ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN"

Transkripsi

1 ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN MUTIARA PERTIWI. Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan). Dibawah bimbingan HERMANTO SIREGAR. Kemiskinan merupakan masalah nasional yang kompleks. Bahkan jumlah orang miskin dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan. Peningkatan penduduk miskin juga terjadi di Jakarta, pada tahun 2005 terdapat penduduk miskin dan meningkat pada tahun 2006 menjadi penduduk miskin berdasarkan data diolah dari Susenas modul konsumsi 2005 dan Namun, pada tahun 2007 angka kemiskinan mengalami penurunan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, program apa yang telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan departemen sosial RI, saat ini pemerintah sedang menggalakkan program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas suatu program kemiskinan di Jakarta, sehingga peneliti merujuk pada program pemberdayaan rakyat miskin perkotaan pada kegiatan kelompok usaha bersama (KUBE). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan, menganalisis efektivitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kecamatan Pesanggrahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE, merumuskan implikasi kebijakan atas pelaksanaan KUBE dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data selama bulan April sampai Juni 2008 di Kelurahan Ulujami dan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengisian kuisioner oleh 55 orang anggota KUBE yang berasal dari 6 KUBE, yang dipilih dengan metode accidental sampling. Data tersebut diolah dengan menggunakan program Minitab14 dan Eviews 4.1. Analisis efektivitas dilakukan dengan menggunakan uji beda mean dua sampel berpasangan, yaitu menganalisis selisih antara pendapatan sebelum dan setelah bergabung dengan KUBE. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE dianalisis menggunakan model regresi berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah pendidikan, pengalaman, pendampingan, dummy kedudukan, dan dummy kelompok. Variabel tak bebas yang diduga adalah pendapatan usaha KUBE. Pendapatan rata-rata penduduk miskin sebesar Rp per kapita per bulan yang menunjukkan bahwa jumlah ini berada di bawah garis kemiskinan yaitu Rp per kapita per bulan untuk wilayah Kotamadya Jakarta Selatan pada tahun Menurut jam kerja, penduduk miskin di Kecamatan Pesanggrahan rata-rata telah bekerja lebih dari 39 jam per minggu, sedangkan penduduk tidak miskin rata-rata bekerja lebih dari 74 jam per minggu. Hasil uji beda mean dua sampel berpasangan menghasilkan t-hitung sebesar 4,48 untuk RT miskin, 4,7 untuk RT tidak miskin dan 6,1 untuk keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel yang digunakan sehingga

3 dapat disimpulkan bahwa program KUBE secara kuantitatif efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil pendugaan pendapatan usaha KUBE menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 67 persen dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-Sq adj) sebesar 63,6 persen. Angka (R-Sq) tersebut menunjukkan bahwa 67 persen keragaman dari variabel tak bebas (pendapatan KUBE per individu) dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model. Hal ini bermakna bahwa model sudah baik. Hasil pendugaan model terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 95 persen terhadap pendapatan usaha secara individu adalah variabel pendampingan, dummy kedudukan dan dummy kelompok. Sedangkan variabel lain tidak berpengaruh nyata. Beberapa implikasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi angka kemiskinan di Kecamatan Pesanggrahan, antara lain: Peningkatan kreatifitas masyarakat dengan pelatihan-pelatihan; Memperbaiki pelaksanaan KUBE, program pemerintah yang dimulai dengan top-down seringkali hasilnya tidak optimal karena memaksakan suatu keadaan untuk diterima oleh masyarakat yang menerima bantuan; Meningkatkan monitoring pelaksanaan program, walaupun selama ini telah ada pendampingan namun tidak semua KUBE memperoleh pendampingan yang cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan disebabkan oleh jam kerja rumah tangga miskin yang relatif lebih rendah dibandingkan rumah tangga tidak miskin sehingga pendapatannya juga rendah. Program KUBE terbukti efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat secara kuantitatif tetapi secara keseluruhan masih perlu dioptimalkan. Adanya pendampingan dan usaha yang dijalankan secara berkelompok meningkatkan pendapatan anggota KUBE. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: Pendampingan terhadap KUBE perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga efektifitas KUBE dalam meningkatkan keterampilan para anggota menjadi lebih tinggi dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan sasarannya secara lebih besar; KUBE sebaiknya berhubungan baik dengan Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) sehingga sinergi diantara dua lembaga ini dapat berkelanjutan dan berkembang, hal ini diharapkan sangat membantu KUBE dalam masalah keuangan dan kemitraan terhadap pihak luar; Perlu diteliti efektifitas beberapa program penanggulangan kemiskinan lainnya yang telah dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat diketahui program mana yang memiliki pengaruh yang lebih besar dalam mengurangi angka kemiskinan dan dicari bentuk sinergi atau kombinasi diantaranya agar efektivitasnya dalam menanggulangi kemiskinan lebih tinggi lagi.

4 ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A Skripsi Sebagai Bagian Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul : Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai Nama Mahasiswa : Mutiara Pertiwi Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) NRP Program Studi : A : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc NIP Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA. Bogor, Agustus 2008 Mutiara Pertiwi A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 25 Januari 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bambang Hermanto, Skom dan Umi Farida, Ssi. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMUN 2 Ciputat pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, menjadi anggota ICC (IPB Crisis Center) BEM KM IPB pada tahun , menjadi anggota KOPMA IPB, menjadi bagian dari BEM A Departemen Perekonomian pada tahun Disamping kegiatan kemahasiswaan, penulis juga aktif menjadi asisten MK. Ekonomi Umum selama empat semester.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulisan skripsi ini yang berjudul Analisis Efektivitas Kelompok Usaha Bersama Sebagai Program Pemberdayaan Rakyat Miskin Perkotaan (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Namun, penulis tetap mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Agustus 2008 Mutiara Pertiwi

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penulisan skripsi merupakan tahap akhir dari proses pendidikan yang dijalani oleh penulis di Institut Pertanian Bogor. Dalam proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc sebagai dosen pembimbing skripsi atas masukan, arahan dan kerjasamanya selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama pada ujian skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Tintin Sarianti, SP sebagai dosen penguji departemen pada ujian skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Bapak Yono selaku pihak LKMS dan ibu Yetty selaku pihak Kecamatan urusan sosial serta warga Kelurahan Ulujami dan Kelurahan Petukangan Utara atas kerjasamanya selama ini. 5. Kedua orang tua yang selalu memberi perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis. 6. Saudara-saudara dan semua keluarga yang selalu mendoakan. 7. Teman-teman seperjuangan (epse 41, pns, maharani, dan SMUN 2 Ciputat) yang tak henti-hentinya memberi semangat, dukungan dan doa. 8. Dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan masalah Tujuan Penelitian Kegunaan penelitian Keterbatasan Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Program Penanggulangan Kemiskinan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Efektivitas Hasil Penelitian terdahulu III.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Regresi Permasalahan OLS Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Penarikan Sampel Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Efektivitas Program KUBE... 39

11 4.4.3 Analisis Regresi Berganda Model Analisis Koefisien Determinasi (R 2 ) dan Adjusted R Pengujian untuk Masing-masing Parameter Regresi Pengujian Terhadap Model Penduga Pengujian Terhadap Masalah Heteroskedastisitas Pengujian Terhadap Masalah Multikolinearitas Hipotesis Penelitian V. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Kemiskinan Jakarta Selatan Kondisi Fisik, Sosial, dan Ekonomi Kecamatan Pesanggrahan Fasilitas Pendidikan Fasilitas Kesehatan Karakteristik Responden Pelaksanaan KUBE di Kecamatan Pesanggrahan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kemiskinan di Kecamatan Pesanggrahan Efektivitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE Deskripsi Statistik Variabel-variabel Penelitian Hasil dan Pembahasan Model Dugaan Implikasi Kebijakan VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 78

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia menurut Daerah, Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2006 Maret Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota dan Jam Kerja per Minggu, Indikator Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Data dan Informasi Kemiskinan Tahun Kepadatan Penduduk Kecamatan Pesanggrahan Menurut Kelurahan Tahun Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Kelurahan Tahun Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kelurahan Tahun Variabel Sosial ekonomi Responden Variabel Demografi Responden Jenis dan Jumlah Bantuan Sarana KUBE Catering Rata-rata Pendapatan dan Jam Kerja Penduduk Miskin dan Tidak Miskin di Kecamatan Pesanggrahan Hasil Uji Beda Dua Mean Sampel Berpasangan Antara Pendapatan Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE Jumlah Anggota KUBE berdasarkan Tingkat Pendidikan Hasil Pendugaan faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Individu Kelompok Usaha Bersama di Kecamatan Pesanggrahan Matriks Korelasi... 69

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pola Penyaluran Dana Program Strategi Penanggulangan Kamiskinan Melalui Pemberdayaan Usaha Mikro Alur Kerangka Pemikiran Pendapatan RT Miskin Sebelum dan Setelah KUBE Pendapatan RT Tidak Miskin Sebelum dan Setelah KUBE... 64

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) Menurut Provinsi dan Daerah, Tahun Kuisioner Penelitian Data dan Variabel-variabel Penelitian Pendapatan RT Miskin Sebelum dan Setelah Mengikuti KUBE serta Pekerjaan Utama Responden Selain KUBE Pendapatan RT Tidak Miskin Sebelum dan Setelah mengikuti KUBE serta Pekerjaan Utama Responden Selain KUBE Hasil Pengolahan dengan Minitab Hasil Pengolahan dengan Eviews

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria yang tidak dijalankan mengakibatkan ketimpangan kepemilikan dan pengelolaan atas sumber-sumber agraria. Hal ini menyebabkan makin tingginya jumlah buruh migran, pengangguran, urbanisasi dan meningkatnya keluarga petani yang tidak memiliki lahan pertanian 1. Urbanisasi merupakan pilihan yang rasional bagi para migran, tetapi urbanisasi tersebut akan menimbulkan masalah tenaga kerja, baik pengangguran maupun setengah pengangguran, yang diikuti dengan meluasnya aktivitas sektor informal di kota. Menurut Direktur Institute for Democracy & Society Empowerment (IDSE) Yogyakarta Hendrizal, hal ini akan mengakibatkan kualitas hidup para migran menjadi minim, kebanyakan mereka hanya mampu hidup secara subsistem dan kondisi ini akan menimbulkan gejala kemiskinan 2. Jakarta merupakan wilayah Ibukota negara yang merupakan pusat beberapa kegiatan baik ekonomi, pariwisata dan pendidikan. Daya tarik Jakarta ini merupakan salah satu faktor yang mendorong urbanisasi ke Jakarta meningkat dan kemiskinan Jakarta terus bertambah. Kemiskinan merupakan masalah nasional yang kompleks. Bahkan jumlah orang miskin dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan seperti pada Tabel 1. Peningkatan penduduk miskin juga terjadi di Jakarta, pada tahun 2005 terdapat penduduk miskin dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 1 Pandangan dan Sikap Politik Organisasi Rakyat di Indonesia terhadap International Conference on Agrian Reform and Rural Development (ICARRD). diakses 25 Agustus Urbanisasi Pasca Mudik. diakses 12 April 2008.

16 penduduk miskin berdasarkan data diolah dari Susenas modul konsumsi 2005 dan Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia menurut Daerah, Jumlah Penduduk Miskin Tahun (Juta) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa ,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17, ,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24, ,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23, ,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19, ,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18, ,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18, ,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17, ,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16, ,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15, ,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17, ,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2007 Pemerintah telah banyak merumuskan program penanggulangan kemiskinan bahkan telah terbentuk suatu Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Kebanyakan program yang telah dilaksanakan bukan merupakan program yang berkelanjutan dan hanya membuka akses pangan dan kesehatan pada saat tertentu saja. Program penanggulangan kemiskinan diperlukan untuk dapat menunjang kelangsungan hidup penduduk miskin secara berkelanjutan. Berdasarkan data BPS 2007 mengenai garis kemiskinan dan jumlah orang miskin pada tahun 2007 telah mengalami penurunan seperti pada Tabel 2. Hal ini menimbulkan pertanyaan, program apa yang telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan departemen sosial RI, saat ini pemerintah sedang menggalakkan program pemberdayaan masyarakat.

17 Pemberdayaan ini dimaksudkan agar program yang dilakukan pemerintah saat ini dapat menunjang kehidupan penduduk miskin secara berkelanjutan. Program pokok dalam pemberdayaan fakir miskin dibagi menjadi dua bagian, yaitu program penanggulangan kemiskinan kronis dan program penanggulangan kemiskinan transient serta program terpadu pengembangan desa miskin/adopsi desa miskin. Tabel 2. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, Maret 2006-Maret 2007 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/ Tahun Makanan Total Bukan Makanan Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin Perkotaan Maret ,49 13,47 Maret ,56 12,52 Perdesaan Maret ,81 21,81 Maret ,61 20,37 Kota+Desa Maret ,30 17,75 Maret ,17 16,58 Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2006 dan Maret 2007 Program penanggulangan kemiskinan kronis terdiri dari pemberdayaan fakir miskin di wilayah hutan kemasyarakatan, pemberdayaan fakir miskin di wilayah perdesaan, pemberdayaan fakir miskin di wilayah sub urban (desa-kota), pemberdayaan fakir miskin di wilayah perkotaan, pemberdayaan fakir miskin di wilayah pesisir pantai, pemberdayaan fakir miskin di wilayah kepulauan terpencil, pemberdayaan fakir miskin di wilayah perbatasan antar negara, pemberdayaan fakir miskin di wilayah pertambangan dan industri. Sedangkan program penanggulangan kemiskinan transient terdiri dari pemberdayaan fakir miskin eks korban bencana alam, dan pemberdayaan fakir miskin eks bencana sosial (Depsos, 2005).

18 Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas suatu program penanggulangan kemiskinan di Jakarta, sehingga peneliti merujuk pada program pemberdayaan fakir miskin perkotaan pada kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). KUBE merupakan kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif fakir miskin yang ditujukan untuk meningkatkan motivasi untuk lebih maju, meningkatkan interaksi dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumberdaya sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan mengembangkan akses pasar, melaksanakan usaha kesejahteraan sosial dan menjamin kemitraan sosial ekonomi dengan berbagai pihak yang terkait. KUBE di Jakarta mulai dilaksanakan pada tahun 2005 pada setiap kotamadya dipilih satu Kecamatan sebagai daerah pelaksanaan. Dalam penelitian ini, Jakarta selatan dipilih sebagai daerah penelitian berdasarkan data persentase penduduk bekerja menurut provinsi/kabupaten/kota seperti pada Tabel 3. Jakarta Selatan memiliki persentase penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam, 36 jam dan 42 jam relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan wilayah lain. Hingga tahun 2007, telah terdapat tiga kecamatan sebagai tempat pelaksanaan KUBE di Jakarta Selatan. Setiap tahunnya jumlah KUBE yang dibentuk serta dana yang dialokasikan pada Lembaga Keuangan Mikro Sosial (LKMS) berbeda-beda. Pada tahun 2005 hanya dibentuk 3 KUBE di Kecamatan Kebayoran Lama, pada tahun 2006 telah dibentuk 40 KUBE di Kecamatan Pesanggrahan dan pada tahun 2007 dibentuk 13 KUBE di Kecamatan Tebet. Dalam penelitian ini akan dibahas KUBE yang dibentuk pada tahun 2006 dengan pertimbangan bahwa KUBE yang dibentuk dalam jumlah yang cukup banyak.

19 Tabel 3. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota dan Jam Kerja per Minggu, 2006 Kode Kabupaten/kota < 42 jam < 36 jam < 15 jam 1 Kab.Adm. Kepulauan Seribu 18,66 8, Kota Jakarta Selatan 36,1 14,2 3,61 72 Kota Jakarta Timur 34,47 11,65 2,35 73 Kota Jakarta Pusat 30,55 12,55 1,93 74 Kota Jakarta Barat 30,13 12,73 2,01 75 Kota Jakarta Utara 29,05 12,42 2,05 Provinsi DKI Jakarta 32,48 12,73 2,47 Sumber: BPS, Perumusan Masalah Selama ini kemiskinan direduksi menjadi suatu rumusan teknis yang sempit. Pengukuran kemiskinan yang hanya bertumpu pada indeks konsumsi beras telah mengurangi konteks dan kompleksitas persoalan yang sebenarnya. Di sisi lain, respon kebijakan juga simplitis yang hanya memberikan solusi kebijakan yang bersifat umum. Seakan semua persoalan kemiskinan mempunyai latar belakang yang seragam (KIKIS, 2000). Dalam kenyataan, masing-masing wilayah memiliki penyebab kemiskinan yang berbeda dengan daerah lainnya. Kemiskinan yang dimaksud dapat dinilai dari berbagai konsep kemiskinan yang ada. Dalam hal ini perlu diketahui bagaimana kemiskinan yang terjadi di kecamatan pesanggrahan berdasarkan konsep kemiskinan absolut yang dianut oleh BPS? Kemiskinan yang selalu menjadi masalah tahunan di Indonesia membuat pemerintah lebih serius dalam menangani masalah kemiskinan ini. Berbagai departemen/instansi pemerintah telah merumuskan dan melaksanakan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Dana pemerintah yang dialokasikan untuk penaggulangan kemiskinan juga bukan dana yang sedikit. Tetapi angka kemiskinan yang terjadi tetap masih tinggi. Sehingga perlu diketahui bagaimana

20 efektivitas dari program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah (dalam penelitian ini adalah KUBE yang dilaksanakan di Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2006)? Serta faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan suatu KUBE? Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi khususnya di Ibukota. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, bagaimana rujukan bagi pemerintah dalam melaksanakan kebijakan selanjutnya? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Pesanggrahan. 2. Menganalisis efektivitas Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kecamatan Pesanggrahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE. 3. Merumuskan implikasi kebijakan atas pelaksanaan KUBE dalam program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti terutama dalam mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah dan sebagai pengalaman yang berharga. Hasil penilitian ini diharapkan berguna bagi instansi terkait (Walikota Jakarta Selatan, Departemen Sosial, Dinas Bina Spiritual dan Kesejahteraan Sosial dan Lembaga Keuangan Mikro Sosial Kecamatan Pesanggrahan) sebagai acuan dalam perumusan program-program

21 penanggulangan kemiskinan lebih lanjut. Serta berguna bagi mahasiswa sebagai bahan referensi penelitian berikutnya. 1.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel pendidikan hanya berdasarkan lamanya dalam tahun seorang responden memperoleh pendidikan formal, belum membedakan antara Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki lama tahun sekolah yang sama tetapi tingkat keahlian atau pengetahuan atas suatu bidang usaha yang berbeda. Pengalaman usaha yang digunakan merupakan pengalaman usaha yang luas dan belum memperhitungkan keterkaitan usaha responden dengan usaha KUBE.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi warga masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sumber mata pencarian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan (PP Nomor 42 Tahun 1981pasal 1 ayat (1)). Kemiskinan adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau essensial sebagai manusia. Kebutuhan asasi ini meliputi kebutuhan akan substitensi, afeksi, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang. Dengan adanya kebutuhan asasi tersebut, terjadilah berbagai jenis kemiskinan diantaranya. Kemiskinan substitensi terjadi karena rendahnya pendapatan, tak terpenuhinya kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Kemiskinan perlindungan terjadi karena meluasnya budaya kekerasan atau tidak memadainya sistem perlindungan atas hak dan kebutuhan dasar. Kemiskinan afeksi terjadi karena adanya bentuk-bentuk penindasan, pola hubungan eksploitatif antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam. Kemiskinan pemahaman terjadi karena kualitas pendidikan yang rendah, selain faktor kuantitas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan. Kemiskinan partisipasi terjadi karena adanya diskriminasi dan peminggiran rakyat dari proses pengambilan keputusan. Kemiskinan identitas terjadi karena

23 dipaksakannya nilai-nilai yang asing terhadap budaya lokal yang mengakibatkan hancurnya nilai sosio kultural yang ada (KIKIS, 2000). Chambers dalam Khairullah (2003) menyatakan kemiskinan yang disebut kemiskinan mutlak sebagai kondisi hidup yang ditandai dengan kekurangan gizi, tuna aksara, wabah penyakit, lingkungan kumuh, mortalitas bayi yang tinggi, dan harapan hidup yang rendah. Kemiskinan merupakan keadaan yang kompleks dan menyangkut banyak faktor yang saling terkait dan menyebabkan orang-orang dalam kategori miskin tetap berada dalam perangkap ketidakberdayaan. Faktor yang saling berkaitan tersebut seperti adanya pendapatan yang rendah, kelemahan fisik, isolasi atau keterasingan, kerawanan, dan tidak memiliki kekuatan politik dan tawar-menawar. Ada tiga macam konsep kemiskinan yang paling sering dijadikan acuan yakni: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif (Sunyoto Usman, 2003). Kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret (a fixed yardstick). Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup minimum anggota masyarakat (sandang, pangan, dan papan). Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea if relative standart, yaitu dengan memperlihatkan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan (in terms of judgement) anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Sedangkan kosep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick dan tidak

24 memperhitungkan the idea of relative standard. Kelompok yang menurut kita berada dibawah garis kemiskinan boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu konsep kemiskinan semacam ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemiskinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya. Emil Salim dalam Sumodiningrat (1999) mengemukakan sekurangnya ada lima ciri penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pertama, pada umumnya mereka tidak mempunyai faktor produksi seperti tanah, modal atau keterampilan sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi terbatas. Kedua, mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Ketiga, tingkat pendidikan mereka umumnya rendah karena waktu mereka tersita untuk mencari nafkah dan untuk mendapatkan penghasilan. Keempat, kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Kelima, mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak didukung oleh keterampilan yang memadai. Sajogyo (1977) menggunakan hubungan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan dalam menetapkan garis kemiskinan. Tingkat pengeluaran setara kurang dari 240 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong miskin sekali dan tingkat pengeluaran setara kurang dari 180 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong paling miskin untuk pedesaan. Sedangkan tingkat pengeluaran setara kurang dari 360 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong miskin sekali dan tingkat pengeluaran setara kurang dari 270 kg nilai tukar beras per kapita per tahun tergolong paling miskin untuk

25 perkotaan. Adapun yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai tingkat pengeluaran setara kurang dari 320 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk pedesaan dan 480 kg nilai tukar beras per kapita per tahun untuk perkotaan. Sejak tahun 1976 Badan Pusat Statistik (BPS) membuat perkiraan jumlah penduduk miskin (dibedakan antara wilayah perdesaan, perkotaan dan provinsi di Indonesia) dengan berpatokan pada pengeluaran rumah tangga menurut data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Penduduk miskin ditentukan berdasarkan pengeluaran atas kebutuhan pokok, yang terdiri dari bahan makanan maupun bukan makanan yang dianggap dasar dan diperlukan selama jangka waktu tertentu agar dapat hidup secara layak. Dengan cara ini, maka kemiskinan diukur sebagai tingkat konsumsi per kapita dibawah suatu standar tertentu yang disebut sebagai garis kemiskinan. Mereka yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan BPS menurut provinsi dan daerah dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa gris kemiskinan untuk masing-masing daerah (kota dan desa) serta provinsi berada pada tingkat yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengeluaran untuk kebutuhan pokok yang berbeda mungkin disebabkan oleh kebutuhan yang berbeda atau harga yang berbeda untuk kebutuhan pokok yang sama. Menurut Sen (1999) dalam Siregar, Wahyuniarti dan Achsani (2007) kemiskinan lebih terkait pada ketidakmampuan untuk mencapai standar hidup tersebut dari pada apakah standar hidup tersebut tercapai atau tidak. Seseorang dapat dikatakan miskin atau hidup dalam kemiskinan jika pendapatan atau

26 aksesnya terhadap barang dan jasa relatif rendah dibandingkan rata-rata orang lain dalam perekonomian tersebut. Secara absolut, seseorang dinyatakan miskin apabila tingkat pendapatan atau standar hidupnya secara absolut berada di bawah tingkat subsisten. Ukuran subsistensi tersebut dapat diproksi dengan garis kemiskinan. Secara umum, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar standar atas setiap aspek kehidupan. Menurut Muttaqien (2005) secara umum penyebab kemiskinan dapat dianalisis dari akibat yang terjadi. Kemiskinan yang terjadi di perkotaan dan pedesaan memiliki penyebab yang khas. Daerah pedesaan cenderung didominasi lahan pertanian sehingga penyebab kemiskinan paling utama dapat diprediksi dari sektor tersebut. Kurangnya pemerataan pembangunan saat ini turut memperparah keadaan. Kemiskinan di perkotaan merupakan imbas dari kemiskinan di pedesaan yang menyebabkan arus urbanisasi meningkat. Kemampuan kota yang terbatas namun terus-menerus mendapat input dari pedesaan membuat daya dukung kota melemah. Puncaknya, berbagai pemukiman kumuh (slum), kriminalitas dan pengangguran menjadi makin meningkat. Kemiskinan yang terjadi di pedesaan menyebabkan kesejahteraan masyarakat menjadi rendah. Pendapatan masyarakat yang rendah dan tingginya tingkat pengangguran menyebabkan meningkatnya arus migrasi ke kota (urbanisasi). Hal ini justru menimbulkan masalah baru di desa dan terutama di kota. Secara umum kemiskinan di pedesaan disebabkan oleh: Faktor pendidikan yang rendah. Terjadinya ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Tanah pertanian hanya dikuasai tuan tanah, sedangkan masyarakat miskin hanya menjadi buruh tani.

27 Tidak meratanya investasi dibidang pertanian. Rendahnya perhatian pemerintah dalam bidang pertanian. Selama ini bidang pertanian selalu termarjinalkan. Pemerintah berorientasi pada pembangunan sektor industri. Fondasi pertanian ternyata masih rapuh. Kebijakan pertanian belum mendukung pertanian. Kebijakan pembangunan bertumpu di kota. Arus lalu lintas uang dan barang lebih besar terjadi di kota. Budaya pemerintah yang buruk (bad governance). Hal ini berakibat pada buruknya pelayanan pemerintah pada publik. Sistem birokrasi mejadi panjang dan rumit. Sistem pertanian yang masih menggunakan cara tradisional. Tingkat kesehatan yang mengkhawatirkan. Rendahnya produktivitas masyarakat dibidang pertanian. Budaya masyarakat yang tidak disiplin, kurang suka bekerja keras, dan lain: cenderung agraris. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di perkotaan antara Terjadinya arus urbanisasi besar-besaran dari desa. Migrasi yang besar tanpa disertai peningkatan daya dukung kota akan menyebabkan efek negatif bagi kota tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin sulit melakukan mobilitas vertikal dalam hal pekerjaan dan peran dalam masyarakat. Tingginya angka pengangguran, terutama pada usia produktif.

28 Penataan kota yang belum baik, meliputi sistem transportasi, pemukiman dan lain-lain. Regulasi atau peraturan yang kurang mendukung mulai dari sitem RTRW (Rancangan Tata Ruang dan Wilayah) dan peraturan investasi yang kurang mendukung. Tata pemerintahan yang buruk (bad governance) sehingga pelayanan publik (public service) menjadi buruk dan mendukung terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sistem perpolotikan yang tidak stabil, terutama terjadi di tingkat daerah. Terjadinya ketidakadilan dalam pendapatan antara berbagai jenis pekerjaan dan berbagai golongan. Rencana pembangunan yang belum berpihak kepada rakyat kecil dan cenderung ke arah konglomerasi. Kebijakan otonomi daerah. Kemampuan tiap daerah berbeda. Daerah kaya memiliki kemungkinan lebih besar membuat rakyatnya lebih sejahtera. Di daerah miskin, berlaku hal sebaliknya. Secara umum, kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan memiliki faktor penyebab yang hampir sama. Kemiskinan di pedesaan akan berimbas pada kota melalui urbanisasi. Sebagian besar kemiskinan terjadi di pedesaan. Namun kemiskinan di perkotaan adalah hal yang paling mudah dipantau karena arus informasi lebih baik daripada di pedesaan. Kemiskinan di wilayah pedesaan dan perkotaaan dapat dijabarkan dalam indikator-indikator yang dapat diihat pada Tabel 4.

29 Tabel 4. Indikator Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Indikator Kemiskinan Pedesaan Indikator Kemiskinan Perkotaan Kurangnya kesempatan memiliki lahan Kurangnya kesempatan mendapatkan pertanian. Pertanian merupakan mata pekerjaan yang layak dan dapat usaha paling utama bagi penduduk memenuhi kehidupan yang standar. pedesaan. Kesempatan pendidikan yang kurang Kurangnya modal bagi penduduk adil. Biasanya lebih didominasi pedesaan. Arus uang di wilayah kelompok kaya. pedesaan tidak setinggi di kota. Hal ini Terjadinya ketimpangan pendapatan wajar, mengingat secara umum kota antara golongan kaya dan golongan lebih menggantungkan pada miskin. perdagangan dan perindustrian sehingga Tata pemerintahan yang buruk (bad lalu lintas uang lebih besar daripada di governance) menyebabkan lemahnya desa yang menggantungkan hidup pada pelayanan kepada publik (public pertanian. service) dan terjadinya korupsi, kolusi Rendahnya tingkat pendapatan dan nepotisme. masyarakat desa. Kurang terpenuhinya kebutuhan dasar Terbatasnya lapangan pekerjaan, (sandang, pangan dan papan) yang biasanya hanya menggantungkan pada memadai. Biasanya kemiskinan akan pertanian dan kelautan. menimbulkan pemukiman kumuh Rendahnya kualitas kesehatan (slum), kekurangan makanan akan masyarakat. menimbulkan tingkat kesehatan yang Kurangnya kesempatan memperoleh rendah dan rentan terhadap penyakit. kredit usaha. Akses informasi yang kurang. Kurangnya produktivitas usaha. Tingkat kriminalitas yang tinggi. Kurangnya pendidikan yang berkualitas. Terbatasnya sumberdaya ekonomi Kurang terpenuhinya kebutuhan dasar strategis. Mereka akan menempati (sandang, pangan dan papan). pekerjaan yang memiliki penghasilan Sistem pertanian masih bertumpu pada rendah. Biasanya tersebar pada sektor cara tradisional. informal. Sistem Pemerintahan yang buruk (bad Kurangnya partisipasi dalam governance), terjadinya korupsi, kolusi perpolitikan/pemerintahan dan nepotisme. menyebabkan kurang berperan dalam Kurangnya akses akan informasi. pengambilan keputusan publik. Kurangnya akses mendapatkan air Sistem penataan kota yang kacau mulai bersih. dari perumahan, perkantoran, Lingkungan yang kurang mendukung, transportasi dan regulasi. seperti kekeringan berkepanjangan. Kurangnya partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan publik pada tingkat yang lebih tinggi. Kurangnya budaya menabung, investasi dan disiplin dalam masyarakat.

30 2.2 Program Penanggulangan Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah penting yang harus ditanggulangi oleh pemerintah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dengan melakukan pemberdayaan masyarakat. Sasaran pemberdayaan itu adalah terciptanya manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam sasaran jangka panjang kedua sasaran ini ditegaskan kembali dengan menggaris bawahi terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju, moderen dan mandiri dalam suasana tentram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan Pancasila (BPS, 2005). Telah banyak dilakukan berbagai program untuk menanggulangi kemiskinan yang terjadi di Indonesia, diantaranya program terpadu Program Keluarga Sejahtera (Prokesra) untuk Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan (MPMK) yang dirancang oleh Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordonasi Keluarga Berencana Nasional pada tahun 1997, program pembangunan keluarga sejahtera merupakan kelanjutan dari upaya membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera yang dimulai pada tahun 1970, program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang pelaksanaanya dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri) yang bertujuan membantu 22,5 juta jiwa penduduk miskin, Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos) berperan dan memberikan sumbangan kepada penghapusan kemiskinan dan program pembangunan keluarga dan penduduk melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) serta upaya pengembangan wilayah melalui Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK).

31 Gambar 1. Pola Penyaluran Dana Program Terdapat paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan. Sasaran dalam paradigma ini adalah pembangunan manusia, langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan perubahan struktur masyarakat antara lain: kesempatan kerja/berusaha, peningkatan kapasitas/pendapatan, perlindungan sosial/ kesejahteraan, dan yang menjadi fokus adalah penduduk miskin produktif pada kisaran usia antara tahun. Dalam paradigma ini peranan stakeholder dibagi menjadi empat bagian yaitu pemerintah sebagai fasilitator, masyarakat sebagai pelaku usaha, perbankan sebagai sumber pembiayaan, dan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB)/Business Development Services (BDS) sebagai pendamping. Tujuan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peran aktif masyarakat dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi serta memperkukuh martabat manusia dan bangsa. Hal ini akan dicapai dengan dua upaya yaitu mengurangi beban orang miskin dan meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat miskin produktif. Pola penyaluran dana program dapat dilihat lebih jelas pada

32 Gambar 1. sedangkan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pada Gambar 2. 3 Gambar 2. Strategi Penanggulangan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Usaha Mikro Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsipprinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005] 4. 3 Prof.Dr.Gunawan W. Program Penanggulangan Kemiskinan. diakses 19 Agustus Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). diakses 29 agustus 2008.

33 Tujuan program ini adalah terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilainilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya; Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM); Mengedepankan peran Pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat. Kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (stakeholders) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin (KUBE-FM) adalah himpunan dari keluarga yang tergolong miskin dengan keinginan dan kesepakatan bersama membentuk suatu wadah kegiatan, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsa sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, dan tinggal dalam satuan wilayah tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas anggotanya, meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota, 5 Konsep P2KP. diakses 29 Agustus 2008

34 memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama (Depsos RI, 2005). Tujuan program secara umum adalah berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial keluarga miskin melalui program pemberdayaan dan pendayagunaan potensi serta sumber kesejahteraan sosial bagi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Secara khusus program ini bertujuan : 1. Meningkatkan pendapatan keluarga miskin 2. Mewujudkan kemandirian usaha sosial-ekonomi keluarga miskin 3. Meningkatkan aksesibilitas keluarga miskin terhadap pelayanan sosial dasar, fasilitas pelayanan publik dan sistem jaminan kesejahteraan sosial 4. Meningkatkan kepedulian dan tanggunga jawab sosial masyarakat dan dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan 5. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah masalah kemiskinan 6. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin. Sasaran program ini adalah keluarga fakir miskin yang tidak mempunyai sumber pencaharian atau memiliki mata pencaharian tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, air bersih, kesehatan dan pendidikan). Kriteria yang menjadi kelompok sasaran program adalah kepala atau anggota yang mewakili keluarga fakir miskin, memiliki identitas kependudukan, mepunyai usaha atau berniat usaha, usia produktif dan memiliki keterampilan, mampu bertanggung jawab sendiri, bersedia mematuhi aturan KUBE FM (Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin).

35 Landasan hukum pelaksanaan program bantuan sosial fakir miskin melalui KUBE FM meliputi: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 tahun 1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 106 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi 6. Keputusan Presiden RI Nomor 124 tahun 2001 dan Nomor 8 tahun 2002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan 7. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 50/PENGHUK/2002 tentang penanggulangan kemiskinan 8. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial RI. Sebuah KUBE FM dalam pelaksanaan kegiatannya mengalami beberapa tahap, berdasarkan kriteria pentahapan perkembangan KUBE-FM dari Dinas Sosial, maka tahap perkembangannya sebagai berikut (Andayasari, 2006). 1. Tahap Tumbuh a. Sudah ada pendamping KUBE (Pembina Usaha dan Unsur Aparat Desa) b. Pernah mengikuti pelatihan

36 c. Pengurus dan organisasi KUBE telah dibentuk sebanyak 10 orang d. Sudah menerima bantuan permakanan e. Telah menerima bantuan UEP (Usaha Ekonomi Produktif) f. Kegiatan kelompok baru berjalan 2. Tahap Berkembang a. Kegiatan kelompok sudah dijalankan sesuai dengan kepengurusan b. Keuntungan UEP sudah ada untuk kesejahteraan anggota dan IKS (Iuran Kesetiakawanan Sosial) c. Kepercayaan dan harga diri anggota KUBE dan keluarga meningkat d. Pergaulan antara anggota KUBE dengan masyarakat sudah semakin positif e. Hasil usaha sudah didapat 3. Tahap maju/mandiri a. Keuntungan UEP meningkat sehingga modal semakin besar b. Mampu menyisihkan dana IKS untuk anggota kelompok, keluarga miskin lainnya dan berpartisipasi dalam pembangunan desa c. Manajemen UEP sudah dilekola dengan baik d. Hubungan bisnis dengan lembaga ekonomi dan pengusaha baik dan menguntungkan. e. Hubungan sosial dengan masyarakat dan lembaga-lembaga sosial sudah semakin baik dan melembaga f. Kegiatan UEP semakin maju dan berkembang KUBE bagi fakir miskin merupakan sarana untuk meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), memotivasi warga miskin untuk lebih maju secara ekonomi dan sosial, meningkatkan interaksi

37 dan kerjasama dalam kelompok, mendayagunakan potensi dan sumber sosial ekonomi lokal, memperkuat budaya kewirausahaan, mengembangkan akses pasar dan menjalin kemitraan sosial ekonomi dengan pihak terkait. Kegiatan usaha diberikan dalam bentuk pemberian bantuan modal usaha dan sarana prasarana ekonomi. Kelembagaan KUBE-FM ditandai dengan: (1) Jumlah anggota KUBE yaitu diawali oleh pembentukan kelompok-kelompok yang terdiri dari 5-10 orang. Satu kelompok KUBE-FM dapat memilih anggotanya yang bukan termasuk kategori fakir miskin (poorest), namun masih termasuk kategori miskin (poor) atau hampir miskin (near poor) dan mempunyai kemampuan serta potensi; (2) Ikatan pemersatu, yaitu kedekatan tempat tinggal, jenis usaha atau keterampilan anggota, ketersediaan sumber, latar belakang kehidupan budaya, memiliki motivasi yang sama, keberadaan kelompok masyarakat yang sudah tumbuh berkembang lama; (3) Struktur dan kepengurusan KUBE, yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan bendahara. (Depsos RI, 2005). Dalam penelitian ini akan dibahas efektivitas dari Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam upaya pemberdayaan fakir miskin di wilayah perkotaan. Program pemberdayaan fakir miskin di wilayah perkotaan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial keluarga fakir miskin yang tinggal di wilayah perkotaan. Sasaran program adalah keluarga fakir miskin yang tinggal di wilayah perkotaan, termasuk fakir miskin di pemukiman kumuh, pemukiman ilegal, kawasan jasa dan perdagangan dan bantaran sungai (Depsos, 2005). Komponen kegiatan pemberdayaan fakir miskin meliputi: (1) Penjajakan lokasi dan pemetaan kebutuhan; (2) Sosialisasi program; (3) Pendampingan

38 sosial; (4) Identifikasi dan seleksi; (5) Studi kelayakan usaha; (6) Bantuan sosial berupa santunan hidup dan akses jaminan kesejahteraan sosial, bantuan modal usaha ekonomi produktif melalui kelompok usaha bersama (KUBE), penguatan modal usaha melalui lembaga keuangan mikro (LKM), rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni, penataan sarana lingkungan kumuh, insentif tabungan sejahtera, fasilitas usaha kesejahteraan sosial; (7) Pengembangan kemitraan sosial dengan lembaga/instansi sektor lain, perguruan tinggi, dunia usaha, LSM/Orsos dan kalangan perbankan; Serta (8) Monitoring dan evaluasi (Depsos, 2005). 2.3 Efektivitas Ilham, Siregar, dan Priyarsono. (2006) menyatakan efektivitas dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencapai hasil yang maksimal dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kaitannya dengan kebijakan, menurut Ramdan, Yusran dan Darusman (2003) dalam Ilham dkk. (2006) ukuran efektivitas kebijakan adalah: (1) Efisiensi: suatu kebijakan harus mampu meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya secara optimal; (2) Adil: bobot kebijakan harus ditempatkan secara adil, yakni kepentingan publik tidak terabaikan; (3) Mengarah Kepada insentif: suatu kebijakan harus mengarah kepada atau merangsang tindakan dalam perbaikan dan peningkatan sasaran yang ditetapkan; (4) Diterima oleh Publik: oleh karena diperuntukkan bagi kepentingan publik maka kebijakan yang baik harus diterima oleh publik; dan (5) Moral: suatu kebijakan harus dilandasi oleh moral yang baik. Ukuran efektivitas yang digunakan Sanim (1998) dan Simatupang (2002) dalam Ilham dkk. (2006) adalah pendekatan ekonometrika dari nilai elastisitas dan tingkat signifikansi peubah independent terhadap peubah dependen. Jika

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN

ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN ANALISIS EFEKTIVITAS KELOMPOK USAHA BERSAMA SEBAGAI PROGRAM PEMBERDAYAAN RAKYAT MISKIN PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan) Oleh: MUTIARA PERTIWI A14304025 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN KEMISKINAN DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh. Nia Kurniawati Hidayat A

ANALISIS HUBUNGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN KEMISKINAN DI PROPINSI JAWA BARAT. Oleh. Nia Kurniawati Hidayat A ANALISIS HUBUNGAN KOMPONEN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN KEMISKINAN DI PROPINSI JAWA BARAT Oleh Nia Kurniawati Hidayat A14304086 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 TAHAPAN I (2005-2009) TAHAPAN I (2010-2014) TAHAPAN II (2015-2019) TAHAPAN IV (2020-2024) 1. Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan)

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) Oleh BUDI LENORA A14304055 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI

RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI Tedi Erviantono FISIP Universitas Udayana, Bali Jl. PB Sudirman Bali E-mail : erviantono2@yahoo.com Abstrak Kondisi kemiskinan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan

lintas program dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SALATIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN INDEKS KEMISKINAN MANUSIA 81 Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5.1. Arah dan Kebijakan Umum Arah dan kebijakan umum penanggulangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR : 21 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa percepatan penurunan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PNPM Mandiri merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang 1945 alinea ke 4. Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Transmigrasi

Lebih terperinci

PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG. Oleh : Nur Fajri Rahmawati A

PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG. Oleh : Nur Fajri Rahmawati A PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG Oleh : Nur Fajri Rahmawati A14304071 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai salah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian kesejahteraan sosial Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR Oleh : PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci