KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS"

Transkripsi

1 Jurnal Repertorium, ISSN: , Edisi 3 Januari-Juni 2015 KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS Rizha Putri Riadhini (Mahasiswa S2 Program MKn FH UNS) miss.rizha@yahoo.co.id Abstract Based on the study note that the Power of Attorney Imposing Mortgage made as a notarial deed or deed of accordance with the provisions of Government Rule Number. 37 Year 1998 and Regulation of the National so will result the Power of Attorney Imposing Mortgage to charge encumbrance contains disability and can not be the right base Deed of the imposition Mortgage. Keywords: Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagai akta Notaris dan sebagai akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Metode penelitian ini dilakukan dengan interprestasi. Berdasarkan kajian diketahui bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dibuat sebagai akta Notaris maupun akta Pejabat Pembuat Akta Tanah harus memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Disamping itu, sebagai akta Notaris harus memenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang- Undang Jabatan Notaris jika tidak terpenuhi maka konsekuensi hukum tercantum dalam Pasal 16 ayat (11) dan harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris, jika tidak dipenuhi ketentuan tersebut maka akibat hukum diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Jabatan Notaris. Sedangkan sebagai akta Pejabat Pembuat Akta Tanah maka sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun Mayoritas Notaris maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan kurang memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut sehingga akan berakibat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengandung kecacatan dan tidak dapat menjadi alas hak pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Kata Kunci: Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Notaris, Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah A. Pendahuluan Perkembangan jaman yang semakin kompleks sehingga mempengaruhi dunia perekonomian terkait dengan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional adalah meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana sesuai dengan cita-cita dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat adalah dengan cara mengembangkan perekonomian dan perdagangan. 54

2 Rizha Putri Riadhini. Komparasi Antara Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggung... Upaya pengembangan tersebut dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha. Pelaku usaha terdiri dari masyarakat maupun badan hukum. Selain dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha, upaya tersebut harus didukung adanya modal yang besar. Salah satu cara memperoleh modal yang besar yaitu melalui perkreditan di perbankan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perbankan, definisi dari bank adalah sebagai badan usaha yang menghimpun atau mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau deposito dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sehingga, kegiatan pokok dari bank adalah kegiatan pengumpulan dana atas dasar kepercayaan dari masyarakat dan bank sebagai penyaluran dana kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank merupakan lembaga penyimpan dana dari masyarakat berupa simpanan dalam bentuk tabungan, giro, deposito berjangka, sertifikat deposito. Selain sebagai penyimpan dana dari masyarakat bank juga berfungsi sebagai penyalur dana kepada masyarakat melalui kredit (Jamal Wiwoho, 2011: 36). Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk lebih melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberi bunga. Adapun fungsi dari pemberian kredit adalah untuk meningkatkan kegairahan dalam berusaha masyarakat dalam menjalankan usaha sehingga dapat meningkatkan perekonomian rakyat. Dalam pemberian kredit tidak semata-mata bank memberikan kredit kepada pelaku usaha maupun masyarakat namun bank dalam memberikan kredit harus memenuhi prinsip dalam dunia perbankan guna menganalisa perkreditan berpedoman pada 5C yaitu( Jamal Wiwoho, 2011: 95-96): 1. Character (watak). Hal ini berkaitan dengan latar belakang nasabah. 2. Capacity (kemampuan). Dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan nasabah membayar kredit yang dapat dinilai dalam mengelola bisnis. 3. Capital (permodalan). Berkaitan dengan sumber modal dalam menjalankan bisnis. 4. Condition (kondisi). Melihat kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan masa yang akan datang. 5. Collateral (agunan). Jaminan berupa fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya mempunyai nilai yang melebihi jumlah kredit yang diberikan. Dengan mengacu pada prinsip 5C tersebut, bank dalam memberikan kredit kepada pemohon (pelaku usaha maupun masyarakat), demi kepastian hukum dan perlindungan hukum maka permohonan kredit dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit secara tertulis. Perjanjian kredit secara tertulis dapat berupa akta autentik atau surat dibawah tangan. Akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut dengan KUHPerdata adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang- Undang ini. Pegawai umum yang berkuasa dalam hal ini disebut dengan Notaris. Bertolak dari pengertian kredit dan prinsipprinsip kredit bahwa kredit dituangkan dalam perjanjian kredit sebagai wujud dari kesepakatan. Sesuai dengan prinsip-prinsip kredit bahwa untuk menjaga keamanan dari pemberian kredit, pihak penerima kredit (debitur) memberikan jaminan. Berkaitan dengan pemberian jaminan, tidak semua barang dapat menjadi jaminan atas utang namun barang tersebut harus bernilai merupakan hal yang utama. Mayoritas masyarakat jika mengajukan kredit telah memberikan jaminan berupa barang tidak bergerak salah satunya tanah. Tanah merupakan salah satu dari sekian macam benda jaminan yang diberikan oleh masyarakat maupun badan hukum kepada bank atas kredit yang diperolehnya. Adapun syarat dari benda yang dapat dijadikan jaminan atas suatu kredit, yaitu: 55

3 Jurnal Repertorium, ISSN: , Edisi 3 Januari-Juni Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang; 2. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang perdaftaran tanah yang berlaku (syarat publisitas); 3. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur cidera janji maka benda yang dijadikan jaminan tersebut dapat dijual atau dilakukan eksekusi. Lembaga jaminan hutang atas tanah yaitu Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut dengan undnag-undang Hak Tanggungan (UUHT). Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan adalah : hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap krediturkreditur lainnya. Pada hakekatnya Hak Tanggungan itu untuk menjamin pelunasan hutang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Kreditur tertentu adalah kreditur yang memperoleh atau menjadi pemegang Hak Tanggungan tersebut. Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Tanggungan Angka 4, memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya berarti bahwa: jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tertentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Pembebanan hak tanggungan dilaksanakan dengan melalui 2 tahap sebagaimana diatur Penjelasan Umum angka 7 Undang-Undang Hak Tanggungan; 1. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin; 2. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Tahap pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan kredit yang diperjanjikan. Janji tersebut wajib dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit. Pasal 10 Undang-Undang Hak Tanggungan, setelah perjanjian pokok (perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit) itu diadakan, pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagaimana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Kota/Kabupaten sebagai syarat mutlak lahirnya hak tanggungan. Dalam hal pendaftaran hak tanggungan terdapat ketentuan bahwa penerima hak tanggungan wajib mendaftarkan APHT ke Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/ Kota setempat dalam jangka waktu tujuh hari kerja sejak ditandatangani APHT tersebut sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Namun, pendaftaran hak tanggungan tersebut mayoritas dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melebihi jangka waktu tujuh hari. Hal ini dikarenakan beberapa faktor antara lain adanya kekurangan kelengkapan berkas permohonan pendaftaran hak tanggungan misal identitas dari para pihak atau perjanjian pokok, kurangnya sarana prasarana yang tidak mampu menunjang dalam pendaftaran hak tanggungan secara online. Pemberian hak tanggungan tersebut wajib dihadiri sendiri oleh pemberi hak tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebaskan hak tanggungan atas objek yang dijadikan jaminan. Apabila pemberi hak tanggungan berhalangan untuk hadir dan menandatangani APHT dapat dikuasakan kepada pihak lain. Pemberian kuasa tersebut wajib dilakukan di hadapan seorang notaris atau PPAT dengan suatu akta autentik yaitu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). 56

4 Rizha Putri Riadhini. Komparasi Antara Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggung... SKMHT berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa SKMHT merupakan salah satu produk yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan SKMHT merupakan akta yang dapat dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus. Akan tetapi, SKMHT selain dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah juga dapat dibuat dihadapan Notaris. Pada dasarnya lingkup kerja antara Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu berbeda. Lingkup kerja Notaris berada dalam satu provinsi sedangkan lingkup kerja PPAT hanya sebatas satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Selain lingkup wilayah kerja antara Notaris dan PPAT berbeda, ketentuan yang mengatur keduanya juga berbeda. Pembuatan SKMHT baik sebagai akta Notaris maupun sebagai akta PPAT harus memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Selain itu, Notaris mengacu pada aturan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris selanjutnya disebut dengan UUJN, sedangkan PPAT mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Perbedaan mengenai ketentuan kewenangan dalam membuat SKMHT maka sulit membedakan antara SKMHT sebagai akta Notaris maupun sebagai akta PPAT Hal ini dikarenakan SKMHT sebagai akta Notaris mayoritas tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Sehingga, penulisan ini membahas mengenai perbedaan antara SKMHT sebagai akta Notaris dengan sebagai akta PPAT. B. Ketentuan Mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Sebagai Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pemberian hak tanggungan seharusnya dihadiri sendiri oleh pemberi hak tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum untuk membebankan hak tanggungan atas jaminan berupa tanah, akan tetapi pihak tertentu berhalangan untuk hadir memberikan hak tanggungan dan menandatangani hak tanggungan maka dapat dikuasakan kepada pihak lain. Perihal pemberian kuasa tersebut dilakukan dihadapan Notaris atau di hadapan PPAT. Akta terkait dengan pemberian kuasa hak tanggungan tersebut disebut dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang disebut dengan SKMHT. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa bentuk akta yang merupakan kewenangan dari PPAT mencakup Akta Jual Beli, Akta Tukar Menukar, Akta Hibah, Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan, Akta Pembagian Hak Bersama, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai diatas Tanah Hak Milik dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dibuat sesuai dengan lampiran dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun Sesuai ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, bahwa PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan merupakan surat kuasa yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan kepada kreditur sebagai penerima hak tanggungan untuk membebankan hak tanggungan atas objek hak tanggungan. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, syaratsyarat dari SKMHT antara lain: 1. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan. Misalnya kuasa untuk menjual, menyewakan objek hak tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah. Sehingga, 57

5 Jurnal Repertorium, ISSN: , Edisi 3 Januari-Juni 2015 SKMHT itu dibuat secara khusus hanya memuat pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan saja. 2. tidak memuat kuasa subtitusi. Subtitusi adalah penggantian penerima kuasa melalui pengalihan. Bukan merupakan subtitusi jika penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya, misalnya direksi bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang diterimanya kepada kepala cabangnya atau pihak lain. SKMHT tidak dapat disubtitusikan berarti harus diberikan oleh pemilik sertifikat tidak bisa dilakukan dengan akta kuasa. 3, mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan. Jumlah utang yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c adalah jumlah utang sesuai dengan yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari SKMHT telah ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam hal ini hanya mengisi pada bagian akta yang kosong misal mengenai subjek dan objek hak tanggungan karena pemberian kuasa membebankan hak tanggungan mempunyai sifat memaksa dalam arti para pihak tidak memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri mengenai bentuk dan isi dari akta SKMHT. Ketentuan dalam pengisian SKMHT telah tercantum dalam Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun Adapun ketentuan mengenai penggantian dan perbaikan kata yang dicoret dan tambahan kata yang diperlukan dapat dilakukan di ruang kosong lembaran akta dan disahkan dengan para para pihak yang menandatangani akta atau dilakukan pada lembar kertas yang ditambahkan pada akta dengan mencantumkan nomor akta di setiap halaman tambahan tersebut. Mengenai pengisian komparisi perlu adanya ketelitian dan kehati-hatian mengenai identitas atau dasar hukum yang menjadi landasan tindakan hukum karena berkaitan dengan kapasitas dan kewenangan pihak pemegang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun selaku pemberi kuasa, bagaimana status dari pemberi kuasa apakah perlu adanya persetujuan dari suami/istri, perwalian dibawah umur dengan izin pengadilan atau bertindak atas nama perusahaan. Demikian juga perlu adanya ketelitian dan kehati-hatian mengenai identitas dari penerima kuasa. Berkaitan dengan pengisian mengenai objek hak tanggungan dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan perlu adanya pencantuman mengenai NIB dan SPPT PBB. Akan tetapi mengenai ketentuan tersebut telah diabaikan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat Akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Adapun konsekuensi dari tidak memenuhi sesuai dengan tata cara pengisian SKMHT berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 serta Pasal 96 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, maka SKMHT Apabila tidak dipenuhi ketentuan tersebut maka SKMHT tersebut batal demi hukum, berarti surat kuasa tersebut yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan. C. Ketentuan Mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Sebagai Akta Notaris. Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya disebut dengan Undang- Undang Jabatan Notaris (UUJN). Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 58

6 Rizha Putri Riadhini. Komparasi Antara Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggung... Notaris sesuai dengan kewenangannya membuat akta Notaris, pengertian dari Akta Notaris sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Jabatan Notaris, Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris dimungkinkan merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Alasan pembuatan dan penggunaan SKMHT, adalah : 1. Syarat subjektif yaitu : a. Pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akta Hak Tanggungan. b. Prosedur pembebanan Hak Tanggunan panjang/lama. c. Biaya pembuatan Hak Tanggungan cukup tinggi. d. Kredit yang diberikan jangka pendek. e. Kredit yang diberikan tidak besar atau kecil. f. Debitur sangat dipercaya atau 2. Syarat objektif yaitu : a. Sertipikat belum diterbitkan. b. Balik nama atas tanah pemberi Hak Tanggungan belum dilakukan. c. Pemecahan/penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama pemberi Hak Tanggungan. d. Roya/pencoretan belum dilakukan. Berdasarkan asas keterbukaan atau asas publisitas, Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran pemberian hak tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut. Pembuatan SKMHT itu oleh Notaris maupun PPAT harus mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Selain itu apabila SKMHT dibuat sebagai akta notaris maka Notaris dalam membuat SKMHT harus mengacu pada Undang-Undang Jabatan Notaris terutama dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c. Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN, kewajiban Notaris untuk melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta. Hal ini merupakan suatu kewajiban dari Notaris manakala membuat akta maka harus melekatkan sidik jari penghadap, apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka Notaris yang bersangkutan akan menerima sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (11) UUJN. Selain Notaris dalam membuat SKMHT harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, Notaris juga harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 38 UUJN. Pasal 38 UUJN tersebut mengatur mengenai ketentuan-ketentuan bentuk akta notaris yang terdiri dari awal akta, badan akta dan akhir akta. (2) Awal Akta atau kepala Akta memuat: a. judul Akta; b. nomor Akta; c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama len gk ap dan tempat kedudukan Notaris. (3) Badan Akta memuat: a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. Isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau penutup Akta memuat: a. Uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7); b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatangan atau penerjemahan Akta jika ada; c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan 59

7 Jurnal Repertorium, ISSN: , Edisi 3 Januari-Juni 2015 d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya. Apabila Notaris dalam menjalankan wewenangnya melanggar Pasal 38 UUJN maka sesuai dengan Pasal 41 UUJN, maka mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan ini mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang membuatnya, artinya kekuatan akta di bawah tangan ini dapat dipersamakan kekuatannya dengan akta autentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para pembuat akta di bawah tangan mengakui atau membenarkan apa yang ditandatangani (Handri Raharjo, 2009: 66). Akan tetapi, SKMHT yang dibuat dihadapan Notaris notabene Notaris dalam menjalankan kewenangan membuat akta autentik harus memenuhi ketentuan dalam UUJN sehingga Notaris dalam membuat SKMHT tidak hanya mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 akan tetapi harus mengacu pada ketentuan UUJN dan SKMHT yang dibuat oleh Notaris seharusnya berupa Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan bukan SKMHT. Adapun pemberian kuasa membebankan hak tanggungan harus diberikan langsung oleh pemilik sertifikat, dan tidak dibenarkan apabila dilakukan dengan akta kuasa (disubtitusikan) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang- Undang Hak Tanggungan (Mulyoto, 2011: 53). Dalam praktek, Notaris dalam membuat SKMHT hanya sebatas mengisi bagian-bagian yang kosong dengan tidak memperhatikan ketentuan dalam ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUJN. Misal tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN, Notaris melekatkan dokumen, surat dan sidik jari penghadap pada Minuta Akta. Hal ini merupakan kewajiban dari Notaris dalam membuat akta akan tetapi sering kali diabaikan. Selain itu, tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 38 UUJN misal uraian mengenai awal akta tidak mencantumkan jam, identitas dari para pihak tidak diuraikan sesuai ketentuan dalam badan akta, tidak ada uraian mengenai tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya sesuai ketentuan dalam akhir akta. Notaris dalam menjalankan kewenangan dalam membuat akta tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 38 UUJN tersebut maka akta yang dibuat oleh Notaris akan terdegradasi menjadi akta dibawah tangan sesuai ketentuan dalam Pasal 41 UUJN. Disamping itu, Notaris dalam membuat SKMHT tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 15 Undang- Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 maka SKMHT tersebut tidak dapat menjadi dasar dalam pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). Perbedaan antara SKMHT yang dibuat oleh Notaris dengan SKMHT yang dibuat oleh PPAT, sebagai berikut: No Pembeda Notaris PPAT - Undang-Undang Hak Tanggungan - Undang-Undang Hak Tanggungan - Undang-Undang Nomor 2 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1. Dasar Hukum - Peraturan Ka.BPN RI Nomor 8 Tahun Peraturan Ka.BPN RI Nomor 8 Tahun Wilayah Kerja Provinsi Satu wilayah kerja Kantor Pertanahan 3. Me l ek atkan Surat, Dokumen dan Sidik Jari dlm Minuta Akta Wajib sesuai ketentuan dalam Pasal 16 UUJN tidak dipenuhi: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. Tidak ada kewajiban 4. Bentuk Akta Pasal 38 UUJN tidak dipenuhi: Akta terdegradasi menjadi Akta Dibawah Tangan Ti d a k p e n u h i k e t e n t u a n d a l am Perat.Ka.BPN No.8 Th.2012 maka tidak dapat dibuat APHT. 60

8 Rizha Putri Riadhini. Komparasi Antara Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggung... D. Simpulan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan produk dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang bentuk dan tata cara pengisian diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun SKMHT merupakan akta autentik yang dibuat dihadapan Notaris atau dihadapan PPAT yang harus memenuhi ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan. SKMHT dibuat sebagai akta Notaris juga harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN, jika tidak memenuhi ketentuan tersebut maka Notaris dapat terkena sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (11) UUJN. Selain itu, pembuatan SKMHT sebagai akta Notaris harus memenuhi ketentuan Pasal 38 UUJN jika tidak memenuhi ketentuan tersebut maka akta terdegradasi menjadi akta dibawah tangan. SKMHT yang dibuat sebagai akta PPAT harus memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 serta Pasal 96 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, apabila PPAT tidak memenuhi ketentuan tersebut maka SKMHT batal demi hukum artinya SKMHT tersebut tidak dapat menjadi dasar dalam pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). Sehingga, Notaris maupun PPAT dalam membuat SKMHT harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut agar SKMHT tidak mengandung cacat akta yang berakibat SKMHT tidak dapat menjadi alas hak pembuatan APHT. Daftar Pustaka Handri Raharjo Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. H.Salim.HS Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Bandung: PT. Raja Grafindo Persada. Johny Ibrahim Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi). Malang : Bayumedia Publishing. Kartini Muljadi dan Gunawan Muljadi Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Lingga Citra Herawan. Pengaturan Kewenangan Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Calyptra. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 2 Nomor 2 (2013). Mulyoto Perjanjian; Tekhnik, cara membuat, dan hukum perjanjian yang harus dikuasai. Yogyakarta:Cakrawala Media. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahaan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia terkait dengan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia di setiap tahunnya, maka berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Evie Hanavia Email : Mahasiswa S2 Program MknFH UNS Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan disegala bidang ekonomi oleh masyarakat memerlukan dana yang cukup besar. Dana tersebut salah satunya berasal dari kredit dan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis, dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh hampir semua pelaku bisnis, baik pengusaha besar maupun

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT 34 BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Tinjauan Umum Tentang Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada Bank Hak Tanggungan adalah salah

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bank, salah satunya dengan memberikan fasilitas kredit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bank, salah satunya dengan memberikan fasilitas kredit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam meminjam telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pada perkembangan masyarakat saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Retno Puspo Dewi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam meminjam telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Pihak pemberi pinjaman yang

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK 1 TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN Alves Simao L.F.S, Bernina Larasati, Demitha Marsha Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta berninalarasati@gmail.com

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghimpunan tabungan dari masyarakat dan pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa bank lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara mendapatkan modal bagi kalangan masyarakat termasuk para pengusaha kecil, sedang maupun besar adalah dengan melakukan pengajuan kredit pada pihak bank. Pemberian tambahan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 1 Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pendaftaran Pemberian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan

Lebih terperinci

AULIA RACHMAN AMIRTIN. Keywords: Power of Attorney Imposing Collateral Right.

AULIA RACHMAN AMIRTIN. Keywords: Power of Attorney Imposing Collateral Right. A u l i a R a c h m a n A m i r t i n 1 SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT DENGAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN PASAL 96 AYAT (1) PERKABAN NO. 8 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN PASAL 38

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan 28 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN KE-DUA (II) DAN BERIKUTNYA SEBAGAI PERPANJANGAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PERTAMA (I) YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

(SKMHT NOTARIS DALAM BENTUK/FORMAT IN ORIGINALI UNTUK PERBANKAN KOVENSIONAL) KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 1 Nomor :

(SKMHT NOTARIS DALAM BENTUK/FORMAT IN ORIGINALI UNTUK PERBANKAN KOVENSIONAL) KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 1 Nomor : (SKMHT NOTARIS DALAM BENTUK/FORMAT IN ORIGINALI UNTUK PERBANKAN KOVENSIONAL) -Pada hari ini, tanggal bulan tahun pukul KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN 1 Nomor : 1 a. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996

FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 Mira Novana Ardani Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Email : miranovana@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan kuantitas barang / jasa yang dihasilkan.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan kuantitas barang / jasa yang dihasilkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi di Negara Indonesia saat ini dalam posisi yang baik. Pertumbuhan ekonomi yang baik tersebut tentunya didorong oleh perbaikan ekonomi baik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG

PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG PERAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PERALIHAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI KREDITUR LAMAA KEPADA KREDITUR BARU PADA PERBANKAN KOTA PADANG (Studi pada Kantor Notaris dan PPAT Harti Virgo Putri, S.H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bisnis perbankan, penyaluran kredit merupakan kegiatan utama. Dana yang dihimpun dari para penabung dan para deposan disalurkan kepada penerima kredit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah

Lebih terperinci

BERBAGAI PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT & PENGIKATAN JAMINAN ATAS TANAH & BANGUNAN SERTA SATUAN RUMAH SUSUN

BERBAGAI PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT & PENGIKATAN JAMINAN ATAS TANAH & BANGUNAN SERTA SATUAN RUMAH SUSUN BERBAGAI PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN TAKE OVER KREDIT & PENGIKATAN JAMINAN ATAS TANAH & BANGUNAN SERTA SATUAN RUMAH SUSUN Oleh : Edna Hanindito Disajikan pada acara Pertemuan Antar Daerah Pengurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA. A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan Sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT

PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT ABSTRACT Oleh Luh Putu Rina Laksmita Putri I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 3, No 1 Januari 2018 PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK Mohammad Sigit Gunawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Tinjauan Hukum Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Hak tanggungan Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PEMBUATAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN(APHT) SEGERA SETELAH DITETAPKAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT)

KEWAJIBAN PEMBUATAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN(APHT) SEGERA SETELAH DITETAPKAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) KEWAJIBAN PEMBUATAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN(APHT) SEGERA SETELAH DITETAPKAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) Oleh : EnjangTeguhBrawijaya I Gst. AyuAgungAriani BagianHukumBisnisFakultasHukumUniversitasUdayana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha, Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha, Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mendorong dan menggairahkan dunia usaha, Pemerintah telah memberikan dukungan dengan menyediakan berbagai fasilitas dan bermacam-macam sarana termasuk didalamnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN SURAT KUASA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN MOH. REZAH / D

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN SURAT KUASA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN MOH. REZAH / D TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN SURAT KUASA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN MOH. REZAH / D 101 07 206 ABSTRAK Surat Kuasa adalah kuasa yang bersifat khusus, tidak memuat kuasa

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU Valentryst Antika Alfa Steven Rumayar/D 101 11 139 Pembimbing : 1. Sulwan Pusadan, SH.,MH. 2. Nurul Miqat,

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat dewasa ini semakin luas, dimana kebutuhan tersebut tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan yang lain seirng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci