BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH BANK DALAM MEMINIMALKAN RISIKO KREDIT. Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH BANK DALAM MEMINIMALKAN RISIKO KREDIT. Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998"

Transkripsi

1 BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH BANK DALAM MEMINIMALKAN RISIKO KREDIT 1. Analisa Kredit Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Perbankan menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini berarti dalam kegiatan sehari-hari bank pada umumnya selalu berusaha menghimpun dana sebanyak-banyakknya dari masyarakat dalam bentukk simpanan, dan kemudian mengelola dana tersebut untuk disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit. Selain itu di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Perbankan tersebut dinyatakan pula bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jadi, untuk dapat dilaksanakannya pemberian kredit itu, harus ada suatu persetujuan atau perjanjian atara Bank sebagai kreditor dengan nasabah penerima 36

2 kredit sebagai debitur yang disamakan perjanjian kredit. Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, Bank harus merasa yakin bahwa dana yang dipinjamkan kepada masyarakat itu akan dapat dikembalikan tepat pada waktunya beserta bunganya dan dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama oleh bank dan nasabah yang oleh bank dan nasabah yang bersangkutan di dalam perjanjian kredit. Jika seseorang atau suatu perusahaan selaku pemohon mengajukan kredit kepada bank, bank terlebih dahulu mengadakan proses seleksi (analisa). Permohonan kredit yang diajukan oleh debitur harus memuat informasi yag lengkap dan jelas mengenai identitas calon debitur dan maksud serta tujuan penggunaan dana tersebut. Analisa yang dilakukan oleh bank diawali dengan kunjungan-kunjungan pendahuluan kepada calon debitur, bank akan meninjau lokasi usaha dan atau lokasi agunan kredit. Apabila permohonan kredit memenuhi syarat dilakukan analisa kredit dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. bentuk dan format analisa kredit untuk setiap jenis kredit atau jumlah kredit yang diminta harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku b. analisa kredit menggambarkan konsep hubungan total pemohon kredit berdasarkan informasi yang memadai c. analisa kredit harus dibuat secara lengkap, akurat, obyektif, tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit, yang menitik beratkan pada hasil usaha calon debitur serta menyajikan semua aspek yuridis perkreditan. 37

3 d. Analisis kredit harus mencakup penilaian watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur serta penilain terhadap sumber pelunasan kredit. e. Analisis kredit harus mencakup penilaian atas data kuantitatif yaitu data laporan keuangan secara historis maupun proyeksi untuk mengetahui besarnya kebutuhan pembiayaan, sehingga kemungkinan terjadinya praktek mark up dapat dihindari. f. Dalam kredit sindikasi, analisis kredit juga dilakukan terhadap bank yang bertindak sebagai bank induk. 20 Analisa kredit disusun oleh Account Officer disajikan dalam bentuk proposal kredit. Prorposal kredit merupakan ikhtisar atas data fasilitas yang diberikan, data jaminan serta evaluasi kualitatif dan kuantitatif yang dibuat secara tertulis, sistematis, jelas, singkat dan informatif. Sesudah dilakukan analisa kredit mengenai permohonan kredit yang tersusun didalam proposal kredit maka sampailah pada putusan akhir apakah permohonan tersebut layak mendapat pinjaman atau tidak. Jika permohonan kredit itu dinilai layak untuk diberikan pinjaman maka bank akan segera menginformasikan persetujuan pemberian kredit tersebut kepada calon debiturnya, ataupun sebaliknya jika ternyata bank menilai permohonan tidak layak diberikan kredit maka bank akan segera memberitahukan penolakannya kepada pemohon kredit. Pemberian keputusan kredit merupakan kesimpulan dari analisa kredit yang disusun oleh Account Officer. 20 Wawancara dengan Fauzul Adnin, Team Audit Internal, PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Cabang Gubernur Suryo Surabaya, tanggal 21 Juni

4 Untuk mengetahui kemampuan dan kemauan nasabah mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu, di dalam permohonan kredit, bank perlu mengkaji permohonan kredit, yaitu sebagai berikut : a. Character (kepribadian) Salah satu unsuryang harus diperhatikan oleh bank sebelum memberikan kreditnya adalah penilaian atas karakter kepribadian atau watak dari calon debiturnya. Oleh karena watak yang buruk akan menimbulkan perilaku-perilaku yang buruk pula. Perilaku yang buruk ini diantaranya yaitu tidak mau membayar utang. Oleh karena itu, sebelum diberikan kredit, harus terlebih dahulu analisis apakah calon debitur berkelakuan baik, tidak terlibat tindakan-tindakan kriminal, bukan merupakan penjudi, pemabuk, atau melakukan tindakan tidak terpuji lainnya. b. Capacity (Kemampuan) Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diprediksi kemampuannya untuk melunasi utangnya. Kalau kemamppuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala besar. Demikian juga jenis bisnisnya atau kinerja bisnisnya sedang menurun, kredit juga semestiya tidak diberikan, kecuali juga menurunnya itu karena biaya, sehingga dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat pelunasan kredit, maka trend atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin membaik. c. Capital (Modal) 39

5 Modal dari suatu debitur juga merupakan hal yang penting harus diketahui oleh calon krediturnya karena permodalan dan kemampuan keuangan dari suatu debitur akan mempunyai korelasi dengan tingkat kemampuan bayar kredit. Jadi, masalah likuiditas dan solvabilitas dari suatu badan usaha menjai penting artinya. Dapat diketahui misalnya lewat laporan keuangan perusahaan debitur, yang apabila perlu, diisyaratkan audit oleh independent auditor. d. Collateral (Agunan) Tidak diragukan lagi bahwa betapa pentingnya fungsi agunan dalam setiap pemberian kredit. Oleh karena itu, bahkan undang-undang menyatakan bahwa agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian kredit. Sungguhpun agunan itu misalnya hak tagihan yang terbit dari proyek yang dibiayai oleh kredit yang bersangkutan. Agunan merupakan the last way out bagi kredtor, agunan akan dieksekusi jika suatu kredit benar-benar dalam keadaan macet. Misalnya jika bisnis debitur adalah di bidang bisnis yang selama ini di proteksi atau diberikan hak monopoli oleh pemerintah. terdapat perubahan policy bahwa pemerintah mencabut proteksi atau hak monopoli, maka dalam pemberian kredt terhadap perusahaan tersebut bank harus ekstra hati-hati 21 e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi) 21 Munir Fuady, Op.cit.,h

6 Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting pula untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnisnya pihak debitur. Diantara kelima asas tersebut meskipun bukan yang pertama akan tetapi Collateral merupakan salah satu asas yang penting, yaitu adanya benda yang diserahkan oleh debitur kepada bank selaku kreditor sebagai jaminan terhadap pembayaran kembali atas kredit yang diterimanya. Dalam membuat perjanjian kredit, bank pada umumnya tidak akan memberikan kredit begitu saja tanpa memperhatikan jaminan yang akan diberikan debitur untuk menjamin kredit yang diperolehnya itu 22. Oleh sebab itu, kalau menyalurkan kredit bank tersebut meminta kepada debitur untuk menyediakan angunan sebagai jaminan untuk mengamankan kreditnya. Berarti mengamankan dana masyarakat yang ditempatkan di bank. Dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, untuk itu diperlukan lembaga hak jaminan yang kuat serta mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Ibid, h

7 Pada Pasal 1131 BW disebutkan bahwa segala kebendaan orang yang berutang baik yang bergerak maupun yang tidak begerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan. Namun, bank tidak merasa puas dengan jaminan yang dirumuskan secara umum. Oleh karena itu, bank meminta supaya benda tertentu dapat dijadikan jaminan yang diikat secara yuridis. Dengan demikian, apabila debitur tidak menepati janjinya, bank dapat melaksanakan haknya dengan mendapatkan kedudukannya. 2. Hak Tanggungan Sebagai Objek Jaminan Kredit Di dalam Undang-Undang Pokok Agraria telah disebutkan mengenai keberadaan lembaga Hak Tanggungan sebagai jaminan utang atau kredit, menurut Pasal 25, 33 dan 39 Undang-Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Pengikatan jaminan kredit dengan Hak Tanggungan ini dilakukan apabila seorang nasabah atau debitur yang mendapatkan kredit dari bank, menjadikan barang tidak bergerak yang berupa tanah (hak atas tanah) berikut atau tidak berikut benda-benda yang tidak berkaita dengan tanah tersebut misalnya (bangunan, tanaman, patung, dan sebagainya) sebagai jaminan tanpa debitur menyerahkan barang jaminan tersebut secara fisik kepada kreditur (bank), artinya barang jaminan tersebut secara fisik tetap dikuasai oleh orang yang bersangkutan dan kepemilikannya tetap berada pada pemilik semula, tetapi karena dijadikan jaminan 42

8 utang dengan diadakannya perjanjian Hak Tanggungan, sehingga kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk melaksanakan perbuatan hukum dengan pihak ketiga atau perbuatannya lain yang mengakibatkan turunnya jaminan itu dibatasi dengan Hak Tanggungan yang dimiliki oleh bank sebagai pemegang hak tanggungan tersebut. Dengan demikian, hak kepemilikan atas tanah tersebut tetap berada pada pemilik semula atau pemberi hak tanggungan, sedangkan bank hanya mempunyai hak tanggungan saja yang memberikan hak untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya terlebih dahulu dari kreditur lainnya. Pelaksanaan pengikatan jaminan ini merupakan buntut dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit, oleh karena itu pelaksanaan pengikatan jaminan tersebut baru dapat dilakukan setelah perjanjian kredit diselesaikan. 23 Di dalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit dengan hak tanggungan ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kreditor (bank), antara lain sebagai berikut: 1. Hak tanggungan diadakan untuk menjamin pelunasan utang-utang debitur karena dengan diadakannya hak tanggungan tersebut, bank mendapatkan hak untuk didahulukan pelunasan piutangnya dari kreditor lainnya apabila barang yang dibebani dengan hak tanggungan tersebut dijual. Hak tanggungan ini diadakan atas persetujuan antara bank dengan debitur (pemberi Hak Tanggungan). 23 H.A. Chalik dan Marhainis Abdul Hay, Beberapa Segi Hukum di Bidang Perkreditan, Badan Penerbit Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1983, h

9 2. Tanah yang dijadikan jaminan dengan hak tanggungan harus memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas. Asas spesialitas ini maksudnya hak tanggungan tersebut hanya dapat dibebankan atas benda tidak bergerak berupa tanah (hak atas tanah) tanpa atau dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, yang dengan tegas disebutkan nama, letak dan sifat dari benda tersebut di dalam akta. Hak tanggungannya berdasarkan pengukuran yang resmi, seperti dimana letaknya, berapa luasnya, tanah itu adalah tanah hak milik atau bukan, dan sebagainya. Di samping itu, hak tanggungan ini juga harus memenuhi asas pubisitas artinya pembebanan hak tanggungan tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan yang didaftarnya dapat dilihat dan diketahui oleh pihak ketiga yang berkepentingan maupun oleh umum. 3. Bank perlu selalu mengadakan kunjungan ke lokasi atau pemeriksaan secara fisik (on the spot) terhadap barang jaminan tersebut untuk meneliti apakah jumlah, jenis dan nilai barang yang dicantumkan oleh debitur dalam daftar barang jaminan itu benar dan wajar adanya. Di dalam penilaian harga, bank dapat meminta bantuan dari pihak ketiga (rekanan bank) untuk mengadakan suatu penilaian harga dari barang jaminan tersebut. 4. Pelakasanaan pengikatan jaminan kredit dengan hak tangungan harus dilakukan secara materiil (autentik). Hal ini berarti pelaksanaan pengikatan jaminan kredit dengan hak tanggungan dilakukan di hadapan PPAT dan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 44

10 5. Di dalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit dengan hak tanggungan, bank harus menguasai surat-surat: - Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersifat autentik dari PPAT maupun sertifikat Hak Tanggungan dari Kantor Pertanahan - Sertifikat hak atas tanah sebagai bukti pemilikan hak yang asli - Selain itu apabila di atas tanah dijadikan jaminan kredit tersebut terdapat bangunan, perlu juga dilampirkan Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pihak yang berwenang 6. Perlunya asuransi terhadap benda yang dijadikan jaminan dengan hak tanggungan barang-barang yang dijadikan jaminan kredit tidak terlepas dari risiko yang akan dihadapi oleh pihak kreditor (bank) untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan menjaga agar kreditor (bank) tidak menderita kerugian apabila benda yang dijadikan jaminan tersebut mengalami kebakaran atau bencana alam lainnya. Agar lebih terjamin keamanannya yang perlu dipersyaratkan terhadap barang jaminan tersebut untuk diasuransikan pada perusahaan asuransi kerugian yang ditunjuk oleh bank dengan Banker s Clause. Banker s clause merupakan suatu klausul yang menyatakan bahwa apabila barang jaminan mengalami suatu risiko maka yang berhak menerima uang ganti rugi dari pihak perusahaan asuransi tersebut adalah bank yang bersangkutan. Dalam kaitannya dengan tanah sebagai barang jaminan di dalam pemberian kredit. Bank telah meletakkan persyaratan pembebanan hak tanggungan 45

11 yang memberikan hak istimewa bagi pihak bank (kreditor) dalam perjanjian kredit dengan dalam perjanjian kredit dengan debitur. Proses yang dijalani dalam pembebanan hak tanggungan antara lain: 1. Perjanjian Kredit Dalam hal ini para pihak, yaitu debitur dan kreditur (bank) membuat perjanjian kredit. Perjanjian kredit ini dapat dilakukan dengan cara: a. Perjanjian kredit di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang antara debitur sebagai peminjam dengan kreditur sebagai pemberi pinjaman atau kredit. b. Perjanjian kredit notariil, yaitu perjanjian kredit yang dibuat di hadapan Notaris. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah pinjaman yang diberikan sangat besar. 2. Pembebanan Hak Tanggungan Keberadaan hak tanggungan tersebut di tentukan melalui pemenuhan tata cara pembebanannya yang meliputi dua tahap, yaitu : 1) Tahap pemberian hak tanggungan a. Untuk keperluan pembebanan hak tanggungan, pertama-tama debitur harus menyerahkan kepada bank sertifikat sertifikat atas hak tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara) yang akan dibebani hak tanggungan. Sertifikat hak atas tanah tersebut dapat atas nama debitur sendiri atau atas nama pihak ketiga. 46

12 b. Di samping harus menyerahkan sertifikat hak atas tanah debitur atau pemilik tanah yang harus mengusahakan da menyerahkan kepada bank, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari kantor pertanahan setempat. SKPT tersebut dapat pula langsung dimintakan oleh bank kepada Kantor Pertanahan. Adapun yang dimaksud dengan SKPT adalah surat keterangan yang memuat keterangann mengenai: - Keabsahan dari sertifikat hak atas tanah; - Status tanah tersebut dalam sengketa atau diletakkan sita oleh pengadilan atau tidak; - Tanah sudah atau belum dibebani hak tanggungan; c. Demi menjamin keamanan, selain informasi yang diperoleh dari SKPT, kreditor (bank) seharusnya mencari informasi lainnya, antara lain dengan cara: i. Melihat rencana tata kota, untuk melihat peruntukkan tanah tersebut di masa yang akan datang. ii. Memeriksa ke lokasi tanah, untuk : - mencocokkan letak dan batas tanah berikut bangunan (bila ada) antara rincian yang ada dala sertifikat dengan keadaan yang sebenarnya, - memperkirakan laku tidaknya apabila kelak tanah tersebut di lelang, 47

13 - menaksir harga untuk menentukan niai objek hak tanggungan. d. Setelah penelitian kreditor (bank) di anggap cukup, kemudian pihak bank dan pemilik tanah datang ke PPAT yang wewenangnya meliputi daerah di mana tanah tersebut terletak untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan. Pemberian Hak Tanggungan itu dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lalu akta pemberian hak tanggungan tersebut ditandatangani oleh pemilik tanah selaku pemberi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan tersebut di tandatangani oleh pemilik tanah selaku pemberi Hak Tanggungan, pemegang hak tanggungan, yaitu pihak bank, dua orang saksi dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sendiri. Apabila obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, tetapi pendaftarannya belum dilakukan pemberian hak tanggungan itu dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu : apabila obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarnnya belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan 2) Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan. 48

14 a. Akta pemeberiann Hak Tanggungan tersebut selanjutnya di daftarkan pada kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah tempat di mana tanah yang dibebani Hak Tanggungan itu terletak. Di samping Akta Pemberian Hak Tanggungan itu, untuk keperluan pendaftaran harus pula disertakan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan menyatakan bahwa: (1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan; (2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana di maksud dala Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersagkutan dan warkah ain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. (3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kator pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan yang mencatatnya dalam buku-buku hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan; (4) Tanggal buku tanah hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan 49

15 secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaranya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tertanggal hari kerja berikutnya; (5) Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tangggungan sebagaimana di maksud pada ayat (4) b. Kantor Pertanahan tersebut kemudian akan melakukan hal-hal sebagai berikut: - Membuat buku tanah Hak Tanggungan; - Mencatat di buku-buku tanah atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan; - Mencatat pembebanan hak tanggungan tersebut dalam sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan; - Mendaftar dalam daftar buku tanah hak tanggungan 2.1. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Dalam penjelasan umum angka 7 dan penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang- Undang Hak Tanggungan, dinyatakan bahwa: Pemberian Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh Pemberi Hak Tanggungan dengan cara hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebakan Hak Tanggungan (SKMHT) yang berbentuk akta autentik Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) selain oleh Notaris juga ditugaskan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena keberadaannya sampai pada wilayah Kecamatan dalam rangka pemerataan pelayanan 50

16 di bidang pertanahan. Isi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan; b) Tidak memuat kuasa subtitusi; c) Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) selain tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) juga berdasarkan Penjelasan Umum angka 7 yang antara lain menyatakan bahwa: (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Sebagai pejabat umum tersebut akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan akta autentik; (2) Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) selain kepada notaris,ditugaskan pula kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan untuk memudahkan pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan. 51

17 Dengan demikian, jika notaris berwenang membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) untuk tanah-tanah di seluruh wilayah Indonesia, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hanya boleh membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) untuk tanah-tanah yang berada di dalam wilayah jabatannya terutama di tempat-tempat dimana tidak ada Notaris yang bertugas. Di dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan terdapat dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut: a. Pembatasan Isi/Muatan dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Undang-Undang Hak Tanggungan secara tegas membatasi isi atau muatan dari Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), yaitu hanya memuat perbuatan hukum membebankan hak tanggungan. Jadi tidak boleh memuat kuasakuasa melakukan perbuatan hukum lain yang bermaksud mendukung tercapainya maksud pemberian jaminan yang bersangkutan misalnya, tidak memuat kuasa untuk menjual, menyewakan obyek hak tanggungan, memperpanjang hak atas tanah atau untuk mengurus perpanjangan sertifikat, mengurus balik nama dan sebagainya. Jika memang dikehendaki, hal-hal semacam itu dapat dimuat di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), namun bukan sebagai kuasa tetapi hanya berupa janji-janji antara pemegang Hak Tanggungan. 24 b. Pembatasan Jangka Waktu 24 Yudo Paripurno. Pengaturan dan Pelaksanaan Surat Kuasa Memasang Hipotek (SKMH) dalam kaitannya dengan UUHak Tanggungan, Makalah, UI Depok, 9 Mei 1996, h.6 52

18 Guna mencengah berlarut-larutnya pemberian kuasa dan terjadinya penyalahgunaan serta demi tercapainya kepastian hukum, maka berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dibatasi jangka waktunya. Untuk hak atas tanah yang sudah didaftar, wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya satu bulan setelah diberikan, sedangkan terhadap hak atas tanah yang belum terdaftar harus dipenuhi dalam waktu 3 ( tiga) bulan. Dimaksud dengan tanah yang belum terdaftar dalam tanah-tanah yang hak kepemilikannya telah ada menurut Hukum Adat, tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Menurut penjelasan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan, termasuk dalam kategori tanah yang belum terdaftar adalah tanah sudah bersertifikat, tetapi belum didaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, yaitu tanah yang belum didaftar peralihannya haknya, pemecahannya atau penggabungannya. Apabila persyaratan tentang jangka waktu tersebut di atas tidak dipenuhi, maka menurut ketentuan Pasal 15 ayat (6), Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMT) menjadi batal demi hukum. Menurut Pasal 15 Undang-Undang Hak Tanggungan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan selain kepada notaris, ditugaskan juag kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah. Surat Kuasa Membeankan Hak Tanggungan tersebut berbentuk akta autentik. Penugasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengingat keberadannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan 53

19 kepada pihak-pihak yang memerlukan. Dapatlah dikatakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dalam bentuk akta autentik yang memuat kuasa untuk membebankan hak tanggungan. Undang-undang Hak Tanggungan menentukan kuasa untuk membebakan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali dalam dua hal : a. Karena kuasa untuk membebankan hak tanggungan tersebut telah dilaksanakan, atau, b. Karena telah habis jangka waktunysa Dasar pemikiran dicantumkannya batas waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan adalah agar Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan segera direalisir menjadi Akta Pembebanan Hak Tanggungan, karena konsekuensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang telah habis waktunya adalah batal demi hukum. Dengan demikian, kreditor tidak memiliki hak preferen terhadap jaminan tersebut karena Akta Pembebanan Hak Tanggungan belum lahir, sehingga kedudukannya sebagai kreditor konkuren Akta Pembebanan Hak Tanggungan Akta Pembebanan Hak Tanggungan memuat substansi yang bersfat wajib, yaitu: a. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan b. Domisili pihak-pihak yang bersangkutan c. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin 54

20 d. Nilai hak tanggungan; dan e. Uraian yang jelas tentang obyek Hak Tanggungan Selain itu, di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut, para pihak juga dapat mencantumkan janji-janji yang bersifat fakultatif, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan. Janji-janji walaupun tersebut bersifat fakultatif, namun hal itu selalu dicantumkan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Akta Pembebanan Hak Tanggungan mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari debitur kepada kreditur sehubungan dengan utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Pemberian hak tanggungan dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur yang bersangkutan (kreditur preferen) daripada kreditur-kreditur lainnya (kreditor konkuren) sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Hak Tanggungan. Jadi, pemberian hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang debitur kepada kreditor sehubungan dengan perjanjian pinjaman atau kredit yang bersangkutan. Tanah sebagai objek Hak Tanggungan dapat meliputi benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Hal ini dimungkinkan karena sifatnya secara fisik menjadi satu kesatuan dengan tanahnya, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, yang berupa bangunan permanen, tanaman keras dan hasil karya, dengan ketentuan bahwa benda-benda tersebut milik pemegang hak maupun milik pihak lain (bila benda-benda tersebut milik pemegang hak maupun milik pihak lain 55

21 (bila benda-benda tersebut milik pihak lain yang bersangkutan atau pemilik harus ikut menandatangani APHT). Pembebanan hak tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut: a. Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utuang tersebut. b. Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para pihak, pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para pihak, pemegang dan pemberi hak tanggungan, penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminkan pelunasannya dengan hak tanggungan, nilai tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan. c. Pemberi hak tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melalui pendaftaran hak tanggungan pada kantor Pertanahan setempat (Kotamadya/Kabupaten). Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu: Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada kantor pertanahan Selain itu di dalam Pasal 13 ayat (5) jo ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu: 56

22 Hak Tanggungan tersebut lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Dengan demikian, hak tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan pendaftaran, karena jika tidak dilakukan pendaftaran itu pembebanan hak tanggungan tersebut tidak diketahui oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. d. Sertifikat hak tanggugan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan memuat titel eksekutorial dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. e. Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan memiliki objek hak tanggungan apabila debitur cindera janji (wanprestasi). Tata cara pembebanan hak tanggungan dimulai dengan tahap pemberian hak tanggungan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dibuktikan dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) dan diakhiri dengan tahap pendaftaran hak tanggungan di kantor pertanahan setempat. Pada asasnya pemberian hak tanggungan (debitur atau pihak lain) wajib hadir sendiri di kantor PPAT yang berwenang membuat Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) berdasarkan daerah kerjanya (daerah kerjanya adalah per kecamatan yang meliputi kelurahan atau desa letak bidang tanah hak ditunjuk sebagai obyek hak tanggungan, dan hal-hal yang diperjanjikan (Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan). Di dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan disebutkan syarat-syarat spesialitas, jumlah pinjaman, penunjukkan objek hak tanggungan dan hal-hal yang diperjanjikan 57

23 (Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan) oleh kreditor dan debitur, termasuk janji roya partial dan janji penjualan objek hak tanggungan di bawah tangan (Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan). Untuk kepentingan kreditor, dikeluarkannya kepadanya tanda bukti adanya hak tanggungan, yaitu sertifikat hak tanggungan yang terdiri salinan buku tanah hak tanggungan dan salinan Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Jadi, akta pembebanan hak didaftarkan pada Kantor pertanahan setempat sehingga mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan semua isi yang termuat dalam akat tersebut berlaku terhadap pihak ketiga. Demikian, juga halnya dengan perjanjian kuasa menjual, apabila pihak debitur cidera janji, maka pihak kreditor mempunyai kewenangan untuk melakukan eksekusi secara langsung tanpa perlu lagi minta persetujuan dari pihak debitur. Di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan tentang eksekusi secara langsung diatur didalam Pasal 6 dan Pasal 11 ayat (2) sub e bahwa kedua pasal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Demikian, juga halnya dengan pelaksanaan dalam praktik bahwa perjanjian kuasa menjual obyek hak tanggungan bila debitur cindera janji mutlak dicantumkan di dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan oleh kreditor. Jadi, janji menjual merupakan hal yang sangat penting dalam pembebanan hak tanggungan dan dibutuhkan adanya untuk dapat dilakukan eksekusi objek hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan pada waktu debitur cidera janji. Eksekusi objek hak tanggungan berdasarkan perjanjian kuasa menjual secara hukum dilakukan secara langsung tanpa perlu minta persetujuan lagi dari pihak debitor maupun pengadilan setempat. Cara tersebut didukung pula oleh Surat 58

24 Edaran Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara SE No. 23/PN/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan. Eksekusi objek hak tanggungan apabila cidera janji merupakan pelaksanaan hak eksekusi yang disederhanakan yang diberikan oleh undang-undang sendiri kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama, dalam arti bahwa pelasanaan hak seperti itu tidak usah melalui pengadilan Berakhirnya Hak Tanggungan Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa hal sebagai berikut: a. Hapunya utang yang dijamin dengan hak tanggungan Hapusnya utang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai hak accessoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya Hak Tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari utang debitur yang menjadi perjanjian pokok. Dengan demikian, hapusnya utang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. Hak Tanggungan akan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. Menurut Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu: (1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut: a. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan; b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan; 59

25 c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; d. Hapusnya hak atas tanah yang diebani hak tanggungan (2) Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. (3) Hapusnya hak tanggungan karena pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringakat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkn dari beban hak tanggungan sebagaimana diatur dalam pasal 19. (4) Hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan Setelah hak tanggungan hapus sebagaiman tersebut di atas, Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Selanjutnya, sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan di tarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Permohonan perncoretan tersebut diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa hak tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas. b. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan. Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegang hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pemberian pernyataan tersebut dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai hal dilepaskannya hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. 60

26 c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan surat penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri. Hapusnya hak tanggungan karena ada pembersihan hak tak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, ini terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak tanah yang dibelinya dibersihkan dari beban hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu : (1) Pembeli objek hak tanggungan, baik dalam satu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang hak tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban hak tanggungan yang melebihi harga pembelian. (2) Pembersihan objek hak tanggungan dari beban hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang hak tanggungan yang berisi dilepaskannya hak tanggungan yang membebani objek hak tanggungan yang melebihi harga pembelian. (3) Apabila objek hak tanggungan dibebani oleh lebih dari satu hal tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang hak tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana di maksud pada ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para pihak berpiutang dan peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut penjelasannya, para pemegang hak tanggungan yang tidak mencapai kesepakatan perlu berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai kesepakatan 61

27 mengenai pemberi objek hak tanggungan sebelum masalahnya diajukan pembeli kepada Ketua Pengadilan Negeri. Apabila diperlukan dapat diminta jasa penengah yang disetujui oleh pihak pembeli yang bersangkutan. Dalam menetapkan pembagian hasil penjualan objek hak tanggungan dan peringkat para pemegang hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, Ketua Pengadilan Negeri harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 5 Undang-Undang Hak Tanggungan: Permohonan pembersihan objek hak tanggungan dari hak tanggungan yang membebaninya sebagaiman dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanjikan bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban hak tanggungan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f. Selain itu pemegang hak tanggungan dapat melepaskan hak tanggungannya dan hak atas tanah dapat hapus, yang mengakibatkan hapusnya hak tanggungan. Hapusnya hak tanggungan karena hapusya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan Hak tangungan hapus karena hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan hapus. Hapusnya hak atas tanah ini tidak menyebabkan pula hapusnya utang yang dijamin pelunasnnya oleh debitur. Sebagai konsekuensinya, pemegang hak 62

28 tanggungan berubah kedudukannya dari kreditor preferen menjadi kreditor konkuren. Bahkan kreditor yang demikian tidak memiliki hak jaminan yang kuat dan kepastian hukum akan dilunasinya utang debitur, karena hak tanggungannya hapus dikarenakan hapusnya hak atas tanah yang dibebani dengan tanggungan tersebut. Dengan hapusnya hak atas tanah tersebut dengan demikian tanahnya kembali dalam kekuasaan negara. Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas tanah dapat disebabkan oleh: (1) Jangka waktunya berakhir, kecuali hak atas tanah yang dijadikan objek hak tanggungan diperpanjang sebelum berakhir jangka waktunya. Hak tanggungan mana tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan; (2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir; (3) Karena suatu syarat batal dipenuhi; (4) Dicabut untuk kepentingan umum; (5) Tanahnya musnah; (6) Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak atas tanah. 25 Hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan ini tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria atau peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai yang dijadikan objek hak tanggungan berakhir jangka waktu berlakunya 25 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit.,h.76 63

29 dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut, hak tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan. Setelah hak tanggungan hapus, dilakukan pencoretan catatan atau roya hak tanggungan. Pencoretan catatan atau roya hak tanggungan ini dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap hak tanggungan yang bersangkutan yang sudah hapus. Sehubungan dengan itu sekaligus dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ditetapkan prosedur dan jadwal yang jelas mengenai pelaksanaan pencoretan dan kepada Kantor Pertanahan diberi waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permohonan untuk melaksanakan pencoretan hak tanggungan. Menurut Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu : Setelah hak tanggungan hapus sebagaimana diimaksud dalam pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Adapun sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersamasama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Jika sertifikat sebagaimana dimaksud di atas karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah hak tanggungan. sebagai berikut: Pencoretan hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan atas dasar 64

30 a. Permohonan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan: 1. Sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa hak tanggungan hapus karena utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas, atau ; 2. Pernyataan tertulis dari kreditor bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu telah lunas, atau 3. Pernyataan tertulis dari kreditor bahwa kreditor telah melapaskan hak tanggungan yang bersangkutan. b. Perintah Pengadian Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat hak tanggungan yang bersangkutan didaftar dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan yang memerintahkan pencoretan hak tanggungan, berhubung kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud di atas, atau permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang di periksa oleh Pegadilan Negeri lain. Atas dasar dari Kepala Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan hak tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan pencoretan hak tanggungan tersebut. Pada buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai 65

31 hapusnya hak tesebut, sedang sertfikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa dilakukan juga pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya. Pelunasan utang yang dilakukan dengan cara angsuran atau sebagian, hapusnya hak tanggungan pada bagian objek hak tanggungan yang bersangkutan dicatat pada waktu tanah dan sertifikat hak tanggungan serta pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang telah bebas dari hak tanggungan yang semula membebaninya. 66

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia terkait dengan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia di setiap tahunnya, maka berbagai

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Setelah menunggu beberapa tahun lamanya, akhirnya pada tanggal 9 April 1996 diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian Perjanjian Kredit SKRIPSI HUKUM PIDANA APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit - Author: Swante Adi Krisna APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 29 Nov 2016 (one month ago) Tanggal didownload:

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghimpunan tabungan dari masyarakat dan pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa bank lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara mendapatkan modal bagi kalangan masyarakat termasuk para pengusaha kecil, sedang maupun besar adalah dengan melakukan pengajuan kredit pada pihak bank. Pemberian tambahan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS

KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Edisi 3 Januari-Juni 2015 KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS Rizha Putri Riadhini (Mahasiswa

Lebih terperinci

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA I. PENDAHULUAN Pertama-tama perkenankan kami mewakili Wakil Ketua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan adalah dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik materiil maupun spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan landasan utama yang menopang kehidupan dari suatu negara. Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan Sejak diberlakukannya UUHT maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. perorangan maupun badan usaha non badan hukum dengan total exposure. a. Ketentuan Umum dalam melakukan penilaian agunan adalah :

BAB IV PEMBAHASAN. perorangan maupun badan usaha non badan hukum dengan total exposure. a. Ketentuan Umum dalam melakukan penilaian agunan adalah : BAB IV PEMBAHASAN A. Pembiayaan Mikro 75 ib BRISyariah Merupakan produk pembiayaan khusus untuk pengusaha baik perorangan maupun badan usaha non badan hukum dengan total exposure seluruh pembiayaan produk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian dalam masyarakat. Salah

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KAJIAN HUKUM HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI SYARAT MEMPEROLEH KREDIT 1 Oleh : Nina Paputungan 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aturan hukum pelaksanaan Hak

Lebih terperinci

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK Oleh : Masyhuri Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang Email : ABSTRAK Jaminan fidusia merupakan bentuk jaminan yang sangat disukai

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan Rakyat Pekanbaru Pelaksanaan pemberian kredit oleh pihak PT Bank Perkreditan Rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

(SKMHT NOTARIS DALAM BENTUK/FORMAT IN ORIGINALI UNTUK PERBANKAN KOVENSIONAL) KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 1 Nomor :

(SKMHT NOTARIS DALAM BENTUK/FORMAT IN ORIGINALI UNTUK PERBANKAN KOVENSIONAL) KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 1 Nomor : (SKMHT NOTARIS DALAM BENTUK/FORMAT IN ORIGINALI UNTUK PERBANKAN KOVENSIONAL) -Pada hari ini, tanggal bulan tahun pukul KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 1 Nomor : 1 a. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal

Lebih terperinci