BAB IV SKENARIO OPTIMALISASI POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV SKENARIO OPTIMALISASI POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH"

Transkripsi

1 BAB IV SKENARIO OPTIMALISASI POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH 4.1. Dinas Kelautan dan Perikanan Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan A. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (UPTD BPTKP) Perhitungan potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD BPTKP didasarkan pada beberapa asumsi menurut unit kerja. Untuk perhitungan penerimaan PAD di BAT Cangkringan, BAT Wonocatur, BAT Bejiharjo, BAT Sendangsari, BAP Samas, dan BAL Sundak digunakan dasar perhitungan potensi reproduksi per induk untuk masing-masing komoditas yang dikelola oleh masing-masing unit kerja. Jumlah potensi produksi benih didasarkan pada beberapa Standar Nasional Indonesi (SNI) terkait produksi benih seperti: (1) SNI No terkait Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy) kelas benih, (2) SNI : terkait Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), dan (3) Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya KKP No. 1106/DPB.0/HK.150/XII/2006 tentang Standar Sarana, Fasilitas Fisik dan Operasional Balai Benih Ikan (BBI) dan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Direktorat Jenderal Perikaan Budidaya KKP. Jumlah stok induk betina yang dimiliki oleh masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: UK BAT Cangkringan Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Cangkringan pada tahun 2013 adalah sebanyak ekor terdiri atas induk lele sebanyak 315 ekor, gurami sebanyak 32 ekor, tawes (70 ekor), nila merah (1.218 ekor), nila hitam (272 ekor), mas (52 ekor), patin (10 ekor), grass carp (22 ekor). UK BAT Wonocatur 173

2 Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Wonocatur pada tahun 2013 adalah sebanyak 932 ekor yang terdiri atas induk lele (220 ekor), tawes (7 ekor), nila merah (380 ekor), nila hitam (283 ekor), dan ikan mas (42 ekor) UK BAT Bejiharjo Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Bejiharjo pada tahun 2013 adalah sebanyak 676 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), tawes (7o ekor), nila merah (333 ekor), nila hitam (87 ekor), dan ikan mas (72 ekor) UK BAT Sendangsari Jumlah induk betina yang dimiliki UK BAT Sendangsari pada tahun 2013 adalah sebanyak 852 ekor yang terdiri atas induk lele (114 ekor), gurami (200 ekor), tawes (19 ekor), nila merah (275 ekor), nila hitam (215 ekor), dan ikan mas (28 ekor) UK BAP Samas Jumlah induk udang galah betina yang dimiliki UK BAP Samas pada tahun 2013 adalah sebanyak 3.417ekor UK BAL Sundak Jumlah induk bandeng betina yang dimiliki UK BAL Sundak pada tahun 2013 adalah sebanyak 42 ekor Untuk BAP Congot, estimasi potensi didasarkan pada analisis usaha pembesaran udang vanamei di lokasi BAP. Perhitungan secara detail usaha budidaya udang dilakukan terhadap satu unit tambak, dari dikonversi untuk 5 tambak yang dikelola. Estimasi potensi penerimaan sewa pasar ikan dan jasa laboratorium di BAT Cangkringan diasumsikan sama dengan realisasi pada tahun 2013, sedangkan hasil samping uji coba didasarkan pada penerimaan rata-rata selama periode Potensi penerimaan total PAD dari pengelolaan optimal pada kondisi saat ini untuk UPTD BPTKP adalah sebesar Rp (Tabel 4.1). Berdasarkan nilai potensi tersebut, tingkat realisasi dari potensi baru sebesar 34,6% dari potensi PAD dari bidang usaha budidaya perikanan. Jika diasumsikan UPTD mampu mengelola 60% dari potensi yang ada, maka total nilai yang dapat diterima diperkirakan sebesar Rp Nilai 60% potensi penerimaan tersebut jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan atau 174

3 dengan tingkat pemanfaatan (realisasi) sebesar 57,7% dari potensi yang ada. Potensi penerimaan terbesar berasal dari UK BAP Congot yaitu sebesar Rp , diikuti UK BAT Cangkringan sebesar Rp , UK BAT Sendangsari sebesar Rp , dan UK BAT Wonocatur sebesar Rp Diantara unit penghasil tersebut, UK BAP Samas telah dikelola secara optimal dengan tingkat realisasi yang hampir sama dengan potensinya, yaitu dengan realisasi sebesar Rp (90,8% potensi PAD). Untuk hasil produksi berupa benih, potensi penerimaan dalam estmasi hanya memperhitungkan nilai produksi dengan tarif sesuai PERDA yang belaku saat ini. Nilai potensi akan berubah dan lebih tinggi jika harga per satuan produksi meningkat (perubahan Perda terkait retribusi mengalami revisi/perubahan). Bahasan berikut akan secara detail membahas masing-masing unit penghasil (UPTD dan Dinas). Contoh terhitungan terlampir pada laporan ini. No. UPT / Satker Tabel 4.1. Potensi Penerimaan PAD UPTD BPTKP PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi/tahun (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) (a) (b) (c) (d) (e = %d) (f=b/d)%) A. Perikanan Budidaya UK BAT Cangkringan UK BAT Wonocatur 3. UK BAT Bejiharjo UK BAT Sendangsari 5. UK BAP Samas UK BAP Congot UK BAL Sundak Hasil Samping Uji Coba Sumber: Analisis Data, ,8 35,6 4,3 5,7 6,0 16,9 15,1 4,1 9, ,3 34, ,6 50, ,7 22, ,8 34, ,2 14, ,6 90, ,5 15, ,7 52, ,2 98,9 175

4 1. Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Cangkringan Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan diperkirakan sebesar Rp Jika dalam beberapa tahun ke depan, UK BAT Cangkringan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut, diperkirakan potensi penerimaan sebesar Rp Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan (pemanfaatan sebesar 84.7 dari potensi). Potensi penerimaan di UK BAT Cangkringan berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak ekor dan calon induk sebanyak 196 kg. Potensi penerimaan untuk komoditas nila merah adalah sebesar Rp (produksi benih: ekor dan produksi calon induk: 244 kg), sedangkan potensi untuk komoditas gurami adalah sebesar Rp (produksi benih: ekor dan produksi calon induk: 50 kg). Selain itu, penerimaan UK BAT Cangkringan termasuk biaya sewa pasar ikan sebesar Rp dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP sebesar Rp Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Cangkringan ditampilkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Cangkringan Jenis Ikan Induk Betina (ekor) Telur (butir) Benih (ekor) Calon induk (Kg) Konsumsi (kg) Nilai (Rp) Lele Gurami Tawes Nila Merah Nila Hitam Mas Patin Grasscarp Jumlah* Sumber: Analisis Data, % Potensi Keterangan: * Jumlah belum termasuk potensi penerimaan biaya sewa pasar ikan sebesar Rp dan biaya pengujian di laboratorium BPTKP yang berada di UK BAT Cangkringan sebesar Rp

5 2. Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Wonocatur Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur adalah sebesar Rp Nilai tersebut berasal dari 60% potensi penerimaan secara keseluruhan yang berasal dari UK BAT Wonocatur yang berjumlah sebesar Rp Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Wonocatur berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak ekor. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp (produksi benih: ekor dan produksi calon induk: 100 kg), diikuti potensi untuk komoditas nila hitam sebesar Rp (produksi benih: ekor dan produksi calon induk: 595 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Wonocatur ditampilkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Wonocatur Jenis Ikan Induk Betina (ekor) Telur (butir) Benih (ekor) Calon induk (Kg) Konsumsi (kg) Nilai (Rp) Lele Tawes Nila Merah Nila Hitam Mas Jumlah % Potensi Sumber: Analisis Data, Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Bejiharjo Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Bejiharjo secara keseluruhan diperkirakan berjumlah sebesar Rp Jika UK BAT Bejiharjo mampu mengelola 60% potensi penerimaan tersebut diperkiran akan diperoleh potensi penerimaan sebesar Rp Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai 177

6 potensi dengan realisasi penerimaan. Sehingga, terdapat peluang peningkatan target penerimaan di tahun-tahun mendatang di UK BAT Bejiharjo. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Bejiharjo berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak ekor, calon induk sebanyak 49 kg, dan ikan konsumsi sebanyak 1 kg. Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas ikan mas yaitu sebesar Rp (produksi benih: ekor, produksi calon induk: 28 kg, dan ikan konsumsi: 1 kg), diikuti potensi untuk komoditas tawes sebesar Rp (produksi benih: ekor, produksi calon induk: 8 kg, dan ikan konsumsi: 2 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Bejiharjo ditampilkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Bejiharjo Jenis Ikan Induk Betina (ekor) Telur (butir) Benih (ekor) Calon induk (Kg) Konsumsi (kg) Nilai (Rp) Lele Tawes Nila Merah Nila Hitam Mas 72-3, Jumlah Sumber: Analisis Data, % Potensi Unit Kerja Budidaya Air Tawar (UK BAT) Sendangsari Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari adalah sebesar Rp , jika BAT mampu mengelola 60% dari potensi penerimaan yang berjumlah sebesar Rp Jika nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Potensi penerimaan terbesar di UK BAT Sendangsari berasal dari komoditas lele dengan nilai sebesar Rp dimana nilai tersebut berasal dari potensi produksi benih sebanyak ekor, calon induk sebanyak 100kg, dan ikan konsumsi sebanyak 27 kg. Potensi 178

7 penerimaan terbesar kedua berasal dari komoditas gurami yaitu sebesar Rp (produksi benih: ekor, produksi calon induk: 180 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg), diikuti potensi untuk komoditas ikan mas sebesar Rp (produksi benih: ekor, produksi calon induk: 139 kg, dan ikan konsumsi: 25 kg). Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAT Sendangsari ditampilkan pada Tabel 4.5. Jenis Ikan Tabel 4.5. Potensi Penerimaan PAD UK BAT Sendangsari Induk Betina (ekor) Telur (butir) Benih (ekor) Calon induk (Kg) Konsumsi (kg) Nilai (Rp) Lele Gurami Tawes Nila Merah Nila Hitam Mas Jumlah Sumber: Analisis Data, % Potensi Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Samas Total potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas diperikrakan sebesar adalah sebesar Rp Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka hanya terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Samas adalah komoditas udang galah. Potensi penerimaan PAD sebesar Rp berasal dari produksi benih sebanyak ekor, penjualan induk afkir sebanyak 68 kg, penjualan induk glondongan sebanyak 303 kg, dan udang galah konsumsi sebanyak 28 kg. Data potensi tersebut sesungguhnya telah mengambil hampir 90% potensi penerimaan, sehingga target penerimaan tahunan PAD dari UK BAP Samas hanya berkisar pada angka estimasi tersebut. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas ditampilkan pada Tabel

8 Tabel 4.6. Potensi Penerimaan PAD UK BAP Samas Udang Galah Jumlah Nilai (Rp) Benih (ekor) Induk afkir (kg) Induk Glondongan (kg) Glondongan Konsumsi (kg) Jumlah Sumber: Analisis Data, Unit Kerja Budidaya Air Payau (UK BAP) Congot Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Congot adalah sebesar Rp ooo. Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Congot dalam perhitungan ini hanya komoditas udang vanamei. Potensi penerimaan PAD tersebut diperoleh dari total nilai penjualan per siklus per petak sebesar Rp Dengan asumsi jumlah petak tambak yang operasional untuk udang sebanyak 5 unit, maka jumlah penerimaan per siklus sebanyak Rp Dalam satu tahun secara rata-rata tambak berproduksi 3 siklus produksi, dengan demikian jumlah penerimaan per tahun dipekirakan sebesar Rp ooo. Hasil perhitungan ini dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan perhitungan jika menggunakan harga yang ditentukan oleh PERDA terkait retribusi jasa usaha. Sehingga dengan basis tarif PERDA, pada tahun ini sekurang-kurangnya tambak udang congot mampu memberikan kontribusi sebesar Rp Selain udang, tambak congot juga menghasilkan produksi bandeng. Berdasarkan pengalaman BAP Congot, 1 petak tambak (sekitar 2000 m 2 /petak) aktif untuk produksi bandeng dengan jumlah tebaran nener ekor. Hasil produksi dari 3 siklus panen petak tersebut diperoleh sebesar kg per tahun. Dengan harga sesuai ketentuan PERDA senilai Rp per kg, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp per petak per tahun. 180

9 Tabel 4.7. Potensi Penerimaan PAD UK BAP Congot Berdasarkan kondisi Existing No Rincian Satuan Nilai 1. Luas tambak per petak m 2 /petak Rata-rata padat Tebar ekor/m Jumlah Tebar ekor Panen Kg Harga jual PERDA (Rp/kg) Rp Harga jual pasar (Rp/kg) Rp Total nilai penjualan Rp/siklus a. Sesuai harga jual PERDA (5) Rp/siklus b. Sesuai harga pasar (6) Rp/siklus Jumlah siklus produksi per tahun Siklus/tahun 3 9. Potensi penerimaan per siklus per petak per tahun a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*8) Rp/siklus/petak b. Sesuai harga pasar (b=4*6*8) Rp/siklus/petak Jumlah petak tambak yang dikelola petak 5 9. Potensi penerimaan per tahun a. Sesuai harga jual PERDA (a = 4*5*10) Rp/tahun b. Sesuai harga pasar (b=4*6*10) Rp/tahun Sumber: Analisis Data, Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAL Sundak adalah sebesar Rp Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Komoditas yang dihasilkan dari UK BAP Samas adalah komoditas bandeng. Potensi penerimaan PAD sebesar Rp berasal dari produksi benih sebanyak ekor dan penjualan induk afkir sebanyak 17 kg. UK BAL memiliki potensi untuk bekerjsasama dengan pembudidaya, termasuk dengan BAP Congot untuk menghasilkan PAD melalui penjualan benih, khususnya nener. Rincian mengenai potensi penerimaan PAD yang berasal dari UK BAP Samas ditampilkan pada Tabel

10 Tabel 4.8. Potensi Penerimaan PAD UK BAL Sundak Bandeng Jumlah Nilai (Rp) Benih (ekor) Induk afkir (kg) Induk Glondongan (kg) - - Glondongan Konsumsi (kg) - - Jumlah Sumber: Analisis Data, 2014 B. Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Pantai (UPTD PPP) Sadeng dan LPPMHP Yogyakarta Potensi penerimaan PAD yang berasal dari UPTD PPP didasarkan pada beberapa asumsi menurut jenis penerimaan. Penerimaan untuk izin usaha perikanan (SIPI) dihitung berdasarkan jumlah kapal yang menjadikan PPP Sadeng sebagai pangkalan utamanya. Jumlah kapal yang berukuran antara GT sebanyak 28 unit yang terdiri atas 13 kapal gillnet berukuran GT, 2 kapal gillnet berukuran GT, dan 13 kapal purse seine berukuran GT. Asumsi penerimaan SIUP didasarkan pada realisasi penerimaan pada tahun Potensi penerimaan sewa tempat terbuka, tempat tertutup, air bersih, surat keterangan asal ikan, dan pengujian di LPPMHP diasumsikan sama dengan realisasi tahun Asumsi yang digunakan untuk menghitung potensi penerimaan PAD dari retribusi jasa tambat dan labuh adalah sebagai berikut Kapal motor berukuran < 10 GT diasumsikan hanya melakukan trip harian sebanyak 20 kali trip per bulan (10 hari di pelabuhan). Kapal motor berukuran >10 GT diasumsikan hanya melakukan trip mingguan sebanyak 4 kali dengan labuh ke dermaga sebanyak 8 hari per bulan. Kapal motor pendatang yang masuk ke PPP Sadeng diasumsikan sebanyak 20 kapal per tahun dengan lama tambat 4 hari per bulan. Ukuran kapal motor pendatang yang masuk ke pelabuhan diasumsikan 10 GT per kapal. Potensi penerimaan PAD di UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta adalah sebesar Rp (tabel 4.9). Jika nilai potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. 182

11 Tabel 4.9. Potensi Penerimaan PAD UPTD PPP dan LPPMHP Yogyakarta No. Jenis Penerimaan Realisasi PAD (Rp)* Potensi PAD (Rp) 1. SIUP dan SIPI Kapal Tambat Labuh Sewa tempat terbuka/tertutup Sewa kamar nelayan andun Air bersih PAS Masuk SKA Ikan Pengujian di LPPMHP Jumlah Keterangan: * Realisasi penerimaan PAD tahun 2013 Sumber: Analisis Data, 2014 C. Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan Potensi penerimaan PAD Dinas kelautan adalah sebesar Rp (tabel 4.10). Tingkat realisasi pemanfaatn potensi tersebut saat ini sebesar Rp atau sebesar 35,2% potensi yang ada. Jika Dinas Kelautan dan Perikanan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut dalam beberapa tahun ke depan, maka potensi penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan sebesar Rp Nilai 60% potensi penerimaan tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun 2013 yang berjumlah Rp , maka terdapat selisih sebesar Rp antara nilai potensi dengan realisasi penerimaan. Pengelolaan secara professional UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang besar. Perhitungan potensi tambak congot pada Tabel 4.7 sesungguhnya menggunakan data produksi dengan potensi yang lebih rendah dari potensi rata-rata tambak di sekitar area budidaya (rata-rata produktivitas tambak di sekitar lokasi produksi adalah 8,62 ton/ha/tahun, sedangkan UK BAP Congot hanya 3,37 ton/ha/tahun). 183

12 Tabel Potensi Penerimaan PAD Dinas Kelautan dan Perikanan No. UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi/tahun (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) (a) (b) (c) (d) (e = %d) (f=b/d)%) A. Perikanan Budidaya , ,3 34,6 1. UK BAT Cangkringan , ,6 50,8 2. UK BAT Wonocatur , ,7 22,5 3. UK BAT Bejiharjo , ,8 34,4 4. UK BAT Sendangsari , ,2 14,9 5. UK BAP Samas , ,6 90,8 6. UK BAP Congot , ,5 15,4 7. UK BAL Sundak , ,7 52,9 8. Hasil Samping Uji Coba , ,2 98,9 B. Laboratorium , ,3 100,0 1. Pengujian di LPPMHP , ,3 100,0 C. Perikanan Tangkap , ,2 61,1 1. Tambat Labuh , ,6 24,9 2. Sewa tempat , ,2 100,0 terbuka/tertutup 3. Sewa kamar nelayan , ,1 100,0 andun 4. Air bersih , ,1 100,0 5. PAS Masuk , ,1 100,0 6. SKA Ikan , ,1 100,0 D. Diskanlut , ,2 47,5 1. SIUP dan SIPI Kapal , ,2 47,5 TOTAL (A+B+C) , ,0 35,2 Sumber: Analisis Data, Kendala dan Strategi Optimalisasi PAD Sektor Kelautan dan Perikanan Sumber penerimaan PAD perikanan berasal dari tiga sumber kegiatan pokok, yaitu: perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan. Perikanan budidaya menjadi penyumbang terbesar PAD sektor perikanan dan kelautan di DIY sampai saat ini. Perikanan budidaya menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap (2%), laboratorium (pasca panen hasil perikanan) (1%) (Gambar 4.1). 184

13 Gambar 4.1. Proporsi Penerimaan PAD masing-masing Kegiatan di Dinas Kelautan dan Perikanan DIY (dalam %) 15,829,000 2% 5,973,000 1,900,000 1% 0% 697,778,300 97% Sumber: Analisis Data, 2014 A. UPTD BPTKP B. UPTD PPP C. LPPMHP D. Kantor Dinas Masing-masing kegiatan perikanan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil penerimaan PAD. Tabel 4.11 menyajikan data distribusi potensi dan unit-unit penghasil PAD yang potensial dikembangkan dan tantangan dalam pengelolaannya. 185

14 UPT / Satker A. Perikanan Budidaya (UPTD BPTKP) Tabel Sumber-Sumber Potensial Penerimaan PAD Perikanan, Permasalahan dan Prasyarat Peningkatan PAD PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) (a) (b) (d) (e = %d) (f=b/d)%) Potensi dan kendala pengembangan , ,3 34,6 Perikanan budidaya, baik pembenihan maupun pembesaran ikan/udang masih terbuka untuk pengembangan dan tetap menjadi unit penghasil utama PAD. Data produksi benih dan induk saat ini, baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Produktivitas per induk dan produktivitas lahan juga masih perlu dioptimalkan. Kualitas hasil produksi (benih dan induk) masih perlu ditingkatkan. Kendala yang dihadapi antara lain: keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan kebijakan pelelangan untuk saprokan tertentu. Sistem pelelangan untuk pengadaan pakan dan induk menghambat perolehan sarana prasarana produksi yang berkualitas. Seluruh UK BAT mengelola komoditas yang cukup beragam sehingga kurang terspesialisasi. Kendala keterbatasan anggaran untuk pengelolaan kegiatan produksi juga sering muncul sehingga menekan produktivitas induk yang dikelola. 186

15 UPT / Satker UK BAT Cangkringan UK BAT Wonocatur UK BAT Bejiharjo PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) , , , Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) 24,6 50,8 6,7 22,5 5,8 34,4 Potensi dan kendala pengembangan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) dengan Luas lahan 7,5 Ha, dimanfaatkan untuk kolam 4,5 Ha, sehingga lahan masih dapat dioptimalkan untuk produksi benih dan calon induk. BBIS memiliki jumlah karyawan yang terbatas yaitu 12 orang yang terdiri atas 10 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang tenaga honorer (PTT) pada tahun Jumlah tersebut dengan kualifikasi yang beragam sehingga sering menjadi kendala pengembangan. Kendala keterbatasan anggaran untuk pengelolaan kegiatan produksi juga sering muncul. BBI memiliki lahan seluas 1,155 hektar, yang terdiri atas lahan untuk perkolaman 0,575 ha, lahan hatchery, gudang pupuk dan kapur serta bangunan kantor 0,192 ha dan untuk lain-lain 0,388 ha. Optimalisasi pemanfaatan lahan masih dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang pemanfaatan potensi yang baru dimanfaatkan kurang dari 25%. Komoditas yang diusahakan juga terlalu beraram. Luas lahan yang dikelola seluas 1,8 Ha yang terdiri atas bangunan dan gedung kantor seluas 0,7 Ha dan kolam seluas 1,1 Ha. Tenaga kerja yang mengelola berjumlah 4 orang (hanya 1 orang PNS dan 3 orang tenaga honorer). Ketersedaian dan kualitas air yang baik menjadi faktor pembatas kegiatan produksi. Komoditas yang diusahakan 187

16 UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) Potensi dan kendala pengembangan beragam dan tidak terfokus. Keterbatasan SDM pengelola memerlukan strategi penyediaan SDM untuk mendukung produksi. UK BAT Sendangsari , UK BAP Samas ,000 16, ,2 14,9 6,6 90,8 UK BAT Sendangsari memiliki areal seluas 2,5 Ha yang meliputi bangunan kolam seluas 1,7 Ha dan sisanya seluas 0,8 Ha digunakan untuk bangunan kantor, gudang, dan pekarangan. Masih terdapat lahan yang belum dimanfaatkan. Sebagian besar kolam berupa kolam tanah dan bocor. Sarana pengelolaan air (bak pengendapan) tidak berfungsi karena rusat. Supply air terbatas mengikuti pola tanam pada pertanian. Tenaga kerja pengelola berjumlah 6 orang. UK BAP Samas adalah satu-satunya balai benih penghasil udang galah di DIY, bahkan secara nasional menjadi salah sat sentra (rujukan). UK BAP Samas memiliki lahan seluas 5,5 Ha yang dikelola oleh 13 orang PNS (dengan sebaran tingkat pendidikan 3 orang S1, 2 orang D3, 2 orang SMA, dan 6 orang SMP). Serangan virus yang terjadi tahun 2012 telah mulai dapat dikelola, sehingga ke depan dapat memberikan sumbangan PAD yang sesuai target. Unit ini telah dikelola secara optimal. 188

17 UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) Potensi dan kendala pengembangan UK BAP Congot , ,5 15,4 UK BAP Congot mempunyai lahan seluas 5,5 Ha dengan kolam seluas 1 Ha, yang dikelola 4 orang karyawan. Unit ini dapat menjadi sumber penghasilan utama PAD sektor perikanan. Produktivitas usaha saat ini masih rendah, dibandingkan potensinya. Untuk udang produktivitas hanya 3 ton/ha, sedangkan petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan beberapa petambak dapat mencapai lebih dari 15 ton/ha). Permasalahan teknis yang dihadapi adalah sumber air payau yang terbatas. Tarif yang berlaku juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas yang dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi, dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat (lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan 189

18 UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) Potensi dan kendala pengembangan dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Berdasarkan data produksi/panen yang dilaporkan, jika dihitung sintasan (survival rate) udang sampai panen hanya kurang dari 30%, dan tergolong sangat rendah. Kendala SDM (jumlah dan kualitas) serta kendala teknis pengelolaan (salinitas dan oksigen terlarut rendah) masih dihadapi. UK BAL Sundak , ,7 52,9 UK BAL Sundak berada di pantai Sundak, Kabupaten Gunungkidul, dengan lahan seluas m 2. Unit ini secara operasional dikelola oleh 5 orang terdiri dari satu orang pimpinan dan 4 orang petugas. UK BAL Sundak merupakan satu-satunya unit balai budidaya laut di DIY, tetapi kurang berkembang karena kegiatan budidaya laut dan payau belum cukup berkembang di DIY. Tahun-tahun terakhir budidaya payau berkembang pesat di pesisir DIY, terutama budidaya udang sehingga membuka peluang bagi UK ini untuk berkembang pesat memanfaatkan peluang tersebut. 190

19 UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) Potensi dan kendala pengembangan Hasil Samping Uji Coba B. Perikanan Tangkap (UPTD PPP Sadeng) , , ,2 98,9 1,2 61,1 Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PAD berasal dari pemanfaatan aset, jasa-jasa pelabuhan, dan kegiatan produksi seperti produksi es. UPTD PPP belum mampu memberikan kontribusi besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai. Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi menjadi kendala optimalisasi penerimaan PAD. Investasi pada perikanan yang masih terbatas juga menjadi kendala. Tambat Labuh , Sewa tempat terbuka/tertutup , ,6 24,9 0,2 100,0 191

20 UPT / Satker PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi (Rp) Sewa kamar , nelayan andun Air bersih , PAS Masuk , SKA Ikan , C. Laboratorium (LPPMH) , Pengujian di , LPPMHP D. Dislautkan , Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) 0,1 100,0 0,1 100,0 0,1 100,0 0,1 100,0 0,3 100,0 0,3 100,0 0,2 47,5 Potensi dan kendala pengembangan Mitra bisnis terbatas dan kesadaran masyarakat masih kurang untuk melakukan analisis pangan ikani. Investasi pada industry pengolahan ikan masih terbatas. Kapal ikan belum teregistrasi dengan baik. Usaha budidaya yang berkembang pesat juga belum dikelola dengan sistem perizinan yang jelas. Investasi perikanan belum berkembang dengan baik SIUP dan SIPI Kapal TOTAL (A+B+C+D) , , ,2 47,5 100,0 35,2 192

21 Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan (yang secara potensial juga dapat menjadi sumber PAD). Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Produktivitas per induk dan produktivitas lahan juga masih dapat ditingkatkan karena pemanfaatannya masih belum optimal. Kualitas hasil produksi (benih dan induk) juga saat ini masih belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi secara umum antara lain: keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial menghambat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk dan pakan) yang menyebabkan perolehan induk/calon induk atau pakan yang kurang sesuai standar yang dibutuhkan. Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Disisi lain, sumberdaya manusia untuk mengelola ikan yang cukup beragam tersebut terbatas. Selain itu, sistem insentif yang minim dan kurang apreasi yang lebih baik atas capaian lebih dapat menurunkan etos kerja unit penghasil. Tarif yang diberlakukan pada PERDA saat ini juga jauh lebih rendah dari harga pasar, sehingga mengurangi potensi penerimaan PAD bidang perikanan dan kelautan. Secara spesifik, beberapa unit unit penghasil (UK BAT/BAP/BAL) menghadapi kendala, baik kendala teknis maupun non-teknis. Masalah teknis yang yang dihadapi antara lain permasalahan kualitas dan kuantitas air dikarenakan sumber air yang terbatas pada musim tertentu seperti dihadapi oleh UK BAT Sendangsari dan Bejiharjo serta UK BAP Congot; tidak adanya bak pengendapan untuk mengolah air masuk ataupun limbah seperti di UK BAT Sendangsari; dan kerusakan saluran air dan kolam (kolam bocor). Masalah non-teknis yang dihadapi berupa keterampilan tenaga teknis yang minim dan fasilitas yang kurang memadai. Jumlah SDM pengelola juga terbatas pada beberapa unit penghasil. Permasalahan spesifik juga dihadapi oleh UK BAL Sundak, yang menjadi satu-satunya unit balai budidaya laut di DIY. Kegiatan produksi yang menghasilkan PAD kurang berkembang karena kegiatan budidaya laut (dan payau) belum cukup berkembang di DIY, sehingga hasil produksi masih kurang diminati seperti hasil produksi nener (benih bandeng). 193

22 Potensi penghasil PAD yang secara signifikan dapat menjadi penyumbang terbesar kegiatan perikanan di DIY dapat diperoleh dari pengelolaan kegiatan produksi di UK BAP Congot. UK BAP Congot memiliki lahan seluas 5,5 Ha dan baru dimanfaatkan 1 Ha. Produktivitas usaha (tambak udang vanamei) saat ini masih rendah, yaitu hanya 3 ton/ha per tahun, sedangkan petambak di sekitar lokasi telah mencapai lebih dari 8 ton/ha (bahkan beberapa petambak dapat mencapai lebih dari 10 ton/ha). Permasalahan teknis yang dihadapi adalah sumber air payau yang terbatas, sehingga salinitas yang dibutuhkan udang kurang sesuai. Tarif yang berlaku untuk UK BAP ini juga sangat rendah, sehingga tidak sesuai dengan harga jual komoditas udang yang dihasilkan (Tarif PERDA = Rp30.000/kg udang vanamei, padahal harga pasar secara rata-rata dapat melampaui Rp60.000/kg). Biaya produksi per kg udang juga masih tergolong tinggi, dibandingkan rata-rata di tingkat masyarakat (lebih dari Rp50.000/kg di UK BAP dan dimasyarakat hanya kurang dari Rp30.000/kg). Untuk mengelola UK BAP ini juga hanya terdapat 4 orang karyawan. Berbeda dengan beberapa UK lainnya, UK BAP Samas telah dikelola pada tingkat sesuai potensinya. UK BAP ini merupakan satu-satunya balai benih penghasil udang galah di DIY, bahkan secara nasional menjadi salah satu sentra (rujukan) terkait dengan produksi benur udang galah. Serangan virus yang terjadi dalam tahun-tahun terakhir (terutama tahun 2012) telah mulai dapat dikelola, sehingga ke depan dapat memberikan sumbangan PAD yang sesuai target (atau potensi optimumnya). Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait pengurusan perizinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta kegiatan produksi seperti pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. PPP Sadeng belum mampu memberikan kontribusi besar karena usaha perikanan tangkap baru pada tahap awal untuk perikanan lepas pantai, yang merupakan kegiatan yang dapat ditarik retribusi ooleh provinsi (terutama kapal di atas 10GT). Kesadaran masyarakat pengguna PPP untuk membayar retribusi juga menjadi kendala optimalisasi penerimaan PAD. Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas karena mitra UPI (Unit Pengolahan Ikan) yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji produk perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit 194

23 pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil. Secara ringkas sumber permasalahan dalam merealisasi potensi PAD melingkupi aspek teknis, sarana prasarana, SDM, dan kebijakan. Tabel 4.2 menyajikan informasi terkait prasyarat (kondisi) untuk optimalisasi penerimaan PAD sektor peirkanan dan kelautan. Beberapa aspek pada uraiaan tersebut secara ringkas meliputi aspek berikut: Perbaikan kebijakan tarif retribusi Optimalisasi penggunaan lahan dan sarana prasarana seperti lahan yang belum digunakan untuk produksi Perbaikan dan peningkatan sarana prasarana perikanan (kolam ikan, pelabuhan, laboratorium) Registrasi kapal ikan Pengembangan produksi es Penyediaan broodstok Peningkatan kualitas induk Fasilitasi pemasaran produk Peningkatan ketersedian dan kualitas SDM (pemulia ikan dibutuhkan) Peningkatan iklim dan daya tarik investasi Peninjauan kebali kebijakan (ex. pelelangan saprokan, seperti pakan ikan dan calon induk ikan) Sistem penganggaran yang lebih memadai untuk kegiatan UPTD. 195

24 Tabel Matrik Potensi Penerimaan dan Prasyarat Optimalisasi Potensi Penerimaan PAD Sektor Kelautan dan Perikanan No. UPT / Satker Sumber-sumber Penerimaan potensial Prasyarat untuk Realisasi Potensi A. Perikanan Budidaya (BPTKP) Perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualkitas; Pengembangan hatchery; penambahan/peningkatan kualitas SDM; Peningkatan produktivitas induk dan lahan. Sistem pengadaan sarana produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang berkualitas. Perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini. Kebijakan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu perlu dikembangkan untuk memperkuat spesialisasi dan mengoptimalkan SDM yang terbatas. Penggunaan tenaga harian lepas membantu BBI mengelola permasalahan ketersediaan SDM. Sistem insentif untuk unit penghasil perlu diperbaiki untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja. Peningkatan anggaran UPTD untuk mengoptimalkan peran sebagai penghasil benih, calon induk dan induk yang berkualitas. 1. UK BAT Cangkringan 2. UK BAT Wonocatur Sumber penerimaan meliputi: penjualan telur ikan; Penjualan Benih; Penjualan Calon Induk; dan Penjualan Ikan Konsumsi Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, Gurami, Lele, Grasscarp, Udang galah, dan Lobster Sumber penerimaan meliputi: Penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, Penjualan Ikan Konsumsi. Jenis ikan penghasil meliputi: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, Lele Peningkatan kualitas dan jumlah SDM, terutama pemulia ikan. Perbaikan tarif, termasuk biaya sewa pasar ikan cangkringan (sekarang hanya Rp ). Jasa laboratorium untuk pengujian kualitas air dan penyakit juga dapat diotimalkan (nilai saat ini hanya Rp ). BBIS sesuai fungsinya menghasilkan calon induk unggul perlu memperkuat dan memperjelas kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian/perguruan tinggi. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi. SDM pengelola berjumlah 5 orang masih dapat dioptimalkan dengan memadukan memanfaatkan tenaga harian lepas. Prioritas jenis ikan yang dikelola perlu ditentukan, sehingga BBI memiliki spesialisasi pada jenis/komoditas tertentu. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi. 3. UK BAT Bejiharjo Sumber penerimaan utama berasal dari penjualan Benih, Penjualan Calon Induk, dan Penjualan Ikan Konsumsi Dengan keterbatas air dan faktor-faktor lainnya, prioritas jenis ikan yang dikelola perlu ditentukan. BBI Bejiharjo memiliki potensi untuk spesialisasi 196

25 No. UPT / Satker Sumber-sumber Penerimaan potensial Prasyarat untuk Realisasi Potensi Jenis ikan penghasil: Ikan mas, Nila hitam Nila merah, Tawes, dan Lele pada komoditas lele. Pembiayaan untuk sarana prasarana ikan perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi. 4. UK BAT Sendangsari Sumber penerimaan utama berasal dari: Penjualan Telur Ikan, Penjualan Benih, Penjualan Calon Induk dan Penjualan Ikan Konsumsi Jenis ikan penghasil PAD antara lain: Ikan mas, Nila hitam, Nila merah, Tawes, dan Lele 5. UK BAP Samas Sumber penerimaan utama BAP Samas antara lain Penjualan larva, Penjualan benur, Penjualan tokolan, Penjualan udang konsumsi. Dengan keterbatasan air dan faktor-faktor lainnya, prioritas komoditas ikan yang dikembangkan adalah gurami. Perbaikan sarana prasarana produksi dibutuhkan. Kolam-kolam yang bocor/rusak perlu diperbaiki. Pengembangan kolam permanen akan memudahkan pengelolaan komoditas dan mengefisienkan penggunaan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan dukungan pembiayaan yang memadai dan SDM yang cukup secara jumlah. UK BAP Samas selama ini telah secara optimal dikelola dan hanya dibutuhkan mempertahankan kualitas produksi. Sistem insentif bagi pengelola perlu ditingkatkan untuk meningkatkan etos kerja dan produktivitas. Jenis ikan penghasil utama yaitu Udang galah 6. UK BAP Congot Sumber penerimaan meliputi: Penjualan Undang windu, Penjualan udang vanamei, Penjualan bandeng dan Penjualan udang galah 7. UK BAL Sundak Sumber penerimaan meliputi: Penjualan bibit, Penjualan benur, Penjualan tokolan, Penjualan ikan konsumsi, Jenis ikan penghasil, yaitu bandeng dan udang Peningkatan produktivitas tambak perlu dilakukan dengan pengelolaan tambak yang lebih baik, sehingga produksi tambak lebih baik (minimal dua kali) kondisi saat ini. Kerjasama dengan pengelola profesional perlu dikembangkan. Tarif retribusi perlu segera diperbaiki, agar tidak kehilangan potensi penerimaan yang cukup besar. SDM pengelola yang memadai secara jumlah dibutuhkan, salah satunya dengan pengadaan tenaga lepas harian. Sistem insentif yang lebih baik perlu dikembangkan, sehingga jika unit pengelola mampu mencapai target yang lebih tinggi dari yang ditargetkan, mendapatkan insentif/penghargaan yang lebih baik (penghargaan berbasis capaian). UK BAL Sundak telah melalukan kegiatan fokus pada produksi nener (bandeng), termasuk yang digunakan untuk kegiatan ujicoba produksi di UK BAP Congot. Potensi PAD dari bandeng belum optimal karena usaha budidaya bandeng belum berkembang baik di DIY. Perkembangan pesat budidaya udang vanamei di DIY dapat menjadi salah satu potensi yang dapat dikembangkan, yaitu melalui produksi udang atau beninya. 197

26 No. UPT / Satker Sumber-sumber Penerimaan potensial Prasyarat untuk Realisasi Potensi 8. Hasil samping UK Hasil sampling meliupti: Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Wonocatur, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Bejiharjo, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAL Sundak, Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Sendangsari Hasil Samping Penjualan Riset UK BAT Cangkringan. B. Laboratorium (LPPMHP) Pengujian di LPPMHP Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri pengolahan perikanan. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan. C. Perikanan Tangkap (PPP Sadeng) Tambat Labuh Sewa tempat terbuka/tertutup Sewa kamar nelayan andun Air bersih PAS Masuk SKA Ikan Pabrik es Selain optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah menghasilkan melalui peningkatan kesadaran masyarakat, PPP juga dapat mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es. Kebutuhan es saat ini tidak disuplai oleh PPP atau daerah di DIY, tetapi justru dari Jawa Tenggah. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan ikan yang berijin dan tidak. Sumber potensial PAD untuk perikanan laut ke depan adalah PPP Tanjung Adikarto, jika sudah beroperasi. D Dislautkan DIY (Dinas) SIUP dan SIPI Kapal Perbaikan sistem perizinan perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya perlu dilakukan. Registrasi kapal ikan dan alat tangkap yang digunakan dilakukan untuk mengetahui jumlah pemanfaat sumberdaya ikan. Penataan izin usaha budidaya udang sesuai kewenangan provinsi juga perlu dilakukan. 198

27 Catatan dan Rekomendasi Pengembangan Potensi Sektor Kelautan dan Perikanan Sektor kelautan dan perikanan menjadi kegiatan ekonomi yang berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan penting di DIY. Perkembangan pesat kegiatan produksi perikanan telah menarik perkembangan kegiatan perikanan terkait lainnya seperti pasar ikan, rumah makan khas ikan, pemancingan, dan kegiatan hobi terkait perikanan. Perikanan juga telah menyumbang pembiayaan pembangunan DIY berdasarkan hasil pendapatan dari pemanfaatan aset, jasa, dan produksi usaha daerah bidang perikanan. Sehingga, pengembangan usaha perikanan tidak saja penting untuk peningkatan ketahanan pangan ikani, gizi dan kesehatan masyarakat, serta hobi, tetapi juga sebagai sumbere pembiayaan pembangunan ekonomi daerah secara umum. Satuan kerja yang ada di Dinas Kelautan dan Perikanan terdiri atas kesekretariatan, bidang kelautan dan pesisir, bidang perikanan, dan bidang bina usaha, serta 2 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yaitu UPTD Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (BPTKP) dan UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. Unit kerja penghasil PAD berasal dari UPTD BPTKP dan UPTD PPP dan LPPHMP. Sumber penerimaan PAD sektor kelautan dan perikanan DIY berasal dari tiga sumber kegiatan pokok, yaitu: perikanan budidaya, perikanan tangkap dan pasca panen hasil perikanan. Sumber penerimaan dari kegitan pokok tersebut berasal dari Retribusi jasa usaha, yang terdiri atas: (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (sewa penggunaan lahan dan bangunan, jasa sertifikasi pengawasan mutu hasil perikanan di LPPMHP (bidang bina usaha), dan jasa pengujian laboratorium di BPTKP), (b) retribusi jasa usaha (pengelolaan pelabuhan perikanan pantai di PPP Sadeng), (c) retribusi penjualan produksi usaha daerah di unit kerja budidaya air tawar, payau, dan laut (BPTKP), dan (d) retribusi perizinan tertentu meliputi izin usaha perikanan (SIUP, SIPI, dan SIKPI) (dikelola kantor dinas). Retribusi penjualan produksi usaha daerah (yang seluruhnya berasal dari kegiatan pokok perikanan budidaya atau BPTKP) menyumbang 97% PAD perikanan, disusul perikanan tangkap atau hasil retribusi jasa usaha di PPP Sadeng sebesar 2% PAD Perikanan, dan penggunaan Laboratorium (retribusi pemakaian kekayaan daerah di LPPMHP) sebesar 1% PAD Perikanan sebesar Rp pada tahun Estimasi potensi penerimaan PAD Dinas kelautan dan Perikanan menunjukkan nilai sebesar adalah sebesar Rp Tingkat realisasi pemanfaatn potensi tersebut saat ini sebesar Rp atau 35,2% potensi yang ada. Jika Dinas Kelautan dan Perikanan mampu mengelola 60% dari potensi tersebut dalam beberapa tahun ke depan, maka potensi -199-

28 penerimaan yang dapat diperoleh diperkirakan sebesar Rp Kenaikan target sampai pada tingkat 10-20% per tahun masih dapat tercapai, jika usaha dikelola dengan baik. Perikanan budidaya masih akan menjadi sumber penerimaan utama PAD sektor kelautan dan perikanan DIY. Secara umum, UPTD BPTKP masih dapat meningkatkan pemanfaatan potensi aset untuk kegiatan produksi perikanan untuk PAD. Potensi penerimana sektor ini cukup besar untuk terus dikembangkan baik melalui kegiatan produksi benih, calon induk, maupun ikan konsumsi. Kapasitas produksi benih dan induk saat ini masih belum secara optimal dilakukan dan secara rata-rata baru memanfaatakan setengah dari potensi yang ada. Pengelolaan secara professional UK BAP Congot akan memberikan potensi penerimaan yang besar, yaitu dengan meningkatkan produktivitas tambak, dari hanya 3,37 ton/ha/tahun menjadi setara dengan masyarakat sekitar 8,62 ton/ha/tahun atau bahkan pada tingkat optimum produktivitas budidaya udang vanamei yang secara rata-rata mencapai 20 ton/ha/tahun. Untuk kegiatan perikanan tangkap, potensi penerimaan masih terbuka terutama terkait pengurusan perijinan, pemanfaatan fasilitas dan jasa dalam pelabuhan serta pengembangan kegiatan produksi seperti investasi pabrik es. Dengan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup memadai (TPI berlistrik dengan sumber PLN, air bersih tersedia cukup, sarana pokok dan sarana penunjang pelabuhan tersedia), PPP berpotensi menghasilkan PAD. Untuk laboratorium, penerimaan retribusi PAD di LPPMHP masih sangat terbatas karena mitra UPI yang sangat terbatas jumlahnya dan kesadaran untuk menguji produk perikanan yang masih rendah. LPPMHP hanya akan memiliki PAD yang besar jika unit pengolahan ikan yang melakukan uji laboratorium atas produknya, baik untuk kepentingan ekspor maupun perdagangan yang membutuhkan sertifikat berkembang. Jika UPI tidak berkembang, maka PAD LPPMHP akan tetap kecil. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengelolan PAD pada unit penghasil UPTD BPTKP antara lain: tarif yang lebih rendah dari harga pasar, keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana produksi yang terbatas, dan adanya kebijakan makro yang secara potensial menghabat produksi ikan secara baik seperti sistem pelelangan untuk saprokan tertentu (induk dan pakan). Tantangan lain adalah seluruh UK BAT saat ini mengelola komoditas yang beragam dan hampir sama jenisnya, sehingga kurang fokus (terspesialisasi). Di sisi lain, sumberdaya manusia untuk mengelola ikan di unit penghasil, terutama pada unit budidaya yang cukup beragam dan terbatas jumlahnya. Selain itu, sistem insentif yang minim berpotensi menurunkan etos kerja unit penghasil. Untuk optimalisasi penerimaan PAD sektor perikanan dan kelautan, beberapa aspek berikut perlu menjadi perhatian untuk perbaikan: -200-

29 a. Pada UPTD BPTKP beberapa perbaikan diperlukan antara lain: perbaikan dan peyediaan sarana prasarana produksi ikan yang berkualitas; pengembangan hatchery dan broodstock center; penambahan/peningkatan kualitas SDM; Peningkatan produktivitas induk dan lahan; perbaikan sistem pengadaan sarana produksi ikan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan perbenihan yang berkualitas; perbaikan tarif dengan merevisi tarif yang berlaku saat ini; Pengembangan BBI dengan fokus pada komoditas tertentu, yaitu BBI dengan spesialisasi pada komoditas tertenti untuk mengoptimalkan SDM yang terbatas; Penggunaan tenaga harian lepas untuk membantu proses produksi di BBI; peningkatan insentif untuk unit penghasil untuk meningkatkan semangat dan apreasiasi atas capaian kerja. b. Pada UPTD PPP Sadeng, optimalisasi sumber-sumber penerimaan yang sekarang telah menghasilkan perlu dilakukan melalui peningkatan kesadaran masyarakat. PPP juga dapat mengembangkan kegiatan produktif seperti pembangunan pabrik es. PPP juga perlu menginventarisasi armada penangkapan ikan yang berizin dan tidak. c. Peningkatan kualitas layanan dan mendorong investasi baru pada industri pengolahan perikanan dapat menjadi sumber penerimaan untuk LPPMHP. Peningkatan kesadaran pemeriksaan kualitas bahan produk pangan ikani yang dihasilkan usaha-usaha pengolahan ikan juga perlu diprogramkan. d. Pada tingkat dinas, perbaikan sistem perizinan perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya perlu dilakukan. Registrasi kapal ikan dan alat tangkap yang digunakan dilakukan untuk mengetahui jumlah pemanfaat sumberdaya ikan. Penataan izin usaha budidaya udang sesuai kewenangan provinsi juga perlu dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Potensi Penerimaan PAD Sektor Kehutanan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY membawahi tiga balai yaitu UPTD Balai Pengembangan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP), UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH), UPTD Balai Sertifikasi, Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMBPTKP). Penyumbang PAD di -201-

30 Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY dari ketiga balai tersebut. Anggaran dan realisasi dari tahun 2011 sampai 2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Anggaran dan Realisasi Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY No Tahun Uraian Anggaran Realisasi Persen (%) Pendapatan 5,081,341,000 5,092,247, ,21 Belanja 28,069,683,600 26,373,684,488 93,96 Belanja tidak langsung 14,947,586,000 14,661,433,514 98,09 Belanja langsung 13,122,097,600 11,712,250,974 89,26 Surplus/defisit -22,988,342,600-21,281,437,298 92, Pendapatan 5,226,002,000 6,517,196, ,71 Belanja 28,469,365,135 26,212,956,641 92,07 Belanja tidak langsung 16,250,790,907 15,725,579,636 96,77 Belanja langsung 12,218,574,228 10,487,377,005 85,83 Surplus/defisit -23,243,363,135-19,695,760,461 84, Pendapatan 7,665,745,000 7,879,345, ,79 Belanja 29,436,261,366 28,077,836,649 95,39 Belanja tidak langsung 16,396,712,156 16,224,918,043 98,95 Belanja langsung 13,039,549,210 11,852,918,606 90,90 Surplus/defisit -21,770,516,366-20,198,491,395 92, Pendapatan 7,866,030,000 7,853,271,520 99,84 Belanja 40,786,086,548 37,657,786,939 92,33 Belanja tidak langsung 16,740,914,785 16,347,992,813 97,65 Belanja langsung 24,045,171,763 21,309,794,126 88,62 Surplus/defisit -32,920,056,548-29,804,515,419 90,54 Sumber: Dishutbun DIY (diolah) Tabel menunjukkan bahwa target tiap tahun selalu meningkat dan realisasi tiap tahun hampir semua terpenuhi. Jika dibandingkan dengan nilai yang diharapkan (nilai target), pencapaian realisasi penerimaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY tahun 2011 cenderung lebih lebih dibandingkan dengan tahun 2012 dan Pencapaian target dikarenakan adanya pengoptimalan aset pada masing-masing balai yaitu BP3KP, BKPH, dan BSPMBPTKP. Belanja daerah pada tabel diatas menunjukkan pencapaian realisasi rata-rata 90%. Pengelolaan belanja sejak proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Belanja harus diarahkan untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan antara masukan dan keluaran (efisiensi). Keluaran dari belanja dimaksud seharusnya dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat (efektifitas). Selanjutnya alokasi anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan -202-

31 (transparansi), selain itu pengelolaan belanja harus diadministrasikan dandipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (akuntabilitas). Belanja tidak langsung dari tahun pencapaian realisasi rata-rata 97% yang artinya mendekati 100%. Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada masyarakat dan berbagai organisasi baik profesi maupun kemasyarakatan. Belanja langsung dari tahun pencapain realisasi rata-rata 88% lebih kecil dibandingkan dengan belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja pegawai dalam belanja langsung ini berbeda dengan belanja pegawai pada belanja tidak langsung. Belanja pegawai pada belanja langsung antara lain untuk honorarium, uang lembur, belanja beasiswa pendidikan, dan belanja kursus. Belanja langsung yang ada di Dinas Kehutanan dan Perkebunan digunakan untuk peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, eksplorasi potensi wisatayang rencananya akan dibuat wisata hutan pinus di Mangunan, Bantul serta perbaikan sarana dan prasarana. Dengan diberlakukannya anggaran kinerja, maka dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dimungkinkan adanya defisit maupun surplus. Pembiayaan defisit anggaran antara lain bersumber dari pinjaman daerah, sisa lebih perhitungan anggaran, dana cadangan dan penjualan aset. Pada tahun mencapai realisasi rata-rata 90%. Struktur PAD pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY didominasi oleh Retribusi Penjualan Usaha Daerah dengan sumbangan yang sangat signifikan (dominan) dari penjualan minyak kayu purih dengan kontribusi lebih dari 90% dari total PAD. Oleh karenanya optimalisasi potensi produksi dan pengeloaan minyak kayu putih merupakan isu yang sangat strategis dalam rangka optimalisasi PAD

32 Skenario Penerimaan PAD Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY dengan Kombinasi Peningkatan Produktivitas dan Tarif Item Sumber PAD Penerimaan PAD (Rp) Tahun 2014 Prediksi , dst 1 Retribusi pemakaian kekayaan daerah 11,777,755 12,366,643 2 Penjualan hasil kehutanan 417,036, ,888,603 3 Sewa tanah dan bangunan 66,000,000 69,300,000 4 Retribusi penjulan usaha daerah 4a Getah pinus 397,964, ,862,830 4b Penjualan kayu 200,000, ,000,000 4c Penjualan kayu putih (kombinasi skenario optimalisasi) 7,443,416,000 Penjualan kayu putih (perubahan harga dan produktivitas) 4c.1 Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 7,662,200,000 4c.2 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 7,881,120,000 4c.3 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 8,100,040,000 4c.4 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 8,318,960,000 4c.5 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 7,652,125,000 4c.6 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 7,958,210,000 4c.7 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 8,264,295,000 4c.8 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 8,570,380,000 4c.9 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 8,876,465,000 4c.10 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 7,877,187,500 4c.10 Harga naik /lt + produktivitas 12,5 lt/ha 8,102,250,000 4c.12 Harga naik /lt + produktivitas 12,5 lt/ha 8,327,312,500 4c.13 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 8,192,275,000 4c.14 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 8,426,340,000 4c.15 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 8,660,405,000 4c.16 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 8,894,470,000 TOTAL PENERIMAAN PAD (Rp/Tahun) 8,536,195,120 TOTAL PENERIMAAN DENGAN FOKUS SKENARIO PADA OPTIMALSIASI GETAH PINUS 4c.1 Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 8,809,618,076 4c.2 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 9,028,538,076 4c.3 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 9,247,458,076 4c.4 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 9,466,378,076 4c.5 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 8,799,543,076 4c.6 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 9,105,628,076 4c.7 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 9,411,713,076 4c.8 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 9,717,798,076 4c.9 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 10,023,883,076 4c.10 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,024,605,576 4c.10 Harga naik /lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,249,668,076 4c.12 Harga naik /lt + produktivitas 12,5 lt/ha 9,474,730,576 4c.13 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 9,339,693,076 4c.14 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 9,573,758,076 4c.15 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 9,807,823,076 4c.16 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 10,041,888,076 Catatan: asumsi moderat dengan kenaikan pendapatan 5% untuk item penerimaan 1, 2, 3, 4a dan 4b; sedangkan untuk penjualan minyak kayu purih asumsi harga dasar minyak kayu putih Rp /lt; berdasar data perkembangan harga beberapa tahun dan kondisi harga tahun terkahir rerata harga minyak kayu putih melalui mekanisme penjulan lelang Rp /lt dan dengan mekanisme penjulan melalui koperasi harga minyak kayu putih mencapai Rp /lt -204-

33 PROFIL OBYEK DAN POTENSI PENDAPATAN RETRIBUSI DAERAH DAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH TAHUN 2015 sd 2017 (Asumsi kenaikan harga =5%, 10% dan 15%) No. Jenis Luas (Ha) Produktivitas (Ton/Kg/Liter) Harga Dasar (Rp/satuan) Penerimaan (harga naik 5%) Penerimaan (harga naik 10%) Penerimaan (harga naik 15%) Keterangan 1. Kayu Putih 4, , Ton - Minus Tahura 339,1 Ha 43, Liter 170,000 7,815,586,800 8,187,757,600 8,559,928,400 setara 420 Ton = liter - Penerimaan dapat 2. Getah Pinus ,000 Kg 7, ,687, ,625, ,562,500 meningkat dikarenakan perubahan/kenaikan harga 3. Kayu 6, m³ 2,352, ,999, ,999, ,999,983 - Kenaikan harga didasarkan - Jati 100 Pohon atas kenaikan harga lelang 8,444,274,284 8,846,382,584 9,248,490,883 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kayu Putih ( ) dan Skenario Optimalisasi Potensi Penerimaan Tahun Luas (ha) Produksi (lt) Pendapatan Produktivitas Produktivitas Harga (Rp/lt) (Rp/Tahun) (Lt/ha) (Rp/ha) ,109 40,951 3,514,278,950 85, , ,109 35,921 3,181,271,600 88, , ,109 32,278 2,797,052,750 86, , ,109 62,424 4,569,110,050 73, ,111, ,109 40,881 3,686,046,000 90, , ,109 41,082 4,050,409,200 98, , ,109 43,354 5,028,309, , ,223, ,109 44,957 6,473,306, , ,575, ,109 46,138 7,550,895, , ,837, ,109 47,616 7,856,640, , ,912, ,109 49,115 8,103,975, , ,972, ,601 43,784 7,443,280, , ,067,004 Rerata 4,067 44,042 5,354,547, , ,324,422 SKENARIO OPTIMALISASI POTENSI Harga naik 5.000/lt (produktivitas tetap) 3,601 43,784 7,662,200, , ,127,798 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 3,601 43,784 7,881,120, , ,188,592 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 3,601 43,784 8,100,040, , ,249,386 Harga naik /lt (produktivitas tetap) 3,601 43,784 8,318,960, , ,310,181 Produktivitas 12,50 lt/ha (harga tetap) 3,601 45,013 7,652,125, , ,125,000 Produktivitas 13,00 lt/ha (harga tetap) 3,601 46,813 7,958,210, , ,210,000 Produktivitas 13,50 lt/ha (harga tetap) 3,601 48,614 8,264,295, , ,295,000 Produktivitas 14,00 lt/ha (harga tetap) 3,601 50,414 8,570,380, , ,380,000 Produktivitas 14,50 lt/ha (harga tetap) 3,601 52,215 8,876,465, , ,465,000 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 12,5 lt/ha 3,601 45,013 7,877,187, , ,187,500 Harga naik /lt + produktivitas 12,5 lt/ha 3,601 45,013 8,102,250, , ,250,000 Harga naik /lt + produktivitas 12,5 lt/ha 3,601 45,013 8,327,312, , ,312,500 Harga naik 5.000/lt + produktivitas 13 lt/ha 3,601 46,813 8,192,275, , ,275,000 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 3,601 46,813 8,426,340, , ,340,000 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 3,601 46,813 8,660,405, , ,405,000 Harga naik /lt + produktivitas 13 lt/ha 3,601 46,813 8,894,470, , ,470,

34 Mendarakan dinamika pengusahaan kayu putih beberapa tahun terakhir, diketahui bahwa produktivitas kayu putih fluktuatif antara 7,86 lt/ha sd 15,19 lt/ha. Pencapaian produktivitas tertinggi pada pada tahun Dengan kondisi tahun terkahir produktivitas yang menunjukkan angka 12,16 lt/ha berarti masih ada ruang untuk peningkatan produktivitas dengan berbagai prasyarat perbaikan sumberdaya pendukungnya. Peningkatan produktivitas akan berimplikasi langsung pada peningkatan PAD. Produktivitas Minyak Kayu Putih (Lt/ha) Produktivitas (Lt/ha) Linear (Produktivitas (Lt/ha)) Rerata Produksi (lt) Harga (Rp/lt) 115, , , , , , , ,593 88,563 90,165 85,817 86,655 73,195 62,424 40,951 40,881 41,082 43,354 44,957 46,138 47,616 49,115 35,921 32,278 43,784 44, Rerata Trend pendapatan minyak kayu putih dari tahun ke tahun menjunkkan adanya peningkatan, namun demikian sejak tahun 2012 ada potensi pengurangan produksi kayu putih karena adanya perubahan fungsi lahan hutan kayu putih seluar sekitar 400 ha untuk 2 (dua) -206-

35 tujuan yaitu: (1) menjadi cagar alam/hutan lindung di kawasan Waduk Sermo Kulon Progo dan (2) menjadi tahura di kawasan Gunung Kidul. 9E+09 Pendapatan Minyak kayu Putih (Rp) 8E+09 7E+09 Pendapatan (Rp/Tahun) 6E+09 5E+09 4E+09 3E+09 2E+09 1E Rerata Pada beberapa tahun terakhir telah ditemukan benih unggul kayu putih oleh Balai Besar Bioteknologi dan Pemualiaan Tanaman Hutan yang merupakan terobosan untuk peningkatan produktivitas kayu putih Kartikawati et.al (2014). Dalam konteks pengembangan hutan kayu purih di Yogyakarta, meskipun ada penguranagan lahan, namun jika pengelolaan lahan hutan kayu putih dilakukan dengan lebih intensif dan menggunakan inovasi teknologi unggul nampaknya isu pengurangan lahan masih dapat dikompensasi dengan upaya peningkatan produktivitas. Sebagaimana dilaporkan Kartikawati et.al (2014), beberapa blok di Gunung Kidul mulai dikembangkan tanaman kayu purih dengan varietas baru mislanya kebun benih di daerah Paliyan memiliki rendeman mencapai 2% dengan kadar cineole 65%. Di tempat yang lain yaitu di daerah Ponorogo Jawa Timur telah dikembangkan varietas kayu purih yang mampu menghasilkan rendemen lebih tinggi yaitu 4,4%. Perbaikan jarak tanam, intensifikasi, penggunaan benih berkualitas dan perbaikan pengelolaan nampaknya akan menjadi strategi baru untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan produktivitas kayu putih di masa mendatang. Secara lebih rinci, rencana penerimaan dan realisasi penerimaan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut: -207-

36 Kode Rekening Uraian Target Tri Wulan I (Rp) Tri Wulan II (Rp) Tri Wulan III (Rp) Tri Wulan IV (Rp) (Rp) Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober November Desember September Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Retribusi Daerah Retribusi Jasa Usaha Retribusi Penj Produksi Usaha Daerah Penj Minyak Kayu Putih Lelang liter x Rp , Koperasi liter x Rp , Penjualan Kayu Lain - Lain PAD Yang Sah Penjualan Hasil Hutan Bukan Kayu Getah Pinus ,5 Kg x Rp ,- dikurangi PSDH Rp ,- ditambah dari CV Cahaya Abadi Rp , Wisma Airlangga

37 Kode Rekening Uraian Target Tri Wulan I (Rp) Tri Wulan II (Rp) Tri Wulan III (Rp) Tri Wulan IV (Rp) (Rp) Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober November Desember September JUMLAH JUMLAH BERJALAN JUMLAH TRIWULAN REALISASI REALISASI BERJALAN REALISASI TRIWULAN Pencapaian Target Tri Wulan 63,94 137,54 100,41 55,98 Deviasi 36,06 (37,54) (0,41) 44,02 Pencapaian Target Berjalan 63,94 133,94 109,00 85,83 Deviasi 36,06 (33,94) (9,00) 14,17 Sisa Target

38 Potensi unggulan yang dikembangkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY adalah pengembangan minyak kayu putih. Hasil produksi minyak kayu putih dari Balai KPH Yogyakarta secara nyata telah memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemerintah Provinsi DIY melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Luas hutan kayu putih mencapai 4508,75 ha. Produksi daun minyak kayu putih pertahun kurang lebih 5000 ton. Daun minyak kayu putih diolah oleh 4 pabrik yaitu pabrik gelaran, sendangmole, kediwung dan dlingo. Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti Pabrik Minyak Kayu Putih Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi. Secara garis besar dalam kurun waktu produksi minyak kayu putih cenderung meningkat, kondisi tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut: Tabel Produksi Minyak Kayu Putih, Tahun Produksi (liter) Gelaran Sendangmole Kediwung Dlingo Sermo Jumlah PAD (Rp) Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY (2014, diolah) Produksi minyak kayu putih pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar liter atau 3,03% dibandingkan pada tahun Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari penjualan minyak kayu putih pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun2011 atau sebesar 24,07%. Sementara itu bila dibandingkan dengan tahun 2010, baik produksi maupun PAD minyak kayu putih tahun 2011 juga mengalami peningkatan masingmasing sebesar 3,7% dan 21,52%. Sedangkan rencana penerimaan dan realisasi penerimaan minyak kayu putih tahun anggaran 2014 dapat dilihat pada tabel berikut: -210-

39 Rencana Lelang Rencana Koperasi Realisasi Lelang Realisasi Koperasi Total Realisasi No. Tanggal Vol (ltr) Rp Vol (ltr) Rp Volume (ltr) Rp Volume (ltr) Rp Volume (ltr) Rp Ket Mei Mei 13 Juni Juni 23 Juni Juni Juli Juli 14 Juli Juli Agust Agust 18 Agust Agust Sept Sept Sept Sept Sept Okt Okt 03 Okt Okt Okt Okt

40 Rencana Lelang Rencana Koperasi Realisasi Lelang Realisasi Koperasi Total Realisasi No. Tanggal Vol (ltr) Rp Vol (ltr) Rp Volume (ltr) Rp Volume (ltr) Rp Volume (ltr) Rp Ket Nov Nov 21 Total Prosentase Realisasi 87,96 87,96 76,00 76,00 Prosentase Realisasi 86,70 23 Total 86,79 24 Sisa Target Sisa Target Kop Sisa Target Llg

41 Rencana Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Getah Pinus Tahun 2014 Rencana Lelang Rencana Pihak Ketiga Realisasi Lelang Realisasi Pihak Ketiga Total Realisasi No. Tanggal Ket Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Vol (Kg) Rp Jan , , Jan 2 24 Mar , , Mar 3 24 Apr , , Apr 4 30 Apr , Mei , , Mei 6 26 Juni , , Jun 7 12 Agst , Agst , Agst , Sept , , Sept Sept , Okt , , Okt Nov , , Nov Total , , Prosentase Realisasi 71,08 63,47 57,90 56,

42 Prosentase Realisasi Total 70,34 63,38 Sisa Target

43 Rencana Penerimaan dan Realisasi Penerimaan Kayu Tahun 2014 No. Tanggal Vol Kayu Bulat (m³) Rencana Realisasi Total Realisasi Vol Kayu Bakar (SM) Rp Volume Kayu Bulat (m³) Jan , , Jan Volume Kayu Bakar (SM) 2 02 Jan , Jan , Feb , Feb 5 19 Feb , Mar , , Mar 7 27 Jun , , Jun Rp Volume (m³) Rp Ket 8 13 Jun , Agst , , Ags t Agst , Agst , Agst , Agst ,

44 No. Tanggal Vol Kayu Bulat (m³) Rencana Realisasi Total Realisasi Vol Kayu Bakar (SM) Rp Volume Kayu Bulat (m³) Volume Kayu Bakar (SM) Rp Volume (m³) Okt , , Okt , Okt , Total 80, ,748 37, , Prosentase 18 Realisasi 130,94 46,25 114, Prosentase Realisasi Total 177,19 114,13 21 Sisa Target (61,75) ( ) Rp Ket -216-

45 Profil Obyek Dan Potensi Pendapatan Retribusi Daerah Dan Lain-Lain PADd Yang Sah Tahun 2015 No. Jenis Luas (Ha) Produktivitas (Ton/Kg/Liter) Harga Dasar (Rp) Perkiraan Penerimaan (Rp) Keterangan 1. Kayu Putih 4.508, ,00 Ton - Penerimaan dapat ,00 Liter meningkat dikarenakan perubahan/kenaikan harga 2. Getah Pinus Kg 7.250, Kenaikan harga didasarkan atas kenaikan harga lelang 3. Kayu 6.161,00 70 m³ Jati 100 Pohon - Barang Bukti

46 Profil Obyek Dan Potensi Pendapatan Retribusi Daerah Dan Lain-Lain Pad Yang Sah Tahun Produktivitas Harga Dasar Perkiraan No. Jenis Luas (Ha) (Ton/Kg/Liter) (Rp) Penerimaan (Rp) Keterangan 1. Kayu Putih 4.109, ,00 Ton - Minus Tahura 339,1 Ha ,80 Liter setara 420 Ton = liter - Penerimaan dapat 2. Getah Pinus Kg 7.250, meningkat dikarenakan perubahan/kenaikan harga 3. Kayu 6.161,00 85 m³ Kenaikan harga didasarkan - Jati 100 Pohon atas kenaikan harga lelang - Barang Bukti

47 Rencana penerimaan PAD DIY pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan dapat dilihat pada tabel berikut: No Uraian 1. Sertifikasi bibit Hutbun 2 Sertifikasi tebu Tabel Rencana Penerimaan PAD BSPMBPTKP DIY (Rp) Target 2013 Target 2014 Target 2015 Target 2016 Target 2017 Jumlah (Rp) Uji lab Jumlah Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2013 No Jenis komoditas Jumlah bibit yang 1 Tanaman kehutanan dan perkebunan diperiksa PAD (Rp) bibit Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 47,19 ha Uji Lab 6 galur Jumlah Tabel Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2013 No Uraian Target Realisasi Keterangan Batang/ha Rp Batang/ha Rp 1 Tanaman Rp.10 kehutanan dan perkebunan 2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) , Rp /ha 3 Uji Lab 10 uji uji Rp /komoditas Jumlah

48 Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2012 No Jenis komoditas Jumlah bibit yang diperiksa PAD (Rp) 1 Tanaman kehutanan dan perkebunan Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 68,84 ha Uji Lab 49 kali Jumlah Tabel Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2012 No Uraian Target Realisasi Keterangan Batang/ha Rp Batang/ha Rp 1 Tanaman kehutanan dan perkebunan 2 Tebu (KBN, ,84 ha KBD/MT.09/10) 3 Uji Lab kali Jumlah

49 Pendapatan asli daerah (PAD) pada Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2011 No Jenis komoditas Jumlah bibit yang diperiksa PAD (Rp) 1 Tanaman kehutanan dan perkebunan Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 44, Uji Lab 92 kali Jumlah Tabel Pendapatan Asli Daerah di BSPMBPTKP DIY, 2011 No Uraian Target Realisasi Keterangan Batang/ha Rp Batang/ha Rp 1 Tanaman Rp. 5/batang kehutanan dan perkebunan 2 Tebu (KBN, KBD/MT.09/10) 120 ha , Rp /ha 3 Uji Lab 21 kali kali Rp /komoditas Jumlah

50 Prasyarat Merealisasikan Potensi PAD untuk Sektor Kehutanan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY membawahi 3 (tiga) balai yaitu: (1) UPTD Balai Pengembangan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP), (2) UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH), dan (3) UPTD Balai Sertifikasi, Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMBPTKP). Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di kebun sampel yang diku jungi pada setiap balai di lingkungan Dinas Perkebunan dapat disarikan hal-hal sebagai berikut: (1) Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah maupun kualifikasi, sementara kondisi saat ini cukup banyak pegawai atau petugas kebun yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan optimalisasi pengelolaan potensi aset yang berdampak pada kapasitas produksi. (2) Masalah teknik fisik atau teknis produksi seperti: (2.a) banyaknya pohon produksi yang sudah berumur tua sehingga tingkat produktivitas menurun dan kualitas hasil tidak bisa optimal, (2.b) kesuburan tanah yang semakin menurun akibat pengolahan lahan yang snagat intensif dan penggunaan pupuk kima secara terus menerus, (2.c) mesin dan peralatan kebun yang kurang memenuhi syarat baik karena umur yang sudah tua maupun jumlah yang terbatas, (2.d) fasilitas gudang dan lantai jemur yang sudah rusak dan sudah tidak layak masih banyak ditemui di kebun-kebun. (3) Masalah sosial yang berupa masalah tentang tenaga kerja yang susah dicari karena harus berkompetisi dangan sektor lain serta masalah keamanan kebun karena kasus pencurian. (4) Masalah pemasaran yang dijual dengan produk mentah membuat harga tidak dapat tinggi. (5) Rumah dinas, asrama dan gedung yang kurang perawatan dan bangunan yang sudah tua yang menyebabkan penurunan pengunjung untuk menginap. (6) Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan sangat menyulitkan bagi kebun dalam realisasi karena sektor perkebunan memiliki sistim produksi dan pemanenan hasil dalam musiman, sangat sedikit yang hasilnya bisa diperoleh dalam bulanan Dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada, beberapa strategi solutif yang dapat ditempuh oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY untuk meningkatkan potensi penerimaan PAD-nya antara lain sebagai berikut: (1) Memetakan kondisi SDM pada setiap kebun termasuk rasio petugas per luasan kebun yang dikelola, selanjutnya melakukan rekruitmen staf dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan; selain itu supaya petugas teknis operasional produksi kebun lebih fokus akan lebih baik jika ada pegawai/petugas khusus yang menangani administrasi. Untuk meningkatkan kualitas SDM perlu dilakukan melalui pelatihan, studi lanjut sehingga semakin meningkat pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan di dalam melaksanakan kegiatan pembangunan kehutanan dan perkebunan. Pemerintah juga memfasilitasi paket paket produktif dalam rangka meningkatkan pelestarian hutan dan produksi/produktivitas komoditas perkebunan. (2) Terkait dengan solusi persoalan teknis produksi, kebijakan yang dapat dilakukan antara lain: (2.a) Melakukan rehabilitasi kebun yang dengan pohon yang sudah tua secara rotasi supaya 222

51 tidak menganggu cash-flow, (2.b) meningkatkan kesuburan tanah dengan penggunaan pupuk organik secara berimbang dengan pupuk anorganik (pada beberapa kebun dapat didukung dengan pemeliharaan ternak besar untuk menghasilkan bahan baku pupuk organik), (2.c) mengadakan alat mesin yang baru serta merevitalisasi alat mesin yang masih bisa dipergunakan, (2.d) memperbaiki fasilitas gudang dan lantai jemur yang sudah rusak dan atau membangun baru untuk kebun yang belum memiliki fasilitas gudang dan lantai jemur. (3) Salah satu solusi masalah sosial yang berupa keterbatasan tenaga kerja harian adalah dengan peningkatan mekanisasi yang hanya perlu sedikit tenaga dan dapat diupah dengan layak sehingga kompetitif dengan sektor non-pertanian, sedangkan untuk mangatasi masalah keamanan kebun karena pencurian adalah dengan pendekatan kemasyarakatan dan sosialisasi aktif terhadap masyarakat dan pemerintah desa setempat dan atau pelibatan petugas keamanan. (4) Solusi masalah pemasaran atas produk yang dijual yang umumnya masih dalam bentuk mentah (buah segar) karena alasan kepraktisan dan tuntutan setoran target bulanan PAD adalah dengan perintisan dan pengenalan pemrosesan produk supaya memiliki nilai tambah (value added) yang tinggi atau setidaknya memproduksi menjadi barang antara (intermediate products) misalnya dalam bentuk biji kopi, coklat yang kesemuanya bermuara pada peningkatan nilai jual sehinga penerimaan PAD dapat meningkat. (5) Terkait dengan optimalisasi atas asset rumah dinas, asrama dan gedung yang kurang perawatan dan bangunan yang sudah tua adalah dengan reahabilitasi dan penyediaan fasilitas yang memadai misalnya furniture, AC, air panas terutama Pabrik Minyak Kayu Putih yang rencananya akan dibuat tempat SPA, dll utamanya pada penginapan atau wisma yang berlokasi di daerah wisata supaya bisa bersaing dengan penginapan sejenis yang dikelola oleh swasta sehingga dapat memberi sumbangan yang berarti bagi penerimaan PAD. (6) Solusi terkait dengan permasalahan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan untuk sektor perkebunan perlu dikaji ulang dan dipertimbangkan pemenuhan target PAD yang berbasis pada musim sesuai dengan siklus produksi dan panen komoditas perkebunan. Salah satu isu yang snagat penting dan serategis adalah optimalisasi pengusahaan kayu putih sebagai penyumbang terbesar PAD Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Prospek binis kayu putih ke depan sangat bagus. Sebagaiamana dilaporkan oleh Kartikawati (2014), total kebutuhan dalam negeri terhadapa kayu putih per tahun sebesar ton, namun baru dapat dipenuhi oleh industry dalam negeri sebesar 500 ton (30%). Kekuraangan pasokan dalam negeri selama ini dipenuhi oelh impor antara lain dari China. Mengingat peluang pangsa pasar masih sangat terbuka maka strategi untuk meningkatkan kapasitas produksi masih sangat prospektif. Hal ini mengindikasikan bisnis kayu putih masih snagat menguntungkan dan prospektif. DIY sebagai salah satu sentra penghasil kayu putih dapat memainkan peran yang sangat penting. Model kemitraan usaha kayu putih bersama masyarakat misalnya melalui inti-plasma juga berpeluang untuk diintroduksi dengan masyarakat sekitar kawasan hutan kayu putih. Lahan-lahan marginal milik masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat dijadikan lahan plasma dan BKPH dengan pabrik penyulingan kayu putihnya dapat befungsi sebagai inti. Jika model ini dapat dikembangkan maka isu pengurangan lahan hutan kayu putih dapat diatasi. 223

52 Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY (2012), selama ini model pengelolaan hutan kayu putih dikembangkan dengan cara tumpang sari yang melibatkan masyarakat setempat atau masyarakat sekitar kawasan hutan sebnayak sekitar orang. Masing-masing orang atau keluarga mengelola lahan kayu putih yang ditumpangsarikan dengan komoditas pangan seluar 0,25 ha. Untuk memudahkan pemilihan strategi yang tepat dan perencanaan pengambilan kebijakan dan penentuan program dan kegiatan maka secara lebih ringkas, persoalan-persoalan yang dihadapi terkait dengan potensi sumber daya di masing-masing unit penghasil PAD (balai) dan juga strategi solusi untuk peningkatan atau optimalisasi penerimaan PAD di lingkungan Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY disajikan dalam matrik sebagai berikut: Nama Balai Potensi Dasar PAD Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Sertifikasi, Pengawas-an Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan/ BSPMBPTKP Sertifikasi bibit kehutanan dan perkebunan Sertifikasi bibit tebu Uji laboratorium Jumlah SDM kurang Kualifikasi SDM kurang memadai Permintaan sertifikasi benih/bibit kurang (terutama untuk bibit tebu yang dahulu di DIY sekarang ada yang harus dilakukan di Puslit Tebu di Jatim) Rekruitmen staf dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan Melakukan kegiatan promosi Kerjasama dengan petai atau kelompok petani penangkat bibit kehutanan dan perkebunan Kerjasama dengan perusahaan pembibitan Pembayaran biaya sertifikasi dilakukan setelah benih/bibit lolos sertifikasi Perlu adanya usulan terkait pembayaran benih yang tidak lulus uji. Setoran PAD berbasis bulanan Perlu dikaji ulang dan dipertimbangkan pemenuhan target PAD berbasis musiman atau siklus produksi tanaman 224

53 Nama Balai Potensi Dasar Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Pengemban gan Perbenihan dan Percontohan Kehutanan dan Perkebunan (BP3KP) Kebun kelapa Kebun kakao Kebun kopi Bibit pinus Bibit kayu putih Bibit mahoni Bibit sengon Bibit jati Bibit jabon Bibit pule Bibit munggur Bibit tanjung Bibit gmelina Produktivitas rendah karena kebun kelapa dan kakao berumur tua, varietas lama Jumlah dan kualifikasi SDM kurang Keamanan (kebun menjadi pengembalaan ternak) Luas lahan kecil/terbatas dan lahan kurang subur Sarana dan prasarana terbatas (tidak tersedia lantai jemur kopi) Rehabilitasi kebun secara bertahap dan penggantian varietas unggul yang baru Usulan pengadaan SDM yang mencukupi Pemagaran, sosialsiasi pada masyarakat sekitar, kerjasama dengan masyakarat sekitar Intensifikasi, pemanfaatan pupuk organik (jika dimungkinkan dikombinasi dengan pemeliharaan ternak) Pengadaan lantai jemur dan gudang kopi Pelatan sederhana/manual Pengadaan peralatan alat mesin yang lebih baik supaya efisien dan efektif Serangan/gangguan OPT Pengendalian OPT terpadu (dapat memenfaatkan agensia hayati yang diproduksi BSPMBPTK Nama Balai Potensi Dasar Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Kesatuan Pengelolan Hutan (BKPH) Hutan pinus (getah) Hutan kayu putih Pabrik minyak kayu putih Resiko kebarakan hutan pada musim kemarau Fasilitas transportasi produk sangat terbatas Pengurangan luas hutan kayu putih (untuk tahura di Gk dan hutan lindung (Sermo-KP) Patroli berkala dan pengawasan, kerjasama dengan masyarakat sekitar Pengadaan alat transportasi produk Intensifikasi dan rehabilitasi kebun secara bertahap, perbaikan varietas kayu putih yang lebih produktif Tanaman hutan pinus dan kayu putih berumur tua Rehabilitas kawasan secara bertahap Jumlah dan kualifikasi SDM kurang Pengadaan SDM yang memadai Pada musim hujan sulit mencari tenaga harian/buruh karena masyarakat sekitar hutan fokus pada kegiuata pertanian masingmasing Introduksi mekanisasi (sedikit tenaga kerja namun lebih efisien), jika tenaga kerja cukup dapat dioptimalkan dengan tenaga manusaia Potensi penguurangan luas lahan hutan kayu putih karena penggunaan lain (cagar alam dan tahura) Intensifikasi dan introduksi benih unggul kayu putih baru (pola Ponorogo) Kemitraan dengan petani sekitar (intiplasma), memanfaatkan lahan marginal masyarakat, diolah di pabrik BKPH 225

54 Intensifikasi dan peningkatan produktifitas Perbaikan teknis budidaya/banih baru Perbaikan sarana dan prasarana produksi Perbaikan jumlah dan kapasitas SDM Alokasi pembiayaan yang memadai Perubahan (PenyesuaianTarif sumber PAD) Penyesuaian tarif baik dalam bentuk tarif fix maupun tarif dengan proporsi tertentu dari harga pasar (misalnya 80-90% harga pasar) Diversifikasi dan ektensifikasi Pengolahan sebagian produk primer menjadi sekunder Integrasi kebun dengan jasa agrowisata Promosi dan perluasan produk sampai ke wilayah sekitar DIY 4.3. Dinas Pertanian Potensi Penerimaan Sektor Pertanian A. Sub Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta secara total memiliki aset kebun sebanyak 8 unit kebun yang terdiri dari kebun padi, hortikultura dan palawija. Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura (BPPTPH), Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP), Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP), serta Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP). Sumbangan untuk PAD pada Dinas Pertanian DIY yang terbesar berasal dari BPPTPH sebagai penyumbang terbesar yaitu sebanyak 90%. PAD yang diperoleh di Dinas Pertanian berasal dari sewa ruangan/gedung untuk pelatihan, sertifikasi benih, dan penjualan benih. Setiap tahun secara umum target PAD semakin bertambah seperti tersaji pada pada tabel 4.1 dimana target yang diberikan untuk Dinas Pertanian tahun 2014 untuk Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura(BPPTPH) sebesar Rp , Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) sebesar Rp , Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP) sebesar Rp , serta Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP)sebesar Rp Banyak kendala-kendala yang terjadi dalam proses realisasi target PAD seperti pada BPPTPH disebabkan oleh penurunan produksi akibat hama dan penyakit tanaman yang merusak tanaman serta penurunan kualitas lahan dan juga ketersediaan air yang semakin menurun sehingga mengakibatkan adanya penurunan produksi. 226

55 Tabel Target PAD Dinas Pertanian, No Balai Target 2014 Target 2015 * 1 Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Rp Rp pangan dan Hortikultura (BPPTPH) 2 Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) Rp Rp Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Rp Rp Pertanian (BPSMP) 4 Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) Rp Rp Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY Ket : * Target yang diajukan oleh Balai Mendasarkan pada potensi dasar dan perkembangan dinamika obyek penerimaan, nampaknya kontribusi yang bisa diharapkan untuk dapat diptimalkan adalah pada BPPTPH. Skenario yang dapat dikembangkan adalah dengan 2 (dua) strategi yaitu: (1) peningkatan produktivitas dan (2) peningkatan tarif/harga. Untuk penerimaan PAD pada tahun 2015 dan seterusnya yang berasal dari balai selain BPTPH digunakan asumsi penerimaan dengan menggunakan rerata penerimaan Sedangkan penerimaan dari BPPTPH menggunakan skenario kombinasi kenaikan produktivitas 5%, 10% dan 15 % serta kenaikan tariff sebesar 5%, 10% dan 15 %. Secara rinci skenario optimalisasi penerimaan PAD sub sektor tanaman pangan dan hortikultura untuk tahun 2015 dan seterusnya disjikan pada tabel berikut: Skenario Target PAD Tanaman Pangan dan Hortikultura dengan Basis Data dan Proyeksi Penerimaan Sumber Penghasil PAD Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Hortikultura (BPPTPH) Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) * Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSMP) * Realisasi dan Target yang Ditetapkan (Rp) Skenario Penerimaan dengan Kombinasi Kenaikan Produktivitas (P) dan Tarif (T) Th P= 5%, T=5% P=5%, T=10% P=5%, T=15% P= 10%, T=5% P=10%, T=10% P=10%, T=15% 768,520, ,050, ,650, ,706, ,012,500 1,043,370,938 1,043,370,938 1,043,370,938 1,043,370,938 10,000,000 10,883,520 13,605,000 11,496,173 11,496,173 11,496,173 11,496,173 11,496,173 11,496,173 5,400,000 5,400,000 6,600,000 5,800,000 5,800,000 5,800,000 5,800,000 5,800,000 5,800,000 Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) * 5,000,000 5,000,000 6,500,000 5,500,000 5,500,000 5,500,000 5,500,000 5,500,000 5,500,000 Jumlah 788,920, ,333, ,355, ,502, ,808,673 1,066,167,111 1,066,167,111 1,066,167,111 1,066,167,111 Keterangan : *) Skenario penerimaan pada BPSBP, BPSMP dan BPTP berdasar asumsi moderat rata-rata penerimaan 2013, 2014 dan 2015 Untuk memberikan gambaran yang lebih rinci, pada 2 tabel selanjutnya juga ditampilkan skenario penerimaan dari BPPTPH dengan pola kenaikan produktivitas 5%, 10% dan 15 %. Pada tabel selanjutnya ditampilkan potensi penerimaan PAD dengan skenario kenaikan tariff sebesar 5%, 10% dan 15 %. Peningkatan produktivitas masih snagat dimungkinkan dengan dukungan prasyarat yang lebih memadai yang mencakup aspek perbaikan fisik lahan, teknis budidaya, pengelolaan, perbaikan SDM. Dengan menggunakan kategori benih yang ditetapkan oleh Permentan 227

56 No.39/2006 dan Dirjen Perbenihan Tahun 2009 (Wahyuni, 2013) diketahui bahwa BPPTPH Dinas Pertanian DIY sudah berhasil mengembangkan 3 jenis benih yaitu Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP) dan Benih Sebar (BR). Hanya Benih Penjenis (BS) yang belum bisa dilakukan karena secara eknis memerlukan teknologi yang lebih rumit dan dukungan sumberdaya yang lebih berkualitas. Untuk menjamin kualitas benih, juga telah diulakukan sertifikasi benih oleh BPSBP dimana balai tersebut selain melakukan uji dan sertifikasi untuk produk balai di lingkungan Dinas Pertanian juga melayani jasa pengujian dan sertifikasi bagi para pengkar pebih baik petani, kelompok tani maupun peruasahaan produsen benih. Benih yang diedarkan pada pengguna disebut dengan benih bina yang harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menurut UU No 12/1992 tentang budidaya tanaman maka benih yang telah disertifikasi tersebut diberi label. Sertifikasi merupakan rangkaian proses/kegiatan pemberian sertifikat benih melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua syarat untuk dapat diedarkan pada para pengguna. Berdasarkan Permentan No.39/Tahun 2006 (cit. Wahyuni, 2014), dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, benih diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelas benih dengan label sertifikasi yang memiliki warna berbeda yaitu: Nomor Kelas Benih Label Sertifikat 1 Benih Penjenis (BS) Warna Kuning 2 Benih Dasar (BD) Warna Puith 3 Benih Pokok (BP) Warna Ungu 4 Benih Sebar (BR) Warna Bitu Skenario Produksi Benih Padi 228

57 BREEDER SEED (BS)/BENIH TETUA/PENJENIS) Skenario Potensi Produksi Benih Tanaman (Padi) BENIH DASAR/FUN DATION SEED (FS) BENIH DASAR BENIH DASAR BENIH POKOK BENIH POKOK/STOCK SEED (SS) BENIH SEBAR/EXT ENSION SEED (ES) BENIH POKOK BENIH SEBAR Fokus produksi BPTPH BENIH HIBRIDA Proses sangat rumit Potensi produksi sangat tinggi (12 ton/ha), jika saprodi terjamin PRODUKSI PADI UNTUK KONSUMSI PRODUKSI PADI UNTUK KONSUMSI Dengan menggunakan pendekatan produktivitas usahatani untuk menghasilkan benih nasional, kinerja dan kapasitas serta produktivitas produksi benih di lingkungan Dinas Pertanian DIY masih bisa ditingkatkan. Data yang ada menunjukkan produktivitas bersih benih di lingkungan BPPSBP Yogyakarta baru mencapi 3 ton/ha atau kg/ha dalam bentuk gabah bersih. Namun data pengujian produksi benih di beberapa lokasi nasional seperti didokumentasikan oleh Wahyuni et.al (2014) untuk beberapa varietas padi yang mencakup ciherang, IR64, Mekongan, cigeulis, dan situ bagendit menunjukkan bahwa tingkat produktivitas gabah benih bersih dapat mencapai 4,8 ton/ha sampai dengan 5,7 ton/ha atau (4.800 sampai dengan kg/ha). 229

58 Skenario Penerimaan PAD UPT BPTPH Distan DIY (Skenario Peningkatan Produktivitas) No Komoditas Kelas Luas Satuan Hasil Satuan Harga (Rp) Penerimaan (RP) Produktivi tas (ton) Prod Naik Prod Naik Prod Naik Penerimaan dengan Skenario peningkatan produktivitas (Rp) a b b/a 5% 10% 15% P=5% P=10% P=15% BD 3 Ha 7,800 Kg 7,500 58,500, ,425,000 64,350,000 70,638,750 Padi 31 Ha 93,600 Kg 6, ,600, ,680, ,760, ,132,000 1 BP 10 Ha 6,500 Kg 6,000 39,000, ,950,000 42,900,000 47,092,500 2 Jagung BP 2 Ha 2,500 Kg 7,000 17,500, ,375,000 19,250,000 21,131,250 BD 1 Ha 650 Kg 10,000 6,500, ,825,000 7,150,000 7,848,750 BP 7.5 Ha 5,625 Kg 9,000 50,625, ,156,250 55,687,500 61,129,688 3 Kedelai BR 20 Ha 3,000 Kg 8,000 24,000, ,200,000 26,400,000 28,980,000 4 Kacang tanah BP 1 Ha 700 kg 6,000 4,200, ,410,000 4,620,000 5,071,500 5 Kacang Hijau BP 1 Ha 700 kg 6,000 4,200, ,410,000 4,620,000 5,071,500 Total (A) 766,125, ,431, ,737, ,095,938 Tomat - Curah 0.5 Ha 35 Kg 300,000 10,500,000 10,500,000 10,500,000 10,500, Kemasan alumunium f 0.5 Ha 3500 Sachet 5,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 Cabe - Curah 50 Kg 250,000 12,500,000 12,500,000 12,500,000 12,500, Kemasan aluminium 10 gr 3500 Sachet 5,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 8 Kacang panjang - Curah 250 Kg 35,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 9 Bibit jamur edibel kemasan botol 8400 botol 3,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200, Bibit Durian sambung 1850 batang 3,500 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475, Bibit manggis sambung 750 batang 3,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250, Bibit Pisang kultur jaringan 3000 batang 4,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000, Anggrek kecil 1000 stek , , , , Bibit jambu Kristal 200 batang 3, , , , , Jambu dalhari BR 700 batang 3,500 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450, Bibit Sirsak 100 batang 3, , , , , Bibit Non anggrek 250 batang 1, , , , , Anggrek stek 1500 batang 750 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 Total B 118,275, ,275, ,275, ,275,

59 Skenario Penerimaan PAD UPT BPTPH Distan DIY (Skenario Kenaikan Tarif) No Komoditas Kelas Luas Satuan Hasil Satuan Tarif (Rp) Penerimaan (RP) Kenaikan Tarif Kenaikan Tarif Kenaikan Tarif Skenario Penerimaan dengan Perubahan Peningkatan Tarif (Rp) a b 5% 10% 15% 5% 10% 15% BD 3 Ha 7,800 Kg 7,500 58,500,000 7,875 8,250 8,625 61,425,000 64,350,000 67,275,000 1 Padi 31 Ha 93,600 Kg 6, ,600,000 6,300 6,600 6, ,680, ,760, ,840,000 BP 10 Ha 6,500 Kg 6,000 39,000,000 6,300 6,600 6,900 40,950,000 42,900,000 44,850,000 2 Jagung BP 2 Ha 2,500 Kg 7,000 17,500,000 7,350 7,700 8,050 18,375,000 19,250,000 20,125,000 BD 1 Ha 650 Kg 10,000 6,500,000 10,500 11,000 11,500 6,825,000 7,150,000 7,475,000 3 Kedelai BP 7.5 Ha 5,625 Kg 9,000 50,625,000 9,450 9,900 10,350 53,156,250 55,687,500 58,218,750 BR 20 Ha 3,000 Kg 8,000 24,000,000 8,400 8,800 9,200 25,200,000 26,400,000 27,600,000 4 Kacang tanah BP 1 Ha 700 kg 6,000 4,200,000 6,300 6,600 6,900 4,410,000 4,620,000 4,830,000 5 Kacang Hijau BP 1 Ha 700 kg 6,000 4,200,000 6,300 6,600 6,900 4,410,000 4,620,000 4,830,000 Total (A) 766,125, ,431, ,737, ,043,750 Tomat - Curah 0.5 Ha 35 Kg 300,000 10,500, , , ,000 11,025,000 11,550,000 12,075, Kemasan alumunium f 0.5 Ha 3500 Sachet 5,000 17,500,000 5,250 5,500 5,750 18,375,000 19,250,000 20,125,000 Cabe Curah 50 Kg 250,000 12,500, , , ,500 13,125,000 13,750,000 14,375, Kemasan aluminium 10 gr 3500 Sachet 5,000 17,500,000 5,250 5,500 5,750 18,375,000 19,250,000 20,125,000 Kacang panjang Curah 250 Kg 35,000 8,750,000 36,750 38,500 40,250 9,187,500 9,625,000 10,062,500 9 Bibit jamur edibel kemasan botol 8400 botol 3,000 25,200,000 3,150 3,300 3,450 26,460,000 27,720,000 28,980, Bibit Durian sambung 1850 batang 3,500 6,475,000 3,675 3,850 4,025 6,798,750 7,122,500 7,446, Bibit manggis sambung 750 batang 3,000 2,250,000 3,150 3,300 3,450 2,362,500 2,475,000 2,587, Bibit Pisang kultur jaringan 3000 batang 4,000 12,000,000 4,200 4,400 4,600 12,600,000 13,200,000 13,800, Anggrek kecil 1000 stek , , , , Bibit jambu Kristal 200 batang 3, ,000 3,150 3,300 3, , , , Jambu dalhari BR 700 batang 3,500 2,450,000 3,675 3,850 4,025 2,572,500 2,695,000 2,817, Bibit Sirsak 100 batang 3, ,000 3,150 3,300 3, , , , Bibit Non anggrek 250 batang 1, ,000 1,575 1,650 1, , , , Anggrek stek 1500 batang 750 1,125, ,181,250 1,237,500 1,293,750 Total B 118,275, ,188, ,102, ,016,250 Total PAD (A + B) 884,400, ,620, ,840,000 1,017,060,000 Selain ditampilkan skenario potensik penerimaan dengan keinaikan produktivitas dan tariff yang dipisah. Pada tabel selanjutnya juga ditampilkan skenario penerimaan dari BPPTPH dengan kombinasi pola kenaikan produktivitas kenaikan tariff. Penerimaan akan lebih optimal jika dilakukan dengan 2 strategi sekaliguas antara pennyesuaian tariff dan peningkatan produktivitas. 231

60 Skenario Penerimaan PAD UPT BPTPH Distan DIY (Kombinasi Peningkatan Produktivitas dan Tarif) No Komoditas Kelas Luas Satu an Hasil 2014 (kg) Satuan Tarif/ Harga Penerimaan (Rp) Produkt Prod ivitas Naik (ton/ha) Prod Naik Prod Naik Tarif a b (Rp b/a P=5% P=10% P=15% T=5% T=10% T=15% P= 5%, T=5% P=5%, T=10% P=5%, T=15% P= 10%, T=5% P=10%, T=10% P=10%, T=15% BD 3 Ha 7,800 Kg 7,500 58,500, ,875 8,250 8,625 64,496,250 67,567,500 70,638,750 67,567,500 70,785,000 74,002,500 Padi 31 Ha 93,600 Kg 6, ,600, ,300 6,600 6, ,164, ,648, ,132, ,648, ,536, ,424,000 BP 1 10 Ha 6,500 Kg 6,000 39,000, ,300 6,600 6,900 42,997,500 45,045,000 47,092,500 45,045,000 47,190,000 49,335,000 2 Jagung BP 2 Ha 2,500 Kg 7,000 17,500, ,350 7,700 8,050 19,293,750 20,212,500 21,131,250 20,212,500 21,175,000 22,137,500 BD 1 Ha 650 Kg 10,000 6,500, ,500 11,000 11,500 7,166,250 7,507,500 7,848,750 7,507,500 7,865,000 8,222,500 BP 7.5 Ha 5,625 Kg 9,000 50,625, ,450 9,900 10,350 55,814,063 58,471,875 61,129,688 58,471,875 61,256,250 64,040,625 3 Kedelai BR 20 Ha 3,000 Kg 8,000 24,000, ,400 8,800 9,200 26,460,000 27,720,000 28,980,000 27,720,000 29,040,000 30,360,000 4 Kacang tanah BP 1 Ha 700 kg 6,000 4,200, ,300 6,600 6,900 4,630,500 4,851,000 5,071,500 4,851,000 5,082,000 5,313,000 5 Kacang Hijau BP 1 Ha 700 kg 6,000 4,200, ,300 6,600 6,900 4,630,500 4,851,000 5,071,500 4,851,000 5,082,000 5,313,000 Total (A) 766,125, ,652, ,874, ,095, ,874, ,011, ,148,125 Tomat - Curah 0.5 Ha 35 Kg 300,000 10,500,000 10,500,000 10,500,000 10,500,000 10,500,000 10,500,000 10,500, Kemasan alumunium f 0.5 Ha 3500 Sachet 5,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 Cabe - Curah 50 Kg 250,000 12,500,000 12,500,000 12,500,000 12,500,000 12,500,000 12,500,000 12,500, Kemasan aluminium 10 gr 3500 Sachet 5,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 17,500,000 8 Kacang panjang - Curah 250 Kg 35,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 8,750,000 9 Bibit jamur edibel kemasan botol 8400 botol 3,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200,000 25,200, Bibit Durian sambung 1850 batang 3,500 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475,000 6,475, Bibit manggis sambung 750 batang 3,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 2,250, Bibit Pisang kultur jaringan 3000 batang 4,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000,000 12,000, Anggrek kecil 1000 stek , , , , , , , Bibit jambu Kristal 200 batang 3, , , , , , , , Jambu dalhari BR 700 batang 3,500 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450,000 2,450, Bibit Sirsak 100 batang 3, , , , , , , , Bibit Non anggrek 250 batang 1, , , , , , , , Anggrek stek 1500 batang 750 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 1,125,000 Total B 118,275, ,275, ,275, ,275, ,275, ,275, ,275,000 Total PAD (A + B) 884,400, ,706, ,012,500 1,043,370,938 1,043,370,938 1,043,370,938 1,043,370,938 Tarif Tarif Total Penerimaan dengan Skenario Kombinasi Peningkatan : 1. Produktivitas (P) dan 2. Tarif (T) 232

61 Contoh simulasi produksi dan penerimaan kebun benih padi Jenis Jenis Tipe Frek Produk Share Hampa/ Produk Luas Total Total Harga Total Benih varietas irigasi Panen Kotor Bawon Kotoran bersih kebun produk produk produk Peneriper tahun (ton/ha) 10% 15% (ton/ha) (hektar) (ton) (kg) (Rp/kg) maan (*) (**) a b c d e= (75% xb) f g h i j (b)-(c+d) (axexf) (g x 1000) (hxi) BS Ciherang Teknis % 15% ,450 25, ,250,000 BS Ciherang Semi teknis % 15% ,300 25, ,500,000 BS Ciherang Tadah hujan % 15% ,150 25,000 78,750,000 BS Ciherang Lahan kering % 15% ,150 25,000 78,750,000 BD Ciherang Teknis % 15% ,025 7,000 77,175,000 BD Ciherang Semi teknis % 15% ,350 7,000 51,450,000 BD Ciherang Tadah hujan % 15% ,675 7,000 25,725,000 BD Ciherang Lahan kering % 15% ,675 7,000 25,725,000 BP Ciherang Teknis % 15% ,025 5,600 61,740,000 BP Ciherang Semi teknis % 15% ,050 5,600 39,480,000 BP Ciherang Tadah hujan % 15% ,525 5,600 19,740,000 BP Ciherang Lahan kering % 15% ,525 5,600 19,740,000 BR Ciherang Teknis % 15% ,575 5,200 54,990,000 BR Ciherang Semi teknis % 15% ,050 5,200 36,660,000 BR Ciherang Tadah hujan % 15% ,525 5,200 18,330,000 BR Ciherang Lahan kering % 15% ,525 5,200 18,330,000 Hibrida Ciherang Teknis % 15% ,500 25, ,500,000 Hibrida Ciherang Semi teknis % 15% ,000 25, ,000,000 Hibrida Ciherang Tadah hujan % 15% ,500 25, ,500,000 Hibrida Ciherang Lahan kering % 15% ,500 25, ,500,000 *) Jenis benih= BS label kuning, BD (benih dasar) label putih, BP (benih pokok) label ungu, BR (benih sebar) label biru **) ciherang, IR64, INPARI, Situbagendit, Membramo, Secara lebih rinci dinamika kondisi potensi PAD dan sumber-sumber penerimaan PAD di masing-masing balai yang ada di lingkungan Dinas Pertanian DIY diuraikan pada bagian berikut: 233

62 1. Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) A. BPPTPH Informasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari unit kebun hortikultura dan tanaman pangan yang dikelola oleh BPPTPH. Kebun hortikultura berasal dari wilayah Wates, Ngipikan, dan Wonocatur. Selain dari kebun hortikultura, penerimaan juga didapatkan dari kebun padi dan palawija (tanaman pangan). Wilayah kebun padi berasal dari Nanggulan, Gesikan dan Berbah, sedangkan kebun palawija berasal dari Kedungpoh dan Gading. Secara rinci disajikan pada Tabel Tabel Pendapatan Asli Daerah BPPTPH, 2014 TARGET No KEBUN KLAS Harga VOLUME Satuan JML (Rp) A. UNIT HORTIKULTURA 1. Jasa Penjualan Benih Sayuran Benih Curah - Tomat 35 kg. 300,000 10,500,000 - Cabe 50 kg. 250,000 12,500,000 - Kacang panjang 250 kg. 35,000 8,750,000 Benih Kemasan - Tomat 5,000 sachet 6,000 30,000,000 - Cabe 5,000 sachet 5,000 25,000, Jasa Penjualan Benih Jamur F2 6,000 botol 3,000 18,000, Jasa Penjualan benih Tanaman hias - Anggrek potong 1,500 kuntum ,000 - Anggrek stek 500 stek , Jasa Penjualan benih buah-buahan - Pisang BR 3,000 batang 4,000 12,000,000 -Manggis BR 750 batang 3,000 2,250,000 -Durian BR 1,100 batang 3,500 3,850, Lain-lain Jambu Kristal 200 3, ,000 Jambu Dalhari 817 3,000 2,450,000 Bibit Sirsak 100 3, ,000 Bibit non anggrek 25 15, ,000 Total PAD Hortikultura

63 Lanjutan Tabel B. UNIT TANAMAN PANGAN 1. Jasa Penjualan Benih Padi - Benih Padi kelas BD kg , ,- - Benih Padi kelas BP , kg , Jasa Penjualan Benih Jagung - Benih Jagung kelas BP kg 6.000, Jasa Penjualan Benih Kedelai - Benih Kedelai kelas BD 650 kg , ,- - Benih Kedelai kelas BP kg 9.000, ,- 4. Jasa Penjualan Benih Kacang Tanah - Benih Kacang tanah BP ,- 5. Jasa Penjualan Benih Kacang Hijau - Benih Kacang Hijau BP ,- Total PAD Tanaman Pangan , - Total PAD BPPTPH , - Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014) Unit Hortikultura Pendapatan Kebun hortikultura berasal dari wilayah Wates, Ngipiksari dan Wonocatur. Dari Tabel dapat dilihat bahwa pendapatan berasal dari jasa penjualan benih sayuran, jasa penjualan benih jamur, jasa penjualan benih tanaman hias, jasa penjualan benih buah-buahan, dan lain-lain. Jasa penjualan benih sayuran terdiri dari 2 jenis benih yaitu benih curah sebesar Rp dan benih kemasan sebesar Rp Jasa penjualan benih jamur sebesar Rp Jasa penjualan benih tanaman hias terdiri dari anggrek potong sebesar Rp dan anggrek stek sebesar Rp Jasa penjualan benih buah-buahan terdiri dari 3 jenis yaitu pisang sebesar Rp , manggis sebesar Rp , dan durian sebesar Rp Sedangkan pendapatan lain-lain berasal dari jambu kristal sebesar Rp , jambu dalhari sebesar Rp , bibit sirsak sebesar Rp , bibit non anggrek sebesar Rp Sehingga mendapatkan total pendapatan pendapatan daerah unit hortikultura sabesar Rp Unit Tanaman Pangan Pendapatan kebun tanaman pangan terdiri dari dua jenis yaitu kebun padi dan kebun palawija. Kebun padi berasal dari wilayah Nanggulan, Gesikan dan Berbah, sedangkan kebun palawija berasal dari Kedungpoh dan Gading. Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pendapatan unit tanaman pangan berasal dari jasa penjualan benih padi, jasa penjualan benih jagung, jasa penjualan benih kedelai, jasa penjualan benih kacang tanah dan jasa penjualan benih kacang hijau. Jasa penjualan benih padi terdiri dari benih padi kelas BD sebesar Rp dan benih kelas BP 235

64 sebesar Rp Jasa penjualan benih jagung berasal dari benih kelas BP sebesar Rp Jasa penjualan benih kedelai terdiri dari 2 jenis benih yaitu kelas BD sebesar Rp dan kelas BP sebesar Rp Jasa penjualan benih kacang tanah berasal dari benih kelas BP sebesar Rp sedangkan jasa penjuaan benih kacang hijau berasal dari kelas BP sebesar Rp Total pendapatan asli daerah unit tanaman pangan sebesar Rp Dari penjelasan diatas didapatkan total Pendapatan Asli Daerah BPPTPH Yogyakarta sebesar Rp B. Harga Benih Biaya masing-masing benih yang telah disepakati sesuai SK Gubernur daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel Tabel Harga Benih Berdasar Komoditas dan Kelas Berdasarkan SK Gubernur DIY, 2014 Jenis dan Kelas Benih Harga (Rp/kg) Padi BD Padi BP Kedelai BD Kedelai BP Jagung BP Kacang Tanah BP Kacang Hijau BP Tomat sachet Cabe sachet Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014) Berdasarkan SK Gubernur DIY tahun 2014 harga benih/kg masing-masing komoditas sudah ditetapkan. Ketentuan ini berlaku diseluruh wilayahyogyakarta termasuk Nanggulan, Gesikan, Berbah, Wates, Ngipiksari, Wonocatur, Kedungpoh dan Gading. Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa harga benih paling tinggi adalah kedelai BD yaitu Rp /kg dan paling rendah adalah cabe sachet Rp 5.000/kg. Produk benih unggulan kebun hortikultura adalah tomat varietas kaliurang, cabe besar keriting, cabe merah varietas gantari, benih pisang kepok kuning, bibit jamur edible dan krisan. Sedangkan produk benih unggulan tanaman pangan adalah benih padi berbagai varietas kelas BD dan BP, benih jagung komposit kelas BP, benih kedelai berbagai varietas kelas BD dan BP, benih kacang tanah berbagai varietas kelas BP dan benih kacang hijau berbagai varietas kelas BP. Terkait pemasaran benih, Sampai saat ini pemasaran benih masih berjalan dengan lancar selain di pasarkan pada kelompok tani setempat dan propinsi lain, beberapa mitra membantu pemasaran benih yang ada,khususnya untuk benih sayuran. BPPTPH juga memasarkan produk dengan merk TUGU JOGJA. 236

65 C. Rencana Optimalisasi Pendapatan BPPTPH Tahun 2015 Lahan pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta yang lambat laun bergeser menjadi perumahan, gedung, hotel, dan lain-lain, oleh karena itu Dinas Pertanian DIY merencanakan optimalisasi pendapatan. Rencana optimalisasi dapat dilihat pada Tabel Tabel Rencana Optimalisasi Pendapatan UPTD BPPTPH Dinas Pertanian DIY, 2015 No Komoditas Kelas Luas Satuan Hasil Satuan Harga Jumlah (Rp) (Rp) BD 3 Ha Kg Padi Ha BP 0 Kg Ha Kg Jagung BP 2 Ha Kg BD 1 Ha 650 Kg Kedelai BP 7.5 Ha Kg BR 20 Ha Kg Kacang tanah BP 700 kg Kacang Hijau BP 700 kg Tomat - Curah 0.5 Ha 35 Kg - Kemasan alumunium 10 gr Cabe Ha Sachet Curah 50 Kg - Kemasan aluminium 10 gr Sachet Kacang panjang - - Curah 250 Kg Bibit jamur edibel kemasan botol botol Bibit Durian sambung batang Bibit manggis sambung 750 batang Bibit Pisang kultur jaringan batang Anggrek kecil stek Bibit jambu Kristal 200 batang Jambu dalhari BR 700 batang Bibit Sirsak 100 batang Bibit Non anggrek 250 batang Anggrek stek batang Total PAD Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY 237

66 Berdasarkan Tabel rencana optimalisasi pendapatan UPTD BPPTPH ditujukan ke semua wilayah kebun hortikultura dan tanaman pangan, yaitu Wates, Ngipikan, Wonocatur, Nanggulan, Gesikan, Berbah, Kedungpoh dan Gading. Pendapatan komoditas padi berbagai varietas kelas BD dan BP ditargetkan sebesar Rp , jagung kelas BP sebesar Rp , kedelai kelas BD, BP dan BR sebesar Rp , kacang tanah kelas BP sebesar Rp , kacang hijau kelas BP sebesar Rp , tomat (curah dan kemasan) sebesar Rp , cabe (curah dan kemasan) sebesar Rp , kacang panjang sebesar Rp , bibit jamur edibel kemasan botol sebesar Rp , bibit durian sambung sebesar Rp , bibit manggis sambung sebesar Rp , bibit pisang kultur jaringan sebesar Rp , anggrek kecil sebesar Rp , jambu dalhari kelas BR sebesar Rp bibit sirsak sebesar Rp , bibit non anggrek sebesar Rp , anggrek stek sebesar Rp Dari penjelaskan tersebut, total target PAD BPPTPH tahun 2015 sebesar Rp , atau meningkatkan pendapatan sekitar 7% dari tahun Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) A. Biaya/Tarif Pelayanan Tarif jasa pemeriksaan lapangan dan pengujian benih penetapannya berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Perda Provinsi DIY No. 2 tahun 2003 tentang Retribusi Jasa Umum. Usulan tahun 2015 Tarif jasa mengacu Peraturan Menteri Pertanian No. 48 tahun 2012 tersebut adalah sebagai berikut. Tabel Tarif Jasa Pemeriksa Lapangan dan Pengujian Benih Tahun 2014 dan Usulan Tarif 2015 No. KOMODITAS DAN MACAM PENGUJIAN Tarif (Rp) 2014 Usulan 2015 PAD Tarif PAD (Rp) A. Jasa Pemeriksaan Lapangan dan Pengujian Benih Pertanian dalam rangka sertifikasi dan pengawasan mutu benih/bibit di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian di DI.Yogyakarta 1. PADI a. Pemeriksaan lapangan per hektar 4.500, , , ,- b. Pengujian benih untuk pengisian label 6, ,- 7, ,- c. Pengujian benih untuk pelabelan 6.000, , , ,- ulang per contoh benih d. Pengujian benih untuk keperluan 6.000, ,- pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan servis umum per contoh benih 6.000, ,- JUMLAH KOMODITAS PADI , , , ,- 2. JAGUNG KOMPOSIT a. Pemeriksaan lapangan per hektar 3.000, , , ,- b. Pengujian benih untuk pengisian label per Kg c. Pengujian benih untuk pelabelan ulang per contoh benih 6, ,- 7, , , ,- 238

67 No Usulan 2015 KOMODITAS DAN MACAM Tarif PAD Tarif PAD PENGUJIAN (Rp) (Rp) d. Pengujian benih untuk keperluan 6.000, ,- pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan 6.000, ,- service umum JUMLAH KOMODITAS JAGUNG , , , ,- KOMPOSIT 3. JAGUNG HIBRIDA a. Pemeriksaan lapangan per hektar 4.000, , ,- b. Pengujian benih untuk pengisian 6,- 10, ,- label per Kg c. Pengujian benih untuk pelabelan 6.000, ,- ulang per contoh benih d. Pengujian benih untuk keperluan 6.000, ,- pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan 6.000, ,- service umum JUMLAH KOMODITAS JAGUNG , , ,- HIBRIDA 4. KACANG-KACANGAN (Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Tanah) a. Pemeriksaan lapangan per hektar 1.500, , , ,- b. Pengujian benih untuk pengisian 5, ,- 6, ,- label per Kg c. Pengujian benih untuk pelabelan 5.000, ,- ulang per contoh benih d. Pengujian benih untuk keperluan 5.000, ,- pengujian khusus per contoh benih e. Pengujian benih untuk keperluan service umum 5.000, ,- JUMLAH KOMODITAS KACANG , , , ,- KACANGAN 5. TANAMAN HORTIKULTURA TAHUNAN a. Pemeriksaan lapangan per rumpun 1.000, , , ,- (per 25 batang) b. Untuk dinyatakan lulus dikenakan 10,- 15,- biaya tambahan per batang c. Yang diperbanyak dengan sistem 15,- 15,- kultur jaringan dan mini grafting dikenakan biaya tambahan per batang JUMLAH KOMODITAS TANAMAN 1.025, , , ,- HORTIKULTURA TAHUNAN 6 TANAMAN HORTIKULTURA BENTUK BIJI a. Pemeriksaan lapangan per hektar 2.000, , , ,- b. Pengujian benih untuk pelabelan 3.000, ,- ulang percontoh benih c. Pengujian benih untuk keperluan service umum per contoh benih 5.000, ,- JUMLAH KOMODITAS TANAMAN , , , ,- HORTIKULTURA BENTUK BIJI 7. KENTANG/UMBI/RIMPANG a. Pemeriksaan per hektar 3.000, ,- b. Pemeriksaan umbi di gudang per 3, ,- 4, ,- Kg c. Pengujian umbi untuk keperluan pengujian khusus kesehatan benih per contoh benih , ,- 239

68 No. KOMODITAS DAN MACAM PENGUJIAN 2014 Usulan 2015 Tarif (Rp) PAD Tarif (Rp) PAD , , , ,- JUMLAH KOMODITAS KENTANG/ UMBI/RIMPANG B. Pengesahan label per lembar 2, ,- 4, ,- JUMLAH ,- Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa komoditas yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah yaitu dari pengembangan komoditas tanaman padi, sebesar Rp ,- dan diusulkan tahun 2015 akan meningkatkan pendapatan asli daerah dari komoditas ini, yaitu sebesar Rp ,-. Jika diurutkan, komoditas yang memberikan pendapatan asli daerah dari yang tertinggi sampai terendah selain komoditas padi pada tahun 2014 yaitu tanaman hortikultura bentuk biji, hortikultura tahunan, kacang-kacangan, jagung komposi, kentang/umbi/rimpang, dan jagung hibrida. Urutan yang sama juga terjadi di usulan tahun Akan tetapi, pada tahun 2015 diharapkan pada komoditas mampu memberikan kontribusi kepada pendapatan asli daerah sebesar Rp ,-. B. Waktu Penyelesaian Pelayanan 1. Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan benih padi dan palawija untuk 1 unit kegiatan Tabel Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Benih Padi dan Palawija No. Jenis Pelayanan Pelaksanaan Waktu Penyelesaian 1. Proses penerimaan permohonan pengajuan Sebelum tanam 45 menit penangkaran sertifikasi benih 2. Pemeriksaan lapangan pendahuluan Sebelum tanam 2 jam 3. Pemeriksaan lapangan fase vegetatif ± 30 hari sesudah tanam 2 jam 4. Pemeriksaan lapangan fase generatif ± 30 hari sebelum panen 2 jam 5. Pemeriksaan lapangan fase masak ± 7 hari sebelum panen 2 jam 6. Pemeriksaan alat panen dan penanganan Panen 4 jam panen 7. Pemeriksaan alat pengolahan benih dan Panen 2 jam pengawasan mutu benih 8. Pengambilan contoh benih Setelah prosesing benih 2 jam 9. Pengujian benih laboratoris Setelah pengambilan 5-14 hari contoh benih 10. Penerbitan sertifikat dan legalisasi label Selesai pengujian 2 jam laboratoris 11. Pengawasan pemasangan label Setelah penerbitan sertifikat dan pelabelan-nya 4 jam TOTAL PELAKSANAAN ± 6-16 hari Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY 240

69 2. Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan buah-buahan secara vegetatif untuk 1 unit kegiatan Tabel Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Buah-Buahan Secara Vegetatif No. Jenis Pelayanan Pelaksanaan 1. Proses pemeriksaan lapangan Sebelum tanam pendahuluan 2. Proses pemeriksaan Saat okulasi/ okulasi/grafting/stek/cangkok grafting/stek/ cangkok 3. Proses pemeriksaan siap salur Setelah pemindahan tanam 4. Proses legalisasi label Setelah lulus pemeriksaan lapangan sap salur 5. Proses pengawasan pemasangan label Setelah penerbitan sertifikat dan pelabelanya TOTAL PELAKSANAAN Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY Waktu Penyelesaian 45 Menit 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 8 jam 45 menit 3. Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan hortikultura secara kultur jaringan untuk 1 unit kegiatan Tabel Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Hortikultura Secara Kultur Jaringan No. Jenis Pelayanan Pelaksanaan Waktu Penyelesaian 1. Proses pemeriksaan lapangan explant Saat pengambilan explant 1 jam 2. Proses pemeriksaan lapangan pendahuluan Saat pengambilan explant 1 jam 3. Proses pemeriksaan planlet Saat pengeluaran 2-3 jam 4. Proses pemeriksaan aklimatisasi 1 minggu setelah 2 jam pengeluaran 5. Proses pemeriksaan siap salur 2-3 bulan setelah 2 jam aklimatisasi 6. Proses legalisasi label Setelah pemeriksaan siap 2 jam salur 7. Proses pengawasan pemasangan label Setelah penerbitan 2 jam sertifikat dan pelabelanya TOTAL PELAKSANAAN jam Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY 241

70 4. Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan tanaman pangan untuk 1 unit kegiatan Tabel Pelayanan Sertifikasi/Pelabelan Tanaman Pangan No. Jenis Pelayanan Pelaksanaan Waktu Penyelesaian 1. Proses penerimaan permohonan Sebelum tanam 45 menit pengajuan penangkaran sertifikasi benih 2. Proses pemeriksaan lapangan Sebelum tanam 2 jam pendahuluan 3. Proses pemeriksaan lapangan fase 3-4 bulan setelah tanam 2 jam vegetative 4. Proses pemeriksaan menjelang panen 4 minggu sebelum panen 2 jam 5. Proses pemeriksaan alat panen dan Panen 4 jam pengawasan panen 6. Proses pemeriksaan umbi Pengemasan 2 jam 7. Proses legalisasi label Setelah selesai 2 jam pengemasan 8. Proses pengawasan pemasangan label Setelah selesai pengemasan 4 jam TOTAL PENYELESAIAN 18 jam 45 menit Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY 5. Tahapan dan waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan tanaman sayuran semusim dalam bentuk biji untuk 1 unit kegiatan Tabel Sertifikasi/Pelabelan Tanaman Sayuran Semusim dalam Bentuk Biji No. Jenis Pelayanan Pelaksanaan Waktu Penyelesaian 1. Proses pemeriksaan lapangan pendahuluan Sebelum sebar 2 jam 2. Proses pemeriksaan lapangan fase vegetatif Umur 3 mg 1 bulan 2 jam 3. Proses pemeriksaan lapangan fase generatif Umur 2-4 bulan 2 jam 4. Proses pemeriksaan lapangan menjelang 1 mg sebelum panen 2 jam panen 5. Proses pemeriksaan saat prosesing benih Saat panen 2 jam 6. Proses pengambilan contoh benih Selesai prosesing 1 jam 7. Prosesing pengujian laboratoris Selesai prosesing 1-2 jam 8. Proses legalisasi label Selesai uji laboratoris 2 jam 9. Proses pengawasan pemasangan label Selesai pengemas-an 2 jam TOTAL PENYELESAIAN jam Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY Dari keseluruhan tabel yang sudah diuraikan sebelumnya, pelayanan yang paling banyak menghabiskan waktu yaitu waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan benih padi dan palawija untuk 1 unit kegiatan, sebesar ± 6-16 hari, sedangkan yang menghabiskan waktu paling sedikit yaitu waktu penyelesaian pelayanan sertifikasi/pelabelan buah-buahan secara vegetatif untuk 1 unit kegiatan, yaitu selama 8 jam 45 menit. 242

71 3. Balai Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) UPTD Balai Pengembangan Sumberdaya manusia Pertanian (BPSDMP) D.I. Yogyakarta berdiri diatas lahan seluas m 2 dengan fasilitas utama yaitu gedung kantor, sarana Praktek Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, aula / ruang pertemuan yang berkapasitas 100 orang, 5 unit ruang kelas, 2 unit asrama, perpustakaan, ruang makan dengan kapaistas 70 orang, mushola, tempat parkir dan sarana penunjang berupa fasilitas olahraga dan hiburan. Kegiatan yang diselenggarakan di UPTD ini berfokus pada penyelenggaraan Diklat Bagi Petugas dan Petani/Masyarakat Pertanian, antara lain Diklat Teknis Pertanian, Teknis Administrasi, Manajemen Teknis, Penjenjangan dan lain sebagainya. Selain itu, UPTD ini menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga kediklatan, antara lain badan Pengembangan SDM Pertanian, Beberapa Balai Besar Pelatihan Pertanian dan Lembaga Kediklatan terkait lainnya. Selain memberikan pelatihan dan kerjasama mengenai pelaksanaan diklat, UPTD ini juga memberikan pelayanan lain berupa penyewaan fasilitas yang dimiliki. Berikut diantaranya. Tabel Tarif Pelayanan Fasilitas UPTD BPSDMP D.I. Yogyakarta No. Uraian Tarif 2014 (Rp) 1. Asrama : 1. Tarif Asrama Internal 2. Tarif Asrama Komersial 2. Ruang Kelas dan Aula 1. Kelas kapasitas 40 dan 30 orang , ,- Usulan Tarif 2015 (Rp) , ,- 2. Ruang Aula kapasitas 100 orang , , , ,- 3. LCD Proyektor ,- TOTAL , ,- Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014) Dari Tabel dapat diuraikan bahwa tarif paling besar pada tahun 2014 yaitu sewa ruang aula, dan diusulkan pada tahun 2015 tarif asrama dinaikkan, untuk internal sebedar Rp ,- dan untuk komersial sebesar Rp ,-, sedangkan untuk tarif sewa ruang kelas dan aula tidak dinaikkan. Dari hasil pemakaian kamar asrama dan ruang kelas yang sudah diuraikan sebelumnya, disetor ke negara melalui PAD selama 2 (dua) tahun sebagai berikut. Tabel Pendapatan Asli Daerah UPTD BPSDMP Tahun 2012-Usulan 2015 No. Tahun Target Realisasi % , ,00 115, , ,00 140, , ,00 *) 122, , *) sampai dengan bulan September 2014; Sumber : Data Sekunder Dinas Pertanian DIY 243

72 Tabel 4.33 menyatakan bahwa realisasi pemasukan terhadap Pendapatan Asli Daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan, baik jumnlah target dan realisasi, maupun realisasi dari tahun ke tahun. Rata-rata kenaikan tiap tahunnya lebih dari 100%, hal ini berarti UPTD BPSDMP D.I. Yogyakarta memberikan kontribusi yang cukup aktif terhadap PAD D.I. Yogyakarta. Walaupun tidak sebesar UPTD lainnya, akan tetapi kontribusinya terus meningkat tiap tahunnya. 4. Balai Pengembangan Sumberdaya manusia Pertanian (BPSDMP) Balai Proteksi tanaman pangan merupakan salah satu penyumbang PAD Dinas pertanian DIY. Potensi penerimaan BPTP dari penjualan agensia hayati atau pestisida hayati dalam satu tahun ditarget menjual 1000 agens hayati. Dalam satu tahun BPTP menyumbangkan Rp ,00 dari agensia hayati dimana satu agensia hayati dihargai sebesar Rp ,00. Tabel Target penjualan Agens Hayati Jenis PAD Target 2014 Realisasi sd Sept 2014 Target 2015 Agensia Hayati/Pestisida Nabati , , ,- Sumber: Data Sekunder Dinas Pertanian DIY (2014) B. Sub Sektor Peternakan Seperti telah diuraikan pada Bab III, terdapat beragam pelayanan yang diberikan oleh UPTD BPBPTDK. Layanan tersebut meliputi kegiatan di Laboratorium Kesmavet, kegiatan Laboratorium Keswan, kegiatan pengembangan bibit ternak (sapi perah, sapi potong, dan kambing), kegiatan pengembangan semen beku (sapi simental, sapi limosin, dan sapi PO/Brahman), dan kegiatan pengembangan Hijauan Pakan Ternak (HPT). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh UPTD BPBPTDK, sumber potensial PAD diklasifikasikan menjadi 2 (dua), sebagai berikut: 1. PAD bersifat tetap terdiridari : a. Penjualan susu sapi perah; b. Penjualan pedet sapi perah; c. Penjualan pedet sapi potong; d. Penjualan cempe kambing domba; e. Penjualan semen beku; f. Pengujian pullorum; 2. PAD bersifat tidak tetap terdiri dari : a. Pengujian kesmavet; b. Pengujian RBT; c. Pengujian HI/AI; d. Afkir sapi potong; e. Afkir sapi perah; 244 )

73 f. Afkir kambing domba. Sumber PAD bersifat tetap dikategorikan berdasarkan sifatnya yang setiap bulan atau setiap tahun dikerjakan dan menghasilkan pendapatan. Pengklasifikasian sumber PAD tidak tetap berdasarkan pada PAD yang setiap bulan atau setiap tahun tidak selalu dapat menghasilkan pendapatan. PAD yang sifatnya pengujian (Pengujian Kesmavet, HI/AI, dan RBT) sangat ditentukan oleh kesadaran dan kepentingan masyarakat. Laboratorium bersikap statis, namun telah melakukan sosialisasi arti pentingnya nilai pengujian. Pengujian Kesmavet ke depan, dengan berlangsungnya pasar bebas ASEAN (MEA) yang berlaku mulai tahun 2015 akan sangat dibutuhkan karena barang yang beredar di pasar bebas keamanan pangan harus dibuktikan dengan hasil pengujian dari laboratorium. Dengan demikian, pengujian yang bersifat tidak tetap diharapkan dapat berperan lebih besar dalam memberikan layanan, yang secara bersamaan menghasilkan penerimaan pendapatan bagi pembangunan di DIY. 1. Estimasi Potensi PAD UPTD BPBPTDK Untuk mengetahui potensi penerimaan sub-sektor peternakan dilakukan analisis data dan perhitungan dengan dua pendekatan: (1) pendekatan trend berdasarkan data pekembangan capaian (realisasi target penerimaan PAD) pada masing-masing komponen penghasil dan (2) analisis berbasis potensi reproduksi unit yang dikelola, terutama untuk produksi ternak dan susu. Tabel 4.35 menyajikan estimasi potensi penerimaan PAD sub-sektor peternakan yang telah disusun oleh UPT BPBPTDK. Estimasi tersebut berdasarkan data asumsi pertumbuhan posisif selama periode dan dilakukan estimasi penerimaan selama 5 tahun ( ) dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 5% per tahun. Estimasi ini dilaporkan juga memperhatikan faktor internal (perbaikan nilai asset) dan eksternal (harga pasar, kebijakan/politik, iklim/cuaca), sehingga diperoleh proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) UPTD BPBPTDK Dinas Pertanian DIY selama 5 (lima) tahun ke depan ( ). 245

74 Tabel Proyeksi Target PAD Tahun UPTD BPBPTDK, Dinas Pertanian DIY No. Jenis Pendapatan *Realisasi Asumsi Proyeksi (Asumsi Kenaikan 5% per Tahun) PAD 2014 PAD PAD bersifat pokok / tetap 1. Penjualan Susu Sapi Perah Penjualan Pedet Sapi Perah Penjualan Pedet Sapi Potong Penjualan Cempe Kambing/Domba 5. Penjualan Semen Beku Pengujian Pullorum test Pengujian HI/AI test PAD bersifat tidak tetap 1. Pengujian Kesmavet Pengujian RBT Test Afkir Sapi Potong Afkir Sapi Perah Afkir Kambing/Domba Jumlah Keterangan * : Realisasi PAD sampai bulan September 2014 Sumber: UPTD BPBPTDK,

75 Trend pertumbuhan positif target PAD yang akan dihasilkan oleh UPT BPBPTDK, menunjukkan nilai yang lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata capaian dalam 5 tahun terakhir. Tabel menyajikan data pertumbuhan dari masing-masing sumber/bagian yang menghasilkan PAD sub-sektor peternakan, dalam periode Trend pertumbuhan ratarata tahunan yang mencapai di atas 35%, memberikan indikasi dua hal: (1) PAD sub-sektor peternakan masih dapat ditingkatkan lebih tinggi dari yang ditarget saat ini. Namun demikian, (2) peningkatan target dari unit penghasil, terutama yang menjadi penyumbang terbesar PAD sub-sektor peternakan, adalah makhluk hidup (ternak) yang memiliki batasan biologis (titik optimal). Tabel Trend Pertumbuhan PAD Sub-Sektor Peternakan DIY No. Sumber Penerimaan 1. Penjualan Susu Sapi Perah Pertumbuhan (%/tahun) 2. Penjualan Pedet Sapi Perah Pertumbuhan (%/tahun) 3. Penjualan Pedet Sapi Potong Pertumbuhan (%/tahun) 4. Penjualan Cempe Kambing/Domba Pertumbuhan (%/tahun) 5. Penjualan Semen Beku Pertumbuhan (%/tahun) 6. Pengujian Pullorum Realisasi (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Realisasi (Rp.000) , , , ,80 Rata-rata (%) Pertumbuhan Eksponensial (%) 47,19 254,96-14,04 67,32-9,09 69,27 46, ,68 400,00 23,87 30,90 17,77 95,65 58, ,00 5,00 11,1 16,88-13,64 1,62 0,50-16,67 92,00-19,58 18,58 8, Pertumbuhan ,00-16,67 0 0,67 0 (%/tahun) 7. Pengujian HI/AI Afkir Sapi Potong Afkir Sapi Perah Pertumbuhan (%/tahun) 10. Afkir Kambing/Domba Pertumbuhan (%/tahun) Jumlah , , , , ,80 Pertumbuhan (%/tahun) 18,16 215,39-12,18 61,31-6,14 55,31 37,72 4,5-22,41 247

76 Untuk mengetahui secara detail potensi penerimaan PAD sub-sektor peternakan dilakukan analisis lanjut berdasarkan unit penghasil, dari data yang tersaji pada Tabel 4.2. Analisis potensi penerimaan PAD subsector peternakan dilakukan dengan perpaduan analisis trend dan potensi produksi digunakan untuk perhitungan potensi PAD dari unit sapi dan kambing, sedangkan unit penghasil lainnya seperti pengujian laboratorium hanya menggunakan analisis trend. 1. Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Ternak Sapi Perah UPTD BPBPTDK mengelola sapi perah dan sapi potong, sebagai unit penghasil. Kedua kelompok ternak tersebut menjadi penyumbang utama PAD sub-sektor peternakan. Sumber penerimaan dari kedua kelompok tersebut terbagi menjadi tiga kelompok besar sumber penerimaan, yaitu: pedet, susu, dan afkiran. Penjualan pedet sapi perah mengalami peningkatan yang signifikan dalam 6 tahun teakhir, yaitu dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 58,8% per tahun (atau lebih). Pertumbuhan positif penjualan pedet sapi perah, juga sejalan dengan penjualan susu sapi perah, yang tumbuh dengan rata-rata 46,68% per tahun. Namun demikian, pertumbuhan penjualan susu sapi perah negatif pada tahun 2011, yang merupakan imbas dari letusan Gunung Merapi akhir tahun Sementara penjualan afkir sapi perah, memiliki nilai yang flat (hampir sama setiap tahunnya), walaupun mengalami penurunan tahun 2011, yang diperkirakan imbas dari bencana alam letusan Gunung Merapi. Kelompok ternak afkir ini, dalam pengelolaan PAD peternakan dikelompokkan sebagai sumber PAD tidak tetap, karena tidak selalu menghasilkan setiap tahunnya. Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3 menyajikan data trend realisasi penerimaan penjualan sapi perah, susu sapi perah, dan akir sapi perah selama periode

77 Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Gambar 4.1. Realisasi Penerimaan Penjualan Sapi Perah, Penjualan Pedet Sapi Perah (dalam ribu rupiah) 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 23,100 23,250 28,800 28,800 32,000 37,700 39,100 44,400 20,000 15,000 10,000 5,000 4,400 4,400 4,400 4,

78 Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Gambar 4.2. Realisasi Penerimaan Penjualan Susu Sapi Perah, , , , Penjualan Susu Sapi Perah (dalam ribu rupiah) 205, , , , , , , , , , , ,300 40,

79 Gambar 4.3. Realisasi Penerimaan Penjualan Afkir Sapi Perah, ,000 Afkir Sapi Perah (dalam ribu rupiah) 14,000 13,700 12,000 10,000 11,000 11,000 11,020 11,050 8,000 6,000 4,000 2, Untuk mengestimasi potensi PAD dari pengelolaan sapi perah dilakukan perhitungan potensi berbasis pada potensi reproduksi aset (stok) induk sapi perah yang dikelola saat ini dan tarif yang berlaku (sesuai PERDA) untuk setiap produksi ternak yang dihasilkan. Perubahan ketetapan tariff akan berdampak langsung pada perubahan nilai potensi penerimaan. Berdasarkan data UPTD diketahui stok induk sapi perah yang dikelola saat ini adalah 62 ekor, dengan betina sejumlah 60 ekor. Dari pengelolaan stok induk betina tersebut dapat diketahui potensi produksi anakan sapi (pedet) dan penerimaannya. Metode dan asumsi perhitungan disajikan pada Gambar 4.4. Berdasarakn Gambar 4.4 diasumsikan induk beranak dua kali dalam 3 tahun atau terdapat potensi kelahiran 1,5 kali dalam setahun per induk. Diperkirakan mortalitas sebesar 5% setiap periode kelahiran dan imbangan jantan betina adalah 50%. Pedet yang dihasilkan tidak seluruhnya dijual, tetapi alokasikan 20% dari betina untuk cadangan (replacement) dari induk yang tidak produktif. Untuk sapi perah, karena terdapat produk susu yang dihasilkan maka produksi per hari diestimasi sekitar 10 liter susu per hari per induk (menurut hasil penelitian Kemenristek, standar normal produksi susu sapi sebenanrnya adalah 251

80 12 liter/hari) ( Dengan demikian potensi PAD yang dihasilkan akan diperoleh dari penjualan pedet, produksi susu, dan induk afkir. Volume produksi (jumlah) dikalikan tarif yang berlaku akan diperoleh potensi penerimaan PAD. Tabel 4.37 selanjutnya menyajikan data dan hasil perhitungan potensi PAD sub-sektor peternakan dari unit penghasil sapi perah. Berdasarkan perhitungan tersebut, potensi penerimaan PAD dari pengelolaan sapi perah diperkirakan mencapai Rp349 juta rupiah per tahun. Penerimaan tersebut diperoleh dari penjualan pedet senilai Rp66 juta dan ternak afkir sekitar Rp10,6 juta per tahun. Penerimaan terbesar diperkirakan dari penjualan susu sapi perah sebesar Rp272 juta per tahun. Dengan demikian, trend positif pertumbuhan PAD peternakan sapi yang telah digambarkan pada Gambar 4.1 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penerimaan dari sapi perah masih dapat dioptimalkan, sampai pada tingkat potensi biologis berdasarkan perhitungan ini. Perubahan (peningkatan) PAD dapat lebih besar dari nilai estimasi, jika ternak (stok atau aset induk) yang dikelola lebih besar jumlahnya. Perubahan stok yang dikelola tersebut tentu saja membutuhkan penyediaan sarana prasarana (pakan dan kandang) serta kebutuhan lainnya yang sesuai dengan perubahan pada stok yang dikelola. Namun demikiian, pengelolaan secara optimal stok saat ini maka target yang akan dicapai masih dapat ditingkatkan (di atas 5% per tahun) karena tersedia masih terbuka peluang peningkatan PAD dari pengelolaan sapi perah. 252

81 Gambar 4.4. Pendekatan Perhitungan Potensi Penerimaan PAD Ternak Sapi Perah SUSU SAPI (k) INDUK 60 (a) 30 (b) SIAP REPRODUKSI 50% AFKIR 4 (j) Potensi 10 liter/hari/induk 45 (c) 45 (c) 3 Tahun beranak 2 kali (30x 2):3 = 45 Mortalitas 5% (45x 0,05) = 43 Imbangan jantan betina 50% Replacement 20% 21 BETINA (d) 22 JANTAN (e) 4 REPLACE (h) 17 JUAL 22 JUAL (i) (g) PAD = g+i+j+k 253

82 Tabel Estimasi Potensi PAD Sub-Sektor Peternakan dari Unit Penghasil Sapi Perah Sumber penerimaan Satuan Nilai Jumlah populasi dasar atau induk dalam ekor (a) ekor 62 JANTAN dalam ekor (a1) ekor - BETINA dalam ekor (a2) ekor 60 Induk siap ber reproduksi (b = 50% atau 0,5*a2) 0.5 Jumlah induk siap ber reproduksi dalam ekor (c = a2*b) ekor 30 Peluang kelahiran per tahun (3 Tahun beranak 2 kali ) (d) kali 1.5 Perkiraan jumlah anakan dalam setahun (e = c*d) kali 45 Mortalitas anakan (f = 5% atau 0,05) 0.1 Jumlah anakkan mati (g = e*f) ekor 2 Jumlah anakkan hidup (h = e-g) ekor 43 Imbangan jantan betina dari anakan (asumsi 50% dari h atau i = 0,5) 0.5 Sapi betina dalam ekor (j1) ekor 21 Sapi jantan dalam ekor (j2) ekor 22 Jumlah anakan untuk replacement dalam persen, perkiraan 20% atau 0,2 dari sapi betina (k = 0,2) 0.2 Jumlah anakan untuk replacement dalam ekor sapi betina (l = k*j1) 4 Jumlah anakan betina untuk replacement dalam ekor (l1) ekor 4 Jumlah anakan jantan untuk replacement dalam ekor (l2) ekor - Jumlah anak untuk dijual ekor (m) 39 Jumlah anakan betina untuk dijual dalam ekor (m1) ekor 17 Jumlah anakan jantan untuk dijual dalam ekor (m2) ekor 22 Harga jual anakkan (n = Rp/ekor) Jantan dalam rupiah per ekor (n1) Rp 1,700,000 Betina dalam rupiah per ekor (n2) Rp 1,700,000 Nilai jual anakkan (p = q1+q2) Rp 66,470,000 Betina dalam rupiah (q1 = m1*n1) Rp 29,070,000 Jantan dalam rupiah (q2 = m2*n2) Rp 37,400,000 Jumlah induk afkiran dalam setahun dalam ekor (r) 4 Betina dalam ekor (r1) ekor 4 Jantan dalam ekor (r2) ekor - Harga jual induk afkiran dalam rupiah per ekor (s) Betina dalam rupiah (s1) Rp 2,500,000 Jantan dalam rupiah (s2) Rp 4,000,000 Nilai jual induk afkiran (t =t1 + t2) Rp 10,687,500 Betina dalam rupiah (t1 = s1*r1) Rp 10,687,500 Jantan dalam rupiah (t2 = s2*r2) Rp - Potensi produksi susu per hari per induk dalam liter per hari (u1) liter/hari 10 Produksi susu semua induk per hari dalam liter (u2 = c*u1) liter/hari 300 Lama produksi susu (u3) bulan 10 Jumlah total produksi (u = u2*u3) liter/tahun 90,000 Tarif (v) Rp/liter 3,025 Nilai penjualan susu (w = u*v) Rp 272,250,000 PENERIMAAN (N = j + m + w) Rp 349,407,

83 Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) 2. Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Ternak Sapi Potong Pertumbuhan PAD dari hasil pengelolaan ternak sapi potong cukup berfluktuasi. Selama tahun tidak terdapat penerimaan PAD dari pengelolaan sapi potong dari penjulaan pedet, kecuali dari penjualan ternak afkir. Namun demikian, terdapat kecenderungan pertumbuhan PAD penjualan pedet sapi potong dalam 3 tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan penjualan pedet sapi potong berkisar antara 5-11% per tahun. Dengan pendepatan seperti pada sapi perah (kecuali untuk produksi susu dan berat hidup sapi potong afkir), dapat diestimasi potensi penerimaan dari pengelolaan aset (stok induk) sapi potong saat ini. Berat hidup sapi potong dalam hal ini dipekrikan sekitar 400 kg/ekor. Menurut data hasil kajian Kemenristek, Sapi Bali berat badan mencapai kg dan persentase karkasnya 56,9%, sedangkan Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg ( Tabel 4.4 menyajikan estimasi potensi PAD sub-sektor peternakan dari unit penghasil sapi potong. Gambar 4.5. Realisasi Penerimaan Penjualan Pedet Sapi Potong, ,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2, ,750 13,750 Penjualan Pedet Sapi Potong (dalam ribu rupiah) ,000 10,000 10,000 10,500 12,000 12,

84 Gambar 4.6. Realisasi Penerimaan Penjualan Afkir Sapi Potong, Afkir Sapi Potong Tabel 4.38 menunjukkan bawa pengelola sapi potong akan memberikan potensi penerimaan sebesar Rp57 juta per tahun, dengan distribusi terbesar dari hasil penjualan pedet yang mencapai Rp38 juta. Berdasarkan capaian saat ini masih terbuka peluang peningkatan PAD mendekati dua kali lipat saat ini. Untuk itu, diperlukan berbagai perbaikan untuk merealisasikan potensi tersebut. Perbaikan yang dimaksud antara lain penyediaan hijauan pakan ternak yang sesuai jumlah dan kualitas dan kandang yang memadai, serta SDM pengelola yang cukup secara jumlah. 256

85 Tabel Estimasi Potensi PAD Sub-Sektor Peternakan dari Unit Penghasil Sapi Potong Sumber penerimaan Satuan Nilai Jumlah populasi dasar atau induk dalam ekor (a) ekor 24 JANTAN dalam ekor (a1) ekor - BETINA dalam ekor (a2) ekor 24 Induk siap ber reproduksi (b = 50% atau 0,5*a2) 0.5 Jumlah induk siap ber reproduksi dalam ekor (c = a2*b) ekor 12 Peluang kelahiran per tahun (3 Tahun beranak 2 kali ) (d) kali 1.5 Perkiraan jumlah anakan dalam setahun (e = c*d) kali 18 Mortalitas anakan (f = 5% atau 0,05) 0.1 Jumlah anakkan mati (g = e*f) ekor 1 Jumlah anakkan hidup (h = e-g) ekor 17 Imbangan jantan betina dari anakan (asumsi 50% dari h atau i = 0,5) 0.5 Sapi betina dalam ekor (j1) ekor 9 Sapi jantan dalam ekor (j2) ekor 9 Jumlah anakan untuk replacement dalam persen, perkiraan 20% atau 0,2 dari sapi betina (k = 0,2) 0.2 Jumlah anakan untuk replacement dalam ekor sapi betina (l = k*j1) 2 Jumlah anakan betina untuk replacement dalam ekor (l1) ekor 2 Jumlah anakan jantan untuk replacement dalam ekor (l2) ekor - Jumlah anak untuk dijual ekor (m) 16 Jumlah anakan betina untuk dijual dalam ekor (m1) ekor 7 Jumlah anakan jantan untuk dijual dalam ekor (m2) ekor 9 Harga jual anakkan (n = Rp/ekor) Jantan dalam rupiah per ekor (n1) Rp 2,400,000 Betina dalam rupiah per ekor (n2) Rp 2,400,000 Nilai jual anakkan (p = q1+q2) Rp 38,016,000 Betina dalam rupiah (q1 = m1*n1) Rp 16,416,000 Jantan dalam rupiah (q2 = m2*n2) Rp 21,600,000 Jumlah induk afkiran dalam setahun dalam ekor (r) ekor 2 Berat induk betina dalam kg (r1) kg/ekor 400 Total berat induk dalam kg (r2) kg 800 Harga jual induk afkiran dalam rupiah per kg (s) Betina dalam rupiah (s1) Rp 12,000 Jantan dalam rupiah (s2) Rp 12,000 Nilai jual induk afkiran (t =t1 + t2) Rp 9,600,000 Betina dalam rupiah (t1 = s1*r1) Rp 9,600,000 PENERIMAAN (N = j + m + w) Rp 47,616, Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Ternak Kambing Berdasarkan hasil diskusi lapangan untuk ternak kambing yang dikelola oleh UPTD saat ini, kambing sebagai penghasil PAD bukanlah aset dengan kualitas yang memenuhi syarat dengan lokasi/wilayah pengelolaannya. Sehingga hasil yang diperoleh dari pengelolaan kambing sebagai penerimaan daerah belum optimal. Realisasi penerimaan dalam periode , walaupun terdapat kecenderungan sedikit peningatan PAD dari pengelolaan kambing, 257

86 Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) tapi hanya berkisar sekitar Rp8 juta per tahun (Gambar 4.7). Sementara, penjualan kambing afkir juga mengalami penurunan dalam periode yang sama (Gambar 4.8). Untuk mengetahui potensi penerimaan PAD dari pengelolaan kambing dilakukan analisis berbasis aset yang dikelola. Aset dalam hal ini adalah stok induk kambing yang dapat ditampung oleh unit pengelola saat ini. Pendekatan analisis potensi tesaji pada Gambar 4.9. Hasil analisis berbasis stok induk tersebut tersaji pada Tabel menyajikan potensi penerimaan PAD dari pengelolaan ternak kambing. Gambar 4.7. Realisasi Penerimaan Penjualan Kambing, Penjualan Cempe Kambing/Domba 8,000 8,000 8,000 9,350 8,000 8,

87 Gambar 4.8. Realisasi Penerimaan Penjualan Kambing Afkir, ,000 Afkir Kambing/Domba 12,000 10,000 10,225 10,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,875 2,

88 Gambar 4.9. Pendekatan Perhitungan Potensi Penerimaan PAD Ternak Kambing 68 JUAL (AFKIR) (k) POPULASI DASAR 75 EKOR (a) 56 ekor induk (b) INDUK AFKIR SIAP BERANAK 75% DARI POPULASI DASAR PAD = h+j+k 84 ekor cempe (c) ANGKA KELAHIRAN 1,5 TINGKAT KEMATIAN 10% 76 ekor cempe (d) ESTIMASI 50% JANTAN : 50% BETINA 38 JANTAN (e) 38 BETINA (f) 10% REPLACEMENT 4 REPLACE (g) 34 JUAL (h) 4 REPLACE (i) 34 JUAL (j) Berdasarkan hasil estimasi potensi penerimaan PAD pengelolaan ternak kambing, diketahui potensi penerimaan sebesar Rp19,3 juta per tahun. Nilai tersebut diperoleh dari penjualan cempe sebesar Rp17 juta dan induk akir sebesar Rp2,3 juta. Hasil estimasi potensi diperkirakan masih memberikan ruang pagi peningkatan realisasi potensi PAD dari pengelolaan ternak kambing. Upaya perbaikan induk yang dikelola saat ini dapat menjadi solusi peningkatan PAD dari pengelolaan kambing. Sehingga perubahan total stok induk yang saat ini perlu dilakukan agar tercapai produktivitas optimal. Namun demikian, jika terjadi pembaruan stok induk pada tahun 2015, maka smber PAD utama hanya berasal dari penjualan induk afkir yang akan diperbaharui. Tarif yang rendah juga perlu ditinjau agar sesuai atau tidak berbeda jauh dengan harga pasar kambing. 260

89 Tabel Estimasi Potensi PAD Sub-Sektor Peternakan dari Unit Penghasil Kambing Sumber penerimaan Satuan Nilai Jumlah populasi dasar atau induk dalam ekor (a) ekor 85 JANTAN dalam ekor (a1) ekor 10 BETINA dalam ekor (a2) ekor 75 Induk siap ber reproduksi (b = 75% atau 0,75*a2) 0.8 Jumlah induk siap ber reproduksi dalam ekor (c = a2*b) ekor 56 Peluang kelahiran per tahun (1.5 ekor anakan per tahun) (d) kali 1.5 Perkiraan jumlah anakan dalam setahun (e = c*d) kali 84 Mortalitas anakan (f = 10% atau 0,1) 0.1 Jumlah anakkan mati (g = e*f) ekor 8 Jumlah anakkan hidup (h = e-g) ekor 76 Imbangan jantan betina dari anakan (asumsi 50% dari h atau i = 0,5) 0.5 Sapi betina dalam ekor (j1) ekor 38 Sapi jantan dalam ekor (j2) ekor 38 Jumlah anakan untuk replacement dalam persen, perkiraan 10% atau 0,1 dari kambing betina (k = 0, 0.1 Jumlah anakan untuk replacement dalam ekor sapi betina (l = k*j1) 8 Jumlah anakan betina untuk replacement dalam ekor (l1) ekor 4 Jumlah anakan jantan untuk replacement dalam ekor (l2) ekor 4 Jumlah anak untuk dijual ekor (m) 68 Jumlah anakan betina untuk dijual dalam ekor (m1) ekor 34 Jumlah anakan jantan untuk dijual dalam ekor (m2) ekor 34 Harga jual anakkan (n = Rp/ekor) Jantan dalam rupiah per ekor (n1) Rp 250,000 Betina dalam rupiah per ekor (n2) Rp 250,000 Nilai jual anakkan (p = q1+q2) Rp 17,042,969 Betina dalam rupiah (q1 = m1*n1) Rp 8,542,969 Jantan dalam rupiah (q2 = m2*n2) Rp 8,500,000 Jumlah induk afkiran dalam setahun dalam ekor (r) ekor 8 Berat induk afkir (r1) kg/ekor 30 Total berat induk afkir kg 234 Harga jual induk afkiran dalam rupiah per kg (s) Rp/kg 10,000 Nilai jual induk afkiran (t =t1 + t2) Rp 2,339,063 PENERIMAAN (N = j + m + w) Rp 19,382, Potensi Penerimaan PAD dari Pengelolaan Semen Beku Salah satu sumber penerimaan yang berperan penting bagi PAD sub-sektor peternakan adalah dari penjualan semen beku. Penjualan semen beku tertinggi dicapai pada tahun 2012, yaitu mencapai Rp96 juta rupiah, tetapi menurun pada tahun berikutnya. Secara umum, realisasi penerimaan PAD dari penjualan semen beku masih positif, dengan laju pertumbuhan 8% per tahun (Gambar 4.9). Berdasarkan data tersebut, potensi penerimaan yang naik sebesar 8% per tahun, masih mungkin dicapai dari penjuulan semen beku. Secara teknis, produksi semen beku (IB) masih potensial dikembangkan dan UPTD tidak memiliki kendala teknis yang terlalu besar karena mampu memproduksi IB untuk berbagai jenis ternak. Pengalaman di 261

90 Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) Target (Rp.000) Realisasi (Rp.000) beberapa daerah, seperti di Jawa Tengah, kemampuan produksi semen beku yang besar, sering tidak diikuti dengan kemampuan memasarkannya. Pemasaran hasil produksi menjadi kendala terbesar, sehingga perlu upaya untuk mengembangkan kerjasama dengan pengguna semen beku. Kerjasama dengan kabupaten/kota dalam penyediaan semen beku yang dibutuhkan kabupaten/kota tersebut bakan memungkinkan produksi semen beku dapat dipasarkan lebih baik. Pada akhirnya, pendapatan daerah yang diperoleh dari penjualan semen beku lebih besar. Gambar 4.9. Realisasi Penerimaan Penjualan Semen Beku, Penjualan Semen Beku , , ,000 60,000 50,000 50,000 85,000 77, Berdasarkan uraian dan data potensi yang tersaji, masih terbuka peluang pengembangan sub-sektor peternakan sebagai penghasil PAD. Dengan trend peningkatan konsumsi hasil peternakan yang semakin tinggi akhir-akhir ini, maka PAD peternakan masih dapat ditingkatkan. Total potensi diperkirakan sebesar Rp507 juta per tahun dengan mengelola secara baik aset yang ada saat ini. Tingkat pemanfaatan potensi tersebut diperkirakan sebesar 69,6%. Potensi penerimaan terbesar beasal dari penjualan susu sapi perah, dengan nilai sebesar Rp272 juta per tahun (53,67% dari total potensi). Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari penjualan semen beku, yang diperkirakan mencapai nilai sebesar Rp83,4 juta (16,4%), dan diikuti penjualan pedet sapi, yaitu masing-masing Rp66,5 juta untuk sapi perah dan Rp38 juta 262

91 untuk sapi potong. Terdapat potensi penerimaan dari laboratorium, tetapi sangat tergantung pada pengguna jasa dan layanan laboratorium tersebut (kesadaran masyarakat menggunakannya). Secara rinci potensi penerimaan dari masing-masing sumber penerimaan tersaji pada Tabel Tabel Estimasi Potensi PAD UPTD BPBPTDK No. Sumber Penerimaan PAD (Rp) Sumbangan (%) Potensi/tahun (Rp) Persen dari Potensi (%) Realisasi Potensi (%) (a) (b) (c) (d) (e = %d) (f=b/d)%) Penjualan Susu Sapi Perah 186,890,800 52, ,67 68,65 Penjualan Pedet Sapi Perah 44,400,000 12, ,10 66,80 Penjualan Pedet Sapi potong 12,350,000 3, ,49 32,49 Penjualan Cempe Kambing /Domba 8,075,000 2, ,36 47,38 Penjualan Semen Beku Pengujian Pullorumtest Pengujian HI/AI test Afkir Sapi Potong Afkir Sapi Perah Afkir Kambing /Domba Total 77,200,000 21, ,44 92,59 4,500,000 1, ,89 100,00 2,950,000 0, ,58 100, ,89-13,700,000 3, ,11 128,19 2,875,000 0, ,46 122, , Prasyarat Merealisasikan Potensi PAD Sektor Pertanian A. Sub Sektor Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberaa balai sebagai penyumbang penerimaan PAD. Balai-balai tersebut mencakup: Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Holtikultura(BPPTPH), Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP), Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP), serta Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP). Balai-balai tersebut memiliki spesifikasi TUPOKSI yang berbeda-beda. BPPTPH sebagai produsen benih, BPSBP sebagai otoritas sertifikasi benih, BPSDMP sebagai pusat pelatihan baik petani, mantra tani, penyuluh maupun 263

92 pihak terkait lainnya serta BPTP yang memproduksi agensia hayati yang diedarkan ke petani. Masing-masing balai memiliki potensi yang termasuk di dalamya tercakup masalah yang menghambat pemasukan PAD. Salah satu produk yang memegang peran penting dan strategis yang dihasilkan oleh balai adalah benih pertanian. Dalam pembangunan pertanian, sebagaimana dinyatakan Subejo (2013), benih merupakan kebutuhan dasar yang akan menentukan keberhasilan pembangunan pertanian. Dalam konteks internasional dan nasional, kebutuhan benih berbagai komoditas pertanian meningkat sangat pesat dari waktu ke waktu, namun di sisi yang lain kemampuan produsen benih masih sangat terbatas sehingga dominasi korporasi multinasional dalam penyediaan dan monopoli benih pertanian sangat terasa. Peran pemerintah daerah melalui SKPD teknis yang memiliki sumber daya cukup untuk menghasilkan benih sangat strategis dan akan memainkan peran penting pada masa-masa mendatang. Potensi pengembangan benih pertanian di DIY masih sangat terbuka, sebagaimana dilaporkan oleh Setyono dan Hanafi (2012) kebutuhan benih padi di DIY tercatat ton namun produksi benih di wilayah DIY hanya sebesar ton (baru mampu memenuhi 41,29% kebutuhan benih). Total luas penangkaaran benih yang ada di wilayah DIY baru mencapai luasan ha. Lebih lanjut, Setyono dan Hanafi (2012) melaporkan bahwa jumlah penangkar benih tanaman pangan di DIY sebanyak 85 produsen dengan status 70% aktif dan 30% tidak aktif. Pengembangan industri benih masih sangat prospektif dimana kebutuhan benih semakin meningkat dan juga kebutuhan di daerah sekitar DIY. Kebutuhan benih yang paling besar adalah benih untuk kelas Benih Sebar (BR) untuk padi, jagung maupun kedele. Tabel berikut menunjukkan kemapuan produksi dan kebutuhan benih untuk tiga komoditas pangan utama di wilayah DIY: Tabel Produksi dan Kebutuhan benih Benih Sebar (BR) untuk 3 Komoditas Pangan di DIY Komoditas Pangan Kebutuhan (ton) Produksi (ton) % Pemenuhan Padi ,7 9,04 Jagung ,7 0,08 Kedele ,8 5,96 264

93 Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman pangan dan Holtikultura(BPPTPH) memiliki beberapa lokasi kebun produksi benih yang terbagi dalam kebun benih padi, kebun benih hortikultura serta kebun benih palawija. Kebun benih padi berada di Wijilan (Nanggulan, Kulon Progo), Gesikan (Pandak, Bantul) serta Kadisono (Berbah, Sleman). Kebun benih hortikultura berada di Tambak (Wates, Kulon Progo), Wonocatur (Banguntapan, Bantul) dan Ngipiksari (Pakem, Sleman). Kebun benih palawija berada di Kabupaten Gunungkidul masingmasing berada di Kedungpoh dan Gading. Permasalahan yang ada di BPPTPH produsen benih padi antara lain : Kebun Benih Wijilan o Kesuburan tanah mulai menurun o Kekurangan tenaga kerja untuk mengerjakan lahan o Tenaga kerja didatangkan dari luar Kecamatan o Gudang benih masih belum standar o Belum ada analisis pasar untuk menentukan tren benih padi yang digunakan oleh petani Kebun Benih Gesikan o Kesulitan pengairan karena harus menaikkan air dari sungai Kebun Benih Kadisono o Kondisi lahan yang miring membuat beberapa bagian lahan kurang produktif o Kekurangan tenaga kerja untuk mengerjakan lahan o Kondisi lahan yang berpasir sehingga membutuhkan asupan hara yang tinggi karena kandungan hara lebih mudah terlimpas karena jenis tanah yang berpasir Secara umum permasalahan yang dihadapi BPPTPH unit Kebun Benih Padi adalah kondisi lahan yang kesuburannya mulai menurun serta terbatas dalam kapasitas mengikat hara karena jenis lahannya. Selain itu juga ada kondisi lahan yang miring sehingga lahan tidak produktif. Masalah pengairan selain harus berbagi dengan petani lain, juga ada masalah untuk menaikkan air dari sungai karena posisi lahan yang berada lebih tinggi dibanding sungai (sumber air). Secara keseluruhan kebutuhan untuk tenaga kerja masih tinggi dan harus mendatangkan tenaga kerja dari luar bahkan harus mendatangkan dari luar Kecamatan. Kondisi sarana berupa gudang penyimpanan juga ada yang masih belum standar serta perlu memiliki analisis mengenai trend penggunaan benih oleh petani sehingga mampu menyesuaikan produksi. 265

94 BPPTPH unit Kebun Benih Hortikultura yang terdiri dari Kebun Benih Tambak, Kebun Benih Wonocatur serta Kebun Benih Ngipiksari memproduksi benih jambu Dalhari, durian, manggis, pisang, tanaman hias (anggrek) serta sayur (tomat dan cabai). Permasalahan yang ada di Kebun Benih Hortikultura antara lain : Kebun Benih Tambak o Kekurangan SDM untuk perawatan kebun o Keamanan masih kurang karena belum keseluruhan kebun terpagari serta ada beberapa bagian kebun yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk o Ketersediaan air terbatas karena harus berbagi dengan lahan petani o Tidak adanya bagian pemasaran sehingga kurang promosi o Pohon induk berumur tua o Kekurangan stok karena kesiapan benih cangkok yang memerlukan waktu untuk siap tanam Kebun Benih Wonocatur o Kekurangan SDM untuk operasional kebun o Kurangnya penguasaan teknik kultur jaringan o Membutuhkan waktu lama untuk memproduksi benih pisang o Ancaman penyakit yang menyerang benih pisang o Bahan produksi kultur jaringan mahal dan terbatas Kebun Benih Ngipiksari o Kondisi lahan yang berbatu dan berpasir karena berada di kawasan Gunung Merapi o Kekurangan air karena sumber air terbatas setelah erupsi Gunung Merapi o Sarana produksi sudah tua dan kesulitan mencari suku cadang o Tidak adanya tenaga pemasaran sehingga kurang promosi Secara umum permasalahan yang ada di Unit Kebun Benih Hortikultura adalah kekurangan SDM untuk operasional kebun, selain itu juga kompetensi yang dimiliki SDM masih kurang terkait produksi benih dengan teknik perbanyakan vegetatif yang memang membutuhkan keahlian khusus. Tidak adanya tenaga pemasaran membuat produksi Kebun Benih Hortikultura kurang tersebar karena peminatnya berbeda dengan benih padi maupun palawija. Kebutuhan air Kebun Benih Hortikultura cukup tinggi karena benih yang diproduksi 266

95 merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan air cukup banyak dan kebun terbatas sumber airnya, baik yang digunakan bersama maupun kesulitan dengan sumber air yang kecil. Ketersediaan benih hortikultura yang dikembangkan dengan teknik perbanyakan vegetatif sulit untuk selalu tersedia karena produksinya membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi benih siap tanam dengan resiko kematian yang tinggi. Sarana produksi juga turut andil dalam permasalahan karena langsung berimbas pada produksi benih. Kebun Benih Palawija kesemuanya berada di Kabupaten Gunungkidul. Masalah spesifik yang dihadapi masing-masing lokasi di Gading dan Kedungpoh antara lain : Kebun Benih Gading o Kualifikasi SDM kurang o Tidak ada bagian pemasaran sehingga promosi kurang o Varietas yang dihasilkan masih monoton o Belum ada fasilitas demplot untuk mengenalkan varietas baru o Rawan pencurian Kebun Benih Kedungpoh o Luas kebun hanya 1,5 Ha o Lahan berbentuk teras-teras o Kekurangan pasokan air o Kekurangan SDM untuk operasional o Lantai jemur tidak bisa digunakan Secara umum permasalahan di Kebun Benih Palawija adalah masalah air, daerah Gunungkidul merupakan daerah yang sulit air, di Gading sudah menggunakan sumur bor, namun di Kedungpoh masih memanfaatkan curah hujan. Lahan yang sempit membuat produksi terbatas. Produksi benih yang monoton karena belum ada demplot untuk mengenalkan varietas baru. Kawasan kebun yang luas membuat kebun rawan pencurian. Selain itu SDM yang dimiliki masih belum cukup untuk operasional kebun. Sarana dan prasarana perlu ada yang diperbaiki sehingga dapat mengoptimalkan produksi benih. Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di kebun benih milik BPPTPH baik padi, hortikultura maupun palawija dapat disarikan sebagai berikut: Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah maupun kualifikasi, sementara kondisi saat ini cukup banyak pegawai atau petugas kebun yang menjelang 267

96 masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan optimalisasi pengelolaan potensi aset yang berdampak pada kapasitas produksi Masalah teknik fisik atau teknis produksi seperti: (2.a) banyaknya pohon produksi yang sudah berumur tua sehingga tingkat produktivitas menurun dan kualitas hasil tidak bisa optimal, (2.b) kesuburan tanah yang rendah karena jenis lahan yang berpasir serta kesuburan yang mulai menurun karena produksi benih, (2.c) mesin dan peralatan kebun yang kurang memenuhi syarat baik karena jumlah yang terbatas, (2.d) fasilitas gudang dan lantai jemur yang rusak dan sudah tidak layak masih banyak ditemui di kebun-kebun Masalah sosial yang berupa masalah tentang tenaga kerja yang susah dicari karena harus berkompetisi dangan sektor lain serta masalah keamanan kebun karena kasus pencurian. Masalah pemasaran, tidak ada SDM yang khusus menangani pemasaran sehingga benih yang dihasilkan kurang promosi. Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan sangat menyulitkan bagi kebun dalam realisasi karena sektor perbenihan memiliki sistim produksi dan pemanenan hasil dalam musiman, sangat sedikit yang hasilnya bisa diperoleh dalam bulanan, selain itu juga harus ada mekanisme sertifikasi yang memperlama proses pelepasan benih ke pasar. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) memiliki tugas untuk melakukan sertifikasi terhadap benih yang dilepas ke pasar (petani) baik benih tanaman pangan (padi dan palawija) maupun hortikultura. Balai ini berlokasi di kompleks Dinas Pertanian DIY dengan fasilitas laboratorium uji benih. Permasalahan yang ada di BPSBP antara lain : Tarif yang dibebankan untuk sertifikasi benih masih rendah sehingga pendapatan masih rendah Tidak ada pembebanan biaya untuk proses sertifikasi yang tidak lolos sampai akhir Kekurangan tenaga lapangan untuk proses sertifikasi benih Sebagian besar SDM memasuki masa pensiun Fasilitas operasional lapangan tidak memadai, kendaraan operasional tersedia namun tidak ada biaya untuk operasional Kekurangan anggaran untuk melakukan sertifikasi benih 268

97 Secara umum, permasalahan yang ada di BPSBP adalah kekurangan tenaga lapangan untuk melakukan sertifikasi karena sebagian besar sudah memasuki masa pensiun. Tarif yang dibebankan untuk sertifikasi juga rendah sehingga pemasukan rendah. Pada proses sertifikasi, produsen benih hanya dibebankan untuk membayar biaya sertifikasi hanya ketika lolos sertifikasi, apabila terhenti pada salah satu fase pemeriksaan maka tidak ada pembebanan biaya sertifikasi, hal ini menyebabkan pemasukan yang rendah. Fasilitas operasional yang berupa mobil tersedia untuk melakukan kegiatan lapangan namun tidak ada biaya operasional sehingga terkendala untuk melakukan pemeriksaan lapangan oleh petugas. Anggaran untuk melakukan sertifikasi masih kurang karena luasan yang harus disertifikasi lebih besar daripada yang target yang ditentukan. Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di BPSBP dapat disarikan sebagai berikut: Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah, sementara kondisi saat ini cukup banyak petugas lapangan yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran pemeriksaa lapangan terkait sertifikasi benih. Masalah teknis seperti operasional pemeriksaan lapangan menjadikan kelancaraan pemeriksaan lapangan untuk sertifikasi kurang, kendaraan operasional yang tersedia tidak memiliki biaya operasional untuk digunakan pemeriksaan lapangan Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah masalah tarif yang rendah membuat pemasukan BPSBP rendah, selain itu untuk pemeriksaan lapangan tidak ada pembebanan biaya pemeriksaan. Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP) merupakan UPTD milik Dinas Pertanian DIY yang menyelenggarakan pelatihan untuk Petani, Mantri Tani, Penyuluh Pertanian maupun pihak terkait untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Sebagai penyelenggara pelatihan, BPSDMP memiliki fasilitas gedung untuk pelatihan. Beberapa masalah yang ada di BPSDMP antara lain : Lokasi cukup jauh dari jalan utama dan pusat kota Tidak memiliki lahan untuk pelatihan Sumber air terbatas Belum semua ruangan berfasilitas AC Kekurangan daya listrik Gedung belum terpasang tralis sehingga rawan pencurian Sarana dan prasarana sudah berumur tua seperti komputer dan motor 269

98 Kekurangan SDM untuk jabatan fungsional Secara umum, permasalahan yang dihadapi BPSDMP sebagai lembaga pelatihan SDM adalah tidak memiliki fasilitas lahan yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk pelatihan baik di bidang pertanian, peternakan, perikanan maupun perkebunan. Sarana dan prasarana yang sangat penting bagi kelancaran pelatihan masih kurang, fasilitas komputer dan sepeda motor sudah tua, fasilitas AC belum terpasang di semua ruangan, serta sumber air yang terbatas sehingga pasokan air terbatas karena hanya tersedia air sawah yang tidak layak digunakan. Kekurangan SDM untuk jabatan fungsional hanya kurag 4 6 orang. Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di BPSDMP dapat disarikan sebagai berikut: Kondisi SDM yang ada kurang untuk jabatan fungsional. Masalah teknis khususnya bidang sarana dan prasarana menjadi masalah utama karena fasilitas yang tersedia menjadi modal utama untuk melaksanakan pelatihan, banyak fasilitas yang dirasa kurang memadai dan perlu penambahan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan pelatihan. Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah letak lokasi BPSDMP yang jauh dari jalan utama serta pusat kota sehingga agak susah dijangkau dan kurang dikenal masyarakat luas padahal memiliki potensi sebagai tempat pelatihan yang representatif. Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) merupakan UPTD yang bertugas untuk memproduksi agensia hayati untuk petani. Masalah yang dihadapi adalah harga jual agensia hayati di bawah harga pokok produksi serta masalah organisasi yang tidak memiliki wewenang untuk mengatur ke dalam karena berada di bawah seksi sehingga tidak mampu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kondisi. BPTP hanya dibebankan PAD untuk memproduksi agensia hayati yang dijual ke petani. Penggunaannya sebenarnya harus dilakukan pendampingan intensif oleh petugas. Pembelian agensia hayati juga hanya mampu dilakukan dengan membawa surat rekomendasi dari POPT. BPTP memiliki Laboratorium Uji Residu Pestisida yang akan mampu menjadi potensi PAD karena nantinya akan menjadi salah satu penentu dalam Uji Mutu Hasil Pertanian, namun sampai saat ini belum ada SDM yang berkompeten untuk mengoperasikan laboratorium tersebut sehingga pemasukan masih terbatas pada pembuatan agensia hayati. 270

99 Secara ringkas, dengan mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada di BPTP dapat disarikan sebagai berikut: Harga jual agensia hayati masih berada di bawah harga pokok produksi sehingga pemasukan masih terbatas, sedangkan untuk pemasaran juga masih terbatas karena agensia hayati tidak bisa dijual bebas. Masalah SDM masih membutuhkan SDM yang berkompeten untuk mengoperasikan Laboratorium Uji Residu Pestisida yang nantinya mampu menjadi pemasukan melalui BPTP. Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah harga jual agensia hayati masih di bawah harga pokok produksi dan penjualan yang tidak bisa dijual bebas. Mendasarkan pada permasalahan-permasalahan yang ada, beberapa strategi solutif yang dapat ditempuh oleh Dinas Pertanian DIY untuk meningkatkan potensi dan mengoptimalkan penerimaan PAD-nya antara lain sebagai berikut: Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah maupun kualifikasi, sementara kondisi saat ini cukup banyak pegawai atau petugas kebun yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan optimalisasi pengelolaan potensi aset yang berdampak pada kapasitas produksi Masalah teknik fisik atau teknis produksi seperti: (2.a) banyaknya pohon produksi yang sudah berumur tua sehingga tingkat produktivitas menurun dan kualitas hasil tidak bisa optimal, (2.b) kesuburan tanah yang rendah karena jenis lahan yang berpasir serta kesuburan yang mulai menurun karena produksi benih, (2.c) mesin dan peralatan kebun yang kurang memenuhi syarat baik karena jumlah yang terbatas, (2.d) fasilitas gudang dan lantai jemur yang rusak dan sudah tidak layak masih banyak ditemui di kebun-kebun Masalah sosial yang berupa masalah tentang tenaga kerja yang susah dicari karena harus berkompetisi dangan sektor lain serta masalah keamanan kebun karena kasus pencurian. Masalah pemasaran, tidak ada SDM yang khusus menangani pemasaran sehingga benih yang dihasilkan kurang promosi. Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD yang berbasis bulanan sangat menyulitkan bagi kebun dalam realisasi karena sektor perbenihan memiliki sistim produksi dan pemanenan hasil dalam musiman, sangat sedikit yang hasilnya bisa 271

100 diperoleh dalam bulanan, selain itu juga harus ada mekanisme sertifikasi yang memperlama proses pelepasan benih ke pasar. Kondisi SDM yang ada masih kurang memadai dalam jumlah, sementara kondisi saat ini cukup banyak petugas lapangan yang menjelang masa pensiun, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran pemeriksaa lapangan terkait sertifikasi benih. Masalah teknis seperti operasional pemeriksaan lapangan menjadikan kelancaraan pemeriksaan lapangan untuk sertifikasi kurang, kendaraan operasional yang tersedia tidak memiliki biaya operasional untuk digunakan pemeriksaan lapangan Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah masalah tarif yang rendah membuat pemasukan BPSBP rendah, selain itu untuk pemeriksaan lapangan tidak ada pembebanan biaya pemeriksaan. Kondisi SDM yang ada kurang untuk jabatan fungsional. Masalah teknis khususnya bidang sarana dan prasarana menjadi masalah utama karena fasilitas yang tersedia menjadi modal utama untuk melaksanakan pelatihan, banyak fasilitas yang dirasa kurang memadai dan perlu penambahan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan pelatihan. Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah letak lokasi BPSDMP yang jauh dari jalan utama serta pusat kota sehingga agak susah dijangkau dan kurang dikenal masyarakat luas padahal memiliki potensi sebagai tempat pelatihan yang representatif. Harga jual agensia hayati masih berada di bawah harga pokok produksi sehingga pemasukan masih terbatas, sedangkan untuk pemasaran juga masih terbatas karena agensia hayati tidak bisa dijual bebas. Masalah SDM masih membutuhkan SDM yang berkompeten untuk mengoperasikan Laboratorium Uji Residu Pestisida yang nantinya mampu menjadi pemasukan melalui BPTP. Permasalahan terkait dengan pemenuhan target PAD adalah harga jual agensia hayati masih di bawah harga pokok produksi dan penjualan yang tidak bisa dijual bebas Untuk memudahkan pemilihan strategi yang tepat dan perencanaan pengammbilan kebijakan dan penetuan program dan kegiatan maka secara lebih ringkas, persoalan-persoalan yang dihadapi terkait dengan potensi sumber daya di masing-masing unit penghasil PAD dan 272

101 juga strategi solusi untuk peningpatan atau optimalisasi penerimaan PAD di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura DIY disajikan dalam matrik sebagai berikut: Nama Balai Potensi Dasar PAD Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Pengemb angan Perbenih an Tanaman pangan dan Hortikultura/ (BPPTPH) Benih tanaman pangan (padi, jagung, kedele, kc tanah, kc hijau) Benih sayuran Benih /bibit buahbuahan (pisang, menggis, durian, jambu, dll) Benih/bibit tanaman hias Kesuburan lahan menurun Kelangkaan tenaga kerja Jumlah dan kualifikasi SDM kurang memadai Gudang dan lantai jemur belum standar, media kultur jaringan terbatas dan mahal Fasilitas irigasi kurang mamadai Pohon induk untuk bibit umunya berumur tua Pemasaran masih terbatas Penambahan pupuk organik (pengadaan atau kombinasi pemeliharaan ternak?) Introduksi mekanisasi (efisiensi tenaga kerja dengan upah lebih tinggi) Usulan pengadaan SDM /rekruitmen Perbaikan gudang dan lantau jemur; kemitraan pengadaan media kultur jaringan Perbaikan sarpras irigasi, pembuatan sumur dan atau pengadaan pompa air Pengadaan dan pengembangan pohon induk untuk bibit buah-buahan Pengembangan bagian pemasaran produk, promosi dan pemeran, penualan skala besar dengan menggandeng mitra melalui program CSR-BUMN, penjualan keluar daerah sekitar Keamanan kebun Pemagaran, kerjasama dgn masy arakat sekitar Harga benih di pasar sudah cukup tinggi Penyesuaian tarif /harga benih mendekati harga di pasar (dalam propinsi disubsidi, luar propinsi mendekati harga pasar) dengan model diskrimimnasi tarif Benih kelas dan varietas tertentu sangat dibutuhkan (permintan besar) Produksi benih menyesuaikan kebutuhan masyarakat misalnya benih BR permintaan sangat besar, varietas padi IR64 sangat diminati 273

102 Nama Balai Potensi Dasar PAD Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSBP) Pemeriksaan lapangan Pengujian benih untuk pengisian label Pengujian benih untuk pelabelan ulang Pengujian benih untuk keperluan pengujian khusus Pengujian benih untuk keperluan servis umum Jumlah SDM terbatas Kualifikasi SDM terbatas Keterbatasan fasilitas transportasi dan biaya operasional pemeriksaan lapangan Jumlah client pengujian terbatas Pembayaran sertifikasi dilakukan setelah benih/bibit lolos sertifikasi (melalui beberapa tahap pengujian) Usulan pengadaan jumlah dan kualifikasi SDM yang memadai yang memiliki keahlian pemeriksa lapangan dan penguji laboratorium Usulan kendaraan operasional lapangan dnapembiayaan yang memadai Promosi dan kerjasama dengan penangkar dan perusahaan benih (jika memungkinkan dapat diperluas di sekitar DIY) Pembayaran dilakukan dipada akhir setiap tahap pengujian dalam rangka sertifikasi Nama Balai Potensi Dasar PAD Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Pengemban gan Sumberdaya manusia Pertanian (BPSDMP) ` Gedung kantor dan sarana Praktek Lab pengolahan Hasil Pertanian Aula (kapasitas 100 orang Ruang kelas (5) Asrama (2 unit) Perpustakaan Ruang makan LCD Lokasi kurang strategis Fasilitas balai kurang memadai Kapasitas listrik dan penyediaan air kurang memadai Tidak memiliki lahan untuk praktek/percontohan (fasilitas ini menjadi prasyarat sebagai balai pelatihan terkait pertanian) -Promosi dan sosialisasi efektif untuk penggunaan lingkungan dinas maupun SKPD lain dan bahkan pada pihak luar -Perbaikan dan pengadaan fasilitas pendukung Peningkatan daya listrik pembuatan sumur dalam Pengadaan lahan percobaan (jika memungkinkan) dan atau kerjasama kemitraan dengan petani di sekitar lokasi (sewa-menyewa atau pola lain) Jumlah SDM tidak memadai Usulan pengadaan jumlah SDM yang memadai 274

103 Nama Balai Potensi Dasar PAD Permasalahan Rekomendasi Solusi Balai Proteksi Tanaman Pertanian (BPTP) Lab uji dan pembuatan agensia hayati Lab uji residu (belum fungsional) Harga jual agensia hayati masih dibawah harga pokok Fasilitas dan peralatan lab agensia hayati kurang optmal Perintisan Kerjasama dengan proyek di SKPD terkait yang memilki kaitan dengan pengendalian OPT, Perbaikan dan pemeliharaan laboratorum beserta peralatan yang ada Minat masyarakat untuk pembelian agensia hayati terbatas (produk tidak semua terserap pasar) Promosi melalui kelompok tani, Kerjasam dengan kelompok prodfusen, perusahaan (kebun hortikultura atau perkebunan yang memiliki fokus produk organik) SDM uji agendia hayati kurang memadai dan operator lab uji residu belum tersedia Pengadaan operator/teknisi/laboran uji residu yang kualified supaya lab dan alat fungsional dan karena alat sangat prospektif ke depan dan akan menjadi sumber pendapatan baru Intensifikasi dan peningkatan produktifitas Perbaikan teknis budidaya Perbaikan sarana dan prasarana produksi Perbaikan jumlah dan kapasitas SDM Alokasi pembiayaan yang memadai Perubahan (Penyesuaian Tarifsumber PAD) Penyesuaian tarif baik dalam bentuk tarif fix maupun tarif dengan proporsi tertentu dari harga pasar (misalnya 80-90% harga pasar) Diversifikasi dan ektensifikasi Pengolahan sebagian produk primer menjadi sekunder (untuk produk yang memungkinkan) Integrasi kebun dengan jasa agrowisata Promosi dan perluasan produk sampai ke wilayah sekitar DIY 275

104 B. Sektor Peternakan Tabel 4.42 menyajikan informasi terkait potensi, permasalahan, dan strategi pengelolaan potensi penerimaan PAD bidang peternakan. Secara umum beberapa isu yang menjadi tantangan dalam pengelolaan sumber-sumber penerimaan PAD sub-sektor peternakan tersebut adalah sebagai berikut: Kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk melakuka pengujian produk hasil ternak, maupun pembayaran retribusi PLLT. Kesulitan Hijauan Pakan Ternak (HPT) di musim kemarau. Fluktuatifnya kualitas semen sehingga tidak dapat diproses lebih lanjut (dibekukan). Sarana prasarana yang masih terbatas. Kualitas induk yang tidak sesuai dengan standard lingkungan unit pengelola, seperti kambing. Produktivitas ternak yang masih rendah, seperti produksi susu sapi yang masih di bawah rata-rata. Pertumbuhan ternak, khususnya kambing kurang baik. Sistem replacement kurang berjalan baik. Keterbatasan pakan (jumlah dan kualitas), membatasi upaya ekspansi kegiatan produksi dan penyiapan benih untuk replacement yang berkualitas. Kesediaan pakan ternak yang tidak memadai. Keterbatasan SDM pengelola. Untuk dokter hewan saat ini tercatat hanya ada 4 orang di DIY. Padahal posisi DIY sangat strategis untuk keluar masuknya ternak, yang berpotensi menimbulkan masalah bagi DIY. 276

105 Tabel Potensi, Kendala, dan Strategi Pengelolaan PAD Sub-Sektor Peternakan DIY No. Sumber Penerimaan PAD 2013 (Rp) Potensi/tahun (Rp) Realisasi Potensi (%) Kendala Pengelolaan Strategi Pengelolaan (a) (b) (c) (d=b/c)%) 1 Pengelolaan Sapi Perah ,9 Produksi susu baru mencapai rata-rata 8 liter/induk/hari Pakan bagi induk yang berkualitas terbatas Tenaga lapangan untuk proses persalinan dan pemerahan susu masih terbatas Kualitas pakan kurang terjamin, sehingga produksi susu terbatas. Tarif retribusi masih belum menyesuaikan harga pasar. Kebijakan pengadaan factor produksi (pakan misalnya) sering menghambat perolehan pakan yang berkualitas Pengembangan SDM pemulia ternak untuk menghasilkan induk unggul sapi perah (pengembangan breeding). Optimaliasi manajemen pakan yang menyangkut aspek penyediaan bahan pakan, penyusunan ransum, dan penyajian pakan berkualitas (mempertimbangkan faktor palatabilitas, nilai nutrisi, dan ketersediaan serta harga). Pakan induk sapi perah diberi dua kelompok pakan yaitu pakan hijauan yang berkualitas (kebutuhan hidup) dan pakan konsentrat (pakan yang kaya energi dan protein). Manajemen kandang dan tatalaksana pemeliharaan ternak pada masa laktasi, yang meliputi aspek rangsangan pemerahan, pengaturan kering kandang, pencegahan penyakit, frekuensi pemerahan, pengaturan kelahiran dan perkawinan. Penyediaan sarana dan prasarana, Pencegahan penyakit dan pengobatan. Penyesuaian tariff sehingga diperoleh nilai yang tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar Perbaikan kebijakan pengadaan Perbaikan system insentif sehingga setiap capaian prestasi atau melebih target capaian akan mendapat reward yang memadai. 277

106 No. Sumber Penerimaan 2 Pengelolaan Sapi potong PAD 2013 (Rp) Potensi/tahun (Rp) (a) (b) (c) (d=b/c)%) Realisasi Potensi (%) Kendala Pengelolaan Strategi Pengelolaan 12,350, ,5 Pakan induk yang berkualitas terbatas Tenaga lapangan untuk pengelolaan ternaka Kualitas pakan kurang terjamin Lahan pengembala yang kurang produktif. Pada masa kemarau kekurangan air dan pada musim penghujang tergenang. Kebijakan pengadaan factor produksi (pakan misalnya) sering menghambat perolehan pakan yang berkualitas Pengembangan SDM pemulia ternak untuk menghasilkan induk unggul sapi potong (pengembangan breeding). Optimaliasi manajemen pakan yang menyangkut aspek penyediaan bahan pakan, penyusunan ransum, dan penyajian pakan berkualitas (mempertimbangkan faktor palatabilitas, nilai nutrisi, dan ketersediaan serta harga). Manajemen kandang dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang optimal dengan pengaturan kelahiran dan perkawinan. Penyediaan sarana dan prasarana, Pencegahan penyakit dan pengobatan. Penyesuaia tariff sehingga diperoleh nilai yang tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar Pembiayaan dan insentif yang memadai untuk pengelolaan dan capaian prestasi kerja. Perbaikan kebijakan pengadaan Perbaikan system insentif sehingga setiap capaian prestasi atau melebih target capaian akan mendapat reward yang memadai. 4 Pengelolaan Kambing /Domba 8,075, ,38 Kualitas ternak stok (induk) yang kurang memenuhi standar lngkungan budidaya Potensi reproduksi hanya 1 ekor per induk Pakan ternak yang berkualitas terbatas Tenaga lapangan untuk proses persalinan dan pemerahan susu masih terbatas Kualitas pakan kurang terjamin Kebijakan pengadaan factor produksi (pakan misalnya) sering menghambat perolehan pakan yang berkualitas. Pengembangan SDM pemulia ternak untuk menghasilkan induk unggul kambing etawa atau kambing peranakan (pengembangan breeding). Peningkatan produktivitas ternak melalui seleksi mutu genetic atau pengadaan induk/calon induk berkualitas Manajemen pakan sehingga pakan sesuai jumlah dan kualitas. Manajemen kandang dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang optimal dengan pengaturan kelahiran dan perkawinan. Penyesuaian tariff sehingga diperoleh nilai yang tidak terlalu rendah dibandingkan harga pasar Perbaikan kebijakan pengadaan Insentif yang lebih baik bagi unit pengelolaa atas setiap capaian prestasi (target) 278

107 No. Sumber Penerimaan PAD 2013 (Rp) Potensi/tahun (Rp) (a) (b) (c) (d=b/c)%) 3 Penjualan 77,200,000 Semen Beku ,59 Realisasi Potensi (%) Kendala Pengelolaan Strategi Pengelolaan Persaingan pasar semakin ketat, yaitu dengan lembaga swasta maupun lembaga lain termasuk yang dikelola oleh pemerintah di tingkat pusat Daya beli masyarakat rendah Kurangnya tenaga lapangan Perlunya sistem promosi yang lebih menarik dan dapat menarik masyarakat untuk menggunakan produk IB Menjaga kualitas produk Menambah tenaga lapangan Pengembangan kerjasama dengan Kabupaten/ Kota dalam pengadaan IB yang bersumber dari UPTD Insentif yang lebih baik atas setiap capaian prestasi (target) 4 Pengelolaan layanan jasa laboratorium dan pos lalu lintas ternak (PLLT) ,00 Terdapat 5 PLLT tetapi tidak berfungsi dengan baik karena bukan asset pemerintah daerah (sewa) dengan posisi yang tidak strategis (kurang memenuhi standard) Peralatan pemeriksaan kesehatan hewan terbatas dan sarana laburatorium yang tidak memadai. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang masih kurang terkait fungsi dan peran PLLT, yang sesungguhnya sangat strategis bagi permasalahan keamanan pangan dan kesehatan di DIY. Kuranganya ketersedian SDM, termasuk dokter hewan dan tenaga medis peternakan. Kurangnya sarana transportasi untuk operasional Sampel yang diperiksakan ke laboratorium yang terbatas Kesadaran masyarakat/pengusaha masih rendah untuk mengujikan produk ternak Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan perusahaan untuk mengujikan produk ternak ke laboratorium Koordinasi dinas provinsi dengan dinas kabupaten mengenai penarikan retribusi Pemenuhan sarana dan prasarana laboratotium untuk pengujian sampel Penyediaan sarana transportasi untuk operasional Penambahan dokter hewan dan tenaga medis di laboratorium Menyediakan sarana dan prasarana laboratorium yang belum ada Peningkatan daya tarik investasi di subsector peternakan Jumlah ,6 279

108 Beberapa prasyarat berikut perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan peran dan fungsi UPT/Satker agar lebih optimal: Pengembangan manajemen UPT yang terintegrasi dari hulu ke hilir (dalam satu sistem agribisnis peternakan), yang didukung SDM yang memadai. Sebagai contoh, seksi yang mengelola sapi potong, tidak dapat melakukan peran dalam penggemukan sapi karena bukan menjadi tupoksinya. Sementara, penjualan sapi hasil penggemukan berpotensi meningkatkan penerimaan, dari pada hanya dijual pedet. Penambahan persediaan ternak induk dan calon induk yang sesuai SNI. Penyediaan sarana prasarana yang memadai, seperti kandang untuk pertumbuhan optimal, penambahan alat pemerah susu sapi yang sesuai dengan kondisi sapi. Kerjasama dengan kabupaten/kota, ex. dalam pemanfaatan aset daerah. Peningkatan produksi dan produktivitas agar sesuai dengan potensi yang ada seperti potensi produksi susu sapi dan produksi bibit kambing yang masih kurang optimal. Optimasi sumber-sumber retribusi seperti PLLT dengan perbaikan sarana prasarana. Fasilitasi pemasaran produk. Peningkatan ketersediaan dan kualitas SDM (ex. dokter hewan, tenaga paramedis, dan tenaga recording masih sangat terbatas) Penataan ulang kebijakan seperti kebijakan pelelangan saprokan, seperti pakan ternak) yang kadang tidak memenuhi syarat atau kebutuhan gizi ternak. Penyesuaian tarif obyek pendapatan. Adanya biaya atau tarif bagi kegiatan magang/pkl, namun untuk menggali potensi ini diperlukan adanya payung hukum khususnya untuk biaya magang/pkl. Melakukan pembelian HPT untuk mencukupi kebutuhan pakan. Melakukan penanganan Bull sebaik-baiknya, meskipun demikian, masalah kualitas semen ini merupakan masalah yang kompleks dan sulit. Peningkatan kualitas ternak, dengan melakukan penggantian (replacement) ternak dengan mutu yang lebih baik. Anggaran yang mendukung peningkatan produktivitas kegiatan peternakan Sistem insenif bagi unit untuk meningkatkan produktivitas. 280

109 Catatan dan Rekomendasi Pengembangan PAD Sektor Pertanian: Sub Sektor Peternakan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi pengembangan sub-sektor peternakan, baik untuk pengembangan ternak besar (99% terdiri atas jenis sapi potong, kambing, dan domba) maupun ternak kecil. Pertumbuhan jumlah ternak secara keseluruhan menunjukan peningkatan sebesar 3,96% per tahun selama periode Produksi hasil ternak seperti daging juga meningkat sebesar 8,41% dan telur sebesar 9,13% per tahun, serta 2,79% per tahun dalam periode yang sama. Peningkatan kegiatan di sub-sektor peternakan dilakukan baik dalam rangka mendukung kebijakan strategis swasembada produk hasil ternak maupun sebagai sumber penerimaan pendapatan asli daerah. PAD sub-sektor peternakan di DIY berasal retribusi jasa usaha bidang peternakan. Retribusi jasa usaha di UPTD BPBPTDK terdiri atas retribusi pemakaian kekayaan daerah (jasa pemeriksaan dan pengujian penyakit hewan) dan retribusi penjualan produksi usaha daerah khususnya penjualan ternak dan hasil ternak (susu sapi, pedet sapi perah, sapi potong, sapi afkir, kambing afkir, semen beku sapi, pedet sapi potong, dan cempe). Selama periode , realisasi penerimaan PAD mengalami peningkatan yang signifikan dari Rp pada tahun 2008 menjadi Rp pada tahun 2013 (rata-rata tumbuh 55,80% per tahun). Sumber penerimaan PAD terbesar berasal dari penjualan susu sapi perah yaitu sebesar Rp , diikuti penjualan semen beku sebesar Rp , dan penjualan pedet sapi perah sebesar Rp dan pedet sapi potong dan cempe sebesar Rp Total potensi penerimaan PAD sub-sektor peternakan diperkirakan sebesar Rp507 juta per tahun dengan mengelola secara baik aset yang ada saat ini, dengan tingkat pemanfaatan potensi 68,9%. Potensi penerimaan terbesar beasal dari penjualan susu sapi perah, dengan nilai sebesar Rp272 juta per tahun (53,7% dari total potensi). Potensi penerimaan terbesar kedua berasal dari penjualan semen beku, yang diperkirakan mencapai nilai sebesar Rp83 juta (16,5%), dan diikuti penjualan pedet sapi, yaitu masing-masing Rp66,5 juta untuk sapi perah dan Rp38 juta untuk sapi potong. Secara keseluruhan pengelolan sapi perah menghasilkan potensi sebesar Rp349,5 juta per tahun dan sapi potong sebesar Rp46,6 juta per tahun. Isu-isu strategis dalam pengelolaan sumber-sumber penerimaan PAD sub-sektor peternakan antara lain menyangkut aspek: kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam memanfaatkan layanan UPTD BPBPTDK dan pembayaran retribusi PLLT, kesulitan Hijauan Pakan Ternak (HPT) di musim kemarau, fluktuatifnya kualitas semen, sarana prasarana yang terbatas, kualitas induk yang tidak sesuai standar, produktivitas ternah yang masih rendah, 281

110 sistem replacement kurang berjalan baik, keterbatasan SDM pengelola (dokter hewan saat ini tercatat hanya ada 4 orang di Provinsi DIY). Beberapa prasyarat berikut perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan peran dan fungsi UPTD/Satker agar lebih optimal: Pengembangan manajemen UPT yang terintegrasi dari hulu ke hilir (dalam satu sistem agribisnis peternakan), yang didukung SDM yang memadai. Penambahan persediaan ternak induk dan calon induk yang sesuai SNI. Penyediaan sarana prasarana yang memadai. Kerjasama dengan kabupaten/kota, ex. dalam pemanfaatan aset daerah. Peningkatan produksi dan produktivitas agar sesuai dengan potensi yang ada seperti potensi produksi susu sapi dan produksi bibit kambing yang masih kurang optimal. Optimasi sumber-sumber retribusi seperti PLLT dengan perbaikan sarana prasarana penunjang. Fasilitasi pemasaran produk. Peningkatan ketersediaan dan kualitas SDM (ex. dokter hewan, tenaga paramedis, dan tenaga recording masih sangat terbatas). Penyesuaian tarif obyek pendapatan. Melakukan pembelian HPT untuk mencukupi kebutuhan pakan. Peningkatan kualitas ternak, dengan melakukan penggantian (replacement) ternak dengan mutu yang lebih baik. Fasilitasi anggaran yang lebih memadai untuk UPTD penghasil Insentif yang lebih baik bagi capaian prestasi bagi unit penghasil Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan pihak Balai Pengujian, Informasi Pemukiman dan Bangunan, dan Pengembangan Jasa Konstruksi (PIPBPJK), pihak wisma Kaliurang, dan pihak Balai IPAL, berikut ini disajikan permasalahan serta saran untuk menigkatkan pendapatan di Dinas PUP-ESDM Permasalahan a. Balai PIPBPJK i. Beberapa alat sudah tidak dapat difungsikan, sebagai contoh: alat uji tarik, sehingga permintaan pengujian yang mengunakan alat tersebut akan ditolak. 282

111 ii. Sumber daya manusia yang tersedia terbatas sehingga pemenuhan permintaan di balai masih belum optimal. Kekurangan SDM ini akan ditambah karena ada teknisi laboratorium ada yang akan pensiun. iii. Permintaan pengujian cenderung tinggi, namun sering ditolak karena keterbatasan sumber daya. b. Wisma Kaliurang i. Media promosi masih terbatas sehingga pengguna masih minim. ii. Saat ini air susah didapat karena sumber air berkurang akibat erupsi Merapi sehingga harus membeli air untuk memenuhi kebutuhan wisma. c. Balai IPAL i. Biasanya terjadi penyumbatan pada pipa karena masih menggunakan sistem gravitasi. ii. Belum adanya regulasi yang mengatur tentang penarikan retribusi pembuangan limbah ke IPAL Saran a. Balai PIPBPJK i. Kebijakan/ regulasi, alat, dan SDM perlu diperhatikan. ii. Jika ingin mengajukan pembelian alat uji tarik, harus dilihat frekuensi permintaan pengujian tarik. iii. Adanya anggaran untuk studi banding (peningkatan mutu SDM). iv. Pembuatan media informasi untuk masyarakat, misalnya pembuatan brosur. b. Wisma Kaliurang i. Perlu adanya media infomasi yang lebih luas. c. Balai IPAL i. Perlu ada regulasi yang mengatur tentang retribusi pembuangan air limbah. 283

112 4.5. Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan pihak Trans Jogja, pihak Jembatan Timbang, dan pihak pihak lain yang terkait, berikut ini disajikan permasalahan, rekomendasi serta saran untuk menigkatkan pendapatan di Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Permasalahan a. Trans Jogja i. Lalulintas Kota Yogyakarta yang semakin padat menyebabkan Bus Trans Jogja memiliki waktu tunggu dan waktu tempuh yang lama. ii. Waktu tempuh yang lama dan jarak antar shelter yang cukup jauh membuat masyarakat cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan Trans Jogja. iii. Pengoperasian Trans Jogja masih bersinggungan dengan angkutan umum. iv. Sistem e-ticket ini masih belum optimal. v. Tingkat pengoperasian bus yang tinggi harus menyebabkan bus cepat rusak sehingga harus diimbangi dengan perawatan bus yang baik. Kondisi bus yang rusak dapat menurunkan jumlah penumpang. b. Jembatan Timbang i. Fasilitas pada jembatan timbang masih belum memadai, sebagai contoh lahan parkir yang dimiliki masih terbatas sehingga akan terjadi antrian yang panjang jika kendaraan angkutan barang datang secara bersamaan. Selain itu, jumlah petugas untuk jembatan timbang juga terbatas, hal ini menyebabkan dalam satu hari hanya ada dua shift dan seorang petugas harus bekerja selama kurang lebih 12 jam/ hari. Lebih lanjut, dalam 1 shift hanya terdapat 6 orang petugas, hal ini akan berpengaruh pada kinerja jembatan timbang terutama pada Jembatan Timbang Kulwaru yang menjadi pintu masuk dan pintu keluar di DIY bagian barat. ii. Kemampuan daerah dalam pemberian insentif masih terbatas untuk mewujudkan tupoksi yang cukup besar. iii. Belum adanya pengaturan tentang operasional untuk angkutan barang, temasuk izin angkutan dan retribusi angkutan barang. 284

113 c. Sewa lahan parkir Bandara Adi Sutjipto i. Sebelum ada perjanjian harga, sewa lahan parkir termasuk dalam retribusi sehingga Dishub mendapat pengembalian sebasar 3%, namun, setelah perjanjian harga, sewa lahan parkir menjadi Lain-lain pendapatan sehingga tidak ada pengembalian Saran a. Trans Jogja i. Adanya penambahan armada (terutama pada jalur yang padat). ii. Adanya penambahan shelter. iii. Adanya penambahan trayek. b. Jembatan Timbang i. Adanya tambahan SDM ii. Adanya tambahan insentif progresif atas kelebihan dari target PAD. iii. Denda bisa diberlakukan ke pengusaha atau ke perusahaan jika sudah ada peraturan. iv. Adanya tambahan prasarana seperti masker, tongkat lampu, dll. untuk mendukung kesehatan dan keselamatan petugas. v. Sebaiknya ada peraturan pemerintah mengenai operasional angkutan barang, yang terdiri dari: Ijin operasi kendaraan Organisasi dan manajemen Operasional Distribusi barang Rute angkutan barang 285

114 4.6. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Potensi Penerimaan Balai Metrologi Analisis pada objek penerimaan (tera dan tera ulang) dilakukan dengan tujuan melakuka pemetaan pendapatan (paling realistis) untuk masa yang akan datang. Dasar pertimbangannya adalah standard deviasi (tingkat penyimpangan) dan tingkat potensi penerimaan yang dimiliki pada setiap UTTP tera dan tera ulang. Artinya adalah memberikan gambaran bahwa potensi retribusi Metrologi (tera dan tera ulang) di DIY adalah masih sangat tinggi jumlahnya. Hasil analisis ini, dapat dijadikan masukan dan rujukan penelitian lanjutan, sekaligus sebagai bahan acuan bagi Balai Metrologi Yogyakarta, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM DIY, dan SKPD-SKPD terkait didalam merencanakan pengelolaan potensi pada UTTP tera dan tera ulang yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data di bawah ini adalah data lapangan, berupa daftar penerimaan UTTP dalam unit pada tera dan tera ulang yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (berdasarkan data yang ada di Balai Metrologi Yogyakarta). Tabel Jumlah Tera di Balai Metrologi Yogyakarta, (Buah atau Unit UTTP) No Tahun Historis Realisasi Historis Realisasi Tera /Tahun Tera /Bulan Keterangan: *) sampai tahun 2014 Sumber: Balai Metrologi Yogyakarta, 2014 (diolah) 286

115 Tabel Jumlah Tera Ulang di Balai Metrologi Yogyakarta, (buah atau unit UTTP) No Tahun Historis Realisasi Historis Realisasi Tera Ulang /Tahun Tera Ulang /Bulan Keterangan: *) sampai tahun 2014 Sumber: Balai Metrologi Yogyakarta, 2014 (diolah) Secara deskriptif hasil performa Balai Metrologi Yogyakarta, yaitu: a). Mendapatkan penerimaan retribusi sebesar Rp (tahun 2014) lebih tinggi dari Rp pada laporan penerimaan sebelumnya (tahun 2013). Pola penerimaan menaik ini secara ratarata naik (up), antara kisaran persentase 9,92% per-tahunnya. Walaupun juga mengalami penurunan (dari data terlampir), bahwa penerimaan retribusi Balai Metrologi Yogyakarta turun (down) semenjak tahun 2012 (Rp ). Penurunan penerimaan dari tahun 2012 ke 2013 mencapai -15,25% (minus lima belas pesen). Tabel Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, (rupiah) Realisasi Penerimaan Realisasi Penerimaan No Tahun Retribusi Retribusi /Tahun /Bulan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Keterangan: *) sampai tahun 2014 Sumber: Balai Metrologi Yogyakarta, 2014 (diolah) Hasil analisis terhadap potensi tera dan tera ulang (dalam unit UTTP) untuk forecasting tahun 2015 (sekarang) hingga 2018, adalah sebagai berikut: 287

116 Tabel Estimasi Jumlah Tera (unit) di Balai Metrologi Yogyakarta, No Tahun Forecast Target Forecast Target Tera /Tahun Tera /Bulan ,913 6, ,355 8, ,141 9, ,590 10,466 Tabel Estimasi Jumlah Tera Ulang (unit) di Balai Metrologi Yogyakarta, No Tahun Forecast Target Forecast Target Tera Ulang /Tahun Tera Ulang /Tahun ,609 19, ,729 24, ,304 27, ,893 31,574 Hasil analisis menunjukkan, bahwasannya potensi retribusi PAD untuk Balai Metrologi Yogyakarta masihlah sangat tinggi, bahkan masih jauh jaraknya terhadap total potensi yang ada (artinya: potensi jumlah UTTP sangat positif). Dasar analisis diatas adalah mempertimbangkan data kuantitatif pada proyeksi potensi UTTP di lapangan yang ada, data historis penerimaan tera dan tera ulang (didalam unit UTTP) per-6 tahunan terakhir, jumlah UTTP baru dan lama untuk ditera dan tera ulangkan, serta pertimbangan analisis penyimpangan (standard deviation), hasil analisis berdasarkan pertimbangan deviasi diatas 2 (dua). Proyeksi target penerimaan retribusi pada Balai Metrologi Yogyakarta, tahun , adalah sebagai berikut: Tabel Estimasi Target Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, No Tahun Forecast Target Forecast Target Penerimaan /Bulan Penerimaan /Bulan Rp 232,816,118 Rp 19,401, Rp 299,140,576 Rp 24,928, Rp 338,028,850 Rp 28,169, Rp 381,972,601 Rp 31,831,050 Hasil forecasting ini muncul dari perhitungan total potensi UTTP pada tera dan tera ulang, dikalikan dengan tarif UTTP masing-masing, sehingga mengeluarkan angka rupiah 288

117 sebagaimana diatas. Angka tersebut diatas adalah sangat realistis dan dapat dipergunakan sebagai acuan dasar target. Berikut kesimpulan analisis dan target realisasi penerimaan retribusi Tabel Target Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, (Rp) Rp450,000,000 Rp400,000,000 Rp350,000,000 Rp300,000,000 Rp250,000,000 Rp200,000,000 Rp150,000,000 Rp100,000,000 Rp50,000,000 Rp- Target Retribusi (dalam rupiah) Rp232,816,118 Rp299,140,576 Rp338,028,850 Rp381,972,601 Keterangan: 1=2015, 2=2016, 3=2017, 4=2018 No Tabel Target Tera, Tera Ulang dan Penerimaan Retribusi di Balai Metrologi Yogyakarta, Tahun Forecast Tera (unit) Forecast Tera Ulang (unit) Forecast Target Retribusi (rupiah) ,909 92,600 Rp 232,816, , ,851 Rp 299,140, , ,536 Rp 338,028, , ,017 Rp 381,972,

A. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (UPTD BPTKP) a) Target dan Realisasi Penerimaan UPTD BPTKP

A. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (UPTD BPTKP) a) Target dan Realisasi Penerimaan UPTD BPTKP LAMPIRAN A. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan (UPTD BPTKP) a) Target dan Realisasi Penerimaan UPTD BPTKP Target Realisasi 1. 2006 408.254.160 416.879.500

Lebih terperinci

BAB III POTENSI DASAR PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB III POTENSI DASAR PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB III POTENSI DASAR PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.1. Dinas Kelautan dan Perikanan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor perikanan dan kelautan DIY bersumber dari berbagai aktivitas di UPTD Dinas Kelautan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN Yang dimaksud dengan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 Pengadaan Barang RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 NO NAMA PAGU METODE PENGADAAN LOKASI PAKET / KEGIATAN ANGGARAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 SEKRETARIAT DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1 Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dan kinerja aparatur KP dengan sasaran adalah meningkatnya pendapatan dan taraf hidup masyarakat kelautan dan serta kompetensi SDM aparatur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

Rencana Umum Pengadaan

Rencana Umum Pengadaan Rencana Umum Pengadaan (Melalui Penyedia) K/L/D/I Tahun Anggaran : 2014 : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Pengadaan Sarana Untuk Operasional Produksi Induk Unggas di UPTD BBAT Pengadaan Bangunan Rumah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 Forum SKPD oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Yogyakarta, 28 Maret 2016 Outline 1. Potensi dan Permasalahan Pembangunan Sektoral 2. Isu Strategis

Lebih terperinci

Rencana Umum Pengadaan

Rencana Umum Pengadaan Rencana Umum Pengadaan (Melalui Penyedia) K/L/D/I : Pemerintah Kabupaten Satuan Kerja : Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran : 2017 No Kegiatan Nama Paket Volume Pagu 1. Promosi pemasaran dan peningkatan

Lebih terperinci

Rencana Umum Pengadaan

Rencana Umum Pengadaan Rencana Umum Pengadaan (Melalui Penyedia) K/L/D/I : Pemerintah Kabupaten Satuan Kerja : Dinas Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran : 2017 No Kegiatan Nama Paket Volume Pagu 1. Pengelolaan Balai Benih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 49 TAHUN 2011 TENTANG HARGA DASAR PENYEDIAAN HASIL PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN. PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

B A B I V U r u s a n P i l i h a n K e l a u t a n d a n P e r i k a n a n URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

B A B I V U r u s a n P i l i h a n K e l a u t a n d a n P e r i k a n a n URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.2.5 URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.2.5.1 KONDISI UMUM Sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di wilayah pesisir, Kota Semarang memiliki panjang pantai 36,63 km dengan

Lebih terperinci

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14 PRODUKSI PERIKANAN Produksi Perikanan Kabupaten Aceh Selatan berasal dari hasil penangkapan di laut dan perairan umum serta dari kegiatan budidaya. Pada tahun 2011 produksi perikanan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. B. URUSAN PILIHAN 1. KELAUTAN DAN PERIKANAN a. KELAUTAN 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa retribusi jasa usaha

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI PROGRES IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI GUBERNUR BALI 1 KONDISI GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha perikanan budidaya dinilai tetap prospektif di tengah krisis keuangan global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih berpotensi

Lebih terperinci

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA Menimbang MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, : a. bahwa

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG Tahun Anggaran 2016

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG Tahun Anggaran 2016 DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir DPA SKPD 2.2 PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG Tahun Anggaran 206 Urusan Pemerintahan : 2. 0 Urusan Pilihan Kelautan dan Organisasi : 2.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dengan berbagai sektor. Salah satu sektor yang menunjang pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi Kebijakan Perikanan Budidaya Riza Rahman Hakim, S.Pi Reflection Pembangunan perikanan pada dasarnya dititikberatkan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya Pada dekade 80-an perikanan budidaya mulai

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : Tahun 2015 28 Desember 2015 PEMERINTAH PROVINSI BANTEN RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN

Lebih terperinci

Geliat MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN. Pemerintah Kabupaten Pacitan

Geliat MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN. Pemerintah Kabupaten Pacitan Geliat MINAPOLITAN KABUPATEN PACITAN Pemerintah Kabupaten Pacitan VISI Terwujudnya Masyarakat Pacitan yang Sejahtera MISI 4 Meningkatkan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi yang Bertumpu pada potensi Unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun Povinsi Kalimantan Selatan) dan Peraturan Gubernur Kalimantan

I. PENDAHULUAN. Selatan dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun Povinsi Kalimantan Selatan) dan Peraturan Gubernur Kalimantan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Pembentukan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan dilatarbelakangi oleh Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 (tentang Pembentukan, Organisasi

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 1 Tahun 2016 3 Februari 2016 PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA TAHUN ANGGARAN 2011 DINAS PERIKANAN KABUPATEN KAMPAR

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA TAHUN ANGGARAN 2011 DINAS PERIKANAN KABUPATEN KAMPAR RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA TAHUN ANGGARAN 2011 DINAS PERIKANAN KABUPATEN KAMPAR NO. PROGRAM/KEGIATAN/URAIAN PEKERJAAN LOKASI VOLUME PAGU ANGGARAN (Rp.) SUMBER DANA 1 2 3 4 5 6 1. Program Pengembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 34 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG / JASA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2013 Jl. Panglima Sudirman No.

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG / JASA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2013 Jl. Panglima Sudirman No. PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG / JASA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2013 Jl. Panglima Sudirman No. 12 Pati Nomor : 050/165/2013 No. Kode Kegiatan / Pekerjaan Lokasi

Lebih terperinci

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN LAMPIRAN XXIX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kelautan 1. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013

Tabel IV.C.1.1 Rincian Program dan Realisasi Anggaran Urusan Perikanan Tahun 2013 C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Pembangunan pertanian khususnya sektor perikanan merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, dalam hal ini sektor perikanan adalah sektor

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 11/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 11/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 11/MEN/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PENYALURAN BENIH IKAN YANG DIBERIKAN BANTUAN SELISIH HARGA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERUBAHAN RENCANA AKSI KINERJA SASARAN TAHUN 2016 DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN PELALAWAN TARGET KEGIATAN

PERUBAHAN RENCANA AKSI KINERJA SASARAN TAHUN 2016 DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN PELALAWAN TARGET KEGIATAN PERUBAHAN RENCANA AKSI KINERJA SASARAN TAHUN 2016 DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN PELALAWAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET KINERJA SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN INDIKATOR KEGIATAN TARGET

Lebih terperinci

PENGUMUMAN. Kab. Banjar, Barito Kuala. Kab. Banjar, Barito Kuala, Kota Banjarmasin

PENGUMUMAN. Kab. Banjar, Barito Kuala. Kab. Banjar, Barito Kuala, Kota Banjarmasin PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Nomor : 050/ -Prog/Diskanlut Tanggal : 26 Januari 2012 PA/KPA Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan, Alamat Jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PERENCANAAN KINERJA PERANGKAT DAERAH CONTOH

GAMBARAN UMUM PERENCANAAN KINERJA PERANGKAT DAERAH CONTOH HALAMAN JUDUL GAMBARAN UMUM PERENCANAAN KINERJA PERANGKAT DAERAH CONTOH KETERKAITAN RPJMD PERUBAHAN PROVINSI JAWA TIMUR 2014 2019 DENGAN RENSTRA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014-2019 RPJMD PERUBAHANTAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PUNGUTAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK KAJIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK KAJIAN BAB II DESKRIPSI OBYEK KAJIAN 2.1. Dinas Kelautan dan Perikanan 2.1.1. Pendahuluan Sumberdaya ikan berperan penting sebagai sumber protein utama masyarakat dunia, sebagai mata pencaharian dan lapangan

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA 2 PROVINSI SUMATERA UTARA VISI Menjadi Provinsi yang Berdaya Saing Menuju Sumatera Utara Sejahtera MISI 1. Membangun sumberdaya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religius

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah

Lebih terperinci

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN NO 1. Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak gas bumi Penerbitan izin pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil

Lebih terperinci

Kiat Kiat Jurus Jitu Pengembangan Minapolitan

Kiat Kiat Jurus Jitu Pengembangan Minapolitan Kiat Kiat Jurus Jitu Pengembangan Minapolitan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap mengakui dengan memaparkan dalam gambaran umum di webnya,

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG NOMOR : 180/1918/KEP/421.115/2015 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANGKA BELITUNG KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kondisi tanah dan keterbatasan lahan Kota Pangkal Pinang kurang memungkinkan daerah ini mengembangkan kegiatan pertanian. Dari

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.06/MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disusunnya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Tahun 2014 diharapkan dapat:

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disusunnya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Tahun 2014 diharapkan dapat: BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kelautan dan perikanan DIY Tahun 2014 dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA AKSI TAHUN 2017 DINAS PERIKANAN KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA AKSI TAHUN 2017 DINAS PERIKANAN KABUPATEN LAMONGAN RENCANA TAHUN 2017 DINAS PERIKANAN KABUPATEN LAMONGAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 1. Meningkatnya Produksi Perikanan Tangkap TARGET Prosentase peningkatan jumlah produksi perikanan tangkap - -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81 05. A. KEBIJAKAN PROGRAM Arah kebijakan program pada Urusan Pilihan Kelautan dan Perikanan diarahkan pada Peningkatan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara Optimal, dengan tetap menjaga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 62 TAHUN 2002 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN

C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN C. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 1. URUSAN PERIKANAN Sektor perikanan di Indonesia mempunyai peranan yang cukup penting. Dari sektor ini dimungkinkan akan menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No.40/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan bagian integral dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai 17 kecamatan. Letak astronominya antara 110º12 34 sampai 110º31

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap

I. PENDAHULUAN. Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perikanan tangkap di Indonesia telah mengalami gejala padat tangkap atau overfishing, hal tersebut mengakibatkan timbulnya degradasi pada sistem laut, punahnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian dan kelautan yang memiliki peran penting sebagai penggerak kemajuan perekonomian nasional di Indonesia. Selain menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa. 31 IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci