SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN"

Transkripsi

1 SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN SKRIPSI ANGGIE FITRIANI EKA PUTRI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN ANGGIE FITRIANI EKA PUTRI Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi pada Lama Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang populer di Indonesia ataupun di beberapa negara asia lainnya. Produk olahan ini banyak disukai oleh masyarakat umum dengan bahan utamanya daging. Bakso disukai karena harganya relatif murah, enak dan kaya nilai gizi. Daging yang sering digunakan adalah daging sapi segar prerigor yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa disimpan dahulu. Penelitian ini mencoba untuk mengkombinasikan bakso daging sebagai sumber protein hewani dengan penambahan karagenan yang bersifat organik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari Bahan utama yang digunakan adalah daging sapi segar prerigor empat dan enam jam postmortem yang dibeli di pasar tradisional di Bogor dan karagenan yang dibeli di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bahan lainnya adalah garam, es batu, bawang putih, lada dan tepung tapioka. Penelitian ini menggunakan dua jenis perlakuan. Perlakuan pertama adalah penggunaan daging sapi dengan lama postmortem empat dan enam jam sedangkan perlakuan kedua adalah taraf penambahan kombinasi tepung tapioka dan karagenan (20% tapioka, 5% karagenan + 15% tapioka dan 2,5% karagenan + 17,5% tapioka). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 2x3 dengan tiga ulangan. Hasil uji fisik dianalisis dengan Anova, jika berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Tukey. Data Organoleptik dijelaskan dengan menggunakan metode Kruskal Wallis. Peubah yang diamati adalah sifat fisik (ph, daya mengikat air dan kekenyalan) dan organoleptik (warna, aroma, tekstur, rasa dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan lama postmortem daging dan penambahan karagenan berbeda nyata (P<0,05) terhadap ph dan daya mengikat air bakso, namun tidak berpengaruh terhadap kekenyalan bakso. Terdapat interaksi antara lama postmortem dengan penambahan karagenan (P<0,05) terhadap nilai ph bakso. Penambahan karagenan hingga 5% mempengaruhi warna dan kekenyalan bakso sedangkan aroma, tekstur dan rasa tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Kata-kata kunci : bakso daging sapi, karagenan, lama postmortem

3 ABSTRACT Physical Characteristics and Organoleptic Sensory of Meatball With Different Periode of Postmortem and Carrageenan Putri, A.F.E., Komariah, and H. Nuraini The objective of this research was to study the quality and palatability of meatball at the differences postmortem periods and combination of flour. The experiment was used a Completely Randomized Design, with two treatments (postmortem periods and combination of carrageenan) and three replications. Variables observed were ph, water holding capacity (WHC), firmness, colour, aroma and taste. The data were analyzed by Analysis of Variance and differences among treatments were tested with Tukey. The results showed that different periods postmortem and combination of carrageenan have significant effect to ph and WHC, but no differences for firmness. There is interaction between treatments for ph of meatball. Hedonic test has been used to analize organoleptic of meatball. Panelists give netral favoured for the organoleptics sensory of meatball. Keywords : meatball, carrageenan, postmortem

4 FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN ANGGIE FITRIANI EKA PUTRI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO DAGING SAPI PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN Oleh ANGGIE FITRIANI EKA PUTRI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 15 Juni 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Hj. Komariah, M.Si Dr. Ir Henny Nuraini, M.Si Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 30 Mei Penulis adalah anak pertama dari pasangan bapak Agus Sutedja dan ibu Yayah Sadiah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN Karsanagara, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 2 Tasikmalaya dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Tasikmalaya. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Penulis kembali diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi mahasiswa diantaranya himpunan mahasiswa Tasimalaya (HIMALAYA) dan beberapa keanggotaan profesional lainnya.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat ALLAH AWT atas segala rahmat, karunia, hidayah serta kasih sayang-nya sehingga Penulis diberi kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam disampaikan kepada baginda Rasulallah Muhammad SAW, yang memberikan petunjuk pada zaman yang penuh keberkahan ini. Judul penelitian ini adalah Sifat Fisik dan Organoleptik Bakso Daging Sapi pada Lama Postmortem yang Berbeda dengan Penambahan Karagenan. Skripsi ini membahas tentang pembuatan bakso dengan menggunakan daging sapi pada lama postmortem yang berbeda dengan taraf penggunaan karagenan. Daging sapi segar prerigor yang digunakan untuk pembuatan bakso ini memiliki jumlah protein yang terekstrak lebih besar dibandingkan fase rigormortis. Perbedaan lama postmortem daging dan penambahan karagenan diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih baik dalam kualitas fisik maupun organoleptik sebagai produk daging olahan. Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini. Penulis dengan rendah hati berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan ilmu dan informasi mengenai bakso daging sapi. Bogor, Juli 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Daging... 3 Bakso... 5 Bahan Pembuatan Bakso... 5 Bahan Pengisi... 5 Es atau Air Es... 6 Garam... 6 Bumbu... 6 Pengolahan Bakso... 6 Karagenan... 7 Kualitas Fisik Bakso... 9 Nilai ph... 9 Daya Mengikat Air Kekenyalan Kualitas Organoleptik Bakso Warna Aroma Rasa Kekenyalan Tekstur METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Perlakuan Peubah yang Diamati i ii iii iv v vi vii viii ix x

9 Prosedur Nilai ph Daging Daya Mengikat Air Daging Nilai ph Bakso Kekenyalan Daya Mengikat Air Bakso Organoleptik HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Daging Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Bakso Nilai ph Daya Mengikat Air Kekenyalan Pengaruh Perlakuan terhadap Organoleptik Bakso Warna Aroma Tekstur Rasa Kekenyalan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Kimia Daging Sapi bagian Gandik dan Lemusir Berdasarkan Analisis Proksimat Komposisi Kimia Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii Spesifikasi Mutu Karagenan Rataan Nilai ph dan mg H 2 O Daging Sapi Rataan Nilai ph Bakso Daging Sapi Rataan Nilai Daya Mengikat Air Bakso Daging Sapi Rataan Nilai Kekenyalan Bakso Daging Sapi Rataan dan Modus Uji Hedonik Warna Bakso Daging Sapi Rataan dan Modus Uji Hedonik Aroma Bakso Daging Sapi Rataan dan Modus Uji Hedonik Tekstur Bakso Daging Sapi Rataan dan Modus Uji Hedonik Rasa Bakso Daging Sapi Rataan dan Modus Uji Hedonik Kekenyalan Bakso Daging Sapi... 32

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pengaruh ph terhadap Daya Mengikat Air Pola Penurunan ph Postmortem Tahapan Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi Rataan Nilai ph Bakso Daging Sapi... 23

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Formulir Uji Hedonik Bakso Sidik Ragam ph Bakso Daging Sapi Sidik Ragam DMA Bakso Daging Sapi Sidik Ragam Kekenyalan Bakso Daging Sapi Uji Lanjut Tukey ph Bakso Daging Sapi pada 4 jam Postmortem Uji Lanjut Tukey ph Bakso Daging Sapi pada 6 Jam Postmortem Uji Lanjut Tukey DMA Bakso Daging Sapi pada 4 Jam Postmortem Uji Lanjut Tukey DMA Bakso Daging Sapi pada 6 Jam Postmortem Kruskal-Wallis Warna Bakso Daging Sapi Uji Lanjut Gibbons terhadap Nilai Hedonik Warna Bakso Daging Sapi Uji Kruskal-Wallis Aroma Bakso Daging Sapi Uji Kruskal-Wallis Tekstur Bakso Daging Sapi Uji Kruskal-Wallis Rasa Bakso Daging Sapi Uji Kruskal-Wallis Kekenyalan Bakso Daging Sapi Uji Lanjut Gibbons terhadap Nilai Hedonik Kekenyalan Bakso Daging Sapi. 44

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan pangan hewani yang memiliki nilai jual tinggi dan sangat digemari masyarakat. Daging dapat diartikan sebagai salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini tidak semua masyarakat Indonesia dapat mengkonsumsi daging. Pemenuhan kebutuhan protein hewani untuk meningkatkan gizi suatu bangsa masih terus digalakan khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu produk olahan daging yang sudah lama dikenal dan sangat digemari masyarakat Indonesia adalah bakso. Pendistribusian bakso di wilayah Indonesia sudah sangat luas sehingga produk ini memegang peranan penting dalam penyebarluasan protein hewani bagi konsumsi zat gizi masyarakat Indonesia. Ciri khas dari produk bakso ini adalah bentuknya yang bulat menyerupai bola padat yang sangat menarik. Produk ini mempunyai bahan baku utama daging dan bahan tambahan lainnya seperti tepung, garam, es, Sodium Tripolyposphat (STPP) dan bumbu penyedap. Bakso banyak diminati karena rasanya yang enak, harganya relatif murah dan kaya nilai gizi. Daging yang sering digunakan adalah daging sapi segar prerigor yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa disimpan dahulu. Jumlah protein yang dapat terekstrak dari daging pada fase prerigor akan lebih besar dibandingkan fase rigormortis. Pembuatan bakso dengan menggunakan daging segar prerigor akan menghasilkan bakso yang kenyal dan kompak. Produsen bakso sering merasa kesulitan untuk mendapatkan daging segar karena harus bersaing dengan produsen bakso yang lain, disamping waktu pembelian daging yang harus dilakukan dini hari. Penggunaan daging segar prerigor empat dan enam jam postmortem diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut sehingga akan menghasilkan bakso dengan kualitas fisik dan palatabilitas yang dapat diterima konsumen. Bakso merupakan produk emulsi yang memerlukan bahan tambahan dalam proses pembuatannya. Bahan-bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan bakso akan menentukan kualitas bakso yang dihasilkan. Salah satu bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan bakso adalah bahan pengenyal. Penambahan

14 bahan pengenyal pada bakso biasanya menggunakan bahan kimia anorganik yang jika digunakan dalam jumlah besar dapat menimbulkan efek samping. Penambahan bahan pengenyal organik seperti karagenan diharapkan dapat memperbaiki tekstur, meningkatkan daya mengikat air dan kekenyalan gel produk pada bakso yang dihasilkan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas fisik (ph, daya mengikat air dan kekenyalan) dan palatabilitas terhadap bakso daging sapi pada lama postmortem yang berbeda dengan penambahan karagenan.

15 TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging merupakan semua jaringan hewan beserta produk hasil pengolahannya yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging. Daging juga tersusun dari jaringan ikat, epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak (Soeparno, 2005). Hewan yang telah dipotong (postmortem), fungsi otot tidak langsung berhenti dan otot menjadi daging, tetapi masih terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia untuk beberapa jam bahkan beberapa hari. Proses ini merupakan proses konversi otot (muscle) menjadi daging (meat) (Natasasmita et al., 1987). Selama jam pertama postmortem, proses yang dominan adalah glikolisis postmortem. Perubahan degradatif termasuk denaturasi protein dan proteolisis terjadi sebelum ph ultimat atau ph akhir karkas atau daging tercapai. Penurunan ph karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan). Pada dasarnya, temperatur tinggi meningkatkan laju penurunan ph, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan ph (Soeparno, 2005). Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor yang sangat mempengaruhi sifat fisik daging setelah pemotongan adalah ph dan daya mengikat air daging. Nilai ph adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi daya mengikat air daging antara lain meliputi ph daging, metode pemasakan, lemak intramuskular atau marbling, jenis otot dan lokasi otot daging (Soeparno, 2005). Komposisi kimia daging bervariasi dan bergantung pada spesies ternak, umur, jenis kelamin, makanan serta letak dan fungsi bagian daging tersebut di dalam tubuh. Menurut Lawrie (2003), daging juga dapat dipengaruhi oleh bangsa dan aktivitas ternak tersebut saat masih hidup. Secara umum komposisi kimia daging

16 terdiri dari protein, air, lemak, karbohidrat dan mineral. Komposisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Sapi Bagian Gandik dan Lemusir Berdasarkan Analisis Proksimat Gandik Lemusir Mentah Masak Mentah Masak Air (%) 66,6 54,7 55,7 43,9 Protein (%) 20,2 28,6 16,9 23 Lemak (%) 12,3 15,4 26,7 32 Abu (%) 0,9 1,3 0,8 1,1 Sumber : Schweigert (1987) Secara umum, kandungan gizi daging terdiri atas protein, air, lemak, karbohidrat dan mineral (Aberle et al., 2001). Berbeda dengan daging segar, daging olahan mengandung lebih sedikit protein dan air, dan lebih banyak lemak dan mineral. Kenaikan persentase mineral daging olahan disebabkan penambahan bumbu-bumbu dan garam, sedangkan kenaikan nilai kalorinya disebabkan penambahan karbohidrat dan protein yang berasal dari biji-bijian, tepung dan susu skim (Soeparno, 2005). Berdasarkan komposisi kimia daging bahwa kandungan lemak, air, protein, abu untuk setiap potongan daging berbeda. Daging bagian gandik mentah maupun masak memiliki kandungan lemak yang lebih sedikit dibandingkan dengan daging bagian lemusir sehingga daging bagian gandik sering digunakan dalam pembuatan bakso. Sunarlim (1992) menyatakan bahwa daging yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah daging segar prerigor yang mengandung protein aktin sebesar % dan sangat baik digunakan dalam pembentukan emulsi. Pada daging segar prerigor biasanya jumlah protein aktinnya sedikit, karena telah berikatan dengan miosin membentuk aktomiosin. Daging sapi yang digunakan untuk membuat bakso adalah daging segar prerigor yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa disimpan dahulu. Jumlah protein yang dapat terekstrak dari daging pada fase prerigor akan lebih besar dibandingkan fase rigormortis. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa jika otot dibekukan sebelum

17 terjadinya proses rigormortis, dimana tingkat ph dan ATP masih tetap tinggi maka proses enzimatis yang berkaitan akan terhenti dan akan tetap terhenti selama penyimpanan beku. Jika terjadi pencairan kembali atau thawing maka proses tersebut akan kembali lagi bersama proses rigormortis. Proses ini dinamakan thaw rigor. Bakso Bakso daging menurut SNI No merupakan produk makanan berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari campuran daging (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (DSN, 1995). Pembuatan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging dan bahan pengisi, serta bahan tambahan yang umumnya terdiri dari garam, STPP, dan es. Bahan Pembuatan Bakso Bahan Pengisi. Tepung berpati sebagai bahan pengisi dapat digunakan untuk meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Disamping itu, tepung berpati dapat mengabsorbsi air dua sampai tiga kali dari berat semula sehingga adonan bakso menjadi lebih besar (Ockerman, 1983). Salah satu bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung tapioka. Menurut Rusmono (1983) tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu yang telah mengalami proses pencucian dan dilanjutkan dengan pengeringan. Berdasarkan SNI No , bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan bakso maksimum 50% (DSN, 1995). Jika jumlah bahan pengisi yang ditambahkan semakin tinggi maka dapat menyebabkan kekerasan objektif bakso semakin meningkat (Purnomo, 1990). Menurut deman (1989) pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat sebagai butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Pati akar dan umbi (kentang, ketela dan tapioka) membentuk pasta sangat kental dan mengandung bagian-bagian panjang. Pasta ini biasanya jernih dan pada

18 pendinginan hanya membentuk gel lunak. Es atau Air Es. Menurut Ockerman (1983), salah satu tujuan penambahan es atau air es pada produk emulsi daging adalah menurunkan panas produk yang ditimbulkan oleh gesekan selama penggilingan. Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa jika panas pada proses penggilingan berlebih maka emulsi akan pecah dan produk tidak akan bersatu selama pemasakan. Penambahan es pada pembentukan emulsi daging bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi, (4) mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah akibat pemanasan mekanis (Pearson et al., 1984). Garam Dapur (NaCI). Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa garam yang ditambahkan pada daging yang digiling akan meningkatkan protein miofibril yang terekstraksi. Protein ini memiliki peranan penting sebagai pengemulsi. Fungsi garam adalah menambah atau meningkatkan rasa dan memperpanjang masa simpan (shelf-life) produk. Menurut Sunarlim (1992), penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut. Bumbu. Bumbu adalah bahan yang ditambahkan ke dalam komposisi suatu produk untuk memperbaiki citarasa produk tersebut. Tujuan utama penambahan bumbu adalah untuk meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan dan sebagai bahan alami (Farrel, 1990). Lada dan bawang putih digunakan pada beberapa resep produk daging seperti bakso (Aberle et al., 2001). Pengolahan Bakso Menurut Pandisurya (1983) dan Indrarmono (1987), pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri atas empat tahap yaitu (1) penghancuran daging, (2) pembuatan adonan, (3) pencetakan dan (4) pemasakan. Bakso sendiri terdiri dari daging dan bahan tambahan lain seperti tepung, garam, es, STPP dan bumbu penyedap.

19 Penyimpanan adonan sebelum dilakukan pembentukan bertujuan meningkatkan jumlah protein larut garam dalam emulsi atau adonan bakso sehingga dapat memperbaiki sifat fisik bakso yang dihasilkan (Indrarmono, 1987). Menurut Pandisurya (1983), pemasakan bakso dilakukan dalam dua tahap, bertujuan agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Perendaman bakso pada suhu C bertujuan untuk membentuk bakso, lalu bakso direbus dalam air dengan suhu 100 C untuk mematangkannya. Karagenan Karagenan adalah polimer galaktosa (Fardiaz, 1989). Karagenan (Carrageenan) memiliki klasifikasi Kappaphycus alvarezii menurut Chapman dan Chapman (1980) adalah filum Rhodophyta, sub kelas Floridae, kelas Rhodopyceae, ordo Gigartinales, famili Soliriaceae, genus Kappaphycpus, spesies Kappaphycus alvarezii (Doty), Eucheuma cottonii (nama dagang). Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman, 1983). Karagenan merupakan hasil olahan rumput laut (seaweeds) yang sebenarnya tergolong ke dalam alga, yaitu kelompok tumbuhan sederhana yang tidak berdaun, berbatang, dan berakar. Alga sendiri berasal dari bahasa Latin algor yang berarti dingin. Menurut Keeton (2001), karagenan dapat menyerap air sehingga menghasilkan tekstur yang kompak. Karagenan juga meningkatkan rendemen, meningkatkan daya serap air, menambah kesan juiceness, meningkatkan kemampuan potong produk dan melindungi produk dari efek pembekuan dan thawing. Karagenan dapat dicampurkan bersama daging, larutan garam, tepung dan bahan tambahan pangan lainnya ke dalam mixer, blender atau tumbler. Adapun komposisi kimia dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat tiga macam karagenan yang banyak dimanfaatkan yaitu lambda, iota, dan kappa karagenan. Iota karagenan diekstraksi dari Eucheuma spisonum, Lambda karagenan dari Chondrus crispus dan Kappa karagenan dari Eucheuma cottoni, baik melalui proses semi refine maupun refine. Terdapat beberapa istilah untuk semi refine karagenan (SRC) yaitu seperti Alkali Treated Carrageenan (ATC),

20 Alkali Modified Flour (AMF) dan Seaweed Flour (SF). Semirefine carrageenan ini merupakan bahan baku untuk industri karagenan yang sudah melalui perlakuan alkali (Istini et al., 1991). Tabel 2. Komposisi Kimia Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii Komposisi Jumlah Air (%) 12,90 Protein (%) 5,12 Lemak (%) 0,13 Karbohidrat (%) 13,38 Serat kasar (%) 1,39 Abu (%) 14,21 Mineral Ca (ppm) 52,82 Mineral Fe (ppm) 0,11 Riboflavin (mg/100g) 2,26 Vitamin C (mg/100g) 4,00 Karagenan (%) 65,75 Sumber: Istiani et al. (1986) Standar mutu karagenan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos pada saringan 60 mesh dan memiliki densitas 0,7 (yang diendapkan oleh alkohol) dengan kadar air 15% pada Rh 50 dan 25% pada Rh 70. Penggunaan ini biasanya dilakukan pada konsentrasi kation yang terdapat dalam sistem (Winarno, 1996). Pembuatan tepung karagenan dari alga laut secara umum terdiri atas penyiapan bahan baku, proses ekstraksi, penyaringan, pengendapan dan pengeringan produk. Karagenan merupakan tepung berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau dan memiliki rasa getah (mucilaginous). Karagenan larut dalam air pada suhu sekitar 80 o C dan membentuk larutan kental (Food Chemicals Codex, 1980). Spesifikasi mutu karagenan menurut Food Chemicals Codex dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi Mutu Karagenan Kriteria Uji Persyaratan Arsen (As) Maks 3 ppm Abu tidak larut asam Maks 1% Total abu Maks 35% Logam berat Maks 0,004% Lead Maks 10 ppm Penyusutan pada pengeringan Maks 12 % Sulfat % berdasarkan BK Viskositas larutan 1,5% Min 5 cp pada suhu 75 C Sumber: Food Chemicals Codex (1980)

21 Kualitas Fisik Bakso Niai ph Nilai ph bakso berkaitan dengan protein yang terlarut serta dapat mempengaruhi daya mengikat air suatu produk emulsi. Semakin tinggi nilai ph akan meningkatkan daya mengikat air. Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi ph maka semakin banyak jumlah salt-soluble protein (SSP) yang terekstrak. Besarnya nilai ph dapat digunakan untuk menentukan suatu produk daging bersifat asam, netral atau basa. Nilai ph adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar. Nilai ph daging sangat berpengaruh terhadap sifat fisik daging, yaitu warna, DMA dan kekenyalan. Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa ph daging akan mempengaruhi daya mengikat air yang dihasilkan. Menurut Soeparno (2005), daya mengikat air akan meningkat pada ph yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Pengaruh ph terhadap Daya Mengikat Air Daging (Wismer-Pedersen, 1971) Pengamatan terhadap ph penting dilakukan karena perubahan ph berpengaruh terhadap kualitas bakso yang dihasilkan. Pengukuran ph bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman bakso yang disebabkan oleh ion hidrogen (H + ). Produk akhir yang mengalami pemasakan dan penggaraman bergantung pada ph daging. Temperatur tinggi meningkatkan laju penurunan ph, sedangkan temperatur

22 rendah menghambat laju penurunan ph. Faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya penurunan ph postmortem dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, dan glikogen otot. Faktor ekstrinsik antara lain adalah suhu lingkungan, perlakuan dan stress sebelum pemotongan (Soeparno, 2005). Menurut Aberle et al. (2001) laju penurunan ph daging secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Nilai ph menurun secara bertahap dari 7,0 sampai berkisar 5,6-5,7 dalam waktu 6-8 jam setelah pemotongan dan mencapai ph akhir sekitar 5,3-5,7. Pola penurunan ph ini normal. 2. Nilai ph menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap sampai mencapai ph akhir sekitar 6,5-6,8. Sifat daging yang dihasilkan gelap, keras dan kering sehingga disebut daging dark firm dry (DFD). 3. Nilai ph menurun relatif cepat sampai berkisar 5,4-5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai ph akhir sekitar 5,4-5,6. Sifat daging yang dihasilkan pucat, lembek dan berair, sehingga disebut daging pale soft eksudative (PSE). Gambar 2. Pola Penurunan ph Daging Setelah Pemotongan Daya Mengikat Air (DMA) Menurut Soeparno (2005) daya mengikat air oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar. Pengaruh luar tersebut meliputi pemotongan daging,

23 pemanasan, penggilingan dan tekanan. Menurut Fardiaz. et al (1992) kapasitas menahan air pada daging adalah kemampuan jaringan otot menahan air selama penanganan seperti pemotongan, pemasakan, penggilingan atau pengepresan. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi DMA daging antara lain meliputi ph daging, metode pemasakan, lemak intramuskuler atau marbling, jenis otot dan lokasi otot. Perbedaan DMA antara otot disebabkan oleh perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan. Fungsi otot juga mempengaruhi DMA oleh karena jumlah glikogen masing-masing otot bervariasi. Penurunan daya mengikat air dapat dideteksi dengan adanya eksudasi cairan yaitu drip, yang terdapat pada daging mentah beku yang disegarkan kembali atau kerut pada daging masak. Eksudasi ini berasal dari lemak dan cairan daging (Soeparno, 2005). Peningkatan daya mengikat air biasanya diikuti oleh penurunan drip pada daging beku. Pelayuan meningkatkan daya mengikat air daging pada berbagai macam ph karena terjadi perubahan hubungan air-protein yaitu peningkatan muatan melalui absorpsi ion K + dan pembebasan Ca +. Menurut Ockermen (1983) pati sebagai bahan pengisi dapat meningkatkan daya mengikat air bakso karena kemampuannya menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung dapat mengikat air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula sehingga adonan menjadi lebih besar. Pada proses pemanasan sampai C adonan pati akan membentuk gel, dan ketika didinginkan akan membentuk padatan. Kekenyalan Sifat kenyal merupakan sifat fisik produk dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan. Sifat kenyal dan keras sebenarnya sama-sama menyatakan daya tahan untuk pecah. Perbedaannya adalah sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk pangan yang tidak deformasi, sedangkan sifat kenyal adalah sifat reologi pada produk pangan plastis yang bersifat deformasi (Soekarto, 1990). Kualitas Organoleptik Bakso Soekarto (1990) menyatakan bahwa sifat subjektif pangan disebut organoleptik atau indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra manusia. Kadang-kadang juga disebut sifat sensorik karena penilaiannya berdasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra. Palatabilitas panelis dapat ditunjukan

24 melalui uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, kekenyalan dan tekstur. Warna Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Soeparno, 2005). Warna merupakan refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh indra penglihatan dan ditranmisi dalam sistem syaraf. Perubahan warna dapat ditentukan oleh pembuatan bahan kimia dan perombakan enzim menjadi pigmen.warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan meeningkatkan penerimaan produk. Pada saat pemasakan warna bahan atau produk pangan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau pengolahan, intensitas warna semakin menurun (Elviera, 1998). Warna produk bakso dipengaruhi oleh kualitas warna bahan baku (daging). Aroma Aroma adalah faktor paling penting pada daging. Aroma sukar untuk didefinisikan secara objektif. Evaluasi aroma dan rasa masih tergantung pada pengujian secara sensori (tes panel). Keragaman antara individu dalam respon intensitas dan kualitas terhadap stimulus tertentu menyebabkan pemilihan anggota panel menjadi penting (Lawrie, 2003). Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Soekarto, 1990). Jenis daging yang digunakan, lemak intramuskular, bahan-bahan yang ditambahkan selama pemasakan serta jumlah tepung yang terlalu tinggi akan mempengaruhi aroma bakso, penggunaan tepung yang terlalu banyak akan menutupi aroma daging pada bakso sehingga tidak disukai oleh panelis (Purnomo, 1990). Rasa Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu noda merah jingga pada lidah. Faktor yang

25 mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsistensi dan interaksi pangan dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan. Atribut rasa banyak ditentukan oleh formulasi yang digunakan dan kebanyakan tidak dipengaruhi oleh pengolahan suatu produk pangan (Winarno, 1997). Menurut Surjana (2001), umumnya ada tiga macam rasa yang sangat menentukan penerimaan konsumen yaitu kegurihan, keasinan, dan rasa daging. Tingkat kegurihan produk daging bakso dipengaruhi oleh kadar garam dan kadar daging, semakin tinggi kadar daging maka kegurihannya akan semakin tinggi. Kekenyalan Kekenyalan mempengaruhi palatabilitas seseorang terhadap suatu produk. Kekenyalan didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa kehilangan sifatsifat jaringan yang layak. Kekenyalan melibatkan tekstur, kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam bakso, kemudian mengunyah menjadi potongan yang lebih kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Lawrie, 2003). Tekstur Tekstur makanan berhubungan dengan sifat aliran dan deformasi produk serta cara berbagai struktur unsur dan struktur komponen ditata dan digabung menjadi mikro dan makro struktur (de Man, 1989). Menurut Wirakartakusuma (1992), alasan pokok untuk memanaskan jaringan otot adalah agar terjadi perubahan tekstur. Ada empat mekanisme yang mempengaruhi tekstur selama pemasakan, yaitu: (1) enzim proteolitik dinonaktifkan, (2) denaturasi termal jaringan ikat mengakibatkan pengempukan, (3) terjadi denaturasi protein kontraktil yang berakibat pengerasan dan (4) turunnya DMA, kekurangan cairan seperti air, lemak, dan terjadi penyusutan diameter.

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast Center Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Pebruari sampai Maret Materi Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua macam yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama berupa daging sapi segar prerigor bagian gandik yang diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan Kotamadya Bogor. Bahan tambahan yang digunakan adalah tepung tapioka, es batu, garam dapur, bawang putih, lada dan karagenan yang diperolah dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Peralatan yang digunakan untuk membuat bakso terdiri atas alat untuk membuat adonan bakso yaitu alat penggiling daging sekaligus pencampur adonan (food processor) dan peralatan masak lain. Peralatan yang digunakan untuk melakukan analisa sifat fisik bakso adalah ph-meter, planimeter, carverpress, kertas saring Whatman 41, timbangan, blender, gelas ukur, Sentrifuse, Textur Analyzer TA- XT2i, vortex mixer, penangas air, dan stopwatch. Peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik bakso adalah piring, garpu, gelas, kertas tisu, pisau, kertas kuisioner dan alat tulis. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah penggunaan daging pada empat dan enam jam postmortem, sedangkan faktor kedua adalah taraf penggunaan karagenan yang terdiri atas tiga taraf yaitu 20% tapioka (K0), 17,5 % tapioka + 2,5 % karagenan (K1), 15% tapioka + 5% karagenan (K2). Model Statistik yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut:

27 Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εij Keterangan : Y ijk = Hasil pengamatan sifat fisik bakso dengan menggunakan daging ke-j, bahan tambahan pangan ke-i dan ulangan ke-k µ = Nilai tengah umum α i β j i j = Pengaruh taraf penggunaan karagenan level ke-i = Pengaruh lama postmortem level ke-j = Taraf penggunaan karagenan = Daging dengan lama postmortem yang berbeda (αβ) ij = Pengaruh interaksi antara taraf penggunaan karagenan pada daging dengan lama postmortem yang berbeda ε ij = Pengaruh galat Data diolah dengan pengujian asumsi analisis ragam diantaranya, pengujian keaditifan model, pengujian kehomogenan ragam, pengujian kebebasan galat dan pengujian kenormalan galat. Apabila keempat uji asumsi tersebut terpenuhi maka data diolah dengan menggunakan statistik parametrik. Apabila pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan konsumen. Hasil penilaian oganoleptik dianalisis dengan metode non parametrik sesuai petunjuk Kruskal Wallis. Apabila hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Rumus Gibbons : Ri Rj [K (N+1)/6] 0.5 Jika Ri Rj lebih besar dari Z [K(N+1)/6] 0.5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata pada taraf α. Keterangan : K = jumlah level dalam perlakuan (1, 2, 3,, 6) N = jumlah total data (jumlah panelis x jumlah sampel) Ri = jumlah peringkat dalam contoh ke-i Rj = jumlah peringkat dalam contoh ke-j Z = nilai Z yang kemudian dicari pada tabel Z

28 Perlakuan A1: Daging empat jam postmortem dan 20% tapioka A2: Daging empat jam postmortem dan 17,5% tapioka + 2,5% karagenan A3: Daging empat jam postmortem dan 15 tapioka + 5% karagenan B1: Daging enam jam postmortem dan 20% tapioka B2: Daging enam jam postmortem dan 17,5% tapioka + 2,5% karagenan B3: Daging enam jam postmortem dan 15 tapioka + 5% karagenan Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini diantaranya yaitu pengujian sifat fisik yang meliputi ph, Daya Mengikat Air dan Kekenyalan. Penilaian Organoleptik dilakukan untuk mengetahui daya terima terhadap bakso daging sapi. Prosedur Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan formulasi penambahan karagenan dan tapioka sehingga dihasilkan formula bakso yang tepat. Formula tersebut terdiri atas 0% karagenan dan 20% tapioka, 10% karagenan dan 10% tapioka, 15% karagenan dan 5% tapioka. Daging yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah daging sapi yang telah dibersihkan dari lemak permukaan. Daging yang telah dibersihkan dipotong kecilkecil. Potongan daging yang telah siap tersebut dimasukkan ke dalam alat food processor bersama dengan es batu dan garam lalu digiling halus selama satu menit. Lada, bawang putih, tepung tapioka dan karagenan digiling kembali selama satu menit. Setelah terbentuk adonan, selanjutnya adonan didiamkan selama 10 menit. Adonan kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan untuk dimasukkan dalam air panas dengan suhu 80 C selama 15 menit, lalu bakso diangkat dan dimasak kembali dalam air mendidih dengan suhu 100 C selama kurang lebih 10 menit. Tahapan proses pembuatan bakso dapat dilihat pada Gambar 3.

29 150 gram daging dibersihkan lemak permukaannya, dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam food processor Ditambahkan 20% es batu, 5% NaCl Digiling halus selama 1 menit Ditambahkan 0,2% lada, tapioka/karagenan dan bawang putih Digiling kembali selama 1 menit Adonan yang terbentuk didiamkan selama 10 menit dan disimpan dalam refrigerator dengan suhu 10 C Adonan dicetak berbentuk bulat-bulatan bakso bakso dimasukkan ke dalam panci yang berisi air panas (80 C) selama 15 menit bakso dimasak kembali pada air panas (100 C) selama 10 menit Bakso diangkat dan ditiriskan selama 15 menit Analisa fisik dan uji organoleptik bakso Gambar 3. Tahapan Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

30 Nilai ph daging (Soeparno, 2005). Sampel daging diukur dengan menggunakan ph-meter Probe merk Hanna Instruments HI Alat ph meter mula-mula dikalibrasi dengan larutan buffer pada ph 4 dan 7. Elektroda dibilas menggunakan aquades dan dikeringkan. Alat ph-meter ditusukkan ke dalam sampel daging kira-kira 2-4 cm. Nilai ph diperoleh dengan membaca skala tersebut. Daya Mengikat Air Daging (Soeparno, 2005). Pengukuran daya mengikat air dianalisis dengan menghitung nilai mgh 2 O dengan menggunakan metode Hamm, yaitu dengan cara mengambil sampel daging sebanyak 0,3 gram, kemudian sampel disimpan diantara dua kertas saring tipe Whatman 41. Setelah itu, sampel tersebut dipress dengan menggunakan carverpress selama lima menit dengan tekanan 35 kg/cm 2. Batas antara daging dengan air ditandai, lalu ukur dengan Planimeter merk Hruden dengan cara, batas luar (wet area) diberi tanda dengan titik, lalu putar searah jarum jam, angka yang dihasilkan sebelum diputar dan sesudah diputar dibaca, dan ini juga berlaku untuk mengukur luas lingkaran dalam. Daerah basah (cm 2 ) = luas lingkaran luar luas lingkaran dalam x 6,45 cm 2 1. Angka yang diperoleh dalam satuan inchi dikonversikan ke dalam sentimeter, (1 inchi = 2.54 cm). setelah didapatkan hasilnya, baru kemudian dicari hasilnya dengan rumus : mg H 2 O = 2 daerah basah( cm ) - 8,0 0,0948 mgh 2O % mg H 2 O = 100% 300 Nilai ph bakso (AOAC, 1995). Nilai ph bakso diukur dengan menggunakan ph-meter merek Orion model 210A dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai ph 4 dan 7. Sampel ditimbang 5 gram, kemudian ditambah aquades 45 ml, setelah itu sampel diblender selama satu menit, sampel dipindahkan ke dalam gelas ukur, ph-meter dicelupkan ke dalam sampel kira-kira 2 4 cm. Nilai ph diperoleh dengan membaca skala. Kekenyalan (Muhibiddin, 2007). Pengukuran kekenyalan bakso dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT2i. Cara kerja alat ini adalah pisau pada alat akan memotong sampel (berukuran 2x2x2 cm 3 ) sebanyak 2 kali. Pada

31 pemotongan pertama akan terbentuk kurva tertinggi menyatakan nilai kekerasan sampel, kemudian pada pemotongan berikutnya akan diperoleh kurva kedua. Kekenyalan sample akan diperoleh dengan membandingkan time different antara kedua kurva tersebut. Kekenyalan (%) = kurva 2 kurva 1 ( cm) ( cm) 100% Daya Mengikat Air Bakso (Fardiaz et al., 1992). Pengukuran daya mengikat air dilakukan dengan mencampurkan bakso yang telah di blender dengan air yang ditambahkan dibiarkan berinteraksi, kemudian air yang tidak terserap dipisahkan dengan sentrifusi. Jumlah air yang terserap merupakan selisih jumlah air mula-mula dengan jumlah air setelah sentrifusi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, masukkan kedalam tabung reaksi (tabung sentrifus). Air sebanyak 10 ml ditambahkan, dikocok dengan vortex mixer. Didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur dengan gelas ukur 10 ml. Air yang terserap dihitung yaitu selisih air mula-mula (10 ml) dengan volume supernatan yang dinyatakan dalam g/g dengan asumsi berat jenis air adalah 1 (g/ml). A B % Daya Mengikat Air = 100% A Keterangan : A = volume aquades yang ditambahkan (ml) B = aquades yang diserap (ml) Persentase air yang keluar dari sampel daging dapat digunakan sebagai pendekatan kemampuan daging dalam mengikat air (DMA). Organoleptik (Soekarto, 1990). Uji organoleptik merupakan analisis sifatsifat sensorik suatu komoditi dengan menggunakan panel yang bertindak sebagai instrumen atau alat. Alat ini terdiri dari orang atau kelompok orang yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu produk berdasarkan kesan subjektif. Uji organoleptik dilakukan menggunakan metode hedonik dengan skala 1 (sangat tidak suka) sampai 5 (sangat suka). Pengujian dilakukan terhadap 43 orang. Panelis diminta menyatakan penilaiannya terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur tanpa membandingkan satu sama lain pada kertas format yang telah disediakan.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Daging Mengetahui sifat fisik dari suatu produk sangatlah penting. Kualitas fisik daging pasca pemotongan sangat menentukan produk yang akan dihasilkan. Pengamatan terhadap ph dan Daya Mengikat Air (DMA) daging penting dilakukan karena akan berpengaruh terhadap kualitas bakso yang dihasilkan terutama warna dan kekenyalan. Rataan nilai ph dan mg H 2 O daging disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Rataan Nilai ph dan mg H 2 O Daging Sapi Peubah Lama Postmortem 4 Jam 6 Jam ph 5,79±0,08 5,62±0,08 mg H 2 O (%) 36,49±3,69 30,59±3,96 Nilai daya mengikat air (DMA) ditunjukkan dalam persen air yang terikat, sehingga semakin besar persentase mg H 2 O yang dibebaskan semakin rendah pula kemampuan daging untuk mengikat air. Berdasarkan hasil pengujian daging penurunan nilai ph diikuti dengan penurunan nilai mg H 2 O. Berdasarkan Tabel 4. semakin lama waktu postmortem maka semakin rendah pula nilai ph dan persentase mg H 2 O daging, hal ini berarti nilai ph daging dapat mempengaruhi mg H 2 O yang dihasilkan. Pada Tabel 4. dapat dilihat penurunan ph daging secara perlahan dari empat jam hingga enam jam postmortem namun nilai ph akhir daging dari kedua perlakuan tersebut belum dapat ditentukan karena dimungkinkan masing-masing nilai ph kedua perlakuan masih dapat turun selama enzim-enzim glikolisis masih dapat bekerja menghasilkan asam laktat. Menurut Aberle et al. (2001) ph akhir daging pada kualitas daging normal mencapai ±5,5. Periode pembentukan asam laktat yang menyebabkan penurunan ph otot postmortem, menurunkan daya mengikat air daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelektrik protein miofibril, filamen miosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen ini menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP serta pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigormortis menyebabkan penurunan daya mengikat air (Soeparno, 2005).

33 Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan antara lain jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakkan. Keadaan ini memerlukan waktu yang cukup lama sampai kemudian menjadi empuk lagi. Menurut Muchtadi (1992), setelah hewan mati metabolisme aerobik tidak terjadi karena sirkulasi darah ke jaringan otot terhenti, sehingga metabolisme berubah menjadi sistem anaerobik yang menyebabkan terbentuknya asam laktat. Adanya penimbunan asam laktat dalam daging menyebabkan turunnya ph jaringan otot. Perubahan nilai ph sangatlah penting untuk diperhatikan selama postmortem. Nilai ph dapat menunjukkan penyimpangan kualitas daging, karena berkaitan dengan warna, keempukan, citarasa, daya ikat air, dan masa simpan. Berdasarkan hasil pengujian ph daging pada postmortem empat jam mengalami penurunan secara perlahan. Kecepatan penurunan ph sangat dipengaruhi oleh temperatur sekitarnya. Suhu lingkungan tinggi, ph daging akan turun lebih cepat. Kecepatan penurunan ph mempengaruhi kondisi fisik daging. Selama jam postmortem, proses yang dominan adalah glikolisis postmortem. Glikolisis merupakan pembebasan energi melalui oksidasi unit glukosa yang diawali dengan degradasi glikogen secara enzimatik (glikogenolisis). Glikolisis anaerobik tergantung pada jumlah glikogen otot sebagai sumber energi pada saat pemotongan (Soeparno, 2005). Daya mengikat air diartikan sebagai kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan airnya selama mengalami perlakuan dari luar seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan dan pengolahan. Air yang keluar akibat perlakuan yang ringan adalah biasa karena sebagian dari air yang terkandung dalam daging ada dalam bentuk bebas (Natasasmita et al., 1987). Daya mengikat air oleh protein dipengaruhi oleh ph dan jumlah ATP. Pada fase prerigor daya mengikat air masih relatif tinggi, akan tetapi secara bertahap menurun seiring dengan menurunnya nilai ph dan jumlah ATP jaringan otot. Titik minimal daya mengikat air daging bersamaan dengan pencapaian ph terendah pada fase rigormortis yaitu antara ph 5,0-5,1 yang juga bertepatan dengan titik isoelektrik protein daging. Berdasarkan hasil penelitian Huidobro et al. (2002) sapi yang telah melalui proses pemotongan, temperatur dan ph daging mengalami penurunan hingga mencapai 24 jam postmortem dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara daging

34 yang berasal dari sapi dara (heifer) dan sapi jantan (bulls). Nilai rataan ph daging pada penelitian ini adalah 5,79-5,62. Nilai ph tersebut termasuk ke dalam jarak yang normal. Nilai ph Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Bakso Nilai ph merupakan faktor penting yang harus diketahui dalam semua produk pangan olahan khususnya produk olahan daging. Menurut Soeparno (2005), perubahan ph berhubungan erat dengan warna serta tekstur daging dan produknya. Nilai rataan ph bakso daging sapi pada lama postmortem yang berbeda dengan penambahan karagenan disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 4. Tabel 5. Rataan Nilai ph Bakso Daging Sapi Perlakuan Lama Postmortem 4 jam 6 jam K0 6,28±0,01 a 6,03±0,03 d K1 6,23±0,01 b 6,20±0,00 e K2 6,13±0,00 c 6,32±0,00 f Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) K0 : 20% tapioka K1 : 17,5% tapioka + 2,5% karagenan K2 : 15% tapioka + 5% karagenan Terdapat interaksi antara lama postmortem dan penambahan karagenan terhadap ph bakso. Bakso dengan penambahan 15% tapioka + 5% karagenan (K2) pada enam jam postmortem memiliki ph 6,32 yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kelima perlakuan yang lain. Nilai ph terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan karagenan pada enam jam postmortem yaitu 6,03. Penambahan karagenan hingga taraf 5% mengakibatkan nilai ph meningkat, hal ini disebabkan ph karagenan yang bersifat basa yaitu sekitar 9,5-10,5 sehingga bakso yang dihasilkan memiliki nilai ph yang mendekati netral. Berdasarkan hasil penelitian Sudrajat (2007), ph bakso dengan penambahan karagenan berkisar antara 6-7. Sifat fungsional protein daging dapat berkurang pada ph rendah akibat terjadinya denaturasi. Sifat tersebut berfungsi sebagai emulsifier yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan bakso..

35 Nilai ph Taraf penggunaan karagenan 4 jam postmortem 6 jam postmortem Gambar 4. Rataan Nilai ph Bakso Daging Sapi Berdasarkan Gambar 4. ph daging yang mendekati 7 yaitu pada daging dengan lama postmortem empat jam dengan penambahan karagenan akan menurunkan ph bakso yang dihasilkan dan sebaliknya ph daging yang menjauhi 7 yaitu pada daging dengan lama postmortem enam jam dengan penambahan karagenan akan meningkatkan ph bakso yang dihasilkan. Nilai ph bakso ini akan mengindikasikan pada penilaian fisik panelis terhadap bakso yang dihasilkan seperti pada warna, aroma, tekstur dan kekenyalan. Secara umum, penurunan ph akan berpengaruh pada kualitas produk. Semakin rendah ph suatu produk umumnya akan meningkatkan daya simpan produk karena bakteri akan sulit hidup pada ph rendah kecuali bakteri yang tahan pada ph rendah (Achidophilic) (Soeparno, 2005). Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 6,0-8,0 dan nilai ph di luar kisaran 2,0-10,0 biasanya bersifat merusak. Beberapa mikroorganisme dalam bahan pangan tertentu seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh dengan baik pada kisaran nilai ph 3,0-6,0 dan sering disebut sebagai asidofil (Buckle et al., 1987). Daya Mengikat Air Menurut Soeparno (2005) daya mengikat air oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar. Daya mengikat air menunjukkan kemampuan daging

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 III.MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen (TPP) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di III. MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. 3.2.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM SKRIPSI RAHMATINA

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM SKRIPSI RAHMATINA SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM SKRIPSI RAHMATINA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI Siswosubroto E. Surtijono 1 ; Indyah Wahyuni 1, Arie Dp. Mirah 1 1) Fakultas Peternakan Unsrat Manado, 95115

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Postmortem pada Daging Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Postmortem pada Daging Sapi TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging merupakan semua jaringan hewan beserta produk hasil pengolahannya yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1998).

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Katholik Soegiyapranata untuk analisis fisik (ph) dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 12 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada Bulan April sampai Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Che-Mix Pratama,

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Daging ayam broiler strain Cobb fillet bagian dada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

N. Ulupi, Komariah, dan S. Utami Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

N. Ulupi, Komariah, dan S. Utami Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK EVALUASI PENGGUNAAN GARAM DAN SODIUM TRIPOLIPHOSPHAT TERHADAP SIFAT FISIK BAKSO SAPI (An Evaluation on the Use of Salt and Sodium Tripolyphosphate on the Physical Characteristic of Beef Meatball) N. Ulupi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : DESTI TRISNANINGSIH A 420 100 128 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun BAB III MATERI DAN METODE Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sifat dendeng kelinci yang dibungkus daun papaya terhadap ph, daya kunyah dan kesukaan dilaksanakan pada tanggal 15 Januari sampai 14

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan dan Laboratorium Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer dan bermasyarakat. Bakso banyak ditemukan di pasar tradisional maupun di supermarket, bahkan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Yijk = μ + Si + Pj + SPij + ε ijk. Keterangan :

METODE PENELITIAN. Yijk = μ + Si + Pj + SPij + ε ijk. Keterangan : METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar dan Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (April 2009 Juni 2009) di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium pengolahan pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dengan pengujian organoleptik dan uji lipat dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1 DAGING Theresia Puspita Titis Sari Kusuma There - 1 Pengertian daging Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh penggunaan restraining box terhadap ph daging Hasil pengujian nilai ph dari daging yang berasal dari sapi dengan perlakuan restraining box, nilai ph rata-rata pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Kelinci Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci fryermerupakan karkas kelinci muda umur 2 bulan, sedangkan karkas kelinci

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo dan analisis proksimat dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Cobb umur 55 minggu yang di ambil bagian dadanya dan dipisahkan dari III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside) III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging

Lebih terperinci

DAGING. Pengertian daging

DAGING. Pengertian daging Pengertian daging DAGING Titis Sari Kusuma Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 97 104 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TINGKAT KEKENYALAN, DAYA MENGIKAT AIR, KADAR AIR, DAN KESUKAAN PADA BAKSO DAGING SAPI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni 2011. Di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Pengujian a W di lakukan di Laboratorium Teknologi Hasil

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN.

EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN. EVALUASI SENSORI KONSUMEN PADA DODOL RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG KANJI DAN TEPUNG KETAN Ira Maya Abdiani Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perairan FPIK Universitas Borneo Tarakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai bahan pangan salah satunya daging itik afkir.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN DAGING BAKSO Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING ILMU PASCA PANEN PETERNAKAN (Kuliah TM 4; 23 Sept 2014) PROSES MENGHASILKAN DAGING TERNAK HIDUP KARKAS POTONGAN BESAR READY TO COOK Red meat White meat NAMP Meat Buyer

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tambahan. Bahan utama berupa daging sapi bagian sampil (chuck) dari sapi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tambahan. Bahan utama berupa daging sapi bagian sampil (chuck) dari sapi III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama berupa daging sapi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Produksi Bakteriosin Kasar

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Produksi Bakteriosin Kasar MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2012 di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS SAPI DENGAN PERENDAMAN DALAM SUBSTRAT ANTIMIKROBA

KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS SAPI DENGAN PERENDAMAN DALAM SUBSTRAT ANTIMIKROBA KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS SAPI DENGAN PERENDAMAN DALAM SUBSTRAT ANTIMIKROBA Lactobacillus sp. (1A5) PADA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI RETNO PUTRI K. D. DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh:

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh: PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI Oleh: NURUL TRI PRASTUTY H2E 006 035 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci