TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Bahan Bakar Minyak Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, yang dalam pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pemerintah ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan. Secara etimologi, minyak (petroleum) berasal dari dua kata, yaitu: Petro yang berarti batu dan leaum yang memiliki arti minyak. Minyak merupakan campuran kimia yang disebut hydrocarbons karena terdiri atas campuran molekul karbon dan hidrogen. Pembentukan minyak diawali dari sedimentasi sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang terkubur selama jutaan tahun dan sebagian besar terjadi di bawah dasar lautan. Material-material organik tersebut membentuk reservoir-reservoir minyak. Bahan bakar minyak adalah suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan tujuan untuk mendapatkan energi. Bahan bakar minyak merupakan hasil dari destilasi minyak bumi (crude oil) menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Pembagian BBM ke dalam fraksi-fraksi mengakibatkan dikenalnya berbagai macam produk BBM dengan tingkat kualitas yang berbeda serta kegunaan yang berbeda pula (Pertamina, 2002). Produk-produk yang termasuk ke dalam kategori BBM adalah (Pertamina, 2002): 1. Avgas (Aviation Gasoline), merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi yang dirancang untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin sistem pembakaran dalam (internal combution), mesin piston dengan sistem pengapian. Kinerja Avgas tergantung pada sifat anti ketukan yang di sebut dengan angka oktan (Octane Number) untuk harga di bawah 100 serta angka perilaku (performence number) di atas Avtur (Aviation Turbine), yaitu jenis BBM yang khusus dihasilkan dari frakasi minyak bumi. Avtur digunakan untuk bahan bakar pesawat udara

2 8 dengan tipe mesin turbin (external combution). Kinerja Avtur ditentukan oleh sifat kebersihan, sifat pembakaran dan sifat pada suhu rendah. 3. Bensin, jenis bahan bakar minyak ini merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran dengan letupan api. Nilai mutu yang dimiliki setiap jenis berbeda yang dihitung berdasarkan nilai RON (Randon Octane Number). Kemudian dibedakan menjadi menjadi dua jenis yaitu: 1) Premium (RON 88) atau motor gasoline atau petrol: merupakan bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Penggunaan jenis ini adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin. 2) Pertamax (RON 92) : Pertamax direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters. 4. Minyak Tanah (Kerosene), merupakan BBM jenis distilat tidak berwarna jernih. Minyak tanah biasanya digunakan untuk keperluan bahan bakar rumah tangga dan sebagian kecil jenis industri. 5. Minyak Solar, yaitu BBM jenis distilat yang digunakan untuk mesin compreession ignition yaitu mesin diesel yang dikompresi pada langkah induksi adalah udara yang dikompresi menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga dapat membakar solar yang disemprotkan oleh injector. Jenis mesin diesel dengan kecepatan tinggi (di atas 100 rpm) banyak menggunakan jenis BBM ini. 6. Minyak Diesel atau Industrial Diesel Oil (IDO) atau Marine Diesel Fuel (MDF), yaitu BBM jenis distilat yang mengandung fraksi-fraksi yang merupakan campuran dari distilat fraksi ringan dan berat (residual fuel oil) dan berwarna hitam gelap dan tetap cair pada suhu rendah. Penggunaan minyak diesel pada umumnya oleh kendaraan-kendaraan dengan putaran sedang atau lambat ( rpm) dan juga digunakan pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur industri.

3 9 7. Minyak Bakar atau Merine Fuel Oil merupakan BBM jenis residu bukan distilat serta berwarna hitam gelap. Minyak bakar lebih kental daripada minyak diesel dan mempunyai titik tuang (pour point) yang lebih tinggi dari minyak diesel. Minyak bakar digunakan pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur industri besar, pembangkit listrik tenaga uap dan kegiatan lainnya yang cukup ekonomis. Harga BBM di Indonesia adalah harga yang diatur oleh pemerintah dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Pada dasarnya, pemerintah bersama DPR menetapkan harga BBM setelah memerhatikan biaya-biaya pokok penyediaan BBM yang diberikan Perusahaan Tambang Minyak dan Gas (Pertamina) serta tingkat kemampuan (willingness to pay) masyarakat. Belakangan, dalam upaya menyesuaikan harga BBM di dalam negeri dengan perkembangan harga BBM internasional, dikeluarkan Keputusan Presiden yang memungkinkan Pertamina untuk secara berkala menyesuaikan penyesuaian harga otomatis tersebut tidak terus dapat dipertahankan Transportasi Transportasi berasal dari kata Latin yaitu tranportare, di mana trans berarti seberang atau sebelah dan portare berarti mengangkut atau membawa. Sehingga transportasi dapat didefinisikan sebagai mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Ini berarti transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Menurut Undang-undang No 4 Pasal 3 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Transportasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang cepat dan efisien. Angkutan darat sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan turut memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah, terlihat pada daerah yang memiliki jaringan angkutan darat sebagai sarana yang dapat membantu mempercepat proses kegiatan manusia. Transportasi kota atau angkutan kota, merujuk kepada kendaraan umum dengan rute yang sudah ditentukan. Tidak seperti bus yang mempunyai halte

4 10 sebagai tempat perhentian yang sudah ditentukan, angkutan kota dapat berhenti untuk menaikan atau menurunkan penumpang di mana saja dengan karakter kendaraan kecil, kepemilikan sebagian besar adalah individu, untuk melayani rute jarak pendek yang penetapannya dilakukan oleh pemerintah. Angkutan Kota (angkot) sampai saat ini masih mendominasi pelayanan angkutan perkotaan di kota-kota Indonesia dalam UU No. 22 tahun Subsidi Subsidi kepada konsumen dapat diberlakukan apabila manfaat sosial marjinal lebih besar dibandingkan manfaat privat marginal. Sebaliknya, subsidi kepada produsen dapat diberlakukan bila manfaat privat marjinal lebih besar dibandingkan manfaat sosial marginal (Mangkoesoebroto, 2001). Subsidi merupakan pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). Pengertian lainnya, subsidi adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy) (Suparmoko, 2003) Permintaan Jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh masyarakat rumah tangga merupakan jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditi tersebut (Lipsey, 1993). Banyaknya barang yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel, harga barang itu sendiri, ratarata penghasilan rumah tangga, harga barang substitusi, selera, distribusi pendapatan dan besarnya populasi (Lipsey, 1993).

5 11 Suatu hipotesis ekonomi dasar bahwa harga suatu barang dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan faktor lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu barang maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin rendah jumlah yang diminta (Marshall). Harga P Permintaan Q Jumlah Gambar 1. Surplus Konsumen Marshallian Subsidi akan memengaruhi besarnya harga barang, sehingga semakin rendah harga suatu barang maka jumlah yang akan diminta untuk barang tersebut akan semakin besar. Begitupun sebaliknya semakin besar harga suatu barang maka akan semakin sedikit jumlah permintaan akan barang tersebut (Hanley and Spash, 1993) Willingnes To Pay (WTP) Secara umum, Willingnes To Pay (WTP) atau kemauan/keinginan untuk membayar didefinisikan sebagai jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang atau jasa. WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. Sedangkan pengertian WTP pada berapa kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP itu sebenarnya adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Disisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen (Fauzi, 2006) Konsep WTP konsumen terhadap suatu barang atau jasa harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau

6 12 jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu yang kemudian menentukan jumlah permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (Willingness to Buy or Willingness to Pay) oleh konsumen pada harga tertentu dan waktu tertentu. Utilitas yang akan didapat oleh seorang konsumen memiliki kaitan dengan harga yang dibayarkan yang dapat diukur dengan WTP. Sejumlah uang yang ingin dibayarkan oleh konsumen akan menunjukan indikator utilitas yang diperoleh dari barang Konsep WTP yang digunakan melalui pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) yang merupakan pendekatan yang pada dasarnya menanyakan secara langsung kepada masyarakat berapa maksimum WTP untuk manfaat tambahan dan atau berapa besarnya maksimum Willingness to Accept (WTA) sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993) Tahap yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu mendapatkan penawaran besarnya nilai WTP dan memperkirakan nilai rata-rata WTP (Hanley dan Spash, 1993). Memperkirakan penawaran besarnya nilai WTP dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memeroleh nilai WTP, yaitu: a. Bidding Game, yaitu metode tawar menawar di mana responden ditawarkan sebuah nilai tawaran yang dimulai dari nilai terkecil hingga nilai terbesar hingga mencapai nilai WTP maksimum yang sanggup dibayarkan oleh responden. b. Closed-ended Referendum, yaitu dengan memberikan sebuah nilai tawaran tunggal kepada responden, baik responden setuju ataupun responden tidak setuju dengan nilai tersebut. c. Payment Card, yaitu nilai tawaran yang disajikan dalam bentuk kisaran nilai yang dituangkan dalam sebuah kartu yang mungkin mengindikasikan tipe pengeluaran responden terhadap barang atau jasa publik yang diberikan.

7 13 d. Open-ended quation, yaitu suatu metode pertanyaan terbuka Model Logit tentang WTP maksimum yang sanggup mereka berikan dengan tidak adanya nilai tawaran sebelumnya. Model Logit adalah model regresi non-linear yang menghasilkan sebuah persamaan dimana variabel tak bebas bersifat kategorikal paling dasar dari model tersebut menghasilkan binary value seperti angka 0 dan 1. Angka yang dihasilkan mewakili suatu kategori tertentu yang dihasilkan dari perhitungan probabilitas terjadinya kategori tersebut. Bentuk dasar probabilitas dalam model logit dapat dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5. Probabilitas dalam Model Logit Yi Probabilitas 0 1-Pi 1 Pi Total 1 Sumber: Gujarati (2003) Gujarati (2003) menjelaskan bahwa penggunaan model logit seringkali digunakan data dalam klasifikasi. Contoh penggunaan data tersebut seperti dalam kategori dalam kepemilikan rumah, dimana 0 memiliki arti tidak memiliki rumah dan 1 memiliki arti memiliki rumah. Penentuan kepemilikan rumah tersebut dipengaruhi oleh variabel-variabel interikat. Variabel-variabel bebas tersebut dapat bersifat baik nominal, interval, dan rasio. P Li = ln 1 P di mana Li adalah Logit. Bentuk (P/1-P) disebut rasio kecenderungan (odds ratio) Analisis Crosstabs Chi Square Analisis Crosstabs merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal-ordinal) (Trihendradi, 2009). Penambahan variabel kontrol untuk mempertajam analisis sangat dimungkinkan. Crosstabs data digunakan unutk mengetahui hubungan atau distribusi respon antara variabel data dalam

8 14 bentuk baris dan kolom. Sedangkan analisis Crosstabs-Chi Square adalah suatu analisis hubungan antara variabel data nominal (Yamin, 2009). Crosstabs digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesis. Uji ketergantungan untuk crosstabs pada statistik ditentukan melalui Uji Chi-Square dengan mengamati ada tidaknya hubungan antar variabel yang dimasukan (baris dan kolam). Penentuan Uji Chi-Square menggunakan hipotesis yaitu: H 0 : Tidak ada hubungan antara baris dan kolom H 1 : Ada hubungan antara baris dan kolom Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Menurut Gujarati (2006) metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homoskedastik. b. Tidak ada autokolerasi dalam residual. c. Variasi residual menyebar normal. d. Nilai rata-rata dari unsur residual sama dengan nol. e. Nilai-nilai peubah tetap untuk contoh-contoh yang berulang. f. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas Tinjauan Penelitian Terdahulu Studi mengenai Apakah persoalannya pada subsidi BBM tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional dan pembangunan infrasruktur energi menguraikan tentang pengertian dasar, praktek, dan kritik mengenai subsidi BBM yang diterapkan di Indonesia. Dikemukakan perkembangan perdagangan perdagangaan minyak bumi yang dilakukan indonesia. Langkah keluar dari perangkap subsidi BBM, bahwa

9 15 sebagian masalah subsidi BBM dapat diatasi melalui pengembangan manajemen energi nasional, yang menekankan efisiensi konsumsi BBM dan pengembangan diversifikasi sumber energi. Upaya tersebut dipertegas melalui rencana pembangunan infrastruktur energi (Nugroho, 2005) Penelitian mengenai efektivitas dan kompensasi subsidi dan dampak penghapusan subsidi BBM di Indonesia dengan hasil penelitian kenaikan harga BBM sebesar 10 persen 15 persen maka akan terjadi kontraksi pada perekonomian nasional (Esta Lestari, 2004). Penelitian tentang kesediaan dalam membayar terhadap produk organik telah dilakukan oleh banyak peneliti diluar negeri. Di Yunani, Krystallis dan Chryssohodis (2005) yang meneliti tentang consumer willingness to pay for organic food, menggunakan analisis faktor menghasilkan pemilihan solusi enam faktor berdasarkan 16 dari 22 variabel awal. Faktor-faktor ini menyumbang total 63,3 persen dari total varian dijelaskan oleh model. Peneliti menyebut faktor pertama yaitu kualitas dan keamanan terdiri dari pelebelan, bahan baku, wilayahnegara asal, penggunaan metode tradisional, dan sertifikasi proses produksi. Faktor ke dua disebut kepercayaan terdiri dari kepercayaan dalam kualitas lebel atau logo, badan makanan kepercayaan sertifikasi, dan kepercayaan para pedagang yang menjual produk-produk bersertifikat. Faktor ke tiga disebut dengan faktor indera terdiri dari variabel warna cerah, rasa, aroma. Faktor ke 4 disebut sensitifitas terdiri dari variabel harga dan diskon. Faktor ke 5 dan ke 6 disebut kenyamanan dan brand name value. Peneliti menyatakan bahwa yang menyebabkan konsumen berani untuk membayar lebih mahal untuk produk organik adalah anggapan mereka tentang produk tentang produk organik yang kualitasnya lebih baik serta aman dikonsumsi. 2.2 Kerangka Pemikiran Kenaikan harga minyak dunia saat ini, tidak diimbangi dengan cadangan minyak bumi mentah yang dimiliki oleh Indonesia. Permintaan akan minyak bumi semakin meningkat dan produksi justru mengalami trend yang sebaliknya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor minyak bumi.

10 16 Harga BBM yang disubsidi saat ini sudah tidak sesuai dengan anggaran yang diajukan oleh pemerintah di dalam RAPBN Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan pembengkakan pada anggaran sehingga akan menyebabkan defisit APBN. Dalam RAPBN 2012, jumlah subsidi BBM diperkirakan lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah subsidi yang terealisasi. Sampai pada bulan Maret tahun 2012, harga minyak mentah dunia melonjak hingga US$ 120 per barel. Padahal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 123 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 90 per barel. Hal tersebut juga akan menyebabkan terjadinya defisit APBN (Ditjen Migas, 2012) Kenaikan harga minyak dunia dan pertimbangan defisit APBN memaksa pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahan dalam mengatasi defisit APBN. Pencegahan yang dilakukan dengan meningkatkan harga jual bahan bakar minyak (BBM). Tentunya hal ini akan membuat banyak respon yang beragam dari masyarakat atau pelaku ekonomi. Sebagian masyarakat setuju dengan kebijakan tersebut, sebagian masyarakat lain tidak setuju dengan kebijakan menaikan harga BBM. Mereka yang tidak setuju mengenai rencana pemerintah menaikan harga BBM beranggapan naiknya BBM akan memicu terjadinya peningkatan harga bahan-bahan kebutuhan sehari-hari. Begitupun dengan transportasi angkutan umum kota atau angkot akan terkena dampak secara langsung karena alat transportasi tesebut menggunakan bahan bakar minyak dalam menjalankan mesin kendaraan. Angkot merupakan kendaraan yang sebagian besar menggunakan bahan bakar bersubsidi jenis premium. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai implikasi rencana kenaikan harga BBM terhadap jasa transportasi angkutan umum kota wilayah Kota Bogor. Kerangka pemikiran operasional dapat disajikan pada Gambar 2.

11 17 Konsumsi dan produksi BBM Indonesia Kenaikan harga minyak dunia Besarnya subsidi pada APBN Rencana kenaikan harga BBM Jasa transportasi angkutan umum kota Implikasi terhadap jasa angkutan umum kota (angkot) Respon dan faktor-faktor yang memengaruhi respon jasa transportasi angkutan umum kota Willingness to pay Rekomendasi untuk Kebijakan Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 2.3 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Jarak tempuh memiliki pengaruh negatif terhadap respon kenaikan harga BBM, sebab jarak tempuh menunjukkan berapa banyak BBM yang dikonsumsi. Semakin jauh jarak yang ditempuh maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. 2. Usia memiliki pengaruh negatif terhadap respon kanaikan harga BBM, sebab semakin bertambah usia maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya usia maka lapangan pekerjaan yang akan diperoleh akan semakin kecil. 3. Jumlah tanggungan memiliki pengaruh negatif terhadap respon kenaikan harga BBM. Hal ini terkait dengan besarnya pengeluaran responden setiap hari. Semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM dikarenakan akan bertambahnya pengeluaran mereka.

12 18 4. Pengaruh pemakaian BBM per hari memiliki hubungan yang negatif terhadap respon kenaikan harga BBM. Hal ini menunujukkan semakin meningkatnya pemakaian BBM perhari maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM dikarenakan responden harus membayar lebih mahal untuk membeli BBM. 5. Lama waktu berkendaraan perhari memiliki hubungan positif terhadap respon kenaikan harga BBM. Semakin lama berkendaraan maka akan memengaruhi respon setuju dengan adanya kenaikan harga BBM dikarenakan semakin lama berkendaraan maka pendapatan yang diterima akan semakin tinggi.

RESPON PENGEMUDI JASA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM KOTA (ANGKOT) KOTA BOGOR TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM

RESPON PENGEMUDI JASA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM KOTA (ANGKOT) KOTA BOGOR TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM RESPON PENGEMUDI JASA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM KOTA (ANGKOT) KOTA BOGOR TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM OLEH CHAIRUN NISA H14080086 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL

PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL en.vivanews.com Pertamina akan berupaya memprioritaskan impor i bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah dari berbagai sumber,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Karakteristik Responden Jasa Transportasi Angkutan Umum Kota (Angkot) yang Berbahan Bakar Premium di Kota Bogor Jasa transportasi angkutan umum kota ini digunakan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 19 II. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bogor. Pemilihan wilayah dilakukan dengan pertimbangan wilayah tersebut memiliki jumlah angkutan umum kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Subsidi Menurut Mangkoesoebroto (2001) bahwa subsidi kepada konsumen dapat diberlakukan apabila manfaat sosial marjinal lebih besar dibandingkan manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY ANALISIS WILLINGNESS TO PAY DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESPON JASA ANGKUTAN BARANG TERHADAP KENAIKAN HARGA BBM (Kasus : Mobil Pick Up di Wilayah Jakarta dan Bogor) OLEH : AYU SAFITRIANI H14080049

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui SPBU. Berdiri sejak

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui SPBU. Berdiri sejak BAB IV ANALISIS PENELITIAN 4.1. Profil Perusahaan PT. Artha Bangkit Cemerlang (PT. ABC) adalah sebuah perusahaan swasta umum yang bergerak di bidang pengelolaan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan jumlah penduduknya, dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergerakan ekonomi dunia dan naik turunnya harga minyak mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 sampai 2009, salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sektor transportasi khususnya kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, semakin moderen serta canggih. Kebutuhan manusiapun semakin meningkat dan beraneka ragam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi utama bagi nelayan yang memiliki perahu bermotor untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. BBM bersubsidi saat ini menjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Kebijakan Publik-Subsidi Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan timbulnya masalah yang semakin komplek diberbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK KINERJA SEPEDA MOTOR DENGAN VARIASI JENIS BAHAN BAKAR BENSIN

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK KINERJA SEPEDA MOTOR DENGAN VARIASI JENIS BAHAN BAKAR BENSIN EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol. No.1 Januari 2015, 1 - STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK KINERJA SEPEDA MOTOR DENGAN VARIASI JENIS BAHAN BAKAR BENSIN Nazaruddin Sinaga 1) ; Mulyono 2) 1) Magister Teknik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN Wachid Yahya, S.Pd, M.Pd Mesin Otomotif, Politeknik Indonusa Surakarta email : yahya.polinus@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? Seminar Nasional Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia Oleh: Anthony Budiawan Rektor Kwik Kian Gie School of Business Jakarta, 24 September,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga konsep pemikiran teoritis yang dibahas, yaitu:

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H

ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H14080027 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan makin berkembang kegiatan ekonomi dan makin bertambah jumlah penduduk. Di Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a bahwa dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULLUAN I.1 Latar Belakang BBM (bahan bakar minyak): adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi terus meningkat untuk menopang kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat secara eksponensial. Minyak bumi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. No.555, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mengapa Harga BBM Harus Naik? Mengapa Harga BBM Harus Naik? Pro dan kontra perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus menjadi hal yang panas dan memanaskan dalam pembahasan masyarakat Indonesia beberapa bulan belakangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Bogor, bagi pemilik dan pengendara mobil pribadi. Lokasi yang aksidental berada di sekitar kampus IPB, Indraprasta

Lebih terperinci

Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 36 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Angkutan Barang (Mobil Pick Up) yang Berbahan Bakar Premium di Jakarta dan Bogor Angkutan darat, udara dan laut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam melakukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2016 ENERGI. Darurat. Krisis. Penanggulangan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini transportasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan pengangkutan barang oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 26 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat penduduknya sangat padat, kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang beredar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang IV. METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih. Untuk bahan bakar motor gasoline. mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih. Untuk bahan bakar motor gasoline. mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, maka kebutuhan akan bahan bakar minyak semakin banyak karena lebih ekonomis, tersedia dalam jumlah banyak, mudah dibawa

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS dan KUANTITAS PELAYANAN GUNA MENINGKATKAN JUMLAH PENUMPANG KA KOMUTER SURABAYA SIDOARJO Julistyana

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Bahan bakar yang dipergunakan motor bakar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yakni : berwujud gas, cair dan padat (Surbhakty 1978 : 33) Bahan bakar (fuel)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi yang terjadi di dalam masyarakat yang memiliki angka tingkat mobilitas yang tinggi, kebutuhan transportasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi semakin bertambah seiring dengan meningkatnya produktivitas manusia. Energi yang digunakan sebagai bahan bakar mesin umumnya adalah bahan bakar fosil.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2014 BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah:

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah: III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan teori-teori yang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci