KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR DEWI WULANDARI` SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR DEWI WULANDARI` SKRIPSI"

Transkripsi

1 KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR DEWI WULANDARI` SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 Dewi Wulandari C

3 DEWI WULANDARI. Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur. Dibimbing oleh ARIO DAMAR dan ENAN M. ADIWILAGA. RINGKASAN Penelitian dilakukan di perairan Estuari Sungai Brantas tepatnya di muara Sungai Porong, Jawa Timur pada bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton, dinamika spasial dan temporal kelimpahan fitoplankton serta keterkaitan antar jenis dan kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika dan kimia khususnya nutrien (nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat). Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang dinamika struktur komunitas fitoplankton di sebuah estuari tropis khususnya dalam hal dinamika spasial dan temporal, dalam hal ini pada muara Sungai Porong, serta informasi ini dapat digunakan untuk pemanfaatan dan pengelolaan Estuari Sungai Brantas secara optimal. Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae. Genus Chaetoceros sp ditemukan pada hampir seluruh stasiun pengamatan. Kelimpahan fitoplankton pada bulan Maret 2007 memiliki nilai kisaran sebesar sel/l. Berdasarkan kesamaan spasial dan variasi musim, kelimpahan fitoplankton tertinggi diperoleh pada bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dengan kisaran sebesar sel/l. Indeks keanekaragaman fitoplankton yang diperoleh selama pengamatan di Estuari Sungai Brantas menunjukkan kisaran 0,36 1,98, dengan indeks keseragaman berkisar antara 0,02 0,29 dan indeks dominansi yang menunjukkan kisaran 0,19 0,86. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dominansi spesies fitoplankton tertentu pada perairan Estuari Sungai Brantas. Berdasarkan hasil korelasi Analisis Komponen Utama terlihat bahwa secara umum kelimpahan fitoplankton di Estuari Sungai Brantas khususnya pada muara Sungai Porong memiliki korelasi positif yang erat dengan variabel kecerahan, salinitas, ph, silikat, dan memiliki korelasi negatif dengan nitrat, nitrit, ammonia, dan fosfat.

4 KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR Oleh: DEWI WULANDARI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 SKRIPSI Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur : Dewi Wulandari : C : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Menyetujui I. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga NIP NIP Mengetahui, II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Tanggal Lulus: 30 Desember 2008

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur. Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Atas kelancaran dan terselesaikannya penyusunan skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si dan Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dan koreksi selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku penguji tamu dan Ir. Zairion, M.Sc selaku penguji wakil dari departemen yang telah membantu dalam pemberian arahan, dan masukan bagi perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu dalam memberikan arahan dan masukan selama menjalani perkuliahan serta PKSPL IPB melalui Grant Research IFS Sweden No. A/3865-1, 2005 atas diizinkannya penulis bergabung dalam penelitian ini. 4. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc yang telah banyak membantu dalam memberikan arahan serta masukan. 5. Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Lab BIMI I yang telah banyak membantu selama proses identifikasi fitoplankton sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. 6. Bapak, Ibu, dan adik-adikku yang telah mendoakan, memberikan semangat, serta dukungan dalam penyelesaian studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. 7. Ridwan Arifin, Rendy Elia Sormin, dan Fajlur Adi Rachman selaku rekan penelitian di estuari Sungai Brantas yang telah saling membantu dan bekerja sama dalam proses menyelesaikan penelitian serta teman-teman iv

7 MSP 41 yang telah memberikan dukungan, saran, dan masukkan mengenai penelitian dan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Bogor, Januari 2009 Penulis v

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii ix xi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar belakang... 1 B. Perumusan masalah... 2 C. Tujuan... 2 D. Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Kondisi umum Estuari Sungai Brantas... 4 B. Fitoplankton Kelimpahan dan distribusi fitoplankton Struktur komunitas fitoplankton Klorofil-a... 8 C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton Parameter fisika... 8 a. Suhu... 8 b. Kecerahan dan kekeruhan Parameter kimia... 9 a. ph... 9 b. Salinitas c. Unsur hara Nitrogen Fosfat Silikat III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian B. Alat dan bahan C. Metode pengambilan contoh Penentuan stasiun Pengambilan contoh dan identifikasi fitoplankton Pengambilan contoh dan analisis kualitas air serta klorofil-a D. Analisis data Indeks biologi a. Indeks keanekaragaman (H ) b. Indeks keseragaman (E ) c. Indeks dominansi (C) Analisis komponen utama vi

9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fitoplankton dan indeks biologi Komposisi jumlah jenis fitoplankton Kelimpahan fitoplankton Indeks keanekaragaman (H ), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton B. Hubungan kelimpahan jenis fitoplankton dengan sebaran salinitas pada bulan Maret C. Keterkaitan kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a D. Analisis hubungan parameter fisika, kimia, dan biologi di perairan Estuari Sungai Brantas (Porong) Bulan Maret Bulan Agustus Bulan Maret E. Perbandingan komposisi dan kelimpahan fitoplankton berdasarkan variasi musim (hujan dan kemarau) Musim hujan Musim kemarau V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Maret Posisi geografis stasiun penelitian bulan Agustus 2007 dan Maret Jumlah jenis dan kelimpahan (sel/l) fitoplankton pada setiap bulan pengamatan Indeks keanekaragaman (H ), Indeks keseragaman (E), dan Indeks dominansi (C) fitoplankton viii

11 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Skema perumusan masalah keterikatan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur Lokasi penelitian di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur (Sumber : Google Earth) Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Maret Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Agustus 2007 dan Maret Komposisi dan jumlah berdasarkan jenis dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret Grafik kelimpahan fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret Komposisi (%) berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret Grafik hubungan antara kelimpahan jenis fitoplankton ; a) dengan Chaaetoceros sp. ; b) tanpa Chaetoceros sp. dengan gradien salinitas pada bulan Maret Grafik persentase jenis fitoplankton pada setiap stasiun dan rentang salinitas pada bulan Maret Grafik hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret Grafik analisis komponen utama-pca (Maret 2007) ; a) Parameter lingkungan yang teramati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi Grafik hasil analisis komponen utama-pca (Agustus 2007) ; a) Parameter lingkungan yang diamati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi Grafik analisis komponen utama-pca (Maret 2008) ; ix

12 a) Parameter lingkungan yang diamati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi x

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Jenis dan kelimpahan fitoplankton bulan Maret Jenis dan kelimpahan fitoplankton bulan Agustus Jenis dan kelimpahan fitoplankton bulan Maret Parameter fisika kimia perairan pada bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret Kelimpahan jenis fitoplankton dan persentasenya di setiap stasiun pada salinitas tertentu pada bulan Maret Konsentrasi klorofil-a pada bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret Hasil analisis komponen utama (PCA) pada bulan Maret Hasil analisis komponen utama (PCA) pada bulan Agustus Hasil analisis komponen utama (PCA) pada bulan Maret Komposisi (%) fitoplankton berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan Maret 2006 dan Juli Parameter fisika kimia perairan pada bulan Maret 2006 dan Juli Gambar jenis fitoplankton xi

14 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perairan estuari secara sederhana dapat diartikan sebagai perairan di sekitar muara sungai. Air di muara sungai merupakan campuran massa air yang berasal dari sungai (air tawar) dengan air laut sekitarnya. Percampuran dari massa air tersebut dapat menyebabkan fluktuasi parameter fisika dan kimia di perairan estuari. Kondisi lingkungan yang selalu berfluktuasi ini akan mempengaruhi organisme dan biota yang ada di dalam perairan. Salah satunya adalah fitoplankton yang berperan sebagai produsen dalam tingkatan rantai makanan pada perairan tersebut. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan. Fitoplankton memiliki batas toleransi tertentu terhadap faktorfaktor fisika kimia sehingga akan membentuk struktur komunitas fitoplankton yang berbeda. Kombinasi pengaruh antara faktor fisika kimia dan kelimpahan fitoplankton menjadikan komunitas dan dominansi fitoplankton pada setiap perairan tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai indikator biologis suatu perairan. Beban masukan yang ditimbulkan dari kegiatan manusia di sepanjang daerah aliran Sungai Brantas akan meningkatkan kandungan unsur hara di perairan. Meningkatnya kandungan unsur hara pada perairan secara langsung akan mempengaruhi komunitas fitoplankton dan lingkungan sekitarnya. Kondisi ini mengakibatkan adanya fluktuasi secara temporal struktur komunitas fitoplankton akibat pengaruh musim (hujan dan kemarau) serta interaksinya dengan faktor fisika kimia dan pembatas utama nutrien bagi fitoplankton di perairan Estuari Sungai Brantas khususnya pada muara Sungai Porong. Menyadari akan arti pentingnya fungsi dari Estuari Sungai Brantas, maka diperlukan informasi mengenai kondisi atau kualitas air yang mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi perairan khususnya fitoplankton di Estuari Sungai Brantas (Porong). Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk pemanfaatan Estuari Sungai Brantas secara berkelanjutan.

15 2 B. Perumusan masalah Estuari Sungai Brantas khususnya muara Sungai Porong termasuk pada ekosistem pesisir yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas manusia. Kegiatan pembangunan dan aktifitas manusia di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas akan meningkatkan beban masukan berupa limbah pertanian, limbah domestik, limbah industri serta aktifitas manusia lainnya ke perairan Sungai Brantas, khususnya pada muara Sungai Porong yang merupakan cabang dari Sungai Brantas. Meningkatnya beban masukan tersebut dapat meningkatkan kandungan unsur hara pada perairan Estuari Sungai Brantas yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan kualitas fisika kimia perairan dan kesuburan perairan tersebut (Gambar 1). Meningkatnya kandungan unsur hara tersebut akan berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Oleh karena itu, kondisi fisik dan kimia serta tingkat kesuburan pada perairan Estuari Sungai Brantas perlu dilakukan penelitian sehingga dapat diketahui pengaruh masukan unsur hara dan perubahan komunitas fitoplankton tersebut. Aktivitas manusia di DAS Brantas Estuari Sungai Brantas Kualitas Perairan Fisika Kimia Fitoplankton - Komposisi - Kelimpahan Biologi Gambar 1. Skema perumusan masalah keterikatan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur C. Tujuan Penelitian bertujuan untuk : 1. Mengetahui komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton di Estuari Sungai Brantas khususnya pada muara Sungai Porong.

16 3 2. Mengetahui dinamika spasial dan temporal kelimpahan fitoplankton di Estuari Sungai Brantas. 3. Mengetahui keterkaitan antara jenis dan kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika dan kimia khususnya nutrient (nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat) di perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur khususnya di muara Sungai Porong. D. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang dinamika kelimpahan fitoplankton di sebuah estuari tropis khususnya dalam hal dinamika spasial dan temporal, dalam hal ini yaitu muara Sungai Porong. Selain itu, informasi ini juga dapat digunakan untuk pemanfaatan dan pengelolaan Estuari Sungai Brantas secara optimal.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi umum Estuari Sungai Brantas Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas terletak di Propinsi Jawa Timur antara 110º º 55 BT dan 7º 1-8º 15 LS. Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa Timur (panjang ± 320 km) dengan daerah aliran seluas ± km 2, atau lebih kurang seperempat luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Sungai Brantas bersumber pada lereng Gunung Arjuna dan Anjasmara, dan bermuara di Selat Madura. Sungai Brantas bercabang dekat Mojokerto menjadi Kali Surabaya dan Kali Porong yang mengalir ke Selat Madura di utara Pasuruan (Handayani et al., 2001). Jumlah penduduk di wilayah ini ± 14 juta jiwa (40 % dari penduduk Jawa Timur). Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas hulu yang dimulai dari Sumber Brantas hingga sebelum masuk Bendungan Sutami mempunyai daerah tangkap hujan seluas km 2. Pada musim hujan, rata-rata debit atau aliran Sungai Brantas yang masuk ke muara Porong sebesar 600 m 3 /detik dan dapat mencapai m 3 /detik. Sedangkan pada musim kemarau aliran Sungai Brantas sangat rendah (5-6 m 3 /detik). Air dari Sungai Brantas dipergunakan untuk pertanian, air minum, sekaligus sebagai tempat pembuangan sampah (Handayani et al., 2001). B. Fitoplankton Istilah plankton adalah suatu istilah yang umum. Plankton meliputi biota yang hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik. Istilah plankton berasal dari kata Yunani yang berarti pengembara. Organisme ini biasanya berukuran relatif kecil atau mikroskopis, hidupnya selalu terapung atau melayang dan daya geraknya tergantung pada arus atau pergerakan air. Plankton dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan/nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Arinardi et al., 1997). Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen. Zooplankton adalah hewan-hewan laut yang bersifat planktonik.

18 5 Plankton dapat dikelompokkan menjadi lima golongan berdasarkan ukurannya, yaitu megaplankton (>2 mm), makroplankton (0.2 mm 2 mm), mikroplankton (20 m mm), nanoplankton (2 m - 20 m), dan ultraplankton (<2 m). Sedangkan berdasarkan daur hidupnya dibagi menjadi dua, yaitu holoplankton (seluruh daur hidupnya bersifat planktonik) dan meroplankton (sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonik) (Nybakken, 1992). Kemampuan fitoplankton yang dapat berfotosintesis dan menghasilkan senyawa organik membuat fitoplankton disebut sebagai produsen primer (Prabandani, 2002). Fitoplankton sebagai produser primer di perairan merupakan sumber kehidupan bagi seluruh organisme hewani lainnya. Disamping sebagai penghasil oksigen, baik langsung maupun tidak langsung ia merupakan makanan bagi konsumer primer yaitu zooplankton. Dalam hal ini perkembangannya sangat dipengaruhi oleh zooplankton. Fitoplankton akan berkembang dengan cepat pada saat populasi zooplankton menurun. Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO 2 dan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis (Basmi, 1988). Fitoplankon dapat digunakan sebagai indikator terhadap kategori kesuburan perairan maupun sebagai indikator perairan yang tercemar atau tidak tercemar (Basmi, 1995). Fitoplankton dengan kelimpahan yang tinggi umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai dimana terjadi air naik (up welling). Di kedua lokasi ini terjadi proses penyuburan karena masuknya zat-zat hara ke dalam lingkungan tersebut (Sediadi et al., 1999). Plankton di estuari umumnya mempunyai jumlah spesies yang sedikit tetapi sering jumlah individunya cukup banyak (Arinardi et al., 1997). Jumlah yang sedikit itu disebabkan oleh terjadinya fluktuasi besar kondisi lingkungan, terutama salinitas`dan suhu pada saat terjadi pasang dan surut. 1. Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton Sebaran plankton berdasarkan dimensi ruang dapat dibagi menjadi sebaran horizontal dan sebaran vertikal. Pada sebaran horizontal plankton umumnya tidak tersebar merata melainkan hidup secara berkelompok, terutama lebih sering

19 6 dijumpai di perairan neritik (terutama perairan yang dipengaruhi oleh estuari) daripada oseanik. Pengelompokkan fitoplankton secara garis besar dibedakan atas pengaruh fisik dan pengaruh biologi. Pengaruh fisik dapat disebabkan oleh turbulensi atau adveksi (pergerakan massa air yang besar yang mengandung plankton di dalamnya). Sedangkan pengaruh biologi terjadi apabila terdapat perbedaan pertumbuhan antara laju pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan difusi untuk menjauhi kelompoknya. Sebaran vertikal ditandai dengan berkumpulnya fitoplankton di zona eufotik yaitu zona dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis. Dari hasil berbagai penelitian, ternyata sebaran vertikal plankton tergantung dari berbagai faktor, antara lain intensitas cahaya, kepekaan terhadap perubahan salinitas, arus, dan densitas air. Untuk fitoplankton, pengelompokkan secara vertikal dipengaruhi pula oleh tersedianya nutrisi di permukaan air (Arinardi et al., 1997). Sebagaimana organisme lainnya, eksistensi dan kesuburan fitoplankton di dalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan adalah akibat pemanfaatan nutrien, dan radiasi sinar matahari, disamping suhu, dan pemangsaan oleh zooplankton (Basmi, 1988). Menurut Goldman dan Horne (1983), 2 faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton adalah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum pada temperatur tertentu dan mampu mencapai cahaya dan nutrien optimum. Menurut Nybakken (1992), plankton di daerah estuari memiliki populasi yang rendah, biasanya terjadi pada akhir musim gugur dan musim dingin karena berkurangnya cahaya dan kekeruhan perairan sangat tinggi sebagai akibat besarnya debit air sungai dan turbulensi. Hal ini diikuti oleh pertumbuhan diatom yang pesat pada akhir musim dingin. Diatom seringkali mendominasi fitoplankton, tetapi dinoflagelata dapat menjadi dominan selama bulan-bulan panas dan dapat tetap dominan sepanjang waktu di beberapa estuaria. Menurut Arinardi et al., (1997), jenis fitoplankton Skeletonema sp. dapat memanfaatkan kadar zat hara lebih cepat daripada diatom lainnya.

20 7 2. Struktur komunitas fitoplankton Komunitaas adalah kumpulan spesies organisme yang mendiami suatu tempat. Komunitas organisme adalah sesuatu yang dinamis, dimana populasipopulasi yang ada di dalamnya saling berinteraksi, dan mengalami variasi dari waktu ke waktu. Variasi atau perubahan komunitas tersebut terjadi karena adanya pengaruh faktor-faktor lingkungan yang kompleks. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan komunitas fitoplankton (biomassa, keragaman spesies, dan produksi) adalah ketersediaan nutrien di perairan (Basmi, 1988). Struktur komunitas merupakan suatu kumpulan berbagai jenis mikroorganisme yang berinteraksi dalam suatu zonasi tertentu. Dinamika kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton terutama dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, khususnya ketersediaan unsur hara (nutrien) serta kemampuan fitoplankton untuk memanfaatkannya (Muharram, 2006). Komunitas dikendalikan oleh spesies-spesies yang dominan yang memperlihatkan kekuatan spesies tersebut dengan spesies lainnya. Hilangnya spesies-spesies yang dominan akan menimbulkan perubahan-perubahan penting yang tidak hanya pada komunitas biotiknya sendiri tetapi juga dalam lingkungan fisiknya (Odum, 1993). Odum (1993) menyatakan bahwa suatu ekosistem mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perkembangan ekosistem tersebut biasa disebut dengan istilah suksesi ekologi. Suksesi pada komunitas fitoplankton adalah perubahanperubahan dari komposisi spesies yang disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan masing-masing spesies yang membuat komunitas berkembang. Laju pertumbuhan dikontrol oleh faktor-faktor lingkungan, sehingga variasi perkembangan komunitas tersebut merupakan hasil dari pengaruh kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi peningkatan atau penurunan laju suksesi dari komunitas fitoplankton (Basmi, 1988). Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan perairan adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan tersebut memiliki produktivitas perairan yang tinggi pula (Raymont, 1981). Jenis fitoplankton yang sering dijumpai di laut dalam jumlah besar adalah diatom. Nybakken (1992) juga menyatakan bahwa fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton terdiri dari dua kelompok besar yaitu

21 8 diatom dan dinoflagellata. Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian dinoflagellata. Menurut Arinardi et al., (1997), kelas Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang tinggi. Sedangkan kelas Dinoflagelata (Dinophyceae) adalah grup fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom (Nontji, 2006) 3. Klorofil-a Alat fotosintetik dari seluruh tumbuhan air kecuali alga biru dan bacteria terletak di dalam kloroplast yang merupakan partisi sel yang aktif dalam proses fotosintesis. Di dalam kloroplast ini terdapat klorofil dan pigmen-pigmen fotosintetik lainnya. Klorofil-a adalah suatu pigmen fotosintetik umum pada seluruh tumbuhan eukariotik, dan inilah yang menyebabkan air dekat pantai terlihat hijau (Basmi, 1995). Klorofil-a terkandung di dalam semua tanaman berfotosintesis, tumbuhan tingkat tinggi dan alga hijau. Salah satu metode penentuan biomassa fitoplankton adalah dengan pengukuran klorofil-a, karena klorofil-a merupakan bagian terpenting dalam fotosintesis dan dikandung sebagian besar jenis fitoplankton yang hidup di laut. C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton 1. Parameter fisika a. Suhu Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti : curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2007). Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30ºC-35 C dan 20ºC- 30ºC. Sedangkan filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorophyta dan diatom (Haslam, 1995 in Effendi, 2003).

22 9 Suhu di perairan estuari lebih bervariasi daripada di perairan pantai di dekatnya. Nybakken (1992) menjelaskan bahwa ketika air tawar masuk ke estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu dimana suhu perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi pada musim panas daripada perairan pantai sekitarnya. Variasi suhu yang besar ini sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai. b. Kecerahan dan kekeruhan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuari akan menyebabkan perairan menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan biasanya minimum di dekat mulut estuaria, karena sepenuhnya berupa air laut, dan makin meningkat bila menjauh ke arah pedalaman (Nybakken, 1992). 2. Parameter kimia a. ph Nilai ph menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu perairan yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap adanya perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7-8,5. Nilai ph juga sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti nitrifikasi. Pada ph < 4, sebagian besar tumbuhan air mati, namun algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada ph yang sangat rendah, yaitu 1, dan algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada ph 1,6 (Haslam in Effendi, 2003). Menurut Odum (1971), perairan dengan ph antara 6 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran ph yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh

23 10 fitoplankton. Namun menurut Arinardi et al., (1997), perubahan ph kurang begitu mempengaruhi kondisi lingkungan perairan estuari. b. Salinitas Salinitas perairan estuari biasanya lebih rendah daripada salinitas perairan sekelilingnya. Di mulut sungai, salinitas bervariasi sangat besar pada saat pergantian musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Arinardi et al., 1997). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 2007). Nilai salinitas perairan laut 30-40, pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran (Effendi, 2003). Perairan estuari memiliki salinitas yang berfluktuasi, suatu gradien salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu. Pola gradien bervariasi tergantung pada musim, topografi estuaria, pasang-surut, dan jumlah air tawar (Nybakken, 1992). Menurut Wyrtki (1961) in Arinardi et al., (1997) pada bulan Maret angin barat masih berhembus tapi kecepatannya sudah berkurang. Musim barat biasanya mempunyai curah hujan yang tinggi yang dapat mempengaruhi kadar salinitas dan juga kelimpahan fitoplankton (terutama di perairan pantai). Tingginya salinitas di daerah intertidal bagian atas (arah ke hulu) seringkali memungkinkan binatang laut menyusup lebih jauh ke hulu estuaria di daerah intertidal bagian atas daripada di daerah intertidal bagian bawah. c. Unsur hara Kebutuhan akan makronutrien dan mikronutrien oleh fitoplankton pada dasarnya adalah sama namun jumlahnya berbeda. Penambahan beban masukan nutrien memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap perubahan fitoplankton pada perairan yang oligotrofik dibandingkan terhadap perairan yang eutrofik (Basmi, 1988). Kandungan unsur hara yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton di perairan diantaranya yaitu :

24 11 1. Nitrogen Nitrogen merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan protein di dalam organisme. Senyawa-senyawa nitrogen, baik di tanah maupun di air jumlahnya selalu terbatas, sedangkan tumbuhan (termasuk fitoplankton) membutuhkan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup besar. Fiksasi nitrogen oleh mikroba merupakan suatu proses penting yang menjamin keperluan senyawa nitrogen selalu tersedia untuk keperluan makhluk hidup. Daya manfaat senyawa N untuk fitoplankton adalah senyawa N dalam bentuk NO 3 -N (nitrat) (Basmi, 1988). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitratnitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan (Effendi, 2003). Menurut Raymont (1981), kadar nitrat dalam air permukaan pada lintang-lintang menengah dan di wilayah tropik pada umumnya rendah. Di perairan alami, nitrit (NO 2 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat, dan antara nitrat dan gas nitrogen. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Hasil-hasil penetapan kadar nitrit menunjukkan bahwa di hampir semua perairan bahari kadar nitrit cenderung rendah, bahkan lebih rendah dari kadar nitrat dan ammonia (Raymont, 1981). Amonia di perairan merupakan racun bagi biota hewani. Nilai ammonia yang tinggi dapat memberikan efek negatif bagi kehidupan fitoplankton. Daya racun ammonia akan meningkat sebanding dengan meningkatnya ph dan kandungan CO 2 bebas. Demikian pula sebaliknya, daya racun ammonia akan menurun dengan berkurangnya konsentrasi CO 2 bebas dan ph (Basmi, 1988).

25 12 2. Fosfat Fosfat merupakan faktor penting untuk pertumbuhan fitoplankton dan organisme lainnya. Fosfat sangat diperlukan sebagai transfer energi dari luar ke dalam sel organisme, karena itu fosfat dibutuhkan dalam jumlah yang kecil (sedikit). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972 in Effendi, 2003). Menurut Barnes dan Hughes (1982), konsentrasi fosfat jauh lebih kecil daripada konsentrasi ammonia dan nitrat. Fosfor dan nitrogen biasanya berada dengan perbandingan 1 : 15. Kenaikan jumlah sel diatom diiringi dengan penurunan kadar fosfat (Raymont, 1981). 3. Silikat Silikat merupakan nutrien yang sangat penting untuk membangun dinding sel dalam komunitas diatom. Oleh karena itu, silikat diperlukan untuk mendukung perkembangan atau kehidupan biota laut. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada konsentrasi silikat (Nybakken, 1992). Silikat termasuk salah satu unsur penting bagi makhluk hidup. Beberapa algae, terutama diatom (Bacillariophyceae) membutuhkan silika untuk membentuk frustule (dinding sel) (Effendi, 2003). Kadar silika pada perairan payau dan laut berkisar antara mg/liter. Keberadaan silika pada perairan tidak menimbulkan masalah karena tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup. Akan tetapi, pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan industri, keberadaan silika dapat menimbulkan masalah pada pipa karena dapat membentuk deposit silika (Effendi, 2003).

26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret Maret 2008, yang berlokasi di perairan Estuari Sungai Brantas (Porong), Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur (Gambar 2). Secara geografis perairan Estuari Sungai Brantas terletak pada BT dan LS, sedangkan letak posisi stasiun pengambilan contoh terletak pada BT dan LS untuk bulan Maret 2007, dan untuk bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 terletak pada BT dan LS. Penelitian ini merupakan bagian dari salah satu penelitian mengenai keterkaitan komunitas fitoplankton dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas. Pengambilan sampel fitoplankton dan kualitas air dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bulan Maret dan Agustus 2007, dan Maret Hal ini dilakukan untuk mencakup variabilitas musim yaitu Maret 2007 (musim hujan), Agustus 2007 (musim kemarau), dan Maret 2008 (musim hujan). Analisis identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biomikro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 2. Lokasi penelitian di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur (Sumber: Google Earth)

27 14 B. Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan air contoh dan identifikasi terhadap fitoplankton adalah plankton net dengan ukuran mata jaring 35 m, ember plastik ukuran 15 liter, gayung ukuran 1,3 liter, dan botol film. Alat yang digunakan pada saat analisis di laboratorium yaitu mikroskop binokuler model Olympus CH-2, SRC (Sedgewick Rafter Count) dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm (memiliki volume 1000 mm 3 ), pipet tetes, dan buku identifikasi plankton. Buku identifikasi plankton yang digunakan adalah Mizuno (1979) dan Yamaji (1996). Bahan yang digunakan untuk pengawetan fitoplankton yaitu larutan lugol. C. Metode pengambilan contoh 1. Penentuan stasiun Penentuan stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 6 stasiun untuk pengamatan pertama bulan Maret 2007 pada muara Porong yang terletak di sungai, mulut sungai, dan menuju ke arah laut (Gambar 3). Letak dan posisi stasiun pengamatan pada bulan Maret 2007 berbeda dengan bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 Penentuan stasiun pada sampling pertama ini didasarkan pada peningkatan gradien salinitas, dari salinitas rendah hingga salinitas tinggi. Stasiun 1 merupakan stasiun pada daerah mulut sungai. Kemudian untuk stasiun 2, 3, 4, 5, dan 6 merupakan daerah laut yang memiliki salinitas berbeda akibat pengaruh dari sungai dan laut. Pada sampling kedua dan ketiga (penelitian utama) masing-masing dilakukan pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008, penentuan stasiun pengambilan contoh ditetapkan sebanyak 9 stasiun berdasarkan keterwakilan spasial wilayah estuaria, yaitu mencakup wilayah sungai (stasiun 9), Peralihan (stasiun 1 dan 2), dan wilayah laut (3, 4, 5, 6, 7, dan 8) (Gambar 4). Koordinat setiap stasiun disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

28 15 Tabel 1. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Maret 2007 Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur Gambar 3. Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Maret 2007 Tabel 2. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur

29 16 Gambar 4. Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Agustus 2007 dan Maret Pengambilan contoh dan identifikasi fitoplankton Pengambilan sampel air dilakukan pada daerah atau bagian permukaan dengan kedalaman 50 cm. Sampel air untuk pengamatan fitoplankton diambil dari masing-masing stasiun yang disaring dengan menggunakan plankton net ukuran mata jaring 35 m sebanyak 65 ml. kemudian contoh air yang tersaring langsung dimasukkan ke dalam botol film, dan diawetkan dengan larutan lugol kurang lebih 1 % dari volume air tersaring. Identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biomikro, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan mikroskop binokuler model Olympus CH-2 perbesaran 10 x 10. Kemudian sampel diamati dengan menggunakan Sedgewick-Rafter sebanyak tiga kali ulangan untuk menghitung kelimpahan fitoplankton. Analisis kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus dalam Basmi (1994) :

30 17 N 1 A B x C D x E xn sel l Keterangan : N = Jumlah sel per liter (sel/liter) n = Jumlah sel fitoplankton pada seluruh lapang pandang (sel) A = Volume contoh air yang disaring (65 liter) B = Volume air tersaring (30 ml) C = Volume sampel di bawah gelas penutup (1 ml) D = Luas gelap penutup (1000 mm 2 ) E = Luas total yang teramati (200 mm 2 ) 3. Pengambilan contoh dan analisis kualitas air serta klorofil-a Pengambilan contoh pada masing-masing stasiun untuk analisa klorofil-a dan analisis parameter kimia seperti nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat dimasukkan ke dalam botol sampel air ukuran 250 ml kemudian dimasukkan ke dalam ice box untuk di analisa di laboratorium. Parameter yang diukur secara langsung (in situ) meliputi ph, suhu, salinitas, dan kecerahan. Untuk analisis klorofil-a dan parameter kimia seperti nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat dilakukan oleh rekan satu penelitian yaitu Arifin (2008) dan Sormin (2008). D. Analisis data 1. Indeks biologi a. Indeks keanekaragaman (H ) Untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton digunakan persamaan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut (Odum, 1993) : H i i 0 p i ln p i Keterangan : H = Indeks keanekaragaman p i = n i /N n i = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu

31 18 Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut : H <2,306 = keanekaragaman rendah 2,3026<H <6,9076 = keanekaragaman sedang H >6,9078 = keanekaragaman tinggi b. Indeks keseragaman (E ) Indeks keseragaman digunakan untuk menunjukkan sebaran fitoplankton dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman juga dihitung dengan formula dari Shannom-Wiener (Odum, 1993), yaitu sebagai berikut : Keterangan : E H ' Hmaks E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H maks = Ln S (indeks keanekaragaman maksimum) S = Jumlah genus yang ditemukan Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E menunjukkan semakin kecil pula keseragaman populasi fitoplankton, artinya penyebaran jumlah individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi menunjukkan keseragaman, yaitu bahwa jumlah individu setiap genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda (Odum, 1993). c. Indeks dominansi (C) Indeks dominansi digunakan untuk melihat adanya dominansi oleh jenis tertentu pada populasi fitoplankton dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum, 1993) dengan rumus sebagai berikut : C Keterangan : C n i N S = Indeks dominansi Simpson = Jumlah individu jenis ke-i = Jumlah total individu = Jumlah genus i i 0 ( n i / N ) 2

32 19 Nilai C berkisar antara 0 1. Apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan nilai E yang besar (mendekati 1), sedangkan apabila nilai C mendekati 1 berarti terjadi dominansi jenis tertentu dan dicirikan dengan nilai E yang lebih kecil atau mendekati 0 (Odum, 1993). 2. Analisis komponen utama (AKU) Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Matriks data terdiri dari variabel kelimpahan fitoplankton sebagai individu (baris) dan variabel parameter fisika-kimia perairan sebagai variabel kuantitatif (kolom). Analisis Komponen Utama dapat memberikan suatu gambaran yang mudah dibaca atau diinterpretasikan pada struktur data dengan hanya menarik informasi penting. Pada analisis data ini akan dihasilkan tiga Analisis Komponen Utama berdasarkan waktu tiap bulan pengamatan, yaitu bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret Hasil Analisis Komponen Utama ini akan menunjukkan korelasi antar parameter pada setiap stasiun. Analisis Komponen Utama juga dapat membagi atau mengelompokkan kemiripan dari parameter lingkungan yang berbentuk matriks data (Bengen, 2000).

33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fitoplankton dan indeks biologi 1. Komposisi jumlah jenis fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian pada pengamatan ke-1 (Gambar 5.a.) yaitu musim hujan (Maret 2007) diperoleh bahwa komposisi fitoplankton di estuari Sungai Brantas terdiri dari empat kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (25 genera), kelas Dinophyceae (6 genera), kelas Cholorophyceae (10 genera), dan kelas Cyanophyceae (6 genera). Sedangkan pada pengamatan ke-2 (Gambar 5.b.) pada musim kemarau (Agustus 2007) diperoleh komposisi fitoplankton yang terdiri dari lima kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (25 genera), kelas Dinophyceae (4 genera), kelas Chlorophyceae (3 genera), kelas Cyanophyceae (3 genera), dan kelas Chrysophyceae (2 genera). Pada pengamatan ke-3 (Gambar 5.a.) pada musim hujan (Maret 2008) diperoleh komposisi fitoplankton yang terdiri dari lima kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (16 genera), kelas Dinophyceae (3 genera), kelas Chlorophyceae (7 genera), kelas Cyanophyceae (3 genera), dan kelas Chrysophyceae (1 genera). Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (diatom). Pada bulan Maret 2007 komposisi kelas Bacillariophyceae sebanyak 53,19 %, bulan Agustus 2007 sebanyak 67,57 %, dan pada bulan Maret 2008 sebanyak 53,33 %. Hal ini disebabkan karena kelas Bacillariophyceae mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan kelas lainnya. Menurut Arinardi et al., (1997), kelas Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang tinggi. Kelas Chlorophyceae ditemukan dalam jumlah besar pada bulan Maret 2007 dan Maret 2008, masing-masing sebesar 21,28 % dan 23,33 %. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor musim. Pada bulan Maret 2007 dan Maret 2008 dipengaruhi oleh musim hujan sedangkan pada bulan Agustus 2007 dipengaruhi oleh musim kemarau. Pada saat musim hujan jenis fitoplankton air tawar (Chlorophyceae) banyak yang ikut terbawa oleh arus dari sungai dan terbawa ke

34 21 a) Cyanophyceae (6 jenis) 12,77% Chlorophyceae (10 jenis) 21,28% Bacillariophyceae (25 jenis) 53,19% Dinophyceae (6 jenis) 12,77% b) Cyanophyceae (3 jenis) 8,11% Chrysophyceae (2 jenis) 5,41% Chlorophyceae (3 jenis) 8,11% Dinophyceae (4 jenis) 10,81% Bacillariophyceae (25 jenis) 67,57% c) Cyanophyceae (3 jenis) 10.00% Chrysophyceae (1 jenis) 3.33% Chlorophyceae (7 jenis) 23.33% Bacillariophyceae (16 jenis) 53.33% Dinophyceae (3 jenis) 10.00% Gambar 5. Komposisi dan jumlah berdasarkan jenis dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008

35 22 perairan estuari lalu ke arah laut, sehingga menyebabkan komposisinya di perairan estuari lebih besar. Pada bulan Agustus 2007 komposisi kelas Chlorophyceae lebih sedikit yaitu 8,11 % yang dipengaruhi oleh musim kemarau. Kelas Dinophyceae memiliki komposisi 12,77 % pada bulan Maret 2007, 10,81 % pada bulan Agustus 2007, dan 10,00 % pada bulan Maret Pada bulan Agustus 2007 kelas Dinophyceae ditemukan terbanyak setelah diatom. Hal ini sesuai dengan Nontji (2006), Dinoflagelata (kelas Dinophyceae) adalah grup fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom. Selanjutnya komposisi jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae pada bulan Maret 2007 yaitu 12,77 %, bulan Agustus 2007 yaitu 8,11 %, dan bulan Maret 2008 yaitu 10,00 %. Kelas Crysophyceae hanya ditemukan pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008, masing-masing sebesar 5,41 % dan 3,32 %. 2. Kelimpahan fitoplankton Pada Tabel 3 terlihat bahwa kelimpahan fitoplankton tertinggi berdasarkan musim dan kesamaan spasial, diperoleh pada pengamatan bulan Agustus 2007 dengan nilai rata-rata kelimpahan sebesar sel/l dan kisaran kelimpahan antara sel/l. Pada bulan Maret 2008 diperoleh nilai rata-rata kelimpahan sebesar sel/l dan kisaran kelimpahan antara sel/l. Perbedaan kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 disebabkan karena adanya pengaruh musim, yaitu musim kemarau pada bulan Agustus 2007 dan musim hujan pada bulan Maret Pada saat musim kemarau, perairan di sekitar muara Sungai Porong cenderung lebih stabil dibandingkan pada saat musim hujan. Hal ini diduga disebabkan oleh karena perairan tidak terlalu banyak mendapat masukan air tawar dari Sungai Porong. Pada musim kemarau proses dekomposisi bahan organik berjalan lebih cepat karena massa tinggal air di sungai lebih lama sehingga unsur-unsur hara dapat dimanfaatkan secara optimum oleh fitoplankton untuk tumbuh. Berdasarkan nilai parameter kecerahan, bulan Agustus 2007 memiliki kisaran nilai kecerahan perairan yang lebih tinggi, yaitu 0,6 2,1 m dibandingkan dengan kisaran nilai kecerahan perairan pada bulan Maret 2008 yaiotu sebesar 0,2 0,6 m. Tingginya nilai kecerahan perairan pada bulan Agustus 2007 dapat memudahkan sinar

36 23 matahari masuk ke dalam perairan secara optimum, sehingga proses fotosintesis fitoplankton dapat berjalan dengan baik. Tabel 3. Jumlah jenis dan kelimpahan (sel/l) fitoplankton pada setiap bulan pengamatan Stasiun jml jenis Agustus 2007 Maret 2008 Kelimpahan (sel/l) jml jenis Kelimpahan (sel/l) Jumlah rata-rata Pada bulan Maret 2008 termasuk musim hujan. Air hujan yang turun akan terbawa oleh arus dari sungai dan menuju ke perairan estuari. Pada musim hujan, massa jenis air hujan lebih tinggi dibandingkan dengan massa jenis air di perairan estuari. Sehingga air hujan yang terbawa arus dari sungai masuk ke perairan estuari dan mengaduk perairan yang berada di bawahnya menuju ke permukaan perairan dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi perairan estuari dan juga kelimpahan fitoplankton. Semakin rendah suhu perairan massa jenisnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini ditunjukkan dari nilai parameter suhu pada bulan Maret 2008 stasiun 1 dan 9 yang cenderung lebih rendah yaitu sebesar 29,5 dan 29 C. Nilai salinitas pada kedua stasiun tersebut juga menunjukkan nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 0. Semakin rendah suhu perairan dan semakin tinggi nilai salinitasnya, maka perairan tersebut akan teraduk menuju ke bawah permukaan perairan. Menurut Wyrtki (1961) in Arinardi et al., (1997) pada bulan Maret angin barat masih berhembus tapi kecepatannya sudah berkurang. Musim barat biasanya mempunyai curah hujan yang tinggi yang dapat mempengaruhi kadar salinitas dan juga kelimpahan fitoplankton terutama di perairan pantai.

37 24 Hal ini berbeda dengan kelimpahan pada bulan Maret 2007 yang cenderung tinggi. Pada bulan Maret 2007 kisaran nilai kelimpahan fitoplankton yaitu antara sel/l sel/l, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan kelimpahan terendah pada stasiun 6 (Gambar 6.a.). Stasiun 1 memiliki nilai konsentrasi silika yang tinggi yaitu sebesar 3,88 mg/l, sedangkan pada stasiun 6 memiliki nilai konsentrasi silika yang rendah sebesar 1,76 mg/l. Silikat diperlukan untuk mendukung perkembangan atau kehidupan biota laut. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada konsentrasi silikat (Nybakken, 1992). Berdasarkan nilai parameter fisika yang diperoleh, nilai kedalaman pada bulan Maret 2007 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Agustus 2007 dan Maret Tingginya kedalaman akan memperkecil pengaruh kekeruhan perairan sehingga cahaya dapat masuk ke perairan secara optimal dan dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan fitoplankton. Pada bulan Agustus 2007 kisaran nilai kelimpahan fitoplankton yaitu antara sel/l sel/l, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 3 (Gambar 6.b.). Hal ini diduga disebabkan karena letak dari stasiun 2 yang masih termasuk dalam wilayah peralihan, dimana pada wilayah ini terjadi percampuran antara air tawar dan air laut. Sehingga hal ini menyebabkan bervariasinya pula jumlah individu dan kelimpahan fitoplankton. Menurut Arinardi et al., (1997), plankton di estuari umumnya mempunyai jumlah spesies yang sedikit tetapi sering jumlah individunya cukup banyak. Pada stasiun 2 jumlah spesiesnya lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun 3 yaitu sebanyak 18 spesies, tapi memiliki jumlah individu yang cukup banyak. Sedangkan pada stasiun 3 termasuk dalam wilayah laut. Pada bulan Maret 2008 kisaran nilai kelimpahan fitoplankton yaitu antara 193 sel/l sel/l, dimana kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 7 (Gambar 6.c.). Hal ini diduga karena nilai parameter fisika-kimia perairan yang mendukung. Stasiun 7 memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah yaitu sebesar 0,4 m dibandingkan dengan stasiun 2 yaitu sebesar 0,6 m. Nilai kecerahan yang rendah menggambarkan nilai kekeruhan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C

SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C24102036 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai (batas administrasi kedua

TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai (batas administrasi kedua TINJAUAN PUSTAKA Sungai Ular Sungai Ular pada bagian hulu berada pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo, sedangkan hilirnya berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Deli Serdang

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Morotai bagian selatan, Maluku Utara (Gambar 1) pada Bulan September 2012 dengan Kapal Riset Baruna Jaya

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN 60 HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Elemen - elemen makro nutrien

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin)

II. TELAAH PUSTAKA. Ketersediaan Karbohidrat. Chrysolaminarin (= leukosin) II. TELAAH PUSTAKA Chrysophyta merupakan salah satu divisio fitoplankton. Fitoplankton dikelompokkan ke dalam lima divisio yaitu Chrysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta. Semua

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Oseanografi. Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Oseanografi. Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Oseanografi Suhu Suhu perairan selama penelitian di perairan Teluk Banten relatif sama di seluruh kedalaman kolom air di stasiun A dan B yang berkisar dari 28 29 C (Tabel 3).

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA

TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA Oleh: NUR INDRAYAN1 C02495009 SKRIPSI Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Morotai Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Propinsi Maluku Utara dulunya merupakan wilayah kecamatan di bawah Kabupaten Halmahera Utara dan pada

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di

BAB I PENDAHULUAN. akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat. Berbagai aktivitas manusia seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan menurunnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen 22 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA DIVERSITY AND DOMINANCE OF PLANKTON IN KUALA RIGAIH, ACEH JAYA DISTRICT Rahmatullah 1 *, M. Sarong

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah Keanekaragaman Plankton pada Hutan Mangrove KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci