari total desa di Indonesia (lebih dari desa) maka hampir 50 persen jumlah desa yang ada di Indonesia telah menerima dana BLM PUAP. 42. Meskipun sumber usulan tetap sama dari tahun ke tahun, yakni usulan dari pemerintah daerah, aspirasi masyarakat dan unit kerja eselon I lingkup Kementan, namun terjadi perubahan pada mekanisme pengusulan desa calon lokasi penerima dana BLM PUAP. Perubahan mekanisme pengusulan desa ini terjadi akibat penyesuaian pelaksanaan PUAP dari tahun ke tahun. Demikian pula dengan kriteria desa calon penerima dana PUAP juga terjadi perubahan dari tahun ke tahun karena didasarkan kondisi di lapang saat ini sulit untuk menemukan desa-desa miskin karena sebagian besar telah memperoleh dana PUAP di tahun sebelumnya. xviii

10 Evaluasi Kinerja Program PUAP 43. Kinerja Input : penyusunan Juklak dan Juknis bervariasi di empat provinsi contoh tersebut tergantung pada kepentingan pemerintah daerah masing-masing. Provinsi Sumatera Utara membuat Juklak dan Juknis untuk menampung dana dari APBD, sedangkan Kabupaten Lombok Barat, NTB tidak menyusun Juklak dan Juknis karena merasa Pedoman Umum yang disusun oleh Tim PUAP Pusat sudah sesuai dan mudah dipahami. 44. Materi pelatihan PMT dilengkapi dengan praktikum, akan tetapi ada praktikum yang ternyata tidak sesuai karena tidak bisa diterapkan yaitu e-form dan kelembagaan petani. Untuk meteri kelembagaan petani tidak sesuai dengan kondisi lapang karena kurang dilengkapi dengan kiat-kiat merubah pola pikir petani yang memiliki berbagai karakteristik agar memiliki motivasi lebih bagus. Untuk sistem pelaporan selama praktikum hanya diberikan formulir, kurang waktu prakrikum dengan mengisikan contoh angka riil dalam kolom yang ada, terlebih belum ada yang mengajarkan angka (hal-hal) standar yang harus dilaporkan sehingga PMT menerapkan berdasarkan penafsiran masing-masing. 45. Kinerja Proses : Persepsi tim pengarah dan pembina provinsi terhadap program PUAP, yakni: (1) Jumlah bantuan modal dirasakan masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan anggota; (2) Kelompok sasaran kurang atau tidak tepat; (3) Sosialisasi program dirasakan kurang; dan (4) Perencanaan dipandang sudah cukup memadai. Sementara itu masalah atau kendala pokok yang dihadapi dalam pelaksanaan program PUAP adalah sosialisasi, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. 46. Kinerja Output : Penyaluran dana BLM PUAP umumnya masih dilakukan oleh pengurus gapoktan atau unit usaha yang ada di bawah gapoktan. Pendirian Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) masih jarang ditemui di lokasi provinsi contoh, kecuali di Jawa Timur dan Kabupaten Karo yang pada umumnya sudah membentuk LKM-A sebagai pengelola dana PUAP, walaupun sifatnya masih berupa unit usaha di bawah Gapoktan dan pengurusnya juga masih merangkap sebagai pengurus Gapoktan. 47. Dana PUAP yang ada di masing-masing gapoktan pada umumnya sudah disalurkan kepada anggota. Gapoktan yang masih belum menyalurkan dana awal ke anggota relatif kecil, yakni hanya sekitar 12,5 37,5 persen. Perputaran (revolving) dana PUAP bervariasi antar provinsi, rata-rata sekitar perputaran kedua hingga keempat. Namun dijumpai pula pada gapoktan penerima BLM PUAP tahun 2009 di Provinsi Banten dan Jawa Timur yang menyalurkan dana ke anggota baru pada tahap perputaran pertama. 48. Operasionalisasi kegiatan LKMA masih membutuhkan pembinaan terhadap kepengurusan dan supervisi yang intensif baik untuk kegiatan administrasi maupun untuk kegiatan usaha ekonomi produkif yang dilakukan oleh gapoktan dan anggotanya. Selain itu diperlukan juga kemudahan unit usaha keuangan mikro gapoktan untuk mendapatkan fasilitasi dasar hukum/legalitas dengan menggunakan Undang-Undang Koperasi. 49. Penerima dana BLM PUAP di lokasi penelitian pada umumnya orientasi penggunaannya didominasi untuk kegiatan on-farm yaitu pada kegiatan budidaya dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk kegiatan non-budidaya. Pinjaman dana BLM PUAP tersebut dapat mendukung usaha agribisnis yang dilakukan oleh penerimanya, yakni untuk pengadaan sarana produksi pertanian, dan sebagian kecil untuk bibit ternak serta dirasakan sangat membantu meskipun tidak sepenuhnya bisa memenuhi semua yang dibutuhkan. 50. Introduksi inovasi teknologi dan rekayasa kelembagaan lebih menekankan pada pendekatan budaya material (bantuan dana, alsintan, sarana produksi) dibanding nonmaterial (membangun sistem nilai). Peranan BPTP dalam inovasi teknologi terhadap gapoktan cukup menonjol dengan langkah operasional kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BPTP yang terkait dengan integrasi PUAP dan program lainnya. xix

11 51. Pembinaan untuk kelembagaan Gapoktan dan LKM-A yang telah dilakukan melalui pendekatan kelompok, namun pendekatan partisipatif masih belum dilakukan secara maksimal. Pengembangan kelembagaan Gapoktan dan LKM-A cenderung menggunakan pendekatan struktural dari pada pendekatan kultural. 52. Kinerja Outcome : Secara umum dana PUAP berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani meskipun dalam skala yang kecil. Hal tersebut dapat terlihat dari kemampuan untuk mengembalikan pinjaman PUAP dan dapat memenuhi kebutuhan modal untuk musim tanam berikutnya tanpa menunda terlalu lama. Selain itu petani juga mampu untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga seperti pendidikan bagi anggota keluarga. Sebelum PUAP petani sering menunda masa tanam usahataninya karena kekurangan modal (lebih mengutamakan kebutuhan rumah tangga) dan sering meminjam kepada toko pupuk dan lembaga keuangan lainnya. 53. Secara umum tingkat partisipasi penyerapan tenaga kerja penerima dana BLM PUAP pada kegiatan usahatani di Kabupaten Karo terlihat ada peningkatan serapan tenaga kerja sebelum ada PUAP dan setelah adanya PUAP. Hal ini mengindikasikan bahwa petani lebih banyak memberikan curahan waktu kerjanya pada kegiatan usahatani, dan telah menerapkan beberapa inovasi teknologi arahan dan anjuran Penyuluh Pendamping untuk menuju Good Agricultural Practices (GAP). Salah satunya dengan melakukan pemupukan yang mendekati berimbang, pemberantasan hama penyakit dan lain-lain. Dengan lebih intensifnya petani dalam mengelola usahatani berdampak pada tenaga kerja yang dicurahkan lebih banyak, baik yang bersumber dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. 54. Pengembangan kelembagaan pertanian/pengembangan unit usaha otonom ke arah LKM- A. Unit usaha simpan pinjam pada gapoktan di Kabupaten Karo sudah diberi nama LKM- A, hanya saja belum sepenuhnya berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro agribisnis. Kepengurusan LKM-A masih merangkap sebagai pengurus gapoktan. Struktur organisasi pengelola LKM-A juga masih bervariasi, ada yang terdiri dari Ketua dan Sekretaris tetapi ada juga yang melengkapi hingga Bendahara. Jika dibandingkan dengan struktur organisasi pengurus LKM-A di Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari Manager dan petugas lainnya maka perlu dibuat standar baku serta disosialisasikan bagaimana sebenarnya struktur organisasi dari LKM-A sehingga setiap daerah yang akan membentuk LKM-A dapat menyesuaikan sesuai dengan kondisi dan situasi di daerah masing-masing. Evaluasi Program PUAP 55. Persepsi Tim Pakar terhadap pentingnya peran kelembagaan atau organisasi yang mengelola pelaksanaan kegiatan Program PUAP masuk dalam kategori tinggi sebagai faktor yang mendorong keberhasilan program tersebut. Hal ini juga memberikan indikasi pentingnya efisiensi lembaga dengan perangkat administratifnya (peraturan, pendanaan, dan pengelola/manajemen) untuk mencapai keberhasilan program. 56. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa tiga komponen, berturut-turut, adalah komponen utama yang diberi nama baru, yakni SDM dan fasilitasi usaha, kemudian komponen kedua manajemen dan infrastruktur dan komponen ketiga dukungan finansial. Komponen utama mempunyai tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan dua komponen lainnya, demikian juga dengan komponen ketiga sebagai komponen yang paling rendah diantara ketiganya. 57. Hasil pengolahan data dengan model PCA merupakan indikasi yang cukup kuat untuk meningkatkan kinerja Program PUAP, yakni dengan manata ulang xx

12 kelembagaan yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan secara komprehensif untuk memperoleh manfaat yang optimal. Implikasi Kebijakan 58. Dengan asumsi bahwa Program PUAP masih berlanjut hingga tahun-tahun mendatang, kewenangan menetapkan desa calon penerima dan Gapoktan penerima bantuan BLM harus didasarkan atas hasil verifikasi pelaksana di tingkat pusat. Hal ini samata-mata untuk memberikan keadilan dan justifikasi yang jelas dan tegas menurut criteria dan kesepakatan yang tertuang dalam Pedum PUAP. 59. Untuk pembinaan secara terfokus, hasil evaluasi terhadap Program PUAP menunjukkan bahwa tiga unsur dalam komponen utama (SDM dan fasilitasi usaha), yakni (a) keanggotaan Gapoktan yang aktif dengan usaha produktif, (b) pendampingan dalam kegiatan usaha, dan (c) sarana dan prasarana operasional perkantoran disarankan sebagai dasar penyusunan matriks pengembangan Gapoktan. Ketiga unsur ini merupakan satu paket pembinaan, sehingga ketiganya perlu diprioritaskan dalam pembinaan kedepan. 60. Tidak selamanya Program PUAP dilaksanakan, ada masa berhentinya Program ini. Dalam kaitan ini, suatu pemikiran strategis perlu dibangun sebagai exit strategy yang memuluskan program ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan pertanian di waktu yang akan datang. Exit strategy dimaksud mencakup identifikasi Gapoktan yang kuat dan memiliki potensi untuk dikembangkan, termasuk menjadi LKM-A yang mandiri. Hanya Gapoktan yang memenuhi kriteria tertentu yang akan dibina dan dikembangkan lebih lanjut agar tingkat keberhasilannya tinggi dan petani mendapat manfaat dan keuntungan yang signifikan. 61. Hasil kegiatan studi kasus tentang transformasi kelembagaan/lkm-a di Kabupaten Bojonegoro mengusulkan berbagai pokok-pokok pikiran untuk diterjemahkan kedalam kegiatan di lapangan. Peningkatan kinerja kelembagaan gapoktan dan LKM-A ke depan dapat ditingkatkan dengan: (1) Adanya kompatibilitas antara struktur organisasi yang dibangun dengan peran atau fungsi yang harus dijalankan; (2) Membangun aturan main yang jelas dan transparan; (3) Meningkatkan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial pengurus; dan (4) Meningkatkan jiwa kewirausahaan pengurus dan anggota; dan (5) Membangun jaringan kerja (networking) secara lebih luas. 62. Pengembangan sistem produksi dari produksi pertanian primer bernilai tambah rendah ke arah produk akhir bernilai ekonomi tinggi. Sistem dan usaha agribinis harus dijadikan landasan pengembangan usaha ekonomi produktif di perdesaan. Dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis harus dilakukan secara terintegratif dengan dukungan kandungan kewirausahaan yang memadai dan sistem informasi yang handal. 63. Perlu melakukan transformasi kelembagaan gapoktan menjadi kelembagaan yang berbadan hukum dapat berupa gapoktan dengan akta notaris atau Badan Usaha Milik Petani. Sementara itu, Unit Usaha Simpan Pinjam/LKM-A dapat ditransformasikan menjadi Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Serba Usaha. xxi

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.149 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TANGGAL : 1 Pebruari 2012 PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 09/PERMENTAN/OT.140/2/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan 2011 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) 2010

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) 2010 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) 2010 Oleh : Rudy Sunarja Rivai Kedi Suradisastra Dewa Ketut Sadra Swastika Khairina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP. 1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunia-nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaa (PUAP) tahun 2010 ini dapat tersusun

Lebih terperinci

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi Oleh : Ade Permana (H34096001), Desy Kartikasari (H34096017), Devi Melianda P (H34096020), Mulyadi(H34096068)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 2013, No.149 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i ii KATA PENGANTAR Pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, Sumarjo Gatot Irianto

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, Sumarjo Gatot Irianto KATA PENGANTAR Pendamping PUAP merupakan salah satu komponen pendukung pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertugas untuk membangun kapasitas Gapoktan sebagai kelembagaan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP)

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP) PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Pengembangan Usaha Agribisn nis Perdesaan (PUAP) KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 DAFTAR ISI Peraturan Menteri Pertanian........ Daftar Isi... Daftar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU KODE: 26/1801.019/012/RDHP/2013 PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU PENELITI UTAMA Dr. Wahyu Wibawa, MP. BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PENENTUAN LOKASI DAN EVALUASI KINERJA SERTA DAMPAK PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Oleh : Tahlim Sudaryanto Rudy Sunarja Rivai Muchjidin Rachmat Henny Mayrowani

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) PROPOSAL EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) Oleh : Rudy S. Rivai Kedy Suradisastra Dewa K. Sadra Khairina M. Noekman Sri Wahyuni Julia F. Sinuraya

Lebih terperinci

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Laporan Kinerja DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Tahun 2014 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Pembiayaan, Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI

MONITORING DAN EVALUASI MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN NSPK Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria PETUNJUK TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Khairunnisyah Nasution Dosen Fakultas Pertanian UISU, Medan ABSTRAK

Lebih terperinci

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Sholih Nugroho Hadi, Harun Kurniawan dan Achmad

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007 Draft Tanggal 5 Juli 2007 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007 TENTANG PEDOMAN PROGRAM SARJANA PENCIPTA KERJA MANDIRI (PROSPEK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa koperasi, usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB)

NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB) NASKAH REKOMENDASI KEBIJAKAN 2 PENINGKATAN EFEKTIVITAS KINERJA PENYALURAN BLM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA PERDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA (PUMP-PB) RINGKASAN Kinerja input, proses dan output PNPM-PB secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Sistem BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sistem Sistem Informasi dan Pengambilan Keputusan Gapoktan PUAP atau disingkat SIPK-GP 1.13 adalah sistem informasi manajemen untuk pengelolaan kinerja gapoktan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu program yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DUKUNGAN DANA PERKUATAN MODAL KEPADA LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim

Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Workshop Penumbuhan LKM-A pada Gapoktan PUAP di Jawa Timur 29-30 Agustus 2012 Di Hotel Pelangi Malang Oleh: Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Pendahuluan Menurut definisinya, workshop atau lokakarya bisa

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Monitoring Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin memperingatkan, dipandang sebagai teknik manajemen

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Pedoman Teknis Koordinasi Kegiatan Pengembangan Tanaman Semusim ii Hal I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang. 1 B. Sasaran Nasional... 3 C. Tujuan. 3 D. Pengertian..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sumarjo Gatot Irianto. Jakarta, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat,

KATA PENGANTAR. Sumarjo Gatot Irianto. Jakarta, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, KATA PENGANTAR Pendamping PUAP merupakan salah satu komponen pendukung pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang bertugas untuk membangun kapasitas Gapoktan sebagai kelembagaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1

ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 ANALISIS DAN SINTESIS HASIL PELAKSANAAN KELOMPOK USAHA AGRIBISNIS TERPADU (KUAT) DALAM PROGRAM P3T 1 Sugiarto dan Hendiarto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/PERMENTAN/OT.140/4/2013 A. Latar Belakang PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN Sektor pertanian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Oleh : Benny Rachman Amar K. Zakaria

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM ANTI KEMISKINAN (ANTI POVERTY PROGRAM) KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE PENGEMBANGAN SARJANA MEMBANGUN DESA WIRAUSAHAWAN PENDAMPING (SMD WP) T.A. 2015

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE PENGEMBANGAN SARJANA MEMBANGUN DESA WIRAUSAHAWAN PENDAMPING (SMD WP) T.A. 2015 KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE PENGEMBANGAN SARJANA MEMBANGUN DESA WIRAUSAHAWAN PENDAMPING (SMD WP) T.A. 2015 KEMENTERIAN : Kementerian Pertanian (018) UNIT ESELON I : Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

GENDER BUDGET STATEMENT. (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016

GENDER BUDGET STATEMENT. (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016 GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016 Kementerian Negara / Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Organisasi : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Program Kegiatan

Lebih terperinci